Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ANALISIS BUTIR SOAL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

NAMA SISWA NIM

THERESIO PASARIBU 4183331009

YOLANDA MARIA LUMBAN GAOL 4182131021

KELAS : PENDIDIKAN KIMIA D 2018


DOSEN PENGAMPU : FERI ANDI SYUHADA, S.Pd., M,Pd.
MATA KULIAH : EVALUASI PENILAIAN HASIL BELAJAR KIMIA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan bimbingan dan petunjuk-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini bertujuan
sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah Evaluasi Penilaian Hasil Belajar Kimia. Penulis
juga berterima kasih kepada dosen mata kuliah Evaluasi Penilaian Hasil Belajar Kimia, Bapak
Feri Andi Syuhada, S.Pd., M,Pd karena berkat arahan dan bimbingan beliau penulis bisa
menyelesaiakan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa hal-hal yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan tersebut terutama
disebabkan kelemahan dan keterbatasan pengetahuan maupun kemampuan kami sebagai penulis.
Hanya dengan kearifan dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran, saran dan
kritik yang konstruktif sehingga kekurangan-kekurangan tersebut dapat diminimalisir sedemikian
mungkin sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan kiranya dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari terlebih pada mata kuliah Evaluasi Penilaian Hasil Belajar Kimia.
Demikianlah, makalah ini disusun, jika ada kesalahan dalam penyampaian kata dan penyusunan
makalah penulis mohon maaf.

Medan, 20 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................1
1.3 Tujuan .........................................................................................................................2
1.4 Manfaat .......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Analisis Butir Soal ......................................................................................................3


2.2 Teknik Analisis Secara Kualitatif ...............................................................................4
2.2.1 Teknik Moderator ............................................................................................10
2.2.2 Teknik Panel ....................................................................................................10
2.3 Teknik Analisis Secara Kuantitatif.............................................................................11
2.3.1 Tingkat Kesukaran ...........................................................................................12
2.3.2 Daya Pembeda ..................................................................................................15
2.3.3 Fungsi Distraktor (Pengecoh) ..........................................................................22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................25
3.2 Saran...........................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
belajar mengajar. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru menggunakan strategi
mengajar yang lebih baik dan memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk melakukan proses penilaian pembelajaran adalah dengan melakukan
ujian atau tes. Tes adalah alat pengukuran berupa pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang
ditujukan kepada testee untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk. Alat penilaian atau
tes merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran, yang tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik.

Identifikasi terhadap setiap butir item tes atau soal dilakukan dengan harapan akan
menghasilkan berbagai informasi berharga, yang pada dasarnya akan menjadi umpan balik
(feed back) guna melakukan perbaikan, pembenahan, dan penyempurnaan kembali terhadap
butir-butir soal. Kegiatan analisis butir soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal
agar diperoleh butir soal yang bermutu. Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan
informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana yang telah menguasai materi dan siswa mana
yang belum menguasai materi. Dalam menganalisis butir soal dalam tes harus memperhatikan
daya serap, tingkat kesukaran, daya beda, fungsi pengecoh, validitas dan reabilitas. Hal tersebut
dilakukan agar tes yang diberikan kepada siswa sesuai dengan daya serap siswa, tingkat
kesukarannya, dan validitas soalnya. Sehingga, tujuan yang telah disusun bersama dari
pembelajaran dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana konsep analisis butir soal ?

1
2. Bagaimana teknis analisis soal secara kualitatif ?
3. Bagaimana teknis analisis soal secara kuantitatif ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara menganalisis tingkat kesukaran pada setiap butir soal.
2. Untuk mengetahui cara menganalisis daya pembeda pada setiap butir soal.
3. Untuk mengetahui cara menganalisis fungsi distraktor (pengecoh) pada setiap butir soal.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui cara menganalisis tingkat kesukaran pada setiap butir soal.


2. Mengetahui cara menganalisis daya pembeda pada setiap butir soal.
3. Mengetahui cara menganalisis fungsi distraktor (pengecoh) pada setiap butir soal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Butir Soal

Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar
diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Menganalisis butir soal
merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang
dibuat. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi
dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian (Sudjana, 2006). Tujuan
analisis butir soal adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang
bermutu untuk digunakan. Tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes
melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif dan untuk mengetahui informasi diagnostik
pada peserta didik apakah peserta didik sudah atau belum memahami materi yang telah
diajarkan.

