Anda di halaman 1dari 41

ASESMEN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

“Teknik Pemberian Skor pada Tes Uraian dan Objektif”

Dosen Pengampu:

Dr. Ni Made Mertasari, M.Pd.


Made Juniantari, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Kelompok 8
Ni Made Ayu Widayanthi NIM 1813011027
Kadek Dedy Indrawan Prayoga NIM 1813011038
Ni Ketut Fatma Juniawati NIM 1813011039
Ni Kadek Asri Rumiartini NIM 1813011087

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020

1
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penyusunan
dan penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Asesmen dan Evaluasi
Pembelajaran yang berjudul “Teknik Pemberian Skor Pada Tes Uraian &
Obyektif”. Terselesaikannya makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan
dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ni Made Sri Mertasari, M. Pd. dan Ibu Made Juniantari, S. Pd., M.
Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Asesmen dan Evaluasi
Pembelajaran yang telah memberikan gambaran-gambaran dalam penulisan
makalah ini.
2. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Matematika yang telah memberikan
motivasi dalam penyusunan makalah ini.
3. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah
ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari berbagai pihak. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca. Akhirnya atas segala kerendahan hati, penulis
sampaikan terima kasih.

Singaraja, 30 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 3
2.1 Pengertian Skor .......................................................................................... 3
2.2 Perbedaan Skor Mentah (Raw Score) dan Nilai (Standar Score) ................. 3
2.3 Pengertian Tes Objektif dan Uraian ............................................................ 4
2.4 Kedudukan Siswa dalam Kelompok ........................................................... 5
2.5 Pengertian Nilai Akhir ............................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................... 9
3.1 Pengertian Skor .......................................................................................... 9
3.2 Perbedaan Skor Mentah (Raw Score) dan Nilai (Standar Score) ................10
3.3 Teknik Pemberian Skor pada Tes Objektif dan Tes Uraian ........................10
3.4 Kedudukan Siswa dalam Kelompok ..........................................................20
3.5 Mencari Nilai Akhir ..................................................................................28
BAB IV PENUTUP............................................................................................32
4.1 Kesimpulan ...............................................................................................32
4.2 Saran .........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
meliputi faktor internal dan eksetrnal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri peserta didik misalnya motivasi belajar, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta didik misalnya
lingkungan dan kemampuan profesional guru. Hasil belajar peserta didik itu
tentunya tidak diperoleh dengan cara atau perhitungan yang sembarangan.
Bagi seorang siswa, nilai merupakan sesuatu yang sangat penting
karena nilai tersebut merupakan cerminan dari keberhasilan belajar selama
mengikuti pembelajaran. Data nilai akhir dapat mencangkup nilai sikap, nilai
tugas, nilai ulangan harian, nilai ujian tengah semester dan nilai ujian akhir
semester. Nilai akhir yang diberikan pendidik kepada siswa berdasarkan nilai-
nilai tersebut, sehingga nilai akhir merupakan kesimpulan dari nilai-nilai yang
dicapai oleh siswa dalam ujian akhir dan semua kegiatan yang telah
dilakukannya. Nilai akhir dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa
untuk belajar lebih giat lagi, dan mendorong guru agar lebih meningkatkan
kinerja dalam berkarya sebagai pendidik professional. Di dalam menentukan
nilai akhir seorang guru atau pendidik tidak boleh melakukan kesalahan
karena hal ini akan berdampak pada kedudukan siswa dalam kelompok.
Kedudukan siswa dalam kelompok merupakan letak seorang siswa di dalam
urutan tingkatan, Dalam istilah yang umum disebut ranking, untuk
menentukan ranking di suatu kelas maka harus diadakan pengurutan nilai
siswa dari nilai siswa yang paling atas hingga yang paling bawah. Dengan hal
tersebut maka pendidik dapat menentukan nomor siswa dalam tingkatannya.
Dengan demikian, agar dapat melaksanakan nilai akhir dari suatu
pembelajaran dengan baik, guru atau pendidik dipersyaratkan untuk
mengetahui bagaimana teknik pemberian skor (penyekoran) pada metode tes,
baik itu tes objektif maupun tes uraian. Berdasarkan hal tersebut, pada
makalah ini akan membahas mengenai teknik pemberian skor pada tes
objektif dan tes uraian.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian dari skor?
1.2.2 Apa perbedaan skor dan nilai?
1.2.3 Bagaimana teknik pemberian skor pada tes objektif dan tes uraian?
1.2.4 Apa pengertian siswa dalam kelompok?
1.2.5 Bagaimana mencari nilai akhir?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis dapat merumuskan tujuan
penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari skor
1.3.2 Untuk mengetahui perbedaan skor dan nilai
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana teknik pemberian skor pada tes objektif
dan tes uraian
1.3.4 Untuk mengetahui pengertian siswa dalam kelompok
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana mencari nilai akhir?
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan baik bagi pendidik, mahasiswa maupun pembaca lainnya
mengenai teknik pemberian skor pada tes objektif dan tes uraian.
1.4.2 Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam
pembelajaran terutama mata kuliah asesmen dan evaluasi pembelajaran.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Skor
Sebelum masuk ke teknik pemberian skor tes hasil belajar, perlu
dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian skor. Definisi skor menurut
Suharsimi (2005) adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh
siswa. Skor-skor tiap soal tidak diberikan secara sembarangan melainkan
harus sesuai dengan bobot tiap soal berdasarkan usaha pihak yang dikenai tes
(testee).
Bobot merupakan bilangan yang dikenakan terhadap setiap butir soal
yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha testee. Hasil usaha yang
diperoleh testee dalam menjawab suatu butir soal dipengaruhi oleh derajat
kesukaran dan waktu yang diperlukan untuk menjawab soal yang
bersangkutan dengan baik dan benar. Jika derajat kesukaran suatu butir soal
tinggi atau memerlukan waktu yang lebih lama dari soal lainnya, maka
semakin besar pula bobot untuk butir soal tersebut, karena memerlukan usaha
yang lebih tinggi. Sebaliknya jika butir soal tersebut tergolong mudah dan
waktu penyelesaiannya relatif lebih singkat dari waktu penyelesaiannya untuk
butir soal lainnya, diberi bobot lebih kecil. . Bobot untuk suatu butir soal
dinyatakan sebagai skor untuk butir soal tersebut. Skor untuk keseluruhan
butir soal dari suatu perangkat tes yang diperoleh seorang tetsee disebut skor
tes dari testee tersebut. Skor ini disebut juga dengan skor aktual, artinya skor
kenyataan (empirik) yang diperoleh testee.

2.2 Perbedaan Skor Mentah (Raw Score) dan Nilai (Standar Score)
Menurut Sudijono (1996), skor mentah (raw score) adalah angka yang
didapat dari proses menjumlahkan angka-angka setiap butir soal yang dijawab
betul oleh testee (pihak yang dikenai tes) sesuai dengan perhitungan
bobotnya. Sedangkan nilai (standard score) menurut Sudijono (1996) adalah
hasil konversi dari skor mentah menjadi skor baru dengan acuan tertentu,
disisi lain menurut Suharsimi (2005) nilai adalah angka ubahan dari skor
dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan norma dan acuan patokan.

