Anda di halaman 1dari 16

Konsep Dasar Matematika

Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif Matematika

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Amelia Cika Syahdilla 1901025142


2. Edenita Kenny Zalsabila 1901025214
3. Fadhilah Hilmi M 1901025082
4. Nur Faizah 1901025298
5. Rekha Anindia Purwanti 1901025094
6. Qomarah Indah Agista Saputri 1901025250

Dosen Mata Kuliah :

Fitri Alyani, S.Pd, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah –
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “makalah tentang Penalaran Induktif dan
Deduktif.”

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Fitri
Alyani pada mata kuliah Konsep Dasar Matematika. Selain itu,makalah ini juga bertujuan
menambah wawasan tentang himpunan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menghanturkan rasa hormat dan
terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami tulis ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 2 Desember 2019

Penulis

Kelompok 3

ii | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Penalaran Induktif ........................................................................................................ 2
1. Generalisasi ................................................................................................................. 3
2. Hipotesis dan Teori ..................................................................................................... 3
3. Macam-macam analogi ............................................................................................... 5
4. Hubungan Kausal ........................................................................................................ 5
5. Induktif dalam metode eksposisi ................................................................................. 6
B. Penalaran Deduktif ....................................................................................................... 9
a. Silogisme Kategorial ................................................................................................... 9
b. Silogisme Hipotesis ................................................................................................... 10
c. Silogisme Alternatif .................................................................................................. 10
d. Entimem .................................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12
A. KESIMPULAN ........................................................................................................... 12
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13

iii | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan matematika merupakan salah satu


ilmu yang sangat penting. Matematika berbeda dengan ilmu lain, dalam belajar
matematika harus bersifat kontinu, rajin berlatih dan disiplin. Namun dalam dunia
pendidikan matematika dihadapkan dengan masalah rendahnya hasil belajar matematika
pada jenjang Pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah para siswa mengganggap
matematika adalah pelajaran yang sulit, para siswa juga berfikir bahwa matematika
adalah mata pelajaran yang sangat menakutkan. Pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika merupakan bagian yang sangat penting didalam proses belajar. Kemampuan
pemecahan masalah meliputi memahami masalah, merancang masalah menyelesaikan
masalah dan memeriksa hasil kembali. Karena pemecahan masalah merupakan salah satu hal
yang sangat penting dalam pembelajaran sehingga dapat mendorong siswa untuk berpikir
dalam memecahkan masalah. Selain kemampuan pemecahan masalah, salah satu kemampuan
matematika yang dituntut adalah penalaran Matematika.

Penalaran adalah kegiatan berpikir untuk memperoleh suatu kesimpulan dari premis-
premis yang telah diketahui. Secara umum penalaran dikelompokkan menjadi dua yaitu
Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif. Penalaran Induktif yaitu penalaran yang
menghasilkan kesimpulan lebih luas dibandingkan dengan pernyataan, sebaliknya Penalaran
Deduktif yaitu penalaran yang kesimpulannya tidak lebih luas dibandingkan dengan
pernyataannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif ?

2. Apa yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?

C. Tujuan

Siswa dapat memahami proses penalaran ilmiah secara memadai, dan Siswa juga
dapat menganalisis pengertian Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif.

1|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


BAB II PEMBAHASAN

A. Penalaran Induktif

Penalaran induktif melibatkan persepsi tentang keteraturan. Misalnya, untuk


mendapatkan kesamaan dari contoh-contoh yang berbeda. Dalam matematika, mendapatkan
kesamaan tersebut dapat menjadi dasar dalam rangka pembentukan konsep, yaitu dengan
cara mengurangi hal-hal yang harus diingat. Proses tersebut dinamakan abstraksi konsep.
Sebagai contoh dalam penalaran deduktif, hubungan antara fakta dapat diturunkan menjadi
konsep baru atau fakta baru bagi penurunan konsep-konsep yang lain. Konsep atau prinsip
yang seringkali dapat dilakukan dengan mengandalkan pada kekuatan bernalar.

Penalaran induktif memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan


matematika. Sebagai fakta, penemuan matematika ada pula yang berawal dari suatu
penarikan kesimpulan dengan menerapkan panalaran induktif. Kesimpulan yang ditarik
secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif. Kesimpulan demikian
dinamakan suatu konjektur. Konjektur adalah suatu tebakan, penyimpulan, teori, atau dugaan
yang didasarkan pada fakta yang tak tertentu atau tidak lengkap. Penalaran induktif dimulai
dengan memeriksa keadaankhusus dan menuju penarikan kesimpulan umum, yang
dinamakan proses induktif generalisasi. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-
contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sebagai contoh: hasil
kali dua bilangan ganjil adalah ganjil, yang ditemukan melalui pengamatan dari beberapa
contoh khusus. Kesimpulan yang ditarik dari contoh khusus tersebut merupakan kesimpulan
umum, yaitu hasil kali sebarang dua bilangan ganjil adalah ganjil. Kesimpulan umum yang
ditarik dari jenis induktif generalisasi dapat merupakan suatu aturan, namun dapat pula
sebagai prediksi yang didasarkan pada aturan itu. Misalnya, menentukan suku selanjutnya
dari suatu barisan bilangan atau barisan gambar. Aturannya dapat dilihat dari jenis pola
penyusunan barisan, yaitu pola berulang atau pola tumbuh.Penalaran induktif yang
menunjukkan kegiatan menebak suatu aturan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
fungsi sebagai proses kerja dalam menarik suatu kesimpulan. Mesin fungsi terdiri dari
masukan, proses, dan hasil. Sebagai contoh, apabila dimasukan bilangan 1, keluar 2, jika
dimasukan 2 keluar 4, dan seandainya 3 yang dimasukan ke dalam mesin tersebut diperoleh
hasil 8 dan seterusnya. Selanjutnya, siswa yang belajar dapat menebak suatu hasil apabila
diberikan suatu masukan tertentu, atau sebaliknya, yaitu diberikan suatu hasil dari proses
mesin, dan siswa diminta untuk menentukan masukannya.

