TEKS MATEMATIKA
“Objek, Tahapan, dan Tujuan Pembelajaran Matematika”
Dosen Pengampu:
Sri Winarni, S.Pd., M.Pd.
Marlina, S.Pd.,M.Pd.
Kelas: R-002
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
2.3.5. Memiliki Sikap Menghargai Kegunaan Matematika Dalam Kehidupan
Sehari-hari 34
2.3.6. Memiliki Sikap dan Perilaku yang Sesuai dengan Nilai Dalam
Matematika dan Pembelajarannya ............................................................................ 36
2.3.7. Melakukan Kegiatan-Kegiatan Motorik yang Menggunakan Pengetahuan
Matematika .................................................................................................................. 38
BAB III ................................................................................................................. 41
PENUTUP ............................................................................................................ 41
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 41
3.2. Saran ........................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Pembelajaran
matematika merupakan suatu proses tidak hanya mendapat informasi dari guru
tetapi banyak kegiatan maupun tindakan dilakukan terutama bila diinginkan hasil
belajar yang lebih baik pada diri peserta didik. Belajar pada intinya tertumpu pada
kegiatan memberi kemungkinan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar
yang efektif atau dapat mencapai hasil yang sesuai tujuan.
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, pada makalah ini,
penulis akan membahas mengenai pembelajaran matematika dalam objek
matematika, tahapan, dan tujuan pembelajaran matematika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
matematika, apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara matematika, yaitu
logis, rasional, dan eksak.
4
makna simbol-simbol tersebut. Seorang siswa dinyatakan telah menguasai fakta
jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan menggunakannya dengan benar.
Penggunaan fakta yang berupa symbol bila terlalu capat diberikan kepada siswa,
dapat menyebabkan salah pengertian atau miskonsepsi terhadap symbol tersebut.
Selain itu, penekanan pada aspek teknis berupa perhitungan belaka, juga dapat
menimbulkan miskonsepsi tersebut.
Contoh Objek Kajian Matematika berupa Fakta: Lambang “5” telah
disepakati sebagai lambang bilangan lima maka “5” adalah fakta.
a. Jika ditulis 25, disepakati memiliki arti sebagai 20 + 5.
b. Jika ditulis 2 , disepakati memiliki arti 2 + bukan 20 + Jika ditulis 2 2
5
b. Definisi: Jajar genjang adalah segiempat yang sisi-sisi berhadapannya
sejajar. Ekstensi: jajar genjang, persegi panjang, dan persegi.
c. Definisi: Persegi panjang adalah jajar genjang yang memiliki sebuah
sudut siku-siku. Ekstensi: persegi panjang dan persegi.
d. Definisi: Persegi adalah persegi panjang yang semua sisinya kongruen.
Ekstensi: persegi.
Berdasarkan contoh di atas, jelas terlihat makin banyak intensinya maka
makin sempit ekstensinya. Juga dapat terlihat bahwa persegi itu boleh disebut
sebagai persegi panjang, sebagai jajar genjang, sebagai trapesium, juga boleh
disebut sebagai segiempat. Demikian juga jajar genjang boleh disebut sebagai
trapesium atau segiempat.
“Bilangan prima” juga nama suatu konsep, yang dengan konsep ini kita
dapat membedakan yang merupakan bilangan prima dan yang bukan bilangan
prima. Konsep bilangan prima lebih komplek karena itu didalam konsep bilangan
prima memuat konsep-konsep lain seperti “bilangan”, “satu” dan lain-lain. Dalam
matematika terdapat konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan
“konstanta”. Konsep tersebut, seperti halnya dengan bilangan, terdapat semua
cabang matematika.Banyak konsep lain dalam matematika yang lebih komplek
misalnya matriks, vektor, determinan, gradien, dan lainnya (Soekardjono, 2003).
Ketika mempelajari matematika, terdapat beberapa istilah seperti
bilangan, persegi-panjang, bola, lingkaran, segitiga, sudut siku-siku, ataupun
perkalian. Ketika Bapak atau Ibu Guru menyatakan segitiga, seorang siswa harus
dapat memahami konsep tersebut, sehingga yang dibayangkan siswanya harus
sama dengan yang diharapkan gurunya dan harus sama dengan yang ditetapkan
matematikawan. Berdasarkan penjelasan di atas, berbeda dengan fakta yang
merupakan kesepakatan, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek
tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Seorang
siswa disebut telah mempelajari konsep segitiga jika ia telah dapat membedakan
yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga.
Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat mengenali atribut
atau sifat-sifat khusus dari segitiga. Seseorang akan lebih mudah mempelajari
6
sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui. Oleh karena itu,
untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, penglaman belajar yang
lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi
matematika tersebut. Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep dan
yang tidak termasuk konsep. Sebagai contoh, ketika membahas pengertian
segitiga siku-siku, seorang guru dapat memaparkan gambar bangun datar
yang merupakan segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku seperti
gambar di bawah ini. Dengan gambar di bawah ini, para siswa diminta untuk
mendiskusikan dua pertanyaan berikut sebagai alternatif, yaitu:
a. Mengapa 5 bangun datar di sebelah kiri merupakan contoh-contoh
segitiga siku-siku? Apa sifat-sifat khususnya?
b. Apa sebabnya sehingga 6 bangun datar di sebelah kanan tidak termasuk
segitiga siku-siku?
7
dilakukan dengan tanya jawab, sehingga para siswa dapat menentukan
mana yang termasuk segitiga siku-siku dan mana yang bukan beserta sebab-
sebabnya.
3. Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
4. Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas
definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas
contohnya lalu kembali membahas definisinya (Soedjadi, 2000).
Menurut Coney, ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam
mengajarkan konsep matematika, khususnya pada siswa yang berada pada tahap
berpikir operasi formal, yaitu:
a. Pendefenisian (defining).
Membuat defenisi adalah langkah baik karena defenisi menggunakan
bahasa yang singkat tetapai padat dan terstruktur.
b. Menyatakan syarat cukup.
Kita dapat melihat gaya bahasa dari syarat cukup, yaitu “jika” selain itu
juga kadang digunakan: asalkan, sebab, karena, dengan alasan. Dengan
logika syarat cukup, siswa diharapkan mampu mencari contoh objek yang
dinyatakan oleh konsep, sehingga langkah syarat cukup memudahkan
penerapan dari konsep.
c. Memberi contoh.
Hal ini sangat penting, karena dengan contoh dapaat memperjelas siswa
tentang konsep yang dipelajarinya. Untuk itu contoh diharapkan contoh
yang dipillah adalah sederhana, kemudian siswa dituntut untuk mencari
contoh-contoh lainnya sendiri.
d. Memberi contoh disertai alasan.
Pemberian contoh yang disertai alasan releven dengan penyajian syarat
cukup. Dengan kata lain, alasan yang dikemukakan tidak lain adalah
syarat cukup dari defenisi. Selain itu, contoh yang dibuat siswa tidak
dibuat secara spekulatif dan menghindari unsure tebakan.
e. Memberi kesamaan atau perbedaan objek yang dinyatakan konsep.
Dalam mengajarkan suatu konsep, sedang konsep tersebut mempunyai
kesamaan/perbedaan dengan konsep lain, maka sebaiknya dituntut siswa
8
mengemukakan persamaan/perbedaan yang ada, sehingga siswa benar-
benar memahami konsep yang dipelajari itu dengan sebaik-baiknya.
f. Memberi suatu contoh penyangkal.
Yaitu contoh yang dinakan untuk menyangkal kesalahan generalisasi atau
defenisi.Misal seorang siswa menyatakan bahwa trapesium adalah segi
empat yang mempunyai sepasang sisi yang sejajar.
g. Menyatakan syarat perlu.
Untuk menunjukkan pernyataan merupakan suatu syarat perlu, biasanya
digunakan tanda linguistik “harus” atau “hanya jika”.Misal sebuah segi
empat jajaran genjang hanya jika (harus) kedua pasang sisi yang
berlawanan sejajar.
h. Menyatakan syarat perlu dan cukup.
Untuk menyatakan objek suatu konsep mempunyai syarat perlu dan cukup
biasanya digunakan kata “jika dan hanya jika”, dengan menyatakan syarat
perlu dan cukup memungkinkan siswa menguasai konsep dengan baik,
karena syarat cukup dapat mengidentifikasi contoh, sedangkan syarat
perlu dapat mengidentifikasi bukan contoh.
9
cocok. Bila demikian dia telah memahami fakta konsep atau definisi, serta operasi
yang termuat dalam prinsip tersebut.
Contoh 1 : rumus luas segitiga berikut:
L= .a.t
Pada rumus luas segitiga di atas, didapati adanya beberapa konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas, konsep panjang alas segitiga dan konsep tinggi
segitiga. Bayangkanlah sekarang jika seorang siswa diminta untuk menentukan
luas sesungguhnya dari gambar segitiga di bawah ini:
A B
Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah:
1. Apa yang harus dilakukannya untuk menjawab tugas tadi?
2. Bilamana seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip tersebut?
Pada rumus luas segitiga di atas, terdapat beberapa konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep panjang alas segitiga (a) dan konsep
tinggi segitiga (t). Indikator atau kriteria unjuk kerja keberhasilan siswa untuk
tugas di atas adalah jika ia dapat mengukur salah satu alas serta tinggi yang
bersesuaian dari segitiga tersebut, dalam hal ini jika ia dapat menentukan
panjang AB serta dapat menentukan garis tinggi CD ke sisi AB; serta
dapat menentukan atau menghitung luasnya berdasar rumus L = .a.t
10
Contoh 2 :
Jumlah ukuran sudut sebuah segitiga sama dengan 180 .
Dalil ini diajarkan kepada siswa SD sebagai fakta, bukan sebagai dalil. Dengan
demikian dalil ini tidak dibuktikan. Cukup hanya ditunjukkan kebenarannya
dengan cara, dibuatlah segitiga dari kertas. Kemudian dipotong-potong bagian
sudutnya. Kaki-kaki sudut dihimpitkan, sehingga terlihat bahwa jumlah ukuran
sudut segitiga tersebut sama dengan ukuran sudut lurus.
11
3 di dalam pikiran. Setelah itu menentukan nilai dari 7 × 4 = 28. Hasil 28 ini
ditambah dengan angka 3 yang disimpan tadi menjadi 31. Dari hasil terakhir ini,
angka satuannya, yaitu 1 ditulis di sebelah kiri 5 dan angka 3-nya disimpan di
dalam pikiran. Begitu seterusnya seperti ditunjukkan dengan perhitungan di
bawah ini.
345
87 ×
. . dst
12
menguasai prinsip atau keterampilan. Perbedaan dalam penentuan syarat
penguasaan ini akan berakibat pada perbedaan penekanan selama penyampaian
materi di kelas.
Pada proses pembelajaran yang berkait dengan fakta, penekanannya agar
siswa dapat mengikuti atau mencontoh kesepakatan yang ada. Tidak ada hak
sedikitpun bagi seorang guru, apalagi bagi seorang siswa untuk menyatakan 5+ 2
×10 = 7 × 10 = 70. Ia harus menyatakan 5 + 2 × 10 = 5 + 20 = 25. Juga, tidak
ada hak sedikitpun pada guru, apalagi pada siswa untuk mengubah lambang atau
notasi yang sudah disepakati, seperti lambang “4” untuk menyatakan “empat”.
Namun seorang guru mempunyai kewajiban untuk memudahkan siswanya
mengingat dengan menyatakan bahwa bentuk “4” adalah seperti kursi terbalik.
Pada pembelajaran konsep, penekanannya adalah pada pemahaman siswa
sehingga mereka dapat membedakan bangun datar yang termasuk segitiga dari
yang bukan segitiga. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran untuk
konsep akan sangat berbeda dari proses pembelajaran fakta, dan akan berbeda
dengan proses pembelajaran untuk keterampilan karena penekanan keterampilan
adalah pada urut-urutan prosedur atau aturan pengerjaannya. Pada proses
pembelajaran prinsip, penekanannya adalah pada kemampuan untuk mengingat
rumus atau prinsip yang ada, memahami konsep yang ada pada prinsip tersebut,
serta penggunaan yang tepat dari rumus tersebut. Pada akhirnya, pembagian
materi matematika menjadi 4 macam oleh Gagne ini dapat dimanfaatkan selama
proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran matematika di kelas menjadi
lebih efektif dan efisien.