3
Skor mentah merupakan hasil yang belum memberikan suatu arti yang
dapat diinterpretasikan. Sebagai contoh, misalnya seorang testee
mendapatkan skor mentah sejumlah 49 dan informasi jumlah soal tes tidak
diketahui, maka jika jumlah soal suatu tes yang dikerjakan testee tersebut 50,
maka skor mentah yang didapat testee tergolong tinggi, jika jumlah soal tes
sejumlah 100, maka skor mentah yang didapat testee tergolong rendah. Oleh
karena itu skor mentah haruslah diubah menjadi nilai.

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa untuk memperoleh skor mentah


perlu dilakukan pengolahan terhadap skor-skor dari hasil tes yang telah
diperoleh dengan acuan tertentu sehingga dapat diinterpretasikan dengan jelas
menjadi nilai.
2.3 Pengertian Tes Objektif dan Uraian
Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, melalui respon seseorang terhadap stimulus
atau pertanyaan.
Tes objektif menurut Sudijono (1996) adalah salah satu jenis tes hasil
belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh testee dengan
jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban
yang telah dipasangkan pada pasangan masing-masing item, atau dengan
jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau simbol-
simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-
masing butir item yang bersangkutan. Sedangkan menurut Suharsimi (2005),
Tes Obyektif merupakan tes yang pemeriksaannya dapat dilakukan secara
obyektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan dari tes bentuk esai.

Tes uraian menurut Sudijono (1996), merupakan salah satu tes hasil
belajar yang dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar, untuk mengetes
daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan
dalam tes. Serta kemampuan testee dalam memahami berbagai macam
konsep beserta aplikasinya. Tes uraian atau tes subyektif ini digunakan bila
jumlah testeenya terbatas.Sedangkan menurut Yusuf (2015), tes uraian
banyak digunakan untuk mengukur kemampuan yang lebih tinggi dalam

4
aspek kognitif, seperti menggunakan, menganalisis, menilai dan berpikir
kreatif, sebab melalui tes tipe ini peserta didik diajak untuk dapat
menerangkan, mengungkapkan, menciptakan, membandingkan, maupun
menilai suatu objek evaluasi.
2.4 Kedudukan Siswa dalam Kelompok
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh
seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan
mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat,
hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Dalam
konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara
lain:
a. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
c. Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya
d. Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam
rangka perbaikan.
Kedudukan siswa dalam kelompok adalah letak seseorang siswa di dalam
urutan tingkatan, dalam istilah yang umum, disebut ranking. Untuk dapat
mengetahui ranking dari siswa-siswa di suatu kelas, maka harus di adakan
pengurutan nilai siswa-siswa tersebut dari yang paling atas sampai ke nilai
yang paling bawah. Dengan mengurutkan nilai-nilai maka dengan mudah
dapat ditentukan nomor yang menunjukkan siswa dalam tingkatannya. Ada 4
macam cara untuk menentukan ranking atau kedudukan siswa dalam
kelompoknya:
1. Ranking sederhana (Simple rank).
2. Ranking persentase (percentile rank).
3. Standar deviasi
4. Z-Score
2.5 Pengertian Nilai Akhir
Menurut Anas Sudijono, nilai akhir adalah nilai yang sudah berupa angka
atau huruf, yang melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah

5
mengikuti program pendidikan pada jenjang maupun waktu tertentu. (Anas
Sudijono, 2001:431)
Menurut Suharsimi Arikunto, terdapat 4 fungsi dari nilai akhir (Suharsini
Arikunto, 2013:308), antara lain sebagai berikut.
1. Fungsi Instruksional
Dalam hal ini, nilai akhir memberikan feedback atau umpan balik
kepada peserta didik sebagai cerminan apakah mereka sudah mengikuti
pembelajaran dengan baik atau masih ada yang perlu diperbaiki serta
memotivasi peserta didik untuk selalu meningkatkan proses belajar
masing-masing. Dari nilai akhir ini, guru dapat mengukur apakah peserta
didik mampu mengikuti pembelajaran dengan metode yang digunakan
sehingga kedepannya metode yang digunakan dapat di-upgrade kembali
guna meningkatkan kembali kemampuan memahami suatu materi oleh
peserta didik.
2. Fungsi Informatif
Fungsi informatif dari nilai akhir adalah sebagai informasi kepada
pihak-pihak yang terkait mengenai perkembangan peserta didik ketika
proses pembelajaran di sekolah. Umumnya ketika proses pembagian
rapor, peserta didik diminta untuk mengajak wali/orang tua masing-
masing agar guru dapat menginformasikan nilai akhir peserta didik.
3. Fungsi Bimbingan
Masing-masing peserta didik pasti memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam memahami materi di kelas. Guru melihat perbedaan
tersebut dari nilai akhir masing-masing peserta didik. Dengan
mengetahui nilai akhir, guru dapat membagi porsi masing-masing
individu peserta didik dalam mendapatkan perhatian khusus ketika
pembelajaran berlangsung di kelas.
4. Fungsi Administrasi
Dari nilai akhir masing-masing peserta didik, dapat ditentukan
apakah peserta didik dapat naik kelas atau tidak, memindahkan ke kelas
lain atau menetapkan di kelas yang lama, ataupun memberikan gambaran
prestasi (ranking) peserta didik. Semua itu dituangkan pada rapor.

6
Menurut Anas Sudijono, dalam menentukan nilai akhir guru tentu
memperhatikan beberapa faktor agar dapat mempertanggungjawabkan nilai akhir
yang diberikan kepada peserta didik (Anas Sudijono, 2001:434). Faktor yang
dimaksud antara lain:
1. Faktor Pencapaian/Prestasi
Yaitu nilai pencapaian atau prestasi harus sesuai dan mencerminkan
sejauh manakah siswa telah mencapai tujuan pembelajarannya di setiap
bidang studi. Simbol yang digunakan untuk menyatakan nilai hendaknya
hanya merupakan gambaran tentang prestasi saja. Unsur pertimbangan
atau kebijaksanaan guru tentang usaha dan tingkah laku siswa tidak boleh ikut
berbicara pada nilai tersebut karena tiap nilai yang diberikan berdasarkan
faktor-faktor yang sesuai memiliki bobot yang berbeda-beda.
2. Faktor Usaha
Selain melihat dari prestasi, usaha untuk mencari prestasi juga perlu
diperhatikan. Sekalipun misalnya seorang peserta didik hanya dapat mencapai
nilai-nilai hasil belajar yang rendah, namun apabila pendidik dengan secara
cermat dapat mengamati sehingga dapat diperoleh bukti bahwa dengan nilai-
nilai hasil test, hasil belajar yang rendah itu sebenarnya sudah merupakan
hasil usaha yang sungguh-sungguh (sangat rajin dalam mengikuti pelajaran,
tekun didalam belajar dan sebagainya), maka sudah selayaknya kepada
peserta didik tersebut dapat diberikan nilai penunjuang sebagai penghargaan
atas usaha sungguh-sungguh dari peserta didik itu, tanpa mengenal rasa putus
asa.
3. Faktor Aspek Pribadi dan Sosial
Segala sesuatu mengenai kepribadian peserta didik juga menjadi
pertimbangan dalam menentukan nilai akhir. Contohnya apakah peserta didik
kita mempunyai akhlak yang baik, disiplin, tidak suka berbuat onar, dan
sebagainya. Dan ketika kepribadian dari peserta didik itu baik, guru dapat
mengatrol nilai akhir peserta didiknya. Jika sebaliknya, guru perlu
memberikan hukuman berupa pengurangan nilai akhir. Nilai prestasi yang
tinggi tidak akan berarti jika kepribadian dari peserta didik tidak
mencerminkan nilai prestasinya.

7
4. Faktor Aspek Kebiasaan Kerja
Faktor aspek kebiasaan kerja yang dimaksud adalah hal-hal yang
berhubungan mengenai kebiasaan mengerjakan tugas. Yang dapat menjadi
contoh misalkan apakah siswa mengerjakan PR-nya dirumah atau disekolah,
bekerjanya teliti dan ulet, kerapian hasil tugas, dan sebagainya.

8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Skor
Dalam mengelola hasil tes, penyekoran atau pemberian skor merupakan
tahap atau langkah pertama yang harus dilakukan. Pemberian skor ini
merupakan suatu proses pengubahan jawaban-jawaban soal tes menjadi
angka-angka dengan pertimbangan tertentu. Pemberian skor juga dapat
diartikan sebagai tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang
diberikan oleh peserta ujian dalam suatu tes hasil belajar. Angka-angka hasil
penyekoran tersebut selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melalui
proses tertentu.
Sebelum membahas tentang pengertian skor terlebih dahulu harus
dipahami mengenai bobot (weight), dimana bobot ini merupakan suatu bentuk
bilangan yang dikenakan terhadap setiap butir soal yang nilainya ditentukan
berdasarkan usaha siswa dalam menyelesaikan soal, yang mana dalam hal ini
bobot akan dipengaruhi oleh kesukaran soal dan waktu yang diperlukan
dalam mengerjakan soal dengan baik dan benar. Semakin sulit soal dan
semakin lama waktu pengerjaanya akan membuat bobot soal semakin tinggi
dan sebaliknya semakin mudah soal dan waktu pengerjaan yang lebih singkat
tentunya bobot yang diberikan akan lebih kecil.
Andaikan skor siswa X dalam suatu perlombaan adalah 80. Apabila tidak
ada pembanding maka skor tersebut tidak dapat diinterpretasikan. Jika
diketahui skor maksimum ideal adalah 100 maka skor tersebut bisa
digolongkan baik karna tingkat penguasaanya sudah 80%. Namun jika skor
maksimal idealnya 400 maka penguasaanya hanya 20% maka skor tersebut
bisa ditafsirkan tergolong kurang baik. Bila diketahui skor dari dua orang
yang berbeda dan dua tes yang berlainan tidak bisa ditafsirkan mana yang
lebih baik sebelum diketahui data lain yang menunjang.
Jadi skor merupakan hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang
diperoleh dengan cara menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang
oleh seseorang telah dijawab dengan benar sesuai perhitungan bobotnya.

9
Contoh kasus:

Misalkan dalam suatu tes disajikan lima butir soal uraian, tiap-tiap soal yang
dijawab dengan benar diberikan bobot 20. Siswa A menjawab kelima soal
tersebut dengan rincian skor sebagai berikut:

Butir Soal Skor


Soal nomor 1 10
Soal nomor 2 20
Soal nomor 3 10
Soal nomor 4 20
Soal nomor 5 5

Dengan menjumlahkan tiap-tiap skor siswa A, maka skor mentah yang


didapat oleh siswa A sejumlah 10+20+10+20+5=65.

3.2 Perbedaan Skor Mentah (Raw Score) dan Nilai (Standar Score)
Skor mentah adalah angka hasil penjumlahan tiap-tiap bobot yang dijawab
betul oleh testee. Sedangkan nilai adalah hasil konversi dari skor mentah
dengan acuan tertentu. Bobot merupakan bilangan yang dikenakan terhadap
setiap butir soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha testee. Hasil
usaha yang diperoleh testee dalam menjawab suatu butir soal dipengaruhi
oleh derajat kesukaran dan waktu yang diperlukan untuk menjawab soal yang
bersangkutan dengan baik dan benar. Skor mentah merupakan hasil yang
belum memberikan arti yang dapat diinterpretasikan sehingga skor mentah
harus diubah menjadi nilai.

3.3 Teknik Pemberian Skor pada Tes Objektif dan Tes Uraian
3.3.1. Teknik Pemberian Skor pada Tes Objektif
Disamping menyusun dan melaksanakan tes, pemberian skor (scoring)
merupakan hal penting dalam pengolahan hasil tes. Pemberian skor adalah
proses pengubahan jawaban-jawaban soal tes menjadi angka-angka
(tindakan kuantifikasi). Pemberian skor merupakan pekerjaan yang

10
memerlukan ketekunan yang luar biasa dari penilai. Oleh sebab itu, menskor
dan menilai juga harus diperhatikan lebih serius dalam pelaksanaan
pengukuran dengan tes.
Dalam pemberian skor, pedoman penyekoran sangat diperlukan
terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain kognitif supaya
subjektivitas dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman menyusun
skor juga akan sangat penting ketika melakukan tes domain afektif dan
psikomotor peserta didik. Karena sejak tes belum dimulai, Anda harus dapat
menentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik
dalam menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
Dalam hal penyekoran, terdapat 3 macam alat bantu yang dapat
digunakan yaitu:
1. Alat bantu untuk menentukan jawaban yang benar, yang disebut dengan
kunci jawaban.
2. Alat bantu untuk menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah,
disebut kunci skoring.
3. Alat bantu untuk menentukan angka, disebut pedoman penilaian

Pemberian skor harus dibedakan berdasarkan pada jenis dari tes yang
digunakan. Ini bertujuan untuk menyesuaikan antara skor yang didapat
dengan tingkat kesulitan yang harus diterima oleh orang yang menjawab tes
(testee).Untuk itu alat bantu juga harus disesuaikan, sehingga sesuai dengan
jenis tes baik tes objektif ataupun tes uraian.

Adapun beberapa bentuk tes objektif yaitu: a) benar – salah, b) pilihan


ganda, c) isian singkat, dan d) mencocokkan.

