Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH TELAAH KURIKULUM & ANALISIS BUKU

TEKS MATEMATIKA
“Objek, Tahapan, dan Tujuan Pembelajaran Matematika”

Dosen Pengampu:
Sri Winarni, S.Pd., M.Pd.
Marlina, S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh: Kelompok 3


Indah Pristy Yenzi (A1C220010)
Tri Utari J (A1C220025)
Tata Ristiati (A1C220047)
Jonelta Thessa Suryani.S (A1C220049)
Latifa Rahdiani Sari (A1C220077)

Kelas: R-002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’alla.


karena atas rahmat, karunia serta kasih sayangnya kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai "Menjabarkan materi matematika ke dalam objek
matematika,tahapan dan tujuan pembelajaran matematika" ini dengan sebaik
mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad
Sallahu Alaihi Wasalam. tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Sri
Winarni, S.Pd., M.Pd dan Marlina,S.Pd.,M.Pd selaku dosen mata kuliahTelaah
Kurikulum dan Analisis Buku Teks Matematika.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal
kami selaku para penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para pembaca
dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang
membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana
mestinya.

Jambi, Februari 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1. Materi Pembelajaran Matematika dalam Empat Objek Matematika (Fakta,
Konsep, Prinsip, dan Skill) .................................................................................. 3
2.1.1. Objek Kajian Matematika Berupa Fakta ......................................... 4
2.1.2. Objek Kajian Matematika berupa Konsep.......................................... 5
2.1.3. Objek Kajian Matematika berupa Prinsip ........................................... 9
2.1.4. Objek Kajian Matematika berupa Keterampilan ( Skill ) .......................... 11
2.1.5. Implikasinya Dalam Pembelajaran ...................................................... 12
2.2. Materi Pembelajaran Matematika dalam Tahapan Pembelajaran
Matematika ........................................................................................................ 13
2.2.1. Penanaman Konsep ........................................................................................ 13
2.2.2. Pemahaman Konsep ....................................................................................... 17
2.2.3. Pembinaan keterampilan................................................................................ 20
2.3. Menjabarkan Materi Pembelajaran Matematika Ke Tujuan Pembelajaran
Matematika ........................................................................................................ 22
2.3.1. Memahami Konsep Matematika ................................................................... 24
2.3.2. Menggunakan Pola ......................................................................................... 26
2.3.3. Menggunakan Penalaran ................................................................................ 30
2.3.4. Mengkomunikasikan Gagasan ...................................................................... 32

ii
2.3.5. Memiliki Sikap Menghargai Kegunaan Matematika Dalam Kehidupan
Sehari-hari 34
2.3.6. Memiliki Sikap dan Perilaku yang Sesuai dengan Nilai Dalam
Matematika dan Pembelajarannya ............................................................................ 36
2.3.7. Melakukan Kegiatan-Kegiatan Motorik yang Menggunakan Pengetahuan
Matematika .................................................................................................................. 38
BAB III ................................................................................................................. 41
PENUTUP ............................................................................................................ 41
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 41
3.2. Saran ........................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan melibatkan
siswa secara aktif untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan matematika.
Selain itu pembelajaran matematika merupakan serangkaian proses pembentukan
pengetahuan dan pemahaman matematika oleh siswa yang berkembang secara
optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Depdiknas menyatakan
bahwa tujuan pembelajaran matematika meliputi 1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; serta 4) mengkomunikasikan gagasan dalam
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola
pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu
hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman
tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek
(abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk
memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-
persamaan, atau tabel-tabel dalam modelmodel matematika yang merupakan
penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang
melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu
lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode
agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan

1
siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Pembelajaran
matematika merupakan suatu proses tidak hanya mendapat informasi dari guru
tetapi banyak kegiatan maupun tindakan dilakukan terutama bila diinginkan hasil
belajar yang lebih baik pada diri peserta didik. Belajar pada intinya tertumpu pada
kegiatan memberi kemungkinan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar
yang efektif atau dapat mencapai hasil yang sesuai tujuan.
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, pada makalah ini,
penulis akan membahas mengenai pembelajaran matematika dalam objek
matematika, tahapan, dan tujuan pembelajaran matematika.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana materi pembelajaran matematika dalam 4 objek matematika (
fakta, konsep, prinsip dan skill )?
2. Bagaimana materi pembelajaran matematika dalam tahapan pembelajaran
matematika?
3. Bagaimana materi pembelajaran matematika dalam tujuan pembelajaran
matematika?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui materi pembelajaran matematika dalam 4 objek
matematika (fakta, konsep, prinsip dan skill ).
2. Untuk mengetahui materi pembelajaran matematika dalam tahapan
pembelajaran matematika.
3. Untuk mengetahui materi pembelajaran matematika dalam tujuan
pembelajaran matematika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Materi Pembelajaran Matematika dalam Empat Objek Matematika


(Fakta, Konsep, Prinsip, dan Skill)
Objek yang dipelajari dalam matematika adalah hal-hal yang sifatnya
abstrak. Objek tersebut berhubungan dengan hal-hal atau gambaran-gambaran
yang diciptakan sendiri. Dengan demikian objek matematika hanya ada dalam
pikiran, sehingga disebut sebagai objek mental atau objek pikiran. Sehingga untuk
mempelajari matematika diperlukan ketajaman pikiran dan kebenaran matematika
hanyalah kebenaran pikiran bukan kebenaran empiris (Soedjadi, 2000).
Abstraksi dalam matematika adalah proses untuk memperoleh intisari
konsep matematika, menghilangkan ketergantungannya pada objek-objek dunia
nyata yang pada mulanya mungkin saling terkait, dan memperumumkannya
sehingga ia memiliki terapan-terapan yang lebih luas atau bersesuaian dengan
penjelasan abstrak lain untuk gejala yang setara.
Contoh abstraksi adalah ketika menentukan konsep lingkaran, konsep
tersebut diperoleh dari pengamatan berbagai benda kongkrit seperti mata uang
logam, piring, permukaan ember, permukaan gelas, dan sebagainya. Masing-
masing benda tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu ciri yang sama dari
beberapa benda tersebut adalah dari segi bentuk. Apabila diperhatikan
berdasarkan bentuk geometrisnya dengan mengabaikan sifat-sifat lain pada benda
tersebut, seperto warna, bahan, tinggi akan ditemukan konsep lingkaran
(Soekardjono, 2003).
Beberapa ahli mengklasifikasikan objek matematika ke dalam beberapa
jenis. Salah satunya Gagne yang membagi objek matematika menjadi objek
langsung pembelajaran matematika sekolah dan objek tidak langsung
pembelajaran matematika sekolah. Objek langsung pembelajaran matematika
sekolah adalah Fakta, Konsep, Prinsip, dan Keterampilan. Objek tidak langsung
pembelajaran matematika sekolah di antaranya adalah, disiplin diri, kemahiran

3
matematika, apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara matematika, yaitu
logis, rasional, dan eksak.

2.1.1. Objek Kajian Matematika Berupa Fakta


Fakta adalah kovensi atau kesepakatan dalam matematika yang biasanya di
ungkapkan dengan symbol, notasi, lambang, atau aturan tertentu dalam
matematika. Contohnya simbol bilangan “3” secara umum sudah dipahami
sebagai bilangan “tiga” sebaliknya kalau seorang mengucapkan kata “tiga”
dengan sendirinya dapat disimbulkan dengan “3”. Begitu juga lambang “+”, “–“,
ataupun ” ×” untuk operasi penjumlahan, pengurangan, ataupun perkalian. Fakta
yang komplek seperti п ≈ 3,14 yang dipahami sebagai phi yang mendekati tiga
koma empat belas, 23 = 2 x 2 x 2 yang dipahami sebagai dua kali dua kali dua.
Dalam geometri biasanya juga terdapat simbol-simbol tertentu, seperti “⊥” yang
berarti tegak lurus, “//” yang berarti sejajar. Dalam trigonometri kita kenal “sin”
yang berarti perbandingan atau fungsi sinus. Dalam aljabar symbol “a,b”
menunjukkan pasangan berurutan, simbol f yang dipahami sebagai fungsi dan
masih banyak lagi lainnya (Soedjadi, 2000).
Dapat kita lihat dalam hal menentukan hasil dari 5 + 2 × 10, berapa
hasilnya? Apakah hasilnya adalah 25 karena operasi perkalian didahulukan dari
operasi penjumlahan, yaitu 5 + 2 × 10 = 5 + 20 = 25, ataukah hasilnya 70. Karena
Anda mengerjakannya sesuai dengan urutannya, yaitu 5 + 2 ×10 = 7 × 10 = 70 ?
Jika ada soal seperti itu, lalu ada siswa yang menjawab 25 dan ada siswa lain yang
menjawab 70, jawaban mana yang benar? Untuk menghindari terjadinya
kebingungan di dalam menentukan kebenaran dua jawaban tadi, diperlukan
adanya kesepakatan di antara para matematikawan. Hasil yang benar adalah 25.
Itulah suatu contoh fakta yang disepakati untuk menghindari kekacauan hasil.
Seperti 5 + 2 × 10 = 5 + 20, dimana operasi perkalian didahulukan dari operasi
penjumlahan.
Cara mempelajari fakta bisa dengan hafalan, drill (latihan terus menerus),
demontrasi tertulis ataupun peragaan yang berulang-ulang. Dengan demikian
dalam memperkenalkan simbol dan fakta matematika kepada siswa, guru
seharusnya melalui beberapa tahap yang memungkinkan siswa dapat menyerap

4
makna simbol-simbol tersebut. Seorang siswa dinyatakan telah menguasai fakta
jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan menggunakannya dengan benar.
Penggunaan fakta yang berupa symbol bila terlalu capat diberikan kepada siswa,
dapat menyebabkan salah pengertian atau miskonsepsi terhadap symbol tersebut.
Selain itu, penekanan pada aspek teknis berupa perhitungan belaka, juga dapat
menimbulkan miskonsepsi tersebut.
Contoh Objek Kajian Matematika berupa Fakta: Lambang “5” telah
disepakati sebagai lambang bilangan lima maka “5” adalah fakta.
a. Jika ditulis 25, disepakati memiliki arti sebagai 20 + 5.
b. Jika ditulis 2 , disepakati memiliki arti 2 + bukan 20 + Jika ditulis 2 2

disepakati memiliki arti 2 2, bukan 20 + 2 atau 2 + .


Jika ditulis 2x, disepakati memiliki arti 2 kali x
c. Di dalam pengerjaan hitungan yang sederhana, disepakati urutan pengerjaan
hitung sebagai berikut:
10 – 2 x 3 + 4 = 10 – (2 × 3) + 4
= 10 – 6 + 4
=4+4
=8

2.1.2. Objek Kajian Matematika berupa Konsep


Konsep adalah ide abstrak yang dapat menggolongkan atau
mengklasifikasi sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh
konsep atau bukan (Sukardjono, 2003). Konsep meyangkut dengan pengertian,
ada pengertian pangkal yang tidak didefinisikan dan ada pengertian bukan
pangkal yang didefinisikan. Setiap definisi memiliki daerah cakupan yang disebut
ekstensi, dan isi yang disebut intensi. Makin luas ekstensinya akan makin sedikit
intensinya. Sebaliknya, jika makin banyak intensinya maka akan makin sempit
ekstensinya. Contoh:
Daerah cakupan segiempat adalah, segiempat, trapesium, jajar genjang,
persegi panjang, dan persegi.
a. Definisi: Trapesium adalah segiempat yang sepasang sisinya sejajar.
Ekstensi: trapesium, jajar genjang, persegi panjang, dan persegi.

5
b. Definisi: Jajar genjang adalah segiempat yang sisi-sisi berhadapannya
sejajar. Ekstensi: jajar genjang, persegi panjang, dan persegi.
c. Definisi: Persegi panjang adalah jajar genjang yang memiliki sebuah
sudut siku-siku. Ekstensi: persegi panjang dan persegi.
d. Definisi: Persegi adalah persegi panjang yang semua sisinya kongruen.
Ekstensi: persegi.
Berdasarkan contoh di atas, jelas terlihat makin banyak intensinya maka
makin sempit ekstensinya. Juga dapat terlihat bahwa persegi itu boleh disebut
sebagai persegi panjang, sebagai jajar genjang, sebagai trapesium, juga boleh
disebut sebagai segiempat. Demikian juga jajar genjang boleh disebut sebagai
trapesium atau segiempat.
“Bilangan prima” juga nama suatu konsep, yang dengan konsep ini kita
dapat membedakan yang merupakan bilangan prima dan yang bukan bilangan
prima. Konsep bilangan prima lebih komplek karena itu didalam konsep bilangan
prima memuat konsep-konsep lain seperti “bilangan”, “satu” dan lain-lain. Dalam
matematika terdapat konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan
“konstanta”. Konsep tersebut, seperti halnya dengan bilangan, terdapat semua
cabang matematika.Banyak konsep lain dalam matematika yang lebih komplek
misalnya matriks, vektor, determinan, gradien, dan lainnya (Soekardjono, 2003).
Ketika mempelajari matematika, terdapat beberapa istilah seperti
bilangan, persegi-panjang, bola, lingkaran, segitiga, sudut siku-siku, ataupun
perkalian. Ketika Bapak atau Ibu Guru menyatakan segitiga, seorang siswa harus
dapat memahami konsep tersebut, sehingga yang dibayangkan siswanya harus
sama dengan yang diharapkan gurunya dan harus sama dengan yang ditetapkan
matematikawan. Berdasarkan penjelasan di atas, berbeda dengan fakta yang
merupakan kesepakatan, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek
tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Seorang
siswa disebut telah mempelajari konsep segitiga jika ia telah dapat membedakan
yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga.
Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat mengenali atribut
atau sifat-sifat khusus dari segitiga. Seseorang akan lebih mudah mempelajari

6
sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui. Oleh karena itu,
untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, penglaman belajar yang
lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi
matematika tersebut. Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep dan
yang tidak termasuk konsep. Sebagai contoh, ketika membahas pengertian
segitiga siku-siku, seorang guru dapat memaparkan gambar bangun datar
yang merupakan segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku seperti
gambar di bawah ini. Dengan gambar di bawah ini, para siswa diminta untuk
mendiskusikan dua pertanyaan berikut sebagai alternatif, yaitu:
a. Mengapa 5 bangun datar di sebelah kiri merupakan contoh-contoh
segitiga siku-siku? Apa sifat-sifat khususnya?
b. Apa sebabnya sehingga 6 bangun datar di sebelah kanan tidak termasuk
segitiga siku-siku?

Dengan pertanyaan tersebut para siswa diharapkan dapat menentukan


kriteria atau atribut khusus yang membedakan antara segitiga siku-siku
dari yang bukan siku-siku.
2. Pendekatan deduktif, dimana proses pembelajarannya dimulai dari definisi
dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya. Ketika
membahas pengertian atau konsep segitiga siku-siku; seorang guru SD dapat
memulai proses pembelajarannya dengan mengemukakan definisi bahwa:
“Segitiga siku-siku adalah suatu segitiga yang salah satu sudutnya berbentuk
siku-siku. Dengan definisi atau pengertian itu sang guru lalu membahas
contoh segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku. Hal ini dapat

7
dilakukan dengan tanya jawab, sehingga para siswa dapat menentukan
mana yang termasuk segitiga siku-siku dan mana yang bukan beserta sebab-
sebabnya.
3. Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
4. Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas
definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas
contohnya lalu kembali membahas definisinya (Soedjadi, 2000).
Menurut Coney, ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam
mengajarkan konsep matematika, khususnya pada siswa yang berada pada tahap
berpikir operasi formal, yaitu:
a. Pendefenisian (defining).
Membuat defenisi adalah langkah baik karena defenisi menggunakan
bahasa yang singkat tetapai padat dan terstruktur.
b. Menyatakan syarat cukup.
Kita dapat melihat gaya bahasa dari syarat cukup, yaitu “jika” selain itu
juga kadang digunakan: asalkan, sebab, karena, dengan alasan. Dengan
logika syarat cukup, siswa diharapkan mampu mencari contoh objek yang
dinyatakan oleh konsep, sehingga langkah syarat cukup memudahkan
penerapan dari konsep.
c. Memberi contoh.
Hal ini sangat penting, karena dengan contoh dapaat memperjelas siswa
tentang konsep yang dipelajarinya. Untuk itu contoh diharapkan contoh
yang dipillah adalah sederhana, kemudian siswa dituntut untuk mencari
contoh-contoh lainnya sendiri.
d. Memberi contoh disertai alasan.
Pemberian contoh yang disertai alasan releven dengan penyajian syarat
cukup. Dengan kata lain, alasan yang dikemukakan tidak lain adalah
syarat cukup dari defenisi. Selain itu, contoh yang dibuat siswa tidak
dibuat secara spekulatif dan menghindari unsure tebakan.
e. Memberi kesamaan atau perbedaan objek yang dinyatakan konsep.
Dalam mengajarkan suatu konsep, sedang konsep tersebut mempunyai
kesamaan/perbedaan dengan konsep lain, maka sebaiknya dituntut siswa

8
mengemukakan persamaan/perbedaan yang ada, sehingga siswa benar-
benar memahami konsep yang dipelajari itu dengan sebaik-baiknya.
f. Memberi suatu contoh penyangkal.
Yaitu contoh yang dinakan untuk menyangkal kesalahan generalisasi atau
defenisi.Misal seorang siswa menyatakan bahwa trapesium adalah segi
empat yang mempunyai sepasang sisi yang sejajar.
g. Menyatakan syarat perlu.
Untuk menunjukkan pernyataan merupakan suatu syarat perlu, biasanya
digunakan tanda linguistik “harus” atau “hanya jika”.Misal sebuah segi
empat jajaran genjang hanya jika (harus) kedua pasang sisi yang
berlawanan sejajar.
h. Menyatakan syarat perlu dan cukup.
Untuk menyatakan objek suatu konsep mempunyai syarat perlu dan cukup
biasanya digunakan kata “jika dan hanya jika”, dengan menyatakan syarat
perlu dan cukup memungkinkan siswa menguasai konsep dengan baik,
karena syarat cukup dapat mengidentifikasi contoh, sedangkan syarat
perlu dapat mengidentifikasi bukan contoh.

