Anda di halaman 1dari 16

Kemasan adalah  wadah, tutup dan selubung sebelah luar.

Kemasan dapat mempengaruhi


stabilitas dan mutu produk akhir. Untuk menjamin stabilitas dari produk ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh bahan kemas primer karena kontak langsung dengan produk baik cair, padat,
semi padat. Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang
dikemas-produk antara lain: strip/ blister, botol, ampul, vial, plastik dan lain-lain. Bahan kemas
sekunder adalah pembungkus selanjutnya, biasanya dikenal dengan  inner box. Bahan kemasan
primer adalah pembungkus setelah sekunder biasanya berupa outer box. Untuk menjamin
stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang
seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan dan semi padatan.
Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas (Kurniawan, 2012).

Material yang digunakan memiliki sifat yang berbeda. Contohnya gelas, porselen, logam, produk
selulosa (kertas, lem, gelas sel). Jenis gom, gabus, bahan sintetis dan lain-lain. Sebagai jenis
pengemas khusus adalah kemasan pengaman bagi anak-anak. Jenis ini berfungsi untuk
menghalangi atau menyulitkan pengambilan obat oleh anak kecil, sehingga bahaya keracunan
obat dapat dihindari. Syarat ini direalisasikan misalnya pada larutan tetes melalui mekanisme
penutup ganda. Kemasan sekali pakai diistilahkan dengan kemasan satu dosis. Bahan pengemas
yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu Gelas, Plastik, Elastik / karet, dan metal/logam.

Kata kunci : Kemasan, Material, Gelas, Plastik, Karet, Metal

Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu

A. GELAS

Gelas merupakan salah satu bahan pengemas yang pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi,
tidak permeable, kuat, keras, dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya pada
penyimpanan dan dengan sistem penutupan yang sekucupnya dapat menjadi suatu penghalang
yang sangat baik terhadap hampir semua unsur kecuali cahaya.  Gelas diperoleh melalui leburan
bersama dari soda, batu kapur dan kuarsa, merupakan suatu leburan dingin serta terdiri dari kisi
SiO4- tetraeter, yang terdeposit didalam ruang-ruang antar ion Na+ dan Cl- . gelas kapur natrium
normal terdiri 75% SiO2. 15% Na2O dan 10% CaO. Kualitas gelas yang berbeda ditandai oleh
kelas hidrolitik atau kompleks resistensi. Melalui proses manipulasi permukaan, resistensi
hidrolitik gelas dapat sangat diperbaiki (dikompenansi). Pelepasan alkali sangat dikurangi air
(diuapi) pada suhu tinggi. Gelas berwarna yang digunakan untuk menyimpan bahan obat peka
cahaya, diperoleh melalui penambahan logam oksida. Kekurangan utama gelas sebagai bahan
pengemas adalah mudah pecah dan berat (Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012)
Gelas yang digunakan untuk mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi 4 katagori,
tergantung pada bahan kimia gelas tersebut dan kemampuan untuk mencegah penguraian, antara
lain :

Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi


Tipe 1 Borosilikat Resistensi terhadap hidrolisis Sediaan parenteral asidik dan
tinggi,eksporasi termal netral, bisa juga untuk sediaan
rendah alkali yang sama
Tipe II Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik  relatif Sediaan parenteral asidik dan
(diperlukan tinggi netral, bisa juga untuk sediaan
dealkalisasi) alkalin yang sesuai
Tipe III Kaca soda kapur Sama dengan tipe II, tapi Cairan anhidrat dan produk
(tidak dengan pelepasan oksida kurang, sediaan parenteral jika
mengalami sesuai
perlakuan
Tipe NP Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik sangat Hanya digunakan untuksediaaan
(penggunaan rendah non parenteral (oral, tipikal, dsb)
umum)

(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012)

Kemasan  gelas/kaca mempunyai sifat sebagai berikut : tembus pandang, kuat, mudah dibentuk,
lembam, tahan pemanasan, pelindung terbaik terhadap kontaminasi dan flavor, tidak tembus gas,
cairan dan padatan, dapat diberi warna, dapat dipakai kembali (returnable), relatif murah
(Stefanus, 2006).

