Telaah KTSP Dan Kurikulum 2013 PDF
Telaah KTSP Dan Kurikulum 2013 PDF
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
adalah sebagai berikut : KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan,
potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik
(Abdima, 2018).
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan
kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan
oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. KTSP
merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif,
produktif, dan berprestasi (Abdima, 2018).
KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan
pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di
sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam
megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat (Abdima, 2018).
Dalam KTSP, pengembangan kurikulm dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah
dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat
daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat
pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan
tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan
ketentuan-ketentuan tentang pendidikna yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu
menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program
kegiatan opersional untuk mencapai tujuan sekolah (Abdima, 2018).
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong
sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum (Abdima, 2018).
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui
pengembalian keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin
tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didikmenerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,
dan keterampilan;
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam
kompetensi dasar matapelajaran;
6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi
dasar, dimana semuakompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai kompetensi yang dinyatakan dalamkompetensi inti;
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antar matapelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal) (Abdima, 2018).
Jumlah jam Jumlah jam pelajaran lebih Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak
dan mata sedikit dan jumlah mata dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit
pelajaran pelajaran lebih banyak dibanding KTSP
dibanding Kurikulum 2013
Penggunaan TIK sebagai mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)
TIK bukan sebagai mata pelajaran, melainkan
sebagai media pembelajaran
Peran pendidik Pembelajaran berpusat pada Pembelajaran lebih berpusat pada siswa.
dalam guru
pembelajaran
Kompetensi lulusan
Materi pembelajaran
Pengolahan kurikulum
Struktur KTSP memuat: mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri,
pengaturan beban, kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup,
serta pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global Mulyasa (dalam Rahmadini, 2018)
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam
standar isi meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama enam tahun, mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum
SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran
dengan ketentuan sebagai berikut.Rahmadini, 2018
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti
tertera pada Tabel 2.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS
Terpadu”.
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan
pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum.
e. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per
minggu secara keseluruhan.
f. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
g. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu
(Rahmadini, 2018)
Mata pelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP sejajar dengan mata pelajaran lain dan
diperlakukan sebagai pengetahuan. Sedangkan dalam Kurikulum 2013, Bahasa Indonesia
menjadi alat komunikasi dan pembawa pengetahuan (Nurfuadah, 2014).
2. Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah. Materi
muatan lokal bukanlah bagian dari materi mata pelajaran lain. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan
lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakannya.
Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester.
Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata
pelajaran muatan lokal (Ristiawan, 2016).
Untuk struktur Kurikulum 2013 SD Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan
Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Sedangkan, untuk SMP Muatan
lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya (Ristiawan, 2016).
5. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar
antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan
pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan rata-rata siswa serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal (Ria, 2015).
Permendikbud nomor 53 tahun 2015 memiliki cara baru penilaian untuk kurikulum 2013 atau
kurikulum nasional, dari jenjang SD,SMP, SMA dan SMK, Buku Panduan kami lampirkan pada
unduhan. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan
pembelajaran berbasis aktivitas yang bertujuan memfasilitasi siswa memperoleh sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Hal ini berimplikasi pada penilaian yang harus meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan
baik selama proses (formatif) maupun pada akhir periode pembeajaran (sumatif). Berikut adalah
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi
Inti (KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4). Rumpea, 2010
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu penilaian yang dilakukan
dengan membandingkan capaian siswa dengan kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil
penilaian baik yang formatif maupun sumatif seorang siswa tidak dibandingkan dengan skor
siswa lainnya namun dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan.
Panduan Penilaian Kurikulum 2013 SMP Dan SMA Dasar Permendikbud 53 Tahun 2015
(Rumpea, 2010).
c. Penilaian dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Artinya semua indikator
diukur, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar (KD) yang
telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan belajar siswa (Rumpea,
2010).
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa program peningkatan
kualitas pembelajaran, program remedial bagi siswa yang pencapaian kompetensinya di
bawah KBM/KKM, dan program pengayaan bagi siswa yang telah
memenuhi KBM/KKM. Hasil penilaian juga digunakan sebagai umpan balik bagi orang
tua/wali siswa dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa (Rumpea, 2010).
Kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) Berdasarkan panduan materi Pelatihan
Pendampingan Kurikulum 2013 untuk KI-3 dan KI-4 adalah B- (2.66) dengan demikian
seorang peserta didik dinyatakan belum menguasai KD yang dipelajarinya apabila
menunjukkan indikator nilai < 2.66 dari hasil tes formatif (Rumpea, 2010).
Sedangkan untuk KI-1 dan KI-2 untuk seluruh mata pelajaran, yakni jika profil sikap peserta
didik secara umum berada pada kategori baik atau B (3.00) menurut standar yang ditetapkan
satuan pendidikan yang bersangkutan (Rumpea, 2010).
6. Kenaikan Kelas
Menurut Devi (2018), menyatakan kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran,
dengan kriteria yang diatur oleh masing-masing direktorat teknis. Sesuai dengan ketentuan PP
19/2005 Pasal 72 Ayat (1), siswa dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar
dan menengah setelah:
a) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan;
c) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; serta
d) Lulus ujian nasional.
7. Penjurusan
Penjurusan KTSP dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh
direktorat teknis terkait. Penjurusan pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan
kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Ristiawan, 2016).
Sistem peminatan Kurikulum 2013 telah menjadi pilihan untuk siswa pada jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA). Sistem peminatan yang mulai dilakukan pada kelas X ini tentu
membutuhkan peran dari guru Bimbingan Konseling (BK) untuk mengarahkan anak ke
minatnya (Sudrajat, 2013).
D. Pengembangan Silabus
Silabus dalam KTSP adalah Rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/ tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar materi pokok/
pembelajaran dasar, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensiuntuk penilaian, penilaian,alokasi waktu, dan sumber belajar (BSNP,
2006: 14) (dalam Rini : 2015)
Sedangkan dalam kurikulum 2013 silabus adalah merupakan rencana pembelajaran pada suatu
mata pelajaran yang mencakup Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar,materi Kompetensi
Dasar,materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. (Permen No 59 tahun 2014 ttg K13) (dalam Rini : 2015)
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok
dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.
1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali
karakteristik peserta didik, kondisi sekolah / madrasah dan lingkungannya.
2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan
silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk
membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan
digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.
3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara
bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama
oleh guru yang terkait.
4. Sekolah / Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri,
sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah / madrasah-madrasah lain melalui forum
MGMP / PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh
sekolah-sekolah / madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
5. Dinas Pendidikan/Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama
setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang
terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing (Rini : 2015).
Prinsip pengembangan silabus
Dikutip dari (Mahmudin: 2012) Untuk memperoleh silabus yang baik, dalam penyusunan
silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a) Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang
dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori
belajar (Mahmudin, 2012)
b) Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual
peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi
pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu,
strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat
pembelajaran (Mahmudin, 2012).
Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan
peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran (Mahmudin, 2012).
c) Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus. Dari kedua
komponen ini, ditentukan indikator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang
diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik
dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut
(Mahmudin, 2012).
d) Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara KD, indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen
penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media
pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata
diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK (Mahmudin, 2012).
e) Memadai
Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka
tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran
dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika SK dan KD menuntut
kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus
secara memadai mendukung kemampuan untuk menganalisis (Mahmudin, 2012)
f) Aktual dan kontekstual
Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem
penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-
hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai
kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu,
penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan
internet perlu dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga
untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik
(Mahmudin, 2012).
g) Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik,
serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas
silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat (Mahmudin, 2012).
h) Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan
pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan
kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill) (Mahmudin, 2012).
Pada buku panduan Penyusunan KTSP dari BSNP disebutkan bahwa Tim penyusun KTSP
pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai
ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah,
dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait.
a. Peraturan tentang SI
b. Peraturan tentang SKL
c. Peraturan tentang Standar Proses Pendidikan Khusus
d. Peraturan tentang Standar Penilaian
e. Peraturan daerah tentang muatan lokal
f. Pedoman tentang Program Kekhususan
g. Pedoman penyusunan KTSP
Tahap pelaksanaan
1. Kepala sekolah melakukan pengembangan dokumen kurikulum oleh tim
pengembanKTSP. Dokumen yang dibutuhkan pada tahapan ini adalah
a. Undangan rapat pengembangan dokumen kurikulum
b. Notulensi rapat pengembangan kurikulum.
c. Daftar hadir rapat pengembangan kurikulum
d. Dokumentasi (foto kegiatan)
2. Kepala sekolah melakukan reviu kurikulum tahun lalu, SKL, SI, Standar Proses, Standar
Penilaian, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum masing-masing jenjang pendidikan
atau satuan pendidikan, dan pedoman implementasi kurikulum. Pada kegiatan ini
perangkat yang harus ada adalah :
a. Catatan hasil review kurikulum tahun lalu tentang Standar Isi , standar proses, SKL,
Standar Penilaian.
b. Catatan hasil review kurikulum tahun lalu tentang kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum.
c. Catatan hasil review kurikulum tahun lalu tentang implementasi kurikulum.