1. Kunci jawaban dan teknik pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah
(true-false)
Tes bentuk betul-salah adalah tes yang tergolong ke dalam tes
objektif. Untuk tes bentuk ini, yang dimaksud dengan kunci jawaban
adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-
soal yang telah disusun, sedangkan kunci skoring adalah alat bantu yang
akan digunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring. Oleh karena tes

11
yang digunakan berbentuk betul-salah, dalam hal ini testee hanya diminta
melingkari huruf B atau S. Sehingga untuk tes bentuk ini hanya perlu
membuat kunci jawaban yang berbentuk urutan nomor serta huruf yang
diinginkan sebagai jawaban yang betulnya. Akan tetapi, cara melingkari
bukan satu-satunya cara. Tes betul-salah juga dapat dijawab dengan
memberikan tanda X pada jawaban yang di anggap betul.
Misalnya:
1. B - S 6. B – S

2. B - S 7. B - S

3. B - S 8. B - S

4. B - S 9. B - S

5. B – S 10. B – S

dan seterusnya.
Akan lebih baik jika kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu
sebelum menyusun soalnya. Ini bertujuan untuk membuat jawaban yang
berimbang antara B dan S, serta dapat diketahui letak atau pola jawaban B
dan S. Bentuk tes betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga
jumlah jawaban B atau S banyaknya tidak berbeda jauh dan pola jawaban
tidak dapat ditebak.
Menentukan skor untuk tes bentuk betul-salah dapat menggunakan 2
cara baik tanpa hukuman atau tanpa denda ataupun dengan hukuman atau
dengan denda. Tanpa hukuman berarti skor yang diperoleh testee sebanyak
jawaban yang sesuai dengan kunci. Sedangkan dengan hukuman, skor
yang diperoleh testee ditentukan oleh 2 macam rumus, tetapi hasilnya
sama yakni:

12
a. Skor ditentukan dengan rumus
S=R–W
dengan
S = Skor yang sedang dicari
R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan
kunci jawaban (Right)
W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai
dengan kunci jawaban (Wrong)
Skor yang diperoleh siswa didapat dari banyak soal yang benar
dikurangi dengan banyak soal yang dijawab dengan salah.
b. Skor ditentukan dengan rumus
S = T – 2W
Dari rumus tersebut, T adalah singkatan dari total, artinya
banyaknya soal dalam tes dan W adalah jumlah jawaban yang
salah.
Contoh : Apabila banyaknya soal adalah 10 butir, dijawab dengan
betul 8 soal, dan yang salah 2 soal. Maka skor yang diperoleh
oleh testee adalah 8 – 2 = 6. Contoh : Apabila banyaknya soal
adalah 10 soal, dan jawaban yang salah adalah 2 soal. Maka skor
yang diperoleh oleh testee adalah 10 - (2 x 2) = 6

Penggunaan rumus (a) dan (b) di atas hanya dapat digunakan pada
saat semua testee menjawab seluruh butir soal yang diujikan. Rumus (b)
dapat diturunkan dari rumus (a)
S=R–W
= (T-W) -W
= T - 2W

2. Kunci jawaban dan teknik pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda
(multiple choice)
Pada tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari ataupun
memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar. Bentuk
kunci jawaban yang digunakan dalam bentuk pilihan ganda tidak jauh

13
berbeda dengan bentuk kunci jawaban pada soal betul-salah, hanya saja
pilihannya tidak hanya B atau S, tetapi bisa berupa a, b, c, d, e atau lain
sebagainya. Kunci jawabannya dapat berupa sebagai berikut.

1. C 11. A

2. A 12. C

3. B 13. D

4. D 14. E

5. D 15. B

6. E 16. D

7. B 17. C

8. C 18. C

9. A 19. E

10. D 20. A

Menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini, tidak berbeda dengan


soal berbentuk betul-salah. Namun untuk soal jenis ini apabila soal yang
diberikan lebih dari 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan
nomor- nomor urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan
tempat.
Seperti halnya pada soal berbentuk betul-salah, dalam menentukan
skor untuk tes pilihan ganda juga dibedakan menjadi 2 macam yakni tanpa
hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya skor
yang diperoleh dihitung dari banyaknya jawaban yang sesuai dengan kunci
jawaban. Akan tetapi berbeda dengan skor yang diperoleh dengan
hukuman yang ditentukan dengan rumus :

dengan :

14
S = Skor yang sedang dicari
R= Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci
jawaban (Right)
W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan
kunci jawaban (Wrong)
n = Banyaknya pilihan jawaban
1 = Bilangan konstan
Contoh : Apabila banyaknya soal adalah 10 soal, jawaban yang betul
sebanyak 8 soal, jawaban yang salah sebanyak 2 soal dan banyaknya
pilihan adalah 3 (yakni a, b, c), maka skor yang diperoleh adalah...

3. Kunci jawaban dan teknik pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat
(short answer test)
Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki
jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Sesuai dengan namanya,
kunci jawaban yang dibuat untuk tes bentuk ini tidak boleh berbentuk
kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung
satu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat
digolongkan ke dalam bentuk tes objektif. Kunci jawaban tes bentuk ini
merupakan deretan jawaban dibuat seperti contoh berikut ini:
a. Siku-siku
b. Sudut lancip
c.
d. 15 cm2
e. 8 cm
Kunci pemberian skor soal jawab singkat dapat ditentukan dengan
melihat karakteristik tes bentuk jawab singkat yang tidak terlalu berbeda
jauh apabila dibandingkan tingkat kesulitannya dengan tes bentuk betul-

15
salah atau bentuk pilihan ganda. Dalam pemberian skor sebaiknya tiap soal
diberi skor 2 (dua). Akan tetapi, pemberian skor juga dapat disamakan
dengan tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika jawaban yang
tergolong ringan atau mudah untuk dijawab.

4. Kunci jawaban dan teknik pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan
(matching)
Tes bentuk menjodohkan tergolong sebagai tes bentuk pilihan ganda,
akan tetapi jawaban-jawabannya dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-
pertanyaannya. Sehingga tes bentuk ini akan mempunyai pilihan jawaban
akan lebih banyak. Dalam membuat kunci jawaban tes bentuk
menjodohkan (matching), jawaban tiap soal sedemikian rupa sehingga
jawaban yang satu tidak diperlukan/dipergunakan untuk menjawab
pertanyaan yang lain. Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat
berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang
diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternatif jawaban.
Contohnya sebagai berikut.
• 15+5x8=... • 55
• Rumus luas jajar genjang adalah... • Alas x Tinggi
• Aku adalah bangun datar. Luasku • Jajar Genjang
di cari dengan . • Persegi
• Panjang x
Salah satu sifatku mempunyai dua
sumbu simetri. Siapakah aku? Lebar x Tinggi

• Rumus luas balok adalah... •

• … •

• Layang-layang
• 160

Dapat dipahami bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk tes
bentuk pilihan ganda yang lebih tinggi tingkat kesukarannya. Maka dalam
penyekoran untuk tes jenis ini akan diberikan imbalan yang juga harus

16
lebih banyak. Jadi skor yang diberikan untuk soal yang dijawab dengan
benar adalah 2 (dua).

Selain keempat cara penyekoran di atas terdapat juga teknik lain yang
dikemukakan oleh Djemari (2008), yaitu tanpa koreksi terhadap jawaban
tebakan dan dengan koreksi terhadap jawaban tebakan Penyekoran tanpa
koreksi terhadap jawaban tebakan Untuk memperoleh skor dengan teknik
penyekoran ini digunakan rumus sebagai berikut:
1. Penyekoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan :

Keterangan:
B : banyaknya butir yang dijawab benar
N : banyaknya butir soal

2. Penyekoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan


Untuk memperoleh skor siswa dengan teknik penyekoran ini
digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan
B : banyaknya butir soal yang dijawab benar
S : banyaknya butir yang dijawab salah
P : banyaknya pilihan jawaban tiap butir.
N : banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.