13
konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep
dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu
kemampuan pola pikir siswa.
1. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Penjumlahan
Media yang diperlukan
a. Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpanan
yang dilekatkan pada selembar kain
b. Sedotan lidi
Kegiatan pembelajaran
Andaikan akan dicari hasil penjumlahan berikut:
34 + 23 = .....
Langkah – langkah peragaan
1. Masukkan sedotan sesuai dengan nilai tempatnya. Puluhan pada
tempat puluhan, satuan pada tempat satuan.
2. Siswa kemudian membaca bilangan yang ditunjukkan oleh jumlah
sedotan.
3. Sebagai implementasi dari operasi penjumlahan, gabungkan
sedotan-sedotan tersebut, satuan dengan satuan dan puluhan
dengan puluhan.
4. Hitung jumlah sedotan pada saku hasil
5. Siswa kemudian menuliskan hasil yang diperleh pada jawaban.
Gabungkan satuan dengan satuan, puluhan dengan puluhan, lalu
hitung hasilnya pada saku hasil.
6. Sebaiknya, kegiatan ini diulangi beberapa kali dengan bilangan
yang berbeda, agar siswa benar-benar memahaminya. Ini dapat
dilakukan dengan bimbingan guru ataupun dicoba sendiri oleh
siswa, baik secara berkelompok maupun perorangan.
2. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Media yang diperlukan
1. Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpan
yang dilekatkan pada selembar kain.
2. Sedotan lidi
14
Kegiatan Pembelajaran
Andaikan akan dicari hasil pengurangan 48 – 13 = ..... , atau ditulis
secara kebawah
48
13 -
....
Langkah – langkah peragaan
1. Masukkan sedotan sesuai dengan nilai temlatnya, puluhan pada
temoat puluhan, satuan pada tempat satuan
2. Siswa kemudian menyebutkan bilangan yang ditunjukkan oleh
jumlah sedotan
3. Selanjutnya, siswa memindahkan sedotan sebanyak bilangan
pengurang pada saku pengurang.
4. Pindahkan sedotan yang tersisa pada saku hasil
5. Siswa kemudian menghitung sedotan yang tersisa pada saku hasil,
dan menuliskan hasil yang diperoleh pada jawaban.
6. Ulangi peragaan tersebut beberapa kali hingga siswa benar-benar
paham.
3. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Perkalian
Media yang diperlukan
Berbagai benda yang dimiliki siswa seperti pensil, pulpen, buku,
penghapus dan sebagainya.
Kegiatan Pembelajaran
Pada awal pembelajaran, guru dapat bercerita tentang permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang bekaitan dengan perkalian . Untuk
membantu kemampuan berpikir siswa, diberikan bantuan benda atau
gambar yang sesuai dengan cerita, seperti pada contoh berikut.
Guru mengambil buku dari dus sebanyak tiga kali, setiap pengambilan
terambil dua buku. Berapa jumlah buku yang diambil semuanya?
Dari peragaan diatas, guru dapat memberikan pertanyaan penggiring
untuk siswa dalam menemukan konsep perkalian, misalnya sebagai
berikut.
15
a. Berapa kali bu susi mengambil buku? (jawaban yang diharapkan =
3 kali)
b. Berapa jumlah buku setiap pengambilan? (jawaban yang
diharapkan = 2 buku)
c. Berapa jumlah buku yang diambil seluruhnya oleh Bu Susi?
(jawaban yang diharapkan = 2 + 2 + 2 = 6 buku) Atau tiga kali
dua-dua (3 kali 2 ), yang ditulis dalam perkalian 3 x 2 = 6
d. Berilah penekanan pada siswa bahwa 2 + 2 +_ 2 jika ditulis dalam
perkalian menjadi 3 x 2 = 6
4. Penanaman Konsep Dalam Materi Operasi Bilangan Pembagian
Media yang diperlukan
Berbagai benda yang dimiliki siswa seperti pensil, pulpen, buku,
penghapus dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran
Pada awalnya pembelajaran guru dapat bercerita tentang permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pembagian. Cerita
yang disajikan adalah cerita yang dekat dengan kehidupan siswa,
maupun cerita yang sering atau pernah dialami siswa. Untuk
membantu kemampuan berpikir siswa, kita dapat memberikan bantuan
benda atau gambar yang sesuai dengan cerita. Perhatikan contoh
berikut.
Bu fitri mempunyai 6 buah buku. Buku tersebut akan dibagikan sama
banyak pada 2 orang anak. Berapa buah buku yang didapatkan setiap
anak?
Perintah peragaan:
1) Ambil 2 bagikan!
2) Ambil 2 lagi, bagikan!
3) Ambil 2 lagi, bagikan! ( habis )
a) Berapa buah buku yang didapatkan masing-masing anak?
( jawaban yang diharapkan = 3 buah buku )
Dengan kata lain, peragaan diatas sama seperti 6 ambil 2, ambil 2,
ambil 2, ambil 2 = habis
16
Apabila ditulis dalam pengurangan, perintah di atas menjadi 6-2-2-
2=0
b) Berapa kali bu fitri mengambil 2 buku sekaligus?
(jawaban yang diharapkan = 3 kali)
Apabila ditulis dalam pembagian menjadi 6 : 2 = 3
17
siswa tersebut telah mengetahui konsep luas permukaan kaleng yang akan
dilapisinya dan konsep aritmatika social.
c. Mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, dapat
diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan
benar.
1. Pemahaman konsep dalam materi operasi bilangan penjumlahan
Setelah peragaan tadi tentunya kita ingin mengetahui apakah siswa benar-
benar memahami penjumlahan tersebut atau tidak.untuk mengetahui hal
itu,dapat disajikan beberapa contoh dengan jawaban yang benar dan salah
sebagai berikut.
Benarkah hasil penjumlahan dibawah ini? Jika benar beri tanda , dan
perbaiki jika salah
26 14 37
22 + 45 + 41 +
48 49 78
52 45
47 + 44 +
98 89
2. Pemahaman Konsep dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Setelah peragaan tadi,tentunya kita ingin mengetahui apakah siswa benar-
benar memahami penjumlahan tersebut atau tidak.untuk mengetahui hal
itu,dapat disajikan beberapa contoh dengan jawaban yang benar dan salah
sebagai berikut.
