Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

IMPROVE TERHADAP PENALARAN SISWA


KELAS VIII SMPN 6 BANDA ACEH

Proposal Skripsi

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ERMA DAIYANI
NPM 1906103020009

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal ini. Shalawat dan

salam penulis mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan kepada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan jalan yang terang dan petunjuk

kepada kita semua.

Tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi syarat-syarat guna

mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Syiah Kuala. Adapun judul dari proposal ini adalah “Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran IMPROVE Terhadap Penalaran Siswa Kelas VIII SMPN 6

Banda Aceh”. Ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam penulisan skripsi

nantinya.

Penulis sadar bahwa terdapat kelemahan serta kekurangan sehingga dalam

menyelesaikan proposal ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Suryawati, M.Pd., selaku koordinator Program Studi S1 Pendidikan

Matematika FKIP Unsyiah, yang telah memberi bimbingan dan motivasi yang

kepada penulis.

2. Ibu Dra. Tuti Zubaidah, M.Pd., sebagai dosen wali yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. Segenap dosen Program Studi S1 Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah yang

telah memberikan ilmunya kepada penulis.

4. Serta pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam penyempurnaan proposal ini.

2
Semoga Allah SWT membalas semua jasa baik ini dengan pahala yang

berlipat ganda. Penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca, terutama untuk penulis sendiri.

Banda Aceh, Oktober 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................8
1.5 Definisi Operasional.......................................................................................9
BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................9
2.1 Kemampuan Penalaran Matematis.................................................................9
2.2 Metode Pembelajaran IMPROVE.................................................................15
2.3 Hubungan Metode Pembelajaran IMPROVE dengan Kemampuan
Penalaran Matematis.....................................................................................20
2.4 Materi Teorema Pythagoras..........................................................................21
2.5 Penelitian yang Relevan...............................................................................24
2.6 Hipotesis Penelitian......................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................26
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian...................................................................26
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................26
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................27
3.4 Instrumen Penelitian.....................................................................................27
3.5 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................27
3.6 Teknik Analisis Data....................................................................................28
3.7 Prosedur Penelitian.......................................................................................32
3.8 Jadwal Penelitian..........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Komponen Penalaran Matematis.........................................................................12


Tabel 2. 2. Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis.........................................14

Tabel 3. 1. Rancangan Penelitian..........................................................................................26


Tabel 3. 2. Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis.........................................30
Tabel 3. 3. Kategori Kemampuan Penalaran Matematis........................................................32
Tabel 3. 4. Jadwal Penelitian.................................................................................................33

5
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP Pertemuan Ke-1........................................................................................37


Lampiran 2. LKPD Pertemuan Ke-1.....................................................................................42

v
6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran matematika sangat berperan penting dalam berbagai

bidang ilmu pengetahuan. Hampir pada setiap jenjang pendidikan mata

pelajaran matematika diajarkan kepada siswa. Matematika secara empiris

terbentuk dari pengalaman manusia yang ada di dunia. Selanjutnya

dalam dunia rasio pengalaman itu diproses, kemudian diolah secara

analisis menggunakan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga

sampai terbentuk konsep-konsep matematika, agar konsep-konsep

matematika yang terbentuk itu dapat dipahami oleh orang lain dan dapat

dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi

matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat

karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar terbentuknya

matematika (Rahmah, 2018).

Tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai dalam

kurikulum 2013, yakni: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma

secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang


7

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5)

memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajarai

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

(Pemerintah RI, 2003). Selain itu NCTM (2000) menyatakan bahwa

standar proses pembelajaran matematika terdiri dari: (1) belajar untuk

mehami, (2) belajar untuk bernalar, (3) belajar untuk berkomunikasi, (4)

belajar untuk mengaitkan ide, (5) belajar untuk menyajikannya, (6)

belajar untuk memecahkan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran

matematika yang disampaikan kurikulum 2013 dan NCTM, salah satu

kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah

belajar untuk bernalar. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa karakter

yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran matematika, diantaranya

adalah kemampuan penalaran matematis.

Salah satu materi matematika yang terdapat di SMP kelas VIII

adalah teorema pythagoras. Teorema pythagoras adalah suatu teorema

pada segitiga siku-siku untuk menunjukkan hubungan antar sisi-sisinya.

Dalam mempelajari konsep teorema phytagoras, peserta didik akan

belajar bagaimana menganalisis masalah, memberikan argumen yang

mendukung langkah penyelesaiannya, dan memberikan kesimpulan yang

logis sehingga diperoleh jawaban yang tepat (Anasis & Alyani, 2021).

Materi ini merupakan materi yang sangat penting untuk dipelajari siswa
8

dan menjadi materi prasyarat untuk mempelajari materi matematika

lainnya (Kurniawanti & Rizal, 2019).

Namun dari tahun ke tahun kemampuan matematika siswa masih

rendah terutama pada materi teorema pythagoras, hal ini menunjukkan

bahwa masih banyak siswa yang belum menguasai materi teorema

pythagoras (Khoerunnisa & Puspita Sari, 2021). Banyak siswa yang

kurang tertarik dan kurang menyukai mata pelajaran matematika

khususnya pythagoras karena banyak yang menganggap mata pelajaran

matematika itu rumit untuk dimengerti (Ardila & Hartanto, 2017).

Beberapa kesalahan siswa saat menjawab soal teorema pythagoras yang

dikemukakan oleh (Mulyanti et al., 2018) yaitu kurangnya pemahaman

siswa dalam persoalan matematika terutama soal berbentuk cerita,

kurangnya penguasaan konsep mengenai teorema pythagoras, masih

kurang dalam merencanakan penyelesaian atau menafsirkan solusi

dikarenakan kurang memahami masalah yang diberikan, kurang teliti

dalam melakukan perhitungan dan proses yang digunakan masih kurang

tepat, kurang mampu mengaitkan dari satu situasi ke situasi lainnya.

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan teorema pyhagoras

diperlukan penalaran yang baik, siswa harus mampu bernalar dengan baik

dan juga melakukan manipulasi matematika dalam mengerjakan soal

(Rizkiah & Armiati, 2022). Penalaran merupakan suau kegiatan atau

proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru

yang didasarkan pada pernyataan sebelumnya dan kebenarannya telah

dibuktikan. Dengan mempunyai kemampuan penalaran yang baik siswa


9

dapat menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang membutuhkan

kemampuan bernalar dengan mudah (Anisah et al., 2011).

Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan untuk

menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

Wahyudin (2008) menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematis

siswa merupakan salah satu faktor yang wajib dikuasai oleh siswa setelah

mereka mempelajari matematika. Kemampuan penalaran berperan sangat

penting dalam pembelajaran matematika, karena dalam pembelajaran

matematika siswa tidak hanya menghapal atau mengingat-ingat rumus

tetapi siswa menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan soal

matematika. Materi pada matematika dipahami melalui penalaran dan

penalaran dipahami serta dilatihkan melalui belajar materi matematika,

oleh karena itu matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal

yang tidak dapat dipisahkan (Rahman et al., 2019). Hal tersebut

mengakibatkan bahwa kemampuan penalaran matematis salah satu

kemampuan yang sangat diperlukan oleh siswa baik dalam proses

memahami mata pelajaran matematika itu sendiri maupun dalam

kehidupan sehari-hari.

Dilihat dari pentingnya penalaran matematis, masih ada bukti di

lapangan bahwa penalaran matematis saat ini masih rendah. Hasil

Program for Internasional Student Assessment (PISA) tahun 2015

menunjukkan bahwa siswa Indonesia hanya berada pada urutan ke-63

dari 70 negara partisipan (OECD, 2016). Hasil Trends in International

Mathematical and Scientific Research (TIMSS) tahun 2015 untuk bidang


10

studi matematika juga menempatkan Indonesia pada urutan ke-44 dari 49

negara (Mullis et al., 2015). Salah satu penyebab rendahnya hasil PISA

disebabkan oleh rendahnya kemampuan penalaran matematis (Wardhani,

2005). Rata-rata persentase yang paling rendah dicapai oleh peserta didik

Indonesia dalam kognitif pada level penalaran yaitu sebesar 17%

(Rosnawati, 2013). Padahal dalam soal PISA komponen penggunaan

konsep matematika, fakta, prosedur dan kemampuan penalaran

mendominasi dengan komposisi 66,18% (Murdaningsih & Murtiyasa,

2016).