Macam-macam bentuk kemasan gelas/ kaca yaitu :


 Botol (leher tinggi, mulut sempit)
 Jar (leher pendek, mulut lebar)
 Tumbler (tanpa leher dan finish)
 Jugs (leher pendek, ada pegangan)
 Vial dan ampul (ukuran kecil, untuk obat/bumbu/zat kimia, dll.)

(Goeswin, 2009).

Pelepasan alkali dari gelas dapat ditentukan melalui cara yang berlainan. Untuk maksud tersebut
dapat digunakan dua metode : metode serbuk gelas (metode lumatan) dan metode permukaan.
Pada metode serbuk gelas, gelas diserbukan, disuspensikan dalam aseton. Setelah ditambahkan
air harus dilakukan pemanasan dalam autoklaf dan ditetesi larutan indicator (merah metil)
kemudian dititrasi dengan asam hidroklorida. Pada metode permukaan, wadah gelas yang
diisikan dengan air bebas CO2 dan mengandung sejumlah asam hidroklorida atau asam sulfat
tertentu dan merah metal sebagai indicator. Setelah disterilkan wadah tertutup dalam autoklaf
tidak boleh menghasilkan perubahan warna (Voight, 1995).

B. PLASTIK

Plastik merupakan padatan, terdiri dari molekul tinggi yang dominan, zat organic, bahan yang
dapat berubah bentuk secara praktis pada kondisi tertentu atau juga barang yang dibuat dari
padanya. Plastik dapat dibedakan atas termoplastik (misalnya harsa, fenol, poliester) dan
duroplastik. Termoplastik menjadi plastis jika dipanaskan dan dalam keadaan seperti ini dapat
dibentuk menjadi kerangka dasar yang dikehendaki. Pada saat pendinginan, material membeku
dan bentuknya stabil. Duroplastik produk awal yang belum terajut, dikempa dalam cetakan yang
dipanaskan, dimana terjadi perajutan dan pengerasan akibat reaksi kimia kemudian memperoleh
bentuk akhirnya (Voight, 1995).
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan dan obat terutama karena keunggulannya dalam
hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot
ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat
dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relative murah dan terdapat berbagai
jenis pilihan bahan dasar plastik. Walaupun plastik memiliki banyak keunggulan, terdapat pula
kelemahan plastik bila digunakan sebagai kemasan pangan, yaitu jenis tertentu (misalnya PE, PP,
PVC) tidak tahan panas, berpotensi melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa
monomer dari polimer dan plastik merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi sehingga dapat
mencemari lingkungan (Anonim, 2010).

Menurut pembentukannya dapat dibedakan bahan pada sintesis produk polimerisasi, poliadisi
dan polikondensasi. Pada polimerisasi, monomer, senyawa asal tak jenuh. Produk polimerisasi
misalnya polietilen, polipropilen, polivinil klorida. Melalui poliadisi dapat terbentuk antara lain
poliuretan dan harsa epoksida. Pada proses polikondensasi perajutan dua molekul monomer
berlangsung secara kontinyu dengan diikuti pembentukan produk reaksi molecular rendah
(misalnya HCI, NaCI, NH3, H2O). Secara umum senyawa polikondensat dan poliadisi lebih
cocok digunakan untuk kepentingan medisin dan farmasetik daripada polimerisat, oleh karena itu
hanya sedikit atau bahkan tidak memerlukan bahan tambahan, sehingga toksisitas hanya
bersumber dari bahan asalnya (Anonim, 2006).

Plastik yang digunakan sebagai wadah produk sediaan farmasi umumnya terbuat dari, polimer-
polimer. Contohnya polietilen, polietilen tereftalat (PET) dan polietilen tereftalat, polipropilen
(PP), polivinil khlorida (PVC).

a. Polietilen

Digunakan untuk bentuk sediaan  oral kering yang tidak akan direkonstitusi menjadi bentuk
larutan.

b. Polietilen tereftalat (PET) dan polietilen tereftalat

PET adalah polimer kondensasi berbentuk kristalin yang  dibuat dari reaksi asam tereftalat
dengan etilenglikol, digunakan terutama sebagai kemasan minuman berkarbonatasi dan untuk
pengemasan sediaan oral.

c. Polipropilen (PP)

PP adalah polimer yang termasuk poliolefin, dibuat melalui cara polimerisasi propilen.
Digunakan untuk pengemasan padat kering atau sediaan cair oral.

d. Polivinil khlorida (PVC)

PVC adalah salah satu kemasan obat yang umum digunakan di Amerika Serikat  setelah HDPE.
Digunakan terutama untuk bentuk kemasan kaku dan produksi film (sebagian besar sebagai
kantong untuk cairan intravena).
(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012).

