Kupdf - Net - Sediaan Injeksi Dalam Ampul PDF
Kupdf - Net - Sediaan Injeksi Dalam Ampul PDF
PERBEKALAN STERIL
Pembuatan Sediaan Injeksi dalam Kemasan Ampul
Disusun Oleh:
Kelompok 12
Muntofingah (G1F012024)
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara
parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk
vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral
menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk parenteral dibuat
mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga pengemasan. Bahan
pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik, elastik
(karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan
steril karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat,
termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan
melindungi bahan yang telah dibuat (Ansel,1989).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril. Wadah dosis berganda adalah wadah kedap
udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel,
1989).
Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
a. Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan
yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama
penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia dan sebagainya,
b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan
material dinding wadah,
c. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling
menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara
fisiologis, isotonis , isohidris, bebas bahan melayang (Agoes, 2009).
BAB II
ISI
Bahan aktif
Zat aktif yang dipilih adalah zat yang umumnya mudah larut dalam air, atau
memiliki ikatan kuat dengan air. karena kelarutan suatu zat sangat
berpengaruh dalam pembuatan sediaan cair khususnya infus.
Bahan tambahan
o Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit,
metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai
antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein,
Monotiogliseril, Tokoferol.
o Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil
alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-
hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-
hidroksibenzoat, Fenol
o Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
o Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
o Gas inert : Nitrogen dan Argon.
o Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin,
Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
o Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
o Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
o Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum
manusia.
o Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
Pembawa
o Pembawa air
o Pembawa nonair dan campuran
Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak
kacang, Minyak wijen
Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen
glikol, Polietilenglikol 300.
(Agoes, 2009).
II.4 Metode Pembuatan Sediaan
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya
dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman
hal.1254)
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan
iritasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat
terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa
kebagian dalam tubuh. karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari
tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan harus
mempunyai tingkat kemurnian tinggi. Semua komponen dan proses yang terlibat
dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi fisik, kimia, dan mikrobiologis.
(Lachman hal 1292)
Injeksi Amikasin
Formula Awal (Handbook on Injectable Drugs hal 30)
Formula Akhir
Amikasin sulfat 500 mg
Na bisulfit 0,66 %
Na sitrat 2,5 %
Asam sulfat q.s ad pH 3,5 – 5,5
Aqua p.i ad 2 ml
Latar belakang pemilihan formula:
1. Pada formula injeksi amikasin ini digunakan garam amikasin yaitu amikasin
sulfat karena sifat kelarutannya yang mudah larut dalam air.
2. Natrium bisulfit berfungsi sebagai antioksidan karena amikasin sulfat dapat
teroksidasi oleh udara dimana menyebabkan perubahan warna menjadi kuning
pucat. Namun perubahan warna ini tidak mengakibatkan berkurangnya potensi
dari amikasin sulfat.
3. Natrium sitrat berfungsi sebagai pendapar, dan digunakan asam sulfat untuk
mengatur pH hingga pH sediaan adalah 3,5 – 5,5.
Wadah : ampul
Volume : 2 ml
Dosis : 15 mg/kg BB
Jalur : intramuskular
Volume 1 ampul = 2 ml
Dibuat 16 ampul, maka
= {(n + 2) V + (2 x 3)}
= {(16 + 2) 2,15 + (2 x 3)}
= 44,7 ml ~ 50 ml
Amikasin sulfat = 250 mg/ml x 50 ml = 12,5 g
Na bisulfit = 0,66 x 50 ml = 0,33 g = 330 mg
Na sitrat = 2,5 x 50 ml = 1,25 g
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk
pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan
pengambilan isi dan pemberian 1 liter (Depkes RI, 1995).
Kemasan sediaan injeksi Amikacin
(www.indiamart.com)
Untuk penyimpanan sediaan injeksi harus diperhatikan sehingga tercegah
cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan
cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi
harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di
tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (Depkes RI, 1979).
II.8 Evaluasi sediaan
A. Evaluasi Fisik
1. Penetapan pH
Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan
monografi. Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45 (Lachman, dkk, 1994).
Cara kerja : Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel.
Simpan dalam wadah tahan bahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari
kaca tipe 1. Larutan segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3
bulan. Tabel berikut menunjukkan pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari
suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan dapar dengan kadar molal
sebagaimana disebutkan. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan
pengenceran hingga volume 1000 ml. bukan dengan menyebutkan penggunaan
1000 g pelarut yang merupakan dasar system molalitas dari kadar larutan.
Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa
informasi tambahan (Lachman, dkk, 1994).
2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah
agar volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada
penandaan (volume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang
dianjurkan dipersyaratkan dalam Lachman dkk, 1994).
Cara kerja:
a. Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih.
b. 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5
wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang.
c. Ambil isi tiap wadah dngan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak
lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum
suntik nomor 21, panjang tidak kurang 2,5 cm.
d. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan
isi dalam alat suntik. Tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur
kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis
penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang
dituang) (Lachman, dkk, 1994).
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat
diamati pada pemeriksan secara visual.
Cara pengerjaan : Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat dicantumkan
berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah.