Contoh penyekoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan ini adalah


pada penyekoran tes SBMPTN, yang mana untuk jawaban benar mendapat skor 4,
jawaban salah mendapat skor -1, dan tidak menjawab mendapat skor 0, sehingga
diperoleh rumus

17
3.3.2. Teknik Pemberian Skor pada Tes Uraian
Sama halnya pada tes berbentuk objektif, pada tes bentuk uraian
(subjektif) pemberian skor juga berdasarkan bobot (weight) yang diberikan
untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat kesukarannya, atau atas dasar
banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang
dianggap paling baik atau paling benar. Sebelum menyusun sebuah tes
uraian sebaiknya tentukan dahulu pokok-pokok jawaban yang
dikehendaki, sehingga nantinya akan mempermudah dalam
mengoreksinya. Pemeriksaan hasil tes uraian memerlukan kesabaran dan
ketelitian karena tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes berbentuk
uraian. Jawaban yang diberikan akan beranekaragam, dengan demikian
skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa tidak bisa dilakukan seperti
halnya memberi skor pada soal objektif. Skor yang diberikan haruslah
berjenjang yang disesuaikan dengan jawaban siswa.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada waktu kita
mengoreksi dan memberi skor tes bentuk uraian adalah sebagai berikut.
1. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi
jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh
gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara
keseluruhan
2. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh jawaban item nomor 1 dapat
diselesaikan, maka pendidik akan tahu, manakah yang jawabannya
termasuk lengkap, kurang lengkap, menyimpang, dan tidak memberikan
jawaban sama sekali.
3. Memberi skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
Misalnya, untuk jawaban paling lengkap diberi skor 2, kurang lengkap
diberi skor 1, dan yang menyimpang atau tidak memberikan jawaban
sama sekali diberikan skor 0.
4. Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi
jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.

18
5. Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga,
keempat, dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.
6. Menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk
tes bentuk uraian.

Untuk memeriksa hasil tes uraian, harus ada persiapan terlebih


dahulu sebelum tes diberikan. Buat garis besar tentang jawaban yang tepat
untuk setiap butir soal. Ada dua cara untuk memeriksa hasil jawaban tes
uraian, yaitu dengan metode analitik dan metode holistik tergantung jenis
tes uraian yang digunakan.

(1) Metode Holistik


Pemeriksaan hasil jawaban dengan menggunakan metode holistik
dilakukan dalam dua tahap:
a. Pemeriksa memeriksa secara keseluruhan jawaban peserta tes.
Pemeriksaan berdasarkan dengan garis besar jawaban yang
telah dibuat, pemeriksa memeriksa kualitas jawaban tersebut
kemudian membuat pertimbangan untuk mengelompokkan
jawaban tersebut kedalam kelompok jawaban dengan kualitas
A, B, C, D, atau E.
b. Pemeriksa mengulang kembali pemeriksaan tersebut.
Ini dilakukan untuk lebih meyakinakan bahwa jawaban
tersebut memang tepat dimasukkan dalam kategori A, B, C,
D, dan E, atau tidak. Karena penilanaian kualitas jawaban
siswa lebih banyak didasarkan pada pertimbangan maka
pemberian skor pada metode holistik kurang objektif jika
dibandingkan dengan metode analitik.
(2) Metode Analitik
Pada pemeriksaan dengan metode ini berdasarkan pedoman
penyekoran yang telah dibuat oleh pembuat soal. Setelah penulisan tes
uraian terbatas wajib membuat pedoman penyekoran. Adapun pedoman
dalama pembuat penyekoran adalah:
a. Tuliskan jawaban terbaik dari butir soal tersebut.

19
b. Jika ada alternatif jawaban lain dari pertanyaan, maka jawaban
itu harus ditulis.
c. Butir atau konsep atau kata kunci apa yang harus ada pada
jawaban tersebut?
d. Adakah butir butir atau konsep atau kata kunci yang menurut
pertimbangan penulis tes yang lebih dari butir atau konsep atau
kata kunci yang lain?
e. Berikan skor pada setiap butir atau konsep atau kata kunci
yang anda harapkan.
f. Butir atau konsep atau kata kunci yang penulis tes mempunyai
bobot lebih dari yang lain dapat diberi skor yang lebih tinggi.
Contoh:
Sebagai contoh misalkan tes subyektif memberikan lima butir soal, pembuat
soal telah menetapkan bahwa kelima butir dari soal tersebut mempunyai
derajat kesukaran yang sama dan unsur yang terdapat pada setiap butir soal
telah dibuat sama banyaknya, maka atas dasar itu pembuat soal dapat
menetapkan bahwa setiap jawaban yang dijawab oleh testee benar diberikan
skor maksimum 10 jika hanya benar setengahnya maka diberi 5 dan apa bila
tidak menyangkut sama sekali diberi skor 0 dan seterusnya.

3.4 Kedudukan Siswa dalam Kelompok


3.4.1. Pengertian
Kedudukan siswa dalam kelompok adalah letak seseorang siswa di
dalam urutan tingkatan, dalam istilah yang umum, disebut ranking.
Untuk dapat mengetahui ranking dari siswa-siswa di suatu kelas, maka
harus di adakan pengurutan nilai siswa-siswa tersebut dari yang paling atas
sampai ke nilai yang paling bawah. Dengan mengurutkan nilai-nilai maka
dengan mudah dapat ditentukan nomor yang menunjukkan siswa dalam
tingkatannya
3.4.2. Cara – Cara Menentukan Kedudukan Siswa
Terdapat beragam cara untuk menntukan ranking atau kedudukan
siswa dalam kelompoknya, namun dalam uraian ini hanya akan diberikan
4 cara saja , yaitu:

20
(1) Dengan ranking sederhana (simple rank)
(2) Dengan ranking presentase (percentile rank)
(3) Dengan standar deviasi
(4) Dengan menggunakan z-score

(1). Ranking Sederhana (simple rank)


Simple rank adalah urutan yang menunjukan letak atau kedudukan
seseorang dalam kelompoknya dan dinyatakan dengan nomor/ angka
biasa. Simple rank merupakan cara yang paling sederhana dalam
menentukan kedudukan dalam kelompok, yakni dengan mengurutkan
data dari yang paling rendah ke yang paling tinggi.
Contoh:
Diketahui skor ulangan matematika 20 siswa adalah sebagai berikut:
45 70 75 78 50 81 75 74 39
75
69 65 61 68 60 49 63 46 73
60
Hanya dengan melihat deretan skor yang masih bererakan ini, kita
belum dapat menentukan ranking atau kedudukan seorang dalam
kelompoknya. Untuk itu maka skor-skor tersebut harus kita susun
terlebih dahulu, urut dari skor yang paling tinggi sampai ke skor yang
paling rendah, dengan urutan kebawah. Setelah itu kita tentukan
urutan nomor dari atas, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan setrusnya sampai
semua siswa memperoleh nomor. Perlu diingat disini bahwa apabila
ada dua atau tiga orang yang kebetulan memiliki skor yang sama,
harus diberi nomor atau ranking yang sama pula, yaitu rata-rata dari
urutan orang-orang yang memiliki skor sama tersebut. Untuk
memahami bagaimana menentukan simle rank / ranking
sederhana,marilah kita kita urutkan dulu skor-skor A sampai dengan
T.
Tabel Simple Rank Dari 20 Orang Siswa
Nama Siswa Skor Ranking

21
A 81 1

B 78 2

C 75 3

D 75 4 æ 3+ 4+5ö
4 ç dari ÷
E 75 5 è 3 ø

F 74 6

G 73 7

H 70 8

I 69 9

J 68 10

K 65 11

L 62 12

M 61 13
æ 14 + 15 ö
14,5 ç dari ÷
N 60 14 è 2 ø
O 60 15

P 50 16

Q 49 17

R 46 18

S 45 19

T 39 20

Perhatian:
1. Siswa yang mempunyai skor sama, juga ranking sama, sehingga
ada nomor yang tidak digunakan sebagai nomor urut.
2. Rank terakhir selalu sama dengan nomor urut siswa atau
banyaknya siswa dalam kelompok, kecuali ada beberapa siswa
yang mempunyai persamaan skor.