Selain itu hasil penelitian Ario (2015) menemukan bahwa siswa

lebih terbiasa mengerjakan soal-soal yang sesuai dengan contoh yang

diberikan oleh guru tanpa mengetahui maknanya, ketika siswa diminta

untuk menyelesaikan soal yang berbeda dengan soal latihan yang

biasanya diberikan oleh guru, maka siswa akan kebingungan dan merasa

kesulitan dalam menyelesaikannya. Pernyataan tersebut sejalan dengan

hasil wawancara pada guru matematika kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh,

beliau mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran kemampuan

penalaran siswa masih tergolong rendah, hal tersebut dilihat dari siswa

tidak dapat menyelesaikan soal matematika sendiri, harus diberikan

contoh, sebagian besar dari siswa belum mampu untuk menarik

kesimpulan, masih ada sebagian siswa tidak dapat menyelidiki kebenaran

dari pernyataan yang diberikan, masih ada siswa yang belum mampu

untuk melakukan manipulasi pada soal matematika yang diberikan oleh

guru dan menarik kesimpulan.


11

Berhubungan dengan masalah di atas guru sangat berperan

penting dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis siswa. Untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis tersebut, peran guru sangatlah

dibutuhkan. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dapat

dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam

pembelajaran. Guru perlu menciptakan pembelajaran bisa memberi

peluang besar untuk siswa untuk menguasai materi yang diajarkan, serta

membantu dan memberi dukungan kepada siswa yang kesulitan secara

akademik.

Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya

solusi untuk memfasilitasi siswa agar memiliki peluang lebih besar untuk

mengembangkan metakognisi siswa dalam pembelajaran serta dapat

menstimulus kemampuan penalaran matematis siswa.

Dari uraian diatas, maka peneliti memberikan alternatif model

pembelajaran yang dapat ditawarkan dalam rangka mengatasi rendahnya

kemampuan penalaran matematis siswa yaitu model pembelajaran

IMPROVE. IMPROVE menurut (Mevarech & Kramarski, 1997) adalah

singkatan dari tahapan pembelajaran yang berupa: memperkenalkan

konsep baru (introducing the new concept), pertanyaan metakognitif

(metacognitive question), latihan (practice), revisi dan pengurangan

kesulitan (reviewing and reducing difficulties), memperoleh pengetahuan


12

(obtaining mastery), verifikasi (verification) dan pengayaan (enrichment).

Langkah pembelajaran dalam model IMPROVE dimulai dengan guru

memperkenalkan materi baru melalui rangkaian pertanyaan yang telah

ditentukan, setelah itu siswa dilatih untuk bertanya dan menjawab

pertanyaan metakognitif untuk melengkapi materi matematika yang telah

ditentukan, memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif dengan

belajar berkelompok merupakan hal yang membedakan model IMPROVE

dengan model pembelajaran lainnya (Syaifudin, 2015). Kemudian di

akhir pelajaran, umpan balik diselenggarakan dan materi yang ditawarkan

diperbaiki dan diperkaya.

Menurut (Shoimin, 2014) IMPROVE memiliki beberapa kelebihan

yaitu: 1) Peserta didik lebih aktif karena terdapat latihan-latihan

sehingga leluasa mengeksploitasi ide-idenya. 2) Suasana pembelajaran

tidak membosankan karena banyaknya tahapan yang dilakukan peserta

didik. 3) Adanya penjelasan diawal dan latihan-latihan membuat peserta

didik lebih memahami materi. Model pembelajaran IMPROVE

merupakan model pembelajaran yang didesain sebagai model yang

student center sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis. Hal ini karena model ini menyajikan

belajar berkelompok serta pertanyaan pertanyaan metakognisi terkait

materi, yang akan membantu menstimulus penalaran matematis peserta

didik dalam belajar. Model ini menyajikan latihan-latihan yang

membantu peserta didik untuk lebih aktif dalam mengeksploitasi

pengetahuan dan kemampuan bernalar peserta didik. Model pembelajaran


13

IMPROVE memiliki beberapa tahapan yang membuat peserta didik tidak

mudah jenuh saat belajar. Keunggulan dari model ini adalah semua siswa

ikut terlibat dalam pembelajaran, siswa juga dilatih untuk lebih percaya

diri tampil didepan kelas, dan biasa membantu teman yang masih kurang

paham.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Yuyuny, 2019) dengan judul

“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran IMPROVE Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 1

Bangkinang Kota” dinyakatan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Analisis data dengan menggunakan uji tes t hitung >ttabel menunjukkan

nilai yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak. Perbedaan tersebut diperkuat lagi dari

mean yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana mean kelas

eksperimen dan mean kelas kontrol secara berturut-turut adalah 42,44 dan 35,08. Hal

tersebut dikarenakan metode IMPROVE memperkenalkan pembelajaran kelompok

dan pertanyaan metakognitif tentang materi untuk membantu merangsang

kemampuan matematis siswa saat mereka belajar. Metode ini menyajikan latihan-

latihan yang membantu siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan

penalaran mereka secara lebih aktif.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap penalaran siswa dengan menggunakan

menggunakan metode IMPROVE khususnya pada materi teorema

pythagoras yang berjudul: “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

IMPROVE Terhadap Penalaran Siswa Kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh”.

1.2 Rumusan Masalah


14

1. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran IMPROVE

terhadap penalaran siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh?

2. Bagaimana kemampuan penalaran siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh

setelah diterapkan model pembelajaran IMPROVE?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran IMPROVE

terhadap penalaran siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui penalaran siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh setelah

diterapkan model pembelajaran IMPROVE.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi

teori pembelajaran matematika yang terkait dengan pemilihan metode dalam

pembelajaran matematika, dan akan menambah informasi bahwa penalaran

matematis sangat penting untuk siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk sekolah, menjadi bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

b. Untuk guru, menjadi informasi untuk meningkatkan kemampuan

penalaran matematis dan sebagai alternatif metode pembelajaran di

SMP/MT.

c. Untuk peneliti, menjadi sumbangsih bagi dunia pendidikan dan menjadi

salah satu syarat perkuliahan di Universitas Syiah Kuala.

d. Untuk siswa yaitu menjadi masukan untuk dapat meningkatkan


15

kemampuan penalarannya dalam pembelajaran matematika dan

menanamkan sikap yang positif.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah yang

digunakan dalam penelitian, maka istilah-istilah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. IMPROVE adalah model pembelajaran yang memperkenalkan siswa pada

konsep baru, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa

berpikir lebih dalam, dan dapat melatih siswa dalam memecahkan masalah

yang berkaitan dengan materi. Selanjutnya guru dapat memeriksa kesulitan

siswa, dan siswa juga dapat memeriksa dan mengevaluasi apa yang telah

dipelajari untuk memperkaya pengetahuan mereka.

2. Penalaran matematis adalah proses berpikir yang melibatkan penarikan

kesimpulan matematis berdasarkan fakta atau data, konsep dan metode yang

terkait. Berp ikir matematis merupakan keterampilan yang penting bagi siswa.

Penalaran matematis merupakan landasan pembelajaran matematika yang

perlu dipelajari dan ditingkatkan. Dengan tidak adanya kemampuan penalaran

matematis akan membuat siswa hanya mengulang pembelajaran dan tidak

mengetahui maknanya.

3. Teorema pythagoras merupakan salah satu materi dari Geometri. Teorema

Pythagoras adalah suatu teorema pada segitiga siku-siku untuk menunjukkan

hubungan antar sisi-sisinya.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kemampuan Penalaran Matematis

2.1.1 Pengertian penalaran matematis

Penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik

suatu kesimpulan. Sumarmo & Hendriana (2017) menyatakan bahwa penalaran

adalah suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan dari fakta-fakta yang ada

melalui berbagai cara yang diakui kebenarannya. Sedangkan menurut Brodie (2010)

menyatakan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai dengan objek

matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika yang

dipelajari seperti statistika, aljabar, geometrid an sebagainya. Penalaran adalah

proses berpikir atau kegiatan berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan atau

membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan sebelumnya

yang telah terbukti atau dianggap benar (Kusumaningtyas et al., 2021).

Mengenai penalaran, National Council of Teacher of Mathemaics (NCTM)

menyatakan bahwa ketika melakukan kegiatan belajar mengajar matematika, guru

harus memperhatikan lima keterampilan matematika berikut: (1) pemecahan

masalah, (2) penalaran, (3) komunikasi, (4) koneksi, dan (5) representasi (NCTM,

2000). Oleh karena itu, guru mengambil peran penting dalam memunculkan

kemampuan penalaran matematis pada diri siswa baik dalam bentuk metode

pembelajaran yang digunakan, maupun dalam penilaian pembelajaran seperti

membuat soal yang membangkitkan kemampuan matematis dalam diri siswa.

Kemampuan penalaran matematis yaitu kemampuan menghubungkan

9
10

permasalahan-permasalahan ke dalam suatu ide atau gagasan sehingga dapat

menyelesaikan permasalahan matematis (Salmina, 2018). Penalaran merupakan salah

satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini melatih cara berpikir dan

penalaran dalam menarik kesimpulan, mengembangkan keterampilan memecahkan

masalah, serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan

sebagainya (Abidin et al., 2018).

Penalaran matematis adalah analisis terhadap berbagai situasi matematis,

menyusun argumen logis untuk menghubungkan pengetahuan matematika baru

dengan pengetahuan yang sudah ada, menghubungkan ide-ide matematika, dan

bahkan menghubungkannya dengan objek non-matematis lainnya (Bjuland, 2007).

Brodie dan Kusnandi mengatakan: “Mathematical reasoring is reasoring

about and with the object of mathematics.” (Hendriana et al., 2017). Maksud dari

pernyataan ini bahwa penalaran matematis adalah penalaran tentang matematika dan

mengaitkan objek-objek matematika. Penalaran matematis dengan demikian ide

menggabungkan fakta yang diketahui tentang objek matematika dengan kesimpulan

yang dapat dikembangkan dengan memecahkan masalah yang tidak biasa.

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa penalaran

matematis adalah proses berpikir matematis untuk mencapai kesimpulan matematis

berdasarkan fakta atau data, konsep dan metode yang tersedia atau terkait. Penlaran

matematis merupakan keterampilan yang penting bagi siswa.

Sumarmo (2013) penalaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Penalaran induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan umum atau

khusus berdasarkan data yang diamati. Nilai kebenaran penalaran induktif


11

adalah bersifat benar atau salah.

Kegiatannya meliputi:

a) Transduktif: Menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang

satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.

b) Analogi: Penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.

c) Generalisasi: Penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data

yang teramati.

d) Memperkirakan jawaban, solusi, atau kecenderungan.

e) Memberikan penjelasan tentang metode, fakta, karakteristik, hubungan

atau pola yang ada.

f) Menganalisis situasi dan membuat asumsi menggunakan pola hubungan

2. Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang

telah disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak

benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Beberapa kegiatan yang

dapat digolongkan sebagai penalaran deduktif adalah:

a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.

b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa

validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen valid.

c) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan induksi matematika.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif berbentuk

penarikan kesimpulan atau penjelasan suatu model, hubungan, atau proses sehingga

dapat disimpulkan bahwa kebenaran bisa benar atau salah. Kemudian untuk

penalaran deduktif lebih kepada hal yang pasti seperti rumus, perhitungan logis, dan

pembuktian, sehingga kebenarannya sudah pasti benar, salah, atau tidak keduanya.
12

Menurut Mullis et al., (2011) untuk mengukur kemampuan yang termasuk

dalam penalaran matematis, mencakup komponen komponen yang ditunjjukan pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2. 1. Komponen Penalaran Matematis

Komponen Penalaran Deskrispsi


Matematis
Analisis Menentukan, membicarakan, atau menggunakan
hubungan-hubungan antar variabel atau objek dalam
situasi matematik, dan menyusun inferensi sahih dari
informasi yang diberikan
Generalisasi Memperluas domain sehingga hasil pemikiran
matematik atau pemecahan masalah dapat diterapkan
secara lebih umum dan lebih luas
Sintesis Membuat hubungan antara elemen-elemen
pengetahuan yang berbeda dengan representasi yang
berkaitan. Menggabungkan fakta-fakta, konsep-
konsep, dan prosedur-prosedur dalam menentukan
hasil, dan menggabungkan hasil tersebut untuk
menentukan hasil yang lebih jauh
Justifikasi/Pembuktian Menyajikan bukti yang berpedoman terhadap hasil
atau sifat - sifat matematika yang diketahui
Pemecahan masalah Menyelesaikan masalah dalam konteks matematik atau
tidak rutin kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar siswa
terbiasa menghadapi masalah serupa, dan
menerapkan fakta, konsep, dan prosedur dalam soal
yang tidak biasa atau konteks kompleks

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penalaran matematis

Bisri (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi penalaran matematis secara

umum dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu seperti

lingkungan belajar, model pembelajaran, atau metode dan bahan pembelajaran.

b. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu, seperti

kondisi fisik, sikap, kedewasaan, dan kemampuan pribadi.


13

A da ba nya k fa ktor eksterna l ya ng mempenga ruhi kema mpua n pena la ra n


l l l l l l l l l l l l l

ma tema tis, sa la h sa tunya seperti ca ra guru bela ja r. Memilih ca ra ya ng benar da n


l l l l l l l l l l l l l l

cocok akan membantu mengembangkan dan kemampuan berpikir siswa.

2.1.3 Indikator kemampuan penalaran matematis

Menurut Sumarmo (2013) ada beberapa kemampuan yang tergolong dalam

penalaran matematis yaitu:

a. Menarik kesimpulan logis

b. Memberi penjelasan terhadap metode, fakta sifat, hubungan dan pola

c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi

d. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat

analogi, dan generalisasi

e. Menyusun dan menguji konjektur

f. Membuat counter example (contoh kontra)

g. Mengikuti aturan iferensi, memeriksa argument

h. Menyusun argument yang valid

i. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian

dengan induksi matematika.

Merujuk pa da Pedoma n Teknis Pera tura n Dirjen Dikda smen Depdiknas


l l l l l l

Nomor 506/C/Kep/PP/2004 da la m (Kusumawardani et al., 2018) indikator penalaran


l l

matematis sebagai berikut:

a. Menyajikan pernyataan matematika melalui tulisan, gambar, sketsa, atau

diagram.

b. Mengajukan dugaan.

c. Melakukan manipulasi matematika.


14

d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap

kebenaran solusi.

e. Menarik kesimpulan dari pernyataan.

f. Memeriksa kesahihan suatu argumen,.

g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Adapun indikator yang menjadi tolak ukur untuk mengetahui kemampuan

penalaran matematis siswa adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan dugaan.

b. Melakukan manipulasi matematika.

c. Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi.

d. Menarik kesimpulan dari argument atau pernyataan.

Penilaian penalaran matematis mengacu pada rubrik penilaian yang

dikembangkan oleh Thompson dalam (Sulistiawati et al., 2015) dengan kriteria

sebagai berikut:

1) Jawaban tidak benar berdasarkan proses atau argumen, atau tidak ada respon

sama sekali ( skor 0).

2) Sebagian besar jawaban tidak lengkap tetapi paling tidak memuat satu

argument ( skor 1).

3) Sebagian jawaban benar dengan satu atau lebih kesalahan atau kelalaian

signifikan (skor 2).

4) Jawaban memuat satu kesalahan atau kelalaian yang signifikan ( skor 3).

5) Jawaban secara substansi benar dan lengkap (skor 4).

Rubrik penskoran kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam

penelitian ini ditunjukan pada tabel 2.2:


15

Tabel 2. 2. Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis

No Indikator Skor Respon Siswa Terhadap Soal


. Penalaran
1. Mengajukan 0 Tidak menjawab apapun
dugaan 1 Mengajukan dugaan yang tidak sesuai dengan
pemasalahan
2 Mengajukan dugaan dan sebagian penyelesaiannya
telah dilakukan dengan benar
3 Mengajukan dugaan dan hampir semua
penyelesaiannya telah dilakukan dengan benar
4 Mengajukan dugaan dan semua penyelesaiannya telah
dilaksanakan dengan benar
2. Melakukan 0 Tidak menjawab apapun
manipulasi 1 Melakukan manipulasi jawaban matematika yang
matematika tidak sesuai dengan permasalahan
2 Melakukan manipulasi matematika dan sebagian
penyelesaiannya telah di lakukan dengan benar
3 Melakukan manipulasi matematika dan hampir semua
penyelesainya telah di lakukan dengan benar
4 Melakukan manipulasi matematika dan semua
penyelesaiannya telah di lakukan dengan benar
3. Memberikan 0 Tidak menjawab apapun
alasan 1 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi yang
terhadap tidak sesuai dengan permasalahan
kebenaran 2 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
solusi sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan
benar
3 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
hampir semua peyelesaiannya telah dilaksanakan
dengan benar
4 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
semua penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan
benar
4. Menarik 0 Tidak menjawab apapun
kesimpulan 1 Menarik kesimpulan dari pernyataan tidak sesuai
dari dengan permasalahan
argument 2 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan sebagian
atau penyelesaiannya dilakukan dengan benar
pernyataan 3 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan hampir
semua penyelesaiannya dilaksanakan benar
4 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan semua
penyelesaiannya dilakukan dengan benar
Sumber: Sulistiawati et al (2015)

2.2 Model Pembelajaran IMPROVE


16

2.2.1 Pengertian model pembelajaran IMPROVE

Millah et al., (2017) model pembelajaran IMPROVE merupakan akronim dari

setiap tahapan pembelajarannya, yaitu Introducing the new concept

(memperkenalkan konsep baru), Metakognitive questioning (pertanyaan

metakognitif), Practicing (memberikan latihan), Reviewing and Reducing difficulties

(mereview dan mereduksi kesulitan), Obtaining mastery (penguasaan materi),

Verification (melakukan verfikasi), danmEnrichment (pengayaan).

