Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASESMEN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

“SOAL UNTUK PENILAIAN HASIL DAN PROSES PEMBELAJARAN


MATEMATIKA”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran

Dosen Pengampu:
Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd.
Dr. Dra. Gusti Ayu Mahayukti, M.Si.

Oleh:
Kelompok 4

Luh Made Gita Laksmi (2213011045); 3D


I Gusti Shri Agung Indiragany Jayaningrat (2213011065); 3D
Dea Putri Azahra (2213011091); 3E
Siti Nur Rohmah (2006310009); 3D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Soal Untuk Penilaian Hasil
Dan Proses Pembelajaran Matematika” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Asesmen dan Evaluasi
Pembelajaran yang diampu oleh Ibu Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd dan Ibu Dr. Dra. Gusti
Ayu Mahayukti, M.Si. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang jenis tes dan non-tes sebagai alat evaluasi untuk penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika serta contoh soal subjektif, objektif dan contoh angket (non-tes) pada
pembelajaran matematika bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari
bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini mengingat kemampuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Selasa, 5 September 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................. 3
2.1 Evaluasi Pembelajaran ............................................................................................ 3
2.1.1 Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran ................................................................... 3
2.1.2 Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran .................................................. 4
2.1.3 Prinsip Evaluasi Pembelajaran ...................................................................... 6
2.2 Tes Sebagai Alat Evaluasi Untuk Penilaian Hasil Dan Proses Pembelajaran
Matematika .................................................................................................................... 6
2.2.1 Tes Objektif ................................................................................................... 8
2.2.2 Tes Subjektif .................................................................................................. 10
2.3 Angket (Non-Tes) Sebagai Alat Evaluasi Untuk Penilaian Hasil Dan Proses
Pembelajaran Matematika ............................................................................................. 12
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................ 17
3.1 Soal Untuk Penilaian Hasil Dan Proses Pembelajaran Matematika ....................... 17
3.1.1 Soal Tes Objektif ........................................................................................... 17
3.1.2 Soal Tes Subjektif .......................................................................................... 21
3.2 Contoh Angket (Non-Tes) ....................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 27
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 27
4.2 Saran ........................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Soal Tes Objektif Benar-Salah ................................................................ 18


Tabel 2. Contoh Soal Tes Objektif Menjodohkan .............................................................. 20
Tabel 3. Angket Terstruktur ................................................................................................ 25
Tabel 4. Angket Tidak Terstruktur ..................................................................................... 26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi Asesmen Proyek ............................................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Dengan demikian, salah satu
kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik adalah kemampuan mengadakan
evaluasi, baik dalam proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajar. Kemampuan
melaksanakan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang hendaknya
dikuasai oleh seorang pendidik maupun calon pendidik sebagai salah satu kompetensi
profesionalnya.
Dengan melakukan evaluasi, kita dapat menilai kualitas pendidikan dan
mengidentifikasi kelemahan serta kekurangan yang ada. Evaluasi juga membantu kita
menemukan solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan ke depan. Terdapat beragam
alat dan metode yang dapat digunakan dalam proses evaluasi pembelajaran, dan salah
satunya adalah tes tertulis. Tes tertulis adalah bentuk evaluasi yang umum digunakan di
berbagai tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, dan dapat
diterapkan dalam berbagai mata pelajaran, termasuk matematika.
Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan di
Indonesia. Mata pelajaran ini memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan juga
memiliki aplikasi yang relevan dalam dunia kerja. Selain itu, matematika juga memiliki
fungsi penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan matematis peserta
didik, sehingga mereka dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sayangnya,
banyak peserta didik saat ini menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit,
sehingga mengakibatkan matematika menjadi mata pelajaran yang dibenci oleh peserta
didik. Hal ini berdampak pada pemahaman konsep dan hasil belajar yang rendah. Namun,
rendahnya pemahaman konsep dan hasil belajar peserta didik tidak hanya disebabkan oleh
tingkat kesulitan materi, tetapi juga dipengaruhi oleh alat evaluasi dan metode penyajian
tes yang kurang tepat dalam menilai hasil dan proses pembelajaran matematika. Oleh
karena itu, dengan disusunnya makalah yang berjudul “Soal Untuk Penilaian Hasil Dan
Proses Pembelajaran Matematika” ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pendidik
1
dalam pembuatan soal evaluasi yang sesuai sebagai alat penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat
merumuskan rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimana ciri-ciri, fungsi dan tujuan, serta prinsip dari evaluasi pembelajaran?
3. Apa saja jenis tes sebagai alat evaluasi untuk penilaian hasil dan proses pembelajaran
matematika?
4. Apa saja jenis non-tes sebagai alat evaluasi untuk penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika?
5. Bagaimana soal untuk penilaian hasil dan proses pembelajaran matematika?
6. Bagaimana contoh angket (non-tes)?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna dari evaluasi pembelajaran.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri, fungsi dan tujuan, serta prinsip dari evaluasi pembelajaran.
3. Untuk mengetahui jenis tes sebagai alat evaluasi untuk penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika.
4. Untuk mengetahui jenis non-tes sebagai alat evaluasi untuk penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika.
5. Untuk mengetahui soal untuk penilaian hasil dan proses pembelajaran matematika.
6. Untuk mengetahui contoh angket (non-tes).

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Evaluasi Pembelajaran


Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah
evaluasi sinonim dengan penilaian. Pengertian evaluasi menurut beberapa ahli sebagai berikut:
a. Evaluasi menurut Popham (1974) merupakan penilaian terhadap data yang
dikumpulkan melalui kegiatan asesmen.
b. Menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan
hasil pengukuran. Calengosi (1995) juga menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan
sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes
maupun non-tes.
c. Arifin (2013:5) mengemukakan bahwa pada hakikatnya evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada
sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu
keputusan.
d. Arikunto (2021) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Secara garis besar dapat
dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari
itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran
telah dicapai oleh peserta didik.
Secara umum evaluasi adalah suatu proses menilai, mengukur, mengoreksi dan
perbaikan pada suatu kegiatan yang diselenggarakan dengan membandingkan proses rencana
dengan hasil yang dicapai. Sementara, evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan
nilai pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian
pembelajaran. Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat
keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan
secara kuantitatif, sedangkan penilaian yang dimaksud di sini adalah proses pembuatan
keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.
2.1.1 Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran
3
Ada lima ciri evaluasi pembelajaran sebagaimana diungkapkan Suharsimi (2002:11),
yaitu:
1. Ciri pertama, evaluasi dilakukan secara tidak langsung. Sebagai contoh mengetahui
tingkat inteligen seorang anak, akan mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan
menyelesaikan soal-soal. Dengan acuan bahwa tanda-tanda anak yang inteligen adalah
anak yang mempunyai:
a. Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
b. Kemampuan untuk menggunakan bahasa yang baik.
c. Kemampuan untuk menanggap sesuatu yang baru (cepat mengikuti pembicaraan
orang lain).
d. Kemampuan untuk mengingat-ingat.
e. Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan).
f. Kemampuan untuk berfantasi.
2. Ciri kedua yaitu penggunaan ukuran kuantitatif. Evaluasi pembelajaran bersifat
kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran.
Setelah itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif. Contoh: dari hasil pengukuran,
Tika mempunyai IQ 125, sedangkan IQ Tini 105. Dengan demikian maka Tika dapat
digolongkan sebagai anak yang pandai, sedangkan Tini anak yang normal.
3. Ciri ketiga dari evaluasi pembelajaran, yaitu bahwa penilaian menggunakan, unit-unit
untuk satuan-satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal.
4. Ciri kempat adalah bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu
waktu ke waktu yang lain. Contoh: hasil ulangan yang diperoleh Mianti hari Senin
adalah 80. Hasil hari Selasa 90. Tetapi hasil ulangan hari Sabtu hanya 50.
Ketidaktetapan hasil penilaian ini disebabkan karena banyak faktor. Salah satunya,
mungkin pada hari Sabtu Mianti sedang risau hatinya menghadapi malam Minggu sore
harinya.
5. Ciri kelima dalam evaluasi pembelajaran adalah bahwa dalam evaluasi pembelajaran
itu sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun sumber kesalahan dapat ditinjau dari
berbagai faktor yaitu:
a. Terletak pada alat ukurnya.
b. Terletak pada orang yang melakukan penilaian.
c. Terletak pada anak yang dinilai.
d. Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung.
2.1.2 Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
4
Secara umum tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan
efisiensi sistem pembelajaran secara luas. Sistem pembelajaran dimaksud meliputi: tujuan,
materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
Chittenden (1994) secara sederhana mengklasifikasikan tujuan penilaian (assessment purpose)
adalah untuk (1). keeping track, (2). checking-up, (3). finding-out, and (4). summing-up.
Keempat tujuan tersebut oleh Arifin (2013:15) diuraikan sebagai bertikut:
1. Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai
dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam
proses pembelajaran dan kekurangan-kekurangan peserta didik selama mengikuti
proses pembelajaran.
3. Finding-out, yaitu untuk mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan kesalahan
atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga guru dapat dengan
cepat mencari alternatif solusinya.
4. Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk
menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.
Selanjutnya, Anas Sudijono (2003), memposisikan fungsi evaluasi pembelajaran
menjadi dua fungsi, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Kedua fungsi tersebut, antara lain:
a. Fungsi Umum
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga
macam fungsi pokok, menurut Anas Sudijono (2003:8) yaitu:
1. Mengukur kemajuan;
2. Penunjang penyusunan rencana; dan
3. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
b. Fungsi Khusus
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi,
yakni:
1. Segi Psikologis.
2. Segi Didaktik.
3. Segi Administratif.
Adapun fungsi evaluasi pembelajaran yang dikemukakan oleh Chabib Thoha (1991)
dilihat dari kepentingan masing-masing pihak, yakni:
a. Fungsi evaluasi bagi guru
5
1. Mengetahui kemampuan belajar peserta didik.
2. Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam
kelompoknya.
3. Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran.
4. Memperbaiki proses belajar mengajar.
b. Fungsi evaluasi bagi peserta didik
1. Mengetahui kemampuan dan hasil belajar.
2. Memperbaiki cara belajar.
3. Menumbuhkan belajar dalam motivasi.
2.1.3 Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Ada tiga prinsip dasar dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran agar terlaksana
dengan baik, yaitu:
1. Prinsip Komprehensif
Prinsip ini juga disebut dengan prinsip keseluruhan, yakni pelaksanaan evaluasi
pembelajaran dilaksanakan secara bulat, utuh, dan menyeluruh. Evaluasi pembelajaran
tidak boleh dilakukan secara terpisah, harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat
menggambarkan perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik.
2. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini juga disebut sebagai prinsip kesinambungan, yaitu evaluasi pembelajaran
yang dilakukan secara periodik, teratur dan sambung-menyambung. Dengan evaluasi
yang dilaksanakan secara teratur, terencana, dan terjadwal maka dimungkinkan
diperoleh informasi yang menggambarkan kemajuan atau perkembangan peserta didik.
3. Prinsip Objektivitas
Yang dimaksud prinsip objektivitas adalah hasil evaluasi pembelajaran dikatakan baik
jika dapat terlepas dari faktor-faktor yang bersifat sebjektif. Dalam melaksanakan
pembelajaran guru harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam evaluasi pembelajaran
tersebut agar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat, sehingga guru
dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya baik tetapi nyatanya tidak
berhasil meningkatkan proses belajar peserta didik.

2.2 Tes Sebagai Alat Evaluasi Untuk Penilaian Hasil Dan Proses Pembelajaran
Matematika
Tes menurut Cronbach (1984) merupakan prosedur sistematis untuk mengamati
perilaku individu dan menjelaskan perilaku tersebut dengan bantuan skala numerik atau
6
kategori. Tes digunakan untuk mengukur perilaku dan hasil pengukuran digunakan untuk
menginterpretasikan perilaku tersebut. Misalnya, hasil tes menyatakan bahwa siswa mampu
menjawab dengan benar 80% tes kemampuan numerik. Hasil tersebut merupakan skala
numerik yang digunakan untuk menjelaskan kemampuan numerik siswa. Siswa mendapatkan
skor 75 dalam tes gaya belajar. Hasil tersebut kemudian digunakan untuk mengategorikan gaya
belajar siswa, apakah masuk audio, visual, atau kinestetik. Secara lebih operasional dapat
dikatakan bahwa tes digunakan untuk mengukur berbagai variabel psikis, seperti prestasi,
kemampuan, keterampilan, sikap, motivasi, gaya belajar, gaya kognitif, gaya berpikir,
ketahanmalangan, dan berbagai variabel psikis lainnya, yang mana hasil pengukurannya
digunakan untuk menjelaskan karakteristik atau perilaku individu terkait variabel-varibel
tersebut.
Pengategorian tes sudah banyak dilakukan, salah satunya dibuat oleh Fernandes (1984)
yang mengategorikan tes ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) tes yang mengukur tampilan
maksimum dan 2) tes yang mengukur tampilan khusus atau tipikal. Tes kecerdasan atau tes
intelegensi, tes bakat, dan tes prestasi belajar tergolong tes yang mengukur tampilan
maksimum. Responden dianjurkan untuk memperoleh skor terbaik yang mungkin bisa diraih.
Jadi tes tampilan maksimum mengukur kemampuan atau kinerja maksimum yang bisa
diperoleh individu. Berbeda dengan tes tampilan maksimum, tes tampilan khusus
menginvestigasi karakteristik khusus dari individu. Tes tampilan khusus cenderung
mengidentifikasi kebiasaan, gaya, atau karakteristik individu lainnya yang sejenis. Tes
kepribadian, tes minat, dan skala sikap merupakan contoh tes tampilan khusus.
Ada dua jenis tes, yaitu tes standar atau tes baku dan tes non-standar. Tes standar adalah
tes yang telah disiapkan oleh para ahli melalui prosedur yang sistematis, sudah melalui proses
standardisasi, serta sudah dipublikasikan. Tes non-standar adalah tes yang dikembangkan untuk
kepentingan penelitian atau pembelajaran yang umum dikenal dengan tes buatan guru, tetapi
tidak melalui prosedur selengkap tes standar. Baik tes untuk kepentingan penelitian maupun
tes buatan guru sebenarnya juga dikembangkan melalui proses yang sistematis tetapi hanya
sampai pada validasi, tidak sampai proses pada proses standardisasi. Tes buatan guru disusun
oleh guru berdasarkan taksonomi yang ingin diukur dari unjuk kerja individu setelah
mempelajari sesuatu. Tes untuk kebutuhan penelitian juga disusun berdasarkan taksonomi yang
ingin diukur sesuai dengan tujuan penelitian.
Ada beberapa bentuk tes yang umum digunakan untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, atau hasil belajar lainnya, baik untuk kepentingan pembelajaran maupun untuk
kepentingan penelitian. Secara umum, bentuk tes dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu tes
7
objektif dan tes subjektif. Tes objektif umumnya bersifat dikotomi karena hanya memiliki dua
alternatif jawaban, yakni jawaban benar atau jawaban salah. Tes subjekif bersifat non-dikotomi
karena jawabannya tidak hanya ada pada posisi salah atau benar saja, melainkan ada pada
rentangan tertentu, misalnya salah total, benar 25%, benar 50%, benar 75%, sampai dengan
benar 100% atau rentangan yang lain. Tes objektif disertai dengan kunci jawaban sebagai
pedoman untuk penskoran (pengoreksian), sedangkan tes subjektif disertai dengan rubrik
penilaian untuk penskoran. (Sri Mertasari, 2021: 18-20)
2.2.1 Tes Objektif
Tes objektif adalah bentuk tes yang memberikan alternatif jawaban kepada responden.
Responden diberi peluang untuk memilih alternatif jawaban yang disediakan. Ada beberapa
bentuk tes objektif, antara lain: tes benar salah, tes pilihan ganda, tes pilihan ganda asosiasi, tes
hubungan antar hal, tes menjodohkan, tes jawaban singkat dan tes melengkapi (isian). (Sri
Mertasari, 2021: 20-21)
a. Tes Benar Salah (True-False)
Tes benar salah adalah tes yang memuat butir-butir pernyataan (statement). Butir
pernyataan tersebut ada yang bernilai benar dan ada yang bernilai salah. Responden hanya
menuliskan atau menandai kode tertentu pada setiap butir pernyataan yang menyatakan butir
pernyataan itu benar atau salah. Misalnya dengan menuliskan atau menandai huruf B pada butir
pernyataan yang benar dan menuliskan atau menandai huruf S pada butir pernyataan yang
salah.
b. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat serangkaian informasi yang belum lengkap,
dan untuk melengkapinya responden diberi tugas memilih jawaban dari berbagai alternatif
pilihan yang sudah disediakan. Pilihan jawaban umumnya disebut option, dapat dibuat
sebanyak 3, 4 atau 5. Banyak pilihan disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pilihan
diberi kode a, b, c, d, dan e untuk lima alternatif jawaban; a, b, c, dan d untuk empat pilihan;
atau a, b, dan c untuk tiga pilihan. Responden hanya menulis, melingkari atau memberi tanda,
bisa silang (x) atau centang () pada nomor pilihan jawaban. Bentuk tes pilihan ganda
merupakan bentuk tes yang paling umum digunakan dalam penelitian.
c. Tes Pilihan Asosiasi
Tes pilihan asosiasi merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda. Tes pilihan asosiasi
juga terdiri dari satu pertanyaan atau pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja
terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
d. Tes Hubungan antara Hal
8
Tes hubungan antara hal adalah soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan pola
pernyataan-sebab-alasan.
e. Menjodohkan
Dalam bentuk tradisional, tes menjodohkan terdiri dari dua kolom yang paralel. Tiap
kata, bilangan, atau simbol pada satu kolom dijodohkan dengan kalimat, frasa, atau kata dalam
kolom yang lain. Butir pada kolom di mana pernyataan dicari disebut premis, sedangkan kolom
dimana pilihan dicari disebut respons. Tugas siswa adalah memasangkan antara premis dengan
respons berdasarkan aturan yang ditentukan. Penggunaan butir tes menjodohkan terbatas pada
mengukur informasi faktual berdasarkan asosiasi sederhana. Apabila hasil belajar menekankan
pada pemahaman untuk mengidentifikasikan hubungan antara dua hal, yang mana sejumlah
premis dan respons homogen bisa diperoleh, maka butir tes menjodohkan sangat tepat untuk
digunakan.
Sebaliknya, apabila hasil belajar menekankan pada pemahaman untuk
mengidentifikasikan hubungan antara dua hal, yang mana sejumlah premis dan respons
homogen sulit diperoleh, maka butir tes menjodohkan kurang tepat untuk digunakan. Premis
dan respons yang heterogen memberi peluang kepada siswa untuk menebak jawaban
berdasarkan konteksnya, bukan karena mereka menguasai materi dengan benar. Misalnya,
dalam satu instrumen terdapat satu butir terkait nama orang, butir yang lain terkait tumbuhan,
butir lain terkait teknologi. Kondisi ini memberi arah kepada responden untuk menebak
jawaban. Padahal mereka tidak tahu dengan pasti jawaban yang benar.
f. Tes Jawaban Singkat
Tes jawaban singkat memuat butir tes yang bisa dijawab dengan kata, frasa, bilangan,
atau simbol. Butir tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta
untuk memberi jawaban secara singkat, tepat, dan jelas. Butir jawaban singkat cocok untuk
mengukur berbagai hasil belajar yang relatif sederhana.
Keuntungan butir tes jawaban singkat adalah dalam penyusunan karena mengukur hasil
belajar yang relatif sederhana. Kecuali pada pemecahan masalah-masalah matematika atau
ilmu pengetahuan alam, butir tes jawaban singkat hampir selalu mengukur ingatan.
g. Tes Melengkapi (Isian)
Butir tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe butir
tes yang bisa dijawab dengan kata, frasa, bilangan, atau simbol. Bedanya, butir tes melengkapi
merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi pernyataan
tersebut. Butir tes melengkapi juga cocok untuk mengukur berbagai hasil belajar yang relatif
sederhana.
9
Sama halnya dengan butir tes jawaban singkat, butir tes melengkapi merupakan butir
tes yang paling mudah dalam penyusunan karena mengukur hasil belajar yang relatif
sederhana. Kecuali pada pemecahan masalah-masalah matematika atau ilmu pengetahuan
alam, butir tes melengkapi hampir selalu mengukur ingatan. Keuntungan butir tes melengkapi
adalah siswa harus memberikan jawaban sehingga menghindari tindakan siswa menebak
jawaban.
2.2.2 Tes Subjektif
Jika tes objektif memberi alternatif jawaban kepada responden, maka tes subjektif
memberi peluang kepada responden untuk menjawab butir tes sesuai dengan cara masing-
masing. Responden dapat berkreasi mengembangkan idenya untuk menjawab butir tes.
Akibatnya, jawaban yang diberikan oleh responden sangat beragam. Subjektivitas responden
bisa muncul saat mereka memberikan jawaban. Variabilitas jawaban dari responden menjadi
masalah dalam penskoran, karena subjektivitas penilai juga bisa muncul. Istilah tes subjektif
digunakan karena adanya subjektivitas responden maupun penilai bisa muncul. Kendati
demikian, keterampilan penyusun tes dalam melakukan pendeskripsian dan pembatasan butir
tes disertai dengan penyediaan rubrik yang memadai, istilah subjektivitas tidak signifikan
pengaruhnya, terhadap hasil tes.
Penskoran instrumen tes subjektif, seperti tes uraian atau tes kinerja tidak berpedoman
pada kunci jawaban, melainkan berpedoman pada rubrik penilaian. Rubrik dalam konteks
penilaian merupakan deskripsi terperinci tentang kinerja dan kriteria untuk menilainya (Arend,
2012). Hal ini terjadi karena pada tes uraian atau tes kinerja tidak terdapat skor yang pasti
terhadap jawaban responden, melainkan terdapat rentangan skor dari jawaban yang paling
benar sampai dengan jawaban yang paling salah atau dari produk yang paling baik sampai
dengan produk yang paling jelek atau dari proses yang paling tepat sampai proses yang paling
tidak tepat. (Sri Mertasari, 2021: 25-26)
a. Tes Uraian (Essay)
Selain digunakan dalam pembelajaran, tes uraian adalah salah satu bentuk tes yang
digunakan juga dalam instrumen penelitian. Tes ini digunakan biasanya pada subjek penelitian
yang sifatnya kecil. Tes ini juga dimaksudkan untuk melihat berbagai kemampuan yang
dimiliki responden dalam bentuk tertulis. Butir tes uraian menuntut siswa untuk
mengorganisasikan dan menyajikan jawaban dalam bentuk uraian (essay). Tes uraian masih
diklasifikasikan lagi menjadi beberapa bentuk, yaitu uraian bebas dan uraian terstruktur.
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kebebasan siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal.
1) Tes Uraian Bebas
10
Tes uraian bebas memberikan kebebasan kepada siswa untuk memberikan opini serta alasan
yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan tertentu.
2) Tes Uraian Terstruktur atau Terbatas
Tes uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk memberikan jawaban terhadap
soal dengan persyaratan atau batasan tertentu. Persyaratan atau pembatasan bisa kuantitas,
metode, teknik, cakupan, wilayah, dan sebagainya. Persyaratan atau batasan soal pada tes
uraian terstruktur membatasi responden untuk berkreasi mengembangkan jawaban. Dengan
demikian respons atau jawaban yang diberikan relatif lebih mudah untuk dikoreksi, sehingga
skor yang diperoleh responden lebih mendekati kebenaran. Hanya saja, kalau yang dituntut
adalah kreativitas responden, maka bentuk uraian terstruktur menjadi kurang tepat
dibandingkan dengan uraian bebas.
b. Tes Kinerja
Tes kinerja (performance test) adalah tes yang dapat digunakan untuk mengukur
kualitas suatu pekerjaan yang terselesaikan, keterampilan dan ketepatan dalam melakukan
operasi, kecepatan dan kemampuan dalam merencanakan pekerjaan atau identifikasi
komponen (Denova 1979). Bahkan dengan kalimat yang lebih sederhana, Callahan dan Clark
(1977) menyebutkan bahwa tes kinerja meliputi observasi terhadap perilaku tertentu yang bisa
dikerjakan atau evaluasi terhadap produk suatu perilaku. Jadi tes kinerja adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kualitas produk hasil belajar atau keterampilan untuk melakukan
suatu aktivitas hasil belajar.
Beberapa keunggulan tes kinerja antara lain: 1) dapat secara efektif mengevaluasi
keterampilan yang tidak bisa diukur dengan tes objektif atau uraian, seperti kemampuan
memprogram komputer, kemampuan menyususn naskah, kemampuan mendesain grafik,
kemampuan mendesain web, atau kemampuan membuat produk kayu; 2) lebih natural, lebih
langsung, dan keterampilan yang bisa dievaluasi lebih lengkap; dan 3) lebih mampu dan
bahkan lebih direkomendasikan untuk mengevaluasi pembelajaran yang memiliki aplikasi
pada kehidupan sehari-hari.
c. Tes Proyek
Tes proyek atau lebih umum disebut asesmen proyek menuntut kemampuan responden
yang terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Tidak semua materi
dapat dievaluasi dengan asesmen proyek. Oleh karena itu, dalam penyusunan instrumen yang
menerapkan asesmen proyek harus benar-benar diidentifikasi materi atau topik yang akan
diangkat dalam asesmen proyek. Secara garis besar, perencanaan asesmen proyek harus
mengikuti prosedur: a) menentukan kompetensi yang akan dinilai; b) mengidentifikasi