22
(2) Ranking Presentase (percentile rank)

Percentile Rank / ranking presentase adalah kedudukan seseorang


dalam kelompok, yang menunjukan banyaknya presentase yang
berada dibawahnya.
Contoh : Jika seorang siswa memiliki PR (Percentile Rank) 85 ini
menunjukan bahwa kecakapan siswa tersebut sama atau melebihi 85%
dari seluruh kelompok. Dengan PR lebih dapat diketahui gambaran
kecakapan siswa, karena angka ranking menunjukan besarnya
presentase siswa dalam kelompok itu yang berhasil dilampaui. Jika
hanya simple rank, hanya diketahui nomor, tanpa menunjukan
banyaknya individu yang masuk dalam kelompok. Mungkin A
mempunyai ranking 15 , tampaknya nomor kecil, tetapi siapa tahu
bahwa seluruh kelompok memang hanya terdiri dari 15 orang, hingga
A termasuk juru kunci.
Cara menentukan PR :
1) Tentukan dahulu SR (Simple Rank)
2) Carilah banyaknya siswa dalam kelompok itu, yang ada di
bawahnya.
3) Mengalikan dengan 100, setelah dibagi dengan kelompok.
Contoh:
Dengan kelompok yang terdapat pada table simple rank untuk 20
orang, siswa P menduduki ranking 8 dalam simlpe rank (SR), maka
banyaknya siswa yang ada dibawahnya adalah (20-8) atau 12 orang.
12
PR untuk P adalah ´ 100 = 60
20
Ini berarti bahwa siswa P itu letaknya dalam kelompok mengalahkan
sebanyak 60% Untuk prestasi yang bersangkutan. Rumus untuk
menentukan PR adalah:

23
Di dalam kelompok, maka PR hanya berkisar antara 1 sampai 100,
tidak pernah ada PR 100, karena tidak ada siswa yang mengalahkan
dirinya sendiri.

(3) Standar Deviasi

Standar Devisiasi adalah penentuan kedudukan dengan membagi kelas


atas kelompok-kelompok. Tiap kelompok dibatasi oleh suatu standar
deviasi tertentu. Penentuan kedudukan dengan standar deviasi dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
- Pengelompokan atas 3 ranking
- Pengelompokan atas 11 ranking
Pengelompokan Atas 3 Ranking
Langkah-langkah dalam menentukan kedudukan siswa dalam 3
ranking :
(1) Menjumlah skor semua siswa
(2) Mencari nilai rata-rata (mean) dan simpangan bak (Standar
Deviasi)
(3) Menentukan batas-batas kelompok.
o Kelompok Atas
Semua siswa yang mempunyai skor sebanyak skor rata-rata plus
satu standar deviasi ke atas.
o Kelompok Sedang
Semua siswa yang mempunyai skor antara -1 SD dan +1 SD.
o Kelompok Kurang
Semua siswa yang memppunyai skor – 1 SD dan yang kurang
dari itu.
Mencari Mean

Untuk mencari nilai rata-rata, jumlahkan semua skor, kemudian dibagi


dengan banyaknya siswa dalam kelompok tersebut.
Mencari Standar Deviasi

24
Keterangan :
SD = Standar Deviasi
SX 2
= tiap skor dikuadratkan, dijumlah, dan dibagi banyaknya
N
anggota siswa.
2
æ SX ö
ç ÷ = tiap skor dijumlah, dan dibagi banyaknya anggota siswa,
è N ø
lalu dikuadratkan

Contoh :
Tabel Skor Siswa
Skor (x ) f fx fx 2

4 3 12 48

5 3 15 75

6 11 66 396

7 9 63 441

8 4 32 256

N =30 Sfx = 188 Sfx 2 = 1.216

SX 2 1.216
= = 40,533
N 30
2 2
æ SX ö æ 188 ö
ç ÷ =ç ÷ = 39,271
è N ø è 30 ø

25
2
SX 2 æ SX ö
SD = -ç ÷
N è N ø
= 40,533 - 39,271
= 1,26 = 1,12
Batas kelompok bawah sedang adalah: 6,27 – 1,12 = 5,15
Batas kelompok sedang atas adalah: 6,27 + 1,12 = 7,39
Sehingga :
- Kelompok atas : semua siswa yang mempunyai skor 7,39 keatas,
skor 8 (4 orang).
- Kelompok sedang: semua siswa yang mempunyai skor 5,15 - 7,39
(20 orang).
- Kelompok bawah: semua siswa yang mempunyai skor 5,15 ke
bawah (6 orang).
Pengelompokan Atas 11 Ranking
Lanjutan dari penjelasan bab – bab sebelumnya, berikut terdapat 11
rank (tingkat), yaitu :
- Ranking 1 : Kelompok siswa dengan nilai 10
- Ranking 2 : Kelompok siswa dengan nilai 9
- Ranking 3 : Kelompok siswa dengan nilai 8
- Ranking 4 : Kelompok siswa dengan nilai 7 dan seterusnya.
Untuk sekadar mengingatkan kembali batas-batas setiap ranking, di
bawah ini di deretkan lagi standar Deviasi untuk tiap skala.
- Skala nilai 10 : Mean + (2,25) SD
- Skala nilai 9 : Mean + (1,75) SD
- Skala nilai 8 : Mean + (1,25) SD
- Skala nilai 7 : Mean + (0,75) SD
- Skala nilai 6 : Mean + (0,25) SD
- Skala nilai 5 : Mean ‒ (0,25) SD
- Skala nilai 4 : Mean ‒ (0,75) SD
- Skala nilai 3 : Mean ‒ (1,25) SD
- Skala nilai 2 : Mean ‒ (1,75) SD
- Skala nilai 1 : Mean ‒ (2,25) SD

26
Untuk ranking 11, dengan skala 0, adalah siswa yang memiliki skor
lebih kecil dari ‒ 2,25 SD.
(4) Z-Score
Yaitu angka yang menunjukan perbandingan perbedaan score
seseorang dari Mean dengan Standar Deviasinya. Standar Score lebih
mempunyai arti dibandingkan dengan score itu sendiri karena telah
dibandingkan dengan suatu standar yang sama. Untuk menentukan z-
score harus diketahui rata-rata skor dari kelompok dan Standar
Deviasi dari skor-skor tersebut.
Rumusnya :

z = nilai baku
X = skor yang diperoleh.
M = mean (rata – rata)
Contoh :
Nilai Untuk Bidang Studi dari 5 Orang Siswa

Melihat keadaan nilai kelima siswa tersebut, Tini menduduki tempat


teratas dengan jumlah nilai paling banyak. Sedangkan Ani memiliki
jumlah nilai yang sedikit sehingga menduduki tempat paling bawah.
Dengan menggunakan z-score, ketentuannya bisa kebalikannya.
Contoh: Nilai Matematika Tini adalah 90. Rata-rata nilai Matematika
tersebut 50, dengan SD 31,48. Maka z-score Tini adalah :
90 - 50
z= = +1,26
31,48

27
Dengan cara yang sama dapat dicari z-score masing-masing siswa
untuk seluruh Bidang Studi, dan hasilnya seperti berikut:

Terbukti bahwa Tini yang semula menduduki tempat paling atas dan
Ani di tempat yang paling bawah, setelah dihitung dengan z-score
kedudukannya menjadi terbalik. Dengan menggunakan z-score, kita
tidak akan dipengaruhi oleh jumlah nilai dalam menentukan
kedudukan dari siswa yang memiliki jumlah nilai yang sama. Dengan
angka-angka z-score yang diperoleh, berupa angka-angka desimal dan
tanda plus-minus. Kita dapat menggunakan T-Score untuk
mempermudahnya. T-score yaitu angka skala yang menggunakan
Mean = 50 dan SD = 10. Skala T-score dapat dicari dengan cara
mengalikan z-score dengan 10 (z.10), kemudian ditambah 50.

3.5 Mencari Nilai Akhir


Nilai akhir bisa dikatakan nilai final sebagai lambang keberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan baik itu SD, SMP, SMA,
bahkan di Perguruan Tinggi. Nilai akhir diberikan kepada peserta didik

28
sebagai reward atas jerih payahnya selama ini dan mengukur apakah proses
yang mereka jalani selama pembelajaran sudah baik atau tidak.
Menurut Anas Sudijono, ada dua bentuk penilaian yang dilakukan oleh
guru yaitu tes formatif dan tes sumatif (Anas Sudijono, 2001:436). Tujuan
dari tes formatif adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran peserta
didik, sejauh manakah tingkat pencapaian peseta didik terhadap tujuan
instruksionalnya. Sedangkan tes sumatif bertujuan untuk menilai prestasi
peserta didik penguasaan materi ajar yang telah di berikan guru dalam jangka
waktu tertentu (semester).
Cara menentukan nilai akhir ini tidak terlepas dari kegiatan peserta
didik selama proses pembelajaran seperti menyelesaikan tugas, mengikuti
diskusi, menempuh tes formatif, menempuh tes tengah semester, menempuh
tes akhir semester, dan sebagainya. Penentuan nilai akhir dilakukan terutama
pada waktu guru akan mengisi rapor. Biasanya dalam menentukan nilai akhir
ini guru sudah dibimbing oleh suatu peraturan atau pedoman yang
dikeluarkan oleh pemerintah atau kantor/badan yang membawahinya.
Dibawah ini terdapat beberapa rumus untuk menentukan nilai akhir
yaitu sebagai berikut:
1. Dengan pertimbangan tes formatif dan tes sumatif

Keterangan:
NA = Nilai Akhir
F = Nilai Tes Formatif
S = Nilai Tes Sumatif

2. Dengan pertimbangkan nilai tugas, nilai tes formatif (ulangan harian), dan
nilai tes sumatif (ulangan umum)

Keterangan:
NA = Nilai Akhir

29
T = Nilai Tugas
H = Nilai Ulangan Harian
U = Nilai Ulangan Umum

3. Nilai akhir untuk rapor

Keterangan:
NA = Nilai Akhir

E = Nilai UAS

4. Berdasarkan hasil kegiatan kokurikuler

Keterangan:
NA = Nilai Akhir

Interpretasi Hasil Penilaian dalam Menetapkan Ketuntasan Belajar


Penilaian dilakukan untuk menentukan apakah peserta didik telah
berhasil menguasai suatu kompetensi mengacu kepada indikator yang telah
ditetapkan. Penilaian dilakukan pada waktu pembelajaran atau setelah
pembelajaran berlangsung. Ketercapaian sebuah indikator dapat dijaring
dengan beberapa soal/tugas (Arends, 2008). Kriteria ketuntasan belajar setiap
indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) antara 0% - 100%. Kriteria
ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah
dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%,
60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti
tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya
dukung guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Namun, kualitas

30
sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian
nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu sekolah
dibandingkan dengan sekolah lain. Melalui pemeringkatan ini diharapkan
sekolah terpacu untuk meningkatkan kualitasnya.
Apabila nilai peserta didik untuk indikator pencapaian sama atau lebih
besar dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan bahwa peserta didik telah
menuntaskan indikator tersebut. Apabila semua indikator telah tuntas, maka
peserta didik dapat dikatakan telah menguasai KD bersangkutan. Dengan
demikian, peserta didik dapat diinterpretasikan telah menguasai SK/KI dan
mata pelajaran apabila semua indikator KD telah dikuasai. Selanjutnya,
apabila jumlah indikator dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari 50%,
peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan mengikuti remedial
untuk indikator yang belum tuntas. Sebaliknya, apabila nilai indikator dari
suatu KD lebih kecil dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan peserta didik itu
belum menuntaskan indikator tersebut. Apabila jumlah indikator dari suatu
KD yang belum tuntas sama atau lebih dari 50%, peserta didik belum dapat
mempelajari KD berikutnya.

31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila tenaga
pendidikya dapat memahami betul apa-apa saja hal yang perlu
diperhatihana . Dalam proses pembelajaran tersebut terdapat beberapa
istilah seperti pendekatan, model, strategi, dan metode pembelajaran.
2. Pendekatan pembelajaran merupakan orientasi atau sudut pandang
terhadap proses pembelajaran, yang mewadahi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis guna mencapai suatu
tujuan tertentu. Model pembelajaran adalah suatu kerangka atau
rancangan yang menggambarkan proses pembelajaran yang terjadi, untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang memiliki fungsi sebagai
pedoman bagi pendidik dalam menjalankan proses pembelajaran. Strategi
pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh
seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga
akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi
pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya
di akhir kegiatan belajar. Metode pembelajaran adalah suatu cara atau
teknik penyajian bahan pelajaran yang digunakan oleh guru pada saat
menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok,
agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
3. Pendekatan, model, strategi, dan metode pembelajaran memiliki
keterkaitan satu sama lain. Jika pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran sudah terangkai membentuk satu kesatuan yang utuh maka
terbentuklah model pembelajaran. Model pembelajaran dapat dikatakan
sebagai bungkus atau bingkai dari penerapan pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran.
4. Nilai akhir adalah nilai yang sudah berupa angka atau huruf, yang
melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti
program pendidikan pada jenjang maupun waktu tertentu. Nilai akhir ini
memiliki 4 fungsi yaitu fungsi instruksional, fungsi informatif, fungsi
bimbingan dan fungsi administrasi. Juga terdapat faktor-faktor yang juga