2.1.3. Objek Kajian Matematika berupa Prinsip


Prinsip adalah objek kajian matematika yang lebih komplek, prinsip dapat
terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi
ataupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip adalah
hubungan antara berbagai objek dasar Matematika (Soekardjono, 2003). Prinsip
dapat berupa aksioma, teorema atau dalil, sifat dan sebagainya. Sifat komutatif
dan sifat asosotiatif dalam aritmatika merupakan suatu prinsip, begitu pula dengan
teorema phytagoras. Contoh prinsip dalam kajian matematika yaitu pada
pernyataan yang menyatakan bahwa luas persegi panjang adalah hasil kali dari
panjang dan lebarnya merupakan “prinsip”. Pernyataan bahwa persegi panjang
mempunyai 4 sudut siku-siku, sepasang-sepasang sisi yang berhadapan sejajar dan
sama panjang merupakan sifat persegi panjang yang tergolong prinsip.
Siswa dianggap telah memahami suatu prinsip apabila ia telah memahami
bagaimana prinsip itu dibentuk dan dapat menggunakannya pada situasi yang

9
cocok. Bila demikian dia telah memahami fakta konsep atau definisi, serta operasi
yang termuat dalam prinsip tersebut.
Contoh 1 : rumus luas segitiga berikut:
L= .a.t

Pada rumus luas segitiga di atas, didapati adanya beberapa konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas, konsep panjang alas segitiga dan konsep tinggi
segitiga. Bayangkanlah sekarang jika seorang siswa diminta untuk menentukan
luas sesungguhnya dari gambar segitiga di bawah ini:

A B
Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah:
1. Apa yang harus dilakukannya untuk menjawab tugas tadi?
2. Bilamana seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip tersebut?
Pada rumus luas segitiga di atas, terdapat beberapa konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep panjang alas segitiga (a) dan konsep
tinggi segitiga (t). Indikator atau kriteria unjuk kerja keberhasilan siswa untuk
tugas di atas adalah jika ia dapat mengukur salah satu alas serta tinggi yang
bersesuaian dari segitiga tersebut, dalam hal ini jika ia dapat menentukan
panjang AB serta dapat menentukan garis tinggi CD ke sisi AB; serta
dapat menentukan atau menghitung luasnya berdasar rumus L = .a.t

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan dinyatakan telah


memahami prinsip tersebut jika:
1. Ingat rumus atau prinsip yang bersesuaian, dalam hal ini L = . a . t

2. Memahami beberapa konsep yang digunakan serta lambang atau


notasinya
3. Dapat menggunakan rumus atau prinsip yang bersesuaian pada situasi
yang tepat.

10
Contoh 2 :
Jumlah ukuran sudut sebuah segitiga sama dengan 180 .
Dalil ini diajarkan kepada siswa SD sebagai fakta, bukan sebagai dalil. Dengan
demikian dalil ini tidak dibuktikan. Cukup hanya ditunjukkan kebenarannya
dengan cara, dibuatlah segitiga dari kertas. Kemudian dipotong-potong bagian
sudutnya. Kaki-kaki sudut dihimpitkan, sehingga terlihat bahwa jumlah ukuran
sudut segitiga tersebut sama dengan ukuran sudut lurus.

2.1.4. Objek Kajian Matematika berupa Keterampilan ( Skill )


Dalam hal ini, keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan
matematika, yaitu keterampilan menuliskan lambang matematika,
mengaplikasikan fakta, konsep dan prinsip matematika dengan benar. Juga
keterampilan berpikir secara matematika. Dengan demikian, keterampilan
matematika erat hubungannya dengan kesungguhan, dan ketekunan di dalam
mengerjakan latihan-latihan soal yang didahului dengan penguasaan dan
pemahaman akan fakta, konsep, dan prinsip matematika. Karena bahan ajar
matematika sekolah adalah bagian-bagian matematika yang terpilih, dengan
demikian lepas dari sistem dan struktur aksiomatiknya maka penalaran yang
digunakan tidak lagi terbatas kepada penalaran deduksi saja. Penalaran ilmiah
yang merupakan rangkaian penalaran induksi dan deduksi yang dibantu dengan
intuisi siswa dipelajari juga di matematika sekolah. Banyak dalil matematika
yang didapat sebagai hasil eksperimen, yang kemudian dijadikan sebagai fakta
(Soedjadi, 2000).
Berbeda dengan fakta yang merupakan kesepakatan, berbeda juga dengan
konsep yang merupakan ide abstrak, dan tentunya akan berbeda pula dengan
prinsip yang merupakan rumus atau teorema; keterampilan adalah suatu prosedur
atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Misalkan
saja anda diminta untuk menentukan hasil dari 345 × 87 tanpa menggunakan
kalkulator. Apa yang harus Anda lakukan? Prosedur atau aturan untuk
mendapatkan atau memperoleh hasil 345×87 biasanya adalah dengan perkalian
bersusun. Diawali dengan mengalikan 7 × 5 yang sama dengan 35; diikuti
dengan menulis angka satuan 5 di tempat satuan serta menyimpan angka puluhan

11
3 di dalam pikiran. Setelah itu menentukan nilai dari 7 × 4 = 28. Hasil 28 ini
ditambah dengan angka 3 yang disimpan tadi menjadi 31. Dari hasil terakhir ini,
angka satuannya, yaitu 1 ditulis di sebelah kiri 5 dan angka 3-nya disimpan di
dalam pikiran. Begitu seterusnya seperti ditunjukkan dengan perhitungan di
bawah ini.

345
87 ×
. . dst

Seorang siswa dinyatakan belum menguasai suatu keterampilan jika ia


tidak menghasilkan suatu penyelesaian yang benar atau tidak dapat
menggunakan dengan tepat suatu prosedur atau aturan yang ada. Sebagai contoh,
siswa A dinyatakan belum menguasai keterampilan mengalikan jika pada
langkah pertama ia mengalikan 8 dengan 3. Begitu juga siswa B dinyatakan
belum menguasai keterampilan mengalikan jika ia sudah betul mengalikan 7 × 5
= 35 namun ia menuliskan angka 3-nya dan menyimpan angka 5-nya di dalam
pikirannya. Kesimpulannya, seorang siswa dinyatakan telah menguasai suatu
keterampilan jika ia dapat menggunakan dengan tepat suatu prosedur atau aturan
dan dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang benar. Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan guru adalah penguasaan keterampilan para siswa harus
berlandaskan pada pengertian dan tidak hanya pada hafalan semata-mata, dalam
arti siswa harus mengetahui dan memiliki alasan mengapa ia harus melakukan
hal seperti itu.

2.1.5. Implikasinya Dalam Pembelajaran


Pembagian objek langsung matematika oleh Gagne menjadi fakta, konsep,
prinsip, dan keterampilan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran
matematika di kelas dengan alasan bahwa materi matematika memang
terkategori seperti itu. Namun yang lebih penting, syarat bagi seorang siswa
untuk menguasai fakta akan berbeda dengan syarat seorang siswa telah
menguasai konsep; dan akan berbeda juga dengan syarat seorang siswa telah

12
menguasai prinsip atau keterampilan. Perbedaan dalam penentuan syarat
penguasaan ini akan berakibat pada perbedaan penekanan selama penyampaian
materi di kelas.
Pada proses pembelajaran yang berkait dengan fakta, penekanannya agar
siswa dapat mengikuti atau mencontoh kesepakatan yang ada. Tidak ada hak
sedikitpun bagi seorang guru, apalagi bagi seorang siswa untuk menyatakan 5+ 2
×10 = 7 × 10 = 70. Ia harus menyatakan 5 + 2 × 10 = 5 + 20 = 25. Juga, tidak
ada hak sedikitpun pada guru, apalagi pada siswa untuk mengubah lambang atau
notasi yang sudah disepakati, seperti lambang “4” untuk menyatakan “empat”.
Namun seorang guru mempunyai kewajiban untuk memudahkan siswanya
mengingat dengan menyatakan bahwa bentuk “4” adalah seperti kursi terbalik.
Pada pembelajaran konsep, penekanannya adalah pada pemahaman siswa
sehingga mereka dapat membedakan bangun datar yang termasuk segitiga dari
yang bukan segitiga. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran untuk
konsep akan sangat berbeda dari proses pembelajaran fakta, dan akan berbeda
dengan proses pembelajaran untuk keterampilan karena penekanan keterampilan
adalah pada urut-urutan prosedur atau aturan pengerjaannya. Pada proses
pembelajaran prinsip, penekanannya adalah pada kemampuan untuk mengingat
rumus atau prinsip yang ada, memahami konsep yang ada pada prinsip tersebut,
serta penggunaan yang tepat dari rumus tersebut. Pada akhirnya, pembagian
materi matematika menjadi 4 macam oleh Gagne ini dapat dimanfaatkan selama
proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran matematika di kelas menjadi
lebih efektif dan efisien.

2.2. Materi Pembelajaran Matematika dalam Tahapan Pembelajaran


Matematika
2.2.1. Penanaman Konsep
Penanaman konsep dasar yaitu pembelajaran suatu konsep baru
matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat
mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata
“mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang
harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan

13
konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep
dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu
kemampuan pola pikir siswa.
1. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Penjumlahan
Media yang diperlukan
a. Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpanan
yang dilekatkan pada selembar kain
b. Sedotan lidi
Kegiatan pembelajaran
Andaikan akan dicari hasil penjumlahan berikut:
34 + 23 = .....
Langkah – langkah peragaan
1. Masukkan sedotan sesuai dengan nilai tempatnya. Puluhan pada
tempat puluhan, satuan pada tempat satuan.
2. Siswa kemudian membaca bilangan yang ditunjukkan oleh jumlah
sedotan.
3. Sebagai implementasi dari operasi penjumlahan, gabungkan
sedotan-sedotan tersebut, satuan dengan satuan dan puluhan
dengan puluhan.
4. Hitung jumlah sedotan pada saku hasil
5. Siswa kemudian menuliskan hasil yang diperleh pada jawaban.
Gabungkan satuan dengan satuan, puluhan dengan puluhan, lalu
hitung hasilnya pada saku hasil.
6. Sebaiknya, kegiatan ini diulangi beberapa kali dengan bilangan
yang berbeda, agar siswa benar-benar memahaminya. Ini dapat
dilakukan dengan bimbingan guru ataupun dicoba sendiri oleh
siswa, baik secara berkelompok maupun perorangan.
2. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Media yang diperlukan
1. Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpan
yang dilekatkan pada selembar kain.
2. Sedotan lidi