Menurut Suciati et al., (2019) pada pembelajaran dengan menggunakan

IMPROVE siswa dibentuk ke dalam pembelajaran berkelompok untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Kelompok tersebut terdiri dari siswa yang

heterogen. Situasi belajar berkelompok yang heterogen ini dapat menonjolkan

interaksi dalam kelompok seperti tanya jawab, tukar pendapat, dan debat antar siswa.

2.2.2 Komponen-komponen moddel pembelajaran IMPROVE

Model pembelajaran IMPROVE yang dapat mempengaruhi penalaran

matematis melibatkan tiga komponen yang saling tergantung yaitu (Mevarech &

Kramarski, 1997):

1) Memfasilitasi kedua akuisisi strategi dan proses metakognitif.

2) Belajar secara kooperatif dangan pengetahuan sebelumnya yang berbeda, yang

pertama tinggi, menengah, dan rendah.

3) Pemberian umpan balik-korektif-pengayaan yang berfokus pada proses kognitif

yang lebih rendah dan lebih tinggi.

2.2.3 Langkah-langkah model IMPROVE

IMPROVE adalah model yang menerangkan semua tahap dalam model ini.

Menurut (Huda, 2017) tahapan model IMPROVE berdasarkan akronimnya adalah


17

sebagai berikut:

a) Introducing New Concepts (Memperkenalkan konsep baru)

Pengenalan konsep baru didasarkan pada pengetahuan awal siswa. Pada

pengenalan konsep baru, siswa diberikan contoh masalah serta pertanyaan

metakognitif dalam kelompok heterogen. Selama proses belajar, apabila siswa

mengalami kesulitan dalam menjelaskan pertanyaan metakognitif di contoh

masalah, guru harus dapat mengarahkan agar siswa memahami pertanyaan

metakognitif.

b) Metacognitive question, Practicing ( Latihan yang disertai dengan pertanyaan

metakogitif)

Pada tahap ini siswa diberikan contoh masalah yang telah diberikan

dengan bantuan pertanyaan metakognitif. Dari contoh soal yang telah dibahas,

siswa dipancing agar dapat mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan metakognitif

yang apabila tidak dapat dijawab oleh siswa lainnya, maka guru harus

menjelaskan dan memberikan pemahaman agar siswa dapat berpikir secara

metakognitif. Pertanyaan metakognitif terbagi menjadi beberapa macam, yaitu

(Huda, 2017):

1. Pertanyaan pemahaman, yaitu pertanyaan yang mendorong siswa membaca

soal, menggambarkan sebuah konsep dengan kata-kata mereka sendiri dan

mencoba memahami makna sebuah konsep. Contoh: “Secara keseluruhan,

masalah ini sebenarnya tentang apa?

2. Pertanyaan strategi, yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa

agar mempertimbangkan startegi yang cocok dalam memecahkan masalah

yang diberikan serta berikan alasannya. Contoh: “Strategi, taktik, atau prinsip
18

apa yang sesuai untuk memecahkan masalah tersbut? Mengapa?

3. Pertanyaan koneksi, yaitu pertanyaan yang mendorong siswa untuk melihat

persamaan dan perbedaan suatu konsep/permasalahan. Contoh: “Apa

persamaan dan perbedaan antara permasalahan permasalahan saat ini dengan

permasalahan yang telah saya pecahkan pada waktu lalu? Mengapa?

4. Pertanyaan refleksi, yaitu pertanyaan yang mendorong siswa memfokuskan

diri pada proses penyelesaian dan bertanya pada dirinya sendiri. Contoh: “

apakah yang salah dari yang telah saya kerjakan disisni?, “Apakah

penyelesaiannya masuk akal?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sengaja disusun untuk memudahkan

siswa dan menyelesaikan masalah dan untuk dapat mengatur kemajuan

mereka.

c) Review and Reducing Difficulties (Meninjau ulang, mengurangi kesulitan)

Pada tahap ini dilakukan tinjauan ulang terhadap jawaban siswa serta

mengenai kekuatan dan kelemahan kinerja siswa dalam kerja sama kelompok.

Guru memberikan review terhadap kesalahan-kesalahan yang dihadapi siswa

pada saat latihan (Lestari & Yudhanegara, 2017).

d) Obtaining Mastery (Memperoleh pengetahuan )

Untuk mengetahui penguasaan materi, guru melakukan tes pada siswa

(Lestari & Yudhanegara, 2017). Pada tahap ini pula seharusnya sudah dapat

terlihat apakah siswa telah menguasai materi secara menyeluruh atau belum,

termasuk peran dan kemapuan individu dalam kinerja kelompok masing-masing.

e) Verification (Verifikasi)

Verifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang


19

dikategorikan sudah mencapai kriteria keahlian. Indentifikasi pencapaian hasil

dijadikan umpan balik. Hasil umpan balik dipakai sebagai bahan orientasi

pemberian kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan tahap berikutnya.

f) Enrichment (Pengayaan)

Tahap pengayaan mencakup dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan perbaikan

dan pengayaan. Kegiatan perbaikan diberikan kepada siswa yang teridentifikasi

belum mencapai kriteria keahlian, sedang kegiatan pengayaan diberikan

kepada siswa yang sudah mencapai kriteria keahlian.

2.2.4 Kelebihan dan kekurangan model IMPROVE

Menurut Shoimin (Arbi et al., 2022) penerapan model IMPROVE memiliki

kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihan dari model IMPROVE yaitu:

1. Peserta didik lebih aktif karena terdapat latihan-latihan sehingga leluasa

mengeksploitasi ide-idenya.

2. Suasana pembelajaran tidak membosankan karena banyaknya tahapan yang

dilakukan peserta didik.

3. Adanya penjelasan diawal dan latihan-latihan membuat peserta didik

lebih memahami materi.

Adapun kekurangan dari model IMPROVE menurut yaitu:

1. Guru harus mempunyai strategi khusus agar peserta didik dapat mengikuti

langkah-langkah yang ada dalam metode pembelajaran ini.

2. Kemampuan peserta didik tidak sama dalam menyelesaikan permasalahan

ataupun menjawab pertanyaan yang diberikan sehingga diperlukan bantuan dan

bimbingan khusus oleh guru. Ini berarti waktu yang diperlukan untuk
20

menyelesaikan materi cukup lama.

3. Tidak semua peserta didik mempunyai kemampuan dalam mencatat informasi

yang didengarkan secara lisan.

Jadi, terdapat kelebihan model IMPROVE yaitu dapat membantu peserta

didik menjadi lebih aktif dan leluasa mendayagunakan ide-idenya, disamping

kelebihan terdapat pula kekurangan pada model ini yaitu membutuhkan waktu yang

lama karena banyak tahapan yang harus dilaksanakan.

2.3 Hubungan Model Pembelajaran IMPROVE dengan Kemampuan

Penalaran Matematis

Dari penjelasan diatas diketahi bahwa penalaran matematis sangat berperan

penting dalam pembelajaran matematika, seperti yang tercantum dalam Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016

tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah, termasuk kompetensi

keterampilan matematika yang diperlukan bagi siswa sekolah menengah di

Indonesia. Salah satu cara untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

penalaran matematis adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat

selama proses pembelajaran.

IMPROVE adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan

untuk mengembangkan penalaran matematis. Dari beberapa pendapat terlihat jelas

bahwa dalam pembelajaran matematika pemanfaatan metakognitif dapat dilihat

ketika siswa diminta untuk mengemukakan ide-ide matematika, atau berdiskusi

dalam kelompok. Maka dari itu dibutuhkan suatu metode yang dapat mengarahkan

siswa untuk menemukan konsep baru secara mandiri. Model pembelajaran


21

IMPROVE memiliki 7 tahapan, yaitu Introducing new concept, Metacognitive

questioning, Practicing, Reviewing, and Reducing difficulty, Obtaining mastery,

Verivication,dan Enrichment (Ngalimun, 2017) yang dapat membantu meningkatkan

penalaran matematis siswa ketika belajar melalui pertanyaan metakognitif yang

diberikan oleh guru.

Pertanyaan metakognitif adalah kunci utama yang harus disajikan oleh guru

dalam pembelajaran IMPROVE. Model ini memiliki tiga komponen independen,

yaitu aktivitas metakognitif, interaksi dengan teman sebaya, dan kegiatan sistematik

dari umpan-balik-perbaikan-pengayaan. Aktivitas metakognitif, menurut Hiller,

Child, dan Walberg, mencakup: kesadaran (mengenal salah satu informasi secara

implisit dan eksplisit), monitoring (mempertanyakan diri sendiri dan

menguraikannya dengan kata-kata sendiri), dan regulasi (membandingkan dan

membedakan solusi yang lebih memungkinkan memecahkan masalah) (Huda,

2017).

Berdasarkan pernyataan model IMPROVE dapat membantu kepercayaan

kemampuan diri siswa hingga mampu menumbuhkan kemampuan penalaran

matematis untuk menghadapi soal matematis. Maka, dari pemaparan di atas, dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara model pembelajaran IMPROVE

dengan kemampuan penalaran matematis siswa.

2.4 Materi Teorema Pythagoras

1. Dalil pythagoras

Dalam dalil pythagoras melibatkan bilangan kuadrat dan akar kuadrat dalam

sebuah segitiga. Oleh karena itu, sebelum membahas dalil pythagoras, kita akan

mengingat kembali materi kuadrat bilangan dan akar kuadrat bilangan. Menentukan
22

kuadrat dari suatu bilangan adalah dengan cara mengalikan bilangan tersebut dengan

dirinya sendiri. Kebalikan dari kuadrat suatu bilangan adalah akar kuadrat, misalkan

bilangan p yang tak negative diperoleh p2= 16 maka bilangan p dapat ditentukan

dengan menarik √ 16 menjadi p = √ 16. Bilangan p yang diinginkan adalah 4 karena 4

x 4 =16. Bilangan p=4 dinamakan akar kuadrat dari bilangan 16. Pada setiap segitiga

siku-siku, hubungan antara a, b, dan c yang merupakan sisi segitiga siku-siku,

dengan c sebagai sisi miring serta a dan b merupakan sisi tegak segitiga yang

dituangkan dalam suatu teorema yang dikenal sebagai dalil pythagoras. Maka

berlaku hubungan sebagai berikut:

(2.1)
c 2=a2+ b2

2. Menggunakan dalil Pythagoras

Dengan menggunakan dalil pythagoras, kalian dapat menentukan panjang

salah satu sisi segitiga siku-siku jika diketahui dua sisi yang lainnya. Selain itu dapat

digunakan juga untuk mennetukan jenis segitiga dengan membandingkan kuadrat sisi

miring dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya.

Contoh :

Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku adalah 15 cm, panjang salah satu sisi

siku-sikunya 9 cm, tentukan panjang sisi siku-siku yang lainnya!

Penyelesaian:
2 2 2
BC = AB + AC
2 2 2
AC =BC − AB
2 2 2
AC =15 −9
2
AC =225−81

AC 2=144
23

AC= √144 ¿ 12 cm

Jadi, panjang sisi segitiga siku-siku yang lainnya AC = 12 cm.

Pada sebuah segitiga siku-siku, jika dua buah sisinya diketahui maka salah

satu sisinya dapat dicari dengan menggunakan dalil pythagoras.

3. Kebalikan dalil pythagoras

Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kuadrat miring

(hypothenusa) atau sisi miring suatu segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat

panjang kedua sisinya. Dari pernyataan tersebut kita peroleh kebalikan dari dalil

pythagoras yaitu:

 Jika kuadrat sisi miring atau sisi terpanjang sebuah segitiga sama dengan

jumlah kuadrat panjang kedua sisinya, maka segitiga tersebut merupakan

segitiga siku-siku, atau

 Jika pada suatu segitiga berlaku maka segitiga ABC tersebut merupakan

segitiga siku-siku dengan besar salah satu sudutnya.

4. Aplikasi dalil pythagoras dalam kehidupan sehari-hari

Penerapan dalil pythagoras dilakukan di banyak bidang arsitektur, arsitektur

menggunaknnya untuk mengukur kemiringan bangunan, misalnya kemiringan

sebuah tanggul agar mampu menahan tekanan air. Ini juga sangat membantu dalam

menentukan biaya pembuatan bangunan. Dan teorema pythagoras juga dapat

menghitung jarak.

Contoh :

Pada suatu hari Hasan ingin mengecat dinding rumahnya. Untuk keperluannya

Hasan meletakkan tangga yang panjangnya 5 meter. Tinggi dinding yang dicapai
24

tangga adalah 4 meter. Hitunglah jarak ujung bawah tangga terhadap dinding rumah

tersebut!

Jawab :

Dik:

Panjang tangga = 5 meter

Tinggi dinding yang dicapai tangga = 4

Ditanya :

Berapa jarak ujung bawah tangga ke dinding rumah?

Jawab :
c

4 5

a b

ac 2=bc 2−ab2
2 2 2
ab =5 −4

ab 2=25−16
2
ab =9

ab=√ 9ab=3 cm

Jadi jarak ujung bawah tangga ke dinding rumah adalah 3 cm.

2.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh (Ahyar, 2018) dengan judul: “Perbedaan

Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi Matematis Antara Siswa yang

Diberi Model Pembelajaran IMPROVE Dengan Model Pembelajaran Think-Pair-

Share Di SMA Negeri 21 Medan”. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa rata-

rata kemampuan penalaran matematis siswa pada kelompok eksperimen yang


25

menggunakan model pembelajaran IMPROVE sebesar 84 lebih tinggi dibandingkan

eksperimen dengan model pembelajaran Think-Pair-Share.

Penelitian yang dilakukan oleh (Muhalizah, 2018) yang berjudul “Pengaruh

Metode IMPROVE Terhadap Kreatifitas Kemampuan Komunikasi Matematis Dan

Hasil Belajar Siswa Kelas VII A Mts Syekh Subakir Pada Materi Bangun Datar”

dalam penelitian tersebut beliau menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan yang

signifikan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode IMPROVE pada materi

bangun datar. Metode pembelajaran IMPROVE (x1), terhadap kreatifitas kemampuan

komunikasi matematis (y1) sebesar 0,009 < 0,05. Hal ini berarti metode IMPROVE

(x1) berpengaruh terhadap kreatifitas kemampuan komunikasi matematis (y1).

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini menggunakan

variabel bebas yang sama yaitu metode pembelajaran IMPROVE. Dan perbedaannya

adalah pada penelitian ini menggunakan varibel terikat yaitu penalaran.

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian sebagaimana dalam rumusan

masalah, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran IMPROVE terhadap

penalaran siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, adapun

jenis yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen

adalah penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2016). Penelitian

eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design

(desain pra-eksperimen) dengan menggunakan desain one group pretest-posttest

design, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja.

Skema one group pretest-posttest design ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 3. 1. Rancangan Penelitian

Pre-test Treatment Post-test


O1 X O2
Sumber: Sugiyono (2016)

Keterangan:

O1 = Pretest atau tes awal akan diberikan sebelum diberikan perlakuan

X =Treatment atau perlakuan diberikan kepada siswa dengan menggunakan metode

pembelajaran IMPROVE

O2 =Posttest atau tes akhir akan diberikan sesudah diberikan perlakuan

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Rencana penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 6 Banda Aceh pada siswa

kelas VIII dan rencana waktu penelitian akan dilakasanakan pada bulan Januari 2023

26
27

atau pada semester genap tahun ajaran 2022/2023.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 6 Banda

Aceh. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah satu kelas dari keseluruhan

populasi yang dipilih secara purposive sampling yaitu merupakan teknik

pengambilan anggota sampel dari pertimbangan tertentu (Lestari & Yudhanegara,

2017). Pertimbangan tertentu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelas yang

dipilih berdasarkan saran dari guru mata pembelajaran matematika bahwa kelas yang

dijadikan sampel tersebut tidak memiliki perbedaan dari segi kemampuan, sehingga

dapat dijadikan sampel penelitian. Dari beberapa kelas yang ada maka kelas yang

dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII-6.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah tes. Tes sebagai instrumen pengumpulan data

adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur

keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok (Riduwan, 2011). Tes yang digunakan terdiri dari tes awal

(pre-test) dan tes akhir (post-test). Tes awal (pre-test) yang dilakukan bertujuan

untuk melihat kemampun awal siswa, dan post-test digunakan untuk melihat

kemampuan penalaran matematis siswa setelah diberikan pembelajaran

menggunakan metode pembelajaran IMPROVE terhadap kemampuan penalaran

matematis siswa.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan tes. Tahap pertama, peneliti memberikan tes awal (pre-test ) kepada
28

subjek penelitian. Tes awal ini merupakan proses penjajakan kemampuan awal yang

dimiliki siswa yang diambil dari hasil tes materi teorema pythagoras sebelum

perlakuan. Pre-test terdiri atas 5 soal uraian.

Tahap selanjutnya memberikan perlakuan dengan menggunakan model

pembelajaran IMPROVE sebanyak 3 kali pertemuan. Tahap akhir pada penelitian

yaitu memberikan post-test. Post-test (tes akhir) berupa soal uraian sebanyak 5 soal.

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Data hasil tes

Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan statistik yang sesuai.

Pengolahan data diawali dengan proses mentabulasikan data yang telah terkumpul

kedalam bentuk tabel distribusi. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a) Membuat tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama, maka

menurut (Sudjana, 2015) tahap-tahap yang harus dilakukan yaitu:

 Rentang (R), ialah data terbesar dikurangi data terkecil.

 Banyak kelas interval (K) dengan menggunakan aturan Sturges, yaitu:

K = 1 + 3,3 log n (3.1)

a. Panjang kelas interval P

rentang
P= (3.2)
banyak kelas

b. Pilih ujung batas kelas interval pertama, untuk ini bisa dipilih dengan data

terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil, tetapi selisihnya

harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan.


