Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

DEFEK LAPANG PANDANG

Oleh:

Juliandri XC062192007

Christin Lestari Siregar XC062192008

Kenneth Suliyanto XC062192006

RESIDEN PEMBIMBING:

dr. Amaludin Jaelani

dr. Anthony Gunawan

SUPERVISOR PEMBIMBING:

dr. Muh. Yunus Amran, Ph.D, Sp.S, FIPM,FINR (SPV)

DIBAWAKAN DALAM TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAGIAN NEUROLOGI

2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Juliandri XC062192007

Christin Lestari Siregar XC062192008

Kenneth Suliyanto XC062192006

Judul Referat : DEFEK LAPANG PANDANG

Telah menyelesaikan tugas kepanitraan klinik pada Bagian Neurologi.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1. DEFINISI..........................................................................................................2

2. ANATOMI........................................................................................................2

3. ETIOLOGI........................................................................................................4

4. PATOFISIOLOGI.............................................................................................5

5. KLASIFIKASI..................................................................................................8

6. MANIFESTASI KLINIS................................................................................10

7. DIAGNOSIS...................................................................................................12

8. DIAGNOSIS BANDING................................................................................22

9. TATALAKSANA...........................................................................................22

KESIMPULAN........................................................................................................24

iii
PENDAHULUAN

Defek lapang pandang merupakan sebagian lapang pandangan yang normal

dan berbeda dari buta pada satu mata atau buta pada dua mata. Defek lapangan

pandang biasanya disebabkan oleh lesi di berbagai lokasi dalam jaras penglihatan,

yaitu dari retina sampai daerah oksipital otak.1

Pada kelainan lapangan pandang, dapat terjadi penyempitan dari batas

lapangan pandang tersebut atau adanya bintik buta di berbagai macam daerah di

lapangan pandang. Oleh karena kelaianan lapangan pandang yang besar sekalipun

dapat saja tidak jelas bagi pasien, pemeriksaan lapangan pandang sebaiknya

dilakukan pada setiap pemeriksaan oftalmologis. Hasil dari pemeriksaan lapangan

pandang dapat membantu diagnosis penyebabnya.

Terdapat berbagai macam metode pemeriksaan lapangan pandang, dari yang

sederhana hingga kompleks dan membutuhkan alat khusus. Antara lain pemeriksaan

lapangan pandang yang sering digunakan adalah : tes konfrontasi, perimetri, dan

Amsler grid. Pemilihan metode pemeriksaan lapangan pandang dapat disesuaikan

kebutuhan. Pemeriksaan – pemeriksaan tersebut tidak ada yang menimbulkan nyeri

dan tidak memiliki risiko.2

DEFEK LAPANG PANDANG

1
1. DEFINISI

Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu.

Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang

yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua

mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh

salah satu mata saja.

Defek lapang pandangan adalah hilangnya sebagian lapang pandangan yang

normal dan berbeda dari buta pada satu mata atau buta pada dua mata. Defek

lapangan pandang biasanya disebabkan oleh lesi di berbagai lokasi dalam jaras

penglihatan, yaitu dari retina sampai daerah oksipital otak.1

2. ANATOMI

A. Kebutaan total pada mata kiri dari lesi saraf optik.

B. "Skotoma junctional" kiri dengan kehilangan penglihatan di mata kiri ditambah


dengan defek superotemporal di mata kanan.

C. Lesi kiasmatik menyebabkan hemianopia bitemporal.

D. Hemianopia homonim kanan dari lesi saluran optik.

E dan F. Hemianopia kuadran superior dan inferior kanan akibat gangguan radiasi
visual.

G. Hemianopia homonim kanan yang disebabkan oleh lesi korteks striat oksipital.

H. Hemianopia dengan makula hemat, biasanya dari infark arteri serebral posterior.

2
Gambar 1: Diagram yang menunjukkan efek pada bidang penglihatan yang dihasilkan
oleh lesi di berbagai titik di sepanjang jalur optik. 3

3
Gambar 2: Radiatio optika.3

3. ETIOLOGI

Penilaian pasien dengan keluhan homonymous hemianopia memerlukan


pemeriksaan yang tepat, teliti dan sistematik, untuk dapat menentukan etiologi dan
lokasi lesi. Homonymous hemianopia yang didapatkan secara akut merupakan tanda
adanya kelainan intracranial serius yang membutuhkan evaluasi segera. Hemianopsia
adalah kehilangan penglihatan setengah lapang pandang mata, sedangkan
hemianopsia homonym (homonymous hemianopia) didefinisikan sebagai kehilangan
penglihatan pada satu sisi lapang pandang yang sama di kedua mata.

