Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA MA/SLTA


Tentang:
“Komunikasi Matematika dan Sikap Matematika”

Disusun Oleh :

Kelompok 4
Ledya Ella Sartika 2014040043
Nadilla Oktiayesha 2014040044
Anisatul Mardhiyah 2014040046

Dosen Pembimbing:

Christina Khaidir, MP.d

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1445 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Telaah Kurikulum MA/SLTA
ini dengan lancar. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad
SAW. yang selalu menjadi suri tauladan kita.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini sehinga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan susunan dalam
berbagai keterbatasan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, sehingga mendorong kami untuk bisa memperbaikinya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan semoga dengan adanya
makalahini dapat menambah wawasan bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca
padaumumnya.

Padang, 11 Maret 2023

Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Ide-Ide Matematika ......................................................................................................... 6
B. Sikap dalam Menyelesaikan Permasalahan Matematika .............................................. 10
C. Kompetensi Dasar Indikator ......................................................................................... 11
BAB II PENUTUP ................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diungkapkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) (TIM MKPBM.
2001: 56) bahwa salah satu tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematik
dalam kehidupan sehari- hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan tujuan tersebut dapat dinyatakan bahwa siswa dapat mengetahui dan
memahami relevansi matematika dengan kehidupan sehari-hari serta menggunakannya
menjadi aspek penting yang harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika.
Selain itu, sebagai pembekalan mereka menghadapi tantangan kehidupan, para siswa
juga perlu dibiasakan menggunakan keterampilan berpikirnya untuk menyelesaikan soal-
soal yang berupa pemecahan masalah, sebab disadari atau tidak, dalam kehidupan manusia
sehari- hari tidak lepas dari masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Jarret (2000) solving
problems is a basic human drive".
Dalam pembelajaran diperlukan kondisi yang menunjang agar siswa dapat mencapai
tujuan yang dicita-citakan dalam GBPP. Hal tersebut akan sangat sulit terpenuhi jika dalam
pembelajaran, siswa hanya beraktifitas menyimak, mencontoh, dan menggunakan
algoritma rutin. Sebagai tindak lanjutnya sangat diharapkan agar guru memfasilitasi siswa
untuk meningkatkan kemampuan penalaran, pemecahan masalah, komunikasi. serta
koneksi matematiknya. Kemampuan kemampuan tersebut dapat ditingkatkan salah satunya
melalui kegiatan pemecahan masalah..
Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika ditunjukkan oleh perasaan
tertarik terhadap matematika, kesediaan memperlajari matematika dan kesadaran terhadap
kegunaan matematika. Perasaan tertarik akan menumbuhkan minat untuk memperlajari
matematika. Kesediaan untuk mempelajari matematika merupakan sikap positif siswa
terhadap matematika. Adanya perhtian yang lebih terhadap matematika akan menimbulkan
dorongan untuk mempelajari matematika lebih mendalam sehingga akan mudah menerima
pelajaran matematika yang diberikan oleh guru sehingga akan mempengaruhi hasil belajar
siswa.
Sementara itu, tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai suatu mata
pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, bahkan menakutkan. Banyak siswa
yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut. Hal ini jelas sangat berakibat buruk
bagi perkembangan pendidikan matematika ke depan. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan
sikap positif siswa pada pembelajaran matematika.
Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru sebelum merancang pembelajaran adalah
melakukan analisis terhadap standar isi. Ada tiga hal yang dianalisis yaitu analisis tujuan
mata pelajaran, analisis ruang lingkup mata pelajaran dan analisis SK dan KD mata
pelajaran untuk selanjutnya memetakan dan menetapkan indikator.
Penetapan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan seorang guru. Pemetaan ketiga hal
tersebut sangat berperan terhadap tujuan yang ingin dicapai dimulai dari keruntutan
pembelajaran hingga kriteria keberhasilan pembelajaran selain juga mempermudah guru
untuk menilai dan mengevaluasi peserta didik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah ide-ide matematika?
2. Bagaimanakah sikap dalam menyelesaikan permasalahan matematika?
3. Bagaimanakah kompetensi dasar dan indikator?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan ide-ide matematika
2. Untuk menjelaskan sikap dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
3. Untuk menjelaskan kompetensi dasar indikator.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ide-Ide Matematika
Berikut ini akan disajikan bagaimana pembelajaran pemecahan masalah dapat
menghubungkan ide-ide matematik. Namun sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu
mengenai koneksi matematik.