11
indikator-indikator dari kompetensi yang akan diukur; c) menyusun kriteria pencapaian
indikator; dan d) menyusun rubrik penilaian. Komponen penilaian dalam asesmen proyek harus
mencakup penilaian proses mulai dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, sampai
pelaporan dan penilaian produk yaitu hasil yang diperoleh dari proyek.
Asesmen proyek mengukur kemampuan responden secara terintegrasi dalam hal
pemahaman konsep dan keterampilan untuk menerapkannya dalam upaya menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi. Asesmen menuntut keterampilan berpikir kritis, keterampilan
berpikir kreatif, dan sekaligus keterampilan berpikir tingkat tinggi. Bila diberikan masalah,
responden pertama kali memikirkan konsep apa yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Setelah ketemu konsepnya, pikiran berikutnya tertuju pada pemilihan alat
yang tepat untuk membantu penyelesaian masalah tersebut. Akhirnya, setelah alatnya
ditemukan mereka harus memikirkan bagaimana konsep dasar diterapkan dengan bantuan alat
yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2.3 Angket (Non-Tes) Sebagai Alat Evaluasi Untuk Penilaian Hasil Dan Proses
Pembelajaran Matematika
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang tergolong teknik non-tes, seperti angket,
observasi, wawancara, studi dokumen, semantic differential, pemungutan suara (polling).
Domain afektif misalnya lebih baik kalau diukur dengan angket atau observasi. Demikian pula
domain psikomotor akan lebih baik hasilnya bila diukur menggunakan teknik observasi. (Sri
Mertasari, 2021: 35)
a. Angket
Angket merupakan instrumen pengumpul data penelitian berupa sejumlah pertanyaan
tertulis yang diberikan kepada responden atau subjek penelitian. Angket umumnya digunakan
dalam penelitian yang mengungkap variabel konseptual, misalnya penelitian tentang motivasi
belajar, motivasi kerja guru, sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, minat
berwiraswasta, konsep diri siswa, atau gejala psikologis lainnya. Penyusunan angket dilakukan
setelah konsep yang akan diukur didefinisikan dengan jelas, atau dalam bahasa metodologi
penelitian disebut definisi yang dimaksudkan sudah harus operasional.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan angket, Pertama, angket
dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari subjek dalam waktu yang relatif singkat.
Kedua, angket memuat pertanyaan atau instruksi yang sudah diatur sedemikian rupa oleh
peneliti dan sudah menggambarkan keinginan dan/atau perasaan subjek, sehingga data yang
terkumpul tidak dipengaruhi lagi oleh penampilan, ucapan, perasaan, atau tingkah laku peneliti.
12
Ketiga, dengan memakai angket, peneliti dapat lebih mudah dan lebih cepat menjangkau subjek
yang lebih banyak, dan bahkan berada pada posisi yang berjauhan. Terdapat dua jenis angket,
yakni angket terstruktur dan angket tidak terstruktur atau angket terbuka. Angket terstruktur
adalah angket yang di dalamnya memuat pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban.
Angket tidak terstruktur atau angket terbuka tidak menyertakan pilihan jawaban yang
diharapkan. Dengan kata lain, responden dapat memberi respons secara bebas menurut
pikirannya masing-masing.
b. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan
langsung. Bila peneliti ingin mengumpulkan data tentang minat siswa SMP untuk melanjutkan
pendidikan ke sekolah kejuruan, maka peneliti atau orang lain yang ditugaskan harus
mengamati ketertarikan siswa terhadap sekolah kejuruan, baik dari aktivitas pribadinya
maupun dari interaksinya dengan siswa lain. Demikian pula kalau peneliti ingin mengamati
sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, maka peneliti atau orang lain yang ditugaskan
harus mengamati sikap siswa saat pembelajaran matematika berlangsung. Petugas pengumpul
data yang melakukan observasi membawa instrumen yang disebut pedoman observasi.
Pedoman observasi memuat pernyataan yang mewakili indikator variabel yang diobservasi
beserta rubriknya. Petugas observasi memberi tanda pada pilihan yang tersedia sesuai dengan
perilaku yang ditunjukkan oleh responden. Pilihan tersebut selanjutnya diterjemahkan menjadi
skor yang menyatakan ukuran indikator sesuai rubrik yang disediakan.
Pilihan dapat dikembangkan menjadi lima, misalnya selalu, sering, jarang, sesekali,
tidak pernah. Selain itu, pilihan dapat diganti dengan garis yang memuat skala misalnya 7-6-
5-4-3-2-1 dengan keterangan selalu di ujung kiri dan tidak pernah di ujung kanan. Petugas
observasi memberi tanda, misalnya centang () pada pilihan yang dinilai paling tepat. Peneliti
misalnya mengonversi pilihan selalu ke skor 4, sering ke skor 3, jarang ke skor 2, sesekali ke
skor 1, dan tidak pernah ke skor 0 atau mengonversi dengan menggunakan pedoman konversi
yang lain. Bila observasi digunakan untuk menilai kinerja, maka pedoman observasi biasanya
tidak memuat pilihan, melainkan rentangan skor yang harus dipilih atau skor yang harus
dituliskan sebagai skor untuk sampel kinerja tertentu. Kinerja seperti mendesain busana,
menghidangkan makanan, mengoperasikan mesin bubut, berpidato, membaca puisi, atau
kinerja lain yang sejenis umumnya diukur melalui observasi.
Keunggulan observasi ada pada akurasi data yang diperoleh karena berdasarkan
pengamatan langsung terhadap proses atau produk yang autentik. Hanya saja, waktu yang
diperlukan cukup banyak, sehingga berimplikasi pada peningkatan biaya penelitian. Apabila
13
pengumpulan data dilakukan terlalu lama, maka data juga bisa bias akibat perubahan
kematangan yang terjadi pada diri responden sejalan dengan pertambahan waktu. Apabila
petugas observasi terlalu banyak, maka variabilitas petugas sulit dikendalikan, baik dalam hal
kemampuan, pengalaman, atau kondisi lain yang dapat memengaruhi kinerja petugas.
Akibatnya, data yang diperoleh juga bervariasi, sehingga menyulitkan proses analisis data. Jadi
banyak responden dan cakupan variabel yang diobservasi benar-benar harus dipertimbangkan
dalam pengumpulan data dengan teknik observasi.
c. Wawancara
Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data dengan mewawancarai
langsung responden. Umumnya wawancara digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif.
Akan tetapi, dengan batasan tertentu wawancara juga dapat digunakan untuk mengumpulkan
data kuantitatif. Wawancara untuk mengumpulkan data tentang minat siswa terhadap
pendidikan kejuruan dilakukan dengan mewawancarai langsung siswa SMP di seputar
perhatian, ketertarikan, atau keikutsertaan dalam hal-hal yang menyangkut pendidikan
kejuruan. Wawancara untuk mengumpulkan data tentang sikap siswa SMK terhadap
pembelajaran matematika dilakukan dengan mewawancarai siswa SMK terkait sikapnya
terhadap pembelajaran matematika.
Petugas wawancara membawa pedoman wawancara yang memuat hal-hal yang mau
ditanyakan kepada responden. Misalnya, untuk wawancara tentang sikap siswa SMK terhadap
pembelajaran matematika, hal-hal dimaksud adalah rincian dari indikator variabel sikap.
Umumnya wawancara digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif. Akan tetapi dengan
pendekatan tertentu, wawancara juga dapat digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif.
Pedoman wawancara tidak memuat secara rinci apa yang akan ditanyakan kepada responden,
melainkan hanya garis besar saja. Petugas wawancara akan berimprovisasi dalam
menyampaikan pertanyaan kepada responden, sehingga data dapat dikumpulkan seoptimal
mungkin. Kepiawaian petugas wawancara sangat menentukan keakuratan dan kelengkapan
data yang diperoleh.
Sama halnya dengan observasi, keunggulan wawancara ada pada akurasi data yang
diperoleh karena wawancara dilakukan langsung pada situasi autentik. Selain itu, pewawancara
dapat berimprovisasi dengan mengubah pendekatan untuk mendaparkan data yang akurat.
Kelemahannya sama dengan observasi, yakni waktu yang diperlukan cukup banyak, sehingga
berimplikasi pada peningkatan biaya penelitian. Apabila pengumpulan data dilakukan terlalu
lama, maka data juga bisa bias akibat perubahan kematangan yang terjadi pada diri responden
sejalan dengan pertambahan waktu. Apabila petugas pewawancara ditambah, maka variabilitas
14
petugas sulit dikendalikan, baik dalam hal kemampuan, pengalaman, atau kondisi lain yang
dapat memengaruhi kinerja petugas. Dengan kata lain, penerapan teknik wawancara dapat
dilakukan dengan baik bila responden tidak terlalu banyak dan cakupan variabel yang diteliti
juga tidak terlalu luas.
d. Studi Dokumen
Bila manajemen dokumen dilakukan dengan baik, maka pencatatan dokumen
merupakan teknik yang paling cepat untuk mendapatkan data dengan biaya yang relatif lebih
murah. Siswa baru umumnya melengkapi data pribadi, seperti nama orang tua, profesi orang
tua, lingkungan tempat tinggal, dan seterusnya. Selain itu, terhadap siswa baru umumnya juga
dilakukan berbagai tes untuk melengkapi data diri mereka, seperti tes kecerdasan, tes
kepribadian, tes bakat, tes potensi akademik, dan tes yang lain. Hasil belajar siswa mestinya
terekam pada data perkembangan akademik siswa. Catatan sikap dan perilaku siswa terekam
pada petugas konseling sekolah. Semua data tersebut mestinya terdokumentasi dengan baik
oleh pihak sekolah. Bila diperlukan penelitian untuk pengambilan keputusan terkait
pendidikan, maka data tersebut dapat diakses dan dianalisis sesuai keperluan.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, belakangan berkembang teknik
pengumpulan data kuantitatif yang mirip dengan pencatatan dokumen, yakni penambangan
data (data mining). Penambangan data didasari pada asumsi bahwa data autentik yang
terkumpul melalui berbagai proses bisnis, baik di instansi pemerintahan maupun di perusahaan
akan menjadi sumber informasi bila dikelola dan dianalisis dengan baik. Ternyata memang
benar, penambangan data sudah banyak menghasilkan keputusan yang diperlukan dalam
berbagai urusan terkait, seperti pemerintahan, perekonomian, maupun sosial. Oleh karena itu,
selain menggunakan teknik statistik yang sudah ada, berbagai teknik analisis data sudah
dikembangkan untuk mendukung penambangan data untuk mendapatkan informasi sebagai
pendukung pengambilan keputusan. Istilah yang populer digunakan dalam penambangan data
adalah proses penemuan pengetahuan (knowledge discovery) karena informasi yang sangat
bermakna diperoleh dari menganalisis data berukuran besar (big data) yang sudah tersedia.
Penelitian pendidikan juga berpeluang untuk menerapkan penambangan data untuk
pengumpulan data. Hanya saja, data yang diperlukan untuk penelitian pendidikan belum tentu
tersedia seperti pada bidang-bidang lain, seperti kependudukan, perekonomian, dan bidang-
bidang lainnya. Selain itu, bidang kependidikan sangat banyak melakukan penelitian
eksperimen untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam eksperimen data baru diperoleh setelah
peneliti melakukan manipulasi melalui eksperimen. Sudah barang tentu pengumpulan data
tidak mungkin dilakukan melalui studi dokumen atau penambangan data, melainkan harus
15
dikumpulkan sendiri oleh peneliti menggunakan teknik yang tepat dengan didukung instrumen
yang andal, seperti tes, angket, inventori, wawancara, atau observasi seperti sudah dibahas
sebelumnya.
e. Semantic Differential
Skala semantic differential juga digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau
persepsi yang tersusun dalam satu garis kontinu. Pilihan respons tidak berbentuk pilihan,
melainkan ada dalam satu garis, yang mana respons yang paling positif terletak di ujung kanan
garis, sedangkan respons yang paling negatif ada di ujung kiri garis, atau sebaliknya. Di antara
ujung positif dan ujung negatif garis berada nilai yang harus menjadi keputusan responden
menurut kecenderungan sikap atau persepsinya terhadap pernyataan.
Data hasil pengukuran dengan skala semantic differential berupa data interval yang
lebih cermat dibandingkan dengan data ordinal. Oleh karena itu, skala semantic differential
umumnya digunakan untuk mengukur sikap, persepsi, atau karakteristik yang khas atau khusus
atau spesial yang dimiliki individu.
f. Pemungutan Suara (Polling)
Data penelitian kuantitatif juga dapat dikumpulkan melalui metode pemungutan suara
(polling). Pengumpulan data dengan pemungutan suara diperkenalkan oleh George Gallup
(1932), sehingga populer dengan sebutan pemungutan suara Gallup (Gallup poll). Pemungutan
suara Gallup dapat digunakan untuk mengumpulkan data sikap misalnya. Sikap diartikan
sebagai derajat perasaan positif atau negatif yang diasosiasikan dengan objek tertentu. Sikap
terhadap pelajaran matematika, sikap terhadap guru bahasa daerah, sikap terhadap
pembelajaran dalam jaringan, dan seterusnya adalah beberapa contoh sikap. Angket sikap dapat
dikembangkan menjadi dua tipe utama berdasarkan penggunaannya, yaitu skala dan survei.
Skala sudah dibahas pada angket. Survei sikap dapat diterapkan dengan cara pemungutan suara
seperti yang digunakan dalam pemungutan suara Gallup. Pemungutan suara seperti itu memuat
beberapa butir pertanyaan yang berkaitan dengan perbedaan aspek-aspek dari topik yang
menjadi objek pemungutan suara. Respons setiap butir dihitung dan frekuensinya digunakan
untuk membedakan karakteristik kelompok. Dalam hal ini, respons butir-butir angket tidak
dikonversi menjadi skor tunggal.