Benarkah hasil penjumlahan dibawah ini? Jika benar beri tanda , dan
perbaiki jika salah
48 67 89
26 _ 32 _ 33 _
22 36 56
79 58
18
44 _ 45 _
36 93
3. Pemahaman konsep dalam Materi Operasi Bilangan Perkalian
Untuk mengetahui apakah siswa telah memahami topic pekalian in, kita
dapat memberikan contoh soal dengan jawaban yang benar dan
salah.Apabila siswa mengatakan “ salah” pada soal dengan jawaban
salah,serta dapat mengoreksi jawaban salah tersebut,berarti siswa telah
paham. Contoh berikut.
Perhartikan perkalian di bawah ini.Apabila benar beri tanda √,jika salah
perbaikinlah!
a. 3 + 4 =3 x 4
b. 2 + 2 + 2 + 2 + 2 =2x5
c. 4 + 4 + 4 =3x4
d. 5 + 5 + 5 + 5 =5x4
e. 2 + 2 + 2 =2x3
f. 2 x 4 =2+2+2+2
g. 3 x 5 =5 + 5 + 5
h. 4 x 2 =2 + 2 + 2 + 2
i. 5 x 3 =5 + 5 + 5
j. 4 x 4 =4 + 4 + 4 + 4
4. Pemahaman Konsep dalam Materi Operasi Bilangan Pembagian
Untuk mengetahui apakah siswa telah memahami topic pembagian ini, kita
dapat memberikan contoh soal dengan jawaban yang benar dan
salah.Apabila siswa mengatakan “ salah” pada soal dengan jawaban
salah,serta dapat mengoreksi jawaban salah tersebut,berarti siswa telah
paham. Contoh berikut.
Perhartikan perkalian di bawah ini. Apabila benar beri tanda √,jika salah
perbaikinlah!
a. 4 : 2 = 4 – 2 – 2 – 2 = 0 4:2=3
b. 10 : 2= 10 – 5 – 5 =0 10 :2= 5
c. 16 : 8= 16 – 8 – 8 =0 16 : 8= 2
d. 12 : 4= 12 – 4 – 4 – 4 = 0 12 : 4= 3
19
e. 6 : 3 = 6 – 3 – 3 =0 6 : 3= 2
f. 8 : 4 =2
g. 6 : 2 =3
h. 9 : 3 =3
i. 12 : 3 =5
j. 10 : 5 =2
5….. ……5
4….. + 4…… +
…..7 88
20
2. Pembinaan Keterampilan dalam Materi Operasi Bilangan Pengurangan
Pembinaan keterampilan dapat dilakukan dengan pemberian berbagai latihan
soal untuk lebih memantapkan pemahaman siswa. Pada awalnya, latihan soal
disajikan secara tertulis agar siswa memiliki waktu untuk berpiki.selanjutnya
latihan soal latihan soal dapat dilakukan dengan cara mencongak atau
pemberian soal nonrutin sebagai berikut.
59 6….. 9…..
…. _ 32 _ 34 _
24 ….4 4….
….. …..8
43 _ …..4 _
….3 3…..
21
oleh guru- guru di masa lalu ketika menjelang pulang sekolah. Guru
memberikan soal pembagian siswa kemudian menjawabnya.siswa yang dapat
menjawab dengan benar, dipersilahkan untuk pulang terlebih dahulu dan
siswa yang tidak dapat menjawab atau masih salah dalam menjawabnya,tidak
diperbolehkan dahulu untuk pulang.kegiatan ini memang efektif dalam
melatih siswa untuk hafal pembagian. Selain kegiatan drill, guru juga dapat
membuat keterampilan antara pembagian dan perkalian,yang berguna
terutama untuk mengetahui benar atau tidaknya jawaban siswa seperti
berikut.
a. 8 : 4 = 2 4 x 2 = 8 atau 2 x 4 = 8
b. 10 : 2= 5 2 x 5 = 10 atau 5 x 2 = 10
c. 12 : 3 =4 3 x 4 = 12 atau 4 x 3 = 12
d. 9 : 3 = 3 3x3=9
e. 15 : 3 = 5 5 x 3 = 15
f. 16 : 4 = 4 4 x 4 = 16
22
konsep dalam diri siswa, sehingga siswa tersebut menjadi terampil dalam
menguasai kemampuan matematika yang lain seperti pemecahan masalah
(NCTM, 2014:42).
Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Dalam matematika,
setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi
penguatan, agar dapat bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat
dalam pola pikir dan pola tindakannya (Prihandoko: 2006).
Kline dalam Mulyono (2003: 252) mengatakan matematika adalah bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga
tidak melupakan cara bernalar induktif. Berdasarkan uraian tersebut, yang
dimaksud pendidikan dalam matematika merupakan suatu pembelajaran yang
tidak hanya suatu simbol, namun di setiap simbol terdapat sebuah arti, yang
digunakan untuk berpikir.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tujuan mata pelajaran matematika
adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Mampu mengaplikasikan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari,
memiliki rasa ingin tahu, dan memilki semangat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
23
1.3.1. Memahami Konsep Matematika
Pemahaman adalah suatu proses aktif yang terjadi pada individu dalam
menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang lama melalui
koneksi fakta (Faye, 2014:38). Konsep adalah suatu unit dasar dari kognisi yang
terbentuk melalui skema pengetahuan, pola koneksi yang digunakan untuk
mengelompokkan objek ke dalam suatu kategori (Churchill, 2017:39) (Fichte,
2015:13) mendefenisikan konsep adalah sebuah intuisi yang menjadi dasar
sebagai suatu kegiatan pasif menjadi aktif. Sehingga pemahaman konsep adalah
suatu pemahaman yang dibangun dari pengetahuan faktual atau contoh untuk
memahami hubungan antra konsep (prisip dan genaralisasi) (Stern, Lauriault, &
Ferraro, 2018:10)
Pemahaman konsep merupakan faktor penting dalam kegiatan
pembelajaran (Santrock, 2011:295). Pemahaman konsep memiliki hubungan yang
erat dalam minat siswa dalam belajar (Höft & Bernholt, 2019:622) dan
pemecahan masalah (Barmby, Bolden, & Thompson, 2014:18). Siswa
membutuhkan pemahaman konsep yang tepat dalam setiap pelajaran.