Dalam analisis butir soal terdapat dua istilah yang digunakan yaitu karakteristik dan
spesifikasi butir soal. Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada karakteristik internal tes
melalui data yang diperoleh secara empiris (Supriadi, 2007). Dalam menentukan karakteristik
butir soal, pada umumnya dipertimbangkan tiga hal, yaitu tingkat kesukaran, daya beda, dan
berfungsi tidaknya pilihan jawaban atau pengecoh. Karakter-karakter butir soal tersebut sangat
menentukan kualitas butir soal. Mengukur tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh
diharapkan akan mampu memberikan informasi yang akurat tentang kemapuan siswa yang
sebenarnya. Pengukuran tingkat pengecoh soal dipergunakan pada analisis soal pilihan ganda
yang memiliki alternatif jawaban lebih dari satu, sedangkan pada soal uraian tidak memiliki
pengecoh soal (Suzana, 2017).

Salah satu cara memperbaiki proses belajar-mengajar yang paling efektif adalah dengan cara
mengevaluasi tes hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan
kata lain, hasil tes tersebut kita olah sedemikian rupa sehingga hasil dari pengolahan itu dapat
diketahui komponen manakah dari proses belajar-mengajar yang masih lemah. Pengolahan tes

3
hasil belajar dalam rangka memperbaiki proses belajar-mengajar salah satunya adalah dengan
melakukan analisis butir soal.

Kelemahan butir soal tidak terletak pada bentuk atau tipe butir soal, tetapi lebih banyak
ditentukan oleh butir soal yang dikonstruksi dengan baik atau tidak baik. Butir soal objektif akan
sama baiknya dengan butir soal uraian untuk mengukur keberhasilan belajar yang dikonstruksi
secara baik. Bahkan dalam beberapa hal butir soal uraian jauh lebih besar resikonya daripada
butir soal objektif. Hal ini disebabkan mutu butir soal uraian tidak hanya terletak pada
kemampuan siswa untuk menjawab soal tersebut, tetapi lebih banyak ditentukan oleh
kemampuan dan objektifitas pembuat soal dalam memberikan skor pada hasil tes tersebut
(Amalia & Widayati, 2012).

Ada beberapa alasan mengapa diperlukan analisis butir soal. Menurut Asmawi Zainul dan
Noehi Nasution (1997) alasan tersebut antara lain :
a. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan butir tes, sehingga dapat dilakukan seleksi dan
revisi butir soal.
b. Untuk menyediakan informasi tentang spesifikasi butir soal secara lengkap, sehingga akan
lebih memudahkan bagi pembuat soal dalam menyusun perangkat soal yang akan memenuhi
kebutuhan ujian dalam bidang dan tingkat tertentu.
c. Untuk segera dapat mengetahui masalah yang terkandung dalam butir soal, seperti :
penggandaan butir soal, kesalahan meletakkan kunci jawaban, soal yang terlalu sukar dan
terlalu mudah, atau soal yang mempunyai daya beda rendah. Masalah ini bila diketahui
dengan segera akan memungkinkan bagi pembuat soal untuk mengambil keputusan apakah
butir soal yang bermasalah itu akan digugurkan atau direvisi guna menentukan nilai peserta
didik.
d. Untuk dijadikan alat guna menilai butir soal yang akan disimpan dalam kumpulan soal.

e. Untuk memperoleh informasi tentang butir soal sehingga memungkinkan untuk menyusun
beberapa perangkat soal yang paralel. Penyusunan perangkat seperti ini sangat bermanfaat
bila akan melakukan ujian ulang atau mengukur kemampuan beberapa kelompok peserta tes
dalam waktu yang berbeda.
2.2 Teknik Analisis Secara Kualitatif

Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah
penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum
soal digunakan atau diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini
adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa atau budaya, dan kunci jawaban
atau pedoman penskorannya. Ada beberapa teknik
4 yang dapat digunakan untuk menganalisis
butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel.
Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format penelaahan soal akan
sangat membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan soal
digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Format penelaahan soal yang
dimaksud adalah format penelaahan butir soal : uraian, pilihan ganda, tes perbuatan dan
instrumen non-tes. Berikut format penelaahan butir soal :

a) Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian

Mata Pelajaran :

Kelas/Semester :

