Anda di halaman 1dari 4

Pencemaran Air Sungai Pinang di Susoh, Abdya

Kabupaten Aceh Barat Daya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh
Barat Daya sering disingkat dengan singkatan "Abdya" merupakan pemekaran dari Kabupaten
Aceh Selatan. Kabupaten ini resmi berdiri setelah disahkannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2002 dan Blangpidie adalah ibu kotanya. Kabupaten Aceh Barat Daya
memiliki 9 kecamatan.

Secara garis besar, Aceh mempunyai 11 Wilayah Sungai (WS) yakni WS Krueng Aceh, WS
Krueng Mereudu-Baro, WS Krueng Pase-Peusangan, WS Krueng Jambo Aye, WS Krueng
Tamiang Langsa, WS Krueng Teunom Lambeuso, WS Woyla-Seunagan,WS Krueng Tripa-
Batee, WS Krueng Baroe-Kluet, WS Pulau Simeulue dan WSAlas-Singkil dengan 34 Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan 298 sungai yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Aceh. Aceh
Barat Daya memiliki banyak sungai, mulai dari Kecamatan Babahrot hingga Kecamatan
Manggeng (perbatasan). Belum diketahui secara pasti jumlah sungai yang ada di Abdya.

Sungai di Aceh Barat Daya (Abdya) banyak yang tercemar limbah rumah tangga berupa sampah
organik dan non-organik. Kondisi tersebut telah membuat pencemaran air sungai hingga
pendangkalan aliran sungai. Bagi warga Susoh (salah satu kecamatan di Abdya), sungai Pinang
adalah sungai yang penting. Berkenaan dengan kebiasaan buang sampah sembarangan,
ketiadaan mobil pengangkut sampah dari Pemkab menjadikan warga memecahkan masalah
sampah di rumah tangganya. Seperti membuang sampah ke sungai, mengumpulkannya di lahan
kosong, bahkan membakarnya yang dapat menyebabkan pencemaran udara.

Sampah rumah tangga juga mencemari aliran anak sungai sehingga tak jarang dari tumpukan
sampah itu menimbulkan bau tidak sedap. Masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya
karena sarana dan prasarana pendukung seperti tong sampah dan alat pengangkut sampah belum
tersedia. Sementara, setiap rumah secara terus menghasilkan sampah. Sehingga, warga memilih
jalan pintas, yaitu dengan membuang sampah ke dalam sungai, anak sungai, hingga selokan.
Kondisi ini berlangsung setiap hari, tanpa ada solusi dari instansi terkait. Sebagian warga
menyadari kalau tindakan membuang sampah di sungai tidak tepat. Namun, para warga tidak
mempunyai pilihan lain karena masih banyak desa di Abdya tidak memiliki tempat pembuangan
sampah yang layak.

Seiring perkembangan zaman, pemukiman penduduk berekspansi. DAS Sungai Pinang tertekan
hingga titik nadir. Alirannya perlahan menyempit. Airnya mulai berubah warna. Airnya dipenuhi
sampah yang sulit terurai. Semua ini jelas berujung pada penurunan debit air tertampung.
Menurunnya daya tampung sungai ini mendorong limpahan air hujan mencari jalan ke darat.
Inilah yang menyebabkan terjadinya banjir di beberapa desa. Menurut informasi warga sekitar,
anak sungai Pinang yang melalui desanya pernah ditimbun, tetapi sekitar tahun 1976 sungai itu
digali lagi, dengan lebar yang dikurangi. Hal ini disebabkan perluasan pemukiman penduduk.
Perluasan pemukiman juga menebang banyak pohon yang berfungsi sebagai penyerap dan filter
air di sepanjang sungai.

Dulu, buaya sering terlihat memasuki aliran sungai Pinang. Ini disebabkan karena ikan-ikan
sungai melimpah jumlahnya di sana. Namun sekarang, jangankan buaya, kura-kura sungai
(Battagur affinis sp.) pun sudah sangat jarang ditemukan. Selain itu, air sungai Pinang dulunya
sangat jernih sehingga banyak ikan-ikan yang mendiami sungai tersebut. Tidak hanya itu, warga
juga dapat menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian . Namun, kondisi saat ini sangat jauh
berbeda. Ikan yang mendiami sungai Pinang hanyalah jenis ikan yang mampu bertahan di dalam
air minim oksigen. Seperti ikan Lele dan ikan nila. Secara kasat mata pun kualitas airnya tidak
memenuhi standar. Selain banyaknya sampah dan warna yang berubah, bau tak sedap juga
menyebar.

Lebih lanjut, 80 persen penyebab menurunnya kualitas air sungai adalah sampah domestik rumah
tangga. Dijelaskan secara umum, dampak dari membuang sampah ke sungai adalah air sungai
tidak dapat mengalir secara normal karena pada aliran sungai terhambat oleh tumpukan sampah.
Pada musim hujan, banjir terjadi karena sungai tidak berfungsi dengan baik, banjir musiman
selalu menyambangi desa-desa sekitar. Seperti Desa Pawoh, Padang Baru, Pulo Kayee dan
Padang Meurantee adalah langganan banjir. Selain itu, akibat pencemaran air sungai lainnya
adalah ikan-ikan pada spesies tertentu banyak yang punah karena jenis sampah tertentu
mengandung zat kimia yang dapat merusak ekosistem di sungai. Kualitas air menjadi buruk
disertai dengan bau yang tak sedap. Ditambah lagi, warna sungai berubah. Sekarang berwarna
kekuningan dan kecoklatan, pada beberapa titik tertentu berwarna hijau tua.

Lebih lanjut, pencemaran air sungai juga mengakibatkan kesehatan terganggu. Beberapa
penyakit akan menyerang warga Susoh tepatnya di sekitar aliran sungai Pinang. Mulai dari
penyakit pernafasan, penyakit kulit jika banjir tiba, penyakit yang dibawa oleh nyamuk, penyakit
yang dibawa oleh lalat, dan masih banyak lagi. Diharapkan Pemkab Abdya memaksimalkan
penyediaan tong sampah serta alat pengangkut sampah. Semoga masalah sampah di lingkungan
sungai Pinang dapat terselesaikan dan tidak berlarut-larut serta tidak menimbulkan dampak lain.
Sekarang pengelolaan sampah telah difasilitasi oleh UU Desa Nomor 6 tahun 2014, dan
Permendes Nomor 19 tahun 2017. Berdasarkan peraturan dan undang-undang tersebut, dana desa
dapat dipergunakan untuk pengelolaan limbah, dan bahkan rehabilitasi DAS.

Berdasarkan hal di atas, senantiasa kita sebagai warga negara khususnya di Abdya agar menjaga
kelestarian dan kebersihan air. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi
lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan
keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan
menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber
daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources
depletion).

Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik,
dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang tercemar, bagaimanapun akan memerlukan
biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari
kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang tercemar
dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang tercemar akan
menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
air yang tercemar.

Pencemaran air diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Hal yang dimaksud di atas
adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolak ukur untuk menentukan telah
terjadinya pencemaran air. Hal ini juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan
dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Oleh sebab
itu, diharapkan Abdya menjadi kota yang memiliki kualitas air yang bagus di setiap aliran
sungainya dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan keperluannnya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai