Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH ASESMEN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

“SOAL UNTUK PENILAIAN HASIL DAN PROSES PEMBELAJARAN


MATEMATIKA”

Dosen Pengampu:

Dra. Gusti Ayu Mahayukti, M.Si.


Made Juniantari, S.Pd., M.Pd.

Oleh :
KELOMPOK 4 / Kelas 3B

Ni Wayan Ayu Kesumawati NIM. 1913011009


Luh Parashania Daniati NIM. 1913011011
I Made Dion Permana NIM. 1913011015
I Gede Anugrah Pinaruh NIM. 1913011016
Putu Catherine Tamira NIM. 1913011039

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Soal Untuk Penilaian Hasil dan Proses Pembelajaran Matematika”. Dalam
kesempatan ini pula, kami tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, yaitu :
1. Ibu Dra. Gusti Ayu Mahayukti, M.Si. dan Made Juniantari, S.Pd., M.Pd.
selaku dosen pengampu yang telah membantu dan membimbing kami dalam
menyempurnakan isi makalah ini.
2. Teman-teman dan pihak lain yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini
Kritik dan saran oleh pembaca sangat penulis hargai, baik dilihat dari segi isi,
sistematika, format, dan lain-lain yang berkaitan dengan tugas ini sehingga tugas
akhir ini dapat dikembangkan dan disempurnakan oleh pembaca dan berguna juga
bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan menulis.
Kami mohon maaf apabila ada kata atau kalimat yang kurang berkenan di hati
pembaca. Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan kita semua, serta dapat membantu menambah
wawasan pembaca.

Singaraja, 07 September 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi Pembelajaran ........................................................................ 3
2.2 Tes Sebagai Alat Evaluasi Belajar ...................................................... 4
2.2.1 Tes Subjektif/ Uraian ................................................................. 4
2.2.2 Tes Objektif....................................................................................... 7
2.3 Persamaan dan Perbedaan Tes Subjektif dan Tes Objektif……………. 14

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Soal Untuk Penilaian Hasil dan Proses Pembelajaran Matematika....... 18
3.1.1 Persamaan dan Perbedaan Tes Subjektif dan Tes Objektif .......... 18
3.1.2 Petunjuk Penyusunan Tes Subjektif Serta Contoh Soal ................... 18
3.1.3 Petunjuk Penyusunan Tes Objektif Serta Contoh Soal..................... 19
3.1.4 Cara Mengatasi Kelemahan Tes Subjektif Dan Objektif ................. 30
3.1.5 Kisi-Kisi Dan Contoh Angket ........................................................... 32
3.1.6 Cara Mengatasi Kekurangan Tes Angket ......................................... 39
3.2 Pengukuran Ranah Afektif .................................................................. 39
3.2.1 Ranah Afektif ............................................................................ 39
3.2.2 Teknik Penilaian Afektif ................................................................... 41
3.2.3 Jenis Perangkat Pengukuran Afektif ................................................. 43
3.2.4 Perencanaan Penilaian Afektif .......................................................... 43
3.3 Pengukuran Ranah Psikomotorik ........................................................ 45
3.3.1 Ranah Psikomotorik ................................................................... 45
3.3.2 Teknik Penilaian Psikomotorik ......................................................... 46

iii
3.3.3 Jenis Perangkat Pengukuran Psikomotorik ....................................... 48
3.3.4 Perencanaan Penilaian Psikomotorik ................................................ 48
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 50
4.2 Saran .................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Pendidikan merupakan hal yang sangat diperhatikan hampir di
setiap negara karena pendidikan dianggap dapat meningkatkan kualitas pola
pikir masyarakat sehingga dapat berdampak pada kemajuan negara itu sendiri.
Di dalam pendidikan terjadi proses pembelajaran. Proses pembelajaran
dilakukan untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan dari
pembelajaran tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu proses pembelajaran
sudah mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan maka perlu dilaksankan
suatu evaluasi pembelajaran.
Evaluasi dalam pendidikan merupakan salah satu komponen yang
tak kalah penting dengan proses pembelajaran. Ketika proses pembelajaran
dipandang sebagai proses perubahan tingkah laku siswa, peran evaluasi
pembelajaran menjadi sangat penting karena dapat mencerminkan seberapa
jauh perkembangan atau kemajuan hasil pembelajaran itu sendiri. Dalam
setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses
pembelajaran yang ia lakukan karena dapat menjadi salah satu patokan bagi
pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dia
lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Dengan evaluasi, maka
kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat
mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah
menjadi lebih baik ke depan. Banyak perangkat yang bisa digunakan untuk
melakukan evaluasi salah satunya adalah tes tulis. Tes tulis ini akan diberikan
di akhir pembelajaran, baik itu dalam bentuk kuis harian, ujian tengah
semester atau ujian akhir semester. Dalam tes tulis ini akan diberikan
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dalam bentuk tulisan,
lisan atau perbuatan. Tes tulis ini juga digunakan sebagai penilaian dalam
mata pelajaran Matematika pada tingkat SD hingga SMA. Kompetensi yang
dituntut dari mata pelajaran ini adalah siswa mampu memahami konsep, dan
menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, penilaian pembelajaran
matematika tidak hanya penguasaan materi oleh siswa, tetapi juga penguasan
kompetensi sesuai tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut
Permendiknas No 22 tahun 2006 dan Permendiknas No. 23 tahun 2006.

1
Dengan adanya makalah mengenai soal untuk penilaian hasil belajar
matematika ini, diharapkan guru mampu membuat soal yang tepat sebagai
alat mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka terdapat rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana jenis soal yang digunakan dalam penilaian hasil dan proses
pembelajaran Matematika?
1.2.2 Bagaimana pengukuran ranah afektif dalam proses pembelajaran?
1.2.3 Bagaimana pengukuran ranah psikomotorik dalam proses
pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, adapun
tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1.3.1 Mengetahui jenis soal yang digunakan dalam penilaian hasil dan
proses pembelajaran.
1.3.2 Mengetahui pengukuran ranah afektif dalam proses pembelajaran.
1.3.3 Mengetahui pengukuran ranah psikomotorik dalam proses
pembelajaran.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Pembelajaran


Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan
(Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin, 2010:2). Evaluasi memiliki
kedudukan yang penting dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan
evaluasi, guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui
kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode yang digunakan,
dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah
ditetapkan. Suharsimi Arikunto (2009 : 3), mengemukakan ketiga istilah yang
berkaitan dengan istilah evaluasi kedalam bentuk kata kerja yang diartikan
sebagai berikut:
1) Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran atau
standar, pengukuran bersifat kuantitatif.
2) Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk, penilaian bersifat kualitatif.
3) Mengevaluasi adalah tindakan yang meliputi kedua langkah di atas yaitu
mengukur dan menilai.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting sebagai evaluasi pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006), hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Hasil
belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Mamiek (1996), hasil
belajar dapat berupa pengetahuan, sikap, ketrampilan dan sebagainya.
Penilaian hasil belajar dapat menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai
dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Ditinjau dari tekniknya,
penilaian dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.
1) Tehnik Tes
Tehnik tes ini umumnya digunakan untuk mengukur kemampuan peserta
didik dalam menguasai pelajaran yang disampaikan meliputi aspek
pengetahuan dan keterampilan, bakat khusus (misalnya bakat musik,
bakat bahasa, bakat numerikal, dan sebagainya), dan bakat umum
(misalnya inteligensi).
2) Tehnik Non Tes
Tehnik ini umumnya digunakan untuk menilai ciri-ciri karakteristik yang
lain dari para siswa, misalnya minat, sikap, kepribadian.
3
2.2 Tes Sebagai Alat Evaluasi Belajar
Menurut Arifin (2012:118) tes adalah suatu teknik atau cara yang
digunakan dalam melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya
terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus
dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku
peserta didik. Tes adalah alat yang direncanakan untuk mengukur
kemampuan,keahlian, atau pengetahuan. Menurut Zainal dalam Nurul (2005),
tes adalah suatu tehnik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan
evaluasi, yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang
harus dikerjakan atau dijawab oleh anak didik, kemudian pekerjaan dan
jawaban itu menghasilkan nilai tentang perilaku anak didik tersebut. Tes
menurut bentuknya dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes subjektif/uraian
(essay test) dan tes objektif (objective test).

2.2.1 Tes Subjektif / Uraian


Menurut Suharsimi (2009), tes bentuk uraian adalah sejenis tes
kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan
atau uraian kata-kata. Sudjana dalam Nurul (2005), mengemukakan
bahwa tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya
dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sesuai
dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri. Menurut Suke Silverius (1991), jenis tes ini menuntut
kemampuan siswa untuk mengemukakan, menyusun, dan memadukan
gagasan-gagasan yang telah dimilikinya dengan kata-kata sendiri.
Menurut Hamalik (2001), tes uraian adalah salah satu bentuk tes yang
terdiri dari satu atau beberapa pertanyaan, yakni pertanyaan yang
menuntut jawaban tertentu oleh siswa secara individual berdasarkan
pendapatnya sendiri.
Pertanyaan tes uraian ditulis lebih lengkap, lebih spesifik, dan lebih
bertingkat-tingkat, sehingga membutuhkan pertimbangan yang lebih
matang. Jika dibandingkan, tes obyektif dan tes uraian, maka tes uraian
kurang reliabel dan valid. Selain hal tersebut, ada pula dari beberapa ahli
yang mengatakan bahwa tes essay ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas berpikir, kemampuan mendesain dan menggunakan proses
mental yang lebih kompleks. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan
yang diminta kepada siswa yaitu untuk menjelaskan, membandingkan,
menginterpretasikan dan mencari perbedaan (Hamalik, 2001).
Tanggapan yang diberikan oleh siswa dibuat berdasarkan
pemahaman dan keahliannya dalam mengolah kata-kata, dengan itu
pendidik dapat mengukur seberapa jauh pemahaman siswa terhadap
materi yang telah diberikan. Semua bentuk pertanyan atau suruhan pada

4
tes uraian mengharapkan agar siswa menunjukkan pengertian mereka
terhadap materi yang dipelajari. Menurut Sudijono dalam Erwin (2015),
tes subjektif/ uraian adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang
memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh sebagai berikut:
1) Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki
jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya
cukup panjang.
2) Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee
untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran,
membandingkan, membedakan, dan sebagainya.
3) Jumlah butir soal umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima
sampai sepuluh butir.
4) Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-
kata “Jelaskan.....”, “Bagaimana.....”, “Terangkan....”, “Uraikan....”,
“Mengapa...” atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Menurut Sugihartini (2018), tes subjektif diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk, yaitu uraian bebas, uraian terbatas, jawaban singkat,
dan isian (melengkapi). Klasifikasi tersebut didasarkan atas kebebasan
siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal.
1) Tes Uraian Bebas
Soal uraian bentuk ini disajikan secara global, tidak
terperinci. Dalam menjawabnya siswa diperbolehkan mengerjakan
bagian jawaban soal itu secara bebas, asal masalah yang ditanyakan
dapat dijawab dengan benar. Soal uraian bebas ini dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Soal
hanya terdiri dari satu masalah bisa tergolong pada soal bentuk uraian
bebas. Pada tes tipe ini, tidak ada batasan yang diberikan kepada para
siswa dalam hal jawaban yang bisa mereka berikan dan juga dalam hal
cara mengorganisasi jawaban-jawaban mereka.
2) Tes Uraian Terbatas
Pada tipe ini, para siswa lebih terbatas dalam hal bentuk
dan jangkauan jawaban yang bisa mereka sampaikan. Ada konteks
khusus yang diberikan dalam soal dan para siswa diminta untuk
menyesuaikan jawaban mereka dengan konteks tersebut. Dalam
menjawab uraian jenis ini, siswa lebih dibatasi oleh rambu-rambu yang
ditentukan dalam butir soal. Keterbatasan mencakup format, isi, dan
ruang lingkup jawaban. Pembuat soal tes uraian terbatas harus
menentukan batas jawaban yang dikehendaki. Batas itu meliputi konteks
jawaban yang diinginkan. Jumlah butir jawaban yang diharapkan,
keluasan uraian jawaban, dan arah serta luas jawaban yang diminta.

5
3) Bentuk Jawaban Singkat
Tes jawaban singkat merupakan tipe butir tes yang bisa
dijawab dengan kata, frase, bilangan, atau simbol. Jawaban terhadap
pertanyaan jenis ini diharapkan diberikan secara singkat dan pendek,
tanpa bertele-tele dan basa-basi dalam bentuk kalimat yang utuh dan
lengkap. Pada prinsipnya jawaban jenis tes ini semakin pendek dan
semakin tepat sasaran, semakin baik. Apabila jawaban yang tepat
terhadap suatu pertanyaan cukup diberikan dalam bentuk satu kata,
dianjurkan untuk menggunakan satu kata, bukan dua kata. Bahkan bila
jawaban suatu pertanyaan dapat diungkapn dengan satu huruf atau satu
angka, diharapkan jawabannya ditulis dengan satu huruf atau satu angka,
bukan satu kata, apalagi satu kalimat. Pendeknya jawaban diharapkan
sesingkat mungkin, tentu saja juga setepat mungkin. Hal ini
dimaksudkan agar dalam menjawab pertanyaan tes jenis ini peserta tes
benar-benar berusaha menampilkan kemampuannya untuk memahami
masalah dan pertanyaan yang diungkapkan dalam suatu butir tes, dan
berusaha untuk memeras jawaban yang dianggapnya tepat dalam bentuk
sesingkat mungkin. Semua itu menggaris bawahi betapa bervariasinya
jawaban peserta tes yang mungkin diberikan dan dihadapi dan harus
diputuskan oleh korektor, untuk nenentukan benar-salah atau dapat-
tidaknya diterima jawaban peserta.
4) Melengkapi (Isian)
Tes melengkapi terdiri dari butir-butir tes yang masing-
masing berbentuk wacana pendek seperti kalimat, yang harus dilengkapi
oleh peserta tes pada bagian-bagian yang dikosongkan dari teks aslinya,
baik di tengah, di awal, atau pada akhir kalimat. Penalarannya adalah
bahwa meskipun tidak dalam bentuk jawaban terhadap suatu pertanyaan,
kemampuan untuk melengkapi dengan benar bagian-bagian yang telah
dihilangkan dari teks aslinya itu mengindikasikan pemahaman tentang
keseluruhan wacana asli. Oleh karena itu, tes melengkapi ini pada
hakikatnya mempersyaratkan kemampuan yang sama dengan jenis
pertanyaan menggunakan kata tanya, yaitu pemahaman yang lebih luas
dari pada sekadar bagian kosong yang harus dilengkapi itu. Memang
benar bahwa tes melengkapi lebih sederhana cara menjawabnya daripada
tes uraian bebas karena jawabannya cukup dituangkan dalam bentuk
kata-kata yang tidak harus dikemas dalam bentuk kalimat, atau bentuk
wacana yang lebih lengkap dan lebih panjang. Butir tes melengkapi
hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan tipe butir tes
yang bisa dijawab dengan kata frase, bilangan, atau simbol.

6
Dalam penggunaan tes subjektif tentunya memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut
(Suharsimi, 2009).
 Mudah disiapkan dan disusun.
 Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide ke
dalam jawaban item secara tepat.
 Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan
bahasa mereka sendiri.
 Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai dan
menyatakan pemikiran siswa secara aktif.
 Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami
suatu permasalahan atas dasar pengetahuan.
Selain beberapa kelebihan seperti yang telah diuraikan di atas,
terdapat pula beberapa kekurangan dari tes subjektif/ uraian adalah
sebagai berikut (Suharsimi, 2009).
 Kadar validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-
segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
 Dalam memeriksa jawaban dari pertanyaan uraian, ada
kecenderungan pengaruh subjektif yang selalu muncul dalam
pribadi seorang guru. Ini terjadi utaanya ketika telah terjadi
hubungan moral yang baik antara guru dan siswa.
 Bentuk pertanyaan yang bermakna ganda, sering membuat siswa
mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan seperti ini
sehingga muncul unsur-unsur menerka dan menjawab dengan ragu-
ragu.
 Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan
individual lebih banyak dari penilai.
 Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada
orang lain.

2.2.2 Tes Objektif

Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah


soal yang tingkat kebenarannya objektif. Berbeda dengan tes
subjektif/ uraian pada tes objektif ini para testee tidak dituntut
merangkai jawaban atas dasar informasi yang dimiliki namun pada
umumnya jawaban pada tes objektif sudah disediakan atau sudah
diarahkan dan bersifat pasti. Tes objektif adalah tes yang semua
informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah
disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal
memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik,
sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau
7
salah. Pada hakekatnya suatu tes yang baik jika item-item ditulis
secara terampil dan mudah dipahami, sehingga dapat memberikan
kualitas penilaian yang tinggi (Hamalik, 2001).
Menurut Hamalik (2001), item tes objektif terdiri dari dua
jenis, yaitu: (1) item jawaban bebas (Free- Response Item) terdiri dari
tes bentuk melengkapi (completion test), isian (full in) dan jawaban
singkat (short-answer) dan (2) item dengan jawaban yang terikat
(Fixed Response Item), bentuk umum dari item ini terdiri dari bentuk
item pilihan berganda (multiple choice test), benar – salah (true –
false), menjodohkan (matching test), dan bentuk latihan menyusun
kembali (rearrangement exercises).
1) Item Jawaban Bebas (Free- Response Item)
Item dengan jawaban bebas merupakan tes dalam bentuk
pertanyaan langsung, ungkapan stimulus, atau pertanyaan tidak
lengkap. Dalam penyusunan soal objektif jawaban bebas
prinsipnya sama seperti keseluruhan soal tipe objektif, yaitu
munculnya keseragaman dan kepastian tentang jawaban yang
benar sesuai dengan pertanyaan. Akan tetapi dalam soal tipe
objektif jawab bebas ini, alternatif jawaban tidak disediakan oleh
pembuat tes, sehingga untuk menjawab soal tipe ini
membutuhkan pemikiran testee. Item dengan jawaban bebas ini
terdiri dari tes bentuk melengkapi, isian, dan jawaban singkat.
a. Tes Melengkapi (Complection Test)
Menurut Stanley (1978) tes melengkapi adalah
merupakan salah satu bentuk tes jawaban bebas, dimana
butir-butir soalnya berupa satu kalimat dimana bagian-bagian
tertentu yang dianggaap penting dikosongkan. Kepada testee
diminta untuk mengisi bagian-bagian yang ditiadakan. Soal
melengkapi ini disajikan dalam bentuk pernyataan dan bukan
dalam bentuk pertanyaan. Item dengan jawaban melengkapi
ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut
merupakan beberapa kelebihannya, antara lain :
 Sangat mudah dalam penyusunannya.
 Lebih menghemat tempat ( menghemat kertas ).
 Persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh test model
ini.
 Digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan
tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan
saja.
Selain kelebihan, item dengan jawaban bebas
memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

8
 Lebih cenderung mengungkap daya ingat atau aspek
hafalan saja.
 Butir- butir item dari test model ini kurang relevan untuk
diajukan.
 Seringkali tester kurang berhati-hati dalam menyusun
kalimat dalam soal
b. Soal Isian (Fill in)
Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi
titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh
peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar
pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar,
bahasa dalam fill in hendaknya jelas, yang dihilangkan tidak
hanya satu kata, jawaban merupakan kata-kata pendek, dan
jumlah jawaban harus tertentu.
Dilihat dari pengertian soal isian tersebut, soal
objektif isian (fill in) ini terlihat mirip sekali dengan soal tipe
objektif bentuk completion. Letak perbedaannya ialah pada
soal tipe objektif bentuk fill in bahan yang diteskan
merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada soal tipe
objektif bentuk completion tidak harus demikian. Dengan
kata lain, pada soal tipe objektif bentuk completion butir-butir
soal dapat saja dibuat berlainan antara satu dengan yang lain.
Namun soal isian mengharuskan suatu kesatuan cerita yang
saling berkaitan. Soal isian (fill in) biasanya hanya digunakan
untuk materi yang tidak memerlukan pemahaman konsep
yang tinggi. Oleh sebab itulah membuat soal isian untuk
materi matematika cukup sulit.
Adapun kelebihan dan kekurangan soal isian (fill in),
yaitu sebagai berikut. Kelebihan yang dimiliki oleh soal tipe
objektif bentuk isian (fill in) adalah:
 Soal model ini sangat disukai siswa karena memudahkan
pengerjaannya.
 Memudahkan siswauntuk mengonstruksi
pengetahuannya.
 Cocok untuk siswa tingkat kelas rendah.
Selain mempunyai kelebihan soal tipe objektif bentuk
isian (fill in) ini memiliki kekurangan yaitu sebagai berikut :
 Memerlukan tempat yang cukup banyak.
 Sulit penilaiannya jika terdapat bermacam-macam
jawaban yang benar.

9
 Cenderung digunakan untuk mengungkapkan daya ingat
atau aspek hafalan saja.
c. Soal Jawaban Singkat (Short-Answer)
Bentuk soal jaawaban singkat merupakan soal yang
menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat,
atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai banar atau
salah. Ada dua bentuk soal jawaban singkat yaitu bentuk
pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Bentuk soal jawaban singkat baik untuk mengukur
kemampuan peserta didik yang sangat sederhana. Beberapa
kemampuan dan indikator berikut ini menunjukkan
penggunaan bentuk soal jawaban singkat yang sering
digunakan guru di kelas.
Menurut Sudjana (2012) item dengan jawaban singkat
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut merupakan
beberapa kelebihannya, antara lain :
 Menyusun soal relatif mudah
 Kecil kemungkinan siswa menjawan dengan menebak
 Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan
tepat
 Hasil penelitian cukup objektif
Kelemahan dari soal tipe objektif bentuk jawaban singkat
(short-answer) yaitu :
 Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih
tinggi.
 Memerlukan waktu agak lama dalam penilaian meski tidak
selama tes essay.
 Menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban siswa
membingungkan pemeriksa.
 Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, sebab
sifatnya yang sederhana, bersifat ingatan, dan hasil belajar
yang paling tinggi pada soal ini adalah pemahaman.
2) Item dengan Jawaban yang Terikat (Fixed Response Item)
Jenis kedua pada item tes objektif yaitu item dengan
jawaban yang terikat (Fixed Response Item), item-item dengan
jawaban terikat disediakan sejumlah alternatif jawaban yang
banyaknya terbatas. Bentuk umum dari item dengan jawaban
terikat adalah sebagai berikut (Hamalik, 2001).
a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choise)

10
Pada tes pilihan ganda tersedia beberapa pilihan
jawaban, dengan satu jawaban benar atau terkadang terdapat
pula lebih dari satu jawaban yang benar (Hamalik, 2001)..
Menurut (Hamalik, 2001), kelebihan soal jenis pilihan ganda
adalah sebagai berikut.
 Butir soal pilihan ganda dapat dikonstruksikan untuk
mengukur segala jenjang tujuan instruksional, mulai dari
yang sederhana hingga kompleks.
 Karena karakteristik dari butir soal pilihan ganda hanya
menuntut waktu kerja siswa sangat minimal, maka setiap
perangkat tes yang menggunakan butir soal yang relatif
banyak.tujuan-tujuan pendidikan, seperti: berpikir
inferensial, pemahaman, pertimbangan, dan diskriminasi
pada diri siswa.
Menurut (Hamalik, 2001) selain kelebihan, butir soal jenis
pilihan ganda memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
 Sukar dikonstruksi, karena dalam mengkonstruksi item-item
pilihan berganda haruslah berhati-hati untuk menghindarkan
adanya kunci-kunci yang dangkal dan tidak relevan.
 Ada kecenderungan bahwa guru mengkonstruksi butir soal
jenis ini hanya menguji atau mengukur aspek ingatan.

Tes pilihan ganda dapat digologkan menjadi sembilan model,


yaitu sebagai berikut.
1) Model Melengkapi Lima Pilihan
Pada soal pilihan ganda model melengkapi lima pilihan
terdiri atas kalimat pokok berupa pernyataan belum lengkap
dan diikuti oleh lima kemungkinan jawaban yang
melengkapi pernyataan tersebut. Tugas testee adalah
memilih salah satu di antara lima kemungkinan jawabannya
yang menurutnya paling tepat.
2) Model Asosiasi dengan Lima atau Empat Pilihan
Model tes ini terdiri dari lima atau empat
judul/istilah/pengertian yang diberi huruf di depannya dan
diikuti oleh beberapa pernyataan yang diberi nomor urut di
depannya. Tugas testee adalah memilih salah satu
judul/istilah/pengertian pada soal yang yang berhuruf yang
paling cocok dengan pernyataan yang tersedia.
3) Model Melengkapi Berganda
Tes pilihan ganda model melengkapi berganda pada
dasarnya sama dengan multiple choice item model lima atau
empat pilihan pernyataan, yaitu terdiri atas satu kalimat
11
pokok yang belum lengkap diikuti dengan beberapa
kemungkinan jawaban. Perbedaannya adalah bahwa pada
buitir soal jenis ini, kemungkinan jawaban betulnya bisa
satu, dua, tiga, atau empat,
4) Model Analisis Hubungan Antar Hal
Tes pilihan ganda model analisis hubungan antar dua hal
terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh satu
kalimat keterangan. Testee harus menentukan jawaban
dengan memperhitungkan jika pernyataan dan keterangan
itu benar, maka harus ditentukan pula apakah terdapat
hubungan antara pernyataan dan keterangan atau tidak.
5) Model Analisis Kasus
Tes pilihan ganda model analisis kasus merupakan suatu
tiruan dari keadaan kasus sebenarnya. Jadi seolah-olah
testee dihadapkan pada suatu kasus. Dari kasus tersebut
ditanyakan mengenai berbagai hal yang menuntut testee
dalam memahami kasus tersebut.
6) Model Hal Kecuali
Tes pilihan ganda model hal kecuali dikembangkan atas
dasar asosiasi positif dan asosiasi negatif secara serempak.
Jika model semacam ini digunakan dalam tes hasil belajar,
maka pada kolom sebelah kiri dicantumkan tiga macam
gejala atau kategori (yakni A, B dan C); sedangkan pada
kolom sebelah kanan terdapat lima hal atau keadaan (yaitu
1, 2, 3, 4 dan 5), di mana kelima di antaranya cocok dengan
satu hal yang berada di sebelah kiri.
Jawaban yang dikehendaki ialah agar testee menentukan hal
berabjad mana yang dipandang cocok dengan lima keadaan
yang bernomor dan keadaan yang tidak cocok dengan hal
dan keadaan itu.
7) Model Hubungan Dinamik
Tes pilihan ganda model hubungan dinamik merupakan tes
yang mengharuskan testee untuk memiliki bekal pengertian
atau pemahaman tentang perbandingan kuantitatif dalam
hubungan dinamik. Dalam praktek model ini lebih sesuai
diterapkan pada tes hasil belajar yang termasuk dalam
kelompok mata pelajaran eksakta, seperti: Fisika, Kimia,
Biologi dan sebagainya.
8) Model Perbandingan Kuantitatif
Tes pilihan ganda model perbandingan kuantitatif
menanyakan hafalan kuantitatif yang sifatnya fundamental

12
dan di kemudian hari perlu hafal di luar kepala, tanpa
melihat buku, daftar atau tabel.
9) Model Pemakaian Diagram, Grafik, Peta, atau Gambar
Tes pilihan ganda model pemakaian diagram, grafik, peta
atau gambar menggunakan diagram, grafik, peta atau
gambar yang diberi tanda huruf A, B, C, D dan sebagainya.
Testee ditanyakan mengenai sifat/keadaan/hal-hal tertentu
yang berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.
b. Tes Menjodohkan (Matching)
Tipe soal jenis tes menjodohkan matching item)
dituliskan dalam dua kolom. Kolom pertama adalah kolom
soal atau stem atau biasa juga disebut premis, yang biasanya
ditulis sebelah kiri. Kolom kedua adalah adalah kolom
jawaban atau option, yang ditulis disebelah kolom pertama.
Terdapat berbagai kondisi dalam tes ini diantaranya, total
kolom yang dirancang seragam, baik kolom soal dan kolom
alternatif jawaban, dan kolom yang dirancang tidak seragam
antara kolom soal dengan kolom alternatif jawaban, dengan
tujuan mengurangi keberhasilan siswa dalam menerka
jawaban. Pada tes jenis menjodohkan atau memasangkan
(matching item), tugas siswa adalah menjodohkan penyataan-
pernyataan dibawah kolom premis dengan pernyataan-
pernyataan yang ada di kolom jawaban (Hamalik, 2001).
Menurut (Hamalik, 2001), soal jenis menjodohkan juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut merupakan
beberapa kelebihan tes jenis menjodohkan.
 Baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan
pengetahuan tentang istilah, definisi, peristiwa dan
penanggalan.
 Dapat menguji kemampuan menghubungkan dua hal baik
yang berhubungan langsung maupun tidak langsung.
 Mudah untuk dikonstruksi.
 Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau
subpokok bahasan yang lebih luas.
 Tes jenis ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal,
misalnya: antara problem dan penyelesaiannya, antara teori
dan penemuannya, antara sebab dan akibatnya, antara
singkatan dan kata-kata lengkapnya, antara istilah dan
definisinya.
Tes jenis menjodohkan juga mempunyai beberapa
kekurangan, antara lain:

13
 Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta
dan hafalan.
 Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang
mengukur hal-hal yang berhubungan.
 Karena jawaban yang singkat-singkat, maka tes jenis ini
kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan
kemampuan membuat tafsiran (interpretasi).
c. Tes Benar-Salah (True-False Item)
Tipe tes benar salah (True false item) adalah butir soal
yang terdiri dari pernyataan, yang disertai dengan alternative
jawaban yaitu menyatakan pernyataan tersebut benar atau
salah, atau keharusan memilih satu dari dua alternative
jawaban lainnya. Alternatif jawaban itu dapat saja berebntuk
benar-salah atau setuju tidak setuju, baik tidak baik atau cara
lain asalkan alternatifitu mutual eksklusif. Menurut (Hamalik,
2001), tes benar-salah juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berikut merupakan beberapa kelebihan tes benar-
salah.
 Mudah dikonstruksi.
 Perangkat soal dapat mewakili seluruh pokok bahasan.
 Mudah diskor.
 Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar
langsung terutama yang berkenaan dengan ingatan.
Adapun beberapa kekurangan dari butir soal jenis benar-salah
antara lain:
 Mendorong siswa untuk menebak jawaban
 Terlalu menekankan pada ingatan.
 Menerima respon siswa yang berbentuk penilaian mutlak.

2.3 Persamaan dan Perbedaan Tes Subjektif dan Tes Objektif


Menurut Purwanto (2013), perbedaan tipe objektif dan subjektif adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Tes Objektif dan Tes Subjektif

Soal Tipe Objektif Soal Tipe Subjektif

1 Secara taksonomi hasil belajar, tes 1 Tes subjektif tidak efisien digunakan
obyektif baik untuk mengukur hasil untuk mengukur pengetahuan (C1),
belajar tingkat pengetahuan (C1), baik untuk mengukur pemahaman
pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan (C2), penerapan (C3), dan analisis
analisis (C4), dan tidak cocok untuk (C4), serta sangat baik untuk
mengukur tingkat sintesis (C5) dan mengukur hasil belajar kognitif untuk
14
evaluasi (C6). sintesis (C5) dan evaluasi (C6).

2 Menggunakan jumlah item yang 2 Menggunakan jumlah soal yang relatif


banyak, dapat mencakup atau kecil, hanya mencakup bahan yang
mewakili bahan pelajaran yang luas. terbatas (tidak mewakili isi bahan yang
luas).

3 Kualitas tes objektif lebih banyak 3 Kualitas tes subjektif lebih banyak
ditentukan oleh keterampilan ditentukan oleh keterampilan
penyusun tes. membaca.

4 Memberikan kesempatan yang luas 4 Memberikan kebebasan untuk


kepada penyusun soal untuk menyatakan jawabannya secara
menunjukkan pengetahuan dan nilai- individual dan guru (pemberi skor)
nilai yang dimilikinya, tetapi bebas memberikan skornya secara
membatasi siswa untuk berkreasi. preferensial dengan mengacu pada
pedoman penskoran.

5 Siswa lebih banyak menggunakan 5 Siswa lebih banyak menggunakan


waktu yang disediakan untuk waktunya untuk berpikir dan menulis.
membaca dan berpikir

6 Penskoran tes objektif lebih mudah 6 Penskoran tes subjektif jauh lebih sulit,
dilakukan, bersifat sangat obyektif, dan lebih subyektif. Distribusi skor
sederhana. Distribusi skor ditentukan ditentukan oleh pemberi nilai.
oleh tes

7 Mendorong siswa untuk mengingat, 7 Mendorong siswa untuk


menginterpretasikan, dan menganalisa mengorganisasi dan mengintegrasikan
ide-ide orang lain. ide-idenya sendiri.

8 Tes objektif siswa dimungkinkan 8 Tes subjektif memungkinkan dan

dan kadang-kadang dibolehkan kadang-kadang mengizinkan siswa

untuk menebak jawaban. untuk membual.

Persamaan tes objektif dan tes subjektif secara umum adalah sama-
sama digunakan untuk menilai dan mengevaluasi hasil belajar berikut
pemaparan lebih lanjut yaitu :

1. Kedua bentuk soal tes ini dapat digunakan untuk mengukur hampir semua
hasil belajar yang dapat diukur dengan tes tulis.
2. Kedua tes ini dapat menggalakkan siswa untuk mempelajari secara
sungguh-sungguh bahan dalam semua tingkatan kemampuan kognitif,
seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi atau pemecahan masalah.
15
3. Kemanfaatan skor hasil kedua bentuk tes tersebut akan tergantung kepada
objektivitas dan reliabilitas tes masing-masing. Skor yang diperoleh
melalui tes, baik bentuk uraian maupun bentuk objektif akan mengandung
nilai pengukuran yang berguna apabila tes itu dapat diskor secara objektif,
dan perangkat soalnya memiliki perangkat reliabilitas yang tinggi.

3. Angket (Non Tes)


Menurut Hasyim dalam Intan (2015), penilaian non tes adalah penilaian
yang mengukur kemampuan peserta didik secara langsung dengan tugas-tugas
riil dalam proses pembelajaran. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Jihad
dalam Indah (2015) yang menjelaskan bahwa penilaian non tes merupakan
prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik,
minat, sifat dan kepribadian. Widiyoko dalam Maulia (2013) teknik evaluasi
non tes biasanya digunakan untuk mengukur hasil belajar yangberkenaan
dengan soft skill,terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat
atau dikerjakan oleh peserta didik. Menurut Sudjana (2013) menjelaskan
bahwa kelebihan non tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya dapat
digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak hanya
untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor.
Dengan teknik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan
salah satu cara yaitu menyebarkan angket.
Angket pada dasarnya adalah sekumpulan daftar pertanyaan yang harus
dijawab oleh objek yang akan diukur atau responden. Data yang dapat
diketahui bisa berupa data diri, minat belajar, sikap, stres belajar dan lain
sebagainya. Menurut Sudjono (2012) berpendapat bahwa tujuan penggunaan
angket dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai
latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis
tingkah laku dan proses belajar mereka.
Menurut Sudjana (2012) langkah-langkah penyusunan angket, yakni
dimulai dengan analisis variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun
pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat angket adalah sebagai
berikut
1. Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner
sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
2. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau
perlu, diberikan contoh.
3. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas
cukup mengungkapkan jenis kelamin, usia, kelas, dan lain-lain yang
ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.

