Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MATEMATIKA

Oleh :

Egi Emeninta Karina Br Gurusinga

Emelda Br Ginting

Marintan Br Manurung

Sagita Br Sihaloho

Sry Kartika Br Manik

Renny Br Pinem

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN

UNIVERSITAS QUALITY

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
penyususan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena berbagai keterbatasan
kemampuan dan fasilitas yang dimiliki oleh penulis.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Matematika

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan tata bahasa
dalam makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Agar makalah ini dapat berguna
bagi semua orang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Februari 2019

Penyusun

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .......................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Teknologi Informasi Dan Komunikasi......................................................3


2.2 Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi...................................................9
2.3 Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi diberbagai Bidang........................10
2.4 Dampak Positif dan Negatif TIK.............................................................................13

BAB III PENUTUP 

3.1 Simpulan ...............................................................................................................14
3.2 Saran .....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penalaran merupakan kegiatan,proses,atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu


kesimpulan atau membuat suatu pernyataan yang diketahui benar ataupun yang di anggap benar
yang disebut premis. Penalaran matematika merupakan salah satu tujuan mata pelajaran
matematika disamping pemahaman,komunikasi,pemecahan masalah,dan sikap menghargai
matematika.Selain itu,penalaran juga sebagai proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip. Dengan demikian, semakin baik tingkat penalaran matematika siswa
maka akan semakin baik pula hasil belajar matematika dan begitu sebaliknya.

Logika matematika merupakan pokok bahasan yang sangat penting karena berhubungan dengan
kemampuan berpikir secara logis.Banyak hal yang perlu kita ketahui mengenai logika.Dengan
logika,kita juga dapat mengetahui apakah suatu pernyataan bernilai besar atau salah. Hal
terpenting yang akan kita dapatkan setelah mempelajari logika matematika adalah kemampuan
atau keahlian mengambil kesimpulan dengan benar atau sah.

3
1.2 Rumusan Masalah

1.Apa pengertian dari penalaran matematika ?

2. Apa pengertian dari logika matematika ?

3.Apa saja masalah-masalah penalaran matematika ?

4. Sebutkan pembagian penalaran matematika ?

5.Bagaimana ingkaran dan bentuk ekuivalen dari pernyataan majemuk?

6. Apa saja yang digunakan untuk penarikan kesimpulan ?

7. Apa saja hukum-hukum logika ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penalaran matematika


2. Untuk mengetahui logika matematika
3. Untuk mengetahui masalah –masalah penalaran matematika
4. Untuk mengetahuin penalaran matematika
5. Untuk mengetahui pernyataan majemuk
6. Untuk mengetahui penarikan kesimpilan
7. Untuk mengetahui hukum-hukum logika

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun maanfaat penulisan makalah ini adalah memahami dan memperluas wawasan tentang
penalaran dan logika matematika.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penalaran Matematika

Penalaran Matematika
Pondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000)
menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah
mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak
dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang
mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.                                      
Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran.
Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotles adalah penalaran silogisme yang idenya
muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah
yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem
penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen:
sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah
kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran silogisme
dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan
disusun dalam bentuk yang benar.  

Aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut belajar bernalar.
Beberapa contohnya adalah:

o  Untuk menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa yaitu 7 + 7
=14,maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau
sama dengan 15

5
o  Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki yaitu 7 + 3 =
10 dan 8 = 3 + 5, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 7
+ 3 + 5 = 10 + 5 = 15

o  Untuk menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 5
x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 6 x 7 = 35 + 7 = 42

o  Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2 dari 1236 untuk
ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian, para siswa dapat dilatih untuk
menyimpulkan bahwa 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234.
Dengan demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234

o  Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut yang ketiga adalah 180o -
( 100o + 60o) = 20o. hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah
besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.

o  Jika (x – 1) (x + 10) = 0 maka x = 1 dan x = -10

Sejalan dengan contoh-contoh diatas, telah terjadi proses penarikan kesimpulan dari
beberapa fakta yang telah diketahui siswa, seperti yang dikemukakan oleh (Shadiq, 2004)
penalaran (jalan pikiran atau reasoning) merupakan “Proses berfikir yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan”. Sebagai contoh, dari persamaan kuadrat   yang diketahui, dapat disimpulkan
ataupun dibuat pernyataan lain bahwa x = 1 atau x = -10.  Dari pengetahuan tentang besar dua
sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain
bahwa besar sudut ketiga pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan suatu
kegiatan, suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah
dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

      Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa,  perlu diketahui


tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (1997) mengajukan tiga tingkatan
kemampuan berpikir matematika, yaitu tingkatan reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan
analisis. Masing-masing tingkatan terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, yaitu
sebagai berikut:

6
Tingkatan I Reproduksi

 Mengetahui fakta dasar


 Menerapkan algoritma standar
 Mengembangkan keterampilan teknis
Tingkatan II Koneksi

·         Mengintegrasikan informasi

·         Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika

·         Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah

·         Memecahkan masalah tidak rutin

Tingkatan III Analisis

·         Matematisasi situasi

·         Melakukan analisis

·         Melakukan interpretasi

·         Mengembangkan model dan strategi baru

·         Mengembangkan argumen matematika

·         Membuat generalisasi.