29

b) Menentukan nilai rata-rata ( x )

Menurut (Sudjana, 2015), nilai rata-rata ( x ) dapat dihitung dengan rumus:

x=
∑ f i xi (3.3)
∑ fi

Keterangan :  
x = nilai rata-rata
xi = data ke i
fi = frekuensi data ke i
∑ fi = jumlah frekuensi data

c) Menentukan simpangan baku (s) dan Variansi (s2)

Menurut (Sudjana, 2015), simpangan baku (s) dapat dihitung dengan rumus:

s= √ n ∑ fixi 2−¿ ¿ ¿ ¿ (3.4)

Kemudian untuk mencari variansi menggunakan rumus berikut:

s2=n ∑ f i xi2−¿ ¿¿ (3.5)

Keterangan:
x = nilai rata-rata siswa
fi = frekuensi interval data
xi = nilai tengah atau tanda kelas interval
2
s = variansi
s = simpangan baku
n = banyak data

d) Uji normalitas sebaran data

Sebagai persyaratan uji-t dua sampel berpasangan, data harus berdistribusi

normal. Sebelum pengujian hipotesis harus dilakukan uji normalitas sebaran data.

Pengujian normalitas data diperlukan untuk mengetahui apakah data yang telah

diperoleh dari data tes siswa berdistribusi normal atau tidak. Menguji normalitas

data digunakan statistik chi-kuadrat seperti yang dikemukakan oleh (Sudjana, 2015)
30

sebagai berikut:

k 2
(Oi−Ei)
X =∑
2
(3.6)
i=1 Ei

Keterangan :
2
X = statistik chi-kuadrat
Oi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
2 2
Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika x > x ( 1−α )( k−3) dengan α = 0,05 dan dk =

k-1, dalam hal lain H0 diterima jika x 2 mempunyai harga lain.

3.6.2 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t pihak kanan

dengan taraf signifikan ∝=0,05 . Rumus hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif

(Ha) menurut (Sudjana, 2015) adalah sebagai berikut :

H 0 : μ1=μ2 Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran IMPROVE terhadap

penalaran siswaa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh.

H 1 : μ 1 μ2 Terdapat pengaruh model pembelajaran IMPROVE terhadap penalaran

siswa kelas VIII SMPN 6 Banda Aceh.

Hipotesis di atas diuji menggunakan uji-t dua sampel berpasangan dengan

rumus:

( x 1−x 2)
t=

√ ( √ )( √ )
2 2
s1 s 2 s1 s2
+ −2r
n1 n2 n1 n2

(3.7)

Keterangan:
x1 = nilai rata-rata pre-test
x2 = nilai rata-rata post-test
31

2
s1 = varians nilai pre-test
s22 = varians nilai post-test
n1 = banyak data pre-test
n2 = banyak data post-test
s1 = simpangan baku pre-test
s1 = simpangan baku post-test
r = korelasi antara dua sampel

Nilai thitung yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel pada tabel

distribusi t-student menggunakan peluang (1-α) dan dk = n1 +n 1−2. Adapun kriteria

pengujian adalah terima H0 bila thitung ≥ ttabel (Sugiyono, 2016). Pada uji-t dua sampel

berpasangan diatas, digunakan rumus varians dan rumus korelasi product moment

sebagai berikut:

a. Varians (S2) = ∑
2
( x i−x )
, (Sugiyono, 2016) (3.8)
n−1

b. Korelasi product moment (r xy ¿= ∑ , (Sugiyono, 2016)


xy
(3.9)
¿¿
Tabel 3. 2. Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis

No. Indikator Skor Respon Siswa Terhadap Soal


Penalaran
1. Mengajukan 0 Tidak menjawab apapun
dugaan 1 Mengajukan dugaan yang tidak sesuai dengan
pemasalahan
2 Mengajukan dugaan dan sebagian penyelesaiannya
telah dilakukan dengan benar
3 Mengajukan dugaan dan hampir semua
penyelesaiannya telah dilakukan dengan benar
4 Mengajukan dugaan dan semua penyelesaiannya telah
dilaksanakan dengan benar
2. Melakukan 0 Tidak menjawab apapun
manipulasi 1 Melakukan manipulasi jawaban matematika yang
matematika tidak sesuai dengan permasalahan
2 Melakukan manipulasii matematika dan sebagian
penyelesaiannya telah di lakukan dengan benar
3 Melakukan manipulasi matematika dan hampir semua
penyelesaiannya telah di lakukan dengan benar
4 Melakukan manipulasi matematika dan semua
penyelesaiannya telah di lakukan dengan benar
3. Memberikan 0 Tidak menjawab apapun
alasan 1 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi yang
32

terhadap tidak sesuai dengan permasalahan


kebenaran 2 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
solusi sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan
benar
3 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
hampir semua peyelesaiannya telah dilaksanakan
dengan benar
4 Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi dan
semua penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan
benar
4. Menarik 0 Tidak menjawab apapun
kesimpulan 1 Menarik kesimpulan dari pernyataan tidak sesuai
dari dengan permasalahan
argument 2 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan sebagian
atau penyelesaiannya dilakukan dengan benar
pernyataan 3 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan hampir
semua penyelesaiannya dilaksanakan benar
4 Menarik kesimpulan dari pernyataan dan semua
penyelesaiannya dilakukan dengan benar
Sumber: Sulistiawati et al (2015)

Tabel 3. 3. Kategori Kemampuan Penalaran Matematis

Presentase Skor Kategori


81% - 100% Sangat tinggi
61% - 80% Tinggi
41% - 60% Sedang
21% - 40% Rendah
0% - 20% Sangat rendah
Sumber: (Hidayatullah et al., 2019)

3.7 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

3.7.1 Tahap Persiapan

a) Menyusun proposal penelitian

b) Membuat perangkat pembelajaran

c) Membuat instrumen penelitian yaitu soal mengenai materi teorema


33

pythagoras

d) Mengkonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dengan

dosen pembimbing

3.7.2 Pelaksanaan

a) Melakukan pre-test pada materi teorema pythagoras di kelas.

b) Memberikan perlakuan yaitu pembelajaran melalui penerapan metode

pembelajaran IMPROVE pada materi teorema pyhtagoras.

c) Melakukan post-test pada materi teorema pythagoras setelah diterapkan

metode pembelajaran IMPROVE di kelas.

3.7.3 Pengolahan Data

a) Mengumpulkan dan menganalisis data pre-test di kelas.

b) Mengumpulkan dan menganalisis data post-test di kelas

c) Menguji hipotesis.

d) Menarik kesimpulan tentang kemampuan pemecahan masalaha matematis

siswa melalui penerapan model pembelajaran IMPROVE pada materi bentuk

teorema pythagoras.

3.8 Jadwal Penelitian

Tabel 3. 4. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan
. Sep Okt Nov Des Jan Feb
1. Tahap persiapan
penelitian
a. Pengajuan judul dan
penyusunan proposal
b. Pengajuan proposal
2. Tahap pelaksanaan
a. Pengumpulan data
b. Analisis data
34

3. Tahap penyusunan
laporan penelitian
Note : Jadwal penelitian ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi
dilapangan
35

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, R. Z., Hendriana, H., & Hidayat, W. (2018). Peningkatan Kemampuan


Penalaran Matematik Siswa Kelas Viii Melalui Pembelajaran Induktif. JPMI
(Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(4), 459.
https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i4.p459-466
Ahyar, K. (2018). Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi
Matematis antara Siswa yang diberi Model Pembelajaran IMPROVE dengan
Model Pembelajaran Think-Pair-Share Di SMA Negeri 21 Medan. 4–5.
Anasis, K. R. P., & Alyani, F. (2021). Pengembangan Bahan Ajar Matematika
Terhadap Penalaran Matematis Pada Materi Teorema Phytagoras. ANARGYA:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 4(2).
https://doi.org/10.24176/anargya.v4i2.6742
Anisah, Zulkardi, & Darmawijoyo. (2011). Pengembangan Soal Matematika Model
Pisa Pada Konten Quantity Untuk Mengukur. Jurnal Pendidikan Matematika,
5(1), 14–26.
Arbi, K. S., AB, J. S., & Rahmawati, F. (2022). Pengaruh Model Pembelajaran
Improve Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematka.
Ardila, A., & Hartanto, S. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya
Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematik. PYTHAGORAS:
Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 6(2), 175–186.
Ario, M. (2015). Penalaran Matematis Dan Mathematical Habits of Mind Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Penemuan Terbimbing. Edusentris, 2(1),
34. https://doi.org/10.17509/edusentris.v2i1.158
Bisri, M. (2015). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:Parama Ilmu.
Bjuland, R. (2007). Adult Students’ Reasoning in Geometry: Teaching Mathematics
through Collaborative Problem Solving in Teacher Education. The Mathematics
Enthusiast, 4(1), 1–30. https://doi.org/10.54870/1551-3440.1056
Brodie, K. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School
Classroom. New York: Springer.
Hendriana, H., Eti Rohaeti, E., & Hidayat, W. (2017). Metaphorical thinking
learning and junior high school teachers’ mathematical questioning ability.
Journal on Mathematics Education, 8(1), 55–64.
https://doi.org/10.22342/jme.8.1.3614.55-64
Hidayatullah, M. S., Sulianto, J., & Azizah, M. (2019). Analisis Kemampuan
Penalaran Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Muhammad. International Journal of Elementary Education, 2(2), 93–102.
Huda, M. (2017). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis dan
Paradigmatis. In Pustaka Pelajar.
Khoerunnisa, D., & Puspita Sari, I. (2021). Analisis kesulitan siswa dalam
menyelesaikan soal teorema phytagoras. JPMI: Jurnal Pembelajaran
Matematika Inovatif, 4(6), 1731–1741. https://doi.org/10.22460/jpmi.v4i6.1731-
1742
Kurniawanti, I. D., & Rizal, M. (2019). Penerapan Model Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Teorema Pythagoras. Jurnal
Elektronik Pendidikan Matematika, 6(4).
Kusumaningtyas, N., Parta, I. N., & Susanto, H. (2021). Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Saat
36