Penelaah :
Nomor soal
No. Aspek yang ditelaah
1 2 3 4 5 ...
A Materi
1 Soal sesuai dengan indikator
(menuntut tes tertulis untuk bentuk
Uraian)
2 Batasan pertanyaan dan jawaban
yang diharapkan sudah sesuai
3 Materi yang ditanyakan sesuai
dengan kompetensi (urgensi,
relevansi, kontinuitas, keterpakaian
sehari-hari tinggi)
4 Isi materi yang ditanyakan sesuai
dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas
B Konstruksi
1 Menggunakan kata tanya atau
perintah yang menuntut jawaban
uraian
2 Ada petunjuk yang jelas tentang
cara mengerjakan soal
3 Ada pedoman penskorannya
4 Tabel, gambar, grafik, peta, atau
yang sejenisnya disajikan dengan
jelas dan terbaca
C Bahasa/Budaya
1 Rumusan kalimat komunikatif
2 Butir soal menggunakan bahasa
Indonesia yang baku
3 Tidak menggunakan kata/ungkapan
yang menimbulkan penafsiran
ganda atau salah pengertian
4 Tidak menggunakan bahasa yang
berlaku setempat/tabu
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

b) Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda

Mata Pelajaran :

Kelas/Semester :

Penelaah :
Nomor soal
No. Aspek yang ditelaah
1 2 3 4 5 ...
A Materi
1 Soal sesuai dengan indikator
(menuntut tes tertulis untuk bentuk
pilihan ganda)
2 Materi yang ditanyakan sesuai
dengan kompetensi (urgensi,
relevansi, kontinuitas, keterpakaian
sehari-hari tinggi)
3 Pilihan jawaban homogen dan logis
4 Hanya ada satu jawaban
B Konstruksi
1 Pokok soal dirumuskan dengan
singkat, jelas, dan tegas
2 Rumusan pokok soal dan pilihan
jawaban merupakan pernyataan
yang diperlukan saja
3 Pokok soal tidak memberi petunjuk
kunci jawaban
4 Pokok soal bebas dan pernyataan
yang bersifat negatif ganda
5 Pilihan jawaban homogen dan logis
ditinjau dari segi materi
6 Gambar, grafik, tabel, diagram, atau
sejenisnya jelas dan berfungsi
7 Panjang pilihan jawaban relatif
sama
8 Pilihan jawaban tidak menggunakan
pernyataan "semua jawaban di atas
salah/benar" dan sejenisnya
9 Pilihan jawaban yang berbentuk
angka/waktu disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya angka atau
kronologisnya
10 Butir soal tidak bergantung pada
jawaban soal sebelumnya
C Bahasa/Budaya
1 Menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia
2 Menggunakan bahasa yang
komunikatif
3 Tidak menggunakan bahasa yang
berlaku setempat/tabu
4 Pilihan jawaban tidak mengulang
kata/kelompok kata yang sama,
kecuali merupakan satu kesatuan
pengertian
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
c) Format Penelaahan untuk Instrumen Perbuatan
7

Mata Pelajaran :

Kelas/semester :

Penelaah :
Nomor soal
No. Aspek yang ditelaah
1 2 3 4 5 ...
A Materi
1 Soal sesuai dengan indikator
(menuntut tes perbuatan: kinerja,
hasil karya, atau penugasan)
2 Pertanyaan dan jawaban yang
diharapkan sudah sesuai
3 Materi yang ditanyakan sesuai
dengan kompetensi (urgensi,
relevansi, kontinuitas, keterpakaian
sehari-hari tinggi)
4 Isi materi yang ditanyakan sesuai
dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas
B Konstruksi
1 Menggunakan kata tanya atau
perintah yang menuntut jawaban
perbuatan/praktik
2 Ada petunjuk yang jelas tentang
cara mengerjakan soal
3 Ada pedoman penskorannya
4 Tabel, gambar, grafik, peta, atau
yang sejenisnya disajikan dengan
jelas dan terbaca
C Bahasa/Budaya
1 Rumusan kalimat komunikatif
2 Butir soal menggunakan bahasa
Indonesia yang baku

8
3 Tidak menggunakan kata/ungkapan
yang menimbulkan penafsiran
ganda atau salah pengertian
4 Tidak menggunakan bahasa yang
berlaku setempat/tabu
5 Rumusan soal tidak mengandung
kata atau ungkapan yang dapat
menyinggung perasaan siswa
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

d) Format Penelaahan untuk Instrumen Non-Tes

Mata Pelajaran :

Kelas/Semester :