14
Kegiatan Pembelajaran
Andaikan akan dicari hasil pengurangan 48 – 13 = ..... , atau ditulis
secara kebawah
48
13 -
....
Langkah – langkah peragaan
1. Masukkan sedotan sesuai dengan nilai temlatnya, puluhan pada
temoat puluhan, satuan pada tempat satuan
2. Siswa kemudian menyebutkan bilangan yang ditunjukkan oleh
jumlah sedotan
3. Selanjutnya, siswa memindahkan sedotan sebanyak bilangan
pengurang pada saku pengurang.
4. Pindahkan sedotan yang tersisa pada saku hasil
5. Siswa kemudian menghitung sedotan yang tersisa pada saku hasil,
dan menuliskan hasil yang diperoleh pada jawaban.
6. Ulangi peragaan tersebut beberapa kali hingga siswa benar-benar
paham.
3. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Perkalian
Media yang diperlukan
Berbagai benda yang dimiliki siswa seperti pensil, pulpen, buku,
penghapus dan sebagainya.
Kegiatan Pembelajaran
Pada awal pembelajaran, guru dapat bercerita tentang permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang bekaitan dengan perkalian . Untuk
membantu kemampuan berpikir siswa, diberikan bantuan benda atau
gambar yang sesuai dengan cerita, seperti pada contoh berikut.
Guru mengambil buku dari dus sebanyak tiga kali, setiap pengambilan
terambil dua buku. Berapa jumlah buku yang diambil semuanya?
Dari peragaan diatas, guru dapat memberikan pertanyaan penggiring
untuk siswa dalam menemukan konsep perkalian, misalnya sebagai
berikut.

15
a. Berapa kali bu susi mengambil buku? (jawaban yang diharapkan =
3 kali)
b. Berapa jumlah buku setiap pengambilan? (jawaban yang
diharapkan = 2 buku)
c. Berapa jumlah buku yang diambil seluruhnya oleh Bu Susi?
(jawaban yang diharapkan = 2 + 2 + 2 = 6 buku) Atau tiga kali
dua-dua (3 kali 2 ), yang ditulis dalam perkalian 3 x 2 = 6
d. Berilah penekanan pada siswa bahwa 2 + 2 +_ 2 jika ditulis dalam
perkalian menjadi 3 x 2 = 6
4. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Pembagian
Media yang diperlukan
Berbagai benda yang dimiliki siswa seperti pensil, pulpen, buku,
penghapus dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran
Pada awalnya pembelajaran guru dapat bercerita tentang permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pembagian. Cerita
yang disajikan adalah cerita yang dekat dengan kehidupan siswa,
maupun cerita yang sering atau pernah dialami siswa. Untuk
membantu kemampuan berpikir siswa, kita dapat memberikan bantuan
benda atau gambar yang sesuai dengan cerita. Perhatikan contoh
berikut.
Bu fitri mempunyai 6 buah buku. Buku tersebut akan dibagikan sama
banyak pada 2 orang anak. Berapa buah buku yang didapatkan setiap
anak?
Perintah peragaan:
1) Ambil 2 bagikan!
2) Ambil 2 lagi, bagikan!
3) Ambil 2 lagi, bagikan! ( habis )
a) Berapa buah buku yang didapatkan masing-masing anak?
( jawaban yang diharapkan = 3 buah buku )
Dengan kata lain, peragaan diatas sama seperti 6 ambil 2, ambil 2,
ambil 2, ambil 2 = habis

16
Apabila ditulis dalam pengurangan, perintah di atas menjadi 6-2-2-
2=0
b) Berapa kali bu fitri mengambil 2 buku sekaligus?
(jawaban yang diharapkan = 3 kali)
Apabila ditulis dalam pembagian menjadi 6 : 2 = 3

2.2.2. Pemahaman Konsep


Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
yang bertujuan agar siswa lebih mema-hami suatu konsep matematika.
Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan
dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua,
pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi
masih meru-pakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut
penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di
semester atau kelas sebelumya.
Menurut Duffin & Simpson (2000), pemahaman konsep sebagai
kemampuan siswa untuk:
a. Menjelaskan konsep.dapat diantikan siswa mampu untuk mengungkapkan
kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya.Contohnya pada saat
siswa belajar geometri pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung
(BRSL) maka siswa mampu menyatakan ulang definisi dari tabung,unsur-
unsur Tabung,definisi kerucut dan unsur-unsur Kerucut., definisi bola.Jika
siswa diberi pertanyaan "Sebutkan ciri khas dari BRLS?",maka siswa
dapal menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.
b. Menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, contohnya
dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat untuk memberi
temannya hadiah ULTAH berupa celengan kaleng yang telah dilapisi suatu
bahan kain,kalengnya telah tersedia di rumah tetapi bahan kainnya harus
dibeli. Siswa tersebut harus memikirkan berapa meter bahan kain yang
harus dibelinya? Berapa uang yang harus dimiliki untuk membeli bahan
kain? Untuk memikirkan berapa bahan kain yang harus dibelinya berarti

17
siswa tersebut telah mengetahui konsep luas permukaan kaleng yang akan
dilapisinya dan konsep aritmatika social.
c. Mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, dapat
diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan
benar.
1. Pemahaman konsep dalam materi operasi bilangan penjumlahan
Setelah peragaan tadi tentunya kita ingin mengetahui apakah siswa benar-
benar memahami penjumlahan tersebut atau tidak.untuk mengetahui hal
itu,dapat disajikan beberapa contoh dengan jawaban yang benar dan salah
sebagai berikut.
Benarkah hasil penjumlahan dibawah ini? Jika benar beri tanda , dan
perbaiki jika salah
26 14 37
22 + 45 + 41 +
48 49 78

52 45
47 + 44 +
98 89
2. Pemahaman Konsep dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Setelah peragaan tadi,tentunya kita ingin mengetahui apakah siswa benar-
benar memahami penjumlahan tersebut atau tidak.untuk mengetahui hal
itu,dapat disajikan beberapa contoh dengan jawaban yang benar dan salah
sebagai berikut.
Benarkah hasil penjumlahan dibawah ini? Jika benar beri tanda , dan
perbaiki jika salah
48 67 89
26 _ 32 _ 33 _
22 36 56

79 58

18
44 _ 45 _
36 93
3. Pemahaman konsep dalam Materi Operasi Bilangan Perkalian
Untuk mengetahui apakah siswa telah memahami topic pekalian in, kita
dapat memberikan contoh soal dengan jawaban yang benar dan
salah.Apabila siswa mengatakan “ salah” pada soal dengan jawaban
salah,serta dapat mengoreksi jawaban salah tersebut,berarti siswa telah
paham. Contoh berikut.
Perhartikan perkalian di bawah ini.Apabila benar beri tanda √,jika salah
perbaikinlah!
a. 3 + 4 =3 x 4
b. 2 + 2 + 2 + 2 + 2 =2x5
c. 4 + 4 + 4 =3x4
d. 5 + 5 + 5 + 5 =5x4
e. 2 + 2 + 2 =2x3
f. 2 x 4 =2+2+2+2
g. 3 x 5 =5 + 5 + 5
h. 4 x 2 =2 + 2 + 2 + 2
i. 5 x 3 =5 + 5 + 5
j. 4 x 4 =4 + 4 + 4 + 4
4. Pemahaman Konsep dalam Materi Operasi Bilangan Pembagian
Untuk mengetahui apakah siswa telah memahami topic pembagian ini, kita
dapat memberikan contoh soal dengan jawaban yang benar dan
salah.Apabila siswa mengatakan “ salah” pada soal dengan jawaban
salah,serta dapat mengoreksi jawaban salah tersebut,berarti siswa telah
paham. Contoh berikut.
Perhartikan perkalian di bawah ini. Apabila benar beri tanda √,jika salah
perbaikinlah!
a. 4 : 2 = 4 – 2 – 2 – 2 = 0 4:2=3
b. 10 : 2= 10 – 5 – 5 =0 10 :2= 5
c. 16 : 8= 16 – 8 – 8 =0 16 : 8= 2
d. 12 : 4= 12 – 4 – 4 – 4 = 0 12 : 4= 3

19
e. 6 : 3 = 6 – 3 – 3 =0 6 : 3= 2
f. 8 : 4 =2
g. 6 : 2 =3
h. 9 : 3 =3
i. 12 : 3 =5
j. 10 : 5 =2

2.2.3. Pembinaan keterampilan


Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep dan pemahaman konsep.Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan
agar siswa lebih te-rampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan ke-terampilan juga terdiri
atas dua pengertian. Pertama, merupakankelanjutan dari pembelajaran penanaman
kon-sep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedang-kan kedua,
pembelajaran pembinaan keterampilan di-lakukan pada pertemuan yang berbeda,
tapi masih me-rupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada
pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.
1. Pembinaan Keterampilan dalam Materi Operasi Bilangan penjumlahan
Pembinaan keterampilan dapat dilakukan dengan pemberian berbagai latihan
soal untuk lebih memantapkan pemahaman siswa. Pada awalnya, latihan soal
disajikan secara tertulis agar siswa memiliki waktu untuk berpikir,
selanjutnya latihan soal latihan soal dapat dilakukan dengan cara mencongak
atau pemberian soal nonrutin sebagai berikut.
2…. ….4 3….
….2 + 4…. + …..3 +
46 89 ……8

5….. ……5
4….. + 4…… +
…..7 88

20
2. Pembinaan Keterampilan dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Pembinaan keterampilan dapat dilakukan dengan pemberian berbagai latihan
soal untuk lebih memantapkan pemahaman siswa. Pada awalnya, latihan soal
disajikan secara tertulis agar siswa memiliki waktu untuk berpiki.selanjutnya
latihan soal latihan soal dapat dilakukan dengan cara mencongak atau
pemberian soal nonrutin sebagai berikut.