16
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Soal Untuk Penilaian Hasil Dan Proses Pembelajaran Matematika


Tes yang baik haruslah terdiri dari soal-soal yang ditulis dengan baik agar dapat
mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik sesuai yang diharapkan oleh tujuan
pembelajaran. Tindakan membuat soal sebagai instrumen penilaian tidak bisa dilaksanakan
secara sembarangan, untuk meningkatkan kualitas guru dalam membuat soal maka perlu
pengetahuan tentang pembuatan tes. Motivasi berprestasi dan penerimaan informasi harus
dimiliki oleh guru agar mengurangi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi di
lingkungan dunia pendidikan dalam pembuatan soal. Salah satu syarat soal yang bermutu baik
adalah bahwa soal tersebut harus shahih (valid), andal (reliable), dan adil (fairnase). Shahih
maksudnya bahwa setiap butir soal hanya mengukur satu dimensi/aspek saja atau dengan kata
lain tes yang valid adalah tes yang dapat mengukur apa yang diukur. Andal maksudnya bahwa
setiap alat ukur (tes) harus dapat memberikan hasil pengukuran (skor/nilai) yang tepat, ajeg,
sedangkan adil maksudnya bahwa alat ukur yang digunakan berlaku sama setiap peserta tes
(tidak membedakan satu sama lainnya) agar suatu soal yang dipersiapkan setiap guru harus
menghasilkan bahan ujian yang shahih dan benar.
3.1.1 Soal Tes Objektif
a. Tes Benar Salah (True-False)
Seperti yang telah dipaparkan pada kajian teori sebelumnya, tes benar salah adalah tes
yang memuat butir-butir pernyataan (statement). Dimana soal dijawab dengan cara menuliskan
atau menandai huruf B pada butir pernyataan yang benar dan menuliskan atau menandai huruf
S pada butir pernyataan yang salah.
Berikut adalah contoh soal tes objektif benar-salah.
63 adalah bilangan prima B S
√144 adalah 12 B S
Rumus luas segitiga adalah L = sisi  sisi B S
Contoh butir tes objektif benar-salah bentuk tabel.