16
4. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai
dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
5. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga
tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran.
6. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus
dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang
sistematis. Hindari penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau
persoalan yang sama.
7. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
8. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya.

Kelebihan dan Kekurangan Angket (Non Tes)


 Kelebihan Angket (Non Tes)
Ada beberapa hal yang menjadi kelebihan angket (non tes) yaitu sebagai
berikut
1. Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang
banyak yang hanya membutuhkan waktu yang singkat.
2. Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama.
3. Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan
 Kekurangan Angket (Non Tes)
Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan atau kekurangan angket (non
tes) yaitu sebagai berikut
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga
apabila ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan
kembali.
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh
semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya. Karena akan merasa bebas menjawab
dan tidak diawasi secara mendetail.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dikumpulkan semua,
sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang
diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya.

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Soal Untuk Penilaian Hasil dan Proses Pembelajaran Matematika


3.1.1 Persamaan dan Perbedaan Tes Subjektif dan Tes Objektif
Menurut penulis, sumber yang tertera pada kajian pustaka sudah
benar, namun terdapat beberapa pendapat berbeda mengenai perbedaan
tes subjekif dengan tes objektif. Pada kajian pustaka tertera bahwa secara
taksonomi hasil belajar, tes obyektif baik untuk mengukur hasil belajar
tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis
(C4), dan tidak cocok untuk mengukur tingkat sintesis (C5) dan evaluasi
(C6). Termuat pula bahwa tes subjektif tidak efisien digunakan untuk
mengukur pengetahuan (C1), baik untuk mengukur pemahaman (C2),
penerapan (C3), dan analisis (C4), serta sangat baik untuk mengukur hasil
belajar kognitif untuk sintesis (C5) dan evaluasi (C6). Berdasarkan
penjelasan tersebut, penulis memiliki pendapat yang berbeda, yaitu secara
taksonomi hasil belajar, tes obyektif baik untuk mengukur hasil belajar
tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2), tidak efisien untuk
mengukur tingkat penerapan (C3), analisis (C4), tingkat sintesis (C5) dan
evaluasi (C6). Kemudian untuk tes subjektif tidak efisien digunakan
untuk mengukur pengetahuan (C1), baik untuk mengukur pemahaman
(C2), namun sangat baik untuk mengukur hasil belajar kognitif untuk
tingkat penerapan (C3), dan analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
Hal tersebut dikarenakan tes subjektif dianggap mampu dalam mengukur
tingkatan tersebut mengingat jawaban yang dituntut dalam tes subjektif
berupa uraian kata-kata yang umumnya cukup panjang sehingga
memungkinkan dalam mengukur tingkat penerapan (C3), dan analisis
(C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
Selain hal tersebut, penulis ingin menekankan terkait perbedaan tes
isian dalam bagian tes objektif pada bagian item jawaban bebas (Free-
Response Item) yang salah satunya terdiri dari tes bentuk isian dan pada
tes subjektif juga terdapat tes melengkapi/isian. Letak perbedaannya ialah
pada soal tipe subjektif bentuk fill in bahan yang diteskan merupakan satu
kesatuan cerita, sedangkan pada soal tipe objektif bentuk completion
tidak harus demikian. Dengan kata lain, pada soal tipe objektif bentuk
completion butir-butir soal dapat saja dibuat berlainan antara satu dengan
yang lain. Namun soal isian mengharuskan suatu kesatuan cerita yang
saling berkaitan. Soal isian (fill in) biasanya hanya digunakan untuk
materi yang tidak memerlukan pemahaman konsep yang tinggi.
3.1.2 Petunjuk Penyusunan Tes Subjektif Serta Contoh Soal
Menurut Sugihartini (2018), tes subjektif diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk, yaitu uraian bebas, uraian terstruktur, jawaban singkat,
18
dan isian (melengkapi). Klasifikasi tersebut didasarkan atas kebebasan
siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal.
Menurut Suke Silverius dalam Nurul (2005), kaidah-kaidah yang
perlu diperhatikan pada waktu menyusun atau menulis butir-butir soal
uraian antara lain:
 Rumusan pertanyaan hendaknya menggunakan kata tanya atau
perintah seperti mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan,
analisis, berilah tanggapan, hitunglah, dan buktikan.
 Soal hendaknya dirumuskan dengan kalimat sederhana sesuai dengan
tingkat kemampuan bahasa siswa.
 Rumuskan kalimat soal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, baik yang
berkenaan dengan ejaan, penulisan kata, ataupun penempatan tanda
baca.
 Gunakan kata-kata yang tidak menimbulkan salah pengertian atau
yang dapat menimbulkan penafsiran ganda sehingga dapat
mengaburkan maksud soal serta dapat membingungkan siswa dalam
merumuskan jawaban.
 Hindarilah kalimat soal yang mengandung unsur-unsur yang dapat
menyinggung perasaan siswa karena berhubungan dengan agama yang
dipeluknya, kebiasaan daerah atau kebudayaan setempat, atau hal-hal
lain yang dapat menyinggung perasaan siswa.
 Tetapkanlah waktu yang disediakan untuk menjawab soal tersebut dan
banyaknya kalimat atau halaman yang diperlukan.
 Tidak diperkenakan memberi kesempatan bagi siswa untuk memilih
dari sejumlah pertanyaan yang ada untuk dikerjakan.
 Untuk memungkinkan objektifitas dalam penskorannya, maka
penggunaan tes uraian objektif sangat dianjurkan.
 Lengkapilah setiap butir soal dengan kunci atau kriteria jawaban
sebagai pedoman penskoran.
 Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
Berikut merupakan contoh soal tes subjektif/uraian:
 Contoh soal tes uraian bebas: Jelaskan apa yang dimaksud dengan
vektor?
 Contoh soal untuk uraian terstruktur/terbatas: Diberikan suatu
persamaan kuadrat yang mempunyai
dua akar yang berkebalikan. Tentukan akar-akar dari persaman
kuadrat tersebut dan uraikan jawabanmu.
 Contoh bentuk tes jawaban singkat: Berapakah akar pangkat tiga dari
2376?

19
 Contoh bentuk tes melengkapi/isian: Dua buah dadu dilempar secara
bersama-sama sebanyak 216 kali. Frekuensi harapan muncul kedua
mata dadu bilangan prima atau berjumlah 7 adalah … kali.
3.1.3 Petunjuk Penyusunan Tes Objektif Serta Contoh Soal
Menurut Hamalik (2001), item tes objektif terdiri dari dua jenis,
yaitu: (1) item jawaban bebas (Free- Response Item) hanya terdiri dari tes
bentuk melengkapi (completion test), isian (full in) dan jawaban singkat
(short-answer) dan (2) item dengan jawaban yang terikat (Fixed
Response Item), bentuk umum dari item ini terdiri dari bentuk item
pilihan berganda (multiple choice test), benar – salah (true – false),
menjodohkan (matching test), dan bentuk latihan menyusun kembali
(rearrangement exercises). Berikut merupakan penjabaran jenis-jenis tes
objektif.
1. Item Jawaban Bebas (Free- Response Item)
Item dengan jawaban bebas ini terdiri dari tes bentuk melengkapi
(completion test), isian (full in) dan jawaban singkat (short-answer).
Berikut merupakan penjabaran bentuk umum dari item ini.

 Tes Melengkapi (Completion Test)


Petunjuk konstruksi tes jenis melengkapi yaitu sebagai berikut :
1) Hindarkan dari pernyataan yang tidak jelas
2) Jangan menghilangkan kata-kata kunci terlalu banyak
3) Hilangkan kata-kata yang mengandung arti penting
4) Hindarkan dari munculnya indikator jawaban yang bisa
dibaca
5) Jawaban terdiri dari satu kata
6) Jangan membuang kata terdepan dari suatu kalimat
7) Besar kolom yang dikosongkan sama
8) Disediakan kolom jawaban untuk mempermudah skoring
9) Sediakan kunci tentang semua kemungkinan jawaban
10) Meskipun dalam satu kalimat ada lebih dari satu isian
hendaknya skoring tetap berdasarkan jumlah isian
Berdasarkan aturan penyusunan di atas, berikut ini merupakan
contoh item dengan jawaban bebas yaitu tes bentuk tes
melengkapi.
1) Sudut yang bertolak belakang adalah sudut–sudut yang
besarnya ....... sama.
2) Bilangan prima adalah bilangan ........ oleh 1 dan dirinya
sendiri.
 Tes Isian (Full In)

20
Item dengan jawaban bebas ini terdiri dari tes bentuk isian,
berikut merupakan aturan untuk menyusun item bentuk isian
(Hamalik, 2001).
1) Pernyataan harus dibuat secara eksplisit sederhana dan
lengkap sehingga mudah dalam pemberian skor.
2) Hindarkan penyataan-pernyataan yang kata kuncinya terlalu
banyak dihilangkan karena hal tersebut dapat membuat
peserta didik kesulitan dalam mengenal makna yang
dimaksudkan.
3) Hindarkan kata kunci yang justru membuka jalan bagi siswa
dan mempermudah mereka untuk menjawab.
4) Hindarkan penyataan-pernyataan yang diambil langsung dari
buku sumber, karena pertanyaan itu hanya bersifat
memanggil ingatan.
5) Susunlah pernyataan dengan tata bahasa yang baik dan benar.
6) Jika kolom isian didahului oleh suatu artikel tertentu, maka
hendaknya ditulis sedemikian rupa sehingga siswa sendiri
yang memutuskan apakah suatu jawaban yang benar dimulai
dengan huruf hidup atau huruf mati. Dalam Bahasa asing
biasanya ditulis dalam bentuk a(n), jangan dalam bentuk lain.
7) Pilihlah pernyataan-pernyataan yang hanya menuntut satu
jawaban yang benar.
8) Jawaban yang diperoleh harus merupakan sesuatu kata atau
suatu garis besar ungkapan, untuk menghindari penilaian
secara subjektif oleh guru.
9) Panjang kolom jawaban dibuat seragam, agar tidak ada
persepsi mengenai jawaban yang benar sesuai dengan ukuran
kolom.
10) Jika item menuntut beberapa jawaban, maka berilah nomor
agar siswa lebih terarah dalam mengisikan jawabannya.
11) Persiapkan kunci penskoran yang berisikan semua jawaban
yang dituntut oleh setiap item.
12) Berikan satu angka untuk setiap kolom yang diisi dengan
benar dan tepat.

Berdasarkan aturan penyusunan di atas, berikut ini


merupakan contoh item dengan jawaban bebas yaitu tes bentuk
isian.
Pak Made membeli sebidang tanah, diketahui panjang sisi tanah
Pak Made adalah …… (1) dan memiliki lebar …… (2). Sebidang
tanah Pak Made berbentuk persegi Panjang dengan luas 750 m2
dan keliling …… (3).

21
 Tes Jawaban Singkat (Short-Answer)
Beberapa petunjuk khusus dalam penyusunan tes ini antara lain,
sebagai berikut:
1) Menggunakan kalimat tanya
2) Pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang
muncul dapat disampaikan sesingkat mungkin, kalau perlu
hanya dijawab dengan satu kata
3) Disediakan kolom jawaban kalau memang lembar jawaban
ingin dijadikan satu dengan lembar soal
4) Hindarkan susunan kalimat yang sama dalam buku teks
5) Hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar.
Berdasarkan aturan penyusunan di atas, berikut ini
merupakan contoh item dengan jawaban bebas yaitu tes jawaban
singkat
1) Jika 3y + 15 = 0 , maka berapakah nilai y?
2) Berapakah besar sudut berpelurus?
3) Pak Andri mempunyai uang Rp 2.700.000 dan berniat untuk
membeli TV. Harga TV tersebut sebelum didiskon adalah Rp
2.400.000, sedangkan besar diskonnya adalah 35%. Selain itu
pak Andri juga belanja bulanan untuk keperluan rumah sebesar
Rp 230.000. Berapakah sisa uang pak Andri saat ini?
2. Item dengan Jawaban yang Terikat (Fixed Response Item)
Bentuk umum dari item ini terdiri dari bentuk item pilihan
berganda (multiple choice test), benar – salah (true – false),
menjodohkan (matching test), dan bentuk latihan menyusun kembali
(rearrangement exercises). Berikut merupakan penjabaran bentuk
umum dari item ini.
 Tes Pilihan Ganda (Multiple Choise)
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choise) memiliki berbagai jenis
model soal diantaranya: Model melengkapi lima pilihan, model
asosiasi dengan lima atau empat pilihan, model melengkapi
berganda, model analisis hubungan antar hal, model analisis
kasus, model hal kecuali, model hubungan dinamik, model
perbandingan kuantitatif, model pemakaian diagram, grafik, peta,
atau gambar. Namun tes pilihan berganda yang paling sering
digunakan memiliki format sebagai berikut:

22
Sumber: Modul “Hakekat Evaluasi Pembelajaran” Drs. Noehi
Nasoetion, M.A

Berikut merupakan petunjuk konstruksi soal jenis pilihan ganda


(Hamalik, 2001).
a) Kalimat pernyataan/pertanyaan harus mengandung suatu
masalah pokok.
b) Setiap item harus dibuat sesingkat mungkin dan harus
konsisten.
c) Usahakan agar tidak menggunakan kalimat yang dinyatakan
secara negatif. Tetapi jika bentuk negatif dipergunakan maka
hendaknya fakta yang mendapat tekanan diberi garis bawah.
d) Setiap item menggunakan suatu masalah secara penuh tanpa
berhubungan dengan item yang lain.
e) Mintalah satu jawaban yang terbaik misalnya dengan
menggunakan kata-kata: “paling atau terutama”.
f) Jangan menghilangkan kata-kata yang terletak di bagian
awal kalimat item, karena akan membingungkan dan
menyebabkan kalimat itu perlu dibaca berkali-kali
(menghamburkan waktu siswa).
g) Jangan menggunakan istilah-istilah di luar perbendaharaan
bahasa siswa.
h) Semua option jawaban harus dibuat sedemikian rupa
sehingga konsisten dengan makna yang terkandung dalam
pernyataan/pertanyaan.
i) Hindarkan terjadinya penempatan jawaban yang benar
terjadi berulang-ulang pada kedudukan option yang sama.
j) Hindarkan penggunaan kata yang persis dalam buku
pelajaran.
k) Jangan menggunakan kalimat yang dapat dijadikan petunjuk
terhadap item lainnya.
l) Jangan menggunakan kalimat yang panjang untuk option.
m) Alternatif jawaban haruslah homogen.
n) Jangan membuat alternatif jawaban yang berbeda secara
fisik dengan pengecoh.

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda


Kerjakan soal-soal berikut ini dengan memilih salah satu pilihan A, B,
C, D.

1) Persamaan garis lurus yang melalui (2, 1) dan sejajar dengan garis
3x – 4y + 5 = 0 adalah ….
A. 3x – 4y + 1 = 0

23
B. 4y – 3x + 2 = 0
C. 3x – 4y – 3 = 0
D. 4y – 3x + 3 = 0
2) Jarak titik (4, 2) ke garis 4x – 3y + 5 = 0, adalah ….
A. 2
B. 3
C. 4
D. 5

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Melengkapi Lima Pilihan


1) Persamaan garis berat ABC yang melalui A dengan A(3, -1), B(-
2, 4) dan C(6, -2), adalah ….
A. y – 2x + 1 = 0
B. 2x – y + 3 = 0
C. x – 2y + 5 = 0
D. y – 2x + 5 = 0
E. 2x + y – 5 = 0

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Asosiasi dengan Lima


atau Empat Pilihan
Untuk butir soal nomor 1 sampai dengan 4, cocokanlah istilah yang
terdapat di belakang huruf abjad, dengan contoh pernyataan yang
terdapat pada masing-masing soal.
A. Persegi panjang
B. Segitiga
C. Trapesium
D. Layang-layang
E. Lingkaran
1. Suatu segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi
yang berhadapan sama panjang.
2. Bangun datar yang memiliki tak hingga simetri lipat.
3. Jumlah ketiga sudutnya adalah 180 .̊
4. Suatu segi empat yang masing-masing sisi berdampingannya
sama panjang.
5. Suatu segi empat yang dua buah sisinya sejajar.

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Melengkapi Berganda


Pilihlah :
A. Bila (1), (2), dan (3) benar
B. Bila (1) dan (3) benar
C. Bila (1) dan (4) benar
D. Bila hanya (2) yang benar
E. Bila semuanya benar
24
Tes :

1. Pernyataan yang benar mengenai suatu fungsi

(1) Definit positif


(2) Akar-akarnya adalah 4 dan 7
(3) Diskiriman lebih dari nol
(4) Grafik dari fungsi kuadrat adalah parabola terbuka ke atas

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Analisis Hubungan Antar


Hal
Pilihlah :
A. Jika pernyataan BETUL, alasan BETUL dan keduanya
menunjukkan HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
B. Jika pernyataan BETUL, alasan BETUL, tetapi keduanya TIDAK
MENUNJUKKAN HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
C. Jika pernyataan BETUL dan alasan SALAH
D. Jika pernyataan SALAH dan alasan BETUL.
E. Jika pernyataan SALAH dan alasan SALAH.
Soal:
1. Diketahui kalimat “5 adalah bilangan ganjil”
merupakan kalimat tertutup.
Sebab
5 bukan bilangan genap.
2. Diketahui himpunan A  1,3,5,7,9 dan
B  2,3,5,7,11 , irisannya adalah 3,5,7.
Sebab
Irisan himpunan A dan B adalah himpunan semua objek
atau anggota himpunan yang sekaligus menjadi anggota
himpunan A dan B.
3. Turunan dari f x   x 2  3x  28 adalah f ' x  x  3 .
Sebab
Rumus turunan fungsi pangkat adalah f ' x   nx n1 .
4. Diketahui merupakan kalimat terbuka.
Sebab
Kalimat terbuka adalah suatu pernyataan yang sudah
memiliki nilai benar atau salah.
5. Diketahui mean dari data berikut ini adalah 7
Data: 7, 6, 9, 8, 7
Sebab
Rumus mean adalah
25
Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Analisis Kasus
Aldi membeli 4 pulpen dan 2 buku dengan total harga Rp 17.000 di
toko A. Kemudian keesokan harinya Aldi kembali membeli 2 buku
dan 6 pulpen di toko A dengan total harga Rp 22.000. Setelah itu,
Aldi bertemu dengan kakaknya, yang kemudian meminta Aldi
kembali lagi ke toko A untuk menukarkan 6 pulpen dengan 5 buku.
Permintaan tersebut dipenuhi oleh Aldi dengan tidak mendapat
kerugian apapun dari menukarkan barang belanjaannya. Pernyataan
yang benar berkaitan dengan pernyataan di atas adalah … .
A. Harga 1 buku adalah Rp 4.500
B. Total uang yang dihabiskan Aldi setelah menukarkan
belanjaannya adalah Rp. 41.500
C. Harga satu pulpen adalah Rp 1.500
D. Harga 3 buku dan 1 pulpen adalah Rp 16.000

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Hal Kecuali


Ada empat ciri-ciri grafik fungsi, yaitu:
(1) Naik secara perlahan untuk nilai x negative (hampir mendatar
horizontal).
(2) Naik secara cepat untuk x positif.
(3) Invers fungsi berupa logarita natural.
(4) Variabel x berupa bilangan real atau bilangan kompleks.
Grafik fungsi yang memenuhi ciri-ciri di atas adalah … .
A. Grafik fungsi sinus
B. Grafik fungsi cosinus
C. Grafik fungsi eksponensial
D. Grafik fungsi logaritma
E. Grafik fungsi kuadrat

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Hubungan Dinamik


Pilihlah:
A. Jika (1) bertambah, maka (2) bertambah
B. Jika (1) bertambah, maka (2) berkurang
C. Jika perubahan pada (1) tidak mempengaruhi (2).
Tes:
1. (1) Besar jari-jari alas
(2) Volume tabung

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Perbandingan


Kuantitatif
Pilihlah :
A. Jika (1) lebih besar dari (2)
26
B. Jika (1) lebih kecil dari (2)
C. Jika keduanya sama besar atau hampir sama besar.
Tes:
5
1. (1) 25 2
9
(2) 4 2

Contoh Soal Jenis Pilihan Ganda Model Pemakaian Diagram,


Grafik, Peta, atau Gambar

Berikut adalah diagram venn dan karakteristik diagram venn.

Gambar 3.1 Gambar Diagram Venn

Tunjukkan yang dimaksud penjelasan berikut ini.


1. Himpunan anggota A saja (tanpa B)
2. Himpunan anggota B saja (tanpa A)
3. Himpunan semesta
4. Himpunan A irisan B
5. Anggota semesta namun bukan anggota A maupun B

 Tes Menjodohkan (Matching)


Menurut Ebel dan Frishie (h.197) ragam soal menjodohkan,
memiliki persamaan dengan Pilihan Berganda terutama jika dilihat
dari adanya sejumlah pilihan yang disediakan. Menjodohkan juga
ada kemiripannya dengan tes jawaban singkat jika dilihat dari cara
mengerjakannya.
Petunjuk Konstruksi Soal Jenis Menjodohkan (Hamalik, 2001).
1) Diperlukan ketelitian dalam memutuskan bahan yang
ditempatkan dalam pertanyaan dan option.

27
2) Pernyataan di bawah kolom pertama dan di bawah kolom kedua
masing-masing haruslah terdiri dari kelompok yang homogen.
3) Pernyataan di bawah kolom kedua harus lebih banyak dari
pernyataan di bawah kelompok pertama. Untuk memudahkan
penyediaan lembar jawaban yang seragam, maka dianjurkan
supaya jumlah pernyataan di bawah kelompok pertama berkisar
antara 3 atau 4 buah. Sedangkan pernyataan di bawah kolom
kedua adalah 5. Dengan demikian lembar jawaban akan segeram
dengan butir soal pilihan ganda lainnya.

Dalam format di bawah ini terdapat 5 pokok soal yang masing-


masing dapat dijodohkan dengan hanya satu alternatif pilihan yang
disediakan. Pada jenis tes menjodohkan, jumlah pokok soal
disesuaikan dengan keperluan namun jumlah pilihan harus lebih
banyak.

Sumber:
Modul 1
“Hakekat
Evaluasi

Pembelajaran” Drs. Noehi Nasoetion, M.A

Contoh Soal Jenis Menjodohkan


Jodohkanlah konversi waktu berikut:
Kelompok A Kelompok B
1) 3 windu a. 20 tahun
2) 2 dasawarsa b. 300 tahun
3) 3 abad c. 24 tahun
4) Dst d. Dst

28
 Tes Benar-Salah (True-False Item)
Tes dengan format Benar Salah menggunakan satu pernyataan.
Peserta ujian diminta menilai apakah pernyataan tersebut benar (B)
atau salah (S). Jadi pilihan yang disediakan pembuat soal hanya dua
yaitu benarkah (B) pernyataan itu atau salah (S) sesuai dengan
konsep yang dipelajari selama ini.
Petunjuk Konstruksi Soal Jenis Benar-Salah
1) Setiap butir soal harus menguji atau mengukur hasil belajar siswa
yang penting dan bermakna, tidak menanyakan hal yang kurang
bermakna.
2) Setiap butir soal harus menguji pemahaman, tidak hanya
pengukuran terhadap daya ingat.
3) Butir soal yang baik haruslah jelas jawabannya bagi seorang
siswa yang belajar.
4) Pernyataan dalam butir soal harus dinyatakan secara jelas dan
menggunakan Bahasa yang baik dan benar.
5) Hindarkan penggunaan kata atau ungkapan yang mengandung
tekanan, yang dapat dijadikan kunci untuk menjawab pertanyaan.
6) Usahakan banyak pernyataan yang benar dan salah seimbang.
Hal ini dilakukan untuk memperkecil peluang bagi siswa dalam
menebak jawaban.
7) Batasi setiap pernyataan pada hal-hal yang akan dites saja.
8) Hindarkan penggunaan pernyataan yang kelihatannya betul
padahal nyatanya salah.
9) Hindarkan pemakaian kata-kata yang langsung dikutip dari buku
pelajaran.
10) Hindarkan pernyataan yang menimbulkan banyak tafsiran.