3. Kepala sekolah melakukan revisi dokumen kurikulum. sehingga dihasilkan Dokumen final
buku 1 (KTSP), buku 2 (silabus), dan buku 3 (RPP).
4. Persetujuan dan pengesahan dokumen kurikulum. Dokumen kurikulum yang telah
mendapatkan persetujuan dari komite sekolah dan pengawas serta pengesahan dari Dinas
Pendidikan Provinsi.
5. Melakukan sosialisasi dokumen kurikulum kepada warga sekolah. Dokumen yang harus
ada pada tahapan ini adalah
a. Undangan sosialisasi dokumen kurikulum kepada warga sekolah.
b. Notulen sosialisasi dokumen kurikulum kepada warga sekolah.
c. Daftar hadir sosialisasi dokumen kurikulum kepada warga sekolah.
d. Surat instruksi sosialisasi dokumen kurikulum kepada guru untuk peserta didik.
Tahap Pengawasan:
Agar pelaksanaan pemberlakuan kurikulum sekolah yang sudah disusun dapat berjalan
sesuai dengan harapan, maka perlu diawasi dan dimonitoring. Adapun kegiatan
pengawasan ini meliputi :
1. Mengawasi proses pelaksanaan kurikulum (Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan
komite sekolah). Kegiatan ini dibuktikan dengan adanya Jurnal harian KS. yang
menggambarkan pelaksanaan kegiatan kurikulum di sekolah dan Laporan hasil
pengawasan.
2. Melaporkan hasil pengembangan kurikulum (kurikulum fungsional) kepada dinas
pendidikan provinsi. Oleh karena itu harus ada dokumen :
a. Dokumen laporan hasil pengembangan kurikulum tahun berjalan.
b. Laporan hasil pengembangan kurikulum diketahui oleh Pengawas Sekolah dan
Komite Sekolah.
Tahap Pembiayaan :
Kegiatan pelaksanaan penyusunan kurikulum sekolah dapat dilaksanakan dengan
mengadakan kegiatan workshop atau lokakarya sehingga dapat dialokasikan dananya
melalui dana BOS. Item yang bisa dibiayai untuk kegiatan ini menurut Jukni BOS tahun
2017 meliputi fotokopi bahan/materi, pembelian alat dan/atau bahan habis pakai,
konsumsi, dan/atau transportasi dan jasa profesi bagi narasumber dari luar sekolah (jika
diperlukan) Kahar Muzakkir (2017).
Dikutip dari Sudirman (2014) Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor berikut
ini:
1. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dalam hubungannya
dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan:
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga ke
pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan. Tantangan internal lainnya adalah perkembangan penduduk
Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif.
2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait
dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan
imbas teknosains serta mutu, investasi dan transformasi bidang pendidikan.
3. Penyempurnaan Pola Pikir
Menurut Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 (dalam Zainuddin, 2015), Kurikulum 2013
dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir berikut:
a. Penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus
memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari dan gaya belajarnya (learning
style) untuk memiliki kompetensi yang sama;
b. Penguatan pola pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-
lingkungan alam, sumber atau media lainnya);
c. Penguatan pola pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari
siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);
d. Penguatan pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin
diperkuat dengan pendekatan pembelajaran saintifik);
e. Penguatan pola belajar sendiri dan kelompok (berbasis tim);
f. Penguatan pembelajaran berbasis multimedia;
g. Penguatan pola pembelajaran berbasis klasikal-massal dengan tetap memperhatikan
pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;
h. Penguatan pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines);
i. Penguatan pola pembelajaran kritis.
1. Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata
pelajaran hanya merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi.
2. Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan
pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan
pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang
menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta
didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun.
3. Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum
berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,
keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata
pelajaran.
4. Kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kompetensi Dasar dapat dipelajari dan
dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaidah kurikulum berbasis
kompetensi.
5. Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
6. Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
7. Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi,
dan seni.
8. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan.
9. Kurikulum harus diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
10. Kurikulum didasarkan kepada kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
11. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian
kompetensi. Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan
yang dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut
harus segera diikuti dengan proses memperbaiki kekurangan dalam aspek hasil belajar
yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
Dikutip dari Afit (2013) Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang
implementasi Kurikulum 2013 SMK pada tahun pelajaran 2015/2016 adalah sebagaimana
tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 Tahun 2014 tentang
Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, kemudian ditindaklanjuti dengan
Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktur Jenderal Pendidikan
Menengah Nomor 5496/C/KR/2014 dan Nomor 7915/D/KP/2014 tentang Petunjuk Teknis
Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 pada Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah. Dalam penyusunan kurikulum 2013 perlu diketahui beberapa
komponen diantaranya :
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada pendidikan SMK adalah kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang diharapkan dapat dicapai setelah peserta didik menyelesaikan masa belajar.SKL
merupakan acuan utama dalam pengembangan Kompetensi Inti (KI), selanjutnya
Kompetensi Inti dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2. Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki
seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi dasar
pengembangan KD. KI mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran, mata pelajaran
atau program dalam mencapai SKL.
3. Kompetensi Dasar adalah kemampuan yang menjadi syarat untuk menguasai Kompetensi
Intiyang harus diperoleh peserta didik melalui proses pembelajaran. Kompetensi Dasar
merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran serta perkembangan
belajar yang mengacu pada Kompetensi Inti dan dikembangkan berdasarkan taksonomi
hasil belajar.
4. Taksonomi dimaknai sebagai seperangkat prinsip klasifikasi atau struktur dan kategori
ranah kemampuan tentang perilaku peserta didik yang terbagi ke dalam ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Pembagian ranah perilaku belajar dilakukan untuk
mengukur perubahan perilaku seseorang selama proses pembelajaran sampai pada
pencapaian hasil belajar, dirumuskan dalam perilaku (behaviour) dan terdapat pada
indikator pencapaian kompetensi.
Dikutip dari anggraeni (2018) menjelaskan tentang komponen kurikulum 2013 :
a. Komponen tujuan
Domain Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
kognitif SMA/SMK, terletak pada perbedaan jenis pengetahuan dan ruang
lingkup objek pengetahuan. Untuk tingkat SD, jenis pengetahuan
yang dituntut untuk dimiliki adalah faktual dan konseptual, serta
ruang lingkup objek masih berada di lingkungan sekitar dan
berkaitan/terjadi kontak langsung. Untuk SMP, jenis pengetahuan
yang dituntut untuk dimiliki adalah faktual, konseptual, dan
prosedural, serta ruang lingkup objek masih berada di lingkungan
sekitar maupun di tempat yang berbeda dan masih terlihat. Sementara
untuk tingkat SMA, jenis pengetahuan yang dituntut untuk dimiliki
adalah prosedural dan metakognitif, serta ruang lingkup objek masih
berada di lingkungan sekitar dan dia dapat mengetahui sebab-sebab
dari fenomena yang terjadi.
Domain Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
afektif SMA/SMK, terletak pada penerapan sikap yang diharapkan. Untuk
tingkat SD, penerapan sikap masih dalam ruang lingkup lingkungan
sekitar,
Domain Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
psikomotor SMA/SMK, hanya terletak pada kemandirian siswanya. Untuk tingkat
SD, tidak dituntut untuk kemandirian tinggi, namun dituntut untuk
menyelesaikan suatu tugas yang hanya ditugaskan kepadanya. Untuk
tingkat SMP, dituntut untuk dapat mempelajari sesuatu yang tidak
hanya berasal dari satu sumber saja, melainkan dari sumber lain juga
dituntut untuk dipelajari. Untuk tingkat SMA/SMK, kemampuan
keterampilan yang dituntut adalah keterampulan untuk dapat
mengembangkan atau mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Komponen isi
Pada kurikulum 2013 setiap jenjang atau tingkatan pendidikan dalam hal isi, yakni segala
sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan. Dalam pembahasan ini, sesuatu yang diberikan kepada peserta didik adalah
mata pelajaran dan alokasi waktu yang diberikan untuk setiap mata pelajaran.