Semua injeksi volume besar untuk infuse dosis tunggal, dan injeksi volume kecil
yang ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan
partikulat seperti yang tertera pada uji yang digunakan (Lachman, dkk, 1994).
4. Uji Kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan (Lachman, dkk, 1994).
Cara pembuatan: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan
(Lachman, dkk, 1994).
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang
bocor maka larutan metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan
di luar dan di dalam tersebut. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untul
larutan-larutan yang sudah berwarna (Lachman, dkk, 1994).
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara unjungnya
di bawah.ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi
kosong (Lachman, dkk, 1994).
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukkan wadah-wadah tersebut eksikator, yang kemudian
divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap keluar. oleh karena itu,
harus dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar, diisap kembali jika di
vakum dihilangkan (Lachman, dkk, 1994).
5. Uji Kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga
diperlukan uji kejernihan secara visual (Lachman, dkk, 1994).
Cara kerja : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang
separuhnya di cat berwarna hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih.
Latar belakang berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang
berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna
gelap. Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan maka larutan tersebut sudah
memenuhi syarat (Lachman, dkk, 1994).
6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan
bebas dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual (Lachman,
dkk, 1994).
Cara pengerjaan: Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar berdiameter
15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
Masukkan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan
suspense padanan yang sesuai secukupnya. Setelah itu, bandingkan kedua isi
tabung setelah 5 menit pembutan suspense padanan, dengan dengan latar
belakang hitam. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegal
lurus kearah bawah tabung (Lachman, dkk, 1994).
B. Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan
pembawa air seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang
dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan (Wade, 1994).
Cara pengerjaan: Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic
menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet. Lakukan pengujian pada
5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic,
pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik
tertutup berukuran sesuai dan steril.
2. Uji Kandungan Zat Antimikroba (Wade, 1994).
Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak
lebih dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket (Wade, 1994).
Cara pengerjaan (Wade, 1994) :
- Benzyl alcohol. Larutan baku internal larutkan lebih kurang 380mg fenol p
dalam 10 ml etnol p dalam labu ukur 200ml tambahkan air, sampai tanda.
- Larutan baku. Timbang seksamalebih kurang 180mg benzyl alcohol p. larutkan
dalam 20 ml etanolP dalam labu ukur 100ml. tambahkan larutan baku internal
sampai tanda.
Prosedur : suntikan secara terpisah sejumlah volum sama (lebih kurang 5
mikroliter), larutan baku dan larutan uji, gunakan farameter oprasional
pramatograf gas seperti yang tertera pada table.Ukur luas puncak benzyl alcohol
dan fenol larutan baku,tandai masing-masing dengan p1 dan p2, dan luas puncak
p1 dan p2 dari larutan uji (Wade, 1994).
3. Uji Sterilitas
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril
memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada
masing-masing monografi (Wade, 1994).
Cara pengerjaan :
- Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah
wadah yang mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
- Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media
uji dan teknik penyaringan membran.
4. Uji Pirogen
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi (Wade, 1994).
Cara pengerjaan: Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji
pirogan dan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas
dari keributan yang menyebabkan kegelisahan (Wade, 1994).
Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila pengujian
menggunakan termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga
kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit
sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci
yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Suhu tiap kelinci tidak
boleh lebih dari 1°c dan suhu setiap kelinci tidak boleh > 39,8° (Wade, 1994).
5. Penetapan Potensi Antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)
Bertujuan untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik
Metode : Lempeng silinder atau tabung.
Prinsip : Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder
yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri.sehingga
mikroba yang di tamabahkan di hambat pertumbuhannya pada daerah berupa
lingkaran atau zona di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik (Wade,
1994).
6. Uji Endokrin Bakteri
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di
dalam atau pada bahan uji (Wade, 1994).
Prinsip: pengujian dilakukan menggunakan limulus amebocyte lysate (LAL).
Deteksi dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik
akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji
dengan enceran endotosin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit
endotoksin (UE) (Wade, 1994).
Sebelum melakukan pengujian dilakukan persiapan: Uji konfirmasi kepekaan
reaksi LAL. Uji pengambatan atau pemacuan.Pengenceran maksimum yang
absah (PMA) (Wade, 1994).
BAB III
KESIMPULAN
Sediaan injeksi harus steril untuk menghindari adanya iritasi pada jaringan,
sehingga sediaan injeksi memiliki persyaratan sterilitas, bebas dari bahan
partikulat, bebas dari pirogen, stabil , dan isotonis dengan darah.
Sediaan injeksi amikacin dibuat dari bahan amikacin sulfat sebagai pengganti
amikacin karena kelarutan amikacin sulfat yang lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan amikacin dan dikemas dalam wadah ampul. Dalam proses
pembuatan sediaan amikacin injeksi dilakukan dengan metode aseptis karena
merupakan sediaan steril dan mengandung bahan yang tidak tahan panas.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
http://www.indiamart.com/elkoshealthcareprivatelimited/pharmaceutical-
injections.html diakses tanggal 11 Oktober 2014
L.A. Trissel, (1998). Handbook on Injectable Drugs, 10th Edition. Bethesda : The
American Society of Health–System Pharmacists, Inc.
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.