NCTM (Bartell, Webel, Bowen, & Dyson, 2013:58) menyatakan bahwa
pemahaman konsep merupakan tujuan dasar pembelajaran matematika. Ketika
siswa sudah mengerti konsep matematika maka siswa tersebut akan dengan
mudah menyelesaikan masalah dalam pelajaran matematika.
Hal senada diungkapkan Jacques (2015:1) yang menyatakan bahwa
matematika merupakan suatu subjek yang hierarki dimana pengetahuan suatu
topik merupakan suatu kelanjutan dari topik sebelumnya sehingga siswa harus
mampu memahami pengetahuan yang baru dengan cara memiliki potongan-
potongan informasi mengenai pengetahuan sebelumnya. Matematika merupakan
sebuah pengetahuan dimana pemahaman akan suatu konsep dibangun secara
kumulatif (Beatty, 2011:20).
Matematika dibangun menjadi sebuah pengetahuan yang berantai yang
diawali dengan mendefenisikan suatu objek yang hanya melibatkan berbagai
operasi hitungan (Souza de Cursi, 2015:91). Pengetahuan matematika yang
berantai tersebut mampu membuat siswa memperoleh suatu pemahaman konsep
matematika yang baru.
24
Naidoo (2011:47) menyatakan bahwa siswa mampu menemukan
pengetahuan baru melalui pengetahuan lama yang dialami secara sistematis,
melalui alam dan interaksi sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu pemahaman
konsep matematika tidak harus selalu di dalam kelas, siswa juga mampu
mendapatkannya melalui kegiatan sehari-hari. Siswa mampu membangun secara
alami rasa ingin tahu dan antusiasme terhadap pelajaran matematika pengalaman
mereka. Antusiasme ini diperoleh dengan kegiatan pembelajaran yang interaktif di
dalam kelas.
Pemahaman terhadap konsep dapat membantu siswa untuk
menyederhankan, merangkum dan mengelompokkan informasi. Pemahaman
konsep memiliki peran yang penting dalam pengetahuan matematika. Penekanan
terhadap konsep dapat membuat siswa untuk memperoleh konsep yang permanen
yang diperoleh melalui pengalaman sehingga siswa mampu menghubungkan
suatu konsep dengan konsep yang lain (Ansari, 2016:38). Pemahaman sebuah
konsep dapat dilakukan melalui sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang
menarik. Menurut Dienes (Ansari, 2016), pengajaran konsep matematika
dilakukan melalui enam tahap yaitu bermain bebas, permainan, penelahaan sifat
bersama, penyajian, penyimbolan, dan pemformalan.
Indikator-indikator pencapaian kemampuan pada mata pelajaran
Matematika SMP adalah siswa mampu:
1) menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari
2) mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut
3) mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep
4) menerapkan konsep secara logis.
5) memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep yang
dipelajari
6) menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis
(tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model matematika, atau cara lainnya)
7) mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun di luar matematika.
8) mengembangkan syarat perlu dan /atau syarat cukup suatu konsep.
25
Kemampuan yang akan dicapai pada tujuan termasuk melakukan
algoritma atau prosedur, yaitu kompetensi yang ditunjukkan saat bekerja dan
menerapkan konsep-konsep matematika seperti melakukan operasi hitung,
melakukan operasi aljabar, melakukan manipulasi aljabar, dan keterampilan
melakukan pengukuran dan melukis/menggambarkan /merepresentasikan konsep
keruangan yang meliputi:
1) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur/algoritma
2) memodifikasi atau memperhalus prosedur
3) mengembangkan prosedur
4) menggunakan matematika dalam konteks matematika seperti melakukan
operasi matematika yang standar ataupun tidak standar (manipulasi aljabar)
dalam menyelesaikan masalah matematika
26
Ada beberapa indikator pencapaian kemampuan pada tujuan menggunakan
pola yaitu siswa mampu:
1) mengajukan dugaan (conjecture)
2) menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
3) memberikan alternatif bagi suatu argument
4) menemukan pola pada suatu gejala matematis
Telah dikemukakan bahwa pola pikir matematika sebagai ilmu adalah
deduktif. Sifat- sifat atau teorema yang ditentukan secara induksi atau empiris
kemudian dibuktikan kebenarannya melalui langkah-langkah deduktif
berdasarkan strukturnya. Meskipun pada akhirnya diharapkan siswa mampu
berpikir secara deduktif, namun dalam proses pembelajaran dapat digunakan cara
berpikir induktif. Oleh karena itu, kita perlu memiliki pemahaman yang lebih
mendalam tentang konsep matematika supaya kita dapat beroperasi lebih tersusun
dan efisien bagian aksi sehari-hari. Proses penalaran induktif meliputi bekerja
dengan pola, membuat dugaan serta pembentukan generalisasi.
1. Bekerja dengan pola
Contoh sederhana berikut ini dapat kita gunakan sebagai jembatan untuk
memahami penalaran induktif.
Contoh:
Jika terdaftar huruf-huruf abjad sebagai berikut:
D, B, H, F, L, J, P, N, …, …
Identifikasi dua huruf abjad terakhir pada deretan huruf tersebut!
Jawaban:
Seperti yang kita ketahui bahwa urutan huruf abjad adalah A, B, C, D, E, F,
G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z. Kemudian
lihatlah pola urutan yang terdapat pada permasalahan diatas.Dengan mudah
kita akan memperoleh dua huruf abjad terakhir yakni T dan R.
2. Pola bilangan
Bilangan asli adalah terdiri dari 1, 2, 3, 4, 5, …yang ditulis sebagai
himpunan bilangan asli {1, 2, 3, 4, 5, …}.Dari setiap bilangan asli tersebut,
ada bilangan asli yang habis dibagi 2, namun ada juga yang tidak habis
dibagi 2.Bilangan asli yang habis dibagi 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, …yang
27
ditulis sebagai himpunan bilangan genap {2, 4, 6, 8, 10, …}.Sedangkan
bilangan asli yang tidak habis dibagi 2 adalah 1, 3, 5, 7, 9, … yang ditulis
dengan himpunan bilangan ganjil {1, 3, 5, 7, 9, …}.
Apa yang dapat disimpulkan tentang jumlah dua bilangan ganjil?
Jawabannya adalah bilangan genap.Hal ini dapat dibuktikan dengan
mengambil beberapa contoh penjumlahan 2 bilangan ganjil.