Pembuatan  polimer  tinggi sering membutuhkan katalisator dan pengendali polimerisasi. Oleh
karena itu secara umum diperlukan tambahan bahan pembantu untuk menghasilkan material
plastic yang sesuai dengan tujuan penggunaanya.  Pembuatan lunak bahan ini  digunakan untuk
menghasilkan plastisitas, elastisitas dan fleksibilitas yang diperlukan. Yang tergolong dalam
bahan ini antara lain gliserrol, glikol, alcohol tinggi, ester dari asam dikarboksilat (asam ftalat,
asam adipat, asam sebasinat) (Anonim, 2006).

Beberapa faktor yang menyebabkan industri farmasi semakin  banyak menggunakan wadah
plastic antara lain :

 Jika dibandingan dengan wadah gelas, wadah plastic beratnya lebih ringan dan lebih
tahan terhadap benturan sehingan biaya pengangkutan lebih murah dan resiko wadah
pecah lebih kecil.
 Desain wadahnya beragam dan penerimaan pasien terhadap wadah plastic cukup baik.
 Penggunaan wadah plastic relative efektif. Dalam bentuk botol plastic yang dapat
dipencet dapat menyebabkan wadah berfungsi ganda baik sebagai pengemas maupun
sebagai aplikator sediaan-sediaan seperti obat mata, obat hidung, dan lotio (Dhadhang,
WK., Teuku, NSS. 2012).

Penggunaan plastik pada bidang farmasetik dan medisin mensyaratkan pemahaman akan sifat
material serta juga pengamatan kemungkinan terjadinya antaraksi dengan bahan yang diisikan,
oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sifat mekanik (misalnya pada
wadah yang kaku atau fleksibel), sifat optik (pada zat pekat cahaya), kemantapan terhadap suhu
dan tekanan, yang berkaitan dengan permeabilitas  gas uap air dan bahan penguap. Disamping
itu, banyaknya kemugkinan antraksi antara meterial pengemas dan bahan yang diisikan
tergantung dari sifat fisika dan bahan kimia yang diisikan, sifat kimia dan fisika materi
pengemas, ukuran dan luas permukaan yang kontak dari bahan yang diisikan dan bahan
pengemas, lama kontak dan suhu (Goeswin, 2009).

Syarat bahan sintetis yang digunakan secara farmasetik,yaitu :

 Material plastik harus sedemikian tebal, sehingga lintasan untuk mikroorganisme tidak
dimungkinkan, dan sebaiknya tidak permeabel untuk uap dan gas.
 Harus dapat disterilkan; jika mungkin dalam keadaan kosong maupun terisi.
 Tidak boleh membebaskan bahan asing kedalam kandungannya (absorbsi, absorbsi).
Komponen toksis atau komponen lain dari bahan sintetis yang dapat bermigrasi kedalam
kandungan harus serendah mungkin, sehingga tidak bersifat merusak.
 Sebaiknya menunjukan kemantapan absolut terhadap bahan obat,bahan pembantu galenik
dan bahan pelarut semua jenis.
 Tidak boleh menimbulkan perubahan konsentrasi. Yang mempengaruhi efek terapetik
dari preparat.
 Bahan sintetis untuk wadah larutan injeksi, mengingat kontrol pengamatan yang
dilakukan.harus memiliki transparansi yang baik.
 Bahan sintetis, tergantung tujuan penggunaannya harus mempunyai elastisitas yang
memuaskan. Kekompakan tekan atau mantap terhadap koyakan dan penuaan.
 Bahan sintetis harus dapat dilas dengan baik, dan dapat dibuat dengan murah (Anonim,
1995)

C.    ELASTIK

Elastik adalah bahan yang berbentuk dari zat-zat organik, padat, didominasi oleh polimer tinggi,
yang menunjukan sifat seperti karet elastis contohnya tutup botol infus (Goeswin,2009). Elastik
ini terbuat dari produk karet alam, karet sintesis dan bahan sejenis karet. Elastisitas karet
memiliki gaya tarik yang relatif rendah sehingga akan terjadi peregangan yang kuat. Elastik
dalam keadaan tidak meregang adalah amorf, pada saat meregang muncul sifat kristalinitasnya
(Lukas,2006).

Bahan karet seperti produk karet sintesis dapat divulkanisasi hal ini untuk memperoleh
elastisitasnya, contohnya vulkanisasi karet mentah dengan penambahan belerang dan pemanasan.
Pada proses pembuatan terdapat bahan-bahan pembantu diantaranya :

1. Katalisator : Senyawa ini mempercepat proses polimerisasi ( misalnya peroksida sebagai


suplier oksigen).
2. Pempercepat vulkanisasi : senyawa yang digunakan yaitu senyawa nitrogen organik atau
belerang seperti amin sekunder, santogenat, ditiokarbamat, tiazol atau bahan anorganik,
seperti magnesium oksida, kalsium hidroksida, antimon trisulfida, atau antimon
pentasulfida.
3. Inhibitor : senyawa yang berfungsi sebagai penghambat proses vulkanisasi yang dapat
dikendalikan setelah mencapai kekerasan karet yang dikehendaki (misalnya garam
timbal,nikel dan besi).
4. Stabilisator atau bahan pelindung proses penuaan contoh senyawa fenol.
5. Modifikator : senyawa yang berfungsi untuk memperbaik  bentuk dan kualitas dari
produk, contohnya bahan pengeras, parafin cair, pengedap pori dsb.
6. Bahan pengisi : senyawa ini digunakan untuk memperbaiki sifat mekanis contoh pasir,
asbes dsb.
7. Bahan pewarna, bahan pelindung cahaya, bahan penutup bau dan bahan anti terbakar

Jenis-jenis elastik antara lain :

a.  Karet alam

Karet mentah terdiri dari hidrokarbon 93,3-93,6 %. Seluruh jenis karet alam merupakan
polisopren dengan rumus kimia(C5H8)n dengan konfigurasi cis- 1,4 yang jumlahnya nyaris 100%
dan memiliki berat molekul antara 300.000 dan 700.000 Karet mentah diperoleh dari lateks
( getah) Hevea brasiliensis dan Euphorbiaceae lainnya. Tumbuhan penghasil penghasil karet juga
termasuk famili Apocyaceae, Moraceae dan Compositae.

b. Produk perubahan dari karet alam


 Karet klor diperoleh melalui pengklorinasian karet mentah dalam karbon tetraklorida
pasa suhu 80-110 oC. Kandungan klor berjumlah sampai 65 % pada suhu di atas 80 oC
terjadi penguraian( pemisahan HCl). Keuntungannya terletak pada kekerasannya, tidak
mudah terbakar dan memiliki kualitas yang lebih baik dalam alkali dan asam.
 Karet siklo merupakan produk siklinisasi yang terbentuk melalui pemanasan karet
mentah dengan asam sulfonilat atau sulfoklorida. Karet siklo stabil terhadap lemak, asam
encer, dan alkali, akan tetapi rusak oleh hodrokarbon alifatik dan aromatik. Digunakan
untuk membuat salutan pada material wadah.
 Karet sintetis memiliki kemiripan dengan karet alam dalam bangun kimianya atau sifat
fisika kimianya. Karet jenis ini juga digunakan dalam campuran dengan karet alam.