Contoh Soal Jenis Benar-Salah


Kerjakan soal-soal berikut ini dengan melingkari huruf B jika
pernyataan benar dan melingkari huruf S jika salah.
1) B – S : -2, -1, 0, 1, 2 termasuk bilangan bulat.
2) B – S : Banyaknya titik sudut pada segitiga adalah 2.
3) B – S : 9 adalah suatu bilangan prima.
4) B – S : Garis dan ruas garis adalah sama.
5) B – S : Luas trapesium dengan panjang sisi sejajarnya berturut-
turut yaitu 3 cm dan 9 cm, serta tinggi 4 cm adalah 24 cm2.
6) B – S : Suku ke-20 dari barisan bilangan aritmatika 1, 5, 9, 13, …
adalah 77.

29
3.1.4 Cara Mengatasi Kelemahan Tes Subjektif dan Tes Objektif
1) Cara Mengatasi Kelemahan Soal Tipe Subjektif
a. Kata-kata yang digunakan dalam pertanyaan hendaknya tidak
diambil secara langsung dari buku/catatan. Para guru atau
evaluator dapat memodifikasi atau menggunakan kata lain yang
mungkin artinya sama.
b. Mengatasi dalam mengoreksi sukar bisa dengan saat menyusun
soal, hendaknya soal- soal itu sudah dilengkapi dengan
kuncinjawaban serta pedoman penilaiannya
c. Dalam hal mengurangi unsur subjektifitas yang kerap kali terjadi
dalam pemeriksaan soal jenis subjektif ini, adapun hal-hal yang
dapat dilakukan adalah:
 membuat pedoman penskoran,
 tidak melihat identitas,
 mempunyai pembanding,
 memeriksa satu-persatu soal (contohnya ketika memeriksa
kita soal nomer 1 untuk salah satu siswa maka kita harus
memeriksa soal nomer 1 juga untuk seluruh siswa).
d. Upaya mengatasi kadar validitas dan reliabilitas rendah bisa
dengan cara, Pada tahap pertama soal yang telah dibuat
diberikan kepada ahli evaluasi dan penilaian pembelajaran untuk
di review, ditelaah dan dianaliasis. Validator dan Reliabilitator
ahli yang baik, tentu akan berusaha mereview secara optimal dan
memberi masukan perbaikan. Tahap kedua merevisi soal yang
telah di validasi ahli termasuk mengakomodasi masukan atau
saran demi perbaikan soal. Tahap ketiga, melakukan uji coba
lapangan dalam evaluasi pembelajaran di kelas, perangkat yang
telah direvisi digunakan untuk mengevaluasi dan menilai
pembelajaran sehingga diketahui nilai dan proses hasil
pembelajaran di kelas tempat uji coba. Data nilai (hasil) belajar
dianalisis. Tahap keempat mengembangkan soal yang telah di
revisi berdasarkan hasil uji coba lapangan sehingga
menghasilkan soal final yang bagus dan siap digunakan untuk
melakukan tes
e. Pertanyaan esai yang direncanakan sebaiknya dibuat bervariasi
dan bisa mencakup unit-unit mata pelajaran yang telah diajarkan
di kelas.
f. Upaya untuk mengatasi jawaban panjang yaitu dengan
menyeimbangkan anatara jumlah pertanyaan esay yang
memerlukan jawaban panjang dengan pertanyaan yang
memerlukan jawaban pendek. Sedangkan untuk mengatasi waktu
lama yaitu dengan memberikan waktu yang cukup kepada siswa.
30
Berikan pilihan pertanyaan kepada para siswa, misalnya siswa
menjawab hanya tiga pertanyaan dari lima pertanyaan yang
disediakan, sesuai pilihan dan kemampuan mereka.
g. Menyediakan waktu yang cukup untuk menyusun pertanyaan
dalam setiap soal.
h. Item pertanyaan yang direncanakan hendaknya memuat
persoalan penting yang telah diajarkan dalam proses belajar
mengajar.
i. Permasalahan yang hendak dirumuskan memiliki arti yang
dinyatakan secara eksplisit dalam tujuan instruksional.
2) Cara Mengatasi Kelemahan Soal Tipe Objektif
a. Untuk menghindari spekulasi jawaban testee, jawaban hendaknya
tidak terpola. Misalnya tidak jawaban A berturut-turut, kemudian
jawaban B berturut-turut pula sebagai jawaban yang benar.
b. Bahasa yang digunakan harus jelas, langsung pada sasaran dan
tidak berbelit-belit.
c. Hindari adanya jawaban yang benar dan yang paling benar, sebab
antara 2 kebenaran seringkali saling merupakan bagian satu sama
lain dan tidaklah berlaku bahwa setiap option yang benar
mencakup kebenaran option lainya, jadi setiap soal hanya
memilik satu jawaban yang benar.
d. Dalam soal pilihan ganda (multiple choise), option pengecoh
(distractor) dan option kunci semuanya harus berfungsi secara
efektif, agar tiap-tiap option yang disajikan mempunyai daya
tarik untuk dipilih buat beberapa soal. Setiap option tersebut
tidak jelas sebenarnya (untuk option kunci) dan tidak jelas pula
salahnya (untuk option pengecoh), semuanya mempunyai
kemungkinan untuk dipilih. Penyajian option yang jelas
(homogen) lebih memungkinkan untuk memiliki peluang yang
sama untuk dipilih.
e. Pada bidang matematika, jika kita menghendaki jawaban dalam
bentuk isian, maka hasil yang diperoleh haruslah dinyatakan
dalam petunjuknya secara jelas. Misalnya apakah nilai dari
itu dinyatakan dalam bentuk desimal atau bilangan atau
bilangan bertanda akar. Bila dalam bentuk desimal, sampai
berapa desimal yang diminta. Hal ini berguna agar siswa tidak
mempunyai keraguan dalam memberikan jawaban.
f. Jawaban untuk tes pilihan ganda sebaiknya merupakan rangkaian
yang terletak di akhir kalimat. Kalimat awal merupakan stem
(pernyataan) dan diakhiri dengan option (kemungkinan jawaban).
g. Dalam rangka memasangkan atau menjodohkan (matching item)
banyak kemungkinan jawaban yang harus dipilih, harus lebih
31
banyak daripada stem dan semua kemungkinan jawaban harus
homogen. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan
siswa menerka-nerka. Memperhatikan penyebaran aspek kognitif
pada setiap butir soal.

3.1.5 Kisi-kisi dan Contoh Angket


1. Kisi-kisi dan Contoh Angket Sikap

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Angket Sikap

Sub Pernyataan

No Variabel Indikator Jumlah


Positif Negatif

1 Sikap terhadap  Paham dan 2, 8 3, 4 4


tujuan dan isi yakin akan
mata pelajaran pentingnya
matematika tujuan dan isi
matematika

 Kemauan untuk 11 9 2
mempelajari dan
menerapkan
materi
matemtika

2 Sikap terhadap  Keseriusan 1, 12, 19 13, 16, 6


pembelajaran dalam 18
matematika mempelajari
matematika.

 Senang 17 14 2
membaca atau
mempelajari
buku
matematika.

32
3 Sikap terhadap  Cara mengajar 5 10 2
guru yang guru
mengajar matematika.
matematika

4 Sikap siswa  Minat siswa 20 15 2


terhadap belajar dengan
kegiatan model Group
pembelajaran Investigation
melalui model
Group
Investigation
 Aktivitas siswa 7 6 2
selama
pembelajaran
Jumlah 10 10 20

CONTOH ANGKET SIKAP

A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ..............................................

Kelas : ..............................................

No. Absen : .............................................

B. PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah pernyataan-pernyataan berikut ini dengan cermat sebelum anda
menjawabnya!
2. Kerjakan semua soal pada lembar jawab yang telah disediakan dengan
memberi tanda centang (√) sesuai dengan pendapat kalian, sesuai
dengan keterangan yang ada!
3. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan
kebenarannya. Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap
pernyataan lain.

Keterangan Pilihan Jawaban :


1 : Sangat tidak setuju (STS)
2 : Tidak setuju (TS)
3 : Ragu-ragu (R)
4 : Setuju (S)
5 : Sangat setuju (SS)
33
Tabel 3.2 Contoh Angket Sikap

Pilihan Jawaban
No Pernyataan
SS S R TS STS

1 Saya merasa rugi bila bolos atau tidak


memeperhatikan ketika guru
menerangkan karena saya tidak bisa
memahami meteri pelajaran
berikutnya

2 Saya senang belajar matematika


karena saya mengetahui kegunaannya
dalam kehidupan sehari-hari

3 Materi pelajaran matematika terasa


sangat sulit bagi saya

4 Jika saya tidak mengerti pelajaran


matematika, saya tidak berusaha untuk
mempelajarinya karena saya tidak
mengetahui tujuan mempelajari
matematika

5 Saya merasa lebih giat mengikuti


pelajaran matematika, karena guru
saya menyampaikan tujuan belajar
matematika kepada siswa sebelum
belajar

6 Saya tidak mau mengungkapkan


pendapat ketika berdiskusi apalagi
berdebat masalah matematika

7 Belajar dengan Model pembelajaran


GroupInvestigation membuat saya
lebih berani mengungkapkan pendapat
saya

8 Saya merasa tugas-tugas yang


diberikan guru matematika dapat
diselesaikan dengan mudah

9 Saya tidak menyukai pelajaran

34
matematika karena banyak
menggunakan rumus

10 Dalam menjelaskan materi


matematika, contoh yang diberikan
guru membuat saya paham tentang
materi matematika

11 Saya senang menerangkan kembali


pelajaran matematika yang telah
diterangkan guru kepada teman saya.

12 Saya khawatir tentang hasil belajar


matematika yang akan saya peroleh

13 Saya merasa gugup dan tidak senang


dalam menghadapi pelajaran
matematika

14 Tak ada sesuatu yang kreatif dalam


matematika, karena hanya bersifat
mengingat rumus

15 Saya lebih menyukai pembelajaran


seperti biasa daripada pembelajaran
dengan model GroupInvestigation

16 Perasaan takut salah membuat saya


kurang berani memecahkan soal
didepan kelas

17 Saya senang membaca dan


mempelajari hal-hal yang
berhubungan dngan matematika.

18 Saya akan mencari alasan untuk tidak


menyelesaikan tugas-tugas
matematika yang diberikan guru

19 Saya merasa khawatir apakah saya


mampu belajar matematika dengan
baik

20 Dengan menggunakan Model


Pembelajaran Group Investigation sala

35
lebih bersemangat dalam belajar
matematika

2. Kisi-kisi dan Contoh Angket Penilaian Terhadap Guru


Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Penilaian Terhadap Guru

Pernyataan
No Sub Variabel Indikator
Positif Negatif

1 Kepribadian Guru  Penampilan guru dalam 1,4,6 2,3,5


proses pembelajaran di
lingkungankelas
 Tindakan guru terhadap
masalah-masalah yang
terjadi di dalam proses
pembelajaran
 Sikap guru dalam proses
pembelajaran (etika,
kesopanan, dll)
2 Disiplin Mengajar  Ketepatan waktu (disiplin 7,9 8,10
Guru waktu) guru dalam proses
pembelajaran
 Ketegasan dan
Tanggungjawab guru di
dalam kelas baik dalam
mengajar, memberitugas,
memberikan kuis, dll
3 Kesiapan Mengajar  Cara berkomunikasi 12,14,15 13,17,19
dalam proses
pembelajaran
 Penguasaan guru terhadap
materi yang diajarkan
 Pembawaan/cara mengajar
guru di dalam kelas
4 Penilaian  Cara penilaian guru 26,27 28,29
(Evaluasi) Guru terhadap tugas yang
dikerjakan siswa
 Cara penilaian guru
terhadapsikapsiswa
 Cara penilaian guru
36
terhadap ulangan harian
siswa
 Cara penilaian guru
terhadap UTS dan UAS
siswa

CONTOH ANGKET PENILAIAN TERHADAP GURU

A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ..............................................