59 6….. 9…..
…. _ 32 _ 34 _
24 ….4 4….

….. …..8
43 _ …..4 _
….3 3…..

3. Pembinaan Keterampilan dalam Materi Operasi Bilangan Perkalian


Pembinaan keterampilan pada awalnya dapat dilakukan dengan memberikan
drill pada siswa tentang perkalian sampai hasil paling besar 50.selanjutnya
siswa harus hafal perkalian sampai 100.
Pembinaan keterampilan siswa dalam perkalian dapat dilakukan dengan cara
mencongak secara perorangan.kegiatan mencongak ini sering dilakukan oleh
guru-guru di masa lalu ketika menjelang pulang sekolah. Guru memberikan
soal perkalian siswa kemudian menjawabnya.siswa yang dapat menjawab
dengan benar, dipersilahkan untuk pulang terlebih dahulu dan siswa yang
tidak dapat menjawab atau masih salah dalam menjawabnya, tidak
diperbolehkan dahulu untuk pulang.kegiatan ini memang efektif dalam
melatih siswa untuk hafal perkalian.
4. Pembinaan Keterampilan dalam Materi Operasi Bilangan Pembagian
Pembinaan keterampilan pada awalnya dapat dilakukan dengan memberikan
drill pada siswan dalam pembagian, dari yang mudah sampai ynag
sulit.Pembinaan keterampilan siswa dalam perkalian dapat dilakukan dengan
cara mencongak secara perorangan.kegiatan mencongak ini sering dilakukan

21
oleh guru- guru di masa lalu ketika menjelang pulang sekolah. Guru
memberikan soal pembagian siswa kemudian menjawabnya.siswa yang dapat
menjawab dengan benar, dipersilahkan untuk pulang terlebih dahulu dan
siswa yang tidak dapat menjawab atau masih salah dalam menjawabnya,tidak
diperbolehkan dahulu untuk pulang.kegiatan ini memang efektif dalam
melatih siswa untuk hafal pembagian. Selain kegiatan drill, guru juga dapat
membuat keterampilan antara pembagian dan perkalian,yang berguna
terutama untuk mengetahui benar atau tidaknya jawaban siswa seperti
berikut.
a. 8 : 4 = 2 4 x 2 = 8 atau 2 x 4 = 8
b. 10 : 2= 5 2 x 5 = 10 atau 5 x 2 = 10
c. 12 : 3 =4 3 x 4 = 12 atau 4 x 3 = 12
d. 9 : 3 = 3 3x3=9
e. 15 : 3 = 5 5 x 3 = 15
f. 16 : 4 = 4 4 x 4 = 16

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran matematika di SD lebih


memperhatikan pada penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan
keterampilan pada peserta didik. Karena kemampuan yang tampak pada siswa
sekolah dasar adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan
kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Sehingga sangat di perlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat
memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami
dan dimengerti siswa.

1.3. Menjabarkan Materi Pembelajaran Matematika Ke Tujuan


Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah kegiatan terstruktur yang dilakukan guru sehingga
kegiatan belajar berjalan dengan positif dan efisien (Aqib, 2016: 66).
Pembelajaran yang efektif dan efisen akan membantu siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Begitu juga halnya dalam pembelajaran matematika,
pengajaran matematika yang efektif mampu membangun sikap pemahaman

22
konsep dalam diri siswa, sehingga siswa tersebut menjadi terampil dalam
menguasai kemampuan matematika yang lain seperti pemecahan masalah
(NCTM, 2014:42).
Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Dalam matematika,
setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi
penguatan, agar dapat bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat
dalam pola pikir dan pola tindakannya (Prihandoko: 2006).
Kline dalam Mulyono (2003: 252) mengatakan matematika adalah bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga
tidak melupakan cara bernalar induktif. Berdasarkan uraian tersebut, yang
dimaksud pendidikan dalam matematika merupakan suatu pembelajaran yang
tidak hanya suatu simbol, namun di setiap simbol terdapat sebuah arti, yang
digunakan untuk berpikir.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tujuan mata pelajaran matematika
adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Mampu mengaplikasikan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari,
memiliki rasa ingin tahu, dan memilki semangat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

23
1.3.1. Memahami Konsep Matematika
Pemahaman adalah suatu proses aktif yang terjadi pada individu dalam
menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang lama melalui
koneksi fakta (Faye, 2014:38). Konsep adalah suatu unit dasar dari kognisi yang
terbentuk melalui skema pengetahuan, pola koneksi yang digunakan untuk
mengelompokkan objek ke dalam suatu kategori (Churchill, 2017:39) (Fichte,
2015:13) mendefenisikan konsep adalah sebuah intuisi yang menjadi dasar
sebagai suatu kegiatan pasif menjadi aktif. Sehingga pemahaman konsep adalah
suatu pemahaman yang dibangun dari pengetahuan faktual atau contoh untuk
memahami hubungan antra konsep (prisip dan genaralisasi) (Stern, Lauriault, &
Ferraro, 2018:10)
Pemahaman konsep merupakan faktor penting dalam kegiatan
pembelajaran (Santrock, 2011:295). Pemahaman konsep memiliki hubungan yang
erat dalam minat siswa dalam belajar (Höft & Bernholt, 2019:622) dan
pemecahan masalah (Barmby, Bolden, & Thompson, 2014:18). Siswa
membutuhkan pemahaman konsep yang tepat dalam setiap pelajaran.
NCTM (Bartell, Webel, Bowen, & Dyson, 2013:58) menyatakan bahwa
pemahaman konsep merupakan tujuan dasar pembelajaran matematika. Ketika
siswa sudah mengerti konsep matematika maka siswa tersebut akan dengan
mudah menyelesaikan masalah dalam pelajaran matematika.
Hal senada diungkapkan Jacques (2015:1) yang menyatakan bahwa
matematika merupakan suatu subjek yang hierarki dimana pengetahuan suatu
topik merupakan suatu kelanjutan dari topik sebelumnya sehingga siswa harus
mampu memahami pengetahuan yang baru dengan cara memiliki potongan-
potongan informasi mengenai pengetahuan sebelumnya. Matematika merupakan
sebuah pengetahuan dimana pemahaman akan suatu konsep dibangun secara
kumulatif (Beatty, 2011:20).
Matematika dibangun menjadi sebuah pengetahuan yang berantai yang
diawali dengan mendefenisikan suatu objek yang hanya melibatkan berbagai
operasi hitungan (Souza de Cursi, 2015:91). Pengetahuan matematika yang
berantai tersebut mampu membuat siswa memperoleh suatu pemahaman konsep
matematika yang baru.

24
Naidoo (2011:47) menyatakan bahwa siswa mampu menemukan
pengetahuan baru melalui pengetahuan lama yang dialami secara sistematis,
melalui alam dan interaksi sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu pemahaman
konsep matematika tidak harus selalu di dalam kelas, siswa juga mampu
mendapatkannya melalui kegiatan sehari-hari. Siswa mampu membangun secara
alami rasa ingin tahu dan antusiasme terhadap pelajaran matematika pengalaman
mereka. Antusiasme ini diperoleh dengan kegiatan pembelajaran yang interaktif di
dalam kelas.
Pemahaman terhadap konsep dapat membantu siswa untuk
menyederhankan, merangkum dan mengelompokkan informasi. Pemahaman
konsep memiliki peran yang penting dalam pengetahuan matematika. Penekanan
terhadap konsep dapat membuat siswa untuk memperoleh konsep yang permanen
yang diperoleh melalui pengalaman sehingga siswa mampu menghubungkan
suatu konsep dengan konsep yang lain (Ansari, 2016:38). Pemahaman sebuah
konsep dapat dilakukan melalui sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang
menarik. Menurut Dienes (Ansari, 2016), pengajaran konsep matematika
dilakukan melalui enam tahap yaitu bermain bebas, permainan, penelahaan sifat
bersama, penyajian, penyimbolan, dan pemformalan.
Indikator-indikator pencapaian kemampuan pada mata pelajaran
Matematika SMP adalah siswa mampu:
1) menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari
2) mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut
3) mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep
4) menerapkan konsep secara logis.
5) memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep yang
dipelajari
6) menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis
(tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model matematika, atau cara lainnya)
7) mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun di luar matematika.
8) mengembangkan syarat perlu dan /atau syarat cukup suatu konsep.

25
Kemampuan yang akan dicapai pada tujuan termasuk melakukan
algoritma atau prosedur, yaitu kompetensi yang ditunjukkan saat bekerja dan
menerapkan konsep-konsep matematika seperti melakukan operasi hitung,
melakukan operasi aljabar, melakukan manipulasi aljabar, dan keterampilan
melakukan pengukuran dan melukis/menggambarkan /merepresentasikan konsep
keruangan yang meliputi:
1) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur/algoritma
2) memodifikasi atau memperhalus prosedur
3) mengembangkan prosedur
4) menggunakan matematika dalam konteks matematika seperti melakukan
operasi matematika yang standar ataupun tidak standar (manipulasi aljabar)
dalam menyelesaikan masalah matematika

2.3.2. Menggunakan Pola


Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014 matematika
adalah ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, mendasari
perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu, dan memajukan
daya pikir manusia. Nelson (2002: 14) mendefinisikan matematika sebagai ilmu
yang tidak terbatas pada angka saja, tetapi keahlian dalam menggunakan prosedur
untuk memahami dan mengaplikasikannya. Kebanyakan orang menganggap
bahwa matematika adalah bidang hitung-menghitung. Namun, ahli matematika
memandang perhitungan hanyalah alat dalam matematika yang sesungguhnya,
yang melibatkan pemecahan soal matematika dan pemahaman struktur dan pola
dalam matematika (Santrok, 2007: 440).
Ruseffendi (2006: 260) mendefinisikan matematika sebagai hasil
pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran menggunakan
simbol, notasi atau lambang yang seragam yang dapat dipahami matematikawan
diseluruh dunia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu yang dapat mengembangkan pola berpikir, hubungan,
struktur, ide dan konsep dengan pembuktian yang logis untuk membantu manusia
dalam mengatasi permasalahannya.