1+1=2 artinya “ganjil + ganjil = genap”
1+3=4 artinya “ganjil + ganjil = genap”
5 + 7 = 12 artinya “ganjil + ganjil = genap”
9 + 11 = 20 artinya “ganjil + ganjil = genap”
23 + 25 = 48 artinya “ganjil + ganjil = genap”
Dan seterusnya…
Jawaban dengan menggunakan cara demikian, yakni mengambil beberapa
contoh yang terbatas untuk kemudian kita membuat kesimpulan umum
(generalisasi), kita katakana sebagai penalaran induktif.
3. Pola geometri
Perhatikan contoh berikut.
Terdapat pola geometri yang berbentuk segitiga seperti gambar 2 berikut.
Gambar 2
Pada gambar 2 tampak bahwa jumlah titik-titik secara berturut-turut adalah
1, 3, 6, dan 10. Pola bilangan seperti ini seringkali disebut sebagai bilangan
segitiga.Kita dapat melihat bahwa:
Pada pola ke-1 : 1=1
Pada pola ke-2 : 1=1+2
Pada pola ke-3 : 1=1+2+3
Pada pola ke-4 : 1=1+2+3+4
Dapatkah anda menduga tiga bilangan selanjutnya secara berturut-turut?
28
Salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini
adalah dengan melihat jarak antara tiap bilangan tersebut.
Kita lihat bahwa selisih antara dua suku berurutan adalah 3. Dengan
demikian, setalah 16 bilangan selanjutnya adalah 19 dan 22.
Contoh yang telah dikemukakan diatas merupakan jenis penalaran
induktif, yaitu merumuskan dugaan dan menggeneralisasikan suku ke-n
dari suatu barisan bilangan.Dengan demikian, penalaran induktif adalah
proses pemberian kesimpulan secara umum dari hasil observasi yang
terbatas.Sebagai catatan, pada penalaran induktif pola kesimpulan yang
diperoleh bisa saja tidak tunggal (tidak unik).
Proses berpikir kreatif siswa bekoordinasi dengan pengalaman
belajarnya. Menurut para ahli pengalaman belajar yang diperoleh setiap
siswa pastinya berbeda-beda, maka ide-ide yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah juga berbeda. Pemilihan strategi dan model
29
pembelajaran juga dapat mempengaruhi proses berpikir kreatif siswa, hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh, bahwa pemilihan strategi
pengajaran yang kurang tepat dapat juga mengganggu proses berpikir
siswa, salah satunya adalah proses berpikir kreatif.
30
penalaran yang berdasarkan sejumlah kasus atau contoh-contoh terbatas yang
teramati. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip
atau pengalaman umum yang menuntun kita kepada kesimpulan untuk sesuatu
yang khusus (Ario, 2016: 2).
Menurut Sumarmo, kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif
diantaranya adalah:
a. Melakukan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
b. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa
validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
pembuktian dengan Induksi matematika.
Menurut Matlin, penalaran deduktif terbagi menjadi dua bagian, yaitu
penalaran kondisional dan penalaran silogisme:
a. Penalaran kondisional
Penalaran Kondisional berkaitan dengan penjelasan “jika … maka …”.
Kata “jika” disebut antisedene, proporsi yang dimunculkan pertama.
Sedangkan kata “maka” disebut konsekuen, artinya proporsi
berikutnya. Definisi dasar dari penalaran kondisional adalah
merupakan relasi dari implikasi yang ditetapkan untuk memahami
makna dari suatu penalaran kondisional, jadi harus mendapatkan
implikasinya.
b. Penalaran silogisme
Penalaran silogisme memiliki bentuk umum berupa dua premis yang
berbentuk implikasi dan kesimpulan dari dua premis tersebut. Yang
dimaksud dalam hali ini, “jika p maka q” sebagai premis pertama
merupakan imlikasi dan “jika q maka r” sebagai premis kedua
merupakan implikasi, maka bentuk umum silogismenya adalah sebagai
berikut:
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: Jika Q maka R
Konklusi: Jika P maka R
31
Beberapa hal yang harus yang harus diperhatikan guru dalam
menggunakan model penalaran pada siswa yaitu guru harus mampu:
1. Membangun suasana yang kondusif untuk memungkinkan siswa dalam
bernalar
2. Membangun peserta didik agar menyadari kekurangan-kekurangan dan
Kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan yang ada.
3. Membantu peserta didik agar lebih terbuka dan peka terhadap
lingkungan.
4. Memberikan stimulus (ransangan) yang akan menawarkan praktik
untuk berpikir yang jernih.
32
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya.
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah, notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Berikut ini beberapa contoh soal kemampuan komunikasi matematis siswa
pada materi kubus dan balok. Setiap soal mengandung indikator kemampuan
komunikasi matematis siswa. Adapun soalnya sebagai berikut ini:
(1) Adi ingin membuat sarang burung yang terbuat dari bambu berbentuk
kerangka kubus yang panjang diagonal sisinya 36 cm. Gambarlah
model kerangka sarang burung yang ingin dibuat Adi!
(2) Pak Sahdi akan membuat kotak tisu dari triplek berbentuk balok yang
berukuran 150 cm x 40 cm x 80 cm. Hitunglah berapa jumlah panjang
triplek yang dibutuhkan untuk membuat kotak hiasan tersebut?
(3) Terdapat sebuah balok B dengan ukuran panjang rusuknya adalah tiga
kali ukuran panjang rusuk balok di samping ini. Hitunglah volume
balok B!
33
soal yang nomor 3, dinyatakan dalam indikator, kemampuan menjelaskan
penyelesaian ide-ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan ke
dalam model matematika tersebut dalam bentuk penulisan secara
matematik (menulis). Siswa mengapresiasi nilai-nilai yang terdapat pada
gambar untuk dapat mengembangkan pemahaman dasar dan menggunakan
aturan-aturannya dalam mengembangkan ide matematika (Siregar, 2018:
4&10).
Berikut diberikan contoh soal cerita untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis pada aspek menulis, menggambar, dan ekspresi
matematika. Tujuh tahun yang lalu umur ayah sama dengan 6 kali umur Budi.
