Anda di halaman 1dari 2

BAB 3

TUJUAN HUKUM

Tidak semua aliran dalam ilmu hukum membahas tujuan hukum. Perbincangan mengenai tujuan
hukum merupakan karakteristik aliran hukum alam karena hukum alam berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat transenden dan metafisis di samping dengan hal-hal yang membumi. Hukum juga
dipandang sebagai gejala sosial, yaitu sesuatu yang selalu ada dalam kehidupan sosial dan
keberadaannya karena dibuat oleh penguasa.

Oleh karena dibuat oleh penguasa, keberadaan hukum tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan-
pertimbangan-pertimbangan politik , ekonomi, sosial, dan budaya.

Tujuan hukum mengarah pada sesuatu yang hendak dicapai, oleh karena itulah tidak dapat disangkal
kalau tujuan merujuk kepada sesuatu yang idel sehingga dirasakan abstrak dan tidak opersiona.
Akibatnya,sejak dikemukakan ajaran positivisme, masalah tujuan hukum tidak menjadi pokok
perbincangan dalam studi hukum karena tujuan hukum tidak dapat diamati.

Yang menjadi sasaran studi ilmu hukum, menurut pandangan positivisme, dengan demikian tidak
lain daripada aturan-aturan yang dibuat oleh penguasa yang dipengaruhi oleh pertimbangan-
pertimbangan politik,ekonomi,sosial, dan budaya. Dengan menggunakan metode yang biasanya
diterapkan untuk ilmu-ilmu alamiah, pandangan positivisme dalam stud ilmu hukum berkembang
dengan pesat. Bahkan ada usaha untuk menjadikan ilmu hukum sebagai kajian yang empiris dengan
menggunakan analisis statistik dalam pemecahan masalah, misalnya jurimetric. Studi seperti itu jelas
tidak memperbicangkan tujuan hukum. Tujuan hukum dipandang sebagai sesuatu yang bersifat
metafisis dan melekat pada pandangan hukum alam yang eksistensinya telah tergantikan oleh ilmu
pengetahuan modern yang mengandalkan observasi empiris.

Menurut Aristoteles, tujuan hukum adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Ketertiban bukan
menjadi masalah ddlam hidup bermasyarakat, tetapi adil tidaknya alokasi kepentingan dalam hidup
bermasyarakat. Masalah keadilan merupakan masalah yang bersifat filosofis yang merupakan pokok
perbincangan filsafat hukum.

Menurut Hobbes, tujuan hukum adalah untuk adalah untuk ketertiban social. Pandangan ini lahir
dari kehidupan dan situasi lingkungan kehidupan Thomas Hobbes yang suram dimana terjadi perang
saudara di Inggris dan sebelumnya diserang oleh tentara Spanyol. Hobbes berpendapat bahwa saat
situasi tanpa Negara terjadi, maka manusia akan menjadi serigala bagi sesamanya sehingga
dibutuhkan perjanjian masyarakat sehingga terwujud ketertiban social

Menurut John Locke tujuan hukum adalah memelihara hak-hak perorangan dari kekuasaan yang
bersifat otokratis dan sewenang-wenang. Pandangan ini dilatari karena situasi dimana pasca situasi
tanpa Negara, masyarakat justru dipimpin oleh penguasa yang absolute sehingga perlindungan
terhadap kebebasan pribadi dari kecongkakan pemerintah benarbenar dibutuhkan.

Menurut Jeremy Bentham, tujuan hukum adalah untuk mencapai subsistensi, kelimpahan,
persamaan dan keamanan. Dari ke4 tujuan itu, Bentham memprioritaskan tujuan hukum dalam
menjamin keamanan dan persamaan sebagai tujuan utama dikarenakan dari ke2 komponen itulah
kebahagiaan individu dan masyarakat akan tercapai. Hukum ditujukan untuk meningkatkan
kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan dengan cara melarang perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan sengsara.
Menurut Gustav Radburg, tujuan hukum adalah keadilan. Keadilan adalah suatu keinginan terus
menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya. Esensi keadilan
adalah mewujudkan rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan.

Jika menurut Hobbes tujuan hukum adalah mewujudkan ketertiban soSial, maka yang dimaksud
ketertiban sosial adalah damai sejahtera. Damai artinya perbedaan ditata sedemikian rupa sehingga
tidak timbul perselisihan. Jika terjadi perselisihan diselesaikan dengan mempertimbangkan keadaan
masing masing pihak. Dalam situasi damai sejahtera, perbedaan pendapat diarahkan kepada
pencapaian kualitas kehidupan yang lebih baik bukan dipadamkan.

Adanya aturan yang menjadi pedoman bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat dan
pelaksanaannya menimbulkan kepastian hukum. Kepastian hukum mengandung dua pengertian
yaitu : adanya aturan membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan; keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena individu tahu apa
yang boleh dibebankan atau dilakukan Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam UU, tetapi juga adanya konsistensi
putusan hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya untuk kasus serupa yang
telah diputuskan atau menurut Roscoe Pound disebut predictability.

Kepastian hukum dan keadilan kadang tidak dapat diwujudkan sekaligus dalam situasi yang
bersamaan. Dalam situasi antinomy seperti itu penerap hukum harus menjadikan moral sebagai
acuan. Jika kepastian hukum yang dikedepankan, maka penerap hukum harus pandai-pandai
memberikan interpretasi terhadap UU yang ada. Tanpa memberikan interpretasi yang tepat, akan
berlaku lex dura sed tamen scipta (UU memang keras, tetapi mau tidak mau memang demikian
bunyinya).

Pandangan Ulpinus bahwa perintah hukum adalah hidup jujur, tidak merugikan sesama manusia,
dan setiap orang mendapat bagiannya.

Anda mungkin juga menyukai