26
Ada beberapa indikator pencapaian kemampuan pada tujuan menggunakan
pola yaitu siswa mampu:
1) mengajukan dugaan (conjecture)
2) menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
3) memberikan alternatif bagi suatu argument
4) menemukan pola pada suatu gejala matematis
Telah dikemukakan bahwa pola pikir matematika sebagai ilmu adalah
deduktif. Sifat- sifat atau teorema yang ditentukan secara induksi atau empiris
kemudian dibuktikan kebenarannya melalui langkah-langkah deduktif
berdasarkan strukturnya. Meskipun pada akhirnya diharapkan siswa mampu
berpikir secara deduktif, namun dalam proses pembelajaran dapat digunakan cara
berpikir induktif. Oleh karena itu, kita perlu memiliki pemahaman yang lebih
mendalam tentang konsep matematika supaya kita dapat beroperasi lebih tersusun
dan efisien bagian aksi sehari-hari. Proses penalaran induktif meliputi bekerja
dengan pola, membuat dugaan serta pembentukan generalisasi.
1. Bekerja dengan pola
Contoh sederhana berikut ini dapat kita gunakan sebagai jembatan untuk
memahami penalaran induktif.
Contoh:
Jika terdaftar huruf-huruf abjad sebagai berikut:
D, B, H, F, L, J, P, N, …, …
Identifikasi dua huruf abjad terakhir pada deretan huruf tersebut!
Jawaban:
Seperti yang kita ketahui bahwa urutan huruf abjad adalah A, B, C, D, E, F,
G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z. Kemudian
lihatlah pola urutan yang terdapat pada permasalahan diatas.Dengan mudah
kita akan memperoleh dua huruf abjad terakhir yakni T dan R.
2. Pola bilangan
Bilangan asli adalah terdiri dari 1, 2, 3, 4, 5, …yang ditulis sebagai
himpunan bilangan asli {1, 2, 3, 4, 5, …}.Dari setiap bilangan asli tersebut,
ada bilangan asli yang habis dibagi 2, namun ada juga yang tidak habis
dibagi 2.Bilangan asli yang habis dibagi 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, …yang

27
ditulis sebagai himpunan bilangan genap {2, 4, 6, 8, 10, …}.Sedangkan
bilangan asli yang tidak habis dibagi 2 adalah 1, 3, 5, 7, 9, … yang ditulis
dengan himpunan bilangan ganjil {1, 3, 5, 7, 9, …}.
Apa yang dapat disimpulkan tentang jumlah dua bilangan ganjil?
Jawabannya adalah bilangan genap.Hal ini dapat dibuktikan dengan
mengambil beberapa contoh penjumlahan 2 bilangan ganjil.
1+1=2 artinya “ganjil + ganjil = genap”
1+3=4 artinya “ganjil + ganjil = genap”
5 + 7 = 12 artinya “ganjil + ganjil = genap”
9 + 11 = 20 artinya “ganjil + ganjil = genap”
23 + 25 = 48 artinya “ganjil + ganjil = genap”
Dan seterusnya…
Jawaban dengan menggunakan cara demikian, yakni mengambil beberapa
contoh yang terbatas untuk kemudian kita membuat kesimpulan umum
(generalisasi), kita katakana sebagai penalaran induktif.
3. Pola geometri
Perhatikan contoh berikut.
Terdapat pola geometri yang berbentuk segitiga seperti gambar 2 berikut.

Gambar 2
Pada gambar 2 tampak bahwa jumlah titik-titik secara berturut-turut adalah
1, 3, 6, dan 10. Pola bilangan seperti ini seringkali disebut sebagai bilangan
segitiga.Kita dapat melihat bahwa:
Pada pola ke-1 : 1=1
Pada pola ke-2 : 1=1+2
Pada pola ke-3 : 1=1+2+3
Pada pola ke-4 : 1=1+2+3+4
Dapatkah anda menduga tiga bilangan selanjutnya secara berturut-turut?

28
Salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini
adalah dengan melihat jarak antara tiap bilangan tersebut.

Tiga bilangan segitiga selanjutnya adalah 15, 21, dan 28.


Pola ke-n maka: 1 + 2 + 3 + … + n jumlah n bilangan asli pertama
4. Barisan dan deret bilangan
Dalam mempelajari dan memahami pola bilngan, terdapat suatu
bagian khusus mengenai hal itu, yaitu barisna dan deret bilanhan. Barisan
bilangan ialah sekumpulan bilangan yang disusun secara terurut sehingga
terdapat suku pertama, suku kedua, suku ketiga dan seterusnya. Barisan itu
disusun dari kiri ke kanan, dan diantara bilangan itu dipisahkan oleh tanda
koma. Jika barisan itu memiliki pola atau aturan, maka barisan tersebut
paling sedikit harus memuat tiga suku.
Contoh:
Diketahui sebuah barisan bilangan: 4, 7, 10, 13, 16, …
Carilah dua bilngan berikutnya dari barisan tersebut.
Jawaban:

Kita lihat bahwa selisih antara dua suku berurutan adalah 3. Dengan
demikian, setalah 16 bilangan selanjutnya adalah 19 dan 22.
Contoh yang telah dikemukakan diatas merupakan jenis penalaran
induktif, yaitu merumuskan dugaan dan menggeneralisasikan suku ke-n
dari suatu barisan bilangan.Dengan demikian, penalaran induktif adalah
proses pemberian kesimpulan secara umum dari hasil observasi yang
terbatas.Sebagai catatan, pada penalaran induktif pola kesimpulan yang
diperoleh bisa saja tidak tunggal (tidak unik).
Proses berpikir kreatif siswa bekoordinasi dengan pengalaman
belajarnya. Menurut para ahli pengalaman belajar yang diperoleh setiap
siswa pastinya berbeda-beda, maka ide-ide yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah juga berbeda. Pemilihan strategi dan model

29
pembelajaran juga dapat mempengaruhi proses berpikir kreatif siswa, hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh, bahwa pemilihan strategi
pengajaran yang kurang tepat dapat juga mengganggu proses berpikir
siswa, salah satunya adalah proses berpikir kreatif.

2.3.3. Menggunakan Penalaran


Penalaran matematika adalah penalaran tentang dan dengan objek
matematika yang diperlukan untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Menurut standar
Kurikulum NCTM, tujuan utama pembelajaran matematika haruslah mendorong
keyakinan siswa bahwa matematika masuk akal, untuk meningkatkan kepekaan
siswa tentang kekuatan matematika, serta kepercayaan akan kemampuan siswa
dalam berpikir. Tuntutan kemampuan siswa dalam matematika tidak sekedar
memiliki kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan bernalar yang logis
dan kritis dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini tidak semata-mata
masalah yang berupa soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan yang
dihadapi sehari-hari. Pemikiran dan penalaran matematika kerap memunculkan
pertanyaan karakteristik matematika, mengetahui jenis jawaban yang ditawarkan
matematika, membedakan antara berbagai jenis pernyataan, memahami dan
menangani batas dan batasan konsep matematis.
Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo
(2006) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: (a) menarik
kesimpulan logis, (b) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan,
atau pola, (c) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d) menggunakan pola
hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan
menyusun konjektur, (e) mengajukan lawan contoh, (f) mengikuti aturan
inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen
yang valid, dan (g) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung,
dan pembuktian dengan induksi matematika (Kusumawardani, dkk, 2018: 4-5).
Secara garis besar penalaran matematis dapat digolongkan pada dua jenis,
yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah

30
penalaran yang berdasarkan sejumlah kasus atau contoh-contoh terbatas yang
teramati. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip
atau pengalaman umum yang menuntun kita kepada kesimpulan untuk sesuatu
yang khusus (Ario, 2016: 2).
Menurut Sumarmo, kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif
diantaranya adalah:
a. Melakukan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
b. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa
validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
pembuktian dengan Induksi matematika.
Menurut Matlin, penalaran deduktif terbagi menjadi dua bagian, yaitu
penalaran kondisional dan penalaran silogisme:
a. Penalaran kondisional
Penalaran Kondisional berkaitan dengan penjelasan “jika … maka …”.
Kata “jika” disebut antisedene, proporsi yang dimunculkan pertama.
Sedangkan kata “maka” disebut konsekuen, artinya proporsi
berikutnya. Definisi dasar dari penalaran kondisional adalah
merupakan relasi dari implikasi yang ditetapkan untuk memahami
makna dari suatu penalaran kondisional, jadi harus mendapatkan
implikasinya.
b. Penalaran silogisme
Penalaran silogisme memiliki bentuk umum berupa dua premis yang
berbentuk implikasi dan kesimpulan dari dua premis tersebut. Yang
dimaksud dalam hali ini, “jika p maka q” sebagai premis pertama
merupakan imlikasi dan “jika q maka r” sebagai premis kedua
merupakan implikasi, maka bentuk umum silogismenya adalah sebagai
berikut:
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: Jika Q maka R
Konklusi: Jika P maka R

31
Beberapa hal yang harus yang harus diperhatikan guru dalam
menggunakan model penalaran pada siswa yaitu guru harus mampu:
1. Membangun suasana yang kondusif untuk memungkinkan siswa dalam
bernalar
2. Membangun peserta didik agar menyadari kekurangan-kekurangan dan
Kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan yang ada.
3. Membantu peserta didik agar lebih terbuka dan peka terhadap
lingkungan.
4. Memberikan stimulus (ransangan) yang akan menawarkan praktik
untuk berpikir yang jernih.