Produk ini mempunyai daya tahan mekanis yang baik, permeabilitas uap air dan gas yang cukup,
serta stabilitas yang baik terhadap minyak lemak dan parafin.

a. Poliklorbutadiena ( karet kloropren)

Pembuatannya berlangsung melelui polimerisasi dari kloropren (2-klor-1,3-butadiena). Produk


ini memiliki kekerasan yang  besar, stabil terhadap pengaruh oksidatif, minyak mineral, minyak
lemak, asam dan basa encer. Permeabilitas air dan gasnya, rendah. Mereka melunak sejak suhu
kira-kira 600C (Anonim,1995).

b. Polisopren(karet isopren, karet metil)

Sifat dan penggunaannya identik dengan karet alam. Polisorpen terbentuk melalui polimerisasi
dari isopren (Anonim,1995)..

c. Polisobutilen (karet butil)

Karet butil diperoleh melalui polimerisasi campuran dari isobutan (97 %) dengan sedikit isopren
atau butadiena dalam metilen klorida pada suhu sekitar -100°C (Anonim,1995).

d. Karet polisulfida

Tieolastik merupakan polikondensat dari alkalipolisulfpida dan dihalogenida alifatik. Mereka


memiliki stabilitas pembengkakan terhadap bahan pelarut, stabil terhadap penuaan dan oksidasi,
dan kekompakan mekanisnya relatif rendah.

e. Karet silicon

Karet silikon stabil terhadap minyak dan lemak serta tidak peka suhu. Permeabilitas gasnya,
sangat tinggi. Digunakan antara lain untuk material selang medicine, farmasi dan material tutup
serta bagian sintetis untuk implantasi.

f. Poliuretan
Poliuretan ini mirip karet diperoleh melalui penggantian diisosianat dengan poliester rantai
panjang, mengandung gugus hidroksil dan diakhiri dengan perajutan. Sifatnya tidak stabil
terhadap asam, basa dan air mendidih, tetapi kompak terhadap minyak dan gesekan yang tinggi
(Anonim,1995).

D. METAL

Penggunaan metal pada produk sediaan farmasi ini relatif terbatas. Metal ini digunakan sebagai
material kemasan yang memiliki bentuk dan sifat yang sukar diganti dengan kemasan lain
walupun metal ini mudah teroksidasi dan membentuk koosi . Metal yang biasa digunakan yaitu
timah, aluminium dan baja. Kegunaan dari masing-masing metal :

1. Timah sering digunakan untuk produksi kaleng erosol dengan cara electroplating menjadi
bentuk lembaran baja untuk meningkatkan resistensi terhadap korosi dan untuk
memfasilitasi penyolderan.
2.  Aluminium digunakan dalam bentuk murni sebagai foil. Sering aluminium foil
digunakan sebagai lapisan impermeable dalam laminat multilapis yang dapat menyertakn
pula kertas dan plastic. Foil aluminium dapat dibentuk menjadi kontener kaku, kontener
semi kaku, konstruksi olister atau laminat.
3. Baja  ini sering digunakan untuk kemasaan atau wadah penampung yang besar.

Metal dibentuk menjadi sistem penghantaran obat yang lebih kompleks,seperti inhaler sustained
release, inhaler serbuk kering, alat untuk pemberian aerosol, bahkan jarum yang siap untuk
digunakan (Goeswin,2009).

Kelebihan dan kekurangan metal :

1. Kelebihannya  dapat digunakan untuk membuat tromol atau drum, ruahan material
dimana diperlukan kekuatan yang besar. Metal dapat pula dibentuk menjadi silinder
bertekanan tinggi untuk menyimpan produk gas.
2. Kekurangan utama dari metal terikat dengan biaya dan control kualitas. Metal lebih
mahal harganya, dan lebih sulit untuk dibentuk menjadi kemasan yang dapat
dimanfaatkan. Untuk bentuk foil (lembaran tipis), banyak dihasilkan kemasan cacat
dikarenakan adanya lubang halus yang terbentuk selama proses manufacturing sehingga
sifatnya sangat tidak menguntungkan sebagai penghalang (terutama pada foil yang sangat
tipis) (Goeswin, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Departemen Kesehatan RI.Jakarta.

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan

Makanan RI. Materi Talkshow di RRI tentang Kemasan Pangan. 2008.

Goeswin,Agoes.2009.Sediaan farmasi Steril. ITB Press.Bandung.


Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S.S . (2012) Teknologi Sediaan Farmasi.
Purwokerto : Laboratorium Farmasetika Unsoed.

Stefanus,Lukas.2006.Formulasi Sediaan Steril. C.V Andi Offset.Yogyakarta.

Tim Publikasi Bersama: Himpunan Polimer Indonesia, Inaplas, Federasi Pengemas

Indonesia. Produk Plastik yang Aman Digunakan. 2006.