2|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


1. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah
fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup
semua fenomena – fenomena.

Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut,
maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari
bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan
mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah
abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.

2. Hipotesis dan Teori


1) Hipotesis

Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis
artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada
waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam
kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang
melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat
diuji.

- Ciri Hipotesis Yang Baik

Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:

a) Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan


kalimat pertanyaan.
b) Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel
penelitian.
c) Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
d) Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik
menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana
prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
e) Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
pengertian.

3|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


2) Teori

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
maksud menjelaskan fenomena alamiah.

Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia
membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu
misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali,
teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong
berarti minta makan.

-Hubungan antara hipotesis dengan teori

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif
atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi,
umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya
pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.

Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah
yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji
suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.

Analogi

Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan).


Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar
dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan
gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses penalaran induktif.

Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif, yaitu proses
penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan

4|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang
lain.

3. Macam-macam analogi

1. Analogi Induktif

Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi
juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat
bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada
persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya,
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas
Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.

2. Analogi Deklaratif

Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang
belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat
bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan
dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan
negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya.
Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara
akal dan hati.

4. Hubungan Kausal

Hubungan kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa sebab
yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya
hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke
sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan
akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:

5|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


(1). Hubungan sebab-akibat.

Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah
akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.

(2). Hubungan akibat-sebab

Yaitu hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu
dianalisis untuk mencari sebabnya.

(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2

Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama
berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga
timbul rangkaian beberapa akibat.

5. Induktif dalam metode eksposisi

Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana
isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya
penulisan yang singkat, akurat, dan padat.

Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi
informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak dari hal-
hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang
telah terjadi.

3) Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika

Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974)
mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran
untuk semua kasus.

Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika


yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format

6|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini
dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.

Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai


konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga
memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman
mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu
kecenderungan positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-
sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan;
(c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan
menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan
menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai
konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999).

Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan


pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif
yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman
siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh
suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan
induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir
induktif.

Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau
deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan
masalah. Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme
yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang
memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan
pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif;
(3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan
penutupan.

Jadi, Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika
terlihat pada penghitungan keliling bangun datar. Siswa diajak untuk berkeliling lapangan
sekolah dan diajak menentukan bangun datar apa yang sudah mereka kelilingi untuk

7|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


mengarahukskan kepada siswa cara menghitung keliling lapangan yang berbentuk persegi
panjang. Pada saat mereka berkeliling dapat membentuk pola pikir induktif siswa.

Kemudian saat siswa diajak untuk menghitung keliling lapangan dapat terbentuk
pola pikir induktif atau deduktif. Saat anak diajak untuk menghitung keliling bangun datar
segi banyak dapat membentuk pola piki deduktif siswa.

8|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


B. Penalaran Deduktif

Deduktif berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan
dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya
induktif (W.J.S. Poerwadarminta, 2006).

Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua
buah pernyataan dan sebuah kesimpulan (S.Suriasumantri, 2005).

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus. Adapun berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial,
silogisme hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternatif, entimem, dan
sebagainya.

a. Silogisme Kategorial

Silogisme adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan dua


proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau
inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama
disebut dengan premis. Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif
yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi
kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan
itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan, misalnya:

(1) Semua karyawan adalah PNS.


(2) Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3) Jadi, semua karyawan adalah peserta Jamsostek.

Dalam rangkaian diatas terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh
ini rangkaian kategorial hanya terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam
dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme
itu. Sedangkan subyek dari konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara
term yang muncul dalam kedua premis namun tidak muncul dalam kesimpulan
disebut premis tengah.

9|KONSEP DASAR MATEM ATIKA


b. Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran


deduktif yang mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis bertolak dari suatu
pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada
atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis.
Oleh sebab itu rumus proposisi mayor silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q

Contoh
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan turun
Konklusi : Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Atau
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu Jazira akan pergi kursus

Walaupun premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap
bersifat kategorial. Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial,
yang dalam contoh hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian
pertamanya disebut anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan
mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan
pada akibatnya’
c. Silogisme Alternatif
Jenis silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena
proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang
mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya
adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.
Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya, jika premis minornya
menerima satu alternatif maka alternatif lainnya akan ditolak; dan jika premis
minornya menolak satu alternatif maka alternatif lainnya akan diterima dalam
konklusi.
10 | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A
Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor : Zian ada di sekolah
Konklusi : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau
menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme
alternatif diatas.
d. Entimem
Silogisme sebagai suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat
artificial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan
dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan,proposisi itu tetap
dianggap ada dalam pikiran dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk
semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme enthymema,yunani. Kata itu
berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Entimen
adalah penalaran deduktif secara langsung. Misalnya sebuah silogisme asli akan
dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai
berikut:

Premis mayor : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah
seorang pemain kawakan.
Premis minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis)
kawakan.

Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan
sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu
kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan
berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih
untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang
disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.

11 | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
i. Berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan
berpikir induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
ii. Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep,
penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali
menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus
yang dialami siswa. siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan
matematika dengan menggunakan pola pikir induktif. Misalnya kegiatan
pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau
fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul,
memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan
siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif.

12 | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A
BAB IV DAFTAR PUSTAKA

F, S. (2004). Penalaran, Pemecahan dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika.


Yogyakarta: PPPG.

G, S. R. (1988). Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

T, R. E. (1989). Dasar - dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru Edisi
Keempat. Bandung: Tarsito.

13 | K O N S E P D A S A R M A T E M A T I K A

Anda mungkin juga menyukai