2.3.4. Mengkomunikasikan Gagasan


Komunikasi matematika menurut NCTM (National Center Teaching
Mathematics), merupakan kemampuan yang menitikberatkan pada aspek
berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep
matematika. Sementara itu komunikasi matematika terdiri atas komunikasi lisan
(talking) dan tulisan (writing), komunikasi lisan diartikan sebagai suatu interaksi
yang ada dalam suatu lingkungan kelas di mana terjadi pengalihan pesan berisi
tentang materi matematik yang sedang dipelajari dan komunikasi tulisan diartikan
sebagai kemampuan atau keterampilan siswa dalam menggunakan kosakatanya,
notasi, dan struktur matematik baik dalam bentuk penalaran, koneksi, maupun
dalam problem solving.
Dalam komunikasi ada dua unsur penting yang harus dimiliki yaitu
berbicara dan menulis. Jika dua unsur ini dimiliki oleh siswa maka dapat
dikatakan siswa tersebut memiliki kemampuan dalam komunikasi. Begitu juga
dalam komunikasi matematis, berbicara (komunikasi lisan) dan menulis
(komunikasi tulisan) adalah merupakan suatu tolak ukur dalam melihat
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Untuk melihat kemampuan komunikasi matematika siswa dalam
pembelajaran, NCTM juga mengutarakan beberapa indikator yang dapat
mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa dalam belajar matematika
adalah sebagai berikut:

32
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya.
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah, notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Berikut ini beberapa contoh soal kemampuan komunikasi matematis siswa
pada materi kubus dan balok. Setiap soal mengandung indikator kemampuan
komunikasi matematis siswa. Adapun soalnya sebagai berikut ini:
(1) Adi ingin membuat sarang burung yang terbuat dari bambu berbentuk
kerangka kubus yang panjang diagonal sisinya 36 cm. Gambarlah
model kerangka sarang burung yang ingin dibuat Adi!
(2) Pak Sahdi akan membuat kotak tisu dari triplek berbentuk balok yang
berukuran 150 cm x 40 cm x 80 cm. Hitunglah berapa jumlah panjang
triplek yang dibutuhkan untuk membuat kotak hiasan tersebut?
(3) Terdapat sebuah balok B dengan ukuran panjang rusuknya adalah tiga
kali ukuran panjang rusuk balok di samping ini. Hitunglah volume
balok B!

Pada soal nomor 1, termasuk dalam indikator komunikasi matematis yaitu


kemampuan menyatakan situasi masalah ke dalam gambar. Siswa dituntun
untuk mahir membuat model matematika ke dalam benda-benda konkrit.
Pada soal nomor 2, tergolong dalam indikator yaitu kemampuan
menyatakan situasi masalah ke dalam bentuk model matematika (ekspresi
matematik). Siswa menngunakan kemampuan membaca, mengamati untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika. Sedangkan

33
soal yang nomor 3, dinyatakan dalam indikator, kemampuan menjelaskan
penyelesaian ide-ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan ke
dalam model matematika tersebut dalam bentuk penulisan secara
matematik (menulis). Siswa mengapresiasi nilai-nilai yang terdapat pada
gambar untuk dapat mengembangkan pemahaman dasar dan menggunakan
aturan-aturannya dalam mengembangkan ide matematika (Siregar, 2018:
4&10).
Berikut diberikan contoh soal cerita untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis pada aspek menulis, menggambar, dan ekspresi
matematika. Tujuh tahun yang lalu umur ayah sama dengan 6 kali umur Budi.
Empat tahun yang akan datang 2 kali umur ayah sama dengan 5 kali umur Budi
ditambah 9 tahun.
a) Buatlah model matematika dari masalah tersebut!
b) Berapa umur ayah sekarang?
c) Bagaimana kamu memperolehnya? Jelaskan jawabanmu!
Pertanyaan dari soal ini mengukur aspek-aspek ekpresi matematika dan
menulis yang merupakan indikator dalam kemampuan komunikasi
matematis. Sehingga soal ini bisa digunakan untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis. Keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
tersebut dengan membuat model matematikanya, akan menggambarkan
aspek ekspresi matematika. Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
dengan cara dan bahasnya sendiri adalah gambaran dari aspek menulis.
Pemberian skor dalam mengukur kemampuan komunikasi matematis
biasanya menggunakan rublik holistik. Di mana rubrik holistik merupakan
konstruksi yang mengandung berbagai tingkat kinerja yang
menggambarkan kualitas tugas, kuantitas tugas, atau keduanya.

2.3.5. Memiliki Sikap Menghargai Kegunaan Matematika Dalam Kehidupan


Sehari-hari
Sikap merupakan hasil belajar maka dari itu kunci utama belajar sikap
terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah
apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi. Tingkatan kognisi

34
yang rendah mungkin dapat memengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya
dan sikap cenderung labil. Sikap terjadi melalui proses akomodasi dan asimilasi
pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak siswa, seperti pendapat Pieget,
sikap dijadikan menjadi referensi dalam menanggapi objek atau subjek di
lingkungannya. Tidak semua informasi dapat memengaruhi sikap. Informasi yang
dapat memengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media
informasi yang bersangkutan.
Berkaitan dengan sikap positif siswa terhadap matematika, beberapa
pendapat, antara lain Ruseffendi (1988), mengatakan bahwa anak-anak
menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan
matematika yang sederhana. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap
matematika memiliki ciri antara lain terlihat sungguh-sungguh dalam belajar
matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi
aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas tugas pekerjaan rumah dengan tuntas, dan
selesai pada waktunya.
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika pada kurikulum 2013 yang
tercakup pada Salinan Lampiran III Permendikbud No. 58 Tahun 2014 yaitu
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari
yang meliputi :
1. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi adalah
hal yang harus kita miliki, karena dengan rasa ingin tahu yang tinggi kita
menjadi penasaran dengan sesuatu yang belum kita mengerti tersebut dan
selalu berusaha mencari jawaban dari semua pertanyaan yang ada
dipikiran kita.
2. Bersikap penuh perhatian dalam belajar matematika. Perhatian merupakan
hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran. Perhatian merupakan
proses dalam belajar dimana seseorang memilih dan merespon dari sekian
banyak rangsangan yang diterima dari lingkungan sekitarnya. Perhatian
mempunyai peranan penting daam kegiatan belajar, karena tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi proses pembelajaran. Oleh karena itu,
perhatian hendaknya dimiliki siswa selama proses pembelajaran,
khususnya dalam pembelajaran matematika.

35
3. Bersikap antusias dalam belajar matematika. Antusias belajar adalah sikap
positif berupa perasaan senang luar biasa dan bersemangat dalam belajar
yang dapat bersumber dari diri sendiri secara spontan atau melalui
pengalaman terlebih dahulu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Antusias ditandai dengan adanya respon, perhatian, kemauan, konsentrasi,
dan kesadaran untuk melibatkan diri dalam proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung. Antusias siswa dalam belajar matematika juga
diperlukan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.
4. Bersikap gigih dalam menghadapi permasalahan. Bersikap gigih dalam
menghadapi permasalahan diantaranya yaitu tidak merasa putus asa
melainkan lebih tertantang untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan
tidak merasa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan.
5. Memiliki rasa penuh percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan
masalah. Kepercayan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Siswa yang memiliki
kepercayaan diri akan menyukai dan memiliki motivasi yang lebih untuk
mempeajari matematika sehingga prestasi yang diperoleh pun bisa
optimal. Sebaliknya siswa yang tidak percaya akan kemampuan dirinya
sendiri akan selalu merasa tidak bisa menyelesaikan setiap permasalahan
matematis dikelas maupun permasalahan sehari-hari yang dihadapi.

2.3.6. Memiliki Sikap dan Perilaku yang Sesuai dengan Nilai Dalam
Matematika dan Pembelajarannya
Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak sesuatu konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika
dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya
dilakukan secara dedukatif aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa secara
berbeda-beda, mumngkin menerima dengan atau sebaliknya. Nilai Karakater yang
dapat dikembangakan dalam pembelajaran matematika adalah nilai-nilai positif
yang tidak terlepas dari hakikat matematika itu sendiri. Adapun beberapa nilai
karakter yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika adalah
sebagai berikut:

36
1. Karakter disiplin dalam belajar matematika adalah seseorang yang
diharapkan mampu bekerja secara teratur dan tertib dalam
menggunakan aturan –aturan dan konsep-konsep.
2. Karakter jujur yang dapat membentuk jiwa seseorang, bahwa
seseorang tidak akan mudah percaya pada isu-isu yang tidak jelas
sebelum ada pembuktian.
3. Karakter kerja keras dapat membentuk sikap tidak mudah menyerah
terus berjuang untuk menghasilkan suatu jawaban yang benar, dalam
menggunakan aturan-aturan dan konsep-konsep.
4. Karakter kreatif dalam menyelesaikan persoalan akan terbiasa
memunculkan ide yang kreatif yang dapat membantunya menjalani
kehidupan secara lebih efektif dan efisien.
5. Memunculkan rasa ingin tahu dalam mematika akan mengakibatkan
seseorang terus belajar sepajang hidupnya, terus berupaya menggali
informasi-informasi terkait lingkungan disekitarnya, sehingga
menjadikan kaya akan wawasan dan ilmu pengetahuan. Rasa ingin
tahu membuat seseorang mampu menelaah keterkaitan, perbedaan dan
analogi, sehingga diharapkan mampu menjadi a good problems solver
(mampu menyelesaikan masalah dengan baik)
6. Karakter mandiri dalam menghadapi tantangan, berbagai permasalahan
yang menuntut kita untuk menemukan solusi atau penyelesaiannya.
Untuk itu peserta didik harus mampu memiliki sikap yang tidak mudah
bergantung pada orang lain, namun berupaya secara mandiri untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi dengan baik.
7. Kebiasaan disiplin dalam bernalar yang terbentuk dalam memperlajari
matematika melahirkan suatu sikap tanggung jawab atas pelaksanaan
kewajiban yang seharusnya dilakukan, baik tanggung jawab terhadap
diri sendiri, masyarakat, negara dan Tuhan Yang Maha Esa
(Depdiknas, 2006).
8. Sikap terjadi melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan,
pengalaman, dan nilai ke dalam otak siswa, seperti pendapat Pieget
sikap dijadikan menjadi referensi dalam menanggapi objek atau subjek