Homonymous hemianopia dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi, yang


tersering (95% kasus) adalah trauma kepala, tumor otak, serta stroke (cerebrovascular
disease). Penyebab lainnya mencakup infeksi, malformasi arteriovena, demielinasi,
migraine, malformasi congenital, cedera hipoksik atau hemoragik perinatal,
leukoensefalopati, pasca bedah otak, eclampsia, epilepsy, toksisitas obat dan
hiperglikemik non-ketotik.3,4

Pada pasien yang datang dengan keluhan homonymous hemianopia, diperlukan


evaluasi mengenai karakter demografis dan faktor risiko. Kemungkinan etiologi
berbeda antara pasien usia anak-anak, dewasa muda, dan usia lanjut. Etiologi
terbanyak pada pasien dengan usia <18 tahun mencakup tumor otak, trauma otak,
infark serebri, serta perdarahan serebri. Sedangkan pada pasien usia dewasa dan usia
lanjut, penyebab tersering homonymous hemianopia adalah stroke, trauma otak, dan
tumor. Faktor risiko seperti riwayat hipertensi sistemik, riwayat trauma, diabetes
mellitus, penurunan berat badan, dapat membantu menegakkan diagnosis etiologis.3,4

Penyebab hilangnya visual secara episodik adalah sebagai berikut:

4
Remaja dan dewasa muda : Migraine, Optic neuritis, Papilledema, Antiphospholipid
antibody syndrome and systemic lupus erythematosus, Early tumor compression of
the optic nerve, Takayasu aortic arteritis, Viral neuroretinitis, Idiopathic.
Dewasa : Carotid stenosis or dissection, Embolism to the retina, Intrinsic central
retinal artery atherosclerotic disease, Temporal arteritis (generally over age 55),
Glaucoma, Papilledema.5

4. PATOFISIOLOGI

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (CN II) hingga korteks
sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang
atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan menyebabkan hilangnya
penglihatan monocular atau disebut anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa
kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika
yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan
disebut amaneurosis fugax.3
Lesi pada bagian lateral kiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia
abinasal sedangkan lesi pada bagian medial kiasma optikum akan menghilangkan
medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal. Kelainan seperti
ini banyak disebabkan oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista intrasellar, erosi dari
rocessus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor atau aneurisma dorsal dari sella
tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika seperti yang terjadi dengan kista
dan aneurisma craniopharyngioma, dan juga pada meningioma suprasellar. Juga dapat
disebabkan oleh trauma dan tumor pada region kiasma.3
Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista suprasellar. Bisa juga
ditemukan pada pasien dengan tumor pituitary tapi bersifat predominan parasentral.
Pada adenoma pituitary juga bisa terjadi kebutaan atau anopsia pada salah satu mata
dan hemianopsia temporal pada mata yang lainnya. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Serabut-serabut dari retina pada
bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut saraf dari bagian nasal retina

5
mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan kuadroanopsia inferior homonym kontralateral sedangkan lesi pada
serabut lateralnya akan menyebabkan quadrananopsia superior homonym
kontralateral.3
Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat pada
bagian temporo parietal. Lesi pada bagian posterior radiasi optika akan
mengakibatkan hemianopsia homonym yang sama dan sebangun dengan
mengecualikan penglihatan makular. Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia,
gangguan lapang pandang lain dan fenomena terkait yang dapat terdeteksi pada
pemeriksaan lapangan pandang adalah skotoma sentral merupakan hilangnya
penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit
macula retina. Perluasan bintik buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan
diskus optikus (edema papil) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial,
dan umumnya terjadi dengan ketajaman penglihatan yang masih baik. Penglihatan
seperti terowongan (tunnel vision) merupakan hilangnya lapang pandang perifer
dengan dipertahankannya daerah sentral yang disebabkan oleh beberapa penyebab,
antara lain penyakit oftalmologi, yaitu glaucoma kronik sederhana, retinitis
pigmentosa, dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim bilateral dengan
macula yang masih baik (macular sparing).3
Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan end arteri,
yaitu arteri yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada retina akibat
penyumbatan arteri retina sentralis tidak akan diperbaiki lagi oleh perdarahan
kolateral. Arteri retina sentralis adalah cabang dari arteri oftalmika. Pada thrombosis
arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut tersumbat juga. Gambaran klinik
thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis kontralateral dan buta ipsilateral.3
Lesi pada nervus optikus sering disebabkan oleh infeksi dan intoksikasi.
Disamping itu, sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau penyempitan
foramen optikum (osteitis jenis Paget) atau penekanan karena tumor hipofisis,
kraniofaringioma, meningioma, aneurisme arteri oftalmika dapat mengakibatkan

6
kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun bilateral. Gangguan pada nervus
optikus, baik yang bersifat radang, maupun demielinisasi atau degenerasi atau
semuanya dinamakan neuritis optika.3
Saraf Optikus (N.II) merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma
optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital. Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui
lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum
serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital
kanan dan sebaliknya.

7
5. KLASIFIKASI

Untuk memasukkan jenis-jenis defek lapang pandang yang terkait dengan miopia

tinggi, kriteria penilaian lapang pandang dirancang, terdiri dari empat jenis utama:

normal, blindspot yang membesar (setidaknya dua titik tepi abnormal di sekitar titik

buta), suspek untuk kelainan (minimum kriteria cacat tetapi tidak ada pola) dan

sangat abnormal (Figure 2). Kriteria penilaian untuk defek glaukoma diadaptasi dari

kriteria lapang pandang studi pengobatan Hipertensi Okuler: nasal step, arkuata

awal, arkuata lanjut dengan tambahan defek terkait miopik termasuk kehilangan

sensitivitas umum (meluas), defek paracentral, defek sentral, artefak rim, tilted discs

(melintasi setidaknya dua pelek luar yang melintasi garis tengah vertikal dan

horizontal) dan defek cecocentral.

8
Gambar 4: Klasifikasi defek lapang pandang. MD, mean deviation; PSD,
pattern SD. GHT, glaucoma hemifield test6.

6. MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala Penurunan Tajam penglihatan

Kehilangan penglihatan pada pasien neuritis optik merupakan gejala utam, terutama
kehilangan penglihatan sentral, dimana lebih 90% pasien, dan yang lain nya dapat

9
berupa kehilangan penglihatan perifer daerah superior atau inferior. Penuruna tajam
penglihatan biasanya memburuk setelah beberapa jam, hari, bahkan menit dari 20/20
hingga persepsi cahaya. Derajat penurunan visus tidak berhubungan dengan hasil
akhir. Puncak penurunan visus biasanya beberapa hari hingga minggu. Perbaikan
maksimal dalam 2-3 minggu dan membutuhkan waktu sampai 6 bulan.

2. Pasien juga mengeluhkan nyeri ringan di sekitar bola mata atau di belakang mata.

Nyeri biasanya semakin berat dengan gerakan mata ke atas dan bisa terjadi sampai
berminggu-minggu. Inflamasi nerve optikus menstimulasi nervus trigeminal pada
selubung nervus optik sehingga menyebabkan nyeri orbital ini. Gangguan pada
penglihatan warna dan fotofobia juga terjadi pada pasien dengan neuritis optik.
Persepsi phosphenes (cahaya berkilat dengan suara bising atau gerakan mata) serta
penurunan depth perception dapat juga terjadi

3. Gangguan Lapangan pandang

Pasien dengan neuritis optik memiliki defek lapangan pandang yang bervariasi
biasanya skotoma sentral. Defek yang lebih jarang seperti skotoma arkuata, skotoma
altitudinal superior atau inferior, quadranopia, konstriksi perifer, skotoma
cecocentral, hemianopia bitemporal atau kiri atau kanan. Selama fase penyembuhan
skotoma sentral berkurang menjadi defek sentral atau para sentral yang kecil dan
redup. Neuritis optik yang lebih ringan bisa hanya menyebabkan mata kabur dan
skotoma biasanya sembuh sendiri. Fenomena Uhthoff pasien bisa memiliki variasi
lapang pandang yang besar pada hari yang berbeda dan pada waktu yang berbeda di
hari yang sama.

4. Penurunan Sensitivitas kontras dan gangguan penglihatan warna

Keduanya mengalami penurunan dan gangguan pada neuritis optik akut. Sensitivitas
kontras menurun bahkan lebih buruk dari penurunan visus. Pemeriksaan Farnsworth
menunjukkan sensitivitas yang spesifik. Diskromatopsia sering terjadi setelah neuritis
optik dan berhubungan dengan lama perjalanan penyait. Defek biru kuning terjadi di

10
fase akut, sedangkan merah hijau terjadi setelah enam bulan. Berdasarkan ONTT,
tidak ada tipe khusus defek penglihatan warna yang berhubungan dengan neuritis
optik.