SD Untuk kurikulum SD, terdapat usulan pengelompokkan mata
pelajaran. Kelompok A meliputi mata pelajaran pendidikan agama,
PPKn, bahasa Indonesia, matematika, IPA, dan IPS. Sementara itu,
kelompok B terdiri dari seni budaya & prakarya, serta pendidikan
jasmani, olahraga & kesehatan.
SMA/SMK Untuk kurikulum SMA, tidak ada perubahan untuk mata pelajaran
kelompok A dan kelompok B. Namun, untuk mata pelajaran
kelompok C dibagi menjadi 3 jurusan,
c. Komponen metode
Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013, tidak disebutkan secara khusus metode
pengembangan dan/atau pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang pengajar di kelas.
Namun, harus dipahami bahwa seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi
pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa
untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan
efektivitas yang tinggi, serta harus sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang
ingin dicapai. Wahyono, 2013
d. Komponen evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian dari pembentuk kurikulum yang berperan sebagai
cara untuk mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah dibuat itu tercapai atau tidak.
Adanya rancangan kurikulum 2013 ini merupakan bentuk pembaharuan kurikulum, dimana
telah dilaksanakannya evaluasi dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.Wahyono, 2013
Tugas dari komponen evaluasi terhadap sebuah kurikulum, antara lain mempertahankan SK-
KD lama yang sesuai dengan SKL baru, merevisi SK-KD lama dan disesuaikan dengan SKL
baru, dan menyusun SK-KD baru.
1. Mendorong terwujudnya otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah
adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di
lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya
penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di
daerah pedesaan.
2. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di
daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah
industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi
kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik
untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi
dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja
dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran
KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia
pendidikan di Indonesia. Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite
sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah
mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan,
sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal,
sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota,Dinas
Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra
dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri,
kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum
yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana
sekolah tersebut berada (Ahmad, 2017).
3. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan,
dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi
keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan
standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Dengan demikian dapat terjadi persaingan yang cukup sehat diantara sekolah-sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keberadaan suatu sekolah pun, pencitraan sekolah,
kualitas lulusan yang dihasilkan pada akhirnya menjadi tolak ukur masyarakat dalam
penilaian kinerja sekolah. Hal ini dapat menyebabkan seleksi alam, bahwa hanya sekolah
bermutulah yang akan bertahan dan diminati masyarakat, sedangkan sekolah dengan
kinerja yang kurang baik akan ter-eleminasi. Mau tak mau sekolah harus meningkatkan
kualitasnya untuk mempertahankan eksistensinya.(Ahmad, 2017)
4. Memberikan kesempatan bagi masyarakat dan orangtua untuk berpartisipasi dalam
menentukan arah kebijakan pendidikan di sekolah.
Berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP, KTSP sangat relevan dengan konsep
desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya.
Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun
kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.(Ahmad, 2017)
5. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sesuai
dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan
Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23
tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun
kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan
sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan
siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat
lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang
kepariwisataan lainnya. Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa
Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan
mata pelajaran tersebut sebagai sebuah keterampilan.
Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila
mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka
dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku
sekolah. KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk
mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya.
KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi
guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan
kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang
akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman
Penyusunan Kurikulum 2006.(Ahmad, 2017)
6. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang
lebih 20%. KTSP dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena materi dalam
KTSP disusun lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200
jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi.
Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan
tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Pengurangan jam belajar siswa tersebut
merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena
selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang
berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa
diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam
setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit,
maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap
jam pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45
menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi
setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu
tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.(Ahmad, 2017)
1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan
pendidikan yang ada. Pola penerapan KTSP terbentur pada masih minimnya kualitas guru
dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran
dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas
maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan
pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas
pada tahun 2004, bahwa dari 2,7 juta guru menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ijasah
yang mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah menunjukkan kecenderungan
yang kurang mengembirakan, jika mengacu pada persyaratan yang ada. Guru SD tercatat
66,11% yang tidak memiliki ijasah sesuai ketentuan, guru SMP 39,99% , dan guru SMA
sebanyak 34,08%. Selain itu tercatat secara umum terdapat 15,21% guru pada berbagai
jenjang pendidikan dasar dan menengah yang mengajar tidak sesuai dengan
kompetensinya. Hasil survey Human Development Indeks (HDI) sebanyak 60% guru SD,
40% guru SMP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK belum memenuhi standarisasi mutu
pendidikan nasional. Lebih mengkhawatirkan lagi bila 17,2% guru di Indonesia mengajar
bukan pada bidang keahliannya (Toharudin, Oktober 2005 dalam Muhyi,Dindin MZ,
2007) (dalam jumal : 2017).