Kelas : ..............................................

No. Absen : .............................................

B. PETUNJUK PENGISIAN
4. Bacalah pernyataan-pernyataan berikut ini dengan cermat sebelum anda
menjawabnya!
5. Kerjakan semua soal pada lembar jawab yang telah disediakan dengan
memberi tanda centang(√) sesuai dengan pendapat kalian, sesuai
dengan keterangan yang ada!
6. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan
kebenarannya. Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap
pernyataan lain.

Keterangan Pilihan Jawaban :


1 : Sangat tidak setuju (STS)
2 : Tidak setuju (TS)
3 : Ragu-ragu (R)
4 : Setuju (S)
5 : Sangat setuju (SS)

Tabel 3.4 Contoh Angket Penilaian Terhadap Guru

Pilihan Jawaban
No Pernyataan
SS S R TS STS

1 Guru berpenampilan sesuai aturan


yang berlaku

2 Guru tidak pernah memberikan


pendidikan/nasehat tentang tata cara
berpenampilan (pakaian, sepatu,

37
rambut, dll) kepada siswa

3 Guru memberikan penjelasan yang


mendetail ketika siswa mengalami
masalah

4 Guru marah ketika ada hal


menyimpang di dalam kelas

5 Guru jarang memberikan sanksi


jika ada pelanggaran

6 Guru memperlihatkan sikap


menghormati siswa

7 Guru hadir tepat waktu mengisi


kelas sesuai jadwal yang telah
ditentukan

8 Guru mengakhiri perkuliahan tidak


tepat pada waktunya

9 Guru mampu menjaga kondisi kelas


agar tetap tenang dalam proses
pembelajaran

10 Guru tidak terlalu tegas dalam


mengawasi kuis/ulangan

11 Guru berkomunikasi dengan bahasa


yang sopan dan santun

12 Guru tidak komunikatif sehingga


materi pelajaran sulit untuk
dipahami

13 Guru sangat siap mengajar di kelas


dan menguasai materi pelajaran

14 Guru memberikan contoh nyata


(konkrit) setiap menjelaskan suatu
hal

15 Guru jarang memberikan tugas

16 Guru mengajar terlalu cepat/lambat

17 Guru memberikan penilaian yang

38
objektif terhadap tugas/ulangan

18 Guru memberikan tugas/ulangan


sesuai dengan materi yang diajarkan

19 Guru tidak rutin memberikan


ulangan/kuis dalam periode tertentu

20 Guru tidak terlalu memperhatikan


dan menilai sikap siswa di dalam
kelas

3.1.6 Cara Mengatasi Kekurangan Angket


Ada beberapa hal yang yang dapat mengatasi kelemahan atau kekurangan
angket (non tes) yaitu sebagai berikut
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga
apabila ada hal-ha1 yang kurang jelas maka sulit untuk
diterangkan kembali. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan
menambah wawasan mengenai apa yang ingin disampaikan dalam
angket sehingga angketdapat dibuat angket dengan pertanyaan yang
lebih berkualitas dan jelas.
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh
semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya, hal ini dapat diatasi dengan cara tidak
mencantumkan identitas pengisi angket.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dikumpulkan
semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari
angket yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali
angketnya. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan membuta
angket online, yang pengunjungnya dapat dilihat, sehingga dapat
diketahui siapa saja yang belum mengisi angket.

3.2 Pengukuran Ranah Afektif


3.2.1 Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai
(Depdiknas, 2008: 3). Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya jika seseorang telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti: perhatian terhadap mata pelajaran, kedisiplinan dalam
mengikuti proses belajar, motivasinya dalam belajar, penghargaan atau rasa
hormat terhadap guru, dan sebagainya (Anas Sudjono, 2006: 54). Depdiknas
(2008: 3), mengelompokkan ranah afektif ini menjadi lima jenjang yaitu: (1)

39
menerima atau memperhatikan (receiving); (2) menanggapi (responding); (3)
menailai atau menghargai (valuing); (4) mengatur atau mengorganisasikan
(organization); dan (5) karakterisasi dengan suatu nilai atau kelompok nilai
(characterization).
Receiving atau attending (menerima atua memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk
dalam jenjang ini misalnya kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus,
mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik
dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada
mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-
identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving,
misalnya peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di
siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai) menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila
suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu
adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan
demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar
efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta
didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan
dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu
nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
40
Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung
penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto
pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization (karakterisasi), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang
telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal
suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan
telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki
phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu
yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada
jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap yang disiplin, baik
kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Tujuan pengukuran ranah afektif selain untuk mendapatkan informasi
yang akurat mengenaitingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa pada
ranah afektif khususnya pada tingkat penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi
dan internalisasi juga dapat mengarahkan peserta didik agar senang membaca
buku, bekerja sama, menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik siswa.
Manfaat dari pengukuran ranah afekitif adalah untuk memperbaiki pencapaian
tujuan instruksional oleh siswa pada ranah afektif khususnya pada tingkat
penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi selain itu juga dapat
memperbaiki sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral siswa.

3.2.2 Teknik Penilaian Afektif


1. Penilaian Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui
cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui
penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai,
keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah
penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan
sebagainya.
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau
orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting
untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, harus
41
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dibanding
sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana
pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih
positif.
2. Penilaian Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan
untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada
minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
 Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan
dalam pembelajaran,
 Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
 Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
 Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas.
3. Penilaian Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan
individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target,
arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif
yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi
seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk
menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang
tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi
sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.
Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
 Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta
didik.
 Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah
dicapai.
 Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.

42
 Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta
didik.
 Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran.
4. Penilaian Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan
moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan
antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari
prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap
dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang
lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga
sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan
akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

3.2.3 Jenis Perangkat Pengukuran Afektif


Penilaian ranah afektif peserta didik bisa menggunakan kuesioner dan juga
bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya, yaitu dimulai
dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi
konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini
menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada
mata pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam
mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan
catatan. Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan
demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang
ditempuh akan lebih tepat.

3.2.4 Perencanaan Penilaian Afektif


 Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi
instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi
adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang
diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional
berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur.
Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator.
Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator
bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.
 Penulisan Instrumen
43
Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan
instrumen penilaian afektif, yaitu instrumen sikap, instrumen minat,
instrumen konsep diri, instrumen nilai, dan instrumen moral.
1. Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata
pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran
bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk
menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
2. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya
digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata
pelajaran.
3. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara
objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi
peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya.
Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
4. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan
peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan
yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat
sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
5. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi
moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan
yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil
pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral
seseorang.
 Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala
pengukuran. Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian
afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7
dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda
semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor
tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi
kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga)
untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert
44
dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas
sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat
peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan
simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui
minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata
pelajaran.

3.3 Pengukuran Ranah Psikomotori


3.3.1 Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar.
Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu
tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Buttler (1972) membagi hasil belajar
psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using.
Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang
sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan
keterampilan yang sifatnya tunggal. Pada motor chaining peserta didik sudah
mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu
keterampilan gabungan. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat
menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang kompleks.
Contoh kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika
misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik
satuan baku maupun tidak baku) dan menggambar bentuk-bentuk geometri
(bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll). Secara psikomotor dapat dilihat
dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris)
saat melukis maupun menggambar
Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam menerapkan keterampilannya dalam melakukan tugas tertentu
di berbagai macam konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Menurut M. Arif dalam Ali Yuliantoro (tanpa tahun), cakupan pengukuran aspek
psikomotorik meliputi: (1) Meniru, mampu melakukan kegiatan-kegiatan
sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya
(imitation); (2) Menyusun, mampu melakukan kegiatan sederhana yang belum
pernah dilihat, hanya berdasar pada pedoman atau petunjuk saja (manipulation);
(3) Melakukan dengan prosedur, mampu melakukan kegiatan- kegiatan yang
akurat sehingga menghasilkan produk verja yang presisi (precision); (4)
Melakukan dengan baik dan benar serta tepat sehingga diperoleh produk verja
yang utuh (articulation), dan (5) Melakukan tindakan secara alami
(naturalization), sehingga diperlukan pentahapan agar pengukuran ranah
psikomotor dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor.
Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui
45
(1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu
dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan
kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu, Leighbody (1968) berpendapat
bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan
menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan
dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4)
kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan
yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil
belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan
produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu
peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara
mengetes peserta didik.
Tahapan pengukuran psikomotor dimulai dari analisis tugas, demensi
kompetensi, pengukuran (skoring) sampai kepada penilaian. Agar demensi ranah
psikomotor dapat diukur mensyaratkan beberapa hal, diantaranya adalah: (1)
Dapat memberikan data sensorik (observable); (2) Dapat dirumuskan secara
operasional; (3) Mempunyai variabilitas nilai; (4) Dapat memberikan respon yang
mirip atau sama pada berbagai pengamat; dan (5) Terdapat pada subjek yang
diukur .
Menurut Asrul (2014), ketika melakukan pengukuran hasil belajar ranah
psikomotor, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik
untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja
tersebut
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
d. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua dapat diamati.
e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang
akan diamati.

3.3.2 Tehnik Penilaian Psikomotor


Menurut Kemendikbud (2017), teknik-teknik penilain keterampilan ata
psikomotorik antara lain sebagai berikut:
1. Penilaian Praktik
Penilaian praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa
keterampilan melakukan suatu aktivitas sesuai dengan tuntutan kompetensi.

46
Dengan demikian, aspek yang dinilai dalam penilaian praktik adalah kualitas
proses mengerjakan/melakukan suatu tugas. Penilaian praktik bertujuan
untuk dapat menilai kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan
keterampilannya dalam melakukan suatu kegiatan. Penilaian praktik lebih
otentik daripada penilaian paper and pencil karena bentuk-bentuk tugasnya
lebih mencerminkan kemampuan yang diperlukan dalam praktik kehidupan
sehari-hari.
2. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan peserta didik
dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki ke dalam wujud produk
dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan baik dari
segi proses maupun hasil akhir. Penilaian produk dilakukan terhadap kualitas
suatu produk yang dihasilkan. Penilaian produk bertujuan untuk (1) menilai
keterampilan siswa dalam membuat produk tertentu sehubungan dengan
pencapaian tujuan pembelajaran di kelas; (2) menilai penguasaan
keterampilan sebagai syarat untuk mempelajari keterampilan berikutnya; dan
(3) menilai kemampuan siswa dalam bereksplorasi dan mengembangkan
gagasan dalam mendesain dan menunjukkan inovasi dan kreasi.
3. Penilaian Proyek
Penilaian proyek adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya melalui penyelesaian suatu
instrumen proyek dalam periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dapat
dilakukan untuk mengukur satu atau beberapa KD dalam satu atau beberapa
mata pelajaran. Instrumen tersebut berupa rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian data, pengolahan dan
penyajian data, serta pelaporan. Penilaian proyek bertujuan untuk
mengembangkan dan memonitor keterampilan siswa dalam merencanakan,
menyelidiki dan menganalisis proyek. Di dalam konteks ini, siswa dapat
menunjukkan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang suatu topik,
memformulasikan pertanyaan dan menyelidiki topik tersebut melalui bacaan,
wisata dan wawancara. Kegiatan mereka kemudian dapat digunakan untuk
menilai kemampuannya dalam bekerja independen atau kelompok. Produk
suatu proyek dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam
mengomunikasikan temuan-temuan mereka dengan bentuk yang tepat,
misalnya presentasi hasil melalui visual display atau laporan tertulis.
4. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan berdasarkan kumpulan
informasi yang bersifat reflektif-integratif yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Tujuan utama
dilakukannya portofolio adalah untuk menentukan hasil karya dan proses
bagaimana hasil karya tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti yang dapat
menunjukkan pencapaian belajar siswa, yaitu mencapai kompetensi dasar dan
47
indikator yang telah ditetapkan. Selain berfungsi sebagai tempat
penyimpanan hasil pekerjaan siswa, portofolio juga berfungsi untuk
mengetahui perkembangan kompetensi siswa.