Pembelajaran Daring. Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 6(1),


107–119. https://doi.org/10.31004/cendekia.v6i1.1019
Kusumawardani, D. R., Wardono, & Kartono. (2018). Pentingnya Penalaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika. PRISMA,
Prosiding Seminar Nasional Matematika, 1(1), 588–595.
Lestari, K. E., & Yudhanegara, M. R. (2017). Penelitian Pendidikan Matematika.
Bandung: Refika Aditama.
Mevarech, Z. R., & Kramarski, B. (1997). IMPROVE: A multidimensional method
for teaching mathematics in heterogeneous classrooms. American Educational
Research Journal, 34(2), 365–394. https://doi.org/10.3102/00028312034002365
Mik Salmina, S. K. N. (2018). Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan
Gender Pada Materi Geometri. Numeracy, 5(April 2018), 3264–3268.
https://doi.org/10.1093/oseo/instance.00208803
Millah, S. I., Purnomo, B., & Faizin, A. (2017). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Pada Pembelajaran Matematika Materi SPLDV Dengan Menerapkan Model
Pembelajaran Improve. Jurnal Ilmiah Soulmath : Jurnal Edukasi Pendidikan
Matematika, 5(2), 42–50. https://doi.org/10.25139/sm.v5i2.748
Muhalizah. (2018). Pengaruh Metode Improve Terhadap Kreatifitas Siswa Kelas VII
A MTS Syekh Subakir Pada Materi Bangun Datar. MUST: Journal of
Mathematics Education, Science and Technology, 3(1), 92–104.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hopper, M. (2015). TIMSS 2015
International Results in Mathematics. Boston College: Internasional
Association for the Evaluation of Educational Achievement.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Ruddock, G. J., Sullivan, C. Y. O., & Preuschoff, C.
(2011). TIMSS 2011 Assessment Frameworks.
Mulyanti, N. R., Yani, N., & Amelia, R. (2018). Analisis Kesulitan Siswa Dalam
Pemecahan Masalah Matematik Siswa Smp Pada Materi Teorema Phytagoras.
JPMI (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(3), 415.
https://doi.org/10.22460/jpmi.v1i3.p415-426
Murdaningsih, S., & Murtiyasa, B. (2016). An Analysis on Eight Grade Mathematics
Textbook of New Indonesian Curriculum (K-13) Based on Pisa’s Framework.
JRAMathEdu (Journal of Research and Advances in Mathematics Education),
1(1), 14–27. https://doi.org/10.23917/jramathedu.v1i1.1780
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. In USA: The
National Council of Teacher of Mathematics Inc.
Ngalimun. (2017). Strategi Pembelajaran Dilengkapi dengan 65 Model
Pembelajaran. Yogyakarta: Parama Ilmu.
OECD. (2016). PISA 2015 results: Excellence and equity in education: Vol. I. Paris:
PISA, OECD Publishing.
Pemerintah RI. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pemerintah RI.
Rahmah, N. (2018). Hakikat Pendidikan Matematika. Al-Khwarizmi: Jurnal
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1(2), 1–10.
https://doi.org/10.24256/jpmipa.v1i2.88
Rahman, L., Fitraini, D., & Fitri, I. (2019). Pengaruh Penerapan Model Discovery
Learning terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Ditinjau dari Pengetahuan
Awal Siswa SMP Negeri 3 Tambang Kabupaten Kampar. JURING (Journal for
Research in Mathematics Learning), 2(1), 001.
37

https://doi.org/10.24014/juring.v2i1.7467
Riduwan. (2011). Belajar Mudah Peneltian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Rizkiah, I., & Armiati. (2022). Hubungan Antara Kemampuan Penalaran Matematis
dan Self-Efficacy Pada Materi Teorema Pythagoras. Delta : Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika, 10(2), 355–366.
Rosnawati, R. (2013). Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP Indonesia pada
TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan
Penerapan MIPA, 1–6. https://scholar.google.com/scholar?
cluster=18272530437692627272&hl=en&oi=scholarr
Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: AR-RUZZ Media.
Suciati, D., Simamora, R., & Dewi, S. (2019). Perbandingan Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematis Melalui Model Pembelajaran Improve Dan
Model Pembelajaran Langsung Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 30 Muaro
Jambi. PHI: Jurnal Pendidikan Matematika, 2(2), 87.
https://doi.org/10.33087/phi.v2i2.35
Sudjana. (2015). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sulistiawati, Suryadi, D., & Fatimah, S. (2015). Desain Didaktis Penalaran
Matematis untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan
Volume Limas. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 6(2), 135.
https://doi.org/10.15294/kreano.v6i2.4833
Sumarmo, U. (2013). Kumpulan makalah: Berpikir dan disposisi matematik serta
pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.
Sumarmo, U., & Hendriana, H. (2017). Penilaian Pembelajaran Matematika.
Bandung: Refika Aditama.
Syaifudin. (2015). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Komunikasi
Matematis antara Siswa yang diberi Model Pembelajaran IMPROVE dan Model
Pembelajaran Think-Pair-Share Di SMA Negeri 21 Medan_. Ekp, 13(3), 1576–
1580.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan model-model pembelajaran : Pelengkap untuk
meningkatkan kompetensi pedagogis para guru dan calon-guru profesional.
Bandung: Mandiri.
Wardhani, S. (2005). Pembelajaran dan penilaian aspek pemahaman konsep,
penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah. Yogyakarta: PPG Matematika.
Yuyuny, U. (2019). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Improve Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Motivasi Belajar
Siswa Smp. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
38

Lampiran 1. RPP Pertemuan Ke-1


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah : SMP Negeri 6 Banda Aceh


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : VIII/ II
Materi Pokok : Teorema Phytagoras
Alokasi Waktu : 3 JP (1 pertemuan)

A. Kompetensi Inti
KI 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
KI 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleran,
gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya.
KI 3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
KI 4. Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi


KD Indikator Pencapaian Kompetensi

3.6. Menjelaskan dan 3.6.1. Merumuskan teorema Pythagoras dan


membuktikan tripel Pythagoras
teorema Pythagoras
dan tripel
Pythagoras
C. Tujuan Pembelajaran
39

3.6.1. Siswa mampu menjelaskan dan merumuskan teorema Pythagoras


D. Materi Pembelajaran
Teorema Pythagoras mengatakan:
Pada suatu segitiga siku-siku, kuadrat sisi panjang miring sama dengan jumlah
kuadrat sisi siku-sikunya.
Perhatikan segitiga ABC!

Jika ABC adalah segitiga siku-siku dengan panjang sisi miring a, sedangkan
panjang sisi siku-sikunya adalah b dan c maka berlaku

a2 = b2 + c2

Atau dalam bentuk pengurangan dapat dituliskan


b2 = a2 - c2
c 2 = a 2 - b2

E. Model/Metode Pembelajaran
Model pembelajaran : IMPROVE

F. Media/Alat dan Bahan Pembelajaran


Media : Lembar kerja/ lembar kegiatan

Alat : Papan tulis, proyektor, penggaris, spidol, penghapus, laptop

G. Sumber Belajar
1. As’ari, Abdur Rahman, et al. 2017. Matematia SMP/ MTs Kelas VIII
Semester 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Adinawan, M. Cholik. 2017. Matematia untuk SMP/ MTs Kelas VIII
Semester 2. Jakarta: Erlangga.
H. Kegiatan Pembelajaran
Langkah Deskripsi Kegiatan Alokasi
Kegiatan Waktu
40

Kegiatan 1. Guru memberikan salam kepada 10 menit


Pendahuluan siswa dan memulai pelajaran
dengan berdoa.
2. Guru menanyakan kabar siswa dan
melakukan presensi siapa yang
tidak hadir mengikuti pelajaran.
3. Guru memberikan profil tokoh
yang berkaitan dengan materi
teorema Pythagoras yang akan
diajarkan, Pythagoras.
4. Guru menyampaikan apa yang
akan dipelajari dan menyampaikan
tujuan dari pembelajaran.
5. Guru melakukan apersepsi kepada
siswa dengan mengingatkan luas
persegi, luas segitiga, bilangan
kuadrat yang sudah tertera di
LKPD.
Kegiatan Inti 1.Introducing New Concept 100 menit
Pembelajaran a. Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok.
b. Guru membagikan LKPD
kepada siswa.
Mengamati:
c. Guru membimbing siswa
menemukan konsep secara
mandiri melalui LKPD
mengenai teorema Pythagoras.
Menanya :
d. Guru memberikan pertanyaan
pertanyaan untuk membangun
pengetahuan siswa.
e. Guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan berdasarkan
teorema pythagoras yang
terbentuk yang terdapat pada
LKPD tersebut.
f. Guru memberikan
pengembangan materi
berdasarkan kesimpulan siswa.
2. Metacognitive Question
Menalar:
a. Guru memberikan contoh
masalah yang berkaitan dengan
materi teorema pythagoras.
b. Guru mengarahkan siswa untuk
mengerjakan LKPD yang berisi
pertanyaan metakognitif.
41

3. Practicing
Mengolah informasi:
a. Guru memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk
mendiskusikan dan menjawab
pertanyaan metakognitif
tersebut.
b. Guru membimbing siswa
apabila ada kesulitan ketika
menjawab soal pada LKPD.
4. Review and Reducing Difficulties
Mengkomunikasikan :
a. Guru meminta perwakilan
kelompok untuk mengerjakan
soal dipapan tulis lalu
mempresentasikannya.
b. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memberi
tanggapan dari jawaban di
papan tulis.
c. Guru mengevaluasi jawaban
siswa dan memberikan
penguatan atas jawaban tersebut
serta memberikan solusi apabila
terdapat kesulitan yang ditemui
siswa.
5. Obtaining Mastery
a. Siswa diminta tidak lagi duduk
secara berkelompok dan
mengatur jarak bangku antara
siswa.
b. Siswa diminta mengerjakan kuis
c. Guru mengawasi kegiatan siswa
6. Verification
a. Guru mengidentifikasi siswa
yang telah mencapai kriteria
keahlian atau belum dengan
hasil kuis.
7. Enrichment
a. Siswa yang mendapat nilai kuis
≥ 76 diberikan soal pengayaan
dan mengerjakannya di rumah
serta mengumpulkannya pada
pertemuan berikutnya.
b. Siswa mendapat nilai kuis ˂ 76
diminta mengikuti kegiatan
perbaikan setelah proses
pembelajaran selesai atau
42

membawa pulang.
Kegiatan Penutup 1. Guru mengingatkan siswa untuk 10 menit
mempelajari materi yang akan
dipelajari selanjutnya dan
memberikan PR.
2. Guru menutup pelajaran dengan
mengukacapkan hamdalah dan
memberikan salam.

I. Penilaian
1. Teknik Penilaian : Tertulis
2. Bentuk Instrumen : Essay
Banda Aceh, November 2022
Guru Mata Pelajaran Mahasiswa Peneliti

……………………………….. Erma Daiyani


NIP…………………… NIM. 1906103020009

Kepala Sekolah SMPN 6 Banda Aceh

…………………..
NIP. ………….
43

Lampiran 2. LKPD Pertemuan Ke-1

LEMBAR KEGIATAN
PESERTA DIDIK

Kompetensi Dasar : Menjelaskan dan membuktikan teorema


Pythagoras dan tripel Pythagoras
Indikator : Menjelaskan dan merumuskan teorema Pythagoras

Apa yang diharapkan setelah


pembelajaran ini?

Kalian mampu menjelaskan


dan merumuskan teorema
Pythagoras

Petunjuk Umum :
1. Lakukan langkah-langkah
yang ada di LKS ini dengan
teliti dan sungguh-sungguh.
2. Jawablah pertanyaan-
pertanyaan yang ada
dengan tepat.
3. Tanyakan kepada Bapak/Ibu
guru apabila ada hal yang
belum dimengerti.
44

A. KONSEP PYTHAGORAS

Ayo Mengingat Kembali

Sebelum mempelajari teorema Pythagoras, ingatlah terlebih dahulu mengenai


konsep luas segitiga, luas persegi, bilangan kuadrat dan mencari akar kuadrat
bilangan. Perhatikan permasalahan berikut.

Berapakah luas daerah persegi DEFG? Berapakah luas daerah segitiga


ABC?

Hitunglah hasil dari :


a. 122 − 62 b. √45
45

Ayo Berpikir

Masalah A.1
Diketahui segitiga KLM dan HIJ yang digambarkan sebagai berikut.

Tentukan luas daerah segitiga KLM dan luas daerah segitiga HIJ?
46

Mengenal Tokoh !

Pythagoras (570 SM - 495 SM) adalah seorang


matematikawan dan filsuf Yunani paling dikenal melalui
Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras tersebut menyatakan
hubungan antara panjang sisi miring dan panjang sisi-siku
pada segitiga siku-siku

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan A.1., lakukan kegiatan berikut.

Ayo Mencoba!!!

Kerjakan secara berkelompok!


Alat dan Bahan: Alat peraga pembelajaran teorema Pythagoras

Petunjuk:
1. Perhatikan model alat peraga yang diberikan oleh guru seperti
salah satu contoh di bawah ini.

2. Alat terdiri atas bangun segitiga siku-siku dan bangun persegi yang
berhimpit dengan sisi-sisi segitiga siku-siku.
3. Masing-masing persegi yang terdapat pada sisi siku—siku segitiga
tersusun dari potongan origami.
4. Tugas kalian adalah menyusun potongan origami yang terdapat di
kedua persegi pada sisi siku-siku segitiga ke persegi pada sisi
miring segitiga.
Pertanyaan:

Apakah potongan-potongan origami tersebut dapat menutupi persegi


yang ada pada sisi miring segitiga?

Setelah melakukan percobaan di atas, lakukanlah kegiatan berikut.


47

a. Ukurlah panjang sisi persegi pada kedua sisi siku-siku segitiga.

b. Berapakah luas kedua persegi tersebut?

c. Ukurlah panjang sisi persegi pada sisi miring segitiga.

d. Berapakah luas persegi pada sisi miring segitiga tersebut.

e. Apakah ada hubungan antara jumlah luas persegi pada sisi siku-siku
segitiga dengan luas persegi pada sisi miring? Jika iya, bagaimanakah
hubungannya?
48

Kegiatan di atas menunjukkan bahwa untuk suatu segitiga siku-siku, luas persegi
pada sisi miringnya sama dengan jumlah luas persegi sisi siku-sikunya.

TEOREMA PYTHAGORAS

Pada suatu segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah
kuadrat panjang sisi siku-sikunya.

Perhatikan segitiga ABC!

Jika ABC adalah segitiga siku-siku dengan panjang sisi miring a, sedangkan
panjang sisi siku-sikunya adalah b dan c maka berlaku
𝑎2 = 𝑏2 + 𝑐2
Atau dalam bentuk pengurangan dapat dituliskan
𝑏2 = 𝑎2 − 𝑐2
𝑐2 = 𝑎2 − 𝑏2

Perhatikan kembali masalah A.1. dan selesaikan permasalahan tersebut.


Langkah-langkah Pemecahan Masalah A.1.

A. Memahami Masalah
Apa yang kalian ketahui dari permasalahan di atas?

Apa yang ditanyakan dari permasalahan di tas?


50

B. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Petunjuk : Identifikasi apa yang dibutuhkan untuk mencari luas segitiga


kemudian hubungkan dengan teorema Pythagoras yang sedang dipelajari.

Apa yang kalian lakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?

C. Melaksanakan Strategi Penyelesaian


Lakukan sesuai rencana strategi penyelesaian. Lakukan perhitungan
pada tahap ini.

D. Periksa kembali jawaban kamu.


Periksa kembali langkah-langkah pengerjaan dan tulislah kesimpulan.
51

Ayo Berpikir

Diberikan segitiga sebagai


berikut.

(i) (ii)
Nyatakan hubungan mengenai panjang sisi-sisi segitiga pada gambar di
atas!

Penyelesaian :

Jawablah
Untuk pertanyaan
segitiga berikut
ABC pada dengan
gambar (i) tepat.
Nyatakan hubungan yang berlaku mengenai panjang sisi-sisi segitiga pada
gambar di bawah menggunakan teorema Pythagoras.

Untuk segitiga KLM pada gambar (ii)

(i) (ii)

Ingat! Apa saja yang sudah dipelajari sejauh ini?

UJI PEMAHAMAN

Anda mungkin juga menyukai