Anda di halaman 1dari 112

BUKU AJAR

MEKANIKA TANAH 2

DIGUNAKAN UNTUK
MAHASISWA DIPLOMA III JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG

TIM PENYUSUN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL


POLITEKNIK NEGERI MALANG
JURUSAN TEKNlK SIPIL
2011
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan petunjuk dan hidayah sehingga penyempurnaan Buku Ajar MEKANIKA
TANAH ini dapat kami selesaikan.

Buku ajar ini dibuat sebagai media mengajar mata kuliah MEKANIKA TANAH
pada Program Diploma III. Semoga buku ini dapat memperlancar proses transfer ilmu
kepada mahasiswa jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang khususnya mahasiswa
semester III.

Buku ajar ini berisi materi MEKANIKA TANAH yaitu Aliran Air Dalam Tanah,
Kuat Geser Tanah, Tekanan Tanah Lateral, Tegangan Dalam Tanah, dan Konsolidasi.

Saran dan kritikan sangat kami butuhkan demi kelengkapan dan pencapaian tujuan
daripada penyusunan buku ajar ini.

Malang, September 2011

Tim Penyusun :

Ir. Yunaefi, MT
NIP.19540722 198603 2 003
Dandung Novianto, ST.,MT.
NIP. 19641105 198712 1 001
Moch. Sholeh, ST., MT.
NIP.19740806 200501 1 001
Supiyono, ST., MT
NIP.19700217 200312 1 001

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Pengantar ii
Daftar Isi iii

BAB I ALIRAN DALAM TANAH I-1


1.1 Air Tanah. I-1
1.2 Permeabilitas dan Rembesan. I-3
1.2.1 Garis Aliran (Gradient Hidraulic). I-3
1.2.2 Hukum Darcy. I-6
1.2.3 Menentukan Koefisien Permeabilitas. I-7
1.3 Rembesan Melalui Tanah Berlapis-lapis. I-14
1.4 Jaring-jaring Aliran (Flow Nets). I-21
1.4.1 Perhitungan Rembesan dari Suatu Jarin-jaring Aliran. I-23
1.4.2 Jaringan Aliran pada Tanah Anisotropik. I-28
1.5 Tekanan Ke Atas (Uplift Pressure) pada Dasar Bangunan. I-31

BAB. II KUAT GESER TANAH II-1


2.1 Pendahuluan. II-1
2.2 Parameter Kuat Geser Tanah (C dan φ). II-3
2.3 Percobaan untuk Menentukan Parameter Kuat Geser Tanah. II-4
2.3.1 Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test). II-4
2.3.2 Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). II-6
2.3.3 Pengujian Triaksial (Triaxial Test). II-9
2.3.4 Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test). II-11
2.4 Perkiraan Sudut Geser Dalam (φ) II-14

BAB. III TEKANAN TANAH LATERAL III-1


3.1 Pendahuluan. III-1
3.2 Tekanan Tanah Lateral Saat Diam (at rest). III-2
3.3 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif III-4
3.4 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Teori Rankine III-5
3.4.1 Tanah Non Kohesif (c = 0) III-5
3.4.2 Tanah Kohesif (c ≠ 0) III-6
3.4.3 Tekanan Tanah Untuk Tanah Urugan Miring III-8
3.5 Tekanan Tanah aktif dan Pasif Menurut Teori Coulomb. III-9
3.5.1 Tekanan Tanah Aktif. III-10
3.5.2 Tekanan Tanah Pasif. III-13
3.6 Pengaruh Beban di Atas Tanah Urugan. III-14
3.6.1 Beban Terbagi Rata. III-14
3.6.2 Beban Titik. III-15
3.6.3 Beban Garis. III-16
3.6.4 Beban Terbagi Rata Memanjang. III-16

iii
BAB IV TEGANGAN PADA MASA TANAH IV-1
4.1 Penyebaran Tegangan di Dalam Tanah. IV-1
4.2 Tegangan Tanah Akibat Berat Sendiri. IV-3
4.2.1. Tegangan geostatik pada tanah tidak berair. IV-4
4.2.2 Tegangan geostatik di dalam tanah yang berair. IV-5
4.2.3 Tegangan geostatik di dalam tanah jenuh air. IV-5
4.3 Tegangan Tanah Akibat Beban Luar. IV-5
4.3.1 Tegangan Akibat Beban Terpusat. IV-6
4.3.2. Tegangan Akibat Beban Garis. IV-9
4.3.3 Tegangan Akibat Beban Merata. IV-11

BAB V KONSOLIDASI V-1


5.1 Pendahuluan. V-1
5.2 Dasar Konsolidasi Satu Dimensi. V-2
5.3 Lempung NC dan OC. V-7
5.4 Intepretasi Hasil Uji Konsolidasi. V-11
5.4.1 Koef. Pemampatan (av) dan Koef.Perubahan Volume (mv). V-12
5.4.2 Indeks Pemampatan (Compression Index, Cc). V-15
5.5 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Primer Satu Dimensi. V-16

PRAKTEK LABORATORIUM

1. Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test).


2. Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).
3. Pengujian Triaksial (Triaxial Test).
4. Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test).
5. Pengujian Konsolidasi (Consolidation Test)

iv
BAB. I

ALIRAN AIR DALAM TANAH

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menjelaskan tetang air dalam tanah untuk
menghitung besar volume rembesan dalam tanah.
Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami perilaku air dalam tanah.
b. Mahasiswa dapat menguasai prosedur pengujian rembesan air dalam tanah..
c. Mahasiswa dapat menentukan koefisien rembesan dalam tanah untuk menghitung
debit air yang mengalir

a.1 Air Tanah.


Tanah adalah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling
berhubungan satu sama lain sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang
mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih rendah. Tanah
pasir mempunyai sifat dapat ditembus oleh air (permeable) dan sebaliknya tanah
lempung mempunyai sifat sulit ditembus air / kedap air (impermeable).
Air tanah (groundwater) didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah
permukaan bumi. Sekitar 30 % konsumsi air harian di dunia ini diperoleh dari air
tanah, sisanya diperoleh dari air permukaan di sungai atau danau. Air sangat
berpengaruh pada sifat-sifat teknis tanah, khususnya tanah berbutir halus. Demikian
juga, air merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah teknis yang
berhubungan dengan tanah seperti : penurunan, stabilitas fondasi, stabilitas lereng
dan lain-lainnya.
Sumber air tanah yang terpenting ialah air hujan (meteoric water). Air terisap ke
atmosfir lewat penguapan (evaporasi) dan didistribusikan secara meluas oleh
hembusan angin. Pengembunan mengembalikan air ini ke bumi sebagai hujan,
salju, salju bawah (sleet), hujan es (hail), embun beku (frost) dan embun.
Bagian yang jatuh ke permukaan bumi terbagi-bagi lagi sebagai berikut :
1. Sekitar 70% dievaporasikan kembali ke atmosfir.
2. Sebagian mengalir ke sungai dan kemudian menuju ke danau dan lautan.
3. Sebagian dipakai untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
4. Sebagian merembes ke dalam tanah menjadi air tanah.
Jurusan Teknik Sipil I-1
Terdapat 3 (tiga) zone penting pada lapisan tanah yang dekat dengan permukaan
bumi, yaitu : zone air jenuh, zone kapiler dan zone jenuh sebagian.
Pada zone jenuh atau zone di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-
rongga tanah. Pada zone ini tanah dianggap dalam keadaan jenuh sempurna. Batas
atas dari zone jenuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis. Karena itu,
air yang berada di dalam zone ini disebut air tanah atau air freatis. Pada permukaan
air tanah, tekanan hidrostatis nol.
Zone kapiler terletak di atas zone jenuh. Ketebalan zone ini tergantung dari
macam tanah. Akibat tekanan kapiler, air mengalami isapan atau tekanan negatif.
Zone tak jenuh yang berkedudukan paling atas, adalah zone di dekat permukaan
tanah, dimana air dipengaruhi oleh penguapan akibat sinar matahari dan akar
tumbuh-tumbuhan.

Akuifer
Akuifer (aquifer) adalah bahan yang tembus air dimana air tanah mengalir. Pasir
atau pasir berkerikil merupakan lapisan yang sangat baik sebagai bahan untuk
akuifer, oleh karena porositasnya yang besar dan sifat permeabilitasnya. Table 1.1.
menunjukkan nilai-nilai porositas (n) untuk beberapa tanah/batuan.
Perlu dicatat bahwa bahan dengan porositas yang tinggi belum tentu merupakan
akuifer yang baik.
Tabel 1.1. Porositas beberapa jenis tanah/batuan(Legget, 1962)
Jenis tanah/batuan Porositas (n)
Tanah dan geluh (loam) 60
Kapur (chalk) 50
Pasir dan kerikil 25-35
Batu pasir 10-15
Batu gamping olitik (oolitic) 10
Batu gamping dan marmer 5
Batu tulis (slate) dan serpih 4
Granit 1,50
Batuan kristalin, umum 0,50

Air artesis
Air artesis didapatkan dari akuifer yang berada dalam tekanan hidrostatis. Air
artesis terjadi karena kondisi sebagai berikut :
1. Air harus terdapat pada lapisan yang tembus air yang sedemikian miringnya,
sehingga satu ujung dapat menarik air dari permukaan tanah.
2. Akuifer ditutupi oleh lapis lempung yang tidak tembus air, serpih atau batuan
padat lainnya.

Jurusan Teknik Sipil I-2


3. Air dapat keluar dari akuifer baik dari samping maupun dari ujung bawah.
4. Terdapat cukup tekanan dalam air yang terkekang tadi untuk mempertinggi
muka air bebas di atas akuifer apabila disedot melalui sumur.

a.2 Permeabilitas dan Rembesan.


Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan air
atau cairan lainnya untuk menembus atau merembes melalui hubungan antar pori.
Bahan yang mempunyai pori-pori kontinyu disebut dapat tembus (permeable).
Kerikil mempunyai sifat dapat tembus yang tinggi sedangkan lempung kaku
mempunyai sifat dapat tembus yang rendah dan karena itu lempung disebut tidak
dapat tembus (impermeable) untuk semua tujuan pekerjaan yang berhubungan
dengan tanah tersebut.
Untuk mempelajari rembesan air melalui tanah adalah penting untuk masalah-
masalah teknik sipil, yaitu :
a. Menghitung jumlah rembesan air dalam tanah
b. Menghitung gaya angkat ke atas (uplift) di bawah bangunan air dan
keamanannya terhadap piping.
c. Menghitung debit air tanah yang mengalir ke arah sumur-sumur dan drainase
tanah.
d. Menganalisa kestabilan dari suatu bendungan tanah dan konst dinding penahan
e. Menyelidiki permasalahan-permasalahan yang menyangkut pemompaan air unt
konst dibawah tanah.

a.2.1 Garis Aliran (Gradient Hidraulic).


Menurut persamaan Bernoulli, tinggi energi total pada suatu titik di
dalam air yang mengalir dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari tinggi
tekanan, tinggi kecepatan, dan tinggi elevasi, atau :
p v2
h= + + Z.
γw 2g
↑ ↑ ↑ (1.1)
tinggi tinggi tinggi
tek. kec. elev.

dimana :
h = tinggi energi total
p = tekanan
Jurusan Teknik Sipil I-3
v = kecepatan
g = percepatan disebabkan oleh gravitasi
γw = berat volume air
Apabila persamaan Bernoulli di atas dipakai untuk air yang mengalir
melalui pori-pori tanah, bagian dari persamaan yang mengandung tinggi
kecepatan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena kecepatan rembesan air di
dalam tanah adalah sangat kecil. Maka dari itu, tinggi energi total pada suatu
titik dapat dinyatakan sebagai berikut :
p
h= +Z (1.2)
γw

Gambar 1.1 menunjukkan hubungan antara tekanan, elevasi dan tinggi


energi total dari suatu aliran air di dalam tanah. Tabung pizometer dipasang pada
titik A dan titik B. Ketinggian air di dalam tabung pizometer A dan B disebut
sebagai muka pizometer (piezometric level) dari titik A dan tabung pizometer
yang dipasang pada titik tersebut. Tinggi elevasi dari suatu titik merupakan jarak
vertikal yang diukur dari suatu bidang datum yang diambil sembarang ke titik
yang bersangkutan.

∆h

PA
γw
PB
Aliran
γw
hA
A
hB
B

ZA
L ZB

Datum

Gambar 1.1 Tekanan, elevasi dan tinggi total energi untuk


Aliran air dalam tanah.

Jurusan Teknik Sipil I-4


Kehilangan energi antara dua titik, A dan B, dapat dituliskan dengan
persamaan di bawah ini :
p  p 
∆h = h A − hB =  A + Z A  −  B + Z B  (1.3)
γ
 w   w γ 

Kehilangan energi, ∆h tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan tanpa


dimensi seperti di bawah ini :
∆h
i= (1.4)
L

dimana :
i = gradien hidrolik
L = jarak antara titik A dan B, yaitu panjang aliran air dimana kehilangan
tekanan terjadi

Pada umumnya, variasi kecepatan v dengan gradien hidrolik i dapat


dijalankan seperti dalam Gambar 1.2. Gambar ini membagi grafik ke dalam 3
zona :
a. Zona aliran laminar (zona I),
b. Zona transisi (zona II), dan
c. Zona aliran turbulen (zona III)

Bilamana gradien hidrolik bertambah besar secara perlahan-lahan, aliran di zona


I dan II akan tetap laminar, dan kecepatan v mempunyai hubungan yang linear
dengan gradien hidrolik. Pada gradien hidrolik yang lebih tinggi, aliran menjadi
turbulen (zona III). Bilamana gradient hidrolik berkurang, keadaan aliran
laminar hanya akan terjadi di dalam zona I saja.
Pada kebanyakan tanah, aliran air melalui ruang pori dapat dianggap
sebagai aliran laminar, sehingga :
v∞i (1.5)
Di dalam batuan, kerikil dan pasir yang sangat kasar, keadaan aliran turbulen
mungkin terjadi, dalam hal ini Persamaan 1.5 mungkin tidak berlaku.

Jurusan Teknik Sipil I-5


Kecepatan, v

Zona III
Zona aliran turbulen

Zona II
Zona transien

Zona I
Zona aliran
laminer

Gradient hidrolik, i
Gambar 1.2 Variasi kecepatan aliran (v) dengan gradient hidrolik (i).

a.2.2 Hukum Darcy.


Menurut Darcy (1856), kecepatan air (v) yang mengalir dalam tanah jenuh
adalah :
v=k.i (1.6)
Banyaknya air yang mengalir melalui penampang tanah dengan luasan A
dalam suatu satuan waktu (debit) adalah :
q=v.A (1.7)

dimana :
v = kecepatan aliran
k = koefisien rembesan (permeabilitas)
i = gradien hidrolik
A= luas penampang tanah
q = jumlah air yang mengalir dalam tanah (kuantitas) air persatuan waktu
sehingga apabila dihubungkan dengan gradien hidrolik persamaan 1.7 akan
menjadi :
∆h h − h2
q = k.i.A = k ⋅ ⋅A = k⋅ 1 ⋅L (1.8)
L L

q = k.i.A (1.9)

Jurusan Teknik Sipil I-6


Koefisien rembesan, k (coefficient of permeability) mempunyai satuan
yang sama seperti kecepatan (v). Istilah koefisien rembesan sebagian besar
digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik), para ahli geologi
menyebutnya sebagai konduktifitas hidrolik (hydraulic conductivity). Bilamana
satuan BS digunakan koefisien rembesan dinyatakan dalam (ft/menit) atau
(ft/hari) dan total volume dalam (ft3), sedangkan jika satuan SI, koefisien
rembesan dinyatakan dalam (cm/detik) dan total volume dalam (cm3).
Koefisien rembesan tanah adalah tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori,
kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah
berlempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan
koefisien rembesan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah
lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada
butiran lempung.
Harga koefisien rembesan (k) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda,
beberapa harga koefisien rembesan diberikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Harga-harga koefisien rembesan (k) pada umumnya.


k
Jenis tanah
(cm/det) (ft/mnt)
Kerikil bersih 1,0 – 100 2,0 – 200
Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02
Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002
Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002
Lempung < 0,000001 < 0,000002
Sumber : Braja. M Das, Mekanika Tanah

a.2.3 Menentukan Koefisien Permeabilitas.


Koefisien permeabilitas dapat ditentukan dengan metode sebagai berikut :
a. Penentuan Koefisien Rembesan di Laboratorium.
i. Uji Permeabilitas Tinggi Konstan (constant head permeability test).
ii. Uji Permeabilitas Tinggi Jatuh (falling head permeability test).

b. Penentuan Koefisien Rembesan di Lapangan


i. Metode sumur percobaan.
- Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan dalam lapisan tembus
air yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer).
Jurusan Teknik Sipil I-7
- Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan yang dibuat sampai
dengan lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan kedap air
(Confined Aquifer)

ii. Metode lubang bor.

a. Penentuan Koefisien Rembesan di Laboratorium.


Ada 2 (dua) macam uji standar di laboratorium yang digunakan untuk
menentukan harga koefisien rembesan suatu tanah, yaitu : uji tinggi konstan
(constant head permeability test) dan uji tinggi jatuh (falling head permeability
test).

i. Uji Permeabilitas Tinggi Konstan (constant head permeability test).


Susunan alat untuk uji tinggi konstan ditunjukkan dalam Gambar 1.3. Pada tipe
percobaan ini, pemberian air dalam saluran pipa-masuk (inlet) dijaga sedemikian
rupa hingga perbedaan tinggi air di dalam pipa-masuk dan pipa-keluar (outlet)
selalu konstan selama percobaan. Setelah kecepatan aliran air yang melalui contoh
tanah menjadi konstan, air dikumpulkan dalam gelas ukur selama suatu waktu yang
diketahui. Volume total dari air yang dikumpulkan tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Q = A.v.t = A.(k.i ).t (1.10)

dimana :
Q = volume air yang dikumpulkan
A = luas penampang melintang contoh tanah
t = waktu yang digunakan untuk mengumpulkan air

atau :
h
i= (1.11)
L
dimana :
L = panjang contoh tanah

Masukkan Persamaan (1.11) ke dalam Persamaan (1.10), maka :


 h
Q = A. k . .t (1.12)
 L

Jurusan Teknik Sipil I-8


Q.L
Atau : k= (1.13)
A.h.t

Uji tinggi konstan (constant head permeability test) adalah lebih cocok untuk tanah
berbutir dengan koefisien rembesan yang cukup besar.
q
Meluap

L Luas A
Ditampung
Contoh
tanah

Gelas ukur

Gambar 1.3 Uji rembesan dengan cara tinggi konstan.

ii. Uji Permeabilitas Tinggi Jatuh (falling head permeability test).


Susunan alat yang digunakan untuk uji tinggi jatuh ditunjukkan dalam Gambar
1.4. air dari dalam pipa-tegak yang dipasang di atas contoh tanah mengalir melalui
contoh tanah. Pada mulanya, perbedaan tinggi air pada waktu t = 0 dan h1,
kemudian air dibiarkan mengalir melalui contoh tanah hingga perbedaan tinggi air
pada waktu t = tF adalah h2.
Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada suatu waktu t dapat
dituliskan sebagai berikut :
h dh
q = k. . A = − a. (1.14)
L dt
dimana :
q = jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah per satuan waktu
a = luas penampang melintang pipa-tegak (pipa inlet)
A = luas penampang melintang contoh tanah

Jurusan Teknik Sipil I-9


Apabila Persamaan di atas disusun lagi, maka didapatkan Persamaan sebagai
a.L  dh 
berikut : dt = . −  (1.15)
A.k  h 

Integrasikan bagian kiri dari persamaan di atas dengan batas t = 0 dan t = t, dan
bagian kanan dari persamaan di atas dengan batas h = h1 dan h = h2, hasil
integrasinya adalah :
a.L h
t= . log e . 1 atau
A.k h2

a.L h
k = 2,303. . log 10 . 1 (1.16)
A.t h2

Uji tinggi jatuh adalah sangat cocok untuk tanah berbutir halus dengan koefisien
rembesan kecil.