17
Tabel 1. Contoh Soal Tes Objektif Benar-Salah
Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat soal benar-salah,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Janganlah mempergunakan statemen yang double. Tiap true-false hendaknya
mengemukakan satu konsep. Mempergunakan dua konsep dalam satu statemen dapat
membingungkan peserta didik.
2. Janganlah mempergunakan kalimat-kalimat yang terlalu panjang yang dapat
membingungkan peserta didik.
3. Jangan mempergunakan statemen-statemen yang langsung diambil dari buku. Penggunaan
statemen-statemen yang langsung diambil dari buku mengandung kecenderungan bahwa
peserta didik akan menghafal secara verbalis.
4. Hindarilah penggunaan negatif rangkap (double negative).
b. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Bentuk tes pilihan ganda merupakan bentuk tes yang paling umum digunakan dalam
penelitian. Dimana responden hanya menulis, melingkari atau memberi tanda, bisa silang (x)
atau centang () pada nomor pilihan jawaban.
Berikut adalah contoh soal tes objektif pilihan ganda.
1. Banyaknya cara suatu pasangan ganda putra bulutangkis yang dapat disusun dari 10
pemain ganda putra adalah….
a. 10
b. 20
c. 45
d. 360
e. 720
2. Himpunan penyelesaian dari √25𝑥−2 = 125 adalah….
a. 4
b. 5

18
3
c. 4
3
d. 2

e. 6
Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun soal pilihan ganda,
antara lain adalah:
1. Tiap-tiap item hendaknya terdiri dari satu pokok problem.
2. Panjang masing-masing option hendaknya masing-masing sama. Jangan ada kecenderungan
bahwa option yang benar selalu lebih panjang dari pengecoh atau sebaliknya.
3. Semua option hendaknya mempunyai hubungan gramatika yang benar dan relevan dengan
stem. Periksalah setiap item dengan membaca item yang langsung dihubungkan dengan
setiap optionnya secara teliti.
4. Sedapat mungkin buatlah option yang sesingkat-singkatnya. Keterangan-keterangan yang
panjang lebih baik diletakkan pada stem. Hal ini akan lebih menghemat ruang dan waktu,
serta akan menjadi lebih jelas problemnya.
c. Tes Pilihan Asosiasi
Salah satu bentuk tes pilihan asosiasi adalah dengan mengikuti petunjuk sebagai
berikut. Petunjuk pengerjaan soal:
Pilihlah a bila jawaban 1, 2, dan 3 benar
Pilihlah b bila jawaban 1 dan 3 benar
Pilihlah c bila jawaban 2 dan 4 benar
Pilihlah d bila jawaban 4 saja yang benar
Pilihan di atas bisa dikembangkan menjadi lima dengan menambahkan pilihan yang kelima (e)
yakni untuk semua jawaban benar.
Contoh soal pilihan ganda asosiasi dengan lima pilihan.
Yang merupakan bangun ruang adalah ...
1. Kubus
2. Limas
3. Prisma
4. Tabung
Jawaban dari butir tes di atas adalah (e), karena semua jawaban benar.
d. Tes Hubungan antara Hal
Salah satu bentuk tes hubungan antara hal adalah dengan mengikuti petunjuk sebagai
berikut. Petunjuk pengerjaan soal:

19
(a) Jika pernyataan benar, alasan benar dan ada hubungan sebab akibat.
(b) Jika pernyataan benar, alasan benar dan tidak ada hubungan sebab akibat.
(c) Jika pernyataan benar alasan salah.
(d) Jika pernyataan salah alasan benar.
(e) Jika pernyataan maupun alasan salah.
Contoh soal sebab-akibat adalah seperti berikut.
53 merupakan bilangan prima SEBAB faktornya hanya 1 dan dirinya. Kunci jawaban butir soal
di atas adalah (a) karena baik pernyataan maupun alasan benar dan ada hubungan sebab akibat.
e. Menjodohkan
Dalam tes menjodohkan masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang
tercantum dalam seri jawaban. Tugas siswa adalah mencari dan menempatkan jawaban-
jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.
Berikut adalah contoh soal tes objektif menjodohkan.

Tabel 2. Contoh Soal Tes Objektif Menjodohkan


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat soal menjodohkan, yaitu:
1. Problem-problem yang dikemukakan dalam item matching hendaknya terdiri dari problem
yang sejenis. Nama dengan nama, tempat dengan tempat, waktu dengan waktu dan
sebagainya.
2. Letakkanlah item-itemnya pada kolom sebelah kiri dan berilah nomor urut. Optionnya
diletakkan pada kolom sebelah kanan dan diberi tanda dengan urutan abjad.
3. Susunlah item-itemnya dengan optionnya secara sistematis. Apabila terdiri dari angka-
angka, maka susunlah mulai dari angka terbesar. Apabila terdiri dari nama-nama susunlah
menurut abjad.
4. Janganlah membuat pasangan yang telalu banyak dalam sebuah item. Lebih baik dua
matching yang pendek daripada sebuah matching yang panjang. Matching yang panjang

20
terlalu banyak menghabiskan waktu untuk menemukan pasangan yang benar. Untuk
memudahkan pemberian skor matching biasanya terdiri dari 3 problem dengan lima option.
5. Jangan menulis sebuah item matching yang bersambung ke halaman berikutnya. Hal ini bisa
membingungkan peserta didik.
f. Tes Jawaban Singkat
Soal pada tes jawaban singkat bisa dijawab dengan kata, frasa, bilangan, atau simbol.
Butir tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan langsung, dan siswa diminta untuk
memberi jawaban secara singkat, tepat, dan jelas.
Berikut adalah contoh soal tes jawaban singkat:
1) Bangun datar apa yang memiliki 3 sisi dan 3 titik sudut?
2) Berapakah jumlah bilangan genap dari 1 sampai 100?
g. Tes Melengkapi (Isian)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, butir tes melengkapi hampir sama dengan
jawaban singkat, yaitu merupakan tipe butir tes yang bisa dijawab dengan kata, frasa, bilangan,
atau simbol. Bedanya, butir tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan
siswa diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut.
Berikut adalah contoh soal tes melengkapi (isian).
1) 1,3,5,…,…,11,…,15 bilangan yang tepat untuk melengkapi urutan bilangan tersebut adalah?
2) Bangun datar jajar genjang memiliki….sisi
3.1.2 Soal Tes Subjektif
Soal pada tes bentuk uraian adalah soal yang pertanyaannya memerlukan jawaban
karangan atau kalimatnya panjang-panjang. Dimana panjang pendeknya kalimat atau jawaban
tes itu relatif, sesuai dengan kecakapan dan pengetahuan si pejawab. Nah, kaidah-kaidah yang
perlu diperhatikan pada waktu membuat butir-butir soal uraian antara lain:
1. Rumusan pertanyaan hendaknya menggunakan kata tanya atau perintah seperti mengapa,
uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan, analisis, berilah tanggapan, hitunglah, dan
buktikan.
2. Soal hendaknya dirumuskan dengan kalimat sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan
bahasa siswa.
3. Rumuskan kalimat soal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai
dengan kaidah bahasa yang berlaku, baik yang berkenaan dengan ejaan, penulisan kata,
ataupun penempatan tanda baca.

21
4. Gunakan kata-kata yang tidak menimbulkan salah pengertian atau yang dapat menimbulkan
penafsiran ganda sehingga dapat mengaburkan maksud soal serta dapat membingungkan
siswa dalam merumuskan jawaban.
5. Hindarilah kalimat soal yang mengandung unsur-unsur yang dapat menyinggung perasaan
siswa karena berhubungan dengan agama yang dipeluknya, kebiasaan daerah atau
kebudayaan setempat, atau hal-hal lain yang dapat menyinggung perasaan siswa.
6. Tetapkanlah waktu yang disediakan untuk menjawab soal tersebut dan banyaknya kalimat
atau halaman yang diperlukan.
7. Tidak diperkenakan memberi kesempatan bagi siswa untuk memilih dari sejumlah
pertanyaan yang ada untuk dikerjakan.
8. Untuk memungkinkan objektifitas dalam penskorannya, maka penggunaan tes uraian
objektif sangat dianjurkan.
9. Lengkapilah setiap butir soal dengan kunci atau kriteria jawaban sebagai pedoman
penskoran.
10. Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
a. Tes Uraian (Essay)
Contoh soal tes uraian bebas.
1) Jelaskan pendapat anda tentang rendahnya nilai matematika siswa SD. Solusi apa yang bisa
anda berikan, dan lengkapi usulan anda dengan alasan yang tepat!
2) Luas daerah parkir 2000 𝑚2 , luas rata-rata kendaraan 8 𝑚2 untuk mobil dan 20 𝑚2 untuk
bus. Biaya parkir masing-masing Rp5.000,00 untuk mobil dan Rp10.000,00 untuk bus. Berapa
banyak kendaraan masing-masing bisa ditampung agar pendapatan maksimum?
Contoh soal tes uraian terstruktur atau terbatas.
1) Diketahui model matematika:
x + y  400; x  150; x  100; y  150; x, y  R
Tentukan harga x dan y agar 2000x + 1000y maksimum menggunakan metode eliminasi!
2) Sebanyak 35% siswa bersekolah dengan naik kendaraan umum, 25% siswa naik sepeda, dan
sisanya berjalan kaki. Siswa yang berjalan kaki sebanyak 80 orang. Berapa banyak siswa yang
naik kendaraan umum dan berapa siswa yang naik sepeda?
b. Tes Kinerja
Contoh soal tes kinerja.
Kamu diberi uang Rp 20.000,00 oleh ibumu dan kamu ingin membelanjakan uang itu untuk
keperluan sekolah. Kamu ingin membeli buku tulis yang terbanyak jumlahnya dibandingkan
barang-barang lain. Harga 1 buku tulis Rp 2.500,00; 1 pensil Rp 1.500,00; 1 penghapus
22
1.000,00 dan 1 penggaris 1.000,00. Jika semua uang kamu belanjakan, berapa banyak masing-
masing barang yang dapat kamu peroleh? Jelaskan dan tunjukkan semua perhitungan sehingga
kamu sampai pada keputusan itu!
c. Tes Proyek
Berikut diberikan ilustrasi asesmen proyek.
Siswa SMP yang baru belajar konsep kesebangunan diberikan tugas oleh guru
matematikanya untuk mengukur tinggi tiang bendera di lapangan upacara. Catatan yang
diberikan guru adalah tidak boleh memanjat tiang bendera karena berbahaya. Petunjuk yang
diberikan adalah lakukan pada siang hari sekitar pukul 09.00 saat ada sinar matahari sehingga
objek jelas terlihat.
Siswa yang mampu berpikir kritis dan kreatif akan berpikir ke arah bayangan tiang
bendera, karena sesuai disarankan saat ada sinar matahari. Selanjutnya mereka akan berpikir,
bila harus menerapkan konsep kesebangunan, maka harus ada pembandingnya.
Pembandingnya apa? Di sini mereka memikirkan alat bantu. Siswa yang kritis dan kreatif akan
sampai pikirannya pada tongkat atau benda sejenis yang panjangnya dapat diukur. Tongkat
tersebut diukur panjangnya dan ditancapkan pada satu tempat, sehingga tampak bayangannya.
Panjang bayangan tongkat dan panjang bayangan tiang bendera diukur. Akhimya mereka dapat
menemukan tinggi tiang bendera dengan menerapkan konsep kesebangunan antara segitiga
yang dibentuk tiang bendera dan bayangannya, segitiga yang dibentuk tongkat dan
bayangannya, seperti gambar di bawah ini, yang mana: t : t = l : l

Gambar 1. Ilustrasi Asesmen Proyek


Memang jarang ditemukan siswa pada tingkat kematangan yang sesuai mampu berpikir
seperti itu. Siswa yang kurang kritis dan kurang kreatif mungkin harus diberi petunjuk dengan
memanfaatkan konsep kesebangunan. Barangkali siswa yang kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan berpikir kreatifnya lebih rendah lagi harus diberi petunjuk dengan memanfaatkan
tongkat. Dalam melakukan penilaian terhadap asesmen proyek, penilai harus menyiapkan
rubrik. Di dalam rubrik ada penilaian tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
pelaporan atau tahap pengakhiran.

23
3.2 Contoh Angket (Non-Tes)
Contoh angket terstruktur:
Saya pikir club matematika perlu diikuti agar saya dapat melatih kemampuan berpikir kritis.
a. Sangat setuju.
b. Setuju.
c. Tidak berpendapat.
d. Tidak setuju.
e. Sangat tidak setuju.
Jawaban angket terstruktur diberikan skor dengan menetapkan skala pada alternatif jawaban
yang disediakan. Ada beberapa pedoman penetapan skala yang umum digunakan, salah satu di
antaranya yang paling sering digunakan adalah skala Likert. Skala Likert umumnya ganjil,
misalnya skala 3 (1-2-3), skala 5 (1-2-3-4-5), dan seterusnya. Seperti contoh angket terstruktur
di atas, jawaban sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, tidak berpendapat diberi skor
3, tidak setuju diberi skor 2, dan sangat tidak setuju diberi skor 1. Contoh butir angket
terstruktur di atas digolongkan butir angket positif karena skor yang diberikan sejalan dengan
alternatif jawaban. Apabila butir angket tergolong butir angket negatif, maka skor akan
berbanding terbalik dengan alternatif jawaban, seperti contoh di bawah ini.
Saya pikir club matematika tidak perlu diikuti karena tidak memberi peluang kepada saya untuk
belajar dengan santai.
a. Sangat setuju.
b. Setuju.
c. Tidak berpendapat.
d. Tidak setuju.
e. Sangat tidak setuju.
Pada butir angket ini, jawaban sangat setuju diberi skor 1, setuju diberi skor 2, tidak
berpendapat diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 4, dan sangat tidak setuju diberi skor 5. Jadi
skor berlawanan dengan alternatif jawaban. Perbandingan banyak butir positif dan banyak butir
negatif beserta penempatannya pada angket perlu diatur dengan baik, agar responden lebih
berpikir dan lebih berhati-hati dalam menjawab angket. Harapannya adalah responden dapat
memberikan jawaban sesuai dengan pikiran, perasaan, atau gejala psikologis lain yang terlibat.
Contoh angket tidak terstruktur:
Apakah anda berminat mengikuti club matematika? Berikan alasan pada jawaban anda!
Penskoran angket tidak terstruktur dilakukan dengan berpatokan kepada pedoman penskoran,
yang sudah disusun sebelumnya. Pedoman penskoran harus dibuat dengan kriteria yang jelas
24
dan konsisten, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda antar penilai.
Konsistensi pemberian skor oleh para penilai juga harus diuji dengan penghitungan reliabilitas
antar-rater.
Angket terstruktur:
Angket Untuk Siswa
Tentang Guru Matematika SMAN 1 Singaraja
Petunjuk:
1. Isilah identitas anda sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan angket yang
telah disediakan.
2. Jawablah pertanyaan angket dibawah ini dengan jujur.
3. Tuliskan jawaban anda pada kolom yang telah disediakan.
4. Jawaban anda tidak berpengaruh terhadap nilai mata pelajaran matematika
anda.
5. Jawaban anda dijamin kerahasiaannya.
Responden:
Nama :
Kelas :
No. Absen :
No Soal Angket Jawaban
1. Apa tanggapan anda mengenai kepribadian guru
matematika di kelas anda?
2. Apa pendapat anda mengenai kemampuan guru
matematika di kelas anda?
3. Apa tanggapan anda mengenai tugas-tugas yang
diberikan guru matematika anda?
Tabel 3. Angket Terstruktur
Angket tidak terstruktur:
Angket Untuk Siswa
Tentang Guru Matematika SMAN 1 Singaraja
Petunjuk:
1. Isilah identitas anda sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan angket yang
telah disediakan
2. Jawablah pertanyaan angket dibawah ini dengan jujur.

25
3. Pilihlah jawaban angket dibawah ini dengan cara memberikan tanda () pada
jawaban yang anda setujui.
4. Jawaban anda tidak berpengaruh terhadap nilai mata pelajaran matematika
anda.
5. Jawaban anda dijamin kerahasiaannya.
Responden:
Nama :
Kelas :
No. Absen :
No Soal Angket Jawaban
Ya Kadang- Tidak
kadang
1. Apakah kepribadian guru
matematika anda baik?
2. Apakah kemampuan guru
matematika di kelas anda
baik?
3. Apakah soal-soal pada
tugas yang diberikan guru
anda baik?
Tabel 4. Angket Tidak Terstruktur

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Evaluasi adalah proses penting yang dapat membantu kita dalam menilai kualitas
pendidikan, mengidentifikasi kelemahan, dan meningkatkan hasil belajar. Dalam konteks
pembelajaran matematika, evaluasi menjadi kunci untuk mengatasi tantangan peserta didik
yang menganggap matematika sulit. Beberapa ciri evaluasi pembelajaran yaitu dilakukan
secara tidak langsung, menggunakan ukuran kuantitatif, penilaiannya menggunakan unit-unit
tetap, bersifat relatif, dan sering terjadi kesalahan. Tujuan evaluasi pembelajaran meliputi
melacak kemajuan, memeriksa pencapaian, mencari kekurangan, dan menyimpulkan hasil
pembelajaran. Evaluasi juga memiliki fungsi umum untuk mengukur kemajuan, mendukung
perencanaan, dan melakukan penyempurnaan. Prinsip dasar evaluasi pembelajaran mencakup
komprehensif, kontinuitas, dan objektivitas. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, pendidik
(guru) dapat mengembangkan evaluasi yang efektif untuk meningkatkan proses pembelajaran
matematika. Tes objektif dan subjektif memiliki peran yang berbeda dalam mengukur berbagai
aspek kemampuan dan karakteristik individu, sedangkan teknik pengumpulan data non-tes juga
penting untuk memahami sikap, pendapat, dan perilaku responden.

4.2 Saran
Setelah menyusun makalah mengenai soal untuk penilaian hasil dan proses
pembelajaran matematika penulis menyadari bahwa alat evaluasi dan penyajian tes yang tepat
sangat mempengaruhi hasil dan proses pembelajaran. Selain itu, sebagai calon pendidik sudah
semestinya kita bisa memilah soal yang tepat untuk peserta didik kita nantinya. Oleh karena
itu, penulis menyarankan kepada pembaca terutama untuk calon pendidik (guru) agar dapat
memahami apa yang telah dipaparkan dalam makalah ini hingga nanti bisa merealisasikannya
pada kegiatan pembelajaran agar hasil dan proses pembelajaran sesuai dengan yang
diharapkan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, Yoga Budi, dkk. 2022. Evaluasi Pembelajaran Dalam Bidang Pendidikan.
Yogyakarta: CV. Bintang Semesta Media

Kurniawan, Andri, dkk. 2022. Evaluasi Pembelajaran. Padang: PT. Global Eksekutif
Teknologi

Nuryadi & Nanang Khuzaini. 2016. Evaluasi Hasil Dan Proses Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta: Leutikaprio

Sohilait, Emy. 2021. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Depok: Rajawali Pers

Sopiah, Aik, dkk. 2019. Kualitas Soal Penilaian Akhir Semester (PAS) Buatan Guru
Mata Pelajaran Kimia Kelas X IPA SMA Negeri Di Kabupaten Seruyan Pada Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2018/2019. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang 10(2), pp. 110-126

Soulisa, Irwan, dkk. 2022. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Widina Bhakti Persada
Bandung

Sri Mertasari, Ni Made. 2021. Pengujian Instrumen Penelitian Kuantitatif. Depok:


Rajawali Pers

Wulan, Elis Ratna & H. A. Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka
Setia

Zainal, Nur Fitriani. 2020. Pengukuran, Assessment Dan Evaluasi Dalam


Pembelajaran Matematika. LAPLACE: Jurnal Pendidikan Matematika 3(1), pp. 8-25

Zubaidillah, Muh. Haris. 2018. Prinsip Dan Alat Evaluasi Dalam Pendidikan. OSF
Preprints, 1-13

Anda mungkin juga menyukai