5. Abnormalitas pupil

RAPD selalu terjadi pada neuritis retrobulbar atau anterior (edem diskus). Jika tidak
ada, pertimbangkan masalah seperti neuropati optik yang sudah lama pada mata
sebelah atau penyebab penurunan visus lain yang tidak berhubungan dengan
neuropati optik.

6. Temuan fundus

Temuan fundus berupa lesi di dekat papil nervus optik menyebabkan papilitis dengan
pelebaran pembuluh darah minimal dan perdarahan peripapil. Vitritis dapat terjadi di
neuritis optik anterior karena infeksi atau inflamasi dan dikaitkan dengan multipel
sklerosis sebagai bagian dari uveitis intermediate. Lesi posterior (neuritis optik
retrobulbar) tidak menyebabkan papilitis. Pada neuritis optik retrobulbar, diskus optik
normal. Pada pasien M, 75% pasien menujukkan optik disc yang pucat di temporal
atau difus dan atrofi nerve fiber layer.7

11
7. DIAGNOSIS

Nervus optikus (N. II) merupakan saraf sensorik khusus untuk fungsi penglihatan.
Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus optikus adalah ketajaman
penglihatan berkurang dan lapangan pandang berkurang. Jalur penglihatan
merupakan saraf dari retina ke pusat penglihatan pada daerah oksipital otak.
Gangguan pada jalur penglihatan akan mengakibatkan gangguan fungsinya.
Tujuan pemeriksaan lapang pandang adalah untuk menentukan lokasi lesi dari
jaras penglihatan. Lapang pandang manusia dibagi menjadi 2 yaitu, lapang pandang
sentral dan lapang pandang perifer. Ukuran luas pandang manusia normal adalah:

Nasal : 60 0 Inferior : 70-750

Superior: 60 0 Temporal: 100-1100

Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara bedside atau menggunakan


perangkat khusus. Pada pemeriksaan lapang pandang yang digunakan adalah penutup
mata, Amsler grid, tangent screen, dan perimetri Goldman8.

A. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Konfrontasi

7.1 Pemeriksaan Lapang pandang dengan gerakan jari pemeriksa

Pemeriksaan lapangan pandang (“visual field”) yang sederhana dapat dilakukan


dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang
dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi. Teknik pemeriksaan tes
konfrontasi adalah dengan cara pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan
pemeriksa dengan jarak kira-kira 50 cm. Bila mata kanan yang hendak diperiksa lebih
dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas,
sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk
memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa8.

12
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar
pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.Jika pasien sudah
melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan
lapang pandang pemeriksa. Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa
akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari
semua arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-
masing mata (Gambar 5)9.

Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat
melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua
mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan
bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus.

Gambar 5: Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Gerakan Jari Pemeriksa9

7.2. Pemeriksaan Lapang pandang dengan menghitung jari pemeriksa

Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan jarak 60-90 cm. Pasien diminta
salah satu mata dengan tangannya sendiri atau menggunakan penutup mata. Pasien

13
diminta memfokuskan penglihatannya ke hidung pemeriksa. Pemeriksa meletakkan
jari-jari kedua tangannya di depan pasien sambil menanyakan jumlah jari yang
terlihat oleh pasien pada masing-masing lapang pandang. Pemeriksaan ini dilakukan
berulang kali pada seluruh lapang pandang pasien (kuadran nasal atas, bawah,
temporal atas dan temporal bawah). Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata secra
bergantian (Gambar 6)9.

Gambar 6: Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Menghitung Jari Pemeriksa9

7.3. Pemeriksaan Lapang pandang dengan membandingkan kondisi kedua


tangan pemeriksa

Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan jarak 60-90 cm. Pasien diminta
menutup salah satu muka dengan tangannya sendiri atau menggunakan penutup mata.
Pasien diminta memfokuskan pandangannya ke hidung pemeriksa. Kemudian
pemeriksa meletakkan kedua tangannya di depan wajah pasien dan menanyakan
pakah ada bagian gelap atau kurang jelas dari kedua tangan tersebut. Pemeriksaan ini

14
dilakukan berulang kali sesuai dengan keempat kuadran lapang pandang.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata secara bergantian (Gambar 7)9.