Saat t1 = 0

dh

Luas a
Saat t1 = t2
h1

h2

L Luas A
Contoh
tanah

Gambar 1.4 Uji rembesan dengan cara tinggi jatuh.

Jurusan Teknik Sipil I-10


b. Penentuan Koefisien Rembesan di Lapangan

i. Metode sumur percobaan.

Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan dalam lapisan tembus air yang
didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer).

Di lapangan, koefisien rembesan rata-rata yang searah dengan arah aliran dari
suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan dari
sumur. Gambar 1.5 menunjukkan suatu lapisan tanah tembus air (permeable
layer), yang koefisien rembesannya akan ditentukan, di mana di sebelah bawah
dibatasi oleh suatu lapisan kedap air (impermeable layer).

Gambar 1.5 Sumur percobaan yang dibuat sampai lapisan tembus air
yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer)

Di dalam melakukan percobaan, air dipompa keluar dari sumur uji yang
mempunyai mantel silinder berlubang dengan kecepatan tetap. Beberapa sumur
observasi dibuat di sekeliling sumur uji dengan jarak yang berbeda-beda.
Ketinggian air di dalam sumur uji dan sumur observasi diteliti secara terus menerus
sejak pemompaan dilakukan hingga keadaan tunak (steady state) dicapai. Jumlah
air tanah yang mengalir ke dalam sumur uji per satuan waktu (debit = q) adalah
sama dengan jumlah air yang dipompa keluar dari sumur uji per satuan waktu;
keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Jurusan Teknik Sipil I-11


 dh 
q = k  .2.π .r.h (1.17)
 dr 
Atau :
r1 h
dr  2.π .k  1
∫ r =  q .h∫ h.dh
r2 2

Jadi :
r 
2,303.q. log 10 . 1 
 r2 
k= (1.18)
2
(
π . h1 − h22
)
Dari pengukuran di lapangan, apabila q, r1, r2, h1, dan h2 diketahui, koefisien
rembesam dapat dihitung dari Persamaan 1.18 di atas.

Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan yang dibuat sampai dengan
lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan kedap air (Confined Aquifer)

Koefisien permeabilitas rata-rata untuk akuifer terkekang (confined aquifer)


dapat ditentukan dengan cara percobaan pemompaan dari lubang sumuran yang
ditekan masuk ke dalam lapisan sumur uji dengan berbagai macam jarak.
Pemompaan terus menerus dengan kecepatan debit (q) seragam sehingga keadaan
konstan tercapai Gambar 1.6. Jika air dapat masuk sumur percobaan hanya dari
akuifer setebal H maka koefisien permeabilitas dapat ditulis sebagai berikut :

 dh 
q = k  .2.π .r.H (1.19)
 dr 
atau :
r1 h
dr 1  2.π .k .H 
∫r r = h∫  q .dh
2 2

Koefisien rembesan yang searah dengan aliran dapat ditulis sebagai berikut :
r 
q. log . 1 
 r2 
k=
(
2,727.H . h12 − h22 ) (1.20)

Jurusan Teknik Sipil I-12


Gambar 1.6 Sumur percobaan yang dibuat sampai lapisan tembus air
yang diapit lapisan kedap air (Confined Aquifer)

ii. Metode lubang bor.


Koefisien rembesan di lapangan dapat juga diestimasi dengan cara membuat
lubang auger Gambar 1.7. Tipe uji ini biasanya disebut sebagai slug test. Lubang
dibuat di lapangan sampai dengan kedalaman L di bawah muka air tanah. Pertama-
tama air ditimba keluar dari lubang. Keadaan ini akan menyebabkan adanya aliran
air tanah kedalam lubang melalui keliling dan dasar lubang. Penambahan tinggi air
di dalam lubang auger dan waktunya dicatat. Koefisien rembesan dapat ditentukan
dari data tersebut (Ernst, 1950; Dunn, Anderson dan Kiefer, 1980)
40 r ∆y
k= . . (1.21)
 L  y  y ∆t
 20 + . 2 − 
 r  L

dimana :
r = jari-jari lubang auger (meter)
y = harga rata-rata dari jarak antara tinggi air di dalam lubang auger
dengan muka air tanah selama interval waktu ∆t.

Jurusan Teknik Sipil I-13


Perlu diperhatikan bahwa untuk persamaan diatas, satuan L (meter) dan satuan k
(m/det) atau (m/menit), tergantung pada satuan waktu ∆t.
Penentuan koefisien rembesan dari lubang auger bisanya tidak dapat
memberikan hasil yang teliti. Tetapi, ia dapat memberikan harga pangkat dari k.

Gambar 1.7 Penentuan koefisien rembesan dari suatu lubang yang


dibuat dengan alat bor Auger.

a.3 Rembesan Melalui Tanah Berlapis-lapis.


Koefisien rembesan suatu tanah mungkin bervariasi menurut arah aliran yang
tergantung pada perilaku tanah di lapangan. Untuk tanah yang berlapis-lapis, di
mana koefisien rembesan alirannya dalam suatu arah tertentu berubah dari lapis-ke-
lapis, kiranya perlu ditentukan harga rembesan ekivalen untuk menyederhanakan
perhitungan (lihat juga Terzaghi dan Peck, 1967). Penurunan berikut ini adalah
perumusan rembesan ekivalen untuk aliran air dalam arah vertikal dan horizontal
yang melalui tanah berlapis-lapis dengan arah lapisan horizontal.
Gambar 1.8 menunjukkan suatu tanah yang mempunyai lapisan sebanyak n
dengan aliran arah horizontal. Perhatikan suatu penampang yang tegak lurus arah
aliran dengan lebar satu satuan di mana pada penampang tersebut terdapat n
lapisan. Jumlah aliran total per satuan waktu yang melalui penampang dapat
dituliskan sebagai berikut :

Jurusan Teknik Sipil I-14


q = v.l.H
= v1 .l.H 1 + v 2 .l.H 2 + v 3 .l.H 3 + ... + v n .l.H n (1.22)

dimana :
v = kecepatan aliran rata-rata
v1,v2,v3,…,vn = kec. aliran pada lapisan 1, lap. 2, lap. 3, …, lapisan n

kv
H kH 1

kv
H kH 2

Arah kv
H kH 3
aliran
H

kv
H kH n

Gambar 1.8 Penentuan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran


horizontal di dalam tanah yang beralapis-lapis.

Apabila kH1, kH2, kH3, …, kHn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap lapisan
dalam horizontal dan kH(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen dalam arah
horizontal, maka dari hukum Darcy didapat :
v = k H (eq ) .ieq ; v1 = k H 1 .i1 ; v 2 = k H 2 .i2 ; v3 = k H 3 .i3 ;.......; v n = k Hn .in

Dengan memasukkan harga kecepatan di atas ke dalam Persamaan 1.22 dan


mengingat bahwa ieq = i1 = i2 = i3 = … = in, maka didapat :
1
k H (eq ) = .(k H 1 .H 1 + k H 2 .H 2 + k H 3 .H 3 + ... + k Hn .H n ) (1.23)
H

Jurusan Teknik Sipil I-15


Gambar 1.9 menunjukkan suatu tanah yang terdiri dari n lapis dengan aliran arah
vertikal. Untuk keadaan ini, kecepatan aliran yang melalui semua lapisan adalah
sama. Tetapi, kehilangan energi total, h adalah merupakan penjumlahan dari
kehilangan energi untuk tiap-tiap lapisan, jadi :

v = v1 = v 2 = v 3 = ... = v n (1.24)
dan :
h = h1 + h2 + h3 + ... + hn (1.25)

Dengan menggunakan hukum Darcy, Persamaan 1.24 dapat ditulis lagi sebagai
berikut :
h
k v (eq ) . = k v1 .i1 = k v 2 .i 2 = k v3 .i3 = ... = k vn .i n (1.26)
H
Dimana kv1, kv2, kv3, …, kvn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap lapisan dalam
arah vertikal dan kv(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen. Selain itu, dari
Persamaan 1.25 :
h = H 1 .i1 + H 2 .i 2 + H 3 .i3 + ... + H n .i n (1.27)

h h3
h2
h1

kv
H1 kH 1
1
kv
H2 kH 2
2

kv
H H3 kH 3
3

kv
kH n

Arah aliran
Gambar 1.9 Penentuan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran vertikal
di dalam tanah yang berlapis-lapis.

Jurusan Teknik Sipil I-16


Penyelesaian dari Persamaan 1.26 dan Persamaan 1.27 memberikan :
H
k v (eq ) = (1.28)
 H1   H 2   H 3  H 
      + .... +  n 
 k + k + k  k 
 v1   v 2   v3   vn 

Contoh Soal 1.1 :


Hasil dari suatu uji tinggi konstan di laboratorium untuk contoh tanah pasir halus yang
mempunyai diameter 150 mm dan panjang 300 mm adalah sebagai berikut :
• Perbedaan tinggi konstan (h) = 500 mm
• Waktu untuk mengumpulkan air (t) = 5 menit
• Volume air yang dikumpulkan (Q) = 350 cc
• Temperature air = 24 oC
Tentukan koefisien rembesan untuk tanah tersebut pada temperature 20 oC ?

Penyelesaian :
Untuk pengujian rembesan tinggi konstan :
Q.L
k=
A.h.t
Diketahui : Q = 350 cc, L = 300 mm,A = (π/4).(150)2 = 17.678,57 mm2, h = 500 mm
dan t = (5).(60) = 300 detik. Jadi :
diubah menjadi mm3

k=
(350 × 10 ).(300)
3
= 3,96 × 10 − 2 mm/detik = 3,96 × 10 -3 cm/detik
(17.678,57 )(. 500)(300)
η 24 η
k 20 = k 24 . , dari Gambar Grafik 24 = 0,9097
η 20 η 20
Jadi :
( )
k 20 = 3,96 × 10 −3 .(0,9097 ) = 3,6 × 10 −3 cm/detik

Jurusan Teknik Sipil I-17


Contoh Soal 1.2 :
Tentukan banyaknya air yang mengalir per satuan waktu yang melalui lapisan tanah
tembus air seperti Gambar 6.10.

4m

8m
Arah
aliran
Lapisan kedap air
3m

k = 0,08 cm/det

8o
Gambar 6.10 Lapisan kedap air
50 m

Penyelesaian :
Gradient hidrolik (i) :
∆h 4
i= = = 0,0792
L ( )
50 / cos 8 
Banyaknya air yang mengalir per satuan waktu per satuan lebar dari profil yang
diberikan (q) :
 0,08 cm/det 
q = k .i. A =  2
(
.(0,0792 ). 3. cos 8 × 1

)
 10 

Diubah menjadi m/detik A

q = k .i. A = 0,188 × 10 −3 m 3 / det ik / m lebar = 0,19 × 10 -3 m 3 / detik/m lebar

Jurusan Teknik Sipil I-18


Contoh Soal 1.3 :
Tentukan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran arah horizontal (kH(eq)), pada tanah
berlapis tiga dengan stratifikasi horizontal.
Lap.No. Tebal lap. (ft) Koef. Rembesan dlm arah horizontal, kH (ft/mnt)
1 20 10-1
2 5 10-4
3 10 1,5 x 10-1

Penyelesaian :
1
k H (eq ) = .(k H 1 .H 1 + k H 2 .H 2 + k H 3 .H 3 )
H
1
k H (eq ) =
20 + 5 + 10
(
. 10 −1 × 20 + 10 − 4 × 5 + 1,5 × 10 −1 × 10 )
=
(2 + 0,0005 + 1,5) = 0,1 ft/menit
35

Contoh Soal 1.4 :


Apabila dianggap bahwa kv = kH untuk semua lapisan tanah pada contoh Soal 1.3, maka
tentukan rasio antara kH(eq) dan kv(eq) ?
Penyelesaian :
H 20 + 5 + 10
k v (eq ) = =
H1 H 2 H 3 20 5 10
+ + −1
+ − 4 + −1
k v1 k v 2 k v 3 10 10 10
35
= = 6,96 × 10 − 4 ft/mnt
200 + 50.000 + 66.666
Jadi :
k H (eq ) 10 −1
= = 143,68 ≈ 144
kV (eq ) 6,96 × 10 − 4

Contoh Soal 1.5 :


Suatu uji pemompaan dari suatu sumur uji dalam lapisan tembus air yang didasari oleh
lapisan kedap air seperti Gambar 1.11 di bawah. Bila keadaan steady state dicapai dan
didapatkan hasil-hasil observasi sebagai berikut : q = 100 gpm (galonperminutes) ; h1 =
20 ft; h2 = 15 ft; r1 = 150 ft; r2 = 50 ft. Tentukan koefisien rembesan lapisan tembus air
tersebut.

Jurusan Teknik Sipil I-19


r2
r r1

dh
dr

h1
h h2
Sumur observasi
Sumur uji

Lapisan kedap air

Gambar 1.11
Penyelesaian :
r 
2,303. log 1 
k=  r2 
(
π . h12 − h22 )
Diketahui : q = 100 gpm = 13,37 ft3/menit, jadi
 150 
2,303 × 13,37 log 
k=  50  = 0,0267 ft/menit
(
π . 20 2 − 15 2 )

Contoh Soal 1.6 :


Ada suatu lubang yang dibuat dengan alat bor Auger seperti pada Gambar 1.12
dibawah, kalau diketahui r = 0,15 m, L = 3,5 m, ∆y = 0,45 m, ∆t = 8 menit dan y = 3,2
m. Tentukan koefisien rembesan tanah tersebut.

2r

Muka air tanah

L ∆y

Gambar 1.12
Jurusan Teknik Sipil I-20
Penyelesaian :
40 r ∆y
k= . .
 L y  y ∆t
 20 + . 2 − 
 r  L
40 0,15 0,45
k= . . = 2,24 × 10 -3 m/menit
 3,5   3,2  3,2 8
 20 + . 2 − 
 0,15   3,5 

a.4 Jaring-jaring Aliran (Flow Nets).


Sekelompok garis yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu : garis-garis
aliran (flow lines) dan garis-garis ekipotensial (equipotential lines). Garis aliran
adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir air akan bergerak dari bagian hulu ke
bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis
ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensila di semua titik pada
garis tersebut adalah sama. Jadi, apabila alat-alat pizometer diletakkan di beberapa
titik yang berbeda-beda di sepanjang satu garis ekipotensial, air di dalam tiap-tiap
pizometer tersebut akan naik pada ketinggian yang sama. Gambar 1.13a
menunjukkan definisi garis aliran dan garis ekipotensial untuk aliran di dalam
lapisan tanah yang tembus air (permeable layer) di sekeliling jajaran turap yang
ditunjukkan dalam Gambar 1.13a (untuk kx = kz = k).
Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jaringan
aliran (flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jaringan aliran dibuat
untuk menghitung aliran air tanah. Dalam pembuatan jaringan aliran, garis-garis
aliran dan ekipotensial digambar sedemikian rupa sehingga :
1. Garis ekipotensial memotong tegak lurus garis aliran.
2. Elemen-elemen aliran dibuat kira-kira mendekati bentuk bujur sangkar.
Gambar 1.13b adalah suatu contoh dari jaringan aliran yang lengkap, contoh lain
dari jaringan aliran dalam lapisan tanah tembus air yang isotropik diberikan dalam
Gambar 1.14.
Penggambaran suatu jaringan aliran biasanya harus dicoba berkali-kali. Selama
menggambar jaringan aliran, harus selalu diingat kondisi-kondisi batasnya. Untuk

Jurusan Teknik Sipil I-21


jaringan aliran yang ditunjukkan dalam Gambar 1.13a, keadaan batas yang dipakai
adalah :
1. Permukaan lapisan tembus air pada bagian hulu dan hilir dari sungai (garis ab
dan de) adalah garis-garis aliran.
2. Karena ab dan de adalah garis-garis aliran, semua garis-garis ekipotensial
memotongnya tegak lurus.
3. Batas lapisan kedap air, yaitu garis fg, adalah garis ekipotensial; begitu juga
permukaan turap kedap air, yaitu garis acd.
4. Garis-garis ekipotensial memotong acd dan fg tegak lurus.

Turap
H1

b a d H2 e

Garis

Garis ekipotensial Kx = kz = k
f g
Lapisan kedap
Gambar 1.13a Definisi garis aliran dan garis

Turap
H1

H2

Kx = kz = k
Nf = 4
Nd = 6

Lapisan kedap air


Gambar 1.13b Jaringan aliran yang lengkap.
Jurusan Teknik Sipil I-22
H
H1

Kx = kz = k
Nf = 4
Nd = 8

Lapisan kedap
i
Gambar 1.14 Jaringan aliran di bawah

∆q

h1

l1 h2
∆q 1

l1 h3
l2
∆q 2 h4
l3
l2
∆q 3
∆q

Gambar 1.15 Rembesan melalui suatu saluran aliran.

a.4.1 Perhitungan Rembesan dari Suatu Jaringan Aliran.


Di dalam jaringan aliran, daerah di antara dua garis aliran yang saling
berdekatan dinamakan saluran aliran (flow channel). Gambar 1.15
menunjukkan suatu saluran aliran dengan garis ekipotensial yang membentuk
elemen-elemen berbentuk persegi. Apabila h1, h2, h3, h4, …, hn adalah muka
pizometer yang bersesuaian dengan garis ekipotensial, maka kecepatan
Jurusan Teknik Sipil I-23
rembesan yang melalui saluran aliran per satuan lebar (tegak lurus terhadap
bidang gambar) dapat dihitung dengan cara seperti yang diterangkan di bawah
ini. Dalam hal ini, tidak ada aliran yang memotong garis aliran, maka :
∆q1 = ∆q 2 = ∆q 3 = ... = ∆q (1.29)
Dari hukum Darcy, jumlah air yang mengalir per satuan waktu adalah k.i.A.
Jadi, Persamaan (1.29) dapat dituliskan lagi sebagai berikut :
 h − h2   h − h3   h − h4 
∆q = k . 1 .l1 = k . 2 .l 2 = k . 3 .l 3 = . (1.30)
 l 
 l1   l2   3 

Persamaan (1.30) menunjukkan bahwa, apabila elemen-elemen aliran dibuat


dengan bentuk mendekati bujur sangkar, penurunan muka pizometrik antara dua
garis ekipotensial yang berdekatan adalah sama. Hal ini dinamakan penurunan
energi potensial (potential drop).
Jadi :
H
h1 − h2 = h2 − h3 = h3 − h4 = ... = . (1.31)
Nd

Dan :
H
∆q = k . (1.32)
Nd

dimana :
H = perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan bagian hilir
Nd = banyaknya bidang bagi kehilangan energi potensial.

Dalam Gambar 1.13b, untuk satu saluran aliran, H = H1 – H2 dan Nd = 6.


Apabila banyaknya saluran aliran di dalam jaringan aliran sama dengan Nf,
maka banyaknya air yang mengalir melalui semua saluran per satuan lebar dapat
dituliskan sebagai berikut :
H .N f
q = k. (1.33)
Nd

Di dalam menggambar jaringan aliran, semua elemennya tidak harus dibuat


bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 1.16 juga dapat dilakukan. Hanya perlu diingat bahwa agar

Jurusan Teknik Sipil I-24


perhitungan dapat mudah dilakukan, akan lebih baik kalau perbandingan antara
lebar dan panjang dari elemen-elemen empat persegi panjang dalam jaringan
aliran tersebut dibuat sama. Dalam hal ini Persamaan (1.30) untuk menghitung
banyaknya air yang mengalir melalui saluran per satuan waktu dapat
dimodifikasi menjadi :
 h − h2   h − h3   h − h4 
k . 1 .b1 = k . 2 .b2 = k . 3
 l
.b3 =
 (1.34)
 l1   l2   3 

Apabila b1/l1 = b2/l2 = b3/l3 = … = n, Persamaan (1.32) dan (1.33), dapat


dimodifikasi menjadi :
 n 
∆q = k .H . 
 (1.35)
 Nd 

Nf 
q = k .H . .n
 (1.36)
 Nd 

Gambar 1.17 menunjukkan suatu jaringan aliran untuk rembesan air sekitar satu
jajaran turap. Perhatikan bahwa saluran aliran No. 1 dan No. 2 mempunyai
elemen-elemen berbentuk bujur sangkar. Oleh karena itu, jumlah air yang
mengalir melalui dua saluran aliran tersebut per satuan waktu dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (1.32).
k .H k .H 2.k .H
∆q1 + ∆q 2 = + = (1.37)
Nd Nd Nd

∆q
b1 b2 b3
h1 = = = ... = n
l1 l 2 l3

b1 h2

l1 h3
b2
h4
b3
l2

∆q

Gambar 1.16 Rembesan melalui suatu saluran aliran yang mempunyai elemen
berbentuk empat persegi panjang..

Jurusan Teknik Sipil I-25


H
H1

H2
Saluran
aliran 1 Saluran
l/b = 1 aliran 2
l/b = 1
Saluran
aliran 3
l b ≈ 1 0,38

Lapisan kedap air


Gambar 1.17 Jaringan aliran untuk aliran di sekitar satu jajaran turap.

Tetapi, saluran aliran No. 3 mempunyai elemen-elemen dengan bentuk empat


persegi panjang yang mempunyai perbandingan lebar dan panjang sebesar 0,38.
Maka dari itu, dari Persamaan (1.35).
k
∆q 3 = .H .(0,38) (1.38)
Nd

Jadi, jumlah rembesan total per satuan waktu, adalah :


k .H
q = ∆q1 + ∆q 2 + ∆q 3 = 2,38. (1.39)
Nd

Rembesan di bawah bangunan air dengan bentuk sederhana dapat dipecahkan


secara matematis. Harr (1962) telah memberikan analisis untuk beberapa
macam kondisi seperti itu. Gambar 1.18 menunjukkan suatu grafik tak
berdimensi untuk rembesan air di sekeliling satu jajaran turap. Untuk keadaan
yang serupa, Gambar 1.19 menunjukkan suatu grafik tak berdimensi untuk
rembesan di bawah suatu bendungan.

Jurusan Teknik Sipil I-26


1,4

H
1,2

1,0 S kx = kz = k
T’

0,8
Lapisan kedap air
q/k.H
0,6

0,4

0,2

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
S/T’
Gambar 1.18 Grafik yang menggambarkan hubungan antara q/k.H dan
S/T’ untuk aliran di sekeliling satu jajaran turap (Harr,

B
b = B/2 H = H1 - H2

H1
H2
x
S kx = kz = k
T’
turap

Lapisan kedap air (a)


0,6
S 1 b 1
= ; =
T' 3 T' 4

S 1 b 1
= ; =
0,5 T' 4 T' 5

q/k.H
S 1 b 1
= ; =
T' 2 T' 4
0,4
S 1 b 1
= ; =
T' 2 T' 2

0,3
±1 ± 0,75 ± 0,5 ± 0,25 ±0
x/b
(b)
Gambar 1.19 a) Aliran air di bawah bendungan (Harr, 1962).
Jurusan Teknik Sipil b) Grafik hubungan antara q/kH dan x/b. I-27
a.4.2 Jaringan Aliran pada Tanah Anisotropik.
Persamaan-persamaan (1.33) dan (1.35) yang digunakan untuk menghitung
rembesan adalah didasarkan pada asumsi bahwa tanah adalah isotropik. Tetapi,
dalam keadaan yang sesungguhnya, sebagaian besar dari tanah adalah
anisotropik. Untuk dapat memperhitungkan sifat anisotropic tanah dalam
menghitung rembesan, diperlukan modifikasi cara penggambaran jaringan
aliran. Persamaan kontinuitas dalam bentuk diferensial untuk aliran air dalam
dua dimensi, adalah :

∂ 2 .h ∂ 2 .h
kx. + kz. =0 (1.40)
∂.x 2 ∂.z 2

Untuk tanah anisotropic, kx ≠ kz. dalam hal ini persamaan di atas


mewakili dua kelompok grafik yang tidak berpotongan tegak lurus satu sama
lain. Tetapi, kita dapat menulis kembali persamaan di atas sebagai berikut :

∂ 2 .h ∂ 2 .h
+ =0 (1.41)
(k x k z ).∂.x 2 ∂.z 2

Dengan memasukkan x’ = k z k x .x , Persamaan (1.41) menjadi :

∂ 2 .h ∂ 2 .h
+ =0 (1.42)
∂.x '2 ∂.z 2

Persamaan (1.42) dimana x diganti dengan x’ yang merupakan koordinat baru


yang ditransformasikan. Untuk menggambar jaringan aliran, gunakan prosedur
berikut ini :
1. Ambil suatu skala vertical (yaitu sumbu z) untuk menggambarkan penampang
melintang.
2. Ambil suatu skala horizontal (yaitu sumbu x) sedemikian rupa hingga skala
horizontal x’ = k z k x .(skala vertical).

3. Dengan menggunakan skala-skala yang telah ditentukan pada langkah-


langkah 1 dan 2 di atas, gambar potongan vertical melalui lapisan tembus air
yang sejajar dengan arah aliran.

Jurusan Teknik Sipil I-28


4. Gambar jaringan aliran untuk lapisan tembus air pada potongan yang didapat
dari langkah no. 3 di atas, di mana garis-garis aliran memotong tegak lurus
garis-garis potensial dan elemen-elemen yang dibuat adalah mendekati
bentuk bujur sangkar.
Jumlah rembesan yang mengalir per satuan waktu per satuan lebar dapat
dihitung dengan cara memodifikasi Persamaan (1.33), menjadi :
H .N f
q = k x .k z . (1.43)
Nd

dimana :
H = kehilangan tinggi energi total
Nf = banyaknya saluran aliran
Nd = banyaknya bidang bagi penurunan energi potensial (potential drop)

Jurusan Teknik Sipil I-29


Contoh Soal 1.5 :
Suatu jaringan aliran dari aliran air di sekitar sebuah jajaran turap di dalam lapisan
tembus air ditunjukkan dalam gambar dibawah. Diketahui H1 = 15 ft, H2 = 5 ft dan
kx = kz = k = 5 x 10-3 cm/det. Tentukan :
a. Berapa tinggi (diatas permukaan tanah) air akan naik apabila pizometer
diletakkan pada titik-titik a, b, c dan d.
b. Jumlah rembesan air yang melalui saluran air II per satuan lebar (tegak lurus
bidang gambar) per satuan waktu.
c. Jumlah rembesan total yang melalui lapisan tembus air per satuan lebar.

Turap
15 ft

Permukaan tanah 5 ft
0 d
I II 6
III
c

30 ft kx = kz = k
a
Nf = 3
b Nd = 6

1 2 3 4 5
Lapisan kedap air

Penyelesaian :
a. Dari gambar diatas, Nf = 3 dan Nd = 6. Perbedaan tinggi antara bagian hulu dan hilir
sungai = 15 – 5 = 10 ft. jadi kehilangan tinggi energy antara dua garis ekipotensial =
10 / 6 = 1,667 ft. titik (a) terletak pada garis ekipotensial 1, yang berarti bahwa
penurunan energi potensial (potensial drop) dari titik a, adalah = 1 x 1,667 ft. jadi
air di dalam pizometer yg diletakkan dititik a akan naik setinggi (15 – 1,667) =
13,333 ft dari permukaan tanah.
• b = 15 – (2 x 1,667) = 11,67 ft di atas muka tanah
• c = 15 – (5 x 1,667) = 6,67 ft di atas muka tanah
• d = 15 – (6 x 1,667) = 4,998 ft di atas muka tanah

Jurusan Teknik Sipil I-30


b) dari persamaan 1.32 :
H.
∆q = k
Nd
k = 5 x 10-3 cm/det = 5 x 10-3 x 0,03281 ft/det = 1,64 x 10-4 ft/det
∆q = (1,64 x 10-4).(1,667) = 2,73 x 10-4 ft3/det/ft
c) dari persamaan 1.33 :
H .N f
q = k.
Nd
( ) . 3) = 8,2 x 10 -4 ft 3 / det/ ft
= 1,64 x 10 -4 .(1,667 )(

a.1 Tekanan Ke Atas (Uplift Pressure) pada Dasar Bangunan.


Jaringan aliran dapat dipakai untuk menghitung besarnya tekanan ke atas yang
bekerja pada dasar suatu bangunan air. Cara perhitungannya dapat ditunjukkan
dengan suatu contoh yang sederhana. Gambar 1.20a menunjukkan sebuah
bendungan di mana dasarnya terletak pada kedalaman 6 ft di bawah muka tanah.
Jaringan aliran yang diperlukan sudah digambar (dianggap kx = kz = k). Gambar
distribusi tegangan yang bekerja pada dasar bendungan dapat ditentukan dengan
cara mengamati garis-garis ekipotensial yang telah digambar.
Ada 7 buah penurunan energi potensial (Nd) dalam jaringan aliran tersebut, dan
perbedaan muka air pada bagian hulu dan hilir dari sungai adalah H = 21 ft. Jadi,
kehilangan tinggi energi untuk tiap-tiap penurunan energi potensial adalah H/7 =
21/7 = 3 ft. Tekanan ke atas (uplift pressure) pada titik-titik berikut adalah :
Titik a (ujung kiri dasar bendungan) = (tinggi tekanan pada titik a) x (γw)
= [(21+6) – 3].γw = 24.γw
Dengan cara yang sama, pada :
Titik b = [27 – (2).(3)]. γw = 21. γw
Titik f = [27 – (6).(3)]. γw = 9. γw

Tekanan ke atas yang telah dihitung tersebut kemudian digambar seperti


ditunjukkan dalam Gambar 1.20b. Gaya angkat ke atas (uplift force) per satuan
panjang, yang diukur sepanjang sumbu bendungan, dapat dihitung dengan
menghitung luas diagram tegangan yang digambar tersebut.

Jurusan Teknik Sipil I-31


Gambar 1.20
(a) Bendungan
(b) Gaya angkat ke atas yang bekerja pada dasar suatu bangunan air.

Jurusan Teknik Sipil I-32


BAB II
KEKUATAN GESER TANAH

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat memahami tentang parameter geser
yang digunakan dalam perhitungan kekuatan tanah.
Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami kekuatan geser dan deformasi tanah akibat adanya
beban yang bekerja pada suatu masa tanah.
b. Mahasiswa dapat menguasai prosedur percobaan kekuatan geser tanah.
c. Mahasiswa dapat menentukan parameter geser tanah berdasarkan hasil pengujian
laboratorium.

2.1 Pendahuluan
Dalam perhitungan bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah seperti
fondasi gedung, jalan raya, bendungan dan lain-lain, nilai kekuatan geser tanah
mempunyai arti yang cukup penting, karena dapat dipergunakan untuk menghitung
daya dukung tanah, tekanan tanah lateral, kestabilan lereng dan sebagainya.
Pembebanan yang melebihi daya dukung tanah pada suatu konstruksi dapat
mengakibatkan maka keruntuhan geser (Shear Failure) dalam tanah dikarenakan
terjadinya gerak relatif antara butiran (bukan karena hancurnya butir tanah). Oleh
karena itu dalam perencanaan struktur bangunan bawah harus dihitung besarnya
kekuatan geser tanah yang tergantung pada nilai kohesi dan sudut geser dalam.
Hubungan antara kohesi dengan sudut geser dalam diturunkan suatu rumus oleh
Coloumb dan Mohr sebagai berikut : τ = c + σ tan φ (2.1)

Dimana :
τ = Kekuatan geser
c = Kohesi pada tegangan total
σ = Tegangan total
φ = Sudut geser dalam

Jurusan Teknik Sipil II-1


τ
τ = c + σ tan φ

σ
Gambar 2.1 Hubungan antara kohesi dengan sudut geser dari rumus

Mempelajari kekuatan geser tanah tidak terlepas dari tegangan-tegangan yang bekerja
pada tanah baik yang diakibatkan oleh pembebanan tanah di atasnya (overburden
pressure) atau akibat beban yang berasal dari konstruksi pondasi. Secara umum
tegangan yang bekerja pada suatu masa tanah dibedakan menjadi tiga yaitu : tegangan
total σ, tegangan efektif tanah σ’ dan tegangan air pori.
Tegangan total adalah tegangan yang terjadi akibat beban normal sebesar N yang
bekerja pada tanah dengan luasan sebesar A.
N
σ= (gr / cm²) (2.2)
A
Sedangkan tegangan effektif σ’ adalah tegangan yang bekerja pada bitur-butir
tanah saja yang dirumuskan σ’ = σ - µ, dimana µ adalah tegangan air pori. Untuk
tanah yang terkonsolidasi (air telah keluar dari ruang pori) tegangan total σ adalah sama
dengan tegangan effektif σ’.
Tegangan air pori (Pore Water Pressure = µ ) yaitu tegangan yang ditimbulkan
oleh air yang terperangkap dalam pori-pori tanah, secara prinsip dapat dijelaskan
dengan gambar di bawah ini.

N N

a. Kran ditutup b. Kran dibuka


Gambar 2.2. Prinsip Tegangan Air Pori

Jurusan Teknik Sipil II-2


Keterangan :
Jika gaya luar bekerja pada tanah jenuh seperti Gambar 2.2a, maka arloji bacaan akan
menunjukan suatu tekanan akibat tegangan air pori. Setelah air pori dialirkan seperti
Gambar 2.2b, maka berangsur-angsur tegangan yang bekerja akan dipikul oleh butiran
tanah saja (arloji bacaan menunjukan angka nol / tegangan air pori = 0).

2.2 Parameter Kuat Geser Tanah (c dan φ )


Parameter geser tanah merupakan sifat penentu sehubungan dengan kekuatan
tanah menahan gaya geser yang bekerja antar butiran tanah. Parameter geser berupa
nilai kohesi (c) dan sudut geser-dalam (φ) dapat diperoleh melalui pengujian baik di
laboratorium maupun pengujian di lapangan secara langsung. Beberapa pengujian yang
dilakukan di laboratorium antara lain :
- Direct shear test (geser langsung)
- Unconfined compression test (kuat tekan bebas)
- Triaxial test (uji tiga sumbu) dengan tiga cara pengujiannya yaitu :
 Unconsolidated undrained (UU- Test),
 Unconsolidated undrained (CU- Test) dan
 Drained test consolidated (CD- Test).
Sedangkan pengujian di lapangan dapat dilakukan dengan geser baling (vane test),
khususnya untuk tanah lempung lunak. Hasil penelitian perkiraan nilai c dan φ untuk
berbagai jenis (kohesif dan non kohesif) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Nilai Sudut Geser-Dalam (φ) untuk Jenis Tanah non Kohesif
Jenis tanah φ dalam derajat
Pasir halus 30º
Pasir agak padat/padat 30,5º
Kerikil 35º
Pasir kerikil tidak seragam 37,5º
Berangkal (pecahan batu/krakal) 40º

Jurusan Teknik Sipil II-3


Tabel 2.2 Nilai c dan φ untuk Tanah Kohesif
Jenis tanah φ c (MP/m²)
Lempung agak padat 15º 2,5
Lempung kaku 15º 1,0
Lempung lunak 15º 0
Lempung berpasir 22,5º 0,5
Lempung padat 22,5º 0,2
Lempung lunak 22,5º 0
Lemp/lanau organik 10º 0
Gambut 15º 0

Dalam prakteknya, dengan alasan keamanan, kesalahan yang mungkin timbul


akibat ketidak-telitian pelaksanaan test, maka parameter geser diambil lebih kecil dari
nilai pengujian yang dihasilkan. Dibawah ini beberapa rumus pen-dekatan dari nilai-
nilai parameter geser dengan angka keamanan untuk masing-masing besaran :
c tg φ
=Cc dan
= tg φc (2.3)
1,3 1,1

c' tg φ '
=C 'c dan
= tg φ 'c (2.4)
1,3 1,1

cu tg φu
=Cuc dan
= tg φuc (2.5)
1,3 1,1

2.3 Percobaan Untuk Menentukan Parameter Kekuatan Geser Tanah.


Nilai parameter kekuatan geser tanah di laboratorium dapat dilakukan dengan dua
pengujian yang utama yaitu : pengujian geser langsung dan pengujian triaksial.
Prosedur pengujian masing-masing akan dijelaskan lebih rinci pada bagian berikut.

2.3.1 Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test)


Pengujian ini merupakan pengujian yang tertua dan sederhana dengan bentuk
peralatan seperti pada Gambar 2.3. Tergantung pada jenis tanahnya, uji ini dapat
dilaksanakan dengan tegangan geser terkendali (penambahan gaya geser dibuat konstan)
atau dengan tegangan terkendali (kecepatan geser yang diatur).
Prinsip dasar dari pengujian ini adalah dengan pemberian beban geser/horisontal
pada contoh tanah melalui cincin/kotak geser seperti pada Gambar 2.4 dengan

Jurusan Teknik Sipil II-4


kecepatan yang tetap sampai tanah mengalami keruntuhan. Sementara itu tanah juga
diberi beban vertikal yang besarnya tetap selama pengujian berlangsung. Selama peng-
ujian dilakukan pembacaan dial regangan pada interval yang sama dan secara
bersamaan dilakukan pembacaan dial beban geser pada bacaan regangan yang
bersesuaian, sehingga dapat digambarkan suatu grafik hubungan regangan dan tegangan
geser yang terjadi.
Umumnya pada pengujian ini dilakukan pada 3 contoh yang identik, dengan
beban normal yang berbeda untuk melengkapi satu seri pengujian geser langsung. Dari
ketiga hasil pengujian akan didapatkan 3 pasang data teganngan normal dan tegangan
geser, sehingga dapat digambarkan suatu grafik hubungan keduanya untuk menentukan
nilai c dan φ.
Pengukur regangan Contoh tanah

Engkol beban geser Pengukur beban geser

Beban normal

Gambar 2.3. Alat Geser Langsung

Gambar 2.4. Susunan Contoh dan Kotak Geser

Jurusan Teknik Sipil II-5


Gambar 2.5. Grafik Geser Langsung

2.3.2. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)


Selain diuji dengan batas-batas Atterberg, konsistensi tanah juga dapat ditentukan
dengan pengujian laboratorium yang lain yaitu uji kuat tekan bebas (unconfined
compressive strenght), sehingga diperoleh nilai kekuatan tekan tanah maksimum yang
dinotasikan dengan qu. Prinsip pengujian adalah dengan memberikan tekanan vertikal
pada contoh tanah secara kontinyu dengan kecepatan tetap sampai tanah mengalami
keruntuhan. Metoda pengujian kuat tekan bebas (alat seperti Gambar 2.7) adalah
sebagai berikut :
a. Ambil contoh tanah dengan menggunakan tabung contoh.
b. Keluarkan contoh tanah dari tabung dengan extruder dan cetak dalam bentuk
silender dengan tinggi h ≥ 2d – 3d, dimana d = diameter.
c. Letakkan contoh tanah pada alat penekan UCS.
d. Lakukan pengujian dengan kecepatan pemberian beban sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
e. Lakukan pembacaan pada dial beban pada reganngan-regangan tertentu, sampai
tanah mengalami keruntuhan.
f. Olah data yang diperoleh dan gambarkan grafik hubungan antara regangan dan
tegangan yang terjadi. (Gambar 2.6)
g. Tegangan maksimum yang terjadi merupakan nilai qu.
h. Lakukan langkah-langkah tersebut di atas untuk contoh tanah yang dicetak ulang
(remoulded) untuk mendapatkan sensifitas tanah.
Jurusan Teknik Sipil II-6
i. Contoh tanah remoulded diperoleh dengan cara meremas-remas contoh tanah yang
telah digunakan dan men-cetak kembali sesuai dengan kondisi aslinya (w dan γt
sama dengan yang asli).

Contoh pengolahan data hasil percobaan UCS :


Tinggi awal contoh : ho
Diameter awal contoh : do
1
Luas awal contoh : Ao= .π.do 2
4
Volume awal contoh : Vo = Ao . ho
Bacaan dial regangan : l1 , l2, l3 … dst
Bacaan dial beban : F1, F2, F3 … dst
Kalibrasi regangan : k1
Kalibrasi beban : k2
Perubahan tinggi contoh : h1= l1 . k1 ; h2 = l2 . k1 ; h3 = l3 . k1 … dst
Regangan yang terjadi : ε1= h1/ho ; ε2 = h2/ho ; ε3 = h3/ho … dst
Luasan contoh akibat tekanan : A1= Ao/(1-ε1) ; A2= Ao/(1-ε2) … dst
Nilai beban yang terjadi : P1= F1 . k2 ; P2 = F2 . k2 ; P3 = F3 . k2 … dst
Tegangan yang terjadi : σ1 = P1/A1 ; σ2 = P2/A2 ; σ3 = P3/A3 … dst

Gambarkan grafik hubungan tegangan dan regangan seperti contoh di bawah ini.

qumaks
σ

Reg runtuh

ε
Gambar 2.6 Grafik hubungan tegangan dan regangan

Dari pengujian seperti tersebut di atas akan diperoleh nilai konsistensi untuk tanah
asli qu undisturb dan untuk tanah cetak ulang qu remoulded sehingga dapat ditentukan nilai
sensitivitas tanah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jurusan Teknik Sipil II-7


qu UDS
St = (2.6)
qu REM

Berdasarkan nilai St, tanah diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :


Untuk St < 2 → Tanah tidak sensitif
St 2 ≈ 4 → Tanah sensitif sedang
St 4 ≈ 8 → Tanah sensitif cukup/normal
St 8 ≈ 16 →Tanah sensitif

Tabel 2.3 Hubungan antara Consistency of clay & qu Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Berdasar Nilai St
Consistency qu (kg/cm²) Sensitive Nature of Clay
Very soft < 0,25 1 In sensitive slays
Soft 0,25 – 0,5 1–2 Low sensitive slays
Medium 0,5 – 1,0 2–4 Medium sensitive slays
Stiff 1,0 – 2,0 4–8 Medium sensitive slays
Very stiff 2,0 – 4,0 8 – 16 Extra sensitive
Hard > 4,0 > 16 Quick Clay

Ring beban
Dial regangan

Contoh tanah

Engkol - pembebanan Arloji Pengukur

Gambar 2.7 Peralatan Uji Kuat Tekan Bebas

Jurusan Teknik Sipil II-8


h1

ho
atau
ho – h1

Ao
A1

Gambar 2.8 Mekanisme Keruntuhan Tanah

2.3.3 Pengujian Triaxial (Triaxial Test)


Peralatan yang digunakan hampir sama dengan peralatan uji kuat tekan bebas
(Unconfined Compressive Strength), hanya saja pada triaksial dilengkapi dengan tabung
untuk pemberian tegangan keliling (Gambar 2.9). Meskipun pengujian ini termasuk
jenis pengujian yang cukup rumit, namun diakui sebagai cara terbaik untuk menentukan
parameter geser tanah. Selain itu percobaan ini juga dapat digunakan untuk mengukur
tegangan air pori dan perubahan volume selama pengujian.
Pengujian triaksial dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a). Unconsolidated undrained test, dimana sistem tekanan air pori selama percobaan
tertutup. Hasil-hasilnya berdasarkan tegangan-tegangan total, pengujian ini
memberikan parameter geser cu dan φu.
b). Consolidated undrained test, dimana sebelum geseran contoh tanah dibebani
dahulu (beban normal) dan menunggu konsolidasi selesai. Sistem tekanan air
pori terbuka selama konsolidasi dan sesudah konsolidasi didalam contoh tanah
tidak ada tekanan air pori. Parameter geser yang didapatkan berdasarkan konsep
tegangan efektif yang dinotasikan dengan c’ dan φ’.
c). Consolidated drained test, percobaan ini dilaksanakan dengan lambat. dimana
sistem tekanan air pori tetap selama tes tersebut berlangsung. Parameter geser yang
didapatkan berdasarkan konsep tegangan efektif yang dinotasikan dengan c’ dan φ’.

Jurusan Teknik Sipil II-9


Untuk melengkapi satu seri pengujian triaksial, biasanya contoh yang diuji
sebanyak dua buah yang masing-masing diuji dengan tegangan keliling yang berbeda.
Berdasarkan tegangan normal maksimum yang terjadi dapat digambarkan diagram
lingkaran Mohr (Gambar 2.10) untuk mendapatkan nilai parameter geser c dan φ.
Percobaan ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain : Bisa untuk berbagai
jenis tanah, ketiga percobaan pengukuran tegangan geser dapat dilakukan, dapat
mengukur tegangan pori dan dapat mengukur pada kondisi isotropis/non isotropis.

Sebelum diberi Dengan beban


beban vertikal vertikal

Gambar 4.7

Gambar 2.9. Uji Triaksial

Jurusan Teknik Sipil II-10


Gambar 2.10 Lingkaran Mohr

2.3.4 Pengujian Baling-baling ( Vane Shear Test)


Pengujian baling-baling dapat digunakan untuk menentukan kuat geser undrained
baik di laboratorium maupun di lapangan pada lempung jenuh sempurna yang tidak
retak-retak. Pengujian ini tidak cocok untuk selain dari jenis tanah tersebut. Khusunya,
pengujian ini sangat cocok untuk lempung lunak, yang kuat gesernya mungkin berubah
oleh penanganan pada waktu pengambilan contoh benda ujinya. Hasil pengujian tidak
meyakinkan jika lempung mengandung pasir atau lanau.
Alat pengujian terdiri dari baling-baling terbuat dari baja anti karat dengan 4 pelat
yang saling tegak lurus Gambar 2.11, terletak pada ujung dari batang/tongkat baja.
Batang baja dilapisi dengan pelumas. Panjang dari baling-baling sama dengan 2 kali
lebar pelatnya. Ukuran baling-baling dapat 15 cm x 7,5 cm dan 10 cm x 5 cm. Diameter
batang antara 1,25 cm.
Baling-baling dan batangnya ditekankan di dalam tanah lempung di bawah dasar
dari lubang bor pada kedalaman paling sedikit 3 kali diameter lubang bor. Pengujian
baling-baling juga dapat digunakan pada lempung lunak tanpa lubang bor, dengan
penembusan baling-baling langsung ke dalam tanah. Dalam hal ini bahan pelindung
diperlukan untuk melindungi baling-baling selama proses penembusannya. Putaran
dikerjakan berangsur-angsur pada ujung puncak batangnya dengan peralatan tertentu,
sampai lempung tergeser akibat rotasi dari kipasnya. Kecepatan rotasi harus dalam
interval 6° sampai 12° per menit. Jika diinginkan, hubungan antara tenaga puntiran dan
rotasi dapat dicatat selama pengujiannya. Kuat geser dapat ditentukan dari persamaan :

Jurusan Teknik Sipil II-11


T
Su = C u = (2.7)
 d 2 .h d 3 
π + 
 2 6 

dimana :
Su/Cu = kohesi/kuat geser undrained
T = puntiran pada saat kegagalan
d = lebar seluruh baling-baling
h = tinggi baling-baling
Kuat geser biasanya ditentukan pada interval kedalaman yang dianggap penting.

Torsi

Batang baja

Baling-baling

Gambar 2.11 Alat pengujian baling-baling

Studi yang mendetail dalam menentukan hubungan kuat geser undrained yang
diperoleh dari uji geser baling-baling di laboratorium dan di lapangan, uji triaksial
kondisi Undrained dan uji tekan bebas, telah dilakukan oleh Arman et.al (1975). Hasil
pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Di sini dapat dilihat bahwa kuat geser undrained yang diperoleh dari uji geser
baling-baling di lapangan lebih besar dari pada kuat geser Undrained yang diperoleh
dari pengujian-pengujian yang lain. Hal ini disebabkan oleh zone geser terjadi di luar

Jurusan Teknik Sipil II-12


bidang kegagalan dari baling-baling (Gambar 2.13). Perluasan bidang kegagalan
tergantung dari tipe dan kohesi tanahnya (Arman et.al, 1975).

Gambar 2.12 Hubungan kedalaman dan kuat geser undrained


dari berbagai tipe pengujian (Arman dkk, 1975)

Bjerrum 1972, dalam penelitian pada longsoran lereng membuktikan bahwa kuat
geser undrained yang diperoleh dari uji geser baling-baling di lapangan terlalu tinggi.
Karena itu, Bjerrum 1972 mengusulkan persamaan kuat geser untuk perencanaan
dengan menggunakan hasil uji baling-baling geser di lapangan, sebagai berikut :
S u (nyata ) = α .S u (lapangan ) (2.8)

Zone

Diameter
baling-baling

Gambar 2.13 Zone distorsi pada uji baling-baling geser

Jurusan Teknik Sipil II-13


Dengan Su(nyata) = Cu = kuat geser undrained yang diterapkan dalam
perencanaan, Su(lapangan) adalah kuat geser undrained yang diperoleh dari uji geser
baling-baling di lapangan dan α adalah faktor koreksi yang tergantung dari
besarnya indeks plastisitas dari lempung. Faktor koreksi tersebut ditunjukkan dalam
Gambar 2.14.
1,2

1,0

α 0,8

0,6

0,4
0 20 40 60 80 100 120
Indeks plastisitas (PI)

Gambar 2.14 Koreksi kuat geser undrained dari uji baling-baling geser di
lapangan (Bjerrum, 1972).

2.4 Perkiraan Sudut Geser Dalam


Menurut Dhawan, sudut geser dalam φ tergantung pada distribusi ukuran butir,
tetapi hal ini masih mendapatkan hasil yang kurang akurat. Oleh sebab itu Brinch
Hansen berpendapat, selain tergantung pada ukuran butir, besarnya sudut geser dalam
juga tergantung pada : bentuk butiran, lengkung gradasi dan kepadatan tanah. Sehingga
dalam perkiraan sudut geser dalam Bronch Hansen memberikan koreksi terhadap
rumus-rumus yang telah diturunkan oleh Dhawan.

Rumus Dhawan :
φ0 = A + B + C + D (2.9)
Dimana :
φ0 = sudut geser dalam, sebelum dikoreksi
A = 1/7 x prosentase berat butir ≤ 0,002 mm

Jurusan Teknik Sipil II-14


B = 1/5 x prosentase berat butir 0,002 – 0,01 mm
C = 1/3 x prosentase berat butir 0,01 – 0,2 mm
D = 1/2,5 x prosentase berat butir > 0,2 mm.

Gambar 2.15 Distribusi Ukuran Butir

Koreksi menurut Brinch Hansen :


φ eff = φ0 + φ1 + φ2 + φ3 (dalam derajat) (2.10)
Dimana :
φ0 = Sudut geser menurut Dhawan
φ1 = Korelasi bentuk butir
φ2 = Korelasi bentuk lengkung distribusi gradasi
φ3 = Korelasi kepadatan

Bentuk butir (φ1) :  (φ1) = + 1º (butir-butir bersudut)


= ± 0º (butir-butir menengah)
= - 3º (butir-butir bulat)
Distribusi Gradasi (φ2) : (φ2) = - 3º (gradasi seragam/uniform grad)
= ± 0º (gradasi menengah)
= + 3º (gradasi baik/well graded)
Kepadatan (φ3) :  (φ3) = - 6º (lapisan lepas)

Jurusan Teknik Sipil II-15


= ± 0º (lapisan sedang)
= + 6º (lapisan padat)
Contoh :
Suatu tanah mempunyai distrubusi ukuran butir sebagai berikut :
0,002 mm → 10 % berat lolos
0,01 mm → 27 % berat lolos
0,2 mm → 93 % berat lolos
Apabila jenis butirannya bersudut, lengkung gradasinya seragam dan lapisan tanahnya
padat tentukan nilai sudut geser dalam berdasarkan koreksi dari Brinch Hansen.
Jawab :
Saringan :
No. % lolos Notasi
100 % 7D
0,20 93 % 66 C
0,01 27 % 17 B
0,002 10 % 10 A
100 %

Menurut Dhawan :
1 1 1 1
A +B+C+D =
φ0 = x 10 + x 17 + x 66 + x7=
29,4º
7 5 3 2,5

Koreksi Brinch Hansen :


φ1 = + 1º (bersudut)
φ2 = - 3º (uniform graded)
φ3 = + 6º (lapisan padat)
Sehingga :
φeff = φ0 + φ1 + φ2 + φ3 = 29,4º +1º – 3º + 6º = 33,4º

Jurusan Teknik Sipil II-16


BAB III

TEKANAN TANAH LATERAL

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa dapat menjelaskan dan menghitung tekanan dalam tanah untuk
perencanaan dinding penahan tanah dan struktur penahan lainnya
Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami kondisi tekanan tanah
b. Mahasiswa dapat menguasai konsep perhitungan koefisien tanah.
c. Mahasiswa dapat menentukan tekanan tanah untuk perencanaan dinding penahan
tanah.

3.1. Pendahuluan
Konstruksi penahan tanah seperti dinding penahan tanah, dinding bangunan bawah
tanah (basement), turap baja, pangkal jembatan, terowongan (tunnel) saluran beton
bawah tanah dan lain-lain. Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan
benar maka perlu mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan
dan massa tanah yang ditahan. Gaya horizontal tadi disebabkan oleh tekanan tanah arah
horizontal (lateral). Dalam bab ini akan mempelajari berbagai teori tentang tekanan
tanah lateral.

3.2. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (At Rest)


Bila ditinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3.1. Massa tanah
tersebut dibatasi oleh dinding dengan permukaan licin (frictionless wall) AB yang
dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah yang terletak pada
kedalaman z akan terkena tekanan arah vertical σz dan tekanan arah horizontal σh.
Disini akan membahas permasalahan “σv dan σh” yang masing-masing berupa tekanan
efektif dan tekanan total, sementara tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar
diabaikan.
Bila dinding AB dalam keadaan diam (dinding tidak bergerak kesalah satu arah baik
ke kanan maupun ke kiri dari posisi awal), maka massa tanah akan berada dalam
keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium).

Jurusan Teknik Sipil III-1


A

σh = K0. σv
Berat Volume tanah = γ
z
σv τf = c + σ.tan φ

σh
K0 =
σh σv

Gambar 3.1 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)

Rasio tekanan arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan : koefisien
tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest) = K0 , atau :
σh
K0 = (3.1)
σv

Karena σv = γ . z, maka :
σh
K=
0 → σ=
h K 0 .( γ.z) (3.2)
γ.z

Rumus empiris koefisien tanah dalam keadaan diam (K0) :


1. Tanah berbutir (granuler), diperkenalkan oleh Jaky (1944) :
Ko = 1 – sin φ (3.3)
2. Tanah lempung (kohesif, terkonsolidasi normal / normally consolidated),
diperkenalkan oleh Brooker dan Ireland (1965) :
K o = 0,95 – s i n φ (3.4)
Sudut φ dalam persamaan (3.3) dan (3.4) adalah sudut geser tanah dalam keadaan air
teralirkan (drained).
3. Tanah lempung (kohesif, terkonsolidasi lebih / overconsolidated), dapat
diperkirakan sebagai berikut :
Ko (overconsolidated) = Ko (normally consolidated) - √OCR (3.5)
dimana :
OCR = ratio terkonsolidasi lebih (overconsolidated ratio)
tekanan pra konsolidasi
OCR = (3.6)
tekanan efektif akibat lapisan tanah di atasnya

4. Tanah lempung (kohesif, terkonsolidasi normal / normally consolidated), persamaan


yang lain diperkenalkan oleh Alpan (1967) :

Jurusan Teknik Sipil III-2


Ko = 0,19 + 0,233 log (PI) (3.7)
dimana :
PI= indeks plastis

Gambar 3.2 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H. Gaya total persatuan lebar dinding (P0) adalah sama
dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi,
Po = ½. K0. γ.H² (3.8)

Berat volume tanah = γ

2/3.H

H
P0

1/3.H

K0. γ.H
Gambar 3.2 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding

Gambar 3.3 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H dengan permukaan air tanah (ground water table) pada
H1 dan z adalah kedalaman yang ditinjau.
A

Berat volume tanah = γ


z
H1

E I Permukaan air tanah


C K0. γ.H1
H (ground water table)
K0. γ.H1

H2
+ =
Berat volume
tanah jenuh = γsat

F G J K
B
K0.(γ.H1+γ’.H2) γw.H2 K0.(γ.H1+γ’.H2)+γw.H2
(a) (b) (c)

Gambar 3.3 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) untuk terendam air
sebagian

Jurusan Teknik Sipil III-3


Dalam Gambar 3.3 dapat dijelaskan sebagai berikut :
σh
Bila K 0 =
σv

• untuk z < H1 → σv = γ.z → σh = K0.γ.z → segitiga ACE (Gambar 3.3.a)


• untuk z ≥ H2 → σv’ = γ.H1 + γ’.( z–H1) → σh’ = K0.[γ.H1 + γ’.( z–H1)] → segiempat
CEGB (Gambar 3.3.a)
→ u = γw.(z–H1)→ tekanan air arah horisontal→ segitiga IJK (Gambar 3.3.b)
Dengan γ’ = γsat - γw dan σ’ = σ - u, sehingga :
→ σh = σh’ + u
= K0.[γ.H1 + γ’.( z–H1)] + γw.(z–H1) → Gambar 3.3.c
• P0 = ½.K0.γ.H12 + K0.γ.H1.H2 + ½.(K0.γ’ + γw).H22

luas ACE luas CEFB luas EFG + IJK

3.3 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


Jika dinding turap pada Gambar 3.4. mengalami pergerakan ke arah luar dari tanah
urugan di belakangnya, maka tanah tanah urugan akan bergerak longsor ke bawah dan
menekan dinding penahannya. Tekanan seperti ini disebut : tekanan tanah aktif (active
earth pressure). Gerakan dinding menjauhi tanah urugan menghilangkan pertahanan
baji tanah di belakang dindingnya. Jadi tekanan tanah aktif adalah gaya yang cenderung
untuk mengurangi keseimbangan dinding penahan tanahnya, bila terjadi sebaliknya
maka disebut tekanan tanah pasif (passive earth pressure), seperti pada ilustrasi berikut
ini :
aktif

pasif

(a) kondisi diam/stabil (b) tekanan tanah aktif (c) tekanan tanah pasif (d) tekanan tanah aktif
dan pasif

(e) tekanan tanah aktif (f) tekanan tanah pasif


Gambar 3.4 Ilustrasi tekanan tanah dalam kondisi seimbang/diam, aktif dan pasif

Jurusan Teknik Sipil III-4


Sedangkan pengertian keseimbangan itu sendiri ada dua pengertian, yaitu :
kesimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan yang
menyebabkan tiap titik-titik di dalam massa tanah menuju proses ke suatu keadaan
runtuh, sedangkan dalam keseimbangan elastis (elastic equilibrium) massa tanah masih
dalam kondisi sebelum terjadi keruntuhan.

3.4 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Teori Rankine

3.4.1. Tanah non kohesi (c = 0)


Rankine (1857) meninjau suatu tanah tak berkohesi (granuler) yang homogen
dan isotropis dengan permukaan datar (horisontal) serta dinding vertikal berupa dinding
yang sempurna dan tidak ada tegangan geser pada bidang vertikal dan horisontalnya.
Evaluasi tekanan tanah aktif dan pasif beliau menggunakan teori Mohr-Coulomb tanpa
adanya kohesi tanah (c = 0). Berikut konsep teori Rankine :
σ1= γ.H
45°+½.φ
τ σv = σ1 σv = σ1 tetap
F
45°–½.φ σh = σ3 σh = σp
σh dikurangi σh ditambah
E
kondisi aktif kondisi pasif
r
∠BOE = φ
φ A’ A B C D D’
O σ ∠OEB = ∠ECF = 90°
σ3 σ1 σp ∠OBE = 90°– φ
σh σv ∠OCE = ½.∠OBE = 45°– ½.φ
∠DCF = 180°–∠OCE– ∠ECF = 45°+ ½.φ
σa
Gambar 3.5 Konsep teori Rankine untuk tekanan tanah tak berkohesi (c = 0)

Dalam Gambar 3.5 dapat dijelaskan sebagai berikut :


Tekanan tanah aktif dijelaskan dari ½ lingkaran CA menjadi ½ lingkaran CA’ dengan
cara mengurangi tekanan horisontal (σ3) di titik A menjadi kondisi runtuh di titik A’,
sehingga berlaku kondisi seperti di bawah ini.
BE BA ' r ½.(σ1 − σ3 ) σ1 − σ3
sin=
φ = = = =
OB OB OB ½.(σ1 + σ3 ) σ1 + σ3
σ − σ3
sin φ = 1 → sin φ.(σ1 + σ3 ) =σ1 − σ3 → σ3 =σ1 − sin φ.(σ1 + σ3 )
σ1 + σ3
σ3 = σ1 − σ1 sin φ − σ3 sin φ → σ3 + σ3 sin φ = σ1 − σ1 sin φ → σ3 .(1 + sin φ) = σ1 .(1 − sin φ)
σ3 1 − sin φ 1 − sin φ
= → σ3 =σ1 ⋅ → σ3 =σ1 ⋅ tan².(45 − ½.φ)
σ1 1 + sin φ 1 + sin φ
σ1 1 + sin φ 1 + sin φ
= → σ1 =σ3 ⋅ → σ1 = σ3 ⋅ tan².(45 + ½.φ) → σ1 = γ.H
σ3 1 − sin φ 1 − sin φ
1 − sin φ
catatan : = tan².(45 − ½.φ)
1 + sin φ

Jurusan Teknik Sipil III-5


Sehingga nilai koefisien tekanan aktif (coeffiecient of active pressure, Ka) dan tekanan
tanah aktif (pa) :
σh σ3 1 − sin φ 1 1 − sin φ
Ka = = = = tan².(45° − ½.φ) = → pa = σa = σ3 = σ1 ⋅ (3.9)
σ v σ1 1 + sin φ Kp 1 + sin φ

Sedangkan tekanan tanah pasif dijelaskan dari ½ lingkaran CD menjadi ½ lingkaran


CD’ dengan cara pe-nambahan tekanan horisontal (σp) di titik D menjadi kondisi runtuh
di titik D’ dengan tekanan vertikal tetap (σv = σ1 = γ.H), dengan cara yang sama seperti
tekanan tanah aktif didapatkan :

σh σp 1 + sin φ 1 1 + sin φ
Kp = = = = tan².(45° + φ / 2) = → pp = σp = σ1 ⋅ (3.10)
σ v σ1 1 − sin φ Ka 1 − sin φ

3.4.2 Tanah kohesi (c ≠ 0)


Bell (1915) meninjau suatu tanah lempung (kohesif) yang homogen dan
isotropis dengan permukaan datar (horisontal) serta dinding vertikal berupa dinding
yang sempurna dan tidak ada tegangan geser pada bidang vertikal dan horisontalnya.
Evaluasi tekanan tanah aktif dan pasif beliau menggunakan teori Mohr-Coulomb
dengan adanya nilai kohesi tanah (c ≠ 0), teori ini juga dapat digunakan untuk tanah
berpasir (granuler) bila nilai kohesif sama dengan nol. Berikut konsep teori Bell :
2.c.√Ka 2.c.√Kp

hc = 2.c ÷ (γ.√Ka)

retakan tanah
(adanya penguapan
air)

H
Berat volume tanah =

H.γ.Ka – H.γ.Kp +
kondisi aktif kondisi pasif

Gambar 3.6 Pengaruh retakan tanah terhadap tekanan

σ1= γ.H
45°+½.φ
τ σv = σ1 σv = σ1 tetap
F
σh = σ3 σh = σp
σh dikurangi σh ditambah
45°–½.φ
E

kondisi aktif kondisi pasif


r
φ O A’ A B C D D’ ∠BOE = φ
X σ ∠OEB = ∠ECF = 90°
σ3 σ1 σp ∠OBE = 90°– φ
σh σv ∠OCE = ½.∠OBE = 45°– ½.φ
σa ∠DCF = 180°–∠OCE– ∠ECF = 45°+ ½.φ

Gambar 3.7 Konsep teori Bell untuk tekanan tanah berkohesi/lempung (c ≠ 0)

Jurusan Teknik Sipil III-6


Dalam Gambar 3.7 dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tekanan tanah aktif dijelaskan dari ½ lingkaran CA menjadi ½ lingkaran CA’ dengan
cara mengurangi tekanan horisontal (σ3) di titik A menjadi kondisi runtuh di titik A’,
sehingga berlaku kondisi seperti di bawah ini.
BE BA ' r ½.(σ1 − σ3 ) (σ1 − σ3 )
sin φ
= = = = =
XO + OB XO + OB XO + OB c.cot φ + ½.(σ1 + σ3 ) 2.c.cot φ + (σ1 + σ3 )
σ1 − σ3
sin φ = → sin φ.[2.c.cot φ + (σ1 + σ3 )] =σ1 − σ3
2.c.cot φ + (σ1 + σ3 )
cos φ
sin φ.2.c. + sin φ.(σ1 + σ3 ) =σ1 − σ3 → 2.c.cos φ + sin φ.(σ1 + σ3 ) =σ1 − σ3
sin φ
σ3 = σ1 − 2.c.cos φ − sin φ.(σ1 + σ3 ) → σ3 = σ1 − 2.c.cos φ − σ1 .sin φ − σ3 sin φ
σ3 + σ3 sin φ = σ1 − σ1 sin φ − 2.c.cos φ → σ3 .(1 + sin φ) = σ1 .(1 − sin φ) − 2.c.cos φ
σ .(1 − sin φ) 2.c.cos φ 1 − sin φ cos φ
σ3 = 1 − → σ3 =σ1 ⋅ − 2.c ⋅
(1 + sin φ) (1 + sin φ) 1 + sin φ (1 + sin φ)
σ3 =σ1 ⋅ tan²(45 − ½.φ) − 2.c.tan(45 − ½.φ)
σ1 =σ3 ⋅ tan²(45 + ½.φ) + 2.c.tan(45 + ½.φ)
1 − sin φ cos φ
catatan : = tan²(45 − ½.φ) dan = tan(45 − ½.φ)
1 + sin φ 1 + sin φ
Sehingga nilai tekanan tanah aktif (pa) :
pa = σa = σ3 = σv.tan²(45°–½.φ) – 2.c.tan(45°–½.φ) (3.11)

bila H = 0 → dipermukaan urugan :


Ka = tan²(45°–½.φ)
pa = – 2.c.tan(45°–½.φ) = – 2.c.√Ka
bila c = 0 → berlaku seperti non kohesif :
pa = σv.tan²(45°–½.φ) → σv = γ.H
bila pa = 0 → berlaku pada kedalaman hc :
Ka = tan²(45°–½.φ)
pa = γ.hc.Ka – 2.c.√Ka = 0 → σv = γ. hc
2.c. K a 2.c. K a 2.c
=hc = =
γ.K a γ. K a . K a γ. K a

Sedangkan nilai tekanan tanah pasif (pp) :


pp = σp = σv.tan²(45°+½.φ) + 2.c.tan(45°+½.φ) (3.12)

bila H = 0 → dipermukaan urugan :


Kp = tan²(45°+½.φ)
pp = 2.c.tan(45°+½.φ) = 2.c.√Kp
bila c = 0 → berlaku seperti non kohesif :
pp = σv.tan²(45°+½.φ) → σv = γ.H

Jurusan Teknik Sipil III-7


3.4.3 Tekanan Tanah Untuk Tanah Urugan Miring
Pada sub-bab sebelumnya, teori Rankine belum membahas pengaruh tanah urugan
yang memberikan tekanan pada dinding penahan dengan permukaan miring, seperti
Gambar 3.8. Selanjutnya pendekatan untuk perhitungan tekanan tanah lateral aktif dan
pasif untuk kondisi tersebut dengan tanah urugan berputir/non kohesif (c = 0) adalah
sebagai berikut :

Gambar 3.8 Tekanan tanah aktif menurut Renkine dengan kemiringan tanah urug

Koefisien tekanan tanah aktif (Ka) dan tekanan tanah aktif per satuan panjang (Pa)
dengan sudut α :
σa =γ.z.K a
cos α − cos ² α − cos ²φ
K=
a cos α ⋅ (3.13)
cos α + cos ² α − cos ²φ

Pa= ½.γ.H².K a (3.14)

Sedangkang koefisien tekanan tanah pasif (Kp) dan tekanan tanah pasif per satuan
panjang (Pp) dengan sudut α:
σp =γ.z.K p
cos α + cos ² α − cos ²φ
K=
p cos α ⋅ (3.15)
cos α − cos ² α − cos ²φ

Pp= ½.γ.H².K p (3.16)

Jurusan Teknik Sipil III-8


3.5 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Teori Coulomb
(Tembok Penahan Dengan Permukaan Kasar)
Coulomb (1776) meninjau tekanan tanah lateral dengan memperhatikan pengaruh
gesekan antara tanah urugan dengan dinding penahannya. Sudut gesek antara dinding
dengan tanah (δ) berpengaruh pada bentuk bidang longsor pada ujung kaki dinding
penahan tanahnya. Sebagai pertimbangan praktis, apabila urugan tanah berputir lepas δ
= φ dan berbutir padat δ < φ yang biasanya dipakai sebesar ½.φ ≤ δ ≤ 2/3.φ.

45+½φ A D 45+½φ 45+½φ A D 45+½φ


A’ A’

H Pa C H

+ C
1/3 1/3
Pa
B (a) kondisi aktif (+δ) dan pergeseran tanah terhadap B (b) kondisi aktif (-δ)

45-½φ A A’ D 45-½φ A A’
45-½φ D 45-½φ

C
Pp H H
C


1/ 1/
3 3
Pp
B (c) kondisi pasif (+δ) dan pergeseran tanah terhadap B (d) kondisi pasif (-δ)

Gambar 3.9 Pengaruh geseran dinding penahan terhadap bentuk dari bidang keruntuhan

Gambar 3.9 menjelaskan adanya pengaruh adanya geseran dinding penahan yang
permukaan kasar dengan tanah urugan. Adanya pergeseran tanah dan dinding akibat
gaya luar atau beban sendiri maka terjadi perpindahan posisi dinding penahan dari
posisi awalnya AB menjadi A’B, selengkapnya sebagai berikut :
 Kondisi aktif (+δ) [Gambar 3.9.a]
- massa tanah di dalam zona aktif ditarik keluar
- tanah bergerak ke arah bawah terhadap tembok sehingga terjadi geseran
dinding positif dalam kondisi aktif (positive wall friction in the active case)
- gaya resultante Pa bekerja pada tembok akan miring dengan sudut δ terhadap
garis normal dari muka dinding penahan sebelah belakang

Jurusan Teknik Sipil III-9


- bidang longsor diwakili oleh BCD, bagian BC bidang lengkung dan CD
garis lurus serta ACD zona kondisi aktif menurut Rankine.
 Kondisi aktif (−δ) [Gambar 3.9.b]
- apabila kondisi Gambar 3.10.a dalam kondisi tertentu sehingga dinding
penahan tertekan ke bawah (ke tanah urugan, misal : karena beban berat)
maka arah gaya aktif Pa akan berubah sudut menjadi −δ ter-hadap garis
normal.
 Kondisi pasif (+δ) [Gambar 3.9.c]
- apabila tembok ditekan ke arah tanah urugan maka massa tanah di dalam
zona pasif akan tertekan
- tanah bergerak ke arah atas terhadap tembok sehingga terjadi geseran dinding
positif dalam kondisi pasif (positive wall friction in the passive case)
- gaya resultante Pp bekerja pada tembok akan miring dengan sudut δ terhadap
garis normal dari muka dinding penahan sebelah belakang
- bidang longsor diwakili oleh BCD, bagian BC bidang lengkung dan CD garis
lurus serta ACD zona kondisi pasif menurut Rankine.
 Kondisi pasif (−δ) [Gambar 3.9.d]
- apabila kondisi Gambar 3.9.c dalam kondisi tertentu sehingga dinding
penahan tertekan ke bawah (ke tanah urugan, misal : karena beban berat)
maka arah gaya aktif Pa akan berubah sudut menjadi −δ terhadap garis
normal.

3.5.1 Tekanan Tanah Aktif


Ditinjau dari struktur dinding penahan seperti Gambar 3.10 maka evaluasi tekanan
aktif pada urugan tanah non kohesif (c =0) yang terjadi adalah resultante dari gaya-gaya
: berat blok tanah (W), resultante gaya geser dan gaya normal pada bidang lonsor
dengan kemiringan φ (F) dan gaya aktif persatuan lebar dinding dengan kemiringan δ
terhadap garis normal (Pa) maka dapat dijelaskan dengan Gambar 3.10 berikut :

Jurusan Teknik Sipil III-10


Gambar 3.10 Tekanan aktif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya

Dari Gambar 3.10 dapat diambil perumusan sebagai berikut :


W Pa sin(β − φ )
= →=Pa ⋅W
sin(90 + θ + δ − β + α) sin(β − φ ) sin(90 + θ + δ − β + α)

H cos(θ − β)
AD = AB.sin(90 + θ − β) = ⋅ sin(90 + θ − β) = H ⋅
cos(θ) cos(θ)

AB BC cos(θ − α) cos(θ − α)
= BC
→= = ⋅ AB ⋅H
sin(β − α) sin(90 − θ + α) sin(β − α) cos θ.sin(β − α)

cos(θ − β).cos(θ − α)
W = ½.γ.AD.BC = ½.γ.H² ⋅
cos ²θ .sin(β − α)

 cos(θ − β).cos(θ − α).sin(β − α) 


Pa= ½.γ.H²  
 cos ²θ .sin(β − α).sin(90 + θ + δ − β + φ ) 

Paramater-paramater : γ, H, θ, α, φ, δ adalah tetap, sedangkan β yang berubah-ubah.


Maka untuk mendapatkan harga Pa maksimum harus menentukan harga β kritis
dahulu melalui :
dPa
derivatif =0

Sehingga didapat harga maksimum gaya Pa sebesar :


Pa= ½.γ.H².K a

Jurusan Teknik Sipil III-11


cos ²(φ − θ)
Ka = 2
(3.17)
 sin(φ + δ).sin(φ − α) 
cos ²θ .cos(θ + δ). 1 + 
 cos(θ + δ).cos(θ − α) 

Apabila menggunakan rumus sinus dengan ilustrasi gambar di bawah ini di dapat
perumusan berikut :

Gambar 3.11 Tekanan aktif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya

Harga maksimum gaya Pa sebesar :


Pa= ½.γ.H².K a
sin²(β + φ )
Ka = 2
(3.18)
 sin(φ + δ).sin(φ − α) 
sin²β .sin(β − δ). 1 + 
 sin(β − δ).sin(β + α) 

Apabila harga β = δ = 0 dan α = 90 (dinding vertikal, licin dan tanah urugan


1 − sinφ
horisontal seperti Gambar 3.12, maka=
: Ka = tan²(45 − ½.φ )
1 + sinφ

Berat volume tanah = γ

2/3.H

H
Pa
1/3.H

Ka. γ.H

Gambar 3.12 Tekanan aktif menurut Coulomb = Rankine bila harga β = δ = 0 dan α = 90

Jurusan Teknik Sipil III-12


Sehingga harga gaya Pa = ½.γ.H². tan²(45 – ½.φ) sama dengan teori Rankine (1857).

3.5.2 Tekanan Tanah Pasif


Seperti pada perhitungan tekanan aktif metode Coulomb, maka evaluasi
tekanan pasif pada urugan tanah non kohesif (c =0) dapat dijelaskan dengan Gambar
6.13 sebagai berikut :

Gambar 6.13. Tekanan pasif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya

Dengan cara sama seperti tekanan aktif, maka didapat harga maksimum gaya Pp
sebesar :
Pp= ½.γ.H².K p

cos ²(φ + θ)
Kp = 2
(3.19)
 sin(δ − φ ).sin(φ + α) 
cos ²θ .cos(δ − θ). 1 − 
 cos(δ − θ).cos(θ − α) 

Apabila menggunakan rumus sinus dengan ilustrasi gambar di bawah ini di dapat
perumusan berikut :

Jurusan Teknik Sipil III-13


Gambar 6.14. Tekanan pasif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya

Harga maksimum gaya Pp sebesar :

Pp= ½.γ.H².K p

sin²(β − φ )
Kp = 2
(3.20)
 sin(φ + δ).sin(φ + α) 
sin²β .sin(β + δ). 1 − 
 sin(β + δ).sin(β + α) 

Apabila harga β = δ = 0 dan α = 90 (dinding vertikal, licin dan tanah urugan


1 + sinφ
horisontal) maka=: Kp = tan²(45 + ½.φ )
1 − sinφ

Pp = ½.γ.H². tan²(45 + ½.φ) sama dengan teori Rankine (1857).

3.6 Pengaruh Beban di Atas Tanah Urugan


3.6.1 Beban terbagi merata
Bila tanah urugan di belakang dinding penahan dipengaruhi beban terbagi
merata (q) dengan berat volume (γ) tertentu, maka beban merata tersebut dapat
dinyatakan dalam beban tanah setebal hs = q/γ. Berikut ilustrasi adanya beban merata
tanah urugan di belakang dinding :

Jurusan Teknik Sipil III-14


hs = q/γ
beban terbagi merata (q)

Berat volume tanah = γ

Pa = q.Ka.H (akibat beban merata, q)


H
Pa = ½.γ.Ka.H² (akibat tanah urug)
½.H
1/3.H

hs.γ.Ka
H.γ.Ka
q.Ka

Gambar 3.15 Tekanan lateral akibat beban merata (q)

beban titik beban garis beban merata memanjang


m1 m2
x = m.H P (ton) x = m.H q (t/m¹) q (t/m²)

β ½.β
α
½.m2
z = n.H z = n.H z

P
H H H
σh σh σh

(a) (b) (c)

Gambar 3.16 Tekanan lateral pada dinding akibat (a) beban beban titik (b) beban garis
(c) beban merata memanjang

3.6.2 Beban titik


Dihitung dengan persamaan Boussinesq (Spangler, 1938) jika ada beban titik P
seperti Gambar 3.16 (a) dan menganggap angka poisson (µ) = 0,5 didapat :
P  3.x².z 
σ x= ⋅  (3.13)
2.π  (x² + z²)5 / 2 

Subtitusi x = m.H, z = n.H dan σx = σh, diperoleh :


3.P m².n
σh= ⋅ (3.14)
2.π (m² + n²)5 / 2

Jurusan Teknik Sipil III-15


Untuk mendapatkan hasil yang mendekati kenyataan, Gerber (1929) dan Spangler
(1938) memper-baiki rumus di atas menjadi :
1,77.P m².n²
=σh ⋅ untuk : m > 0,4
H² (m² + n²)³
(3.15)
2,28.P n²
=σh ⋅ untuk : m ≤ 0,4
H² (0,16 + n²)³

3.6.3 Beban garis


Dihitung dengan persamaan Boussinesq jika ada beban garis sebesar q persatuan
lebar seperti Gambar 3.16 (b) didapat :
4.q.m².n
σh = (3.16)
π.H.(m² + n²)²

Untuk mendapatkan hasil yang mendekati kenyataan, Terzaghi (1954) memperbaiki


rumus di atas menjadi :
4.q  m².n 
σh= ⋅  untuk : m > 0,4
π.H  (m² + n²)² 
(3.17)
q  0,203.n 
σh = ⋅   untuk : m ≤ 0,4
H  (0,16 + n²)² 

Dalam prakteknya beban garis dapat berupa : dinding beton, pagar, saluran yang terletak
di dalam tanah dan lain-lain.

3.6.4 Beban merata memanjang


Menurut teori elastisitas, tegangan arah horisontal σx pada kedalaman z yang bekerja
pada tembok dapat dihitung dengan rumus :
q
σh= ⋅ (β − sin β .cos 2α) (3.18)
H
Untuk mendapatkan hasil yang mendekati kenyataan, rumus di atas diperbaiki
menjadi :
2.q
σ=
h ⋅ (β − sin β .cos 2α) (3.19)
H
Dengan α dan β adalah sudut yang ditunjukkan dalam Gambar 3.16.(c) dalam satuan
“radial”,, sedangkan H. Jarquio (1981) telah menuliskan besarnya P dalam persamaan
berikut :
q
P= ⋅ [H.(θ2 − θ1 ) (3.20)
90
dengan:

Jurusan Teknik Sipil III-16


m 
tan−1 ⋅  1 
θ1 (derajat) =
H
 m + m2 
θ2 (derajat) =tan−1 ⋅  1 
 H 
Dalam prakteknya beban merata memanjang ini dapat berupa : jalan raya, jalan
kereta api atau timbunan tanah yang sejajar dengan dinding penahan tanah.

Jurusan Teknik Sipil III-17


BAB IV

TEGANGAN PADA MASA TANAH

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menghitung besarnya tegangan dalam
tanah akibat berat sendiri dan akibat beban luar untuk perhitungan penurunan
pondasi.
Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami konsep penambahan tegangan dalam tanah.
b. Mahasiswa dapat memahami pengaruh beban terhadap kekuatan tanah.
c. Mahasiswa dapat menentukan tegangan dalam tanah dengan rumus yang benar.

4.1 Penyebaran Tegangan di Dalam Tanah.


Suatu lapisan tanh akan mengalami kenaikan tegangan apabila harus mendukung
fondasi suatu bangunan. Kenaikan tegangan tersebut tergantung pada beban per
satuan luas yang dipikul oleh fondasi yang bersangkutan, kedalaman tanah di
bawah fondasi dimana tegangan ditinjau, dan faktor-faktor lainnya.
Metoda yang paling sederhana unruk menghitung distribusi tegangan pada suatu
kedalaman tanah tersebut dengan metoda 2 : 1. Metoda ini merupakan pendekatan
empiris yang didasarkan pada asumsi bahwa besar luasan yang menerima beban
akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Mengingat beban yang bekerja
adalah sama sedangkan luasan bertambah, maka besar tegangan yang bekerja pada
kedalaman yang bersangkutan menjadi berkurang, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 4.1. Sedangkan Gambar 4.1a merupakan sketsa fondasi menerus yang
diberi beban sebesar P. Pada kedalaman Z, luasan yang akan menerima beban
bertambah sebesar ½ Z pada masing-masing sisinya, jadi kedalaman Z besar luasan
yang akan menerima beban adalah [(B + Z) x 1], dan besar tegangan pada
kedalaman yang bersangkutan adalah :
beban σ .(BxL )
σZ = = o ................................................................ (4.1)
(B + Z )xL (B + Z )xL

dimana :
σo = tegangan terbagi rata yang bekerja diatas fondasi menerus dengan lebar B.

Jurusan Teknik Sipil IV-1


Dengan cara yang sama untuk fondasi yang berbentuk empat persegi panjang
dengan lebar B dan panjang L akan mempunyai luasan sebesar (B + Z).(L + Z) pada
kedalaman Z, seperti pada Gambar 4.1b.
Tegangan pada kedalaman Z menjadi :

beban σ o .B.L
σZ = = ................................................... (4.2)
(B + Z )(. L + Z ) (B + Z )(. L + Z )

P
σo =
Bx1

Z/2 B Z/2

Gambar 4.1a Fondasi menerus dengan beban P

P σ Bx1
σo = = o
(BxL) (B + Z)x1

(L + Z)

σ o .B.L
σZ =
(B + Z)
(B + Z )(. L + Z )

Gambar 4.1b Fondasi persegi panjang dengan beban P.

Jurusan Teknik Sipil IV-2


Perhitungan tegangan di dalam tanah akibat tekanan yang bekerja di dalam tanah
atau tekanan kontak pada permukaan tanah bertujuan untuk memperkirakan
besarnya jumlah penurunan yang terjadi. Besar kecilnya tegangan di dalam tanah
tergantung pada :
• Besarnya tekanan dari fondasi per satuan luas
• Kedalaman dan letak, dimana tegangan tersebut ditinjau

Pada dasarnya tanah tidak homogen, tidak elastis penuh dan tidak isotropis
sehingga hubungan antara tegangan dan regangannya tidak linear seperti halnya
pada benda elastis padat seperti baja. Namun untuk keperluan teknis atau
perhitungan-perhitungan dalam perencanaan kita dapat mengikuti teori Boussinesq
dengan anggapan-anggapan :
• Tanah adalah medium elastis, homogen dan isotropis serta mengikuti hukum
Hooke.
• Adanya tegangan yang kontinyu.
• Tegangan terdistribusi secara simetris.
• Distribusi tegangan dari luar tidak tergantung pada jenis material.
• Berat tanah diabaikan pada perhitun
• gan tegangan akibat beban luar.

4.2 Tegangan Tanah Akibat Berat Sendiri.


4.2.1 Tegangan geostatik pada tanah tidak berair.
Tegangan geostatik vertikal adalah tegangan pada tanah yang tidak berada pada
daerah yang berair atau dengan kata lain tanah mempunyai kelembaban yang relatif
kecil sehingga tidak ada pengaruhnya.

Lapisan 1 Z1

Lapisan 2 Z2

σv

Gambar 4.2 Tegangan Geostatik pada tanah tidak berair.

Jurusan Teknik Sipil IV-3


σ V = γ 1 .Z 1 + γ 2 .Z 2 ................................................................. (4.3)

dimana:
σv = tegangan vertikal dalam tanah [kN/m2)
γ1 = berat isi tanah lapisan 1 [kN/m3]
γ2 = berat isi tanah lapisan 2 [kN/m3]
z = kedalaman [m]

4.2.2. Tegangan geostatik di dalam tanah yang berair.

Lapisan 1
Z1

Lapisan 2
Z2

σv

Gambar 4.3 Tegangan Geostatik pada tanah berair.

σ v ' = γ 1 .Z 1 + (γ sat − γ w ).Z 2 .......................................................... (4.4)

dimana :
σv′ = tegangan vertikal effektif tanah [kN/m2]
γ1 = berat isi tanah lapisan I [kN/m3]
γsat = berat isi tanah jenuh lapisan II [kN/m3]
γw = berat isi air [kN/m3]
z = kedalaman [m]

Jurusan Teknik Sipil IV-4


4.2.3 Tegangan geostatik di dalam tanah jenuh air.

Z1

Z2

σv
Gambar 4.4 Tegangan Geostatik pada tanah jenuh

σ v ' = γ sat .Z 2 + γ w .(Z1 + Z 2 ) ............................................................... (4.5)


dimana:
σv′ = tegangan vertikal effektif tanah [kN/m2]
γsat = berat isi tanah jenuh [kN/m3]
γw = berat isi air [kN/m3]
z = kedalaman [m]

4.3 Tegangan Tanah Akibat Beban Luar.


Tegangan tanah di setiap bidang horisontal di bawah fondasi, dari pusat
pembebanan ke arah luar, besarnya akan berkurang atau hilang, besarnya tegangan
itu juga akan berkurang dengan meningkatnya kedalaman.

d1

d2

d3

d4

Gambar 4.5 Diagram tegangan dalam tanah.

Jurusan Teknik Sipil IV-5


Besarnya penambahan tegangan di dalam tanah akibat suatu beban dapat
dilukiskan dengan diagram tegangan sebagai berikut :

4.3.1 Tegangan Akibat Beban Terpusat.


Boussinesq (1885), telah memecahkan yang berhubungan dengan penentuan
tegangan-tegangan pada sembarang titik pada sebuah medium yang homogen, elastis
dan isotropis dimana medium tersebut adalah berupa ruang yang luas tak terhingga dan
pada permukaannya bekerja sebuah beban terpusat (beban titik). Menurut Gambar 4.6,
menurut rumus Boussinesq untuk tegangan normal pada titik A yang diakibatkan oleh
beban terpusat P, adalah :

P  3.x 2 .z  x2 − y2 y 2 .z  
∆p x = . 5 − (1 − 2.µ ). 2 + 3 2   ................. (4.6a)
2.π  L  L.r .(L + z ) L .r  

P  3. y 2 .z  y2 − x2 x 2 .z  
∆p y = . 5 − (1 − 2.µ ). 2 + 3 2   ................. (4.6b)
2.π  L  L.r .(L + z ) L .r  

3.P z 3 3.P z3
∆p z = . = . ................................................ (4.6c)
2.π L5 2.π r 2 + z 2 ( )5/ 2

dimana :

r = x2 + y2

L= x2 + y2 + z2 = r 2 + z2

µ = angka Poisson

Harus diingat bahwa Persamaan (4.6a) dan (4.6b), yang nerupakan tegangan-
tegangan normal dalam arah horisontal, adalah tergantung pada angka Poisson
mediumnya. Sebaliknya, tegangan arah vertikal, ∆pz seperti pada Persamaan (4.6c)
tidak tergantung pada angka Poisson. Hubungan untuk ∆pz di atas kemudian dapat
dituliskan lagi dalam bentuk sebagai berikut :

 
p  3 1  P
∆p z = 2 . .  = 2 .I 1 .............................................. (4.7)
 [
z  2.π (r z )2 + 1 5 2 ]  z

Jurusan Teknik Sipil IV-6


3 1
I1 = . ....................................................................... (4.8)
2.π 
( )
52
2 
r
 z + 1

dimana :

r = x2 + y2

x, y, z = koordinat titik A

Westergaard (1938) juga telah memberikan persamaan yang serupa untuk


distribusi tegangan pada tanah yang berlapis-lapis (tidak homogen).

x
L
z

Gambar 4.6 Tegangan vertikal di titik A akibat beban terpusat.

Tabel 4.1 Variasi I1 [Persamaan (3.8)].

r/z I1 r/z I1
0,01 0,4775 0,9 0,1089
0,1 0,4657 1,0 0,0844
0,2 0,4329 1,5 0,0251
0,3 0,3849 1,75 0,0144
0,4 0,3295 2,0 0,0085
0,5 0,2733 2,5 0,0034
0,6 0,2214 3,0 0,0015
0,7 0,1762 4,0 0,0004
0,8 0,1386 6,0 0,0014
Sumber : Braja M. Das

Jurusan Teknik Sipil IV-7


Contoh Soal 4.1 :
Ada sebuah beban terpusat P = 1000 lb seperti pada Gambar 4.6. Gambarkan variasi
kenaikan tegangan vertikal ∆p terhadap kedalaman yang diakibatkan oleh beban
terpusat di bawah permukaan tanah di mana x = 3 ft dan y = 4 ft.
Penyelesaian :

r = x 2 + y 2 = 3 2 + 4 2 = 5 ft
Perhitungan berikutnya ditabelkan, sebagai berikut :
r z P
(ft) (ft) r/z I1* ∆p = 2
(
.I lb/ft 2 ) **
z
5,0 0 ∞ 0 0
2 2,5 0,0034 0,85
4 1,25 0,0424 2,65
6 0,83 0,1295 3,60
10 0,5 0,2733 2,73
15 0,33 0,3713 1,65
20 0,25 0,4103 1,03
* Persamaan (4.8)
** Persamaan (4.7); catatan : P = 1000 lb.

Gambar variasi kenaikkan tegangan vertikal (∆p)

∆p (lb/ft2)

0 1 2 3 4
0

z (ft) 12

16

20

24

Jurusan Teknik Sipil IV-8


4.3.2 Tegangan Akibat Beban Garis.
Pada Gambar 4.7 menunjukkan sebuah beban garis yang lentur dengan panjang
tek terhingga dan intensitas beban q per satuan panjang pada suatu massa tanah yang
semi-takterhingga. Kenaikkan (perubahan) tegangan vertikal, ∆p, di dalam massa tanah
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan dasar-dasar teori elastis, sebagai berikut :

2.q.z 3
∆p = .............................................................. (4.9)
( 2
π. x + z )
2 2
q (kN/m’)

y
x

r
z
∆p

x
z

Gambar 4.7 Tegangan vertikal di titik A akibat beban garis.

Contoh Soal 4.2 :


Sebuah beban garis dengan panjang tak terhingga memiliki intensitas beban q = 500
lb/ft. Tentukan tegangan vertikal pada titik A yang mempunyai koordinat x = 5 ft dan z
= 4 ft. Seperti pada Gambar di bawah ini.

q /satuan panjang

z = 4 ft
∆p

x = 5 ft

Jurusan Teknik Sipil IV-9


Penyelesaian :
Dari Persamaan (4.9) :
2.q.z 3
∆p =
π .(x 2 + z 2 )
2

Bila q = 500 lb/ft, z = 4 ft dan x = 5 ft, maka didapat :

∆p =
(2)(. 500)(. 4)2 = 12,12 lb/ft 2
(π ).(5 2 + 4 2 )2

Contoh Soal 4.3 :


Dua beban garis di atas tanah seperti pada Gambar di bawah. Tentukan kenaikkan
tegangan pada titik A.

q2 = 1000 lb/ft q1 = 500 lb/ft


x = 5 ft x = 5 ft
x

∆p
z = 4 ft

q1 = 500 lb/ft q2 = 1000 lb/ft

x1 x2
∆p1 ∆p2
z = 4 ft z = 4 ft
+
A A
x = 5 ft x = 10 ft
z z

Penyelesaian :
∆p = ∆p1 + ∆p2 = 12,12 + 3,03 = 15,15 lb/ft2

∆p1 =
2.q1 .z 3
=
(2 )( . 4)
. 500 )(
3
= 12,12 lb/ft 2
π .(x + z
2
1
2 2
) π .(5 + 4
2
)
2 2

∆p1 =
2.q 2 .z 3
=
(2)(. 1000)(. 4)3 = 3,03 lb/ft 2
π .(x + z
2
2
2 2
) π .(10 + 4 2 2 2
)

Jurusan Teknik Sipil IV-10


4.3.3 Tegangan Akibat Beban Merata.
a. Beban merata berbentuk persegi panjang.
Besarnya tegangan tanah yang terjadi dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
B L
3qz 3 (dxdy )

∆p = dp = ∫ ∫ 2π (x
y =0 x =0
2
+ y2 + z2 )
5/ 2
= q o .I 2 ...........................(4.10)

1  2.m.n. m 2 + n 2 + 1  m 2 + n 2 + 2   2
−1  2.m.n. m + n + 1
2 

I2 = . .  + tan
4.π  m 2 + n 2 + m 2 .n 2 + 1  m 2 + n 2 + 1   m 2 + n 2 + 1 − m 2 .n 2




dimana :

m = B/z ; n = L/z
∆p = tegangan tanah yang terjadi [kN/m2]
qo = beban merata segi empat [kN/m2]
I2 = koefisien Boussinesq
B & L = sisi-sisi segi empat; z = kedalaman

Jurusan Teknik Sipil IV-11


Gambar 4.8 Variasi I2 terhadap m dan n.

Jurusan Teknik Sipil IV-12


Kenaikan tegangan pada suatu titik sembarang di bawah sebuah luasan
berbentuk empat persegi panjang dapat dicari dengan menggunakan Persamaan
(4.10) dan Gambar 4.8. Hal ini dapat diterangkan dengan Gambar 4.9. Marilah
kita tentukan tegangan pada sebuah titik di bawah titik A, yang mempunyai
kedalaman z. Luasan beban tersebut dapat dibagi menjadi empat buah segi
empat. Kenaikan tegangan pada kedalaman z di bawah titik A, akibat beban segi
empat tersebut sekarang dapat dicari dengan menggunakan Persamaan (4.10).
Kenaikan tegangan vertikal total akibat seluruh beban pada luasan tersebut
adalah :

[ ]
p = q o . I 2(1) + I 2(2 ) + I 2(3) + I 2(4 ) ............................................... (4.11)

dimana :
I2(1), I2(2), I2(3), I2(4) = harga-harga I2 untuk masing-masing empat persegi
panjang 1, 2, 3 dan 4

Persamaan (4.10) dapat digunakan untuk menghitung kenaikan tegangan pada


berbagai titik sembarang. Dari titik-titik tersebut, garis-garis isobar tegangan
dapat digambar. Gambar 4.10 menunjukkan gambar garis-garis isobar tersebut
untuk beban merata pada luasan berbentuk bujur sangkar. Perhatikan bahwa
garis-garis isobar tersebut hanya berlaku untuk bidang vertikal melalui garis aa
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.10. Gambar 4.11 merupakan bentuk
tanpa-dimensi dari grafik ∆p/q di bawah titik pusat sebuah luasan beban
berbentuk empat persegi panjang dengan harga-harga L/B = 1; 1,5; 2 dan ∞ yang
telah dihitung dengan menggunakan Persamaan (4.10).

Jurusan Teknik Sipil IV-13


1 3
B
A
2 4

L
Gambar 4.9 Kenaikan tegangan pada segala titik di bawah suatu luasan lentur berbentuk
empat persegi panjang yang menerima beban merata.

Gambar 4.10 Isobar tegangan vertikal di bawah suatu luasan berbentuk


bujur sangkar yang menerima beban merata.

Jurusan Teknik Sipil IV-14


Gambar 4.11 Kenaikan tegangan di bawah titik pusat suatu luasan lentur
yang menerima beban merata.

Contoh Soal 4.4 :


Sebuah beban merata empat persegi dengan luas (A) = 2,5 x 5 m terletak di atas
permukaan tanah dengan berat (qo) = 145 kN/m2. Hitung kenaikkan tegangan (∆p) pada
titik pusat dari luasan empat persegi, akibat beban dengan kedalaman (z) = 6,25 m.
x qo

B
y
L
Penyelesaian :
2,5 5
B1 = = 1,25 m ; L1 = = 2,5 m z
2 2
B1 1,25 L1 2,5
m1 = = = 0,2 ; n1 = = = 0,4
z 6,25 z 6,25

Dari Tabel 4.2, untuk m1 = 0,20 dan n1 = 0,40 didapat nilai I1 = 0,0328
Sama juga nilainya I1 = I2 = I3 = I4.
Jadi :

Jurusan Teknik Sipil IV-15


∆p = qo.(4.I1) = (145).(4).(0,0328) = 19,02 kN/m2
Tabel 4.2. Angka pengaruh I2 untuk menentukan penambahan tegangan vertikal di
dalam tanah akibat beban terpusat.

n
m
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.2 1.4
0,1 0,00470 0,00917 0,01823 0,01678 0,01978 0,02223 0,02420 0,02576 0,02698 0,02794 0,02926 0,03007
0,2 0,00917 0,01790 0,02585 0,03280 0,04866 0,04318 0,04735 0,05042 0,06284 0,05171 0,03783 0,05891
0,3 0,01323 0,02585 0,03725 0,64712 0,05593 0,06204 0,06858 0,07308 0,07661 0,67938 0,08323 0,08361
0,4 0,01678 0,03280 0,01742 0,06024 0,07111 0,08009 0,08734 0,09314 0,09770 0,10120 0,10631 0,10941
0,5 0,01978 0,03866 0,05503 0,07111 0,08103 0,09173 0,10340 0,11035 0,11581 0,12018 0,12626 0,12003
0,6 0,02223 0,01318 0,06204 0,08009 0,09173 0,10688 0,11679 0,12471 0,12105 0,12605 0,11309 0,11719
0,7 0,02120 0,01735 0,06858 0,08734 0,10440 0,11679 0,12772 0,13653 0,14356 0,14914 0,15703 0,16129
0,8 0,02376 0,05042 0,07808 0,09314 0,11935 0,12174 0,13653 0,14607 0,15371 0,15978 0,16813 0,17389
0,9 0,02698 0,05283 0,07661 0,09770 0,11584 0,13105 0,14356 0,15371 0,16186 0,16835 0,17766 0,18357
1,0 0,02794 0,05171 0,07938 0,10120 0,12018 0,13005 0,14914 0,15078 0,16836 0,17522 0,18308 0,19120
1,2 0,02926 0,05733 0,08323 0,10431 0,12626 0,14309 0,15703 0,16813 0,17766 0,18508 0,19584 0,20278
1,4 0,02007 0,05804 0,08561 0,10941 0,13003 0,14749 0,16199 0,17383 0,18357 0,19139 0,20278 0,21029
1,6 0,03058 0,05094 0,08709 0,11135 0,13241 0,15028 0,16515 0,17739 0,18737 0,19616 0,20731 0,17389
1,8 0,03090 0,06058 0,08804 0,11260 0,13396 0,15207 0,16720 0,17967 0,18986 0,19814 0,21032 0,18357
2,0 0,03111 0,06100 0,08867 0,11342 0,13496 0,15326 0,16856 0,18119 0,19152 0,10994 0,21235 0,19130
2,5 0,03138 0,06155 0,08948 0,11450 0,13628 0,15183 0,17036 0,18321 0,19375 0,20236 0,21512 0,22364
3,0 0,03150 0,06178 0,08982 0,11406 0,13681 0,15550 0,17113 0,18407 0,19470 0,20341 0,21633 0,22499
4,0 0,03158 0,06194 0,00007 0,11627 0,13724 0,15508 0,17168 0,18460 0,19640 0,20417 0,21722 0,22600
5,0 0,03100 0,06199 0,09014 0,11537 0,13737 0,15612 0,17185 0,18488 0,19561 0,20440 0,21740 0,22632
6,0 0,03161 0,06201 0,09017 0,11541 0,13741 0,15617 0,17191 0,18496 0,19560 0,20449 0,21760 0,22644
8,0 0,03162 0,06202 0,00018 0,11543 0,13744 0,15621 0,17195 0,18500 0,19574 0,20455 0,21767 0,22652
10,0 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15022 0,17196 0,18502 0,19576 0,20457 0,21769 0,22654
∞ 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15023 0,17197 0,18602 0,19577 0,20458 0,21770 0,22656
* After Newmark (1935)

Jurusan Teknik Sipil IV-16


Lanjutan :
n
m
1,6 1,8 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 10,0 ∞
0,1 0,03058 0,03090 0,03111 0,03138 0,03150 0,03158 0,03160 0,03161 0,03162 0,03162 0,03162
0,2 0,05994 0,06058 0,06100 0,06155 0,06178 0,06194 0,06199 0,00201 0,00202 0,06202 0,00202
0,3 0,08709 0,08804 0,08867 0,08948 0,08982 0,09007 0,09014 0,09017 0,09018 0,09019 0,09010
0,4 0,11135 0,11260 0,11342 0,11450 0,11495 0,11627 0,11537 0,11541 0,11543 0,11344 0,11544
0,5 0,13241 0,13395 0,13496 0,13628 0,13684 0,13724 0,13737 0,13741 0,13744 0,13745 0,13745
0,6 0,15028 0,15207 0,15236 0,15483 0,15550 0,15508 0,15612 0,15617 0,15621 0,15622 0,15023
0,7 0,16515 0,16720 0,16856 0,17036 0,17113 0,17168 0,17185 0,17191 0,17196 0,17196 0,17197
0,8 0,17739 0,17967 0,18119 0,18321 0,18407 0,18409 0,18188 0,18496 0,18500 0,18502 0,18302
0,9 0,18737 0,18986 0,19152 0,19375 0,19470 0,10540 0,10601 0,19509 0,19574 0,19576 0,19577
1,0 0,19546 0,19814 0,19994 0,20236 0,20341 0,20417 0,20440 0,20449 0,20455 0,20457 0,20458
1,2 0,20731 0,21032 0,21235 0,21512 0,21633 0,21722 0,21749 0,21760 0,21767 0,21760 0,21770
1,4 0,21510 0,21836 0,22058 0,22364 0,22499 0,22600 0,22632 0,22044 0,22968 0,22654 0,22656
1,6 0,22025 0,22372 0,22610 0,22940 0,23088 0,23200 0,23296 0,23240 0,23258 0,23261 0,23203
1,8 0,22372 0,22736 0,22986 0,23334 0,23495 0,23617 0,23056 0,23671 0,23081 0,23684 0,23686
2,0 0,22610 0,22986 0,23247 0,23614 0,23782 0,23912 0,23954 0,23970 0,23081 0,23985 0,23087
2,5 0,22940 0,23334 0,23614 0,24010 0,24196 0,24344 0,24392 0,34412 0,24425 0,24429 0,24432
3,0 0,23088 0,23495 0,23782 0,24196 0,24394 0,21554 0,24608 0,24630 0,24646 0,24050 0,24654
4,0 0,23200 0,23617 0,23912 0,24344 0,24554 0,21720 0,24791 0,24817 0,24836 0,21812 0,24846
5,0 0,23236 0,23656 0,23954 0,24392 0,24608 0,21791 0,24857 0,24885 0,24307 0,21914 0,24910
6,0 0,23249 0,23671 0,23970 0,24412 0,24630 0,24817 0,24885 0,24916 0,24039 0,24940 0,21952
8,0 0,23258 0,23681 0,23981 0,24425 0,24646 0,21836 0,24007 0,24939 0,24964 0,21073 0,24980
10,0 0,23261 0,23684 0,23985 0,24429 0,24050 0,24842 0,24914 0,24946 0,24073 0,24081 0,24089
∞ 0,23263 0,23686 0,23987 0,24432 0,24664 0,21816 0,24910 0,24952 0,24980 0,24989 0,25000

b. Beban merata berbentuk lingkaran.


Dengan menggunakan penyelesaian Boussinesq untuk tegangan vertikal ∆pz
yang diakibatkan oleh beban terpusat Persamaan 4.6c, kita juga dapat
menentukan besarnya tegangan vertikal di bawah titik pusat lingkaran lentur
yang mendapat beban terbagi rata.
Pada Gambar 4.12, dimisalkan bahwa intensitas tekanan pada suatu lingkaran
berjari-jari R adalah q. Beban total pada suatu elemen luasan (berwarna hitam
pada Gambar 4.12 tersebut) adalah = qo.r dθ. dr. Tegangan vertikal, dp pada
titik A akibat beban pada elemen luasan tersebut (yang dapat dianggap sebagai

Jurusan Teknik Sipil IV-17


beban terpusat karena dr → 0 dan dα → 0) dapat diperoleh dari Persamaan 4.6c
:

3.(q o .r.dθ .dr )


dp = 5
............................................. (4.12)
 r 2 2
2.π .z 2 .1 +   
  z  

Kenaikan tegangan pada titik A akibat seluruh luasan lingkaran tersebut dapat
diperoleh dengan mengintegrasikan Persamaan (4.12), atau :

3.(q o .r.dθ .dr )


θ = 2π r =B 2

∆p = ∫ dp = ∫ ∫ 52
, Jadi :
θ=0 r =0   r 2 
2.π .z 2 .1 +   
  z  

 
 
 
 1 
∆p = q o .1 − 3/ 2 
................................................. (4.13)
   B 2  
 1 +    
   2 z   

dimana:
∆p = tegangan vertikal di bawah pusat lingkaran [kN/m2]
qo = beban merata berbentuk lingkaran [kN/m2]
B/2 = Jari-jari lingkaran (R)
z = kedalaman

Variasi harga ∆p/qo terhadap perubahan harga z/(B/2) yang didapat dari
Persamaan (4.13) dapat dilihat pada Gambar 4.12b. Harga-harga ∆p tersebut
akan berkurang secara cepat menurut kedalaman ; dan pada z = 5.R harga ∆p
ini hanya 6 % dari q, yang merupakan besarnya intensitas tekanan pada
permukaan tanah.

Jurusan Teknik Sipil IV-18


Gambar 4.12 (a) Tegangan vertikal di bawah titik pusat suatu luasan lentur
berbentuk lingkaran yang menerima beban merata.
(b) Grafik untuk menentukan penambahan tegangan di bawah
beban merata lingkaran.

Jurusan Teknik Sipil IV-19


BAB V

KONSOLIDASI

Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menghitung besarnya penurunan tanah
akibat beban luar.
Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami konsep konsolidasi tanah.
b. Mahasiswa dapat mengintepretasi hasil pengujian konsolidasi tanah.
c. Mahasiswa dapat menghitung penurunan konsolidasi

5.1 Pendahuluan.
Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air pori
di dalam tanah tersebut segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada lapisan
tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air pori yang lebih
rendah, yang diikuti penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah yang rendah,
proses ini membutuhkan waktu.
Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori
dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya
dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah. Proses
konsolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer, untuk mencatat
perubahan tekanan air pori dengan waktunya. Besarnya penurunan dapat diukur
dengan berpedoman pada titik referensi ketinggian pada tempat tertentu.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh
adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari
dalam pori, dan sebab-sebab lain. Beberapa atau semua factor tersebut mempunyai
hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum, penurunan
(settlement) pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam 2
(dua) kelompok besar, yaitu :
1. Penurunan Konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil dari
perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang
menempati pori-pori tanah.

Jurusan Teknik Sipil V-1


2. Penurunan Segera (immediate settlement), yang merupakan akibat dari
deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan
kadar air. Perhitungan penurunan segera umumnya didasarkan pada penurunan
yang diturunkan dari teori elastisitas.

5.2 Dasar Konsolidasi Satu Dimensi.


Mekanisme proses konsolidasi satu dimensi (one dimensional consolidation) dapat
digambarkan dengan cara analisis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1. Silinder
berpiston yang berlubang dan dihubungkan dengan pegas, diisi air sampai memenuhi
volume silinder. Pegas dianggap bebas dari tegangan-tegangan dan tidak ada gesekan
antara dinding silinder dengan tepi piston. Pegas melukiskan tanah yang mudah
mampat, sedangkan air dalam piston melukiskan air pori dan lubang pada piston
melukiskan kemampuan tanah dalam meloloskan air atau permeabilitas tanahnya.

Gambar 5.1 Analogi piston dan pegas.

1. Gambar 5.1a, melukiskan kondisi dimana system dalam keseimbangan. Kondisi ini
identik dengan lapisan tanah yang dalam keseimbangan dengan tekanan overburden.
Alat pengukur tekanan yang dihubungkan dengan silinder memperlihatkan tekanan
hidrostatis sebesar uo, pada lokasi tertentu di dalam tanah.
2. Gambar 5.1b, tekanan ∆p dikerjakan di atas piston dengan posisi katup V tertutup.
Namun akibat tekanan ini, piston tetap tidak bergerak, karena air tidak dapat keluar
dari tabung, sedangkan air tidak dapat mampat. Pada kondisi ini, tekanan yang
bekerja pada piston tidak dipindahkan ke pegas, tapi sepenuhnya didukung oleh air.

Jurusan Teknik Sipil V-2


Pengukur tekanan air dalam silinder menunjukkan kenaikkan tekanan sebesar
∆u = ∆p, atau pembacaan tekanan sebesar uo + ∆p. kenaikan tekanan air pori (∆u)
tersebut, disebut kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure). Kondisi
pada kedudukan katup V tertutup ini melukiskan kondisi tak terdrainasi (undrained)
di dalam tanah.
3. Gambar 5.1c, katup V telah dibuka, sehingga air dapat keluar lewat lubang pada
piston dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh luas lubang. Keluarnya air
menyebabkan piston bergerak ke bawah, sehingga pegas secara berangsur-angsur
mendukung beban akibat ∆p. Pada setiap kenaikan tegangan yang didukung oleh
pegas, kelebihan tekanan air pori (∆u) di dalam silinder berkurang. Kedudukan ini
melukiskan tanah sedang berkonsolidasi.
4. Gambar 5.1d, akhirnya pada suatu saat, tekanan air pori nol dan seluruh tekanan ∆p
didukung oleh pegas dan piston tidak turun lagi. Kedudukan ini melukiskan tanah
telah dalam kondisi terdrainasi (drained) dan konsolidasi telah berakhir.

Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan
kondisi tegangan efektif di dalam tanah. Sedangkan tekanan air di dalam silinder identik
dengan tekanan air pori. Kenaikan tekanan ∆p akibat beban yang diterapkan, identik
dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan piston menggambarkan
perubahan volume tanah, dimana gerakan ini dipengaruhi oleh kompresibilitas
(kemudahmapatan) pegas, yaitu ekivalen dengan kompresibilitas tanah. Walaupun
model piston dan pegas ini agak kasar, tetapi cukup menggambarkan apa yang terjadi
bila tanah kohesif jenuh di bebani di laboratorium maupun di lapangan.
Prosedur untuk melakukan uji konsolidasi satu-dimensi pertama-tama
diperkenalkan oleh Terzaghi. Uji tersebut dilakukan di dalam sebuah konsolidometer
(kadang-kadang disebut sebagai oedometer). Skema konsolidometer ditunjukkan dalam
Gambar 5.2. Contoh tanah diletakkan di dalam cincin logam dengan dua buah batu
berpori diletakkan di atas dan di bawah contoh tanah tersebut ukuran contoh tanah yang
digunakan biasanya adalah :
• Diameter 2,5 inci (63,5 mm)
• Tebal 1 inci (25,4 mm).
Pembebanan pada contoh tanah dilakukan dengan cara meletakkan beban pada
ujung sebuah balok datar, dan pemampatan (compression) contoh tanah ukur dengan

Jurusan Teknik Sipil V-3


menggunakan skala ukur dengan skala micrometer. Contoh tanah selalu direndam air
selama percobaan. Tiap-tiap beban biasanya diberikan selama 24 jam. Setelah itu, beban
dinaikkan sampai dengan dua kali lipat beban sebelumnya, dan pengukuran
pemampatan diteruskan. Pada saat percobaan selesai, berat kering dari contoh tanah
ditentukan.

Gambar 5.2 Skema konsolidometer (oedometer)

Pada umumnya, bentuk grafik yang menunjukkan hubungan antara pemampatan


dan waktu adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.3. Dari grafik tersebut
dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) tahapan yang berbeda yang dapat dijalankan sebagai
berikut :
• Tahap I :
Pemampatan awal (initial compression), yang pada umumnya adalah
disebabkan oleh pembebanan awal (preloading).
• Tahap II :
Konsolidasi primer (primary consolidation), yaitu periode selama tekanan
air pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan efektif, sebagai
akibat dari keluarnya air dari pori-pori tanah.
• Tahap III :
Konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yang terjadi setelah
tekanan air pori hilang seluruhnya. Pemampatan yang terjadi di sini adalah
disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.

Jurusan Teknik Sipil V-4


Gambar 5.3 Grafik waktu-pemampatan selama konsolidasi untuk suatu
Penambahan beban yang diberikan.

Gambar 5.4 Perubahan tinggi contoh tanah pada uji konsolidasi satu dimensi.

Setelah mendapatkan grafik antara waktu dan pemampatan untuk besar


pembebanan yang bermacam-macam dari percobaan di laboratorium, selanjutnya

Jurusan Teknik Sipil V-5


penting bagi kita untuk mempelajari perubahan angka pori terhadap tekanan. Berikut ini
adalah langkah demi langkah urutan pelaksanaannya :
1. Hitung tinggi butiran padat (Hs), pada contoh tanah (Gambar 5.4) :
Ws
Hs = ..................................................................................... (5.1)
A.Gs.γ w
dimana :
Ws = berat kering contoh tanah
A = luas penampang contoh tanah
Gs = berat spesifik contoh tanah
γw = berat volume air
2. Hitung tinggi awal dari ruang pori (Hv) :
H v = H − H s ....................................................................................... (5.2)
dimana :
H = tinggi awal contoh tanah
3. Hitung angka pori awal (eo), dari contoh tanah :
Vv H v . A H v
eo = = = ......................................................................... (5.3)
Vs H s . A H s
4. Untuk penambahan beban pertama p1 (beban total/luas penampang contoh tanah),
yang menyebabkan penurunan ∆H1, hitung perubahan angka pori ∆e1 :
∆H 1
∆e1 = .......................................................................................... (5.4)
Hs
5. Hitung angka pori yang baru (e1), setelah konsolidasi yang disebabkan oleh
penambahan tekanan p1 :
e1 = eo − ∆e1 ....................................................................................... (5.5)

Untuk beban berikutnya, yaitu p2 (catatan : p2 sama dengan beban kumulatif per
satuan luas contoh tanah), yang menyebabkan penambahan pemampatan sebesar ∆H2,
angka pori e2 pada saat akhir konsolidasi dapat dihitung sebagai berikut :
∆H 2
e2 = e1 − .................................................................................... (5.6)
Hs
Dengan melakukan cara yang sama, angkapori pada saat akhir konsolidasi untuk semua
penambahan beban dapat diperoleh.

Jurusan Teknik Sipil V-6


Tekanan total (p) dan angka pori yang bersangkutan (e) pada akhir konsolidasi
digambar pada kertas semi-logaritma. Bentuk umum dari grafik e versus log p adalah
seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Bentuk khas grafik e versus log p

5.3 Lempung NC dan OC.


Istilah normally consolidated dan overconsolidated digunakan untuk
menggambarkan suatu sifat penting dari tanah lempung. Lapisan tanah lempung
biasanya terjadi dari proses pengendapan. Selama proses pengendapan, lempung
mengalami konsolidasi atau penurunan, akibat tekanan tanah yang berada di atasnya.
Lapisan-lapisan tanah yang berada di atas suatu ini suatu ketika mungkin kemudian
hilang akibat proses alam. Hal ini berarti tanah lapisan bagian bawah pada suatu saat
dalam sejarah geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat dari tekanan yang lebih
besar dari tekanan yang bekerja sekarang. Tanah semacam ini disebut tanah
overconsolidated (OC) atau terkonsolidasi berlebihan. Kondisi lain, bila tegangan
efektif yang bekerja pada suatu titik di dalam tanah pada waktu sekarang merupakan
tegangan maksimumnya (atau tanah tidak pernah mengalami tekanan yang lebih besar
dari tekanan pada waktu sekarang), maka lempung disebut pada kondisi normally
consolidated (NC) atau terkonsolidasi normal.

Jurusan Teknik Sipil V-7


Jadi, lempung pada kondisi normally consolidated, bila tekanan prakonsolidasi
(preconsolidation pressure, pc’) sama dengan tekanan overburden efektif (po’). Sedang
lempung pada kondisi overconsolidated, jika tekanan prakonsolidasi lebih besar dari
tekanan overburden efektif yang ada pada waktu sekarang (pc’ > po’). Nilai banding
overconsolidation (overconsolidation Ratio, OCR) didefinisikan sebagai nilai banding
tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan efektif yang ada, atau bila dinyatakan dalam
persamaan :
Pc'
OCR = ' ............................................................................................... (5.7)
Po
Tanah normally consolidated mempunyai nilai OCR = 1, dan tanah
overconsolidated bila mempunyai OCR > 1. Dapat ditemui pula, tanah lempung
mempunyai OCR < 1. Dalam hal ini tanah adalah sedang mengalami konsolidasi
(underconsolidated). Kondisi underconsolidated dapat terjadi pada tanah-tanah yang
baru saja diendapkan baik secara geologis maupun oleh manusia. Dalam kondisi ini,
lapisan lempung belum mengalami keseimbangan akibat beban di atasnya. Jika tekanan
air pori diukur dalam kondisi underconsolidated, tekanannya akan melebihi tekanan
hidrostatisnya.

Gambar 5.6 Karakteristik konsolidasi lempung yang terkonsolidasi secara


normal (Normally consolidation) dengan sensitivitas rendah
sampai sedang.

Jurusan Teknik Sipil V-8


Telah disebutkan bahwa akibat perubahan tegangan efektif, tanah dapat menjadi
overconsolidated. Perubahan tegangan efektif ini, misalnya akibat adanya perubahan
tegangan total, atau perubahan tekanan air pori. Lapisan tanah yang terkonsolidasi
sebenarnya tidak dalam kondisi seimbang seperti yang sering diperkirakan. Perubahan
volume dan rangkak (creep) sangat mungkin masih berlangsung pada tanah tersebut.
Dalam lapisan tanah asli, dimana permukaan tanah tersebut horizontal, keseimbangan
mungkin didapatkan. Tetapi kalau tanah tersebut permukaannya miring, rangkak dan
perubahan volume mungkin masih terjadi.

Gambar 5.7 Karakteristik konsolidasi lempung yang terkonsolidasi


(Overconsolidation) dengan sensitivitas rendah sampai
sedang.

Keadaan ini dapat dibuktikan di laboratorium dengan cara membebani contoh


tanah meleihi tekanan overburden maksimumnya, lalu beban tersebut diangkat
(unloading) dan diberikan lagi (reloading). Grafik e versus log p untuk keadaan tersebut
di atas ditunjukkan dalam Gambar 5.6, dimana cd menunjukkan keadaan pada saat
beban diangkat dan dfg menunjukkan keadaan pada saat beban diberikan kembali.
Keadaan ini mengarahkan kita kepada dua definisi dasar yang didasarkan pada sejarah
tegangan :
1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekanan
efektif overburden pada saat ini adalah merupakan tekanan maksimum yang
pernah dialami oleh tanah itu.
2. Terlalu terkonsolidasi (overconsolidated), dimana tekanan efektif overburden
pada saat ini adalah lebih kecil dari tekanan yang pernah dialami oleh tanah itu

Jurusan Teknik Sipil V-9


sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami
sebelumnya dinamakan tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure).

Gambar 5.8 Grafik e vs log p yang menunjukkan keadaan akibat pembebanan (loading),
pengangkatan beban (unloading), dan pembebanan kembali (reloading).

Casagrande (1936) menyarankan suatu cara yang mudah untuk menentukan


besarnya tekanan prakonsolidasi (pc), dari grafik e versus log p yang digambar dari hasil
percobaan konsolidasi di laboratorium. Prosedurnya adalah sebagai berikut (lihat
Gambar 5.7) :
1. Dengan melakukan pengamatan secara visual, tentukan titik a di mana grafik e
versus log p mempunyai jari-jari kelengkungan yang paling minimum.
2. Gambar garis datar ab.
3. Gambar garis singgung ac pada titik a.
4. Gambar garis ad yang merupakan garis bagi sudut bac.
5. Perpanjang bagian grafik e versus log p yang merupakan garis lurus hingga
memotong garis ad di titik f. Absis untuk titik f adalah besarnya tekanan
prakonsolidasi.
Overconsolidation ratio (OCR) untuk suatu tanah dapat didefinisikan sebagai :
pc
OCR = ........................................................................................... (5.8)
p

Jurusan Teknik Sipil V-10


dimana :
pc = tekanan prakonsolidasi
p = tekanan vertical efektif pada saat tanah itu diselidiki.

Gambar 5.9 Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi (pc) dengan cara grafis.

5.4 Intepretasi Hasil Uji Konsolidasi.


Pada konsolidasi satu dimensi, perubahan tinggi (∆H) per satuan dari tinggi awal
(H) adalah sama dengan perubahan volume (∆V) per satuan volume awal (V), atau :
∆H ∆V
= ............................................................................................. (5.9)
H V

∆e ∆H
eo Rongga pori
Rongga pori
H
Vs = 1 Butiran padat Butiran padat

(a) (b)

Gambar 5.8 Fase-fase konsolidasi


(a) sebelum konsolidasi
(b) sesudah konsolidasi

Jurusan Teknik Sipil V-11


Bila volume padat Vs = 1 dan angka pori awal adalah eo, maka kedudukan akhir
dari proses konsolidasi dapat dilihat dalam Gambar 5.8. Volume padat besarnya tetap,
angka pori berkurang karena adanya ∆e, dari Gambar 5.8 dapat diperoleh persamaan :
∆e
∆H = H . ...................................................................................... (5.10)
1 + eo

5.4.1 Koefisien Pemampatan (av) dan Koefosoen Perubahan Volume (mv).


Koefisien pemampatan (av) adalah koefisien yang menyatakan
kemiringan kurva e – p’ (Gambar 5.9a). Jika tanah dengan volume V1 mampat
sehingga volumenya menjadi V2 dan mampatnya tanah dianggap hanya sebagai
akibat pengurangan rongga pori, maka perubahan volume hanya dalam arah
vertikal dapat dinyatakan oleh :
V1 − V2 (1 + e1 ) − (1 + e2 ) e1 − e2
= = ............................................ (5.11)
V1 1 + e1 1 + e1
dimana :
e1 = angka pori pada tegangan p1’
e2 = angka pori pada tegangan p2’
V1 = volume pada tegangan p1’
V2 = volume pada tegangan p2’

Kemiringan kurva e – p’ (av) didefinisikan sebagai :


∆e
av =
∆p
e − e2
= 1' .............................................................................. (5.12)
p 2 − p1'
Dengan e1 dan e2 adalah angka pori pada tegangan p1’ dan p2’.

Jurusan Teknik Sipil V-12


Gambar 5.9 Hasil uji Konsolidasi
(a) Grafik angka pori vs tegangan efektif (e vs p’)
(b) Grafik regangan vs tegangan efektif (∆H / H vs p’)

Koefisien perubahan volume (mv) didefinisikan sebagai perubahan volume per


satuan penambahan tegangan efektif. Satuan dari mv adalah kebalikan dari tekanan
(kg/cm2, kN/m2/). Perubahan volume dinyatakan dengan perubahan ketebalan atau
angka pori. Jika terjadi kenaikan tegangan efektif dari p1’ ke p2’, maka angka pori akan
berkurang dari e1 dan ke e2 (Gambar 5.9b) dengan perubahan tebal ∆H.
V1 − V 2 H 1 − H 2
Perubahan volume = = ........... (karena luas contoh tetap)
V1 H1

e1 − e2
= ............................................... (5.13a)
1 + e1

Substitusi Persamaan (3.13a) ke Persamaan (5.12), diperoleh :


a v .∆p
perubahan volume =
1 + e1

Jurusan Teknik Sipil V-13


Karena mv adalah perubahan volume per satuan penambahan tegangan, maka :
a v .∆p 1
mv = .
1 + e1 ∆p

av
= ......................................................................... (5.13b)
1 + e1
Nilai mv, untuk tanah tertentu tidak konstan, tetapi tergantung dari besarnya tegangan
yang ditinjau.

Contoh Soal 5.1 :


Diketahui data dari kurva uji konsolidasi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 5.9
(a). Hitunglah av dan mv untuk kenaikan tegangan dari 20 sampai 40 kN/m2.
Penyelesaian :
Dari Gambar 5.9 (a) diperoleh hubungan angka pori dan tegangan untuk :
p’1 = 20 kN/m2, e1 = 1,77
p’2 = 40 kN/m2, e1 = 1,47
∆e
av =
∆p
e − e2 1,77 - 1,47
= 1' = = 0,015 kN/m 2
p 2 − p1' 40 - 20
Dari Gambar 5.9 (b), untuk :
p’1 = 20 kN/m2, ∆H1/H = 0,24
p’2 = 40 kN/m2, ∆H2/H = 0,31
0,31 - 0,24
mv = = 0,0035 kN/m 2
40 - 20

Contoh Soal 5.2 :


Hasil uji konsolidasi pada lempung jenuh diperoleh data pada table di bawah ini
Tegangan (p’) (kN/m2) Tebal contoh setelah berkonsolidasi (mm)
0 20,000
50 19,649
100 19,519
200 19,348
400 19,151
800 18,950
0,00 19,250

Jurusan Teknik Sipil V-14


Pada akhir pengujian, setelah contoh tidak dibebani selama 24 jam, diukur kadar airnya
(w) = 24,5 % dan berat jenis tanah (Gs) = 2,70. Gambarkan hubungan angka pori vs
tegangan efektifnya, dan tentukan koefisien pemampatan (av) dan koefisien perubahan
volume (mv) pada tegangan 250 kN/m2 sampai 350 kN/m2.
Penyelesaian :
Pada contoh tanah jenuh berlaku hubungan, e = w.Gs
Maka, angka pori saat ini akhir pengujian : e1 = 0,245 x 2,7 = 0,662
Table contoh pada kondisi akhir, H1 = 19,250 mm lihat tabel diatas
Angka pori pada awal pengujian eo = e1 + ∆e
Pada umumnya, hubungan antara ∆e dan ∆H dapat dinyatakan oleh :
∆e 1 + eo 1 + e1 + ∆e
= =
∆H H H
∆H = 20 − 19,25 = 0,75 mm

∆e 1,662 + ∆e
=
0,75 20
∆e = 0,065
eo = 0,662 + 0,065 = 0,727
∆e 1 + eo 1,727
= = = 0,0864
∆H H 20
∆e = 0,0864.∆H

5.4.2 Indeks Pemampatan (Compression Index, Cc).


Indeks pemampatan (Cc) adalah kemiringan dari bagian lurus grafik e –
log p’. Untuk dua titik yang terletak pada bagian lurus dari grafik pada Gambar
5.10, nilai Cc dinyatakan oleh persamaan :
∆e e1 − e2 e1 − e2
Cc = = = ............................. (5.14)
∆ log p ' log p 2' − log p1'  p 2' 
log ' 
 p1 
Dari penelitian, untuk tanah normally consolidated, Terzaghi dan Peck (1967)
mengusulkan nilai Cc sebagai berikut :
C c = 0,009.(LL − 10 ) .................................................................... (5.15)

Dengan LL adalah batas cair (liquid limit). Persamaan ini dapat digunakan untuk
tanah lempung anorganik yang mempunyai sensitifitas rendah sampai sedang

Jurusan Teknik Sipil V-15


dengan kesalahan 30 % (persamaan ini sebaiknya tidak digunakan untuk
sensitifitas lebih besar dari 4).
Terzaghi dan Peck juga mengusulkan hubungan yang sama untuk tanah
lempung dibentuk kembali (remolded) :
C c = 0,007.(LL − 10 ) .................................................................. (5.16)

Gambar 5.10 Indeks pemampatan (Compression Index, Cc).

Beberapa nilai Cc yang didasarkan pada sifat-sifat tanah pada tempat-tempat


tertentu yang diberikan oleh Azzouz dkk. (1976), sebagai berikut :
Cc = 0,01.wn (untuk lempung Chicago)
Cc = 0,0046.(LL – 9) (untuk lempung Brasilia)
Cc = 0,208.eo + 0,0083 (untuk lempung Chicago)
Cc = 0,0115.wn (untuk tanah organic, gambut)
Dengan wn adalah kadar air tanah di lapangan dalam (%) dan eo adalah angka
pori tanah di lapangan.

5.5 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Primer Satu Dimensi.


Dengan pengetahuan yang didapat dari analisis hasil uji konsolidasi, sekarang kita
dapat menghitung kemungkinan penurunan yang disebabkan oleh konsolidasi primer di
lapangan, dengan menganggap bahwa konsolidasi tersebut adalah satu-dimensi.

Jurusan Teknik Sipil V-16


Sekarang mari kita tinjau suatu lapisan lempung jenuh dengan tebal H dan luas
penampang melintang A serta tekanan efektif overburden rata-rata sebesar po.
Disebabkan oleh suatu penambahan tekanan sebesar ∆p, anggaplah penurunan
konsolidasi primer yang terjadi adalah sebesar S. Jadi, perubahan volume (Gambar
5.11) dapat diberikan sebagai berikut :
∆V = Vo − V1 = H . A − (H − S ). A = S . A................................................ (5.17)
dimana :
Vo dan V1 adalah volume awal dan volume akhir.

Tetapi, perubahan volume total adalah sama dengan perubahan volume pori (∆Vv). Jadi :
∆V = S . A = Vvo − Vv1 = ∆Vv ............................................................... (5.18)

dimana :
Vvo dan Vv1 adalah volume awal dan volume akhir dari pori. Dari definisi angka
pori.

Gambar 5.11 Penurunan konsolidasi satu dimensi.

∆Vv = ∆e.Vs ...................................................................................... (5.19)

Dimana : ∆e = perubahan angka pori


Tapi,
Vo A.H
Vs = = ........................................................................... (5.20)
1 + eo 1 + eo

Jurusan Teknik Sipil V-17


dimana : eo = angka pori awal pada saat volume tanah sama dengan Vo.
Jadi, dari Persamaan-persamaan (3.17), (3.18), (3.19) dan (3.20) :
A.H
∆V = S . A = ∆e.Vs = .∆e
1 + eo
Atau :
∆e
S = H. ..................................................................................... (5.21)
1 + eo

Untuk lempung yang terkonsolidasi secara normal di mana e versus log p merupakan
garis lurus. (Gambar 6.12), maka :
∆e = C c [log( p o + ∆p ) − log p o ]......................................................... (5.22)
dimana :
Cc = kemiringan kurva e versus log p dan didefinisikan sebagai “Indeks
pemampatan” (compression index).

Masukan Persamaan (3.22) ke dalam Persamaan (3.21), persamaan yang didapat


adalah :
C c .H  p + ∆p 
S= . log o  ....................................................................... (3.23)
1 + eo  po 

Untuk suatu lapisan lempung yang tebal, adalah lebih teliti bila lapisan tanah tersebut
dibagi menjadi beberapa sub-lapisan dan perhitungan penurunan dilakukan secara
terpisah untuk tiap-tiap sub-lapisan. Jadi, penurunan total dari seluruh lapisan tersebut
adalah :
 C .H  p o (i ) + ∆p (i ) 
S = ∑  c i . log  .......................................................... (5.24)
1 + e  p 
 o  o (i ) 
dimana :
Hi = tebal sub-lapisan i
po(i) = tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i
∆p(i) = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i

Jurusan Teknik Sipil V-18


Untuk lempung yang terkonsolidasi berlebih (Gambar 5.13), apabila (po + ∆p)
≤ pc lapangan, variasi e versus log p terletak di sepanjang garis cd dengan kemiringan
yang hamper sama dengan kemiringan kurva pantul (rebound curve) yang didapat dari
uji konsolidasi di laboratorium. Kemiringan kurva pantul, Cs, disebut sebagai “indeks
pemuaian” (swell index). Jadi :
∆e = C s [log( p o + ∆p ) − log p o ]........................................................... (5.25)
Dari Persamaan (5.21) dan (5.25), didapat :
C s .H  p + ∆p 
S= . log o  ...................................................................... (5.26)
1 + eo  po 
Apabila po + ∆p > pc :

C s .H p C .H  p + ∆p 
S= . log c + c . log o  ............................................... (5.27)
1 + eo p o 1 + eo  p c 
Akan tetapi, apabila kurva e versus log p tersedia, mungkin saja bagi kita untuk
memilih ∆e dengan mudah dari grafik tersebut untuk rentang (range) tekanan yang
sesuai. Kemudian harga-harga yang diambil dari kurva tersebut dimasukkan ke dalam
Persamaan (5.21) untuk menghitung besarnya penurunan (S).

Gambar 5.12 Karakteristik konsolidasi lempung yang terkonsolidasi secara


normal (normally consolidated) dengan sensitivitas rendah
sampai sedang.

Jurusan Teknik Sipil V-19


Gambar 5.13 Karakteristik konsolidasi lempung yang terlalu terkonsolidasi
(overconsolidated) dengan sensitivitas rendah sampai sedang.

Gambar 5.14 Karakteristik konsolidasi lempung yang sensitif.

Jurusan Teknik Sipil V-20


Gambar 5.15 Pengaruh lama pembebanan pada kurva e versus log p.

Gambar 5.16 Pengaruh rasio pembebanan beban pada kurva e vs log p

Jurusan Teknik Sipil V-21


Contoh Soal 5.3 :
Suatu profil tanah diberikan pada Gambar di bawah ini. Uji konsolidasi dilakukan di
laboratorium untuk menguji suatu contoh tanah yang diambil dari bagian tengah lapisan
tanah tersebut. Hitung besarnya penurunan yang terjadi sebagai akibat dari konsolidasi
primer apabila suatu timbunan (surcharge) sebesar 48 kN/m2 diletakkan di atas
permukaan tanah tersebut.

(a) Profil Tanah (b) Kurva Konsolidasi

Penyelesaian :
po = (H/2).(γsat - γw) = (10/2).(18,0 – 9,81) = 40,95 kN/m2
eo = 1,1
∆p = 48 kN/m2
po + ∆p = 40,95 + 48 = 88,95 kN/m2
angka pori yang bersesuaian dengan tekanan sebesar 88,95 kN/m2 (dari gambar b)
didapat sebesar 1,045, maka :
∆e = 1,1 – 1,045 = 0,055
Penurunan (S) = H. ∆e / 1 + eo = 0,262 m = 262 mm

Jurusan Teknik Sipil V-22


Contoh Soal 5.4 :
Pada uji konsolidasi, pada penambahan tekanan dari 50 kN/m2 sampai dengan 100
kN/m2 diperoleh data hubungan waktu dan penurunan seperti pada tabel dibawah.
Hitung koefisien konsolidasi (Cv) dengan cara (a) Taylor dan (b) Casagrande.

Waktu (menit) Tebal contoh (cm) Perubahan tebal (cm)


0 1,9202 0
0,25 1,9074 0,0128
1,0 1,8819 0,0383
2,25 1,8655 0,0547
4,0 1,8510 0,0692
6,25 1,8423 0,0779
9,0 1,8366 0,0846
12,25 1,8320 0,0882
16,00 1,8288 0,0914
20,25 1,8278 0,0924
40,0 1,8251 0,0951
120,0 1,8199 0,1003
400,0 1,8177 0,1025
1440,0 1,8123 0,1079

Jurusan Teknik Sipil V-23


DAFTAR PUSTAKA

Aponno Gerard, PETUNJUK PRAKTIKUM UJI TANAH, Politeknik Negeri Malang,


2000
Bowles E Joseph, PHYSICAL AND GEOTHECNICAL PROPERTIES OF SOIL, Mc.
Graw Hill, Inc, 1984
Braja M,Das,,Endah Noor, MEKANIKA TANAH 1 & 2, Erlangga, Jakarta,1988
Budhu Muni, SOIL MECHANICS AND FOUNDATIONS, John Wiley, United State of
America, 1999
Christiady Hary, , MEKANIKA TANAH 1 & 2, Gadjah Mada University Press,
Yogyakara 2002
Soedarmo Djatmiko, MEKANIKA TANAH 1 & 2, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Sosrodrasono Suyono, MEKANIKA TEKNIK DAN TEKNIK PONDASI, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2000
Zenurianto M, MEKANIKA TANAH 1, Politeknik Negeri Malang, 2002

Anda mungkin juga menyukai