Voight,R.1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.


Kemasan sediaan obat merupakan sarana yang menahan sediaan obat, yang dapat langsung
atau tidak langsung bersentuhan (kontak) dengan sediaan obat. Bahan kemas yang kontak
langsung dengan bahan yang dikemas dinyatakan sebagai bahan kemas primer, sebaliknya
pembungkus selanjutnya seperti kotak terlipat karton dan sebagainya dinamakan bahan kemas
sekunder. Bahan kemas primer yang digunakan untuk membuat kemasan sediaan obat salah
satunya adalah gelas/kaca. Gelas diperoleh melalui leburan bersama dari soda, batu kapur dan
kuarsa, merupakan suatu leburan dingin serta terdiri dari kisi SiO4– tetraeder, yang terdeposit
didalam ruang-ruang antar ion Na+ dan Cl– . Gelas terdiri dari 4 tipe, tipe I, II, III dimaksudkan
untuk produk parental dan tipe NP untuk produk nonparental (oral dan topikal).

Keyword : Gelas, kemasan, leburan

     Suatu sediaan obat diakui keberadaannya jika disertai kemasan akhir dengan penandaan yang
lengkap. Pengemasan obat adalah suatu metode ekonomis yang memberikan kenyamanan,
identifikasi, penyajian, dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi.
Perlindungan adalah kegunaan utama untuk pengemasan sediaan obat. Perlindungan sediaan obat
harus dilakukan terhadap bahaya lingkungan seperti kelembapan, kontaminasi mikroba, oksigen
dan cahaya matahari, dan juga terhadap bahaya fisik, seperti penyimpanan dan pengangkutan.
Kebutuhan perlindungan diterapkan bukan hanya selama penyimpanan yang normal tetapi juga
harus termasuk periode penggunaan sediaan. Selain itu, sediaan obat harus kompatibel dengan
kemasan dan bahan kemasan tidak mengubah karakteristik stabilitas sediaan obat. Kegagalan
untuk melindungi dapat menghasilkan kerusakan produk atau terjadinya produk sampingan yang
berbahaya (Siregar, 2003).

     Kemasan sediaan obat merupakan sarana yang menahan sediaan obat, yang dapat langsung
atau tidak langsung bersentuhan (kontak) dengan sediaan obat. Bahan kemas yang kontak
langsung dengan bahan yang dikemas dinyatakan sebagai bahan kemas primer, sebaliknya
pembungkus selanjutnya seperti kotak terlipat karton dan sebagainya dinamakan bahan kemas
sekunder. Bahan kemas primer yang digunakan untuk membuat kemasan sediaan obat salah
satunya adalah gelas/kaca. Secara fisika gelas dapat didefinisikan sebagai cairan yang lewat
dingin (supercolled liquid), tidak mempunyai titik lebur tertentu dan mempunyai viskositasyang
tinggi (> 103 Poise) untuk mencegah kristalisasi. Secara kimia gelas didefinisikan sebagai hasil
peleburan berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap yang berasal dari peruraian
senyawa-senyawa kimia dimana struktur atomnya tidak menentu ( Anonim, tanpa tahun).

A. Bahan baku Pembuatan Gelas

Gelas terdiri dari oksida-oksida logam dan non logam. Bahan baku pembuatan gelas adalah :

  Pasir silika (SiO2)


  Soda abu (Na2CO3) yang dengan pembakaran pada suhu tinggi akan terbentuk Na2O
sehingga gelas tampak jernih .
  Batu kapur (CaO) yang berfungsi untuk memperkuat gelas.
 Pecahan gelas (kaca) disebut cullet (calcin), untuk memudahkan proses peleburan. Cullet
kadang-kadang ditambahkan dengan persentase 15-20%. Al2O3 dan boraksida (B2O3),
titanium dan zirconium untuk meningkatkan ketahanan dan kekerasan gelas.
  Borax oksida pada gelas boroksilikat seperti pyrex berfungsi agar gelas lebih tahan pada
suhu tinggi.
 Na2SO4 atau As2O3 untuk menghaluskan dan menjernihkan.

Senyawa-senyawa kimia ini dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:

1.  Bahan pembentuk gelas (glass former) yang mempunyai sifat membentuk gelas.
2.  Bahan antara (Intermediate) yang mempunyai sifat pembentuk gelas, tetapi tidak mutlak.
3.  Bahan pelengkap (modifier) yang tidak mempunyai sifat membentuk gelas.

     Pasir silika tanpa bahan lain dapat dibuat menjadi wadah gelas tapi tidak praktis karena untuk
peleburannya diperlukan suhu 1760-1870oC. Penambahan soda abu akan menurunkan suhu
peleburan pada keadaan yang mudah dipraktekkan yaitu 1426-1538oC, sehingga soda abu
disebut juga FLUXING AGENT. Untuk membuat agar kemasan gelas bersifat inert dan netral
maka gelas dicelupkan dalam larutan asam. Untuk melindungi permukaan kemasan gelas maka
diberi laminasi silikon polietilen glikol atau polietilen stearat.

B. Proses Pembuatan Kemasan Botol Gelas

     Menurut (Voight, 1971), secara umum gelas diperoleh melalui leburan bersama dari soda,
batu kapur dan kuarsa, merupakan suatu leburan dingin serta terdiri dari kisi SiO 4– tetraeder,
yang terdeposit didalam ruang-ruang antar ion Na+ dan Cl– . Gelas kapur natrium normal terdiri
75% SiO2. 15% Na2O dan 10% CaO. Untuk membuat gelas ampul dan wadah infuse tidak
digunakan gelas kapur natrium, oleh karena itu menunjukan resistensi yang rendah terhadap air
dan larutan yang larut dalam air. Gelas jenis ini akan melepaskan ion Na + ke dalam air dan
mengambil ion H+dari air. Dengan demikian gelas berfungsi sebagai penukar ion.

     Tahapan dalam proses pembuatan kemasan gelas yaitu bahan baku dicampur merata secara
otomatis. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur untuk dilelehkan dengan suhu 1500-
1600oC , ada yang 1300oC). Tungku pembakaran membara terus menerus dan dikendalikan oleh
sistem (panel)  pengendali. Sebelum dicetak suhu diturunkan hingga 1000-1200oC dan lelehan
gelas didiamkan beberapa saat. Cairan gelas dialirkan ke dalam mesin pembuat botol. Lelehan
dipotong-potong dengan ukuran yang ditetapkan dalam bentuk gumpalan kasar. Gumpalan
meluncur ke pencetakan pertama (cetakan Parison). Pembentukan dan pencetakan dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

  Hembus Ganda (Blow and Blow) untuk gelas berleher sempit (botol)
 Tekan dan Hembus (Press and Blow) untuk gelas berleher lebar

     Kemudian dipindahkan ke cetakan akhir atau cetakan wadah yaitu cetakan yang sebenarnya
dengan ukuran tertentu. Dibawa ke ruang “lehr” pendingin yang bersuhu 450oC. Wadah
dipanaskan kembali (proses annealing). Kemudian perlahan-lahan didinginkan dari suhu 575-
600oC menjadi 450oC dengan adanya aliran udara. Proses ini bertujuan untuk membuat wadah
gelas menjadi tidak rapuh atau mudah pecah. Dilakukan pengawetan gelas dengan cara pre-
cooling yang berfungsi untuk menjaga kompresor agar udara yang terhisap hanya udara yang
dalam keadaan bersih dan tidak mengandung air. Di Indonesia teknologi pre-cooling pertama
kali ditemukan oleh PT.Iglas (Persero). Dilakukan pengawasan mutu ketika botol keluar dari
cetakan, yang terdiri dari uji coba mekanis, elektris dan visual di pabrik atau di laboratorium.

C. Pengujian Mutu Kemasan Gelas

Pengujian mutu kemasan gelas yang dilakukan pada line produksi adalah :

1.  Hot end Checker : Melaksanakan pengujian muttu gelas end hot, untuk mengetahui
secara dini cacat-cacat botol yang terjadi dan langsung diinformasikan ke unit forming
untuk dilakukan perbaikan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan mutu
yang telah ditetapkan. Cacat tersebut melipui cacat visual dan cacat dimensional.
2.   Cold end Checker : Melakukan pengujian botol yang keluar dari Annealing lehr baik
yang polos maupun yang ber-ACL secara visual dengan pengamatan dan secara
dimensional dengan menggunakan peralatan.