            Tingkatan kemampuan matematika di atas dapat digunakan selain untuk mengevaluasi
penekanan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan, juga menyusun instrumen (soal tes)
yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkatan kemampuan matematika siswa. Setelah kita
dapat mengidentifikan tingkat kemampuan siswa, maka upaya-upaya meningkatkan kemampuan
berpikir matematik dapat dilakukan dengan berpedoman pada komponen kemampuan pada
tingkatan berikutnya.

Depdiknas(2002:6) menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran matematika


merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran matematika dan penalaran matematika dipahami melalui belajar matematika “

7
            Pola pikir yang dikembangkan dengan penalaran matematika adalah melibatkan
pemikiran yang kritis, sistematis, logis serta kreatif, kemampuan dan keterampilan bernalar
dibutuhkan para siswa ketika mempelajari matematika maupun dalam interaksi pada masyarakat
langsung

Daya matematika siswa seyogyanya dapat diwujudkan dalam berbagai dimensi supaya
mampu memunculkan berbagai metode matematika yang nantinya dapat membantu siswa dalam
memecahkan masalah tidak rutin dan dapat dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan
kehidupan dalam masyarakat yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi.
Penalaran matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode
berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir matematika.
Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman matematika dalam keterampilan
berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan hubungan antar ide-ide, dan mendukung
gambaran atau kesimpulan tentang ide-ide dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan
masalah-masalah yang melibatkan ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist). Penalaran
matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran
matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan
generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (dan validasi)
kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai
daya matematika berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive),
deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik (graphical),
keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).

Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai


konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga
memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode
berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan
positip kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika,
meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan
melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa
matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan
matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu

8
(NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).                          Penalaran Matematika yang
mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis  dan sistematis merupakan ranah kognitif
matematik yang paling tinggi. Sumarno (2002) memberikan indikator kemampuan yang
termasuk pada kemampuan penalaran matematika, yaitu sebagai berikut:

 Membuat analogi dan generalisi


 Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
 Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
 Menyusun dan menguji konjektur
 Memeriksa validitas argumen
 Menyusun pembuktian langsung
 Menyusun pembuktian tidak langsung
 Memberikan contoh penyangkal
 Mengikuti aturan enferensi

9
2.2 Logika Matematika

Logika Matematika

 Logika Matematika/Logika Simbol ialah Logika yang

menggunakan bahasa Matematika, yaitu dengan menggunakan

lambang-lambang atau simbol- simbol.

 Keuntungan/ kekuatan bahasa simbol adalah: ringkas,

univalent/bermakna tunggal, dan universal/dapat dipakai

dimana-mana.

 Logika mempelajari cara penalaran manusia, sedangkan

penalaran seseorang diungkapkan dalam bahasa berupa

kalimat-kalimat. Dengan demikian logika mempelajari

kalimat-kalimat yang mengungkapkan atau merumuskan

penalaran manusia.

Logika & Himpunan 2013

Nur Insani, M.Sc - nurinsani@uny.ac.id di

2.3 Masalah-Masalah Penalaran Matematika

Suatu pertanyaan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai


aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu dapat juga tersembunyi dalam suatu situasi sehingga situasi
itu sendiri perlu mendapat penyelesaian. Nampak di sini bahwa menyelesaikan masalah itu
merupakan aktivitas mental yang tinggi. Perlu diketahui bahwa suatu pertanyaan merupakan
masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, bahwa suatu pertanyaan merupakan

10
suatu masalah bagi seorang siswa, tetapi mungkin bukan merupakan suatu masalah bagi siswa
yang lain. Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa yang tidak bermakna akan bukan
merupakan masalah bagi siswa tersebut.
Dengan perkataan lain, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah dapat
diterima oleh siswa tersebut. Jadi pertanyaan itu harus sesuai dengan struktur
kognitif siswa. Demikian juga, pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa pada
suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi siswa tersebut pada saat berikutnya,
bila siswa tersebut sudah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah
tersebut.
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut:
1.      Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa
tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.
2.      Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang
esensial.

Masalah matematika dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu masalah rutin
dan masalah nonrutin :
a.       Masalah rutin dapat dipecahkan dengan mengikuti prosedur yang mungkin sudah pernah
dipelajari. Masalah rutin sering disebut sebagai masalah penerjemah karena deskripsi situasi
dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol.
b.      Masalah nonrutin mengarah kepada masalah proses, membutuhkan lebih dari sekedar
menerjemahkan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah
diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat metode
pemecahan sendiri. Misalnya kita perhatikan soal berikut. Berapa banyak segmen garis
palingbanyak yang dapat ditarik untuk menghubungkan titik yang terletak di
sebuah lingkaran. Soal tersebut akan merupakan masalah bagi seorang siswa sekolah menengah,
bila siswa itu belum pernah menyelesaikan soal semacam itu. Masalahsemacam itu memerlukan
penganalisaan dan setelah pola diketahui dapatlah diketemukan formulanya. Selanjutnya formula
ini perlu dibuktikan. Tetapi soal semacam itu akan menjadi bukan masalah lagi bagi seorang
siswa yang sudah pernah menyelesaikannya.

2.4 Pembagian Penalaran Matematika

Penalaran dalam matematika terbagi dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif.    Penalaran induktif
digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk
semua kasus.             Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan
konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan

11
bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan
kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.  
                                         
1.      Penalaran induktif
 Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari hal-hal yang khusus ke hal-
hal yang umum (generalisasi). Menurut Slamin “ada tiga tahapan dalam penalaran induktif  yaitu
pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi”.
Penalaran induktif memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan

matematika. Sebagai fakta, penemuan matematika ada pula yang berawal dari suatu

penarikan kesimpulan dengan menerapkan panalaran induktif. Kesimpulan yang ditarik

secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif. Kesimpulan demikian

dinamakan suatu konjektur. Konjektur adalah suatu tebakan, penyimpulan, teori, atau

dugaan yang didasarkan pada fakta yang tak tertentu atau tak lengkap.Penalaran induktif dimulai
dengan memeriksa keadaan khusus dan menuju

penarikan kesimpulan umum, yang dinamakan proses induktif generalisasi. Penalaran

tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan

yang melandasinya. Sebagai contoh, hasilkali dua bilangan ganjil adalah ganjil, yang

ditemukan melalui pengamatan dari beberapa contoh khusus. Kesimpulan yang ditarik dari

contoh khusus tersebut merupakan kesimpulan umum, yaitu hasilkali sebarang dua

bilangan ganjil adalah ganjil.

Kesimpulan umum yang ditarik dari jenis induktif generalisasi dapat merupakan

suatu aturan, namun dapat pula sebagai prediksi yang didasarkan pada aturan itu. Misalnya,

menentukan suku selanjutnya dari suatu barisan bilangan atau barisan gambar. Aturannya

dapat dilihat dari jenis pola penyusunan barisan, yaitu pola berulang atau pola tumbuh.

Penalaran induktif yang menunjukkan kegiatan menebak suatu aturan dapat

12
dilakukan dengan menggunakan mesin fungsi sebagai proses kerja dalam menarik suatu

kesimpulan. Mesin fungsi terdiri dari masukan, proses, dan hasil. Sebagai contoh, apabila

dimasukan bilangan 1, keluar 2; jika dimasukan 2 keluar 4; dan seandainya 3 yang

dimasukan ke dalam mesin tersebut, diperoleh keluaran atau hasil 8; dan seterusnya.

Selanjutnya, siswa yang belajar dapat menebak suatu hasil apabila diberikan suatu masukan

tertentu, atau sebaliknya, yaitu diberikan suatu hasil dari proses mesin, dan siswa diminta

menentukan masukannya.

2.      Penalaran deduktif


Penalaran deduktif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal yang umum
(generalisasi) ke hal-hal yang khusus. Penalaran deduktif berperan besar dalam matematika,
kebenaran suatu pernyataan harus didasarkan pada kebenaran penyataan sebelumnya, diperlukan
pernyataan paling awal yang sudah disepakati kebenarannya yang disebut aksioma atau postulat,
diperlukan juga pengertian yang tidak bisa didefinisikan lagi yang disebut pengertian pangkal
Ada dua jenis penalaran deduktif yaitu kondisional dan silogisma (Matlin, 1994).

Penalaran kondisional menjelaskan hubungan “Jika…maka…”. Penalaran silogisma

merupakan kuantor yaitu jenis penalaran yang menggunakan kata-kata semua, beberapa,

dan tidak satupun (Matlin, 1994: 378).

1. Penalaran Kondisional

Penalaran kondisional merupakan hubungan antara kondisi. Jenis penalaran

kondisional yang ditelaah dalam penelitian ini mencakup hubungan “Jika…maka…”. Ada

empat jenis panalaran kondisional yaitu,

(1) memperkuat anteseden

13
(2) memperkuat

Konsekuen

(3) menyangkal anteseden

(4) menyangkal konsekuen.