Penelaah :
Nomor soal
No. Aspek yang ditelaah
1 2 3 4 5 ...
A Materi
1 Pernyataan/soal sudah sesuai
dengan rumusan indikator dalam
kisi-kisi
2 Aspek yang diukur pada setiap
pernyataan sudah sesuai dengan
tuntutan dalam kisi-kisi (misal
untuk tes sikap: aspek koginisi,
afeksi, atau konasi dan pernyataan
positif atau negatifnya
B Konstruksi
1 Pernyataan dirumuskan dengan
singkat (tidak melebihi 20 kata) dan
jelas
2 Kalimatnya bebas dari pernyaatn
yang tidak relevan objek yang
dipersoalkan atau kalimatnya
merupakan pernyataan yang
diperlukan saja

9
3 Kalimatnya bebas dari pernyataan
yang bersifat negatif ganda
4 Kalimatnya bebas dari pernyataan
yang mengacu pada masa lalu
5 Kalimatnya bebas dari pernyataan
faktual atau dapat diinterpretasikan
sebagai fakta
6 Kalimatnya bebas dari pernyataan
yang mungkin disetujui atau
dikosongkan oleh hampir semua
responden
7 Setiap pernyataan hanya berisi satu
gagasan secara lengkap
8 Kalimatnya bebas dari pernyataan
yang tidak pasti pasti seperti semua,
selalu, kadang-kadang, tidak satu
pun, tidak pernah
9 Kalimatnya tidak banyak
menggunakan kata hanya, sekedar,
semata-mata
C Bahasa/Budaya
1 Bahasa soal harus komunikatif dan
sesuai dengan jenjang pendidikan
siswa atau responden
2 Soal menggunakan bahasa
Indonesia baku
3 Tidak menggunakan bahasa yang
berlaku setempat/tabu
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

2.2.1 Teknik Moderator

Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang
sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama
dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau
pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa berlatar belakang psikologi.

Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersama-sama berdasarkan
kaidah penulisannya. Disamping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari berdasarkan

10
kompetensinya masing-masing. Setiap komentar atau masukan dari peserta diskusi dicatat. Setiap
butir soal dapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan
teknik ini adalah memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir soal.

2.2.2 Teknik Panel

Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir
soal. Kaidah itu diantaranya materi, konstruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban
atau pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan
ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian atau penelaahan. Pada tahap awal, semua
orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka
berkerja sendiri- sendiri di tempat berbeda. Para penelaah dipersilakan memperbaiki langsung
pada teks soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soal
dengan kriteria : soal baik, perlu diperbaiki, atau diganti.

2.3 Teknik Analisis Secara Kuantitatif

Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data
empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam
analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern.
Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari
jawaban tes peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan
menggunakan teori tes klasik. Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah,
sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, dan
dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil. Analisis jenis butir ini
yang lazim digunakan dalam praktik di lapangan, terutama oleh guru disekolah.
Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal
ditelaah dari segi : tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban
(untuk soal bentuk objektif) atau fungsi pengecoh pada setiap pilihan jawaban, reliabilitas dan
validitas soal.

11
2.3.1 Tingkat Kesukaran

Menurut Asmawi Zainul dan Noehi Nasution (1997) tingkat kesukaran butir soal adalah
proporsi peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal
biasanya dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p berarti makin besar proporsi yang
menjawab benar terhadap butir soal tersebut, makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu. Hal
ini mengandung arti bahwa soal semakin mudah, demikian pula sebaliknya. Soal yang baik
adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk
mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Pada analisis butir soal secara klasikal, seperti yang dijelaskan oleh Depdikbud (1997)
tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan beberapa cara antara lain : skala kesukaran linier,
skala bivaria, indeks davis, dan proporsi menjawab benar. Cara yang paling umum digunakan
adalah proporsi menjawab benar atau proportion correct, yaitu jumlah peserta tes yang
menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhnya.

Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk sederhananya, tingkat
kesukaran butir dan perangkat soal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mudah, sedang
dan sukar. Sebagai patokan dapat digunakan tabel sebagai berikut (Zainul & Nasution, 1997) :

Tabel Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat Kesukaran Nilai p


Sukar 0,00 – 0,25
Sedang 0,26 – 0,75
Mudah 0,76 – 1,00

Untuk menyusun suatu naskah ujian sebaiknya digunakan butir soal yang mempunyai
tingkat kesukaran berimbang, yaitu soal berkategori sukar sebanyak 25%, kategori sedang 50%
dan kategori mudah 25%. Dalam penggunaan butir soal dengan komposisi seperti di atas, maka
dapat diterapkan penilaian berdasar acuan norma atau acuan patokan. Bila komposisi butir soal
dalam suatu naskah ujian tidak berimbang, maka penggunaan penilaian acuan norma tidaklah

12
tepat, karena informasi kemampuan yang dihasilkan tidaklah akan berdistribusi normal.
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap baik adalah soal-
soal yang sedang, yaitu soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran berkisar antara 0,26 – 0,75.
Berbagai kriteria tersebut mempunyai kecenderungan bahwa butir soal yang memiliki indeks
kesukaran kurang dari 0,25 dan lebih dari 0,75 sebaiknya dihindari atau tidak digunakan, karena
butir soal yang demikian terlalu sukar atau terlalu mudah, sehingga kurang mencerminkan alat
ukur yang baik.
Namun demikian, soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh
digunakan. Hal ini tergantung dari tujuan penggunaannya. Jika dari peserta tes banyak, padahal
yang dikehendaki lulus hanya sedikit maka diambil peserta yang terbaik, untuk itu diambilkan
butir soal tes yang sukar. Demikian sebaliknya jika kekurangan peserta tes, maka dipilihkan
soal-soal yang mudah. Selain itu, soal-soal yang sukar akan menambah motivasi belajar bagi
siswa-siswa yang pandai, sedangkan soal-soal yang mudah akan membangkitkan semangat
kepada siswa yang lemah.
Rumus tingkat kesukaran berdasarkan proporsi menjawab benar atau proportion correct,
yaitu (Nitko, 1996) :
B
p=
N

p = proporsi (indeks kesukaran)


B = jumlah siswa yang menjawab benar
N = jumlah peserta tes

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan
bagi pengujian dan pengajaran. Kegunaannya bagi guru adalah sebagai pengenalan konsep
terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka,
memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan
pengajaran adalah pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, tanda-tanda
terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, memberi masukan kepada siswa,
tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, merakit tes yang memiliki ketepatan data
soal (Nitko, 1996).

13
Contoh Menentukaan Tingkat Kesukaran
Tes formatif IPA, 10 soal bentuk pilihan ganda, pilihan opsi 4, dengan proporsi 2 soal
mudah, 6 soal sedang dan 2 soal sukar, jumlah siswa 20 orang.

 Indeks kesukaran Soal No.1

B
p=
N
18
p=
20
p=0,90

Dari contoh di atas diperoleh hasil, yaitu : soal nomor 1, 3, 4, 5, 8 dan 9, terdapat kesesuaian
antara judgement dengan hasil analisa; soal nomor 2 yang di judgement mudah, ternyata termasuk
soal sedang; soal nomor 6 yang di judgement sedang, ternyata termasuk soal mudah; soal nomor
7 yang di judgement sedang, ternyata termasuk sukar; dan soal nomor 10 yang di judgement
sukar, ternyata termasuk soal sedang. Berdasarkan hasil di atas, ada beberapa soal yang harus
diperbaiki diantaranya adalah soal nomor 2 diturunkan ke dalam kategori mudah; soal nomor 6
dinaikkan ke dalam kategori sedang; soal nomor 7 diturunkan ke dalam kategori sedang; soal
nomor 10 dinaikkan ke dalam kategori sukar.
2.3.2 Daya Pembeda 14
Daya beda butir soal ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal untuk
membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi
rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes. Tujuan pokok mencari daya beda adalah
untuk menentukan apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok
dalam aspek yang diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu (Zainul &
Nasution, 1997).

Daya pembeda butir soal memiliki manfaat berikut, pertama untuk meningkatkan mutu
setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal
dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi atau ditolak. Kedua, untuk mengetahui
seberapa jauh masing-masing soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa, yaitu
siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu
soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu maka butir soal itu dapat dicurigai
kemungkinannya :
a. kunci jawaban butir soal itu tidak tepat,
b. butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar,
c. kompetensi yang diukur tidak jelas,
d. pengecoh tidak berfungsi,
e. materi yang ditanyakan terlalu sulit sehingga banyak siswa yang menebak,
f. sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah
informasi dalam butir soalnya.
Daya beda butir soal yang sering digunakan dalam tes hasil belajar adalah dengan
menggunakan indeks korelasi antara skor butir dengan skor totalnya. Daya beda dengan cara ini
sering disebut validitas internal, karena nilai korelasi diperoleh dari dalam tes itu sendiri. Daya
beda dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi biserial maupun koefesien korelasi point
biserial. Dalam analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk menentukan daya
beda butir soal. Koefisien korelasi biserial menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor
butir soal dan skor keseluruhan dari peserta tes yang sama.
Koefisien daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti
bahwa semua anggota kelompok atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan
kelompok bawah seluruhnya menjawab salah terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda –1,00
berarti bahwa semua anggota kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok
bawah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.
Daya beda yang dianggap masih memadahi untuk sebutir soal ialah apabila sama atau lebih
besar dari +0,30. Bila lebih kecil dari itu, maka butir soal tersebut dianggap kurang mampu
membedakan peserta tes yang mempersiapkan diri dalam menghadapi tes dari peserta yang tidak
mempersiapkan diri. Bila daya beda itu menjadi negatif, maka butir soal sama sekali tidak dapat
dipakai sebagai alat ukur prestasi belajar. Oleh karena itu butir soal tersebut harus dikeluarkan
dari perangkat soal. Makin tinggi daya beda suatu butir soal, maka makin baik butir soal tersebut,
dan sebaliknya makin rendah daya bedanya, maka butir soal itu dianggap tidak baik (Zainul &
Nasution, 1997). Kriteria besarnya koefesien daya beda diklasifikasikan menjadi empat kategori :

Kategori Daya Beda Koefisien Korelasi


Baik 0,40 – 1,00
Sedang 0,30 – 0,39
(tidak perlu revisi)
Perlu direvisi 0,20 – 0,29
Tidak baik -1,00 – 0,19

Tabel Klasifikasi Daya Beda Butir Soal

Untuk menentukan daya pembeda, dibedakan menjadi kelompok kecil (kurang dari 100
orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas).
a. Untuk kelompok kecil, seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas
dan 50% kelompok bawah. Contoh, seluruh pengikut tes dideretkan mulai dari skor teratas
sampai terbawah, lalu dibagi 2.
Siswa Skor
A 9
B 8
C 7
KELOMPOK ATAS (JA)
D 7
E 6
F 5
b. Untuk kelompok besar, mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk
kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai
kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).
JA= jumlah kelompok atas
JB= jumlah kelompok bawah

Contoh :
9
9
8
8
8 27% sebagai JA
.
.
.
-

.
.
.
- 17
.
27% sebagai JB
.
.
2
1
0
1
Rumus untuk menentukan daya pembeda (indeks diskriminasi) adalah:
DA DB
D= − =P A−P B
J A JB
dimana,

J = jumlah peserta tes


JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar

BB= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar

PA= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P sebagai indeks kesukaran)

PB= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat


kemampuan soal dalam membedakan antar peserta tes yang sudah memahami materi yang
diujikan dengan peserta tes yang belum atau tidak memahami materi yang diujikan. Adapun
klasifikasinya adalah seperti berikut :
D : 0,00 – 0,20 >> buruk
D : 0,20 – 0,40 >> cukup
D : 0,40 – 0,70 >> baik
D : 0,70 – 1,00 >> baik sekali
D : negatif, semuanya tidak baik. 18
Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dihilangkan saja. Contoh
perhitungan, dari hasil analisis tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan oleh 20 orang
siswa, terdapat dalam tabel sebagai berikut :

Siswa Kelompok Nilai Soal Skor

Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5
B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8
D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5
E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6
G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6
H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6
I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8
J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7
L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5
M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3
N A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7
O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3
Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8
R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8
S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6
T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6
Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10

Berdasarkan nama-nama siswa dapat kita peroleh skor-skor sebagai berikut :


19
A=5 F=6 K=7 P=3
B=7 G=6 L=5 Q=8
C=8 H=6 M=3 R=8
D=5 I=8 N=7 S=6
E = 10 J=7 O=9 T=6
Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibuat array (urutan penyebaran), dari skor yang
paling tinggi ke skor yang paling rendah.
Kelompok Kelompok
atas bawah
10 6
9 6
8 6
8 6
8 6
8 5
7 5
7 5
7 3
7 3
10 orang 10 orang
Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (J A) dan kelompok bawah (JB) dengan
pemiliknya sebagai berikut :
Kelompok atas Kelompok bawah
(JA) (JB)
B=7 A=5
C=8 D=5
E = 10 F=6
20
I=8 G=6
J=7 H=6
K=7 L=5
N=7 M=3
O=9 P=3
Q=8 S=6
R=8 T=6
10 orang 10 orang
Pada tabel analisis 10 butir soal 20 sisw, dibelakang nama siswa dituliskan huruf A atau B
sebagai tanda kelompok. Hal ini mempermudah menentukan BA dan BB.