Empat tahun yang akan datang 2 kali umur ayah sama dengan 5 kali umur Budi
ditambah 9 tahun.
a) Buatlah model matematika dari masalah tersebut!
b) Berapa umur ayah sekarang?
c) Bagaimana kamu memperolehnya? Jelaskan jawabanmu!
Pertanyaan dari soal ini mengukur aspek-aspek ekpresi matematika dan
menulis yang merupakan indikator dalam kemampuan komunikasi
matematis. Sehingga soal ini bisa digunakan untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis. Keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
tersebut dengan membuat model matematikanya, akan menggambarkan
aspek ekspresi matematika. Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
dengan cara dan bahasnya sendiri adalah gambaran dari aspek menulis.
Pemberian skor dalam mengukur kemampuan komunikasi matematis
biasanya menggunakan rublik holistik. Di mana rubrik holistik merupakan
konstruksi yang mengandung berbagai tingkat kinerja yang
menggambarkan kualitas tugas, kuantitas tugas, atau keduanya.
34
yang rendah mungkin dapat memengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya
dan sikap cenderung labil. Sikap terjadi melalui proses akomodasi dan asimilasi
pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak siswa, seperti pendapat Pieget,
sikap dijadikan menjadi referensi dalam menanggapi objek atau subjek di
lingkungannya. Tidak semua informasi dapat memengaruhi sikap. Informasi yang
dapat memengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media
informasi yang bersangkutan.
Berkaitan dengan sikap positif siswa terhadap matematika, beberapa
pendapat, antara lain Ruseffendi (1988), mengatakan bahwa anak-anak
menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan
matematika yang sederhana. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap
matematika memiliki ciri antara lain terlihat sungguh-sungguh dalam belajar
matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi
aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas tugas pekerjaan rumah dengan tuntas, dan
selesai pada waktunya.
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika pada kurikulum 2013 yang
tercakup pada Salinan Lampiran III Permendikbud No. 58 Tahun 2014 yaitu
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari
yang meliputi :
1. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi adalah
hal yang harus kita miliki, karena dengan rasa ingin tahu yang tinggi kita
menjadi penasaran dengan sesuatu yang belum kita mengerti tersebut dan
selalu berusaha mencari jawaban dari semua pertanyaan yang ada
dipikiran kita.
2. Bersikap penuh perhatian dalam belajar matematika. Perhatian merupakan
hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran. Perhatian merupakan
proses dalam belajar dimana seseorang memilih dan merespon dari sekian
banyak rangsangan yang diterima dari lingkungan sekitarnya. Perhatian
mempunyai peranan penting daam kegiatan belajar, karena tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi proses pembelajaran. Oleh karena itu,
perhatian hendaknya dimiliki siswa selama proses pembelajaran,
khususnya dalam pembelajaran matematika.
35
3. Bersikap antusias dalam belajar matematika. Antusias belajar adalah sikap
positif berupa perasaan senang luar biasa dan bersemangat dalam belajar
yang dapat bersumber dari diri sendiri secara spontan atau melalui
pengalaman terlebih dahulu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Antusias ditandai dengan adanya respon, perhatian, kemauan, konsentrasi,
dan kesadaran untuk melibatkan diri dalam proses belajar mengajar yang
sedang berlangsung. Antusias siswa dalam belajar matematika juga
diperlukan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.
4. Bersikap gigih dalam menghadapi permasalahan. Bersikap gigih dalam
menghadapi permasalahan diantaranya yaitu tidak merasa putus asa
melainkan lebih tertantang untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan
tidak merasa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan.
5. Memiliki rasa penuh percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan
masalah. Kepercayan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Siswa yang memiliki
kepercayaan diri akan menyukai dan memiliki motivasi yang lebih untuk
mempeajari matematika sehingga prestasi yang diperoleh pun bisa
optimal. Sebaliknya siswa yang tidak percaya akan kemampuan dirinya
sendiri akan selalu merasa tidak bisa menyelesaikan setiap permasalahan
matematis dikelas maupun permasalahan sehari-hari yang dihadapi.
2.3.6. Memiliki Sikap dan Perilaku yang Sesuai dengan Nilai Dalam
Matematika dan Pembelajarannya
Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak sesuatu konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika
dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya
dilakukan secara dedukatif aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa secara
berbeda-beda, mumngkin menerima dengan atau sebaliknya. Nilai Karakater yang
dapat dikembangakan dalam pembelajaran matematika adalah nilai-nilai positif
yang tidak terlepas dari hakikat matematika itu sendiri. Adapun beberapa nilai
karakter yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika adalah
sebagai berikut:
36
1. Karakter disiplin dalam belajar matematika adalah seseorang yang
diharapkan mampu bekerja secara teratur dan tertib dalam
menggunakan aturan –aturan dan konsep-konsep.
2. Karakter jujur yang dapat membentuk jiwa seseorang, bahwa
seseorang tidak akan mudah percaya pada isu-isu yang tidak jelas
sebelum ada pembuktian.
3. Karakter kerja keras dapat membentuk sikap tidak mudah menyerah
terus berjuang untuk menghasilkan suatu jawaban yang benar, dalam
menggunakan aturan-aturan dan konsep-konsep.
4. Karakter kreatif dalam menyelesaikan persoalan akan terbiasa
memunculkan ide yang kreatif yang dapat membantunya menjalani
kehidupan secara lebih efektif dan efisien.
5. Memunculkan rasa ingin tahu dalam mematika akan mengakibatkan
seseorang terus belajar sepajang hidupnya, terus berupaya menggali
informasi-informasi terkait lingkungan disekitarnya, sehingga
menjadikan kaya akan wawasan dan ilmu pengetahuan. Rasa ingin
tahu membuat seseorang mampu menelaah keterkaitan, perbedaan dan
analogi, sehingga diharapkan mampu menjadi a good problems solver
(mampu menyelesaikan masalah dengan baik)
6. Karakter mandiri dalam menghadapi tantangan, berbagai permasalahan
yang menuntut kita untuk menemukan solusi atau penyelesaiannya.
Untuk itu peserta didik harus mampu memiliki sikap yang tidak mudah
bergantung pada orang lain, namun berupaya secara mandiri untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi dengan baik.