Untuk masingmasing jenis dasar penalaran kondisional tersebut diberikan dalam contoh-
contoh berikut ini.

Contoh 1. Memperkuat anteseden

Jika n bilangan genap maka ia habis dibagi dua.

n bilangan genap.Oleh karena itu, n habis dibagi dua.

Contoh 2. Memperkuat konsekuen

Jika a dan b > 0 maka a + b > 0.

a + b > 0.

Oleh karena itu a dan b > 0

Contoh 3. Menyangkal anteseden

Jika suatu bangun geometri berbentuk persegipanjang, maka terdapat dua pasang

sisi yang sejajar.

Suatu bangun geometri tidak berbentuk persegipanjang.

Oleh karena itu, ia tidak mempunyai dua pasang sisi yang sejajar.

Contoh 4. Menyangkal konsekuen

Jika suatu bangun geometri beralas a dan tinggi t mempunyai luas ½ at maka

bangun itu adalah segitiga.

Suatu bangun geometri beralas a dan tinggi t bukan merupakan segitiga.

Oleh karena itu luasnya tidak sama dengan ½ at.

14
Jenis penalaran kondisional contoh dua dan contoh tiga merupakan suatu bentuk

penarikan kesimpulan yang salah atau tidak valid. Kedua jenis penalaran tersebut masingmasing
merupakan bentuk konvers dan invers dari pernyataan implikasi. Sedangkan bentuk

penarikan kesimpulan contoh satu dan contoh empat adalah benar atau valid, masingmasing
merupakan modus ponen dan modus tolen.

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196303311988031-
NANANG_PRIATNA/Penalaran_Matematika.pdf

2.5 Ekuivalensi pernyataan majemuk


Setelah mengetahui materi dasar mengenai logika matematika, selanjutnya adalah mempelajari
mengenai ekuivalensi pernyataan majemuk. Pengertian ekuivalensi pernyataan majemuk adalah
dua pernyataan majemuk yang berbeda namun memiliki nilai yang sama atau ekuivalen.

Ekuivalensi biasanya ditampilkan dalam bentuk rumus, contohnya adalah seperti dibawah ini:

 ~(p^q) = p˅~q
 ~(p˅q) = p^~q
 (p⇒q) = p˅~q.
Konvers, invers, dan kontraposisi
Pengertian konvers, invers dan kontraposisi adalah pernyataan yang hanya berlaku untuk
pernyataan implikasi saja. Setiap pernyataan implikasi memiliki ketiga pernyataan tersebut.

Agar lebih mudah dalam pemahamannya, berikut ringkasannya:

 Diketahui sebuah implikasi p⇒q,


 Maka konversnya adalah q⇒p
 Inversnya adalah ~p⇒~q
 Sedangkan untuk kontraposisinya adalah ~q⇒~p.
Kuantor pernyataan
Kuantor pernyataan adalah sebuah bentuk dari pernyataan yang mengandung nilai kuantitas
didalamnya. Ada dua jenis kuantor pernyataan, yaitu kuantor universal dan kuantor eksistensial.

Kuantor universal yang disebut juga kuantor umum adalah pernyataan yang menggunakan “untuk
setiap” atau “untuk semua”. Simbol yang digunakan adalah x.

Contoh: Pernyataan “semua bunga adalah indah”. Maka notasinya adalah (∀x), [ B(x) → I(x) ]

15
Sedangkan kuantor eksistensial atau kuantor khusus adalah pernyataan yang menggunakan
“beberapa”, “terdapat, dan “ada”. Simbol yang digunakan adalah Ǝx.

Contoh: pernyataan” Ada bunga yang jelek”. Maka notasinya adalah (Ǝx),Jx.

Ingkaran dari pernyataan kuantor


Sama seperti pernyataan, kuantor adalah memiliki negasi atau ingkaran. Hukum negasi ini adalah
bahwa negasi dari kuantor universal adalah kuantor eksistensial dan sebaliknya. Sebagai contoh
adalah:

p : semua bunga adalah indah

~p : semua bunga tidaklah indah.

Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan materi terakhir dalam logika matematika. Kesimpulan bisa ditarik
dari premis atau pernyataan yang telah ada. Ada tiga metode untuk melakukan penarikan
kesimpulan.

Modus ponens
Rumus Modus ponens adalah sebagai berikut:

premis 1: p→q, premis 2: p, kesimpulan: q. Artinya jika diketahui p→q dan p, maka kesimpulannya
adalah q.

Contoh:
 Premis 1: Jika musim semi tiba, bunga mekar.
 Premis 2: Musim semi tiba
Kesimpulan: Bunga mekar.

Modus Tollens
Rumus Modul Tollens:

 Premis 1: p→q
 Premis 2: ~q
Kesimpulan: ~p

Contoh:
Premis 1: Jika musim dingin tiba, maka danau akan membeku.

Premis 2: Danau tidak membeku

Kesimpulan: Tidak sedang musim dingin.

Silogisme

16
Rumus silogisme:

 Premis 1: p→q
 Premis 2: q→r
 Kesimpulan: p→r

1.  Ingkaran atau Negasi


Dari sebuah pernyataan tunggal (atau majemuk), kita bisa membuat sebuah pernyataan baru berupa “ingkaran” dari
pernyataan itu. “ingkaran” disebut juga “negasi” atau “penyangkalan”. Ingkaran menggunakan operasi uner (monar) “”
atau “”.

Jika suatu pernyataan p benar, maka negasinya p salah, dan jika sebaliknya pernyataan p salah, maka negasinya p
benar.

Perhatikan cara membuat ingkaran dari sebuah pernyataan serta menentukan nilai kebenarannya!

1. p         : kayu memuai bila dipanaskan (S)

~ p      : kayu tidak memuai bila dipanaskan (B)

2.  r          : 3 bilangan positif (B)

~ r        : (cara mengingkar seperti ini salah)

3 bilangan negative

(Seharusnya) 3 bukan bilangan positif  (S)

Nilai kebenaran
Jika p suatu pernyataan benilai benar, maka  ~p bernilai salah dan sebaliknya jika p bernilai salah maka ~p bernilai
benar.

Tabel kebenaran:

2.  Konjungsi 
Gabungan  dua  pernyataan  tunggal  yang  menggunakan  kata penghubung  “dan”  sehingga  terbentuk 
pernyataan majemuk  disebut konjungsi. Konjungsi mempunyai kemiripan dengan operasi irisan () pada  himpunan. 
Sehingga  sifat-sifat  irisan  dapat  digunakan  untuk mempelajari  bagian  ini.

Operasi konjungsi sering juga ditunjukkan dengan hubungan seri pada rangkaian listrik seperti gambar berikut:

17
Gambar rangkaian seri

Dari gambar rangkaian diatas menggunakan saklar symbol saklar 1 diberi symbol p dan saklar 2 diberi symbol q.
Saklar terbuka (off) sebagai  pernyataan benar, saklar tertutup (on) sebagai pernyataan salah. Lampu yang dipasang
pada rangkaian sebagai kebenaran dari pernyataan tersebut.

1. Jika saklar p dan q tertutup (on) ternyata lampu menyala maka pernyataan bernilai benar
2. Jika salah satu saklar p atau q terbuka (off) ternyatalampu tidak menyala maka pernyataan bernilai salah.
3. Jika keduanya saklar p dan q terbuka (off) ternyata lampu juga tidak menyala, maka pernyataan bernilai
salah.
Berdasar kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu konjungsi p ∧ q pada lampu akan menyala hanya jika
komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya sama-sama tertutup sedangkan nilai kebenaran yang
selain itu tidak menyala sebagaimana ditunjukkan pada tabel kebenaran berikut:
Tabel Kebenaran Konjungsi

 
Contoh
Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk pq berikut ini!

a. p         : 100 + 500 = 800

q         : 4 adalah faktor dari 12

b.   p          : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata

q          : 625 adalah bilangan kuadrat

Jawaban:

18
a.   p salah, q benar

p   q : 100 + 500 = 800 dan 4 adalah faktor dari 12 (Salah)


Jadi,  (p   q) = S.
b.   (p) = B,   (q) = B.

p   q : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata dan 625 adalah


bilangan kuadrat (benar).

Jadi, (p   q) = B.


3. Disjungsi
Disjungsi adalah proposisi majemuk yang menggunakan perangkai “atau”.

Poposisi  “p  atau  q”  dinotasikan q     p.  Tidak  seperti  pernyataan  berperangkai “dan”  yang  mempersyaratkan 
terpenuhinya  kebenaran  semua  unsurnya,  pernyataan  berperangkai  “atau” menawarkan  suatu  pilihan,  artinya 
jika  paling tidak salah satu dari kedua unsur proposisinya terpenuhi maka hal ini sudah cukup untuk pernyataan
tersebut dikatakan benar.
Operasi konjungsi sering juga ditunjukkan dengan hubungan paralel pada rangkaian listrik seperti gambar berikut :

Gambar Rangkaian Paralel

Dari gambar rangkaian diatas menggunakan saklar symbol saklar A diberi symbol p dan saklar B diberi symbol q.
Saklar terbuka (off) sebagai  pernyataan benar, saklar tertutup (on) sebagai pernyataan salah. Lampu yang dipasang
pada rangkaian sebagai kebenaran dari pernyataan tersebut.

1. Jika saklar p dan q tertutup (on) ternyata lampu menyala maka pernyataan bernilai benar
2. Jika salah satu saklar p tertutup (on) dan q terbuka (off), atau jika salah satu saklar p terbuak (off) dan q
tertutup (on) ternyata lampu menyala maka pernyataan bernilai benar.
3. Jika keduanya saklar p dan q terbuka (off) ternyata lampu juga tidak menyala, maka pernyataan bernilai
salah.
Dari gambar rangkaian diatas  tampak bahwa  lampu tidak menyala jika saklar p maupun q sama-sama terbuka atau
keduanya salah. Kita sarikan definisi konjungsi dengan tabel kebenaran berikut.

Tabel Kebenaran Disjungsi

19
Contoh
Tentukanlah nilai kebenaran untuk disjungsi dua pernyataan yang diberikan !

a.   p : 3 + 4 = 12

q : Dua meter sama dengan 200 cm

b.   p : 29 adalah bilangan prima

q : Bandung adalah ibu kota Provinsi Jawa Barat

c.   p          : Dua garis yang sejajar mempunyai titik potong

q:    adalah bilangan cacah.


Jawaban:
a.   (p) = S,   (q) = B.
Jadi, (p   q) = B.
p   q :   3 + 4 = 12 atau dua meter sama dengan 200 cm (benar).
b.   (p) = B,   (q) = B.

Jadi, (p   q) = B.


p   q :   29 adalah bilangan prima atau Bandung adalah ibukota Provinsi
Jawa barat (benar).
c.   (p) = S,   (q) = S.

Jadi, (p   q) = S.


4.    Implikasi
Untuk memahami implikasi, pelajarilah uraian berikut. Misalnya, Elzan berjanji pada Gusrayani, “Jika Sore nanti tidak
hujan, maka saya akan mengajakmu nonton”. Janji Elzan ini hanyalah berlaku untuk kondisi sore nanti tidak hujan.
Akibatnya, jika sore nanti hujan, tidak ada keharusan bagi Elzan untuk mengajak Gusrayani nonton.

Misalkan sore ini tidak hujan dan Elzan mengajak Gusrayani nonton, Gusrayani tidak akan kecewa karena Elzan
memenuhi janjinya. Akan tetapi, jika sore ini hujan dan Elzan tetap mengajak Gusrayani menonton, Gusrayani tentu
merasa senang sekali. Jika sore ini hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani menonton, tentunya Gusrayani akan
memakluminya. Bagaimana jika sore ini tidak hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani menonton? Itu akan lain
lagi ceritanya. Tentu saja Gusrayani akan kecewa dan menganggap Elzan sebagai pembohong yang tidak menepati
janjinya.

20
Misalkan,   p : Sore tidak hujan.
q : Elzan mengajak Gusrayani menonton.
Pernyataan “jika sore nanti tidak hujan, maka Elzan akan mengajak Gusrayani nonton”. Dapat dinyatakan sebagai
“jika p maka q” atau dilambangkan dengan “p   q”. Suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p maka q”
disebutimplikasi.
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu implikasi (pernyataan bersyarat) adalah suatu pernyataan majemuk
dengan bentuk “jika p maka q”, dilambangkan dengan  p    q. Pernyataan p disebut hipotesis  (ada juga yang
menamakan anteseden) dari implikasi. Adapun pernyataan q disebut konklusi (atau kesimpulan, dan ada juga yang
menamakan konsekuen). Implikasi bernilai salah hanya jika hipotesis p bernilai benar dan konklusi q bernilai salah;
untuk kasus lainnya adalah benar. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel nilai kebenaran operasi implikasi

Terdapat perbedaan antara implikasi dalam keseharian dan implikasi dalam logika matematika. Dalam keseharian,
pernyataan hipotesis/anteseden p haruslah memiliki hubungan dengan  pernyataan konklusi/konsekuen q. Misalnya,
pada contoh implikasi sebelumnya, “Jika sore nanti tidak hujan maka saya akan mengajakmu nonton”. Terdapat
hubungan sebab-akibat. Dalam logika matematika, pernyataan hipotesis/anteseden p tidak harus memiliki hubungan
dengan konklusi/konsekuen q. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Contoh dibawah ini.

Contoh:

Tentukanlah nilai kebenaran dari implikasi berikut !

a. Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.

b. Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.

c. Jika cos 30° = 0,5 maka 25 adalah bilangan ganjil.

Jawab :
a.   Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.

Alasan salah, kesimpulan benar. Jadi, implikasi bernilai benar.


b.   Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.

Alasan benar, kesimpulan salah. Jadi implikasi bernilai salah.


c.     Jika cos 30°= 0,5 maka 25 adalah bilangan ganjil.

Alasan salah, kesimpulan salah. Jadi, implikasi bernilai benar.


5.   Biimplikasi
Perhatikanlah pernyataan berikut:

Jika sore ini hujan, maka jalan raya basah.

21
Jika jalan raya basah, apakah selalu disebabkan oleh hujan? Tentu saja tidak selalu begitu, karena jalan raya basah
bisa saja disebabkan disiram, banjir, ataupun hal lainnya. Pernyataan seperti ini telah kita ketahui sebagai sebuah
implikasi.

Sekarang, perhatikan pernyataan berikut:

Jika orang masih hidup maka dia masih bernafas.


Jika seseorang masih bernafas, apakah bisa dipastikan orang tersebut masih hidup? Ya, karena jika dia sudah tidak
bernafas, pasti orang tersebut sudah meninggal. Pernyataan yang demikian
disebut biimplikasi  atau bikondisionalatau bersyarat ganda.
Pernyataan biimplikasi dilambangkan dengan “”  yang berarti “jika dan hanya jika” disingkat “jhj” atau “jikka”.
Biimplikasi “pq” ekuivalen   dengan “jika p maka q dan jika q maka p”, dinotasikan sebagai: (p   q)    (q   p).
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu biimplikasi adalah suatu pernyataan majemuk dengan bentuk p jika dan
hanya jika q dilambangkan dengan p    q. Biimplikasi p dan q bernilai benar jika keduanya p dan q  adalah benar
atau jika keduannya p  dan q  adalah salah; untuk kasus lainnya biimplikasi adalah salah.
Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi:

Contoh:

Tentukan nilai kebenaran biimplikasi di bawah ini!

a. 20 + 7 = 27  jika dan hanya jika 27 bukan bilangan prima.


B                                                               B

(p) = B,   (q) = B. Jadi,  (p   q) = B.


b. 2 + 5 = 7  jika dan hanya jika 7 adalah bilangan genap.
(p) = B,   (q) = S. Jadi,  (p   q) = S.
c. tan2 45° + cos 2 45° = 2  jika dan hanya jika  tan2 45° = 2
(p) = S,   (q) = S. Jadi,  (p   q) = B.
 
6.    Negasi Dari Pernyataan Majemuk
Berikut ini adalah pembahasan tentang negasi pernyataan majemuk, yaitu negasi suatu konjungsi, disjungsi,
implikasi, dan biimplikasi

1. Negasi Suatu Konjungsi


Karena suatu konjungsi p ∧ q akan bernilai benar hanya jika kedua komponennya bernilai benar. Maka negasi suatu
konjungsi p  ∧ q adalah ~p  ∨ ~q; sebagaimana ditunjukkan tabel kebenaran berikut:

22
2. Negasi Suatu Disjungsi

Negasi suatu disjungsi p  ∨ q adalah ~p  ∧ ~q sebagaimana ditunjukkan tabel kebenaran berikut:

3. Negasi Suatu Implikasi

Negasi suatu implikasi p ⇒ q adalah p∧~q seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini:

Dengan demikian, p ⇒ q ≡ ~[~ (p ⇒ q)] ≡ ~( p ∧ ~q) ≡ ~p ∨ q

4. Negasi Suatu Biimplikasi

Karena biimplikasi atau bikondisional p ⇔ q ekuivalen dengan

(p ⇒ q) ∧ (q ⇒ p);

sehingga:

~ (p ⇔ q)        ≡       ~[(p ⇒ q) ∧ (q ⇒ p)]

≡  ~[(~p ∨ q) ∧ (~q ∨ p)]

23
≡  ~(~p ∨ q) ∨ ~(~q ∨ p)]

≡  (p ∧ ~q) ∨ (q ∧ ~p)

Tabel kebenaran dari suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi di atas

merupakan dasar dalam mencari nilai kebenaran pernyataan-pernyataan majemuk seperti di saat

menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk (~p ∧ r) ∨ (~r ⇒ q) seperti berikut ini

 
Contoh :
1. Negasi dari 5 + 2 = 8 dan adik naik kelas adalah 5 + 2   8 atau adik tidak naik kelas
2. Negasi dari jika adik belajar maka ia pandai adalah adik belajar dan ia tidak pandai
Iklan

https://smartblogmathematic.wordpress.com/ingkaran/

http://www.menghitung.com/logika-matematika/

HUKUM – HUKUM LOGIKA PROPOSISI

Hukum – hukum logika proposisi ini berguna untuk membuktikan apakah dua buah proposisi
majemuk ekuivalen atau tidak. Ekuivalen atau identik disini adalah ketika dua buah pernyataan
itu memiliki nilai kebenaran yang sama untuk semua kemungkinan. Ekuivalen dapat
dilambangkan dengan notasi ≡ atau ⇔.

24
Di bawah ini adalah contoh dua proposisi yang memiliki keekuivalenan.  (Lihat pada kolom
terakhir masing – masing tabel, nilai kebenaran untuk setiap kemungkinan kedua proposisi
majemuk tersebut sama)

p q p∧q ¬ (p ∧ q)

T T T F

T F F T

F T F T

F F F T

p q ¬p ¬q ¬ p ∨ ¬q

T T F F F

T F F T T

F T T F T

F F T T T

Dari kedua tabel di atas, maka dapat disimpulkan

¬ (p ∧ q) ⇔ ¬ p ∨ ¬q

Namun, bagaimana jika proposisi majemuk yang akan dibuktikan keekuivalenannya terbentuk
dari sejumlah proposisi atomik katakanlah sejumlah n proposisi atomik. Untuk n buah proposisi
atomik, akan terbentuk 2n baris pada tabel kebenarannya. Bayangkan jika 8 buah proposisi

25
atomic membentuk masing – masing dua buah proposisi majemuk untuk diuji
keekuivalenannya, berarti akan terbentuk 2 x 2  buah baris tabel kebenaran. Nah, agar lebih
8

efektif dan praktis, kita dapat menggunakan hukum – hukum logika proposisi untuk kasus
tersebut.

Sebenarnya, hukum – hukum logika proposisi mudah untuk dipahami, karena beberapa
hukumnya bisa dibilang mirip dengan hukum aljabar pada sistem bilangan real.

Sebagai contoh :

Hukum asosiatif pada hukum aljabar bilangan real adalah (a + b) + c = a + (b + c) yang berlaku
juga untuk operasi perkalian.

Mirip dengan hukum asosiatif pada hukum logika proposisi, yaitu p ∨ (q ∨ r) ⇔ (p ∨ q) ∨ r


yang berlaku juga untuk operator logika ∧ (AND)
Untuk lebih rincinya, tabel berikut akan memperlihatkan hukum – hukum logika proposisi:

Hukum identitas (i) p ∨ F ⇔ p (ii) p ∧ T ⇔ p

Hukum null/ dominasi (i) p ∧ F ⇔ F (ii) p ∨ T ⇔ T

Hukum negasi (i) p ∨ ¬p ⇔ T (ii) p ∧ ¬p ⇔ F

Hukum idempotent (i) p ∨ p ⇔ p (ii) p ∧ p ⇔ p

Hukum involusi   (Negasi Ganda) ¬(¬p) ⇔ p

Hukum absorpsi (i) p ∨ (p ∧ q) ⇔ p (ii) p ∧ (p ∨ q) ⇔ p

Hukum komutatif (i)p ∨ q ⇔ q ∨ p (ii) p ∧ q ⇔ q ∧ p

(i) p ∨ (q ∨ r) ⇔ (p ∨ q) ∨ r
Hukum asosiatif
(ii) p ∧ (q ∧ r) ⇔ (p ∧ q) ∧ r

(i) p ∨ (q ∧ r) ⇔ (p ∨ q) ∧ (p ∨ r)
Hukum distributif
(ii) p ∧ (q ∨ r) ⇔ (p ∧ q) ∨ (p ∧ r)

(i) ¬(p ∧ q) ⇔ ¬p ∨ ¬q
Hukum De Morgan
(ii) ¬(p ∨ q) ⇔ ¬p ∧ ¬q

26
Contoh penggunaan hukum – hukum logika proposisi untuk membuktikan keekivalenan dua
proposisi majemuk bisa dilihat di bawah ini:
Buktikan bahwa p ∨ (q ∧ r) ⇔ p

p ∨ (q ∧ p) ⇔ (p ∨ q) ∧ (p ∨ p) (Hukum Distributif)

⇔ (p ∨ q) ∧ p (Hukum Idempoten)

⇔ (p ∨ q) ∧ (p ∨ F) (Hukum identitas)

⇔ p ∨ (q ∧ F) (Hukum distributif)

⇔p∨F (Hukum dominasi)

⇔p (Hukum identitas)

https://pitikpedia.wordpress.com/2015/10/05/hukum-hukum-logika-proposisi/

http://agusjnaibaho.blogspot.com/2015/05/penalaran-matematika.html

http://www.menghitung.com/logika-matematika/

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132310890/pendidikan/LOGIKA+-+NEGASI,+DISJUNGSI,KONJUNGSI,
+IMPLIKASI+DAN+BIIMPLIKASI.pdf

http://anisafebriani09.blogspot.com/2015/11/kemampuan-penalaran-matematis-dalam.html

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196303311988031-
NANANG_PRIATNA/Penalaran_Matematika.pdf

https://smartblogmathematic.wordpress.com/ingkaran/

27

Anda mungkin juga menyukai