Anda di halaman 1dari 9

HERPANGINA

SASTYA FITRI KHAIRUNNISA


J530195053

KEPANITRAAN KLINIK PERIODE 10


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Herpangina merupakan keadaan sakit yang akut disertai demam yang dihubungkan
dengan vesikel dan ulser pada orofaring. Herpangina terajadi karena infeksi virus yang
bersifat akut dan self limiting, biasanya disebabkan oleh virus coxsakie virus grup A, tipe 1-
6, 8, 10, 22 dan kadang kadang disebabkan oleh tipe lain. Kata herpangina berasal dari
herpes, yang berarti erupsi vesikel dan angina yang berarti inflamasi pada tenggorokan.
Sindrom ini sangat menular. Walaupun sindrom ini biasanya jinak, gejalanya dapat
menyebabkan ketidaknyamanan sementara yang signifikan bagi pasien.

Prevalensi herpangina jarang dilaporkan, epidemic di dunia dilaporkan di Jepang, dengan


beberapa kasus mengalami fatal. Sering terjadi pada anak-anak dengan prevalensi yang sama
pada laki-laki dan perempuan. Herpangina sering ditemukan pada sekolah-sekolah dan pusat
perawatan anak, serta mudah menular .Kebanyakan terjadi pada anak-anak usia muda yaitu 3-
10 tahun. Herpangina muncul pada faring posterior, tonsil, faucial pillars dan palatum lunak.
Herpangina sering muncul pada musim panas atau awal musim gugur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Herpangina adalaha infeksi virus pada organ orofaring ditandai dengan demam akut dan
gambaran lesi papul, vesikel, ulseratif pada tonsil anterior, palatum mole, tonsilo-
faringeal dan mukosa bukal posterior.

2. Etiologi
Herpangina biasanya disebabkan oleh virus coxsackie kelompok A (strain 1-6, 8, 10 dan
22) yang disusun oleh genome RNA untaian-tunggal. Dapat juga disebabkan oleh virus
coxsackie kelompok B (strain 1-4), enterovirus, echovirus, adenovirus dan genus dari
picornaviridae. Infeksinya dapat menimbulkan imunitas spesifik yang permanen.
Herpangina Zahorsky disebabkan oleh virus coxsackie A4, terutama terjadi pada bayi
dan anak kecil. Transmisi herpangina melalui kontak langsung saliva, droplet udara dan
tentunya kontaminasi oral-fecal

3. Patofisiologi
Transmisi virus penyebab herpangina melalui kontak saliva langsung, droplet udara
dan kontaminasi oral-fecal. Masa inkubasi selama 4-7 hari. Onset gejalanya tiba-tiba,
dengan sakit pada tenggorokan, disfagia, demam, sakit kepala dan kadang-kadang
muntah. Gejala sistemik biasanya menghilang dalam 2-3 hari .Virus menyebabkan
infeksi melalui viremia sistemik dan virus menetap di orofaring karena temperaturnya
optimal. Terjadi lesi pada faring posterior, tonsil, faucial pillar dan palatum lunak. Lesi
berawal dari titik-titik makula yang berkembang menjadi papula dan vesikel. Kurang dari
24-48 jam vesikel pecah menjadi ulser kecil 1-2 mm. Penyembuhan lesi terjadi dalam 1-
2 minggu.
4. Gambaran klinis
 Gambaran klinis mirip dengan semua infeksi yang disebabkan oleh virus coxsackie,
anak usia kurang dari 10 tahun biasanya terkena dan epidemik terjadi pada musim
panas. Pasien mengalami demam, sakit kepala, myalgia, yang biasanya hanya 1-3
hari.
 Gambaran klinis dan gejalanya biasanya ringan hingga berat dan umumnya kurang
dari satu minggu.
 Periode inkubasi 2-10 hari.

Ekstra Oral
 Mengalami gejala prodromal antara lain gejala yang umum terjadi pada demam,
menggigil, pusing, anorexia, lemah, nyeri abdomen dan kadang-kadang muntah.
Dapat timbul sakit tenggorokan, disfagia dan sakit pada rongga mulut.
 Banyak anak-anak yang mengalami demam hingga 38,3C – 40,5C selama 1-4 hari.
 Pada beberapa anak berkembang menjadi konjungtivitis non-purulen, ruam dan lesi
yang mirip dengan lesi herpangina terjadi di vagina.
 Faringitis limfonodular tergantung jenis herpangina dan dihubungkan dengan virus
coxsackie A10. Pasien mengeluh sakit tenggorokan, tetapi lebih mengeluhkan adanya
nodul kecil diffuse pada orofaring daripada vesikel yang pecah menjadi ulser.

Intra Oral
 Gejala herpangina pada rongga mulut pertama kali adalah sakit tenggorokan dan nyeri
pada saat menelan. Dapat terjadi eritema pada orofaring, paatum lunak dan tonsil.
Terdapat vesikel kecil, tetapi segera pecah menjadi ulser 2-4 mm dan menetap hingga
5-10 hari.
 Herpangina tampak sebagai area kemerahan diffuse pada jaringan dan tampak vesikel
yang ruptur dan mengalami ulserasi.
 Lesi berawal dari titik-titik macula yang berkembang menjadi papula dan vesikel.
Kurang dari 24-48 jam, vesikel pecah menjadi ulser kecil 1-2 mm. dasar lesi abu-abu,
dikelilingi inflamasi
Gambar 1. Herpangina .

5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis. Kultur dan biopsi jarang diperlukan
untuk diagnosis. Virus coxsackie B dapat didiagnosis dengan kultur (biasanya dari
tenggorokan atau feces), tetapi hanya virus coxsackie A9 dan A16 yang tumbuh. Virus
coxsackie A dapat diidentifikasi dengan baik menggunakan inokulasi pada tikus baru
lahir. Serum IgM terhadap coxsackie dapat dideteksi dini tetapi tidak pada serotype-
spesifik. Identifikasi tipe virus terutama menggunakan teknik molekular atau antibodi
monoclonal. Skin biopsy pada herpangina tampak vesikel intraepidermal dengan infiltrat
limfosit dan neutrofil, degenerasi sel epitel dan edema dermal. Inklusi inti eosinofil dan
partikel picornavirus intra-sitoplasma tampak mengelilingi pembuluh darah dermal.
Biopsi pada faringitis limfonodular tampak hiperplasi nodul limfoid.

6. Defferential diagnosis
a. Hand-foot-mouth disease (HFMD) mengalami demam, limfadenopati (servikal),
diare serta lesi orofaring merupakan gejala yang sering terjadi pada infeksi virus
coxsackie. HFMD mengalami ulser pada telapak tangan dan kaki sedangkan
herpangina ulser pada posterior kavitas oral.
A B C
.

Gambar 2. Hand-foot-mouth disease A.Vesikel pada kaki orang dewasa muda. B.Vesikel pada lidah
anak-anak. C.Vesikel dengan ulserasi parah pada mukosa orang dewasa

b. Infeksi HSV primer. Demam, disfagia, mulut sakit dan bau mulut ketika bernafas
merupakan gejala infeksi HSV primer. Vesikel dan ulser terdapat di gingiva, lidah,
bibir, mukosa bukal dan kadang terlihat di regio orofaring, lesi menetap hingga 8-14
hari. Lesi tampak merah terang dan nyeri pada gingiva, hal ini tidak terjadi pada
infeksi virus coxsackie.
A B C

Gambar 3. A.Primary herpetic gingivostomatitis; lesi pada bibir dan lidah. B.C.Primary herpetic
lesions

c. Chicken pox. Lesi tampak pada seluruh kulit, tetapi ulser tidak mencolok pada
kavitas oral. Pasien juga tampak sangat sakit.

A. B.
Gambar 4. A.Ulserasi pada chickenpox. B.Ruam pada chickenpox.

d. Infeksi mononukleus (infeksi EBV primer). Dapat mengalami sakit tenggorokan dan
eksudat purulen, tetapi serologi berbeda dengan infeksi virus coxsackie .

Gambar 5. Multipel petechie tampak pada palaatum lunak pada passion infeksi mononukleus.

e. Infeksi streptokokus pada tenggorokan umumnya tidak memproduksi vesikel atau


ulser tetapi eksudat purulent. Keduanya tampak mirip, sehingga diperlukan kultur
untuk membedakannya .

7. Medikasi
Infeksi virus coxsackie merupakan self-limiting (sangat sedikit mengalami
komplikasi atau pasien immunocompromised), dan terapi segera untuk mengontrol
demam dan nyeri pada mulut, terapi suportif dan membatasi kontak dengan orang lain
untuk mencegah penyebaran infeksi. Agent antiviral yang efektif untuk virus coxsackie
tidak tersedia. Terapi suportif meliputi memelihara keseimbangan cairan (hidrasi),
kontrol demam menggunakan asetaminofen, obat kumur allopurinol dikatakan dapat
membantu penyembuhan.

8. Prognosis
Prognosis herpangina baik, jarang terjadi komplikasi
BAB III
KESIMPULAN

Herpangina terajadi karena infeksi virus yang bersifat akut dan self limiting.
Penyakit ini sangat mudah menular, terapi segera untuk mengontrol demam dan nyeri
pada mulut, terapi suportif dan membatasi kontak dengan orang lain untuk mencegah
penyebaran infeksi. Sangat penting bagi tim interprofesional perawat dan dokter untuk
mendidik anggota keluarga dan pasien tentang sering mencuci tangan, mendisinfeksi
permukaan keras, dan menghindari minuman dan makanan bersama. Ini akan membatasi
penyebaran infeksi dan memberikan hasil terbaik untuk pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Corsino CB, Linklater DR. Herpangina. [Updated 2019 Apr 2]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507792/

Ghom, AG, 2010, Textbook of oral medicine, 2nd ed, Jaypee Brothers Medical Publishers,
New Delhi.

Langlais, RP, 2009, Color atlas of common oral disease, 4th ed, Lippincott, Philadelphia

Regezi, JA, Sciubba, JJ, Jordan, RCK, 2012, Oral pathology : clinical pathologic
correlations, 6th ed, Elsevier Saunders, Missouri.

Anda mungkin juga menyukai