32
harus di pertimbangkan oleh guru dalam menentukan nilai akhir, di
antaranya: faktor pencapaian/prestasi, faktor usaha, faktor aspek pribadi
dan sosial, dan faktor aspek kebiasaan kerja. Dalam menentukan nilai
akhir, menurut Anas Sudijono yaitu dengan Tes Formatif dan Tes
Sumatif. Setelah dilakukannya penilaian akhir, ada 3 cara yang dapat
dilakukan untuk menentukan ranking/kedudukan peserta didik yaitu
dengan ranking sederhana, ranking persentase, dan dengan mean (rata-
rata) dan standar deviasi.
4.2 Saran
Hakikat pendekatan, model, strategi dan metode pembelajaran
merupaka hal yang sangat penting untuk dipahami dan dimengerti setiap
tenaga pendidik. Hal ini dikarenakan, dengan memahami apa saja hal-hal
pokok bekal untuk mendidik nantinya tenaga pendidik diharapkan
mampu untuk menguasai kelas saat terjun langusng ke lapangan.
Berbagai metode, strategi maupun model pembelajaran dapat
dikolaborasikan dilapangan sesuai dengan kondisi saat itu dilapangan.
Oleh karena itu setiap tenaga pendidik diharapkan untuk benar-benar
mengetahui apa-apa saja yang dimaksuddengan pendekatan, model,
strategi dan metode pembelajaran. Bagaimana hubungan antara keempat
hal tersebut dan jenisnya. Dengan itu diharapkan apa yang menjadi
tujuan pendidikan dapat tercapai.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2017, Pendekatan dan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa,


Eureligia, 01, 47-49

Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran (Bandung:


Humaniora, 2008), 42

Arends 1997. Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstuktivitis,


Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Basuki & yulinda, (2014). Kedudukan siswa dalam kelompok, Klaten, Jawa
Tengah,http://www.sdcoe.k12.ca.us/score/promising/tips/rec.html.,
diakses pada 3 september 2020

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega. 1990. Strategi Belajar Mengajar.


Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Djamarah, Syaiful Bahri, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Fathurrohman & Sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar, bandung, Revika


Aditama

Joyce, B. & Weil, M. (2003). Models of Teaching (Fifth edit). New Delhi:
Prentice Hall of India.

Kellen Roy. Effective Teaching Strategis Lesson From Research And Practice.
South Melbourne, Vic.: Thomson Social Science Press, 2007

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sanjaya, H. W. (2014). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Trianto, 2007, Model pembelajaran terpadu dalam teori dan praktek, Surabaya,
Prestasi pustaka

34
SOAL
1. Pemberian skor harus dibedakan berdasarkan pada jenis dari tes yang
digunakan. Hal bertujuan untuk….
a. Menyesuaikan dengan banyaknya soal yang dikerjakan
b. Memudahkan dalam memeriksa jawaban
c. Menyesuaikan antara skor yang didapat dengan tingkat kesulitan yang
harus diterima oleh orang yang menjawab tes
d. Memudakan dalam membuat kunci jawaban
e. Mengetahui berapa skor yang didapatkan antara jenis tes 1 dan jenis tes
lainnya
2. Di dalam tes uraian banyak digunakan untuk mengukur kemampuan dalam
aspek kognitif. Hal ini bertujuan untuk….
a. Peserta didik dapat mengukur hasil belajar, untuk mengetes daya ingat dan
pemahaman
b. Peserta didik dapat menerangkan, mengungkapkan, menciptakan,
membandingkan, maupun menilai suatu objek evaluasi.
c. Peserta didik dapat mengungkapkan hasil belajarnya
d. Peserta didik dapat membandingkan nilai dengan temannya
e. Peserta didik dapat menganalisa hasil pekerjaannya dalam suatu objek
evaluasi
3. Menentukan skor untuk tes bentuk betul-salah dapat menggunakan 2 cara
yakni tanpa hukuman atau tanpa denda ataupun dengan hukuman atau dengan
denda. Yang dimaksud dengan menentukan skor tanpa hukuman adalah….
a. Skor yang diperoleh testee sebanyak jawaban yang sesuai dengan kunci
b. Skor yang diperoleh siswa didapat dari banyak soal yang benar dikurangi
dengan banyak soal yang dijawab dengan salah.
c. Skor yang diperoleh dengan rumus yang sudah ditentukan
d. Skor yang diperoleh dari pengolahan terhadap skor-skor dari hasil tes yang
telah diperoleh dengan acuan tertentu
e. Skor yang diperoleh melalui sebuah hukuman lalu nantinya akan diberikan
skor

35
4. Dalam hal penyekoran, terdapat 3 macam alat bantu yang dapat digunakan
yaitu….
a. Kunci Penilaian, Kunci Skoring, dan Pedoman Jawaban.
b. Kunci Jawaban, Kunci Skoring dan Pedoman Penilaian.
c. Kunci Skoring, Pedoman Jawaban, dan Pedoman Penilaian.
d. Kunci Jawaban, Pedoman Skoring, dan Pedoman Penilaian.
e. Kunci Penilaian, Kunci Skoring, dan Kunci Jawaban
5. Interpretasi ketuntasan belajar siswa dapat dianalisis dari....
a. Ketercapaian hasil belajar terhadap KKM yang ditetapkan
b. Kompetensi dasar dan perolehan nilainya
c. Indikator kompetensi dasar yang telah dicapai
d. Hasil belajar dan nilai yang diperoleh
e. Nilai kepribadian
6. Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu Kompetensi Dasar
(KD) diantaranya ditetapkan berdasarkan....
a. Kriteria ideal masing-masing indikator
b. Ketuntasan belajar setiap indikator
c. Rentang nilai 50%, 60% atau 70%
d. Kompleksitas indikator
e. Tingkat kemampuan non-akademis peserta didik
7. Melakukan pemeriksaan berdasarkan dengan pedoman penyekoran yang telah
dibuat oleh pembuat soal merupakan pemeriksaan dengan pedoman….
a. Metode analitik
b. Teknik pemberian skor benar-salah
c. Teknik pemebrian skor jawaban singkat
d. Teknik pemberian skor uraian
e. Metode Holistik
8. Berikut adalah pedoman dalam pembuat penyekoran dalam metode Analitik,
kecuali….
a. Butir atau konsep atau kata kunci yang penulis tes mempunyai bobot lebih
dari yang lain dapat diberi skor yang lebih tinggi

36
b. Berikan skor pada setiap butir atau konsep atau kata kunci yang anda
harapkan.
c. Jika ada alternatif jawaban lain dari pertanyaan, maka jawaban itu harus
ditulis.
d. Pemeriksa mengulang kembali pemeriksaan tersebut
e. Tuliskan jawaban terbaik dari butir soal tersebut.
9. Penentuan kedudukan dengan membagi kelas atas kelompok-kelompok
merupakan pengertian dari….
a. Posisi Prestasi
b. Ranking presentase
c. Z-score
d. Ranking Sederhana
e. Standar Deviasi
10. Memperbaiki proses pembelajaran peserta didik, sejauh manakah tingkat
pencapaian peseta didik terhadap tujuan instruksionalnya. Pernyatan tersebut
merupakan tujuan dari….
a. Tes Sumatif
b. Tes Uraian
c. Tes Formatif
d. Tes Objektif
e. Standar Deviasi

37
Kunci Jawaban

1. C 6. D

2. B 7. A

3. A 8. D

4. B 9. E

5. A 10. C

38

Anda mungkin juga menyukai