37
di lingkunganya. Tidak semua informasi dapat memperngaruhi sikap.
Informasi yang dapat memengaruhi sikap sangat tergantung pada isi,
sumber, dan media informasi yang bersangkutan.
9. Berkaitan dengan sikap positif siswa terhadap matematika, beberapa
pendapat para ahli, antara lain Ruseffendi (1988), mengatakan bahwa
anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka
berkenalan dengan matematika yang sedarhana. Makin tinggi tingkatan
sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan
semakin berkurang minatnya.

2.3.7. Melakukan Kegiatan-Kegiatan Motorik yang Menggunakan


Pengetahuan Matematika
Menurut Rusman (2011), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu
gerakan reflek, gerakan dasar, kemampuan perceptual, gerakan fisik, gerakan
terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respon motorik
atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah
gerakan yang mengarah pada keterampilan kognitif dan motorik atau gerak.
Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.
Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan
dalam olahraga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi
dengan menggunakan gerakan.
Adapun kegiatan kegiatan motorik yang bisa dilakukan dengan
menggunakan pengetahuan matematika yaitu sebagai berikut:
a. Pertama melakukan kegiatan bernyanyi dan bertepuk tangan judulnya
“ Kalau Suka Hati Tepuk Tangan”
Kalau kau suka hati tepuk satu (prok)
Kalau kau suka hati tepuk dua (prok, prok)
Kalau kau suka hati mari kita lakukan
Kalau kau suka hati tepuk tiga (prok, prok, prok)
b. Kedua melakukan kegiatan main dihalaman rumah yaitu “mengukur
panjang atau lebar halaman”, langkah-langkahnya sebagai berikut:
(1) Ajak Anak kehalaman, kemudian amati bentuk halaman tersebut,

38
(2) Tentukan titik awal pengukuran, beri tanda dengan batu atau benda
lain,
(3) Siapkan kertas dan pensil atau spidol,
(4) Ajak anak untuk mengukur panjang dan lebar halaman dengan langkah
kaki anak (dapat dicontohkan terlebih dahulu),
(5) Damping anak selama proses pengukuran, setiap anak melangkah ajak/
bombing/amati anak untuk mengitung banyak langkah yang ditempuh
untuk mengukur panjang/lebar halaman,
(6) Setelah selesai, ajak/bombing/amati anak untuk menuliskan ukuran
panjang/lebar halaman.
Catatan:
1. Sesuaikan panjang/lebar halaman dengan kemampuan/usia anak,
apabila halaman terlalu luas ajak anak mengukur setengah panjang
halaman atau sesuai dengan kemampuan anak.
2. Alat ukur boleh diganti langkah kaki, jengkal, tongkat, penggaris,
meteran. Sesuaikan dengan alat yang dimiliki dan kemampuan anak.
c. Ketiga kegiatan matematika diruang tamu yaitu mencari “Benda apa saja
yang berbentuk Segi Empat di ruang tamu”? Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
(1) Ajak anak ke ruang tamu, minta anak untuk mengganti benda-benda
yang ada diruang tamu.
(2) Minta anak untuk menemukan benda-benda yang bebentuk segi empat
yang ada diruang tamu.
(3) Foto semua benda berbentuk segi empat yang berhasil anak temukan
diruang tamu.
Catatan: kegiatan main boleh diganti dengan menemukan bentuk segitigas,
segiempat atau persegi panjang. Sesuaikan dengan kemampuan anak dan
ketersediaan benda yang ada dirumah.
d. Keempat melakukan kegiatan matematika diruang dapur yaitu
“menyusun pola sederhana”
Alat dan bahan: sendok 10 buah, garpu 10 buah, alas Koran, plastic atau
alas lainnya.

39
Langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Bentangkan koras/alas yang lain didapur (atau meja makan),
(2) Siapkan sendok tau garpu di pinggir koran,
(3) Tata urutan sendok dan garpu dengan pola AB AB (misalnya sendok,
garpu, sendok, garpu)
(4) Ajak anak kedapur, minta anak untuk melanjutkan pola yang di susun,
(5) Damping anak selama menyusun pola sedarhana,
(6) Foto hasil pola yang telah disusun anak.
Catatan: sendok dan garpu bisa diganti denga benda lain misalnya gelas,
piring, tutup gelas. Sesuaikan pola dengan usia anak, anak yang lebih
tinggi usianya bosa dikenalkan dengan pola lain, misalnya ABC ABC,
ABCD ABCD, dan lain-lain.

40
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Objek langsung pembelajaran matematika sekolah berupa fakta, konsep,
prinsip, dan keterampilan. Objek kajian matematika berupa fakta yaitu
konvensi-konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan dalam
symbol-symbol tertentu. Proses pembelajaran yang berkait dengan fakta,
penekanannya agar siswa dapat mengikuti atau mencontoh kesepakatan yang
ada. Objek kajian matematika berupa konsep yaitu ide abstrak yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan sekumpulan objek. Pada pembelajaran
konsep, penekanannya adalah pada pemahaman siswa sehingga mereka dapat
membedakan bangun datar yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga.
Objek kajian berupa prinsip yaitu objek kajian matematika yang lebih
komplek. Pada proses pembelajaran prinsip, penekanannya adalah pada
kemampuan untuk mengingat rumus atau prinsip yang ada, memahami
konsep yang ada pada prinsip tersebut, serta penggunaan yang tepat dari
rumus tersebut. Pada proses pembelajaran keterampilan, penekanannya
adalah pada urut-urutan prosedur atau aturan pengerjaannya.
2. Penanaman konsep dasar yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika,
ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat
mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata
“mengenal”. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih mema-hami suatu konsep
matematika.Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep dan pemahaman konsep.Pembelajaran pembinaan
keterampilan bertujuan agar siswa lebih te-rampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika.
3. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tujuan mata pelajaran matematika adalah
sebagai berikut: Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

41
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh. Mengomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah. Mampu mengaplikasikan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-
hari, memiliki rasa ingin tahu, dan memilki semangat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak sesuatu konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika
dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya
dilakukan secara dedukatif aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa
secara berbeda-beda, mumngkin menerima dengan atau sebaliknya.

3.2. Saran
Untuk memahami lebih lanjut tentang “Materi Pembelajaran Matematika
kedalam Objek Matematika, Tahapan dan Tujuan Pembelajaran Matematika”
kami harap pembaca dapat mencari sumber-sumber lain di internet berupa buku,
jurnal, makalah, artikel dan sebagainya terkait mengenai materi Pembelajaran
matematika kedalam Objek Matematika, Tahapan dan Tujuan Pembelajaran
Matematika untuk menambah wawasan dan memberikan saran, agar ketika
membaca pembaca menemukan kesalahan pembaca dapat memperbaikinya.
Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita lebih memahami
tentang wawasan pengelolaan pendidikan yang lebih mendalam. Mohon
permakluman dari semuanya jika dalam makalah kami ini masih terdapat banyak
kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tiadalah sesuatu yang
sempurna yang bisa manusia ciptakan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Ario, Marfi. 2016. Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMK


Setelah Mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Ilmiah Edu
Research, Vol. 5, No. 2. Hal: 2.
Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Kesumawati. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran
Matematika. Jakarta: Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika.
Kusumawardani, Diah Retno, dkk. 2018. Pentingnya Penalaran Matematika
Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika. Jurnal Prisma,
Vol.1. Hal: 4-5.
Mahmudi, Ali. 2009. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
MIPMIPA UNHALU, Vol. 8, No. 1. Hal: 10.
Maryati, Iyam, dan Priatna, Nanang. 2017. Integrasi Nilai-Nilai Karakter
Matematika Melalui Pembelajaran Kontekstual. Jurnal Mosharafa, Vol. 6,
No. 3. Hal: 5-6.
Maulana. 2017. Konsep Dasar Matematika Dan Pengembangan Kemampuan
Berpikir Kritis-Kreatif. Sumedang: UPI Sumedang Pres.
Putrianti, Flora Grace, dkk. 2016. Menumbuhkan Sikap Positif Siswa Pada
Pembelajaran Matematika. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa, Vol. 7, No. 1. Hal: 10-12.
Radiusman. 2020. Studi Literasi: Pemahaman Pada Konsep Siswa Pada
Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika Dan
Matematika, Vol. 6 No.1. Hal: 5.
Santosaa, M, Soemoenar. 1979. Metodologi Pengajaran Matematika. Jakarta:
Depastemen Agama.
Siregar, Nur Fauziah. 2018. Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran
Matematika. Jurnal Logaritma, Vol. 06, No. 02. Hal: 4&10.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Sukardjono. 2003. Filsafat Dan Sejarah Matematika. Jakarta: UT.

43

Anda mungkin juga menyukai