BA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas (A)


BB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah (B)

Telah disebutkan di atas bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat membedakan antara
anak yang mampu menjawab tes dengan anak yang kurang mampu menjawab tes, dilihat dari
dapat dan tidaknya mengerjakan soal itu. Khusus untuk butir soal nomor 1 :

 Dari kelompok atas yang menjawab betul 8 orang

 Dan kelompok bawah yang menjawab betul 3 orang


Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi :
JA = 10 JB = 10
PA = 0,8 PB = 0,3
BA = 8 BB = 3

Maka, D = PA – PB
= 0,8 – 0,3
= 0,5

Butir soal ini buruk karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah dibandingkan
21
dengan jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk menjawab soal dengan benar,
dapat dilakukan dengan menebak.

2.3.3 Faktor Distraktor (Pengecoh)

Dilihat dari konstruksi butir soal terdiri dari dua bagian, yaitu pokok soal dan alternatif
jawaban. Alternatif jawaban jawaban juga terdiri dari dua bagian, yaitu kunci jawaban dan
pengecoh. Pengecoh dikatakan berfungsi apabila semakin rendah tingkat kemampuan peserta tes
semakin banyak memilih pengecoh, atau makin tinggi tingkat kemampuan peserta tes akan
semakin sedikit memilih pengecoh.
Hal demikian dapat ditunjukkan dengan adanya korelasi yang tinggi, rendah atau negatif
pada hasil analisis. Apabila proporsi peserta tes yang menjawab dengan salah atau memilih
pengecoh kurang dari 0,025 maka pengecoh tersebut harus direvisi, untuk pengecoh yang ditolak
apabila tidak ada yang memilih atau proporsinya 0,00 (Depdikbud : 1997).

Selain memperhatikan fungsi daya tarik untuk dipilih oleh peserta tes, pengecoh soal juga
perlu memperhatikan daya beda (koefisien korelasi) yang ditunjukkan oleh masing-masing
alternatif jawaban. Setiap pengecoh diharapkan memiliki daya beda negatif, artinya suatu
pengecoh diharapkan lebih sedikit dipilih oleh kelompok tinggi dibandingkan dengan kelompok
bawah. Atau daya beda pengecoh tidak lebih besar dari daya beda kunci jawaban setiap butir
soal. Menurut Depdikbud (1997) untuk menilai pengecoh (distraktor) dari masing- masing butir
soal dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kategori Distraktor Nilai Proportion


Endorsing
Baik ≥ 0,025
Revisi < 0,025
Tidak Baik / Tolak 0,000

Tabel Klasifikasi Distraktor Butir Soal

Pada saat membicarakan tes objektif bentuk22multiple choice item tersebut untuk setiap butir
item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan
jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif. Option atau alternatif itu
jumlahnya berkisar antara 3 sampai dengan 5 buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan
jawaban yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan
jawaban betul (kunci jawaban), sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-
jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distractor (pengecoh).

Fungsi pengecoh dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peserta yang tidak
mengetahui kunci jawaban (option) pada bentuk soal pilihan ganda. Untuk soal pilihan ganda,
alternatif jawaban menurut kaidah harus homogen dan logis sehingga setiap pilihan jawaban
(option) dapat berfungsi atau ada yang memilih. Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi
apabila terpilih minimal sebanyak 5% dari jumlah peserta.untuk menghitungnya dapat digunakan
rumus sebagai berikut :
Jumlah siswa yang memilih option yang salah
x 100 %
Jumlah seluruh peserta tes

Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu menganalisis pola
penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud dengan pola penyebaran jawaban item adalah
suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya
terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir item.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternatif yang dipasang pada
butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata lain, testee menyatakan
blangko. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah omit dan biasa diberi lambang
dengan huruf O. Sebagai tindak lanjut atas hasil penganalisaan terhadap fungsi distraktor
tersebut maka distraktor yang sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi
pada tes-tes yang akan datang, sedangkan distraktor yang belum dapat berfungsi dengan baik
sebaiknya diperbaiki atau diganti dengan distraktor yang lain (Anas, 2011).

Contoh perhitungan :

Dari analisis sebuah item, polanya diketahui sebagai berikut:

Pilihan Jawaban A B C* D O Jumlah


23
Kelompok atas 5 7 15 3 0 30
Kelompok bawah 8 8 6 5 3 30
Jumlah 13 15 21 8 3 60
C diberi tanda (*) adalah kunci jawaban.

Dari pola jawaban soal ini dapat dicari :


1) P = 21/60 = 0,35

2) D = PA – PB = 15/30 - 6/30 = 9/30 = 0,30

3) Distraktor : semua distraktornya sudah berfungsi dengan baik karena sudah dipilih oleh lebih
dari 5% pengikut tes.

4) Dilihat dari segi omit (kolom paling kanan) adalah baik. Sebuah item dikatakan baik jika
omitnya tidak lebih dari 10% pengikut tes.

Sebanyak 5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang dan 10% dari pengikut tes = 10%
x 60 orang = 6 orang. Sebenarnya ketentuan ini hanya berlaku untuk tes pilihan ganda dengan 5
alternatif dan P = 0,80. Tetapi demi praktisnya diberlakukan semua.
BAB
24 III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Cara menganalisis tingkat kesukaran pada setiap butir soal. Tingkat kesukaran butir soal
adalah proporsi peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Besarnya tingkat
kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Soal-soal yang dianggap baik adalah soal-
soal yang sedang, yaitu soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran berkisar antara 0,26
– 0,75. Tingkat kesukaran butir dan perangkat soal dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu mudah, sedang dan sukar. Rumus tingkat kesukaran berdasarkan proporsi menjawab

B
benar atau proportion correct, yaitu : p=
N

p = proporsi (indeks kesukaran)


B = jumlah siswa yang menjawab benar
N = jumlah peserta tes

2. Cara menganalisis daya pembeda pada setiap butir soal. Daya beda butir soal ialah indeks
yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal untuk membedakan kelompok yang
berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi rendah (kelompok
bawah) diantara para peserta tes. Koefisien daya beda berkisar antara –1,00 sampai
dengan +1,00. Daya beda yang dianggap masih memadahi untuk sebutir soal ialah
apabila sama atau lebih besar dari +0,30. Rumus untuk menentukan daya pembeda

DA DB
(indeks diskriminasi) adalah : D= − =P A−P B
J A JB

dimana,

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar
25
BB= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar

PA= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P sebagai indeks kesukaran)

PB= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

3. Cara menganalisis fungsi distraktor (pengecoh) pada setiap butir soal. Pengecoh
dikatakan berfungsi apabila semakin rendah tingkat kemampuan peserta tes semakin
banyak memilih pengecoh, atau makin tinggi tingkat kemampuan peserta tes akan
semakin sedikit memilih pengecoh.Untuk soal pilihan ganda, alternatif jawaban menurut
kaidah harus homogen dan logis sehingga setiap pilihan jawaban (option) dapat berfungsi
atau ada yang memilih. Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila terpilih
minimal sebanyak 5% dari jumlah peserta.untuk menghitungnya dapat digunakan rumus
sebagai berikut :

Jumlah siswa yang memilih option yang salah


x 100 %
Jumlah seluruh peserta tes
3.2 Saran

Ketika kita menjadi pengajar dan pendidik, sebaiknya dalam penyusunan instrument tes,
seperti soal tes hendaknya disesuaikan dengan kriteria penyusunan soal yang baik dan benar.
Dimana tingkat kesukarannya diperhatikan, daya pembeda disesuaikan, pengecoh soal dipastikan
berfungsi dengan baik. Sehingga, ketika diuji dengan validitas maupun realibilitas sesuai dengan
kualitas dan metode pembelajaran yang menjunjung tinggi cita-cita guru Indonesia untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
26

Amalia, N, A., dan Widayati, A. (2012). Analisis Butir Soal Tes Kendali Mutu Kelas XII SMA
Mata Pelajaran Ekonomi Akuntansi di Kota Yogyakarta Tahun 2012. Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia. 10(1) : 1 – 26.

Arikunto, A. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1997). Manual Item And Test Analysis (Iteman).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Pengujian.

Suzana, A. (2017). Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir-Butir Soal Penilaian Akhir
Tahun Matematika Kelas X di SMA Negeri 1 Purbalingga. Jurnal MathGram
Matematika. 2(2) : 1 – 8.
Zainul, A., dan Nasution, N. (1997). Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi : Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
27

27

Anda mungkin juga menyukai