Gambar 7: Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Membandingkan Kondisi Tangan


Pemeriksa9

Lapang pandang dapat dinyatakan normal apabila pasien dapat melihat jari
pemeriksa ada keempat kuadran, dari perifer ke sentral. Sedangkan lapang pandang
abnormal dapat berupa anopia, hemianopia nasal/temporal, hemianopia homonim
kanan/kiri, kuadranopia homonym superior/inferior kanan/kiri, atau defek lapangan
pandang lainnya.

B. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Amsler grid

Tujuan pemeriksaan dengan Amsler grid adalah untuk melihat skotoma pada
lapang pandang sejauh 100.

Lembaran Amsler grid diletakkan pada jarak 14 inci (35 cm) di depan pasien.
Pasien diminta menutup salah satu mata dengan tangannya sendiri atau menggunakan
penutup mata. Mintalah pasien untuk memfokuskan pandangan ke arah titik tengah

15
yang berwarna hitam pada Amsler grid. Pasien diminta menggambar area di
sekitarnya yang tidak terlihat atau terlihat kabur. Pemeriksaan dilakukan pada kedua
mata secara bergantian (dapat dimulai dari kanan atau kiri).

Apabila ada bagian yang tidak terlihat atau kabur pada pemeriksaan Amsler grid
maka hal ini menunjukkan adanya skotoma central. Jika terdapat skotoma, maka
kemungkinan tropis lesi adalah macula, maculo-papulo bundle atau nervus optikus9.

Gambar 8: Lembar Amsler Grid9

16
C. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Tangent Bjerrum

Pasien diminta menutup salah satu mata dengan tangannya sendiri atau
menggunakan penutup mata. Pasien duduk 1m dari layar hitan yang digantungkan di
dinding. Pasiend diminta memfiksasikan pandangan ke titik putih yang terletak di
tengah layar. Pemeriksa menggerakkan stimulus dari perifer kea rah sentral dari
seluluruh lapang pandang yang tergambar pada layar sambil menanyakan apakah
stimulus terlihat atau tidak oleh pasien. Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata
secara bergantian (dapat dimulai dari kanan atau kiri).

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai skotoma sejauh 20-30 0. Akan tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biasanya skotoma yang timbul pada lapang
pandang 20-300 sudah dapat dideteksi dengan pemeriksaan perimetri9.

D. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Perimetri Goldman

Pasien diminta meletakkan dagu pada perangkat yang telah tersedia. Salah satu
mata pasien ditutup dengan penutup mata. Pasien diminta memfiksasikan padangan
mata yang tidak ditutup pada bagian tengah dari perimetri Goldmann. Selanjutnya
pemeriksa menggerakkan stimulus dari perifer ke arah sentral pada seluruh lapangan
pandang. Mintalah pasien untuk mendeteksi stimulus yang muncul jika terlihat atau
menghilang. Pemeriksa memberikan tanda pada kertas pemeriksaan kampimetri
setiap jawaban pasien sesuai dengan lapangan pandang yang diperiksa. Hasil akhir
pemeriksaan dibuat berupa gambar pada kertas pemeriksaan kampimetri.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata secara bergantian (Gambar 9).

Pada lapang pandang yang normal tidak ada bagian lapang pandang yang
buram/tidak terlihat. Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan gangguan lapang
pandang berupa skotoma atau anopia kiri/kanan, hemianopia nasal/temporal,
hemianopia homonim kongruen/inkongruen kanan/kiri dengan atau tanpa macular

17
sparing, kuadranopia homonim superior/inferior kanan/kiri atau defek lapang
pandang lainnya9.

Gambar 9: Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Perimetri Goldman9

8. DIAGNOSIS BANDING

Gangguan pada saraf optik di bagi atas tiga topik:


1. Gangguan pre-kiasma antara lain:
A. AAION {Acute Anterior Ischemic Optic Neuropathy).
B. Neuritis optik, Neuritis retrobulbar, Edema papil, Atrofi saraf optik.
2. Gangguan kiasma - Persilangan kedua saraf optik di daerah Sela tursika ini di
kelilingi oleh ujung depan dari ventrikel III di bagian atas, arteri karotis interna di

18
bagian lateral, sedang di bagian dasar-nya dialasi oleh rongga sub araknoid,
diafragma selia, dan sella tursika. Lesi kiasma dapat disebabkan oleh:
A. Tumor Pituitari
B. Kraniofaringioma
C. Meningioma Supraselar
3. Gangguan post-kiasma terdiri atas: lesi mulai dari traktus optik hingga korteks
kalkarina serta gangguan fungsi dari korteks otak yang terlibat dalam sistem
sensorik visual.
9. TERAPI

Obati penyakit yang mendasari agar lapang pandang tidak menurun lebih jauh

Pendekatan rehabilitasi untuk pasien dengan cacat lapang pandang10

Terapi optic Terapi restoratif Terapi kompensasi

Prisma Pelatihan pencarian visual Pelatihan gerakan mata


saccadic
Perangkat custom Restitusi bidang visual Pelatihan gerakan mata
Kacamata custom Terapi optokinetik Penggunaan isyarat visual
Penutup mata Pelatihan sensitivitas
kontras
Modifikasi lingkungan Pelatihan fusi

Rehabilitasi cacat lapang pandang berdasarkan pola kehilangan penglihatan11

Pola strategi pengobatan

Pembesaran  Papilledema
Blindspot  Pengobatan tidak diperlukan kecuali melanggar batas fiksasi
Central / ring  Bantuan optik dengan pembesaran atau penskalaan ukuran
scotoma  Identifikasi bantuan mikroperimetri dari lokus retinal
preferensial
 Biofeedback dan pelatihan

19
Scotoma Cecocentral  Pelatihan melihat eksentrik
 Terapi restitusi visual
 Pelatihan fungsional
Hemianopia  Modalitas optik seperti prisma monokuler atau binokuler
 Pelatihan kompensasi sakadik
 Pelatihan restorative

20
KESIMPULAN

Defek lapang pandangan adalah hilangnya sebagian lapang pandangan

yang normal dan berbeda dari buta pada satu mata atau buta pada dua mata. Defek

lapangan pandang biasanya disebabkan oleh lesi di berbagai lokasi dalam jaras

penglihatan, yaitu dari retina sampai daerah oksipital otak . Gejala dari defek lapang

pandang bervariasi dari masing-masing individu, tetapi dari klinis umumnya:

penurunan tajam penglihatan, nyeri di sekitar bola mata, penurunan sensitivitas

kontras , gangguan penglihatan warna, abnormalitas pupil dan temuan fundus . Dalam

mendiagnosis defek lapang pandang terdapat berbagai macam metode pemeriksaan

lapangan pandang, dari yang sederhana hingga kompleks dan membutuhkan alat

khusus. Antara lain pemeriksaan lapangan pandang yang sering digunakan adalah :

tes konfrontasi, perimetri, dan Amsler grid. Pemilihan metode pemeriksaan lapangan

pandang dapat disesuaikan kebutuhan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Carroll JN, Johnson CA. Visual Field Testing:  From One Medical Student to

Another. EyeRounds.org. August 21, 2013; available from

http://EyeRounds.org/tutorials/VF-testing/.

2. Kedar S, Ghate D, Corbett JJ. Visual fields in neuro-ophthalmology. Indian J

Ophthalmol. 2011 Mar-Apr;59(2):103-9. doi: 10.4103/0301-4738.77013. PMID:

21350279; PMCID: PMC3116538..

3. Allen H, Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eleventh Edition,

McGraw Hill (2019).

4. Goodwin D. Homonymous hemianopsia: challenges and solutions. Clin

Ophthalmol 2014;8:1919-1927

5. Perez C, Chokron S. Rehabilitation of Homonymous Hemianopsia: insight to

blindsight. Front. Integr. Neurosci 2014;8:1-12

6. Ding X, Chang RT, Guo X, et alVisual field defect classification in the

Zhongshan Ophthalmic Center–Brien Holden Vision Institute High Myopia

Registry StudyBritish Journal of Ophthalmology 2016;100:1697-1702.

7. Hidayat, M. Clinical Profile of Bilateral Optic Neuritis. Jurnal Kesehatan

Andalas.2018;7(Supplement 1).

8. Lowth, Marry 2016, Visual Field Defects, accessed 1 October 2020,

<http://www.patient.info/doctor/visual-field-defects>.

22
9. Estiasari R, Dyah T, Samatra D. Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis.

Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

2018.

10. Agarwal, A., & Kedar, S. (2015). Prognosis and Treatment of Visual Field Defects.

Seminars in Neurology, 35(05), 549–556. doi:10.1055/s-0035-1563573 .

23

Anda mungkin juga menyukai