3.3.3 Jenis Perangkat Pengukuran Psikomotor


Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal
yang perlu dilakukan oleh pendidik, membuat soal dan membuat instrumen untuk
mengamati jawaban peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat
berupa soal, lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen.
Sedangakan untuk instrumen mengamati jawaban siswa dapat berupa lembar
observasi, lembar penilaian, dan portofolio.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi
keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang diamati.
Lembar observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list dan memuat rentangan
atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau
pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang
sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan
untuk menilai unjuk kerja peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-
aspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5.
Pengukuran ranah psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar cek (ya - tidak). Pada pengukuran ranah psikomotorik yang menggunakan
daftar cek, peserta didik mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan
tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak
memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua
pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan
demikian tidak terdapat nilai tengah.
Pengukuran ranah psikomotorik yang menggunakan skala rentang
memungkinkan penilai memberi nilai penguasaan kompetensi tertentu karena
pemberian nilai secara kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu penilai agar faktor subjektivitas
dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.
Lembar penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai kinerja atau
menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati. Sedangkan
portofolio adalah kumpulan pekerjaan siswa yang teratur dan berkesinambungan
sehingga peningkatan kemampuan siswa dapat diketahui untuk menuju satu
kompetensi tertentu.

3.3.4 Perencanaan Penilaian Psikomotorik


Perencanaan penilaian meliputi penyusunan kisi-kis, penyusunan instrumen,
dan penyusunan rubrik penilaian.
 Penyusunan Kisi-kisi

48
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan
dibuat.Penusunan kisi-kisi meliputi menentukan kompetensi yang pentig
untuk dinilai, dalam hal ini adalah KD dari KI 4 dan menyusun indikator
berdasarkan kompetensi yang akan dinilai. Kisi-kisi ini merupakan acuan
bagi penulis soal, sehingga sipapun yangmenulis soal yang isi dan tingkat
kesulitannya relative sama
 Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan
pedoman penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam
melakukan perintah/soal tersebut. Instrumen yang disusun mengarah
kepada pencapaian indikator hasil belajar, dapat dikerjakan holeh siswa,
sesuai dengan tahap perkembangan siswa, pemuat materi yang sesuai
cakupan kurikulum, bersifat adil, dan menetapkan batas waktu penilaian
(kemdikbud,2017).
 Kriteria (Rubrics) Penilaian
Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja
peserta didik. Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak
adil dapat dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah
menilai prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun
akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaikbaiknya karena kriteria
penilaiannya jelas. Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan.
Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus
dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal
5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan
hakikat kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada
lembar skala penilaian sebagai berikut

49
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Penilaian terhadap pemahaman peserta didik bisa dilakukan dengan
menggunakan suatu tes yang diberikan kepada siswa tersebut. Tes yang
diberikan oleh guru berupa tes objektif dan tes subjektif. Tes subjektif/ uraian
adalah tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau suatu suruhan
yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.
Soal tipe subjektif terdiri dua macam yaitu uraian bebas, terbatas, jawaban
singkat, dan melengkapi. Tes objektif ini tidak dituntut merangkai jawaban
atas dasar informasi yang dimiliki namun pada umumnya jawaban pada tes
objektif sudah disediakan atau sudah diarahkan dan bersifat pasti. Tes objektif
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu tes objektif jawaban bebas yang
memuat beberapa tes yaitu tes bentuk isian. Sedangkan tes objektif jawaban
terikat juga memuat beberapa tes yaitu tes pilihan ganda, tes menjodohkan,
dan tes benar-salah. Tes pilihan ganda dibagi menjadi beberapa model
diantaranya model melengkapi lima pilihan, model asosiasi dengan lima atau
empat pilihan, model melengkapi berganda, model analisis hubungan antar
hal, model analisis kasus, model hal kecuali, model hubungan dinamik, model
perbandingan kuantitatif, model pemakaian diagram, grafik, peta, atau
gambar. Selain digunakannya tes subjektif dan tes objektif, terdapat pula
angket yang digunakan untuk mengetahui karakteristik siswa. Angket adalah
sekumpulan daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh objek yang akan
diukur atau responden Adapun beberapa angket (non tes), yaitu angket sikap
dan angket penilaian terhadap guru. Evaluasi juga dapat digunakan dalam
pengukuran ranah afektif dan ranah psiomotorik. Ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Mengelompokkan ranah afektif ini
menjadi lima jenjang yaitu: (1) menerima atau memperhatikan (receiving); (2)
menanggapi (responding); (3) menailai atau menghargai (valuing); (4)
mengatur atau mengorganisasikan (organization); dan (5) karakterisasi dengan
suatu nilai atau kelompok nilai (characterization). Ranah psikomotorik adalah
ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak
setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Buttler (1972) membagi hasil
belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining,
rule using.

4.2 Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, diharapkan tenaga pendidik dapat
mengetahui dan memahami bagaimana tipe soal subjektif, tipe soal objektif
contoh angket, dan dapat mengetahui bagaimana pengukuran ranah afektif dan
50
psikomotorik dalam proses pembelajaran serta dapat menyiapkan alat evaluasi
yang tepat. Dalam hal ini agar pembaca juga dapat mengimplementasikan soal
tipe subjektif, soal tipe objektif dan contoh angket kedalam penerapan
Matematika di kehidupan nyata.

51
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Penenlitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.


Bandung: Remaja Rosda Karya
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin AJ. 2010. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineke Cipta
Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Asrul, dkk. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Ciptapustaka Media
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Panduan Penilaian oleh
Pendidik dan Satuan Pendidik Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pascasarjan UNY. 2003. Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian
Ranah Psikomotor
Ryan, D.C. 1980. Characteristics of teacher. A Research study: Their description,
comparation, and appraisal. Washington, DC: American Council of
Education.
Yuliarto, Hari. Tanpa tahun. Memahami Tes, Pengukuran dan Penilaian untuk
Pengembangan Instrumen Ranah Psikomotor. Dalam
http://staffnew.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 7 September 2020
SOAL PILIHAN GANDA

Pilihlah satu jawaban yang menurut anda benar antara obsi A, B, C, D, atau E!

1. Yang bukan merupakan bentuk tes subjektif dibawah ini adalah….


A. Jawaban singkat
B. Uraian terbatas
C. Multiple Choise
D. Isian (melengkapi)
Jawaban: C

2. Berikut yang merupakan cara mengatasi kelemahan soal tipe objektif adalah

A. Memperhatikan penyebaran aspek kognitif pada setiap butir soal.
B. Permasalahan yang hendak dirumuskan memiliki arti yang dinyatakan
secara eksplisit dalam tujuan instruksional.
C. Menyediakan waktu yang cukup untuk menyusun pertanyaan dalam setiap
soal.
D. Item pertanyaan yang direncanakan hendaknya memuat persoalan penting
yang telah diajarkan dalam proses belajar mengajar.
Jawaban: A

3. Tekhnik yang umumnya digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik


dalam menguasai pelajaran yang disampaikan meliputi aspek pengetahuan dan
keterampilan, bakat khusus (misalnya bakat musik, bakat bahasa, bakat
numerikal, dan sebagainya), dan bakat umum (misalnya inteligensi) adalah
tekhnik..
A. Subjektif
B. Non tes
C. Uraian
D. Tes
E. Objektif
Jawaban: D

4. Perhatikan pernyataan berikut!


1) Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki
jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup
panjang.
2) Tes berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban
berupa jawaban singkat yang spesifik
3) Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk
memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan,
membedakan, dan sebagainya.
4) Jumlah butir soal umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai
sepuluh butir.
5) Jumlah butir soal umumnya berkisar antara sepuluh sampai duapuluh
6) Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata
“Jelaskan.....”, “Bagaimana.....”, “Terangkan....”, “Uraikan....”,
“Mengapa...” atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Menurut Sudijono dalam Erwin (2015), tes subjektif/ uraian adalah salah satu
jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik…
A. (1),(2),(3),(4)
B. (1),(2),(4),(6)
C. (1),(3),(4),(6)
D. (2),(3),(3),(6)
E. (3),(4),(5),(6)
Jawaban: C

5. Perhatikan pernyataan berikut


(1) Kemampuan melakukan menggunakan alat dan sikap kerja
(2) Kemampuan melakukan observasi
(3) Kecepatan mengerjakan tugas,
(4) Kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
Berdasarkan pernyataan di atas, pernyataan yang benar terkait penilaian hasil
belajar psikomotorik menurut Leighbody (1968) adalah………
A. (1), (2), (3)
B. (1), (2), (4)
C. (2), (3), (4)
D. (1), (3), (4)
E. (1),(2), (3), (4)
Jawaban: D

6. Menurut Asrul (2014), ketika melakukan pengukuran hasil belajar ranah


psikomotor, perlu memperhatikan hal-hal berikut, kecuali
A. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
B. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan di nilai dalam kinerja
tersebut
C. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas.
D. Kemampuan yang akan dinilai sangat banyak, sehingga banyak aspek
dapat diamati.
E. Kemampuan yang akandinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan
diamati.
Jawaban: D

7. Perhatikan pernyataan-pernyataan di bawah ini!


1) Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga
apabila ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan
kembali.
2) Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua
anak.
3) Pernyatan yang dijawabolehsemuaanakberdasarkankebenaran yang
sesungguhnya.
4) Angket yang diberikan dikumpulkan semua, sebab banyak anak yang
merasa perlu hasil dari angket
Dari keempat pernyataan tersebut, yang merupakan kekurangan atau
kelemahan angket adalah…….
A. 1), 2), dan 3)
B. 1) dan 2)
C. 1) dan 3)
D. 2) dan 4)
E. 2), 3), dan 4)
Jawaban: B

8. Menurut Suke Silverius dalam Nurul (2005), kaidah-kaidah yang tidak perlu
diperhatikan pada waktu menyusun atau menulis butir-butir soal
uraianyaitu……
A. Rumusan pertanyaan hendaknya menggunakan kata tanya atau perintah
seperti mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan, analisis, berilah
tanggapan, hitunglah, dan buktikan Perkembangan mental siswa yang
ditandai oleh kemajuan yang besar.
B. Soal hendaknya dirumuskan dengan kalimat sederhana sesuai dengan
tingkat kemampuan bahasa siswa.
C. Rumuskan kalimat soal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, baik yang berkenaan
dengan ejaan, penulisan kata, atau pun penempatan tanda baca.
D. Gunakan kata-kata yang tidak menimbulkan salah pengertian atau yang
dapat menimbulkan penafsiran ganda sehingg adapat mengaburkan
maksud soal serta dapat membingungkan siswa dalam merumuskan
jawaban.
E. Diperkenakan memberi kesempatan bagi siswa untuk memilih dari
sejumlah pertanyaan yang ada untuk dikerjakan.
Jawaban: E
9. Berikut adalah termasuk instrumen penilaian afektif, kecuali…
A. Instrumen sikap
B. Instrumen disiplin
C. Instrumen konsep diri
D. Instrumen nilai
E. Instrumen moral
Jawaban: B

10. Berikut adalah lima jenjang ranah afektif, kecuali….


A. Receiving
B. Responding
C. Comunication
D. Organization
E. Characterization
Jawaban: C

Anda mungkin juga menyukai