Dari data di atas, dapat diperoleh gambaran kondisi guru di lapangan, dengan keadaan yang
demikian, mampukah guru memaknai kurikulum dengan benar? Nampaknya hal ini sulit
untuk dilakukan meskipun tidak mustahil, mengingat untuk memahami kurikulum yang
begitu luas cakupannya, membutuhkan suatu keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang sesuai dengan jenjang dan bidang keahliannya.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu
syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan
menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta
fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP. Banyaknya fasilitas
sekolah yang rusak sampai bangunan yang roboh, menambah panjang daftar kelemahan
implementasi KTSP di lapangan.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya,
penyusunannya maupun prakteknya di lapangan. Masih rendahnya kuantitas guru yang
diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan
sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat
tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya
hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak
berkurang pendapatan para guru.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di
dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP
juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait
pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal
ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru
terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam,
jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh,
pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP
maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi
diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya
mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum
lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi
tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang
ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit
memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.
5. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang kurang demokratis dan kurang profesional
berdampak pada kurangnya peran serta masyarakat yang diwakilkan oleh Dewan/Komite
sekolah dalam merumuskan KTSP. Masih rendahnya keikutsertaan masyarakat dalam hal
ini dewan/komite sekolah dalam penyusunan KTSP menyebabkan pengembangan
kurikulum di sekolah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan hingga akhirnya sekolah
meng-copy paste saja dokumen KTSP yang sudah jadi. Al hasil, penerapan KTSP pun tidak
maksimal.
6. Kurangnya pembinaan dan sosialisasi KTSP di tingkat kecamatan
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sosialisasi KTSP yang kurang serta
pembinaan yang kurang serius di tingkat cabang dinas pendidikan kecamatan,
menyebabkan terhambatnya pemahaman guru dalam implementasi KTSP di sekolah.
Bahkan masih banyak sekolah yang hingga hari ini dokumen KTSP-nya belum disahkan
oleh pejabat yang berwenang di dinas pendidikan kota.
7. Keterlambatan sosialisasi standar penilaian serta keterlambatan pencetakan buku rapor
siswa berdampak pada kesalahan dalam penulisan laporan pendidikan siswa (rapor).
Ketika pemerintah menurunkan kebijakan untuk melaksanakan KTSP, timbul keresahan di
sana-sini, khususnya para guru. Hal ini disebabkan karena pedoman penyususnan dan
pengembangan KTSP belum seluruhnya rampung disiapkan oleh pemerintah, salah
satunya adalah standar penilaian. Keterlambatan sosialisasi penilaian ini menyebabkan
beberapa sekolah salah menuliskan nilai pada buku rapor. Sebagian sekolah masih
menggunakan rentang nilai 1-10, padahal di dalam KTSP telah menggunakan rentang nilai
1-100. keterlambatan pencetakan rapor terutama di kota Bandung menyebabkan guru
terutama guru kelas 1 harus ekstra menulis ulang nilai rapor, rapor sementara dulu baru
rapor asli. Di suatu sekolah terjadi kasus, bahwa rapor asli baru diterima pihak sekolah
pada semester 2 dibarengi dengan pemberian foto copy buku pedoman penilaian. Dengan
demikian terjadi perubahan nilai rapor dari rentang 1-10 menjadi rentang nilai 1-100
dengan pembulatan yang berakibat pada kebingungan orangtua murid. Hal ini berdampak
pula pada kepercayaan orangtua murid terhadap sekolah yang pada akhirnya kinerja
sekolah dinilai kurang baik.
1. Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang
mereka hadapi di sekolah
2. Adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya didapat dari
nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain.
3. Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke
dalam semua program studi.
4. Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
5. Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistic domain sikap, ketrampilan,
dan pengetahuan.