7. Kebiasaan disiplin dalam bernalar yang terbentuk dalam memperlajari
matematika melahirkan suatu sikap tanggung jawab atas pelaksanaan
kewajiban yang seharusnya dilakukan, baik tanggung jawab terhadap
diri sendiri, masyarakat, negara dan Tuhan Yang Maha Esa
(Depdiknas, 2006).
8. Sikap terjadi melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan,
pengalaman, dan nilai ke dalam otak siswa, seperti pendapat Pieget
sikap dijadikan menjadi referensi dalam menanggapi objek atau subjek
37
di lingkunganya. Tidak semua informasi dapat memperngaruhi sikap.
Informasi yang dapat memengaruhi sikap sangat tergantung pada isi,
sumber, dan media informasi yang bersangkutan.
9. Berkaitan dengan sikap positif siswa terhadap matematika, beberapa
pendapat para ahli, antara lain Ruseffendi (1988), mengatakan bahwa
anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka
berkenalan dengan matematika yang sedarhana. Makin tinggi tingkatan
sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan
semakin berkurang minatnya.
38
(2) Tentukan titik awal pengukuran, beri tanda dengan batu atau benda
lain,
(3) Siapkan kertas dan pensil atau spidol,
(4) Ajak anak untuk mengukur panjang dan lebar halaman dengan langkah
kaki anak (dapat dicontohkan terlebih dahulu),
(5) Damping anak selama proses pengukuran, setiap anak melangkah ajak/
bombing/amati anak untuk mengitung banyak langkah yang ditempuh
untuk mengukur panjang/lebar halaman,
(6) Setelah selesai, ajak/bombing/amati anak untuk menuliskan ukuran
panjang/lebar halaman.
Catatan:
1. Sesuaikan panjang/lebar halaman dengan kemampuan/usia anak,
apabila halaman terlalu luas ajak anak mengukur setengah panjang
halaman atau sesuai dengan kemampuan anak.
2. Alat ukur boleh diganti langkah kaki, jengkal, tongkat, penggaris,
meteran. Sesuaikan dengan alat yang dimiliki dan kemampuan anak.
c. Ketiga kegiatan matematika diruang tamu yaitu mencari “Benda apa saja
yang berbentuk Segi Empat di ruang tamu”? Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
(1) Ajak anak ke ruang tamu, minta anak untuk mengganti benda-benda
yang ada diruang tamu.
(2) Minta anak untuk menemukan benda-benda yang bebentuk segi empat
yang ada diruang tamu.
(3) Foto semua benda berbentuk segi empat yang berhasil anak temukan
diruang tamu.
Catatan: kegiatan main boleh diganti dengan menemukan bentuk segitigas,
segiempat atau persegi panjang. Sesuaikan dengan kemampuan anak dan
ketersediaan benda yang ada dirumah.
d. Keempat melakukan kegiatan matematika diruang dapur yaitu
“menyusun pola sederhana”
Alat dan bahan: sendok 10 buah, garpu 10 buah, alas Koran, plastic atau
alas lainnya.
39
Langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Bentangkan koras/alas yang lain didapur (atau meja makan),
(2) Siapkan sendok tau garpu di pinggir koran,
(3) Tata urutan sendok dan garpu dengan pola AB AB (misalnya sendok,
garpu, sendok, garpu)
(4) Ajak anak kedapur, minta anak untuk melanjutkan pola yang di susun,
(5) Damping anak selama menyusun pola sedarhana,
(6) Foto hasil pola yang telah disusun anak.
Catatan: sendok dan garpu bisa diganti denga benda lain misalnya gelas,
piring, tutup gelas. Sesuaikan pola dengan usia anak, anak yang lebih
tinggi usianya bosa dikenalkan dengan pola lain, misalnya ABC ABC,
ABCD ABCD, dan lain-lain.
40
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Objek langsung pembelajaran matematika sekolah berupa fakta, konsep,
prinsip, dan keterampilan. Objek kajian matematika berupa fakta yaitu
konvensi-konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan dalam
symbol-symbol tertentu. Proses pembelajaran yang berkait dengan fakta,
penekanannya agar siswa dapat mengikuti atau mencontoh kesepakatan yang
ada. Objek kajian matematika berupa konsep yaitu ide abstrak yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan sekumpulan objek. Pada pembelajaran
konsep, penekanannya adalah pada pemahaman siswa sehingga mereka dapat
membedakan bangun datar yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga.
Objek kajian berupa prinsip yaitu objek kajian matematika yang lebih
komplek. Pada proses pembelajaran prinsip, penekanannya adalah pada
kemampuan untuk mengingat rumus atau prinsip yang ada, memahami
konsep yang ada pada prinsip tersebut, serta penggunaan yang tepat dari
rumus tersebut. Pada proses pembelajaran keterampilan, penekanannya
adalah pada urut-urutan prosedur atau aturan pengerjaannya.
2. Penanaman konsep dasar yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika,
ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat
mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata
“mengenal”. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih mema-hami suatu konsep
matematika.Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep dan pemahaman konsep.Pembelajaran pembinaan
keterampilan bertujuan agar siswa lebih te-rampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika.
3. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tujuan mata pelajaran matematika adalah
sebagai berikut: Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
41
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh. Mengomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah. Mampu mengaplikasikan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-
hari, memiliki rasa ingin tahu, dan memilki semangat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak sesuatu konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika
dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya
dilakukan secara dedukatif aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa
secara berbeda-beda, mumngkin menerima dengan atau sebaliknya.
3.2. Saran
Untuk memahami lebih lanjut tentang “Materi Pembelajaran Matematika
kedalam Objek Matematika, Tahapan dan Tujuan Pembelajaran Matematika”
kami harap pembaca dapat mencari sumber-sumber lain di internet berupa buku,
jurnal, makalah, artikel dan sebagainya terkait mengenai materi Pembelajaran
matematika kedalam Objek Matematika, Tahapan dan Tujuan Pembelajaran
Matematika untuk menambah wawasan dan memberikan saran, agar ketika
membaca pembaca menemukan kesalahan pembaca dapat memperbaikinya.
Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita lebih memahami
tentang wawasan pengelolaan pendidikan yang lebih mendalam. Mohon
permakluman dari semuanya jika dalam makalah kami ini masih terdapat banyak
kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tiadalah sesuatu yang
sempurna yang bisa manusia ciptakan.
42
DAFTAR PUSTAKA
43