D. Skema Pembuatan Wadah Gelas

 (Anonim, tanpa tahun).

E. Pengelompokkan Gelas
Berdasarkan bahan kimia gelas dan kemampuannya untuk mencegah peruraian, gelas dapat
dikelompokkan sebagai berikut  (Anonim,2011) :

Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi


Tipe 1 Borosilikat Resistensi terhadap hidrolisis Sediaan parenteral asidik
tinggi,eksporasi termal rendah dan netral, bisa juga untuk
sediaan alkali yang sama
Tipe II Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik  relatif Sediaan parenteral asidik
(diperlukan tinggi dan netral, bisa juga untuk
dealkalisasi) sediaan alkalin yang sesuai
Tipe III Kaca soda lapur Sama dengan tipe II, tapi Cairan anhidrat dan produk
(tidak dengan pelepasan oksida kurang, sediaan parenteral
mengalami jika sesuai
perlakuan
Tipe NP Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik sangat Hanya digunakan
(penggunaan rendah untuksediaaan non
umum) parenteral (oral, tipikal,
dsb)

F. Kelebihan dan Kekurangan Gelas sebagai material kemasan produk farmasi

Kelebihan gelas dapat dilihat dari sifat-sifatnya yaitu :

 Sifat Kedap Gas dan Pelapisan Gelas : Wadah gelas kedap terhadap semua gas sehingga
menguntungkan bagi sediaan berkarbonasi seperti saturasi karena kecepatan difusinya
sama dengan 0. Wadah gelas barrier terhadap benda padat, cair dan gas sehingga baik
sebagai pelindung terhadap kontaminasi bau dan cita rasa. Sifat-sifat ketahanan gelas
dapat diawetkan dengan cara memberi lapisan yang tidak bereaksi dengan gelas,
misalnya minyak silikon, oksida logam, lilin. Resin, belerang, polietilen.
 Sifat Tahan Panas : Gelas bukan benda padat, tapi benda cair dengan kekentalan yang
sangat tinggi dan bersifat termoplastis. Sifat fluida gelas bervariasi menurut suhu. Titik
lebur dan titik beku tidak diketahui, dan ini merupakan keadaan kaca. Gelas jenis pyrex
tahan terhadap suhu tinggi. Umumnya perbedaan antara suhu bagian luar dan bagian
dalam gelas tidak boleh lebih dari 27oC, sehingga pemanasan botol harus dilakukan
perlahan-lahan. Konduktivitas panas gelas 30 kali lebih kecil dari pada konduktivitas
panas besi.
 Sifat Mekanis : Walaupun mudah pecah tetapi gelas mempunyai kekuatan mekanik yang
tinggi. Wadah gelas lebih tahan terhadap kompresi dari dalam dibandingkan tekanan dari
luar. Sifat seperti ini penting untuk pembotolan minuman berkarbonasi. Daya tahan gelas
dapat mencapai 1,5 x 105 kg/cm2. Daya tahan ini dipengaruhi oleh komposisi, ketebalan
dan bentuk dari wadah gelas.

Kelemahan kemasan gelas :

 Berat sehingga biaya transportasi mahal


 Resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah
  Dimensinya bervariasi
 Berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca

G. Macam-Macam Bentuk Kemasan gelas/Kaca yaitu :

   Botol (leher tinggi, mulut sempit)

  Jar (leher pendek, mulut lebar)

 Tumbler (tanpa leher dan finish)


 Jugs (leher pendek, ada pegangan)

 Vial dan ampul

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, containers and closure for pharmaceutical product,
http://www.pigmp.com/pdf/containers-closures.pdf. Diakses tanggal 19 Mei 2012

Anonim, tanpa tahun, Kemasan Gelas, ocw.usu.ac.id/…/thp_407_handout_kemasan_gelas,


Diakses tanggal 19 mei 2012

Bauer, Edward J., 1947,  Pharmaceutical Packaging Handbook, new york

Siregar, Charles JP, 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Terapan, Penerbit Buku EGC,
Jakarta

Voight, Rudolf, 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai