Prosedur Infus Kel 3 Fix PDF
Prosedur Infus Kel 3 Fix PDF
Disusun Oleh :
Dicky Yoga Permana P17320319013
Dito Reza Suryana P17320319015
Elsa Tri Setiawatie P17320319017
Nadya Oktafia P17320319032
Nidayatul Awaliyah P17320319034
Putri Melisa P17320319036
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpah
rahmat, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta
petunjuknya, sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.5 Pemisahan dan Penempatan Alat-Alat yang Steril dan Tidak Steril. ..... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh
dengan hampir 90% dari total berat badan. Salah satu tindakan untuk
mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan
cairan melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam
tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
(Yuda, 2010). Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan
atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan infus set. (Potter, 2005)
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian
caian tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan
fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori
yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada
pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain. (Lachman,
2008)
Salah satu tugas terpenting dari seorang perawat adalah memberikan
pelayanan yang aman dan akurat kepada klien. Salah satunya yaitu dengan
memberikan cairan infus kepada klien yang sedang mengalami kekurangan
cairan. Seorang perawat memiliki tanggung jawab penuh dalam
memperhatikan status kesehatan dan memantau respon klien dalam
memberikan asuhan khususnya pemberian cairan infus kepada klien. Maka
dari itu pada makalah ini akan dibahas mengenai standar operasional
prosedur dalam pemasangan infus.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang harus dijelaskan pada klien sebelum pemasangan infus?
2. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dari respon klien setelah
pemasangan infus?
3. Bagaimana SOP dalam pemasangan dan pelepasan infus?
4. Bagaimana pemisahan dan penempatan alat-alat yang steril dan tidak
steril?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yang harus dijelaskan pada klien sebelum
pemasangan infus.
2. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dari respon
klien setelah pemasangan infus.
3. Untuk mengetahui SOP dalam pemasangan dan pelepasan infus.
4. Untuk mengetahui pemisahan dan penempatan alat-alat yang steril dan
tidak steril.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang pemasangan infus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pemasangan Infus
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien
(Darmawan, 2008).
Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah
memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk
dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atau
obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu.
2.1.1 Tujuan Pemasangan Infus
Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah,
menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu
pemberian nutrisi parenteral.
2.1.2 Jenis Cairan Pemasangan Infus
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005)
cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
2. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
3
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan
sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan
adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
3. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.
2.1.3 Alat dan Bahan Pemasangan Infus
Sebelum melaksanakan pemasangan infus, berikut adalah alat dan
bahan yang harus dipersiapkan ketika hendak melakukan tindakan
pemasangan infus. Pastikan bahwa ke 12 alat dan bahan ini sudah tersedia.
1. Standar infus
2. Cairan infus sesuai kebutuhan
3. IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan
4. Perlak
5. Tourniquet
6. Plester
7. Guntung
8. Bengkok
9. Sarung tangan bersih
10. Kassa steril
11. Kapal alkohol / Alkohol swab
12. Betadine
4
2.2 Hal Yang Harus Dijelaskan Pada Klien
5
Bengkak pada lokasi infus cukup sering terjadi, bisa karena pecahnya
pembuluh darah yang dimasuki IV catheter/jarum infus.
6
C. Pelaksanaan
1. Mencuci tangan dengan sabun dibawah air
mengalir,mengeringkan tangan dengan handuk bersih.
2. Memasang perlak dan pengalasnya dibawah daerah yang akan
dipasang infus.
3. Memakai sarung tangan.
4. Menggantungkan plabot pada tiang infus.
5. Membuka kemasan infus set.
6. Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan
menutup klem yang ada pada saluran infus.
7. Menusukkan pipa saluran infus kedalam botol cairan dan
mengisi tabung tetesan dengan cara memencet tabung tetesan
infus hingga setengahnya.
8. Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak
ada udara pada selang infus lalu tutup kembali klem.
9. Memilih vena yang akan diinfus.
10. Meletakkan tourniquet 10-12 cm diatas tempat yang akan
ditusuk, menganjurkan pasien menggenggam tangannya.
11. Melakukan desinfeksi daerah penusukan dengan kapas alkohol
secara sirkular dengan diameter kurang lebih 5 cm.
12. Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum
menghadap keatas dengan menggunakan tangan yang dominan.
13. Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath.
14. Memasukkan abbocath secara pelan-pelan serta menarik secara
perlahan jarum yang ada pada abbocath, hingga plastik
abbocath masuk semua dalam vena dan jarum keluar semua.
15. Segera menyambungkan abbocath dengan selang infus.
16. Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka
tangannya dan mellonggarkan klem untuk melihat kelancaran
tetesan darah.
17. Melekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester.
18. Mengatur tetesan sesuai kebutuhan.
7
19. Menutup tempat tusukan dengan kassa steril dan direkatkan
dengan plester.
20. Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak
digerak-gerakkan agar jarum infus tidak bergeser dan bila perlu
memasang spalk.
21. Menuliskan tanggal pemasangan infus pada plester terakhir.
22. Merapikan alat dan pasien.
23. Melepas sarung tangan.
24. Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan
mengeringkan dengan handuk bersih.
D. Evaluasi
1. Aliran dan tetesan infus lancar.
2. Tidak terjadi hematom.
3. Sterilitas terjaga.
4. Infus terpasang rapi.
5. Pasien nyaman.
6. Lingkungan bersih.
2. SOP Pelepasan Infus
A. Persiapan Alat
B. Pelaksanaan
1. Lakukan identifikasi pasien
2. Jelaskan tentang tujuan dan prosedur tindakan
8
3. Cuci tangan sesuai SPO kebersihan tangan
4. Pakai APD sesuai kebutuhan
5. Hentikan tetesan infus
6. Buka plester/transparan dressing
7. Tarik IV canule secara perlahan
8. Tutup area penusukan dengan alkohol swab
9. Lakukan penekanan pada bekas area penusukkan dan pastikan
darah tidak keluar lagi
10. Ganti alkohol swab bila terdapat rembesan darah
11. Lakukan fiksasi
12. Rapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
13. Buang sampah benda tajam kedalam sampah benda
tajam/safety box.
14. Buang sampah plabot infus ketempat sampah medis padat
15. Buang sampah transparan dressing dan infus set ketempat
sampah medis benda non tajam
16. Lepaskan APD dan buang ketempat sampah medis
17. Cuci tangan sesuai SPO kebersihan tangan
18. Dokumentasikan dalam Simkep atau Rekam Medis
1. 9.
2. 10.
3. 11.
9
4. 12.
5. 14.
6. 15. .
7. 19.
8. 21.
2.5 Pemisahan dan Penempatan Alat-Alat yang Steril dan Tidak Steril.
Berbeda dengan di rumah, alat kesehatan di rumah sakit
memungkinkan banyaknya bakteri yang hinggap dalam peralatan yang
digunakan. Untuk itu, perawatan alat kesehatan rumah sakit haruslah
benar-benar bersih dan steril untuk menghindari kemungkinan
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Pihak-pihak yang bekerja
dalam rumah sakit, baik itu dokter, perawat, ahli medis lain hingga
petugas kebersihan harus dapat bekerja sama untuk menjaga alat rumah
sakit agar tetap steril. Sebelum menggunakan alat kesehatan rumah
10
sakit yang steril, dokter, perawat atau ahli medis lain harus memastikan
tangannya bersih untuk megindari adanya bakteri atau mikroorganisme
yang menempel pada tangan pindah pada tubuh pasien.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan №124/Menkes/SK/2004
mengenai kesehatan yang ada dalam lingkungan rumah sakit. Setiap
peralatan rumah sakit haruslah steril. Sterilisasi adalah upaya
menghilangkan semua mikroorganisme yang ada baik dalam peralatan
ataupun lingkungan rumah sakit baik dengan cara kimiawi maupun
fisik. Ketika melakukan sterilisasi, baik itu ruangan atau alat yang
digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut ini:
11
2. Bahan dan instrument medis yang akan disterilisasi harus
dipersiapkan dengan benar.
3. Indikasi yang kuat untuk tindakan sterilisasi adalah semua peralatan
medis atau peralatan perawatan dimana yang dimasukkan dalam
jaringan tubuh, sistem vaskuler, yang mennyentuh selaput lendir
harus selalu dalam keadaan steril sebelum digunakan. Selain itu
semua, peralatan operasi juga harus dalam keadaan steril sebelum
digunakan lagi. Ketika selesai digunakan Alat kesehatan yang
mengandung jaringan tubuh atau darah harus disterilkan.
4. Setiap alat kesehatan yang mengalami perubahan konsidisi fisik
ketika dibersihkan, didisinfeksi atau disterilkan tidak boleh
digunakan kembali. Sebaiknya hindari proses berulang yang bisa
menyebabkan toxin dan efektivitas.
5. Peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada ruang
khusus yang sebelumnya telah dikemas. Penempatan peralatan steril
sebaiknya pada suhu 18 derajat celcius hingga 22 derajat celcius
dengan kelembaban 35% hingga 75%.
a. Pemanasan Kering
Sterilisasi yang dilakukan dengan pemanasan secara kering.
Jika temperature yang digunakan kurang tinggi, cara ini cenderung
kurang efektif.
Sterilisasi dengan pemanasan kering ini akan efektif jika
temperature yang digunakan mencapai 160 derajat celcius sampai
dengan 180 derajat celcius. Sterilisasi menggunakan sistem
pemanasan kering tidak dianjurkan untuk peralatan seperti atau
gunting. Hal ini dikarenakan bisa mempengaruhi ketajaman dari alat
tersebut.
b. Radiasi
12
Sterilisasi dilakukan dengan memanfaatkan radiasi. Radiasi
yang biasa digunakan adalah ultraviolet atau sinar-x. Radiasi yang
dihasilkan baik itu oleh ultraviolet atau sinar-x akan membuat
mikroorganisme yang tumbuh akan mati.
c. Pemanasan dengan uap air dan pengaruh tekanan
Suhu pada saat air mendidih adalah 100 derajat celcius,
dimana suhu tersebut dapat membunuh beberapa organisme berspora
dalam waktu 10 menit saja. Benda yang akan disterilkan dengan
metode ini ditaruh diatas air mendidih, namun tidak mengenai air
secara langsung.
d. Pemanasan secara terputus-putus
Metode sterilisasi ini dilakukan dengan terputus-putus,
dimana benda yang disterilkan tidak hanya dalam sekali proses
selesai.
e. Pembakaran langsung
Metode sterilisasi ini dilakukan dengan membakar benda
yang akan disterilkan secara langsung
Contoh Alat Steril :
Abocath sesuai ukuran
Infuse set
Kapas alkohol 70%
Sarung tangan steril
Kassa steril
Betadine dalam tempatnya
Contoh Alat Non Steril :
Torniquet
Tiang infus
Plester
Gunting plester
Cairan infus
Bengkok
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Tujuannya adalah
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan lahan praktik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik
Klinik untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
http://macrofag.blogspot.com/2017/12/standar-operasional-prosedur-spo_4.html
https://medium.com/@dennywildan16/begini-cara-cara-yang-dilakukan-untuk-
sterilisasi-alat-kesehatan-rumah-sakit-a9d6512e9998
15