1. Koneksi Matematik
Koneksi matematik dapat diartikan sebagai hubungan ide-ide matematik.
National Council Teacher Mathematics (NCTM) (dalam Ruspiani, 2000:10) membagi
koneksi matematika menjadi dua jenis yaitu 1) hubungan antara dua representasi yang
ekivalen dalam matematika dan prosesnya yang saling berkorespondensi. 2) hubungan
antara matematika dengan situsi masalah yang berkembang di dunia nyata atau pada
disiplin ilmu lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa koneksi
matematika tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga
menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dan dengan kehidupan.
Lebih lanjut, Ulep, dkk. (2000: 296) menguraikan indikator koneksi matematik,
sebagai berikut:
 Menyelesaikan masalah dengan menggunakan grafik, hitungan numerik, aljabar,
dan representasi verbal.
 Menerapkan konsep dan prosedur yang telah diperoleh pada situasi baru.
 Menyadari hubungan antar topik dalam matematika.
 Memperluas ide-ide matematik.
Kemampuan koneksi matematik merupakan salah satu aspek kemampuan
matematik penting yang harus dicapai melalui kegiatan belajar matematika. Mengapa
penting? Sebab dengan mengetahui hubungan-hubungan matematik, siswa akan lebih
memahami matematika dan juga memberikan mereka daya matematik lebih besar.
NCTM (1989: 354) mengemukakan:
... their ability to use a wide range of mathemtical representations, their access to
sophisticated technology, the connections they make with other academic disciplines,
especially the sciences and social sciences, give them greater mathematical power.
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa kemampuan siswa untuk
menggunakan berbagai representasi matematika, keahliannya dalam bidang teknologi,
serta membuat keterkaitannya dengan disiplin ilmu lain, memberikan mereka daya
matematik yang lebih besar.
Bruner (dalam Ruseffendi, 1991: 152) juga mengemukakan bahwa agar siswa
dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan
untuk melihat kaitan-kaitan, baik kaitan antara dalil dan dalil, antara teori dan teori,
antara topik dan topik. maupun antara cabang matematika (aljabar dan geometri
misalnya). Selain itu, Ruspiani (2000: 20) berpendapat bahwa jika suatu topik diberikan
secara tersendiri, maka pembelajaran akan kehilangan satu momen yang sangat
berharga dalam usaha meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika secara
umum.
2. Peranan Pembelajaran Pemecahan Masalah
Kegiatan pemecahan masalah merupakan aktivitas yang membantu siswa untuk
dapat mengetahui dan menyadari hubungan berbagai konsep dalam matematika dan
juga aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Adapun peranan pembelajaran
pemecahan masalah terhadap upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematik,
antara lain:
a. Free Production
Masalah yang bersifat non rutin dan terbuka (open ended problem solving)
menjadi fokus pada pembelajaran pemecahan masalah. Jika masalah yang disajikan
adalah soalsoal rutin. maka hal tersebut akan lebih tepat disebut sebagai latihan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Jarret (2000) bahwa "true problem solving
involves nonroutine or open-ended problems". Soal non rutin adalah soal yang
penyelesaiannya secara eksplisit belum ada. Sedangkan masalah terbuka adalah
masalah yang memiliki banyak jawaban atau cara.
Siswa dihadapkan pada soal yang seperti ini, mereka belum mengetahui
algoritma / prosedur untuk menyelesaikannya sehingga mereka menggunakan
berbagai cara dan strategi untuk menyelesaikan soal tersebut. Selain itu karena sifat
soalnya yang terbuka, siswa memperoleh kebebasan untuk membuat keputusan
pendekatan atau strategi apa yang akan digunakan.
Untuk mendukung pembelajaran pemecahan masalah, setting kelas yang
digunakan biasanya mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil (small group
cooperative learning). Dalam kelompoknya siswa mendiskusikan masalah yang
dihadapi, kemudian hasilnya dikomunikasikan dalam diskusi kelas, siswa
mengemukakan idenya masing-masing. Dengan setting kelas seperti itu sangat
memungkinkan diperoleh hasil atau cara yang berbeda untuk menyelesaikan
masalah. Guru berperan membantu siswa menghubungkan konsep- konsep tersebut.
Perbedaan itulah yang memberikan pengalaman kepada siswa bahwa suatu masalah
dapat diselesaikan dengan berbagai cara atau konsep. Selain itu, juga memberikan
pandangan pada siswa bagaimana ide-ide matematika berhubungan, saling
membangun untuk menghasilkan kesatuan yang koheren. Seperti yang
diungkapkan oleh Hiebert (Jarret, 2000):
"student who reflect on what they do and communicate with others about it are in
the best position to build useful connections in mathematics".
b. Langkah-Langkah Penyelesaian
Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (Ruseffendi, 1991: 177),
yaitu: 1) memahami persoalan, 2) membuat rencana atau cara untuk menyelesaikan,
3) menjalankan rencana, dan 4) memeriksa kembali. Aspek koneksi muncul pada
langkah pertama, yaitu pada langkah memahami persoalan. Greeno (Matlin, 1984:
333; Jacob, 1998: 3) mengungkapkan bahwa pengertian meliputi mengkonstruksi
suatu representasi internal. Selanjutnya Greeno yakin bahwa pengertian memiliki
tiga tugas, yaitu:
1. Pertalian (coherence)
Suatu representasi yang bertalian secara logis merupakan pola yang terhubung,
sehingga semua bagian dapat dimengerti.
2. Korespondensi (correspondence)
Pengertian membutuhkan suatu korespondensi yang tepat antara representasi
internal dan material yang dapat dimengerti.
3. Hubungan dengan latar belakang
Pengertian yang baik merupakan material untuk mengerti yang harus
dihubungkan dengan latar belakang pengetahuan orang yang mengerti.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengerti
permasalahan, ia harus dapat menghubungkan data-data yang diketahui, kemudian
dihubungkan pula dengan hal yang akan dicari jawabannya. Semua hal tersebut
dilakukan dengan menggunakan modal pengetahuan yang telah ia miliki.

Pada langkah keempat, siswa melakukan pengecekan, mencari cara lain untuk
menyelesaikan masalah yang sama, dan mencari kemungkinan adanya penyelesaian
lain. Mereka merefleksikan pengalamannya, menelusuri proses berpikirnya,
meninjau kembali strategi yang dipilih, dan menyimpulkan mengapa suatu strategi
berhasil sedangkan yang lainnya tidak berhasil.
Langkah terakhir ini merupakan kegiatan yang sangat penting karena dengan
meninjau kembali, sang pemecah masalah (siswa) dapat menemukan inti atau
karakteristik masalah yang telah dipecahkan (TIM MKPBM, 2001: 95, Jarret,
2000). Dengan demikian dia dapat menggeneralisasi struktur yang telah dikerjakan
agar dapat diterapkan pada masalah lain yang serupa, menyadari mengapa strategi
yang telah digunakan menjadi tidak lagi berhasil pada masalah lain atau
memerlukan modifikasi terlebih dahulu agar menjadi berhasil.
Hal perlu digarisbawahi pada langkah terakhir ini yang memiliki peranan dalam
peningkatan kemampuan koneksi matematik adalah kegiatan siswa memonitor
strategi berpikirnya agar dapat menerapkan konsep dan prosedur yang telah
diperoleh pada situasi baru. Seperti yang diungkapkan oleh Taplin (2004) bahwa
"problem solving can help people to adapt to changes and unexpected problems in
their careers and other aspect of their lives".
c. Aplikasi
Jika masalah yang diberikan berupa masalah kontekstual, secara tidak langsung
memberikan siswa pengalaman bahwa matematika berhubungan dengan kehidupan
sehari- hari, yaitu digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Pernyataan
tersebut didukung oleh pernyataan Ruseffendi (1991: 341) bahwa salah satu sebab
diberikannya pemecahan masalah kepada siswa karena dapat meningkatkan
aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya.
Tidak terbatas pada masalah kontekstual, meskipun masalah yang diberikan
bukan masalah kontekstual, namun pengalaman yang telah diperoleh berupa
langkah-langkah yang biasa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
matematika dapat diterapkan dalam spektrum yang lebih luas untuk menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti memahami masalah, menghubungkan
informasi yang diketahui dengan yang tidak diketahui. menganalisa mengapa suatu
masalah itu muncul, dan lain-lain. Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan
bahwa strategi umum problem solving yang dipelajari dalam kelas matematika,
dapat ditransfer dan digunakan ke situasi problem solving lainnya (Asmin, 2003).
B. Sikap dalam Menyelesaikan Permasalahan Matematika
Tujuan pendidikan matematika antara lain adalah penekanannya pada pembentukan
sikap siswa. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran matematika perlu diperhatikan
sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini penting mengingat sikap positif terhadap
matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1988).
Peran guru di sekolah sangat dibutuhkan dalam tercapainya tujuan pembelajaran
matematika serta proses belajar mengajar untuk membantu siswa mencapai hasil belajar
yang optimal. Akan tetapi siswa merasa kesulitan dalam mempelajari matematika.
Kesulitan siswa dalam mempelajari dan memahami matematika terlihat dari mengkaitkan
antar konsep-konsep matematika.

Sikap positif dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam
proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses transfer
pengetahuan dan nilai. Guru sebagai seorang komunikator sudah selayaknya dapat
menyampaikan pesan (materi pelajaran) dengan baik kepada siswa dengan melalui media
sebagai sarana pendukung sehingga akan terjadi transfer of knowledge yang baik dari guru
ke siswa, Sikap merupakan hasil belajar maka dari itu kunci utama belajar sikap terletak
pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan
proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap (Utami, 1999).

Tingkatan kognisi yang rendah mungkin dapat memengaruhi sikap, tetapi sangat lemah
pengaruhnya dan sikap cenderung labil. Proses kognisi yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan sikap secara signifikan, sejalan dengan taksonomi kognisi Bloom, adalah
pada taraf analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada taraf inilah memungkinkan siswa
memperoleh nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkan keyakinan yang merupakan
kunci utama untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap.

Sikap terjadi melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, pengalaman, dan
nilai ke dalam otak siswa, seperti pendapat Pieget, sikap dijadikan menjadi referensi dalam
menanggapi objek atau subjek di lingkungannya. Tidak semua informasi dapat
memengaruhi sikap. Informasi yang dapat memengaruhi sikap sangat tergantung pada isi,
sumber, dan media informasi yang bersangkutan.

Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan
mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian,
pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk
memengaruhi keyakinan siswa, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat
siswa sendiri melalui proses belajar.

Seperti di atas telah disebutkan, bahwa untuk dapat memberikan pesan yang persuasif
kepada siswa harus dibawa pada objek telaah melalui proses penganalisaan, pensintesisan,
serta penilaian, yang dilakukan siswa untuk memperoleh keyakinan. Proses akomodasi dan
asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam
proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan
besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subjek atau objek.

Perlu dipahami. bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri
dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah
untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup siswa. Selanjutnya, di luar
bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.

Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak


sesuatu, konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika dapat diartikan
sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif
aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda, mungkin menerima
dengan baik atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah
kecenderungan untuk menerima atau menolak matematika.

Berkaitan dengan sikap positif siswa terhadap matematika, beberapa pendapat, antara
lain Ruseffendi (1988), mengatakan bahwa anak-anak menyenangi matematika hanya pada
permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan
sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang
minatnya. Menurut Begle (1979), siswa yang hampir mendekati sekolah menengah
memunyai sikap positif terhadap matematika yang secara perlahan menurun. Siswa yang
memiliki sikap positif terhadap matematika memiliki ciri antara lain terlihat sungguh-
sungguh dalam belajar matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu,
berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah dengan
tuntas, dan selesai pada waktunya.

C. Kompetensi Dasar Indikator


Tujuan pembelajaran adalah suatu hal yang menjadi sasaran dalam proses
pembelajaran. Sebelum menentukan tujuan pembelajaran, dalam kegiatan belajar mengajar
terlebih dahulu dilakukan penentuan dan pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar
dan pengembangan indikator. Selanjutnya dapat dilakukan penilaian untuk mengetahui
apakah tujuan yang direncanakan tercapai.

1. Standar Kompetensi
Standar kompetensi merupakan pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang harus dikuasai siswa serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai
siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran.
Menurut definisi tersebut, standar kompetensi mencakup dua hal yaitu standar
isi (content standards) dan standar penampilan (performance standards). Standar
kompetensi yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang harus dikuasai siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
Standar kompetensi yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan
tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap standar isi. Dari
uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa standar kompetensi memiliki dua penafsiran,
yaitu:
a. Pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus diketahui siswa dan
kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari suatu bidang studi.
b. Spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian
seperti lulus atau memiliki keahlian.
Adapun contoh standar kompetensi pada mata pelajaran matematika adalah Memahami
Teorema Phytagoras dalam menentukan panjang sisi segitiga.
2. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang
harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan
dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi dasarr merupakan perincian
atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Adapun penempatan komponen
kompetensi dasar dalam silabus sangat penting, hal ini berguna untuk mengingatkan
para guru seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus dicapainya.
a. Langkah-langkah Penyusunan Kompetensi Dasar
Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana
tercantum pada standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
 Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran.
 Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata
pelajaran.
Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun
yang tidak operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada
kelompok pemahaman dan juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk
rumusan kompetensi dasar.
Langkah-Langkah untuk menyusun kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
a. Menjabarkan kompetensi dasar yang dimaksud.
b. Tulislah rumusan kompetensi dasarnya.
c. Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan
indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu
juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
d. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya,
apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator
lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
e. Tambahkan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi
sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan
pertimbangkan urutannya.
Adapun contoh kompetensi dasar pada mata pelajaran matematika adalah
menggunakan teorema pytagoras untuk menentukan panjang sisi segitiga siku-siku.
3. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap. pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran,
satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diobservasi.
Menurut depag indikator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih
spesifik Sedangkan menrut E Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari
kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan
atau ditampilkan oleh peserta didik. Indicator juga dikembangkan sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan
dalam rapat kerja operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat penilaian.
Sedangkan Darwin Syah berpendapat Indikator pembelajaran adalah
karakteristik, cirri- ciri, tanda-tanda perbuatan atau respon yang dilakukan oleh siswa,
untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kompetensi dasar tertentu.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
indicator adalah kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai
ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan
siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu.
Hal-hal yang perlu di pertimbangkan dalam mengembangkan indikator adalah
sebagai berikut:
a. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam
Kompetensi Dasar.
b. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah, dan
c. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan atau daerah.
Selain hal-hal di atas, dalam merumuskan indikator juga perlu diperhatikan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indicator
b. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata
kerja yang digunakan dalam SK dan KD Indikator harus mencapai tingkat
kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal
sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
c. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hierarki kompetensi
d. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat
kompetensi dan materi pembelajaran.
e. Indikator harus dapat memenuhi karakteristik mata pelajaran sehingga
menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
f. Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan atau psikomotorik.
Adapun Indikator berfungsi sebagai berikut:
a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.
Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang
dikembangkan. Indikator yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah
dalam pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, potensi dan kebutuhan peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran.
Desain pembelajaran perlu dirancang secara efektif agar kompetensi dapat dicapai
secara maksimal. Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai dengan
indikator yang dikembangkan, karena indikator dapat memberikan gambaran
kegiatan pembelajaran yang efektif untuk mencapai kompetensi. Indikator yang
menuntut kompetensi dominan pada aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan
pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat
dengan strategi discovery-inquiry.
c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar.
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi
peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan indikator
sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar.
Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi
hasil belajar, Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk
dan jenis penilaian. serta pengembangan indikator penilaian. Pengembangan
indikator penilaian harus mengacu pada indikator pencapaian yang dikembangkan
sesuai dengan tuntutan SK dan KD.
Adapun contoh indikator dalam matematika yaitu: Menuliskan teorema pythagoras
pada segitiga siku-siku dalam berbagai posisi. Menentukan panjang sisi-sisi segitiga
siku-siku menggunakan teorema Pythagoras
4. Mekanisme Pengembangan Indikator
Dalam mekanisme pengembangan indikator membutuhkan beberapa langkah-
langkah, yaitu:
a. Menganalisis Tingkat Kompetensi dalam SK dan KD.
Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis tingkat
kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk memenuhi tuntutan
minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional. Sekolah dapat
mengembangkan indikator melebihi standar minimal tersebut. Tingkat kompetensi
dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan KD.
Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat
pengetahuan, tingkat proses, dan tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat
pengetahuan lebih rendah dari pada tingkat proses maupun penerapan. Tingkat
penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi yang diinginkan.
Klasifikasi tingkat kompetensi berdasarkan kata kerja yang digunakan disajikan
dalam tautan ini (Tingkat Kompetensi Kata Kerja Operasional). Selain tingkat
kompetensi. penggunaan kata kerja menunjukan penekanan aspek yang diinginkan,
mencakup sikap. pengetahuan, serta keterampilan. Pengembangan indikator harus
mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika
aspek keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus
mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan. Klasifikasi kata kerja
berdasarkan aspek kognitif, Afektif dan Psikomotorik disajikan dalam tautan ini
Kata Kerja Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan penekanan
aspek yang diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan, serta keterampilan.
Pengembangan indikator harus mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang
digunakan SK dan KD. Jika aspek keterampilan lebih menonjol, maka indikator
yang dirumuskan harus mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.
Klasifikasi kata kerja berdasarkan aspek kognitif, Afektif dan Psikomotorik.
b. Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari
mata pelajaran lainnya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam
mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran bahasa yang terdiri dari
aspek mendengar, membaca, berbicara dan menulis sangat berbeda dengan mata
pelajaran matematika yang dominan pada aspek analisis logis. Guru harus
melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik mata pelajaran sebagai acuan
mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran dapat dikaji pada dokumen
standar isi mengenai tujuan, ruang lingkup dan SK serta KD masing-masing mata
pelajaran.
Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik
yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan
gaya belajar. Oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodir
keragaman tersebut. Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau
psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang sesuai sehingga
kompetensi siswa dapat terukur secara proporsional. Karakteristik sekolah dan
daerah menjadi acuan dalam pengembangan indikator karena target pencapaian
sekolah tidak sama.
Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat
mengembangkan indikator lebih tinggi. Termasuk sekolah bertaraf internasional
dapat mengembangkan indikator dari SK dan KD dengan mengkaji tuntutan
kompetensi sesuai rujukan standar internasional yang digunakan. Sekolah dengan
keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator.
c. Menganalisis Kebutuhan dan Potensi
Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah perlu dianalisis untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Penyelenggaraan
pendidikan seharusnya dapat melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Peserta didik mendapatkan
pendidikan sesuai dengan potensi dan kecepatan belajarnya, termasuk tingkat
potensi yang diraihnya. Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong
peningkatan mutu sekolah di masa yang akan datang. sehingga diperlukan
informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna untuk mengembangkan
kurikulum melalui pengembangan indikator.
Secara lebih ringkas berikut adalah langkah-langkah dalam merumuskan
indicator:
1) Memahami kompetensi dan ruang lingkup materi dari KD. Hal ini dilakukan
dengan memisahkan kompetensi dan ruang lingkup materi.
2) Menyusun daftar kriteria kompetensi. Hal ini dilakukan dengan mengukur
menggunakan kata kerja operasional.
3) Merumuskan indikator dengan menggabungkan kriteria kompetensi dengan
materi.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai
berikut.

1. Dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan aspek keterkaitan. Dalam upaya


peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa, hendaknya guru lebih melibatkan
siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Salah satu caranya meningkatkan jalinan
komunikasi antara guru dengan siswa (sharing ideas), memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara serta menerapkan
konsep yang telah diperolehnya, sehingga pengetahuan menjadi lebih bermakna dan
relevan. Kegiatan-kegiatan tersebut terfasilitasi oleh kegiatan pemecahan masalah
2. Kegiatan pemecahan masalah bukanlah satu-satunya kegiatan dalam pembelajaran
yang memfasilitasi upaya peningkatan kemampuan koneksi matematika. Terdapat
berbagai pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan koneksi matematik, antara lain pendekatan kontekstual, open-ended,
konstruktivisme, dan inkuiri. Sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan
Yulianti (2004) 10 menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle yang
berdasarkan pada pendekatan konstruktivisme, dapat meningkatkan kemampuan
koneksi matematik siswa.
3. Pembelajaran matematika sangat bergantung dari cara guru mengajarkan kepada siswa.
Guru dapat membantu siswa memahami pelajaran matematika. Banyak cara bagi
seorang guru untuk menyampaikan materi pelajaran yang akan membuat siswa merasa
senang serta meningkatkan hasil belajar, diantaranya adalah dengan menggunakan
strategi, metode yang tepat dan dibantu media yang mendukung kegiatan belajar
mengajar.
4. Guru sebagai penyampai informasi sudah selayaknya dapat menumbuhkan dan
mengembangkan sikap adalah berisi pesan (materi pelajaran) yang bersifat persuasif.
Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah
memiliki kemampuan untuk memengaruhi keyakinan siswa, meskipun sebenarnya
keyakinan tersebut akan didapat siswa sendiri melalui proses belajar.
5. Pembelajaran matematika akan lebih baik jika siswa mampu mengkonstruksi melalui
pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Untuk itu, keterlibatan siswa secara
aktif sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini pembelajaran
matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam penalaran suatu hubungan
antara suatu konsep dengan konsep yang lainnya.
6. Standar kompetensi merupakan pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dikuasai siswa serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai
siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran.
7. Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan dalam
kelas pada jenjang pendidikan tertentu.
8. Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku
yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
9. Dalam pengembangan indikator kita harus memahami langkah-langkahnya sebagai
berikut:
 Memahami kompetensi dan ruang lingkup materi dari KD. Hal ini dilakukan
dengan memisahkan kompetensi dan ruang lingkup materi.
 Menyusun daftar kriteria kompetensi. Hal ini dilakukan dengan mengukur
menggunakan kata kerja operasional.
 Merumuskan indikator dengan menggabungkan kriteria kompetensi dengan materi

B. Saran
Meskipun penyusun menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penyusun perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penyusun. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penyusun harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari,Bansu, (2012), Komunikasi Matematik dan Politik, Pena, Banda Aceh
Ahmad, Marzuki, (2012), Komunikasi Matematika, (Online),
http://lubisbrother88.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html) diakses
pada 16 September 2014
Fachrurazi, (2011), Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Alex Media Komputindo,
Jakarta
Herdian, (2010), Kemampuan Komunikasi Matematika, (online),
(http://herdy07.wordpress.com/2010/05/07/kemampuan-komunikasi-matematis/)
diakses pada 18 September 2014
Mellyirzal, (2008), Dunia Matematikan, (online),
(http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html) diakses pada
13 November 2014
Mulyana, Dr. Endang, (2012), Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, Alfabeta,
Bandung
NCTM, (2000), Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM Peraturan
Menteri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Sumarmo,U. , (1999), Implementasi Kurikulum 1994 Pada Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FMIPA IKIP Bandung
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Anda mungkin juga menyukai