6. Banyak kompetensi yang dibutuhkan sesuai perkembangan seperti pendidikan karakter,
metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan.
7. Hal yang paling menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap fenomena
dan perubahan sosial. Hal ini mulai dari perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional, maupun global.
8. Standar penilaian mengarahkan kepada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap,
ketrampilan dan pengetahuan secara proporsional.
9. Mengharuskan adanya remediasi secara berkala.
10. Sifat pembelajaran sangat kontekstual.
11. Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi, pedagogi,
sosial dan personal
12. Ada rambu-rambu yang jelas bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran (buku
induk)
13. Guru berperan sebagai fasilitator
14. Diharapkan kreatifitas guru akan semakin meningkat
15. Efisiensi dalam manajemen sekolah contohnya dalam pengadaan buku, dimana buku sudah
disiapkan dari pusat
16. Sekolah dapat memperoleh pendampingan dari pusat dan memperoleh koordinasi dan
supervise dari daerah
17. Pembelajaran berpusat pada siswa dan kontekstual dengan metode pembelajaran yang
lebih bervariasi
18. Penilaian meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik sesuai proporsi
19. Ekstrakurikuler wajib Pramuka meningkatkan karakter siswa terutama dalam kedisiplinan,
kerjasama, saling menghargai, cinta tanah air dan lain-lain.
1. Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu
menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap
ada penjelasan dari guru.
2. Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013 ini, karena
kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada kenyataannya sangat sedikit para guru
yang seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka
cakrawala berfikir guru, dan salah satunya dengan pelatihan-pelatihan dan pendidikan agar
merubah paradigm guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang dapat memotivasi
siswa agar kreatif.
3. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific
4. Kurangnya ketrampilan guru merancang RPP
5. Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik
6. Tugas menganalisis SKL, KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya dikerjakan
oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat dalam kasus ini.
7. Tidak pernahnya guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013,
karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.
8. Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam
kurikulum 2013 karena UN masih menjadi factor penghambat
9. Terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa
tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang berdedikasi terhadap
mata pelajaran yang dia ampu.
10. Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama.
11. Timbulnya kecemasan khususnya guru mata pelajaran yang dihapus yaitu KPPI, IPA dan
Kewirausahaan dan terancam sertifikasiya dicabut.
12. Sebagian besar guru masih terbiasa menggunakan cara konvensional
13. Penguasaan teknologi dan informasi untuk pembelajaran masih terbatas.
14. Guru tidak tiap dengan perubahan
15. Kurangnya kekmampaun guru dalam proses penilaian sikap, ketrampilan dan pengetahuan
secara holistic.
16. Kreatifitas dalam pengembangan silabus berkurang
17. Otonomi sekolah dalam pengembangan kurikulum berkurang
18. Sekolah tidak mandiri dalam menyikapi kurikulum
19. Tingkat keaktifan siswa belum merata
20. KBM umumnya saat ini mash konvensional
21. Belum semua guru memahami sistem penilaian sikap dan ketrampilan.
22. Menambah beban kerja guru.
23. Citra sekolah dan guru akan menurun jika tidak berhasil menjalankan kurikulum 2013
24. Pramuka menjadi beban bagi siswa yang tidak menyukai Pramuka, sehingga ada unsur
keterpaksaan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar. (Dalam Devi : 2018)
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui
pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan
secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI
diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu
karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. (Dalam
Devi : 2018)
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran
IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. (Dalam Devi : 2018)
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar
minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan
pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. (Dalam Devi : 2018).
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut, Devi (2018):
Menurut Devi (2018), ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat
sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas I, Semester 1 (dikutip dari Misrawati : 2012)
Arah Pengembangan
Dikutip dari Devi (2018) Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu
memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
Simpulan
Jika dianalisa dari berbagai aspek tentu sudah sewajarnya terdapat pro dan kontra dari
setiap perubahan kurikulum juga terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing. Namun
sebagus apapun kurikulum jika tidak didukung oleh semua sarana pendukung tentu tidak akan
tercapai sebagaimana yang di harapkan. Untuk itu pemerintah tidak hanya mengubah kurikulum
KTSP ke K13 dan menerapkannya saja, tetapi pemerintah juga harus menyiapkan sarana dan
prasarana agar proses kegiatan belajar mengajar semakin lebih baik.