Anda di halaman 1dari 27

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341540066

PERTUMBUHAN TANAMAN

Book · May 2020

CITATIONS READS

0 1,212

1 author:

Sufardi Sufardi
Syiah Kuala University
41 PUBLICATIONS   23 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Research article View project

Genetic Improvement View project

All content following this page was uploaded by Sufardi Sufardi on 21 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB I

PERTUMBUHAN
TANAMAN
P ertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
berasal dari dalam tanaman itu sendiri maupun yang berasal dari luar
tanaman. Faktor yang berasal dari dalam tanaman dikenal sebagai
faktor genetik, sedangkan yang berasal dari luar tanaman dikenal sebagai
faktor lingkungan atau faktor keliling (Gardner et al., 1991). Kedua faktor
tersebut sangat berbeda perannya, namun mempunyai keterkaitan yang erat.
Beberapa pakar menyatakan bahwa faktor genetik tidak dianggap sebagai
variabel tumbuh karena tidak terukur secara deterministik. Pengukuran hanya
dapat dilakukan terhadap komponen tumbuh atau hasil dari fenotip tanaman.
Oleh karena itu, sifat genetik merupakan faktor bawaan tanaman sebagai
potensi kemunculan sifat jika faktor luar yang mempengaruhinya berada
dalam kondisi optimum.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
biasanya berupa variabel bebas. Antara variabel bebas ini bisa saling
mempengaruhi dan dapat bersifat sebagai variabel deterministik atau sebagai
variabel stokastik. Dalam mempelajari respons tanaman terhadap faktor luar
ini, tanaman dianggap sebagai variabel yang tidak bebas karena tergantung
pada faktor-faktor lingkungan. Untuk menjelaskan hubungan antara faktor
genetik tanaman dengan faktor lingkungannya, ada beberapa asumsi dasar
yang telah menjadi suatu kaidah dalam mempelajari sistem tanah yaitu :
1. Faktor genetik akan berperan dengan baik jika faktor lingkungan berada
dalam keadaan optimum atau jika faktor lingkungan berada dalam
keadaan optimum, pertumbuhan dan hasil tanaman akan sangat
ditentukan oleh faktor genetiknya.

1
2 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

2. Jika salah satu unsur hara merupakan faktor pembatas dalam


pertumbuhan tanaman, maka tanaman akan tanggap terhadap
penambahan unsur tersebut yang mengikuti hukum pertambahan hasil
yang makin berkurang (law of diminishing return). Kaidah ini mula-
mula dikembangkan oleh Mitcherlich yang menyatakan bahwa setiap
satuan penambahan hara akan menghasilkan tanggapan yang secara
progresif (berangsur-angsur) makin kecil sehingga menghasilkan suatu
kurva yang berbentuk asimtotik terhadap sumbu hara atau nutrien
(Tisdale et al., 1999).
3. Pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara yang tersedia dalam
jumlah yang paling rendah dalam medium (tanaman) jika ditinjau dari
presentasi kebutuhan optimumnya. Kaidah ini dikenal sebagai hukum
minimum (the law of minimum). Hukum ini dikembangkan oleh J. V.
Leibig sehingga terkenal pula dengan sebutan hukum minimum Leibig.
Berdasarkan kaidah ini, jika suatu unsur terdapat dalam kahat (defisien)
sementara yang lainnya berkecukupan, maka tanah tersebut tidak akan
dapat ditumbuhi oleh tanaman yang membutuhkan unsur pertama tadi
secara mutlak.
4. Respons terhadap dua atau lebih unsur hara dimana efek suatu faktor
paling kecil jika suatu faktor lain membatasi pertumbuhan dan paling
besar jika semua faktor lainnya ada dalam suplai optimum. Dalam
pengertian yang lain, jika dua unsur hara yang esensial bagi
pertumbuhan tanaman ada dalam suplai terbatas, maka respons tanaman
terhadap unsur hara akan berubah-ubah tergantung kepada tingkat suplai
dari unsur hara yang kedua. Kaidah ini dikenal juga sebagai hukum
faktor pembatas (the law of limiting factor). Implikasi dari hukum ini
adalah menunjukkan adanya sifat interaksi efek.

1.1. Faktor Genetika

Faktor genetika merupakan suatu gambaran tentang potensi suatu


tanaman dalam menghasilkan produk yang diinginkan, baik berupa hasil
tanaman dalam bentuk bagian vegetatif maupun hasil biji. Dalam
mempelajari peran faktor genetika bagi pertumbuhan tanaman tidak hanya
dilihat dari potensi hasilnya melainkan sifat-sifat bawaan tanaman yang
berhubungan dengan daya adaptasi (toleransi) terhadap lingkungan seperti
ketahanan terhadap cekaman air (water stress), terhadap kegaraman
(salinity), dan terhadap keracunan unsur-unsur tertentu seperti Al, Mn, dan
Fe. Sifat-sifat genetika ini menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji,
karena perkembangan ilmu pemuliaan saat ini (breeding) telah
memungkinkan terjadinya perubahan besar (revolusi) pada sifat bawaan

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 3

tanaman melalui rekayasa genetika (genetic engineering). Secara agronomis,


sifat genetika ini sering dikaitkan dengan strain dan varietas tanaman.

1.2. Faktor Lingkungan

Lingkungan dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari semua keadaan


dan pengaruh luar yang mempengaruhi hidup dan perkembangan suatu
organisme. Organisme disini bisa berupa manusia, binatang (hewan), atau
tumbuhan. Bagi tumbuhan, faktor lingkungan yang penting secara garis besar
dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu iklim dan tanah. Menurut Gardner et al.
(1991), di antara unsur-unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman adalah temperatur udara, curah hujan (suplai air), kelembaban
(humiditas), sinar matahari, dan susunan udara atmosfir. Unsur-unsur tanah
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi sifat-sifat fisika, kimia,
mineralogis, dan biologis tanah.
Sifat-sifat tersebut pada hakikatnya tidak dapat berdiri sendiri dan
saling bergantung di antara sesamanya. Berdasarkan hal tersebut, beberapa
ahli nutrisi tanaman tidak setuju dengan pembagian tersebut karena beberapa
unsur yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dapat berasal dari iklim
dan tanah. Bagi tumbuhan, faktor lingkungan yang terpenting meliputi :
1. Temperatur
2. Suplai air
3. Sinar matahari
4. Susunan atmosfir
5. Komposisi udara (gas) dalam tanah
6. Reaksi tanah (pH)
7. Suplai unsur hara, dan
8. Faktor biotik
Faktor-faktor lingkungan tidak bebas satu sama lainnya. Contohnya
hubungan terbalik terdapat atara udara dan air tanah atau antara kandungan
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) dalam tanah. Contoh lain
berhubungan antara kecepatan difusi oksigen dalam tanah dan temperatur.
Tekanan parsial oksigen di sekeliling akar sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman untuk mempertahankan tekanan ini berhubungan dengan kecepatan
difusi dari oksigen ke permukaan akar yang akan dipengaruhi oleh
temperatur tanah.

Temperatur
Temperatur adalah ukuran dari intensitas panas. Ahli fisika
menganggap bahwa temperatur di alam berkisar antara -273 C sampai
beberapa juta derajat di dekat matahari. Batas kehidupan dari makhluk di

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


4 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

planet antara -35 sampai 75 C. Pertumbuhan dari kebanyakan tanaman


pertanian berkisar antara 15-40 C. Pada batas ini, pertumbuhan menurun
cepat (Fageria et al., 1991). Menurut Salisbury dan Ross (1995), temperatur
secara langsung mempengaruhi tanaman pada fotosintesis, respirasi,
permeabilitas dinding sel, adsorpsi air dan unsur hara, transpirasi, aktivitas
enzim dan koagulasi protein. Pengaruh ini terlihat pada pertumbuhan
tanaman. Pengaruh temperatur pada fotosintesis sangat kompleks dan
berbeda dengan spesies tanaman, kandungan karbon dioksida dari atmosfir,
intensitas cahaya dan lamanya penyinaran (Barber, 2004). Menurut ahli
fisiologi tanaman, bila cahaya merupakan faktor pembatas, temperatur sedikit
berpengaruh terhadap fotosintesis tetapi bula karbon dioksida berlebihan
sedangkan cahaya tidak, maka fotosintesis akan naik dengan kenaikan
temperatur.
Pernafasan (respirasi) tanaman juga dipengaruhi oleh temperatur. Pada
umumnya respirasi berjalan lebih lambat pada temperatur yang rendah dan
naik dengan kenaikan temperatur. Pada temperatur yang sangat tinggi,
kecepatan respirasi pada saat permulaan tinggi, tetapi setelah beberapa saat
akan menurun dengan cepat. Untuk beberapa tanaman di daerah sedang,
temperatur optimum untuk fotosintesis lebih rendah untuk respirasi. Hal ini
merupakan suatu alasan lebih tingginya hasil pati tanaman seperti kentang
dan jagung pada iklim dingin bila dibandingkan dengan daerah panas.
Susunan genetic dari tanaman akan menentukan daya adaptasi terhadap iklim
(Fitter dan Hay, 1981). Transportasi atau kehilangan uap air dari stomata
daun tanaman juga dipengaruhi oleh temperatur . kecepatan transpirasi
umumnya rendah pada temperatur yang rendah dan akan naik jika temperatur
naik. Dalam keadaan dimana terjadi transpirasi berlebihan, kehilangan air
akan melebihi pengambilan sehingga tanaman akan layu (Dwidjiseputro,
1983). Absorpsi air oleh akar tanaman di pengaruhi temperatur. Pengaruh
temperatur tergantung spesies tanaman. Umumnya absorpsi naik dipengaruhi
dengan naiknya temperatur dari media perakaran dari 0 sampai 60 atau 70 C.
di atas temperatur ini tidak terjadi absorpsi (Fageria et al., 1988)
Temperatur tanah yang rendah mungkin berpengaruh jelek terhadap
pertumbuhan tanaman akibat pengaruhnya terhadap absorpsi air. Bila
temperatur tanah rendah, tetapi transpirasi berlebihan terjadi, tanaman akan
mengalami kerusakan dehidratasi. Pengaruh temperatur terhadap absorpsi air
mungkin disebabkan karena perubahan psikositas dari air, permeabilitas
membran sel dan aktivitas dari sel akar sendiri. Temperatur juga
mempengaruhi absorpsi unsur hara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
absorpsi unsur hara oleh tanaman terhambat pada temperatur rendah. Hal ini
mungkin disebabkan menurunnya aktivitas respirasi atau berkurangnya
permeabilitas dari membran sel.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 5

Temperatur secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan


tanaman akibat pengaruhnya terhadap populasi mikobia dalam tanah.
Aktivitas nitrobakter maupun mikrobia hetero-tropik bertambah dengan
naiknya temperatur yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Di daerah
beriklim dingin ternyata pH tanah naik pada musim dingin dan turun pada
musim panas. Hal ini berhubungan dengan aktivitas mikrobia karena aktivitas
mikrobia akan melepaskan karbon dioksida yang dengan air akan membentuk
asam karbonat atau asam lainnya. Perubahan pH ini akan mempengaruhi
ketersediaan beberapa unsur hara terutama unsur mikro seperti Mn, Zn, dan
Fe. Temperatur juga merubah susunan udara tanah sebagai akibat dari
perubahan aktivitas mikrobia. Bila aktivitas dari mikrobia besar, tekanan
parsial CO2 dalam tanah akan meninggi dan kandungan O2 berkurang. Dalam
keadaan dimana difusi gas keluar dan ke dalam terhambat, penurunan
tekanan O2 akan mempengaruhi kecepatan respirasi akar tanaman, akan
mempengaruhi absorpsi unsur hara.
Penggunaan secara praktis hubungan antara pertumbuhan tanaman
dengan temperatur dikembangkan dengan konsep satuan panas. Satuan panas
dinyatakan sebagai derajat hari, hari optimum dan derajat efektif. Semua
istilah tersebut menyatakan jumlah energy panas telah di adsorpsi oleh tanah
selama waktu tertentu. Banyaknya satuan panas yang diperlukan untuk
membawa tanaman sampai panen telah ditetapkan untuk berbagai tanaman.
Konsep ini terutama digunakan bagi petani tanaman untuk perusahaan.
Dengan konsep ini dapat ditetapkan waktu tanam dan waktu panen sehingga
dapa diatur sedemikian untuk menjamin produksi yang kontinyu.

Kelembapan dan Suplai air


Pertumbuhan tanaman berbanding lurus dengan ketersediaan air.
Pertumbuhan akan terbatas pada keadaan air yang terlalu rendah maupun
terlalu tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena bila air terlalu tinggi,
konsentrasi oksigen dan tata udara tanah menjadi jelek, sedangkan bila
ketersediaan air terlalu rendah, maka tanaman selain tidak dapat
mengabsorpsi unsur hara juga dapat menyebabkan stress karena tidak dapat
menjalankan fotosintesis dengan baik (Mengel dan Kirkby, 1987). Air
dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat, mempertahankan
hidrasi air protoplasma (turgor) dan alat untuk translokasi tanaman dan
translokasi unsur hara. Kekurangan air dapat menyebabkan berkurangnya
pembelahan sel dan perpanjangan sel, sehingga pertumbuhan tanaman
terganggu. Kadar air yang rendah dapat mempengaruhi respons tanaman
terhadap pemupukan.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa respons hasil jerami padi
terhadap pemupukan N semakin tinggi pada kadar air tanah yang tinggi

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


6 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

(61%) (Barber, 2004). Sebaliknya, diperlukan pemupukan untuk penggunaan


air yang efisien. Kandungan protein dari biji juga sangat dipengaruhi oleh air
yang tersedia. Persentase nitrogen (N) yang tinggi biasanya terdapat pada
kadar air yang rendah. Kadar air tanah juga member efek yang nyata terhadap
pengambilan unsur hara. Secara umum, terjadi kenaikan pengambilan kation
dan anion bila tegangan air berada pada kapasitas lapang. Akan tetapi bila
pori dipenuhi air yang efisien.
Makin banyak tersedianya air dalam tanah. Maka makin baik
pengambilan unsur hara oleh tanaman. Bila persediaan air tanah cukup,
pemberian unsur hara akan menaikkan efesiensi air. Efesiensi penggunaan air
adalah jumlah bahan kering dapat dihasilkan dari sejumlah air tertentu
(Mitchell, 1983). Kadang-kadang dinyatakan sebagai kg air yang diperlukan
untuk menghasilkan 1 kg bahan kering. Efisiensi penggunaan air dapat
dinyatakan sebagai hasil/evapotranspirasi (H/ET) dalam ton ha-1 cm-1.
Pemberian pupuk fospat dapatmenaikkan nilai H/ET (Barber, 2004).
Di daerah beriklim kering dimana dilakukan irigasi, persediaan air
terjamin dan dapat diatur, kerena itu respons tanaman terhadap pemupukan
dapat ditetapkan. Sedangkan di daerah beriklim basah dengan distribusi curah
hujan yang tidak tetap, pemberian pupuk tidak memberikan hasil yang tetap
untuk setiap tahun. Perlu, ditetapkan persamaan respons tanaman terhadap
pemupukan pada keadaan air berlainan. Kemudian perlu diketahui frekuensi
terjadinya kekeringan sebelum bisa dibuat hubungan antara input-output. Di
Amerika Serikat dengan menggunakan respons tanaman terhadap nitrogen
pada keadaan suplai air yang berbeda dibuat suatu persamaan kuadratik yang
menghubungkan hasil jagung yang diharapkan dengan banyaknya pupuk
nitrogen yang diberikan, yaitu :

Y = bo + b1N + b2N2 + b3D + b4D2 + b5ND (1)

Y adalah hasil tanaman jagung, N adalah dosis pupuk nitrogen


(kg/ha), D adalah hasil kering atau indeks kekeringan, bo… b5 adalah
konstanta. Hasil yang sesuai dengan berbagai input N dan D dapat dihitung,
berdasarkan pengetahuan seringnya terjadi kekeringan di daerah tersebut
dimana data hasil diperoleh dapat dibuat suatu tabel kemungkinan
mendapatkan suatu hasil bila suatu level pupuk N diberikan. Kadar air tanah
berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman melalui
pengaruhnya terhadap jasad mikro tanah. Kadar air yang sangat rendah dan
tinggi menghambat aktivitas jasad mikro dalam nitrifikasi oksigen, sehingga
tanaman mungkin kekurangan nitrogen, pembahasan di atas terutama penting
dalam merencanakan pemberian pupuk, karena penggunaan pupuk dengan
dosis yang tidak dengan persediaan ini tidak ekonomis.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 7

Energi Matahari
Energi matahari merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan
tanaman. Kualitas, intensitas, dan lamanya penyinaran semuanya penting.
Studi mengenai efek kualitas cahaya terhadap pertumbuhan tanaman sangat
penting, tetapi percobaan ini sukar dilakukan karena perlu diatur secara
simultan panjang gelombang dan intensitas dari penyinaran. Walaupun
demikian hasil penelitian menyatakan bahwa spektrum matahari yang penuh
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman. Penelitian
pengaruh kualitas cahaya tidak akan dapat dilakukan untuk areal yang luas.
Intensitas cahaya sebagai suatu faktor pada pertumbuhan tanaman telah
banyak diteliti. Ternyata bahwa kebanyakan tanaman tumbuh dengan baik-
baik pada intensitas cahaya dibawah cahaya penuh satu hari. Tiap jenis
tanaman memperlihatkan respon yang berbeda terhadap intensitas cahaya
yang berbeda (Barker dan Pilbeam, 2007).
Spektrum cahaya yang paling efektif dalam fotosintesis adalah
berkisar dari 400- 700 nm, yaitu 45 – 50% total energy spektrum matahari.
Kurang dari 25 % hilang karena refleksi. Reduksi jumlah C menjadi
karbohidrat memerlukan 112 kcal. Satu mol foton menghasilkan 41 kcal.
Tiga kuantum dan visible light diperlukan untuk mereduksi CO2. Perubahan
fisiologi memerlukan 8–12 kuanta dan efesiensinya jarang mencapai 1 persen
(Barber, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman daywood
(Carmus florida) memperlihatkan respons terkecil terhadap kenaikan
intensitas cahaya. Ada perbedaan antara spesies tanaman dalam memberikan
respons terhadap lama dari intensitas penyinaran (Barber, 2004). Penelitian di
Jepang dengan menggunakan tanaman gandum menunjukkan bahwa adsorpsi
N-amonia, sulfat dan air naik dengan naik intensitas cahaya sedangkan
adsorpsi Ca dan Mg sedikit dipengaruhi. Intensitas cahaya berpengaruhi
nyata terhadap adsorpsi kalium dan fosfat. Pengambilan oksigen oleh akar
tanaman bertambah dengan naiknya intensitas cahaya. Intensitas cahaya di
lapangan dapat berubah karena tanaman saling menutup. Jumlah populasi
tanaman yang kurang menurunkan hasil tetapi terdapat juga suatu titik
dimana penambahan pupulasi tanaman tidak menaikkan hasil kerena terjadi
kompetisi antara tanaman terhadap unsur hara, air dan cahaya. Pengaruh
penutup oleh tanaman karena populasi tanaman yang naik terlihat pada hasil
beberapa jagung hibrida pengurangan hasil bisa mencapai 48% (Fitter dan
Hay, 1981).
Lamanya penyinaran juga sangat penting. Tanaman dalam hubungan
dengan panjang hari disebut fotoperidesitas. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa respons tanaman jagung terus naik dengan kenaikan intensitas cahaya.
Hal ini menyebabkan pembuatan hibrida dengan daun yang lebih tegak agar
dapat mengintersepsi cahaya lebih banyak. Suatu varietas tembakau tidak

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


8 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

berbunga selama musim panas, tetapi bila dipindahkan ke rumahkaca selama


musim winter akan berbunga dengan lebat. Dari segi pertanian sifat tanaman
ini sangat penting karena beberapa tanaman mungkin tidak berbunga atau
tidak menghasilkan biji sering berhubungan dengan lamanya penyinaran.
Pengetahuan mengenai fotoperidetas sangat penting untuk
mengembangkan tanaman yang mempunyai adaptasi yang lebih baik
terhadap area tertentu. Penggunaan secara komersial dari pengetahuan ini
dilakukan pada produksi tanaman krisantum (Chrysan themunus). Tanaman
ini dapat dibuat berbunga setiap waktu tertentu dalam rumah kaca dengan
mengatur lamanya penyinaran sehingga produksi dapat dicapai secara
kontinyu.
Berdasarkan reaksi terhadap panjang penyinaran tanaman dapat
diklasifikasikan dalam tiga group, yaitu : (1) tanaman berhari pendek (short
day), (2) tanman berhari panjang (long day), dan (3) indeterminat
(indeterminate). Tanaman yang berhari pendek hanya akan berbunga jika
lama penyinaran pendek atau lebih pendek dari bulan waktu kritis. Bila
penyinaran lebih lama dari waktu kritis tanaman akan tumbuh terus secara
vegetatif tanpa terbentuk fase generatf. Sebagai contoh tanaman tembakau.
Tanaman hari panjang akan berbunga bila lama penyinaran panjang atau
lebih panjang daripada suatu waktu kritis. Bila lama penyinaran lebih pendek
dari waktu tersebut, tanaman hanya membentuk fase vegetatif. Sebagai
contoh adalah tanaman clover (Gardner et al., 1991).

Susunan Udara Atmosfer


Kandungan CO2 dari atmosfer umumnya sekitar 0,03 % volume,
memegang peranan penting dalam dunia biologi melalui aktivitas
fotosintesis, CO2 terikat secara kimia dalam molekul organic dalam tanaman
(Bohn et al., 1985). Karbon dioksida selalu dikembalika ke atmosfer sebagai
hasil pernapasan binatang dan tanaman. Dekomposisi dari sisa bahan organik
oleh jasad mikro merupakan sumber penting dari CO2 dan salah satu efek
yang menguntungkan dari pemberian pupuk organik mungkin disebabkan
oleh CO2 yang dilepaskan. Walaupun nilai yang normal dari CO2 atmosfir
0,03 % konsentrasi mungkin berkisar antara setengah sampai beberapa kali
konsentrasi tersebut. Dalam suatu lapangan dengan tanaman jagung pada hari
yang tenang, kandungan CO2 mungkin berkurang selama siang hari, bila
terjadi fotosintesis yang tinggi. Hal yang sama terjadi di dalam hutan yang
lebat (Fageria et al., 1991).
Pada umumnya kenaikan konsentrasi CO2 beberapa kali memberi
pengaruh positif terhadap hasil tanaman, sehingga penggunaa CO2 tambahan
merupakan potensi untuk meningkatkan hasil tanaman di rumahkaca. Adapun

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 9

tanaman seperti mentimun, tomat, kekacangan, dan kentang memberikan


respons terhadap kenaikan konsentrasi CO2 bila konsentrasi CO2 berubah,
kebutuhan cahaya juga naik. Perlu pula diingat bahwa bila level CO2
bertambah, fotosintesis akan lebih peka terhadap temperatur. Penggunaan
tambahan CO2 dalam rumah kaca visibel, tetapi dalam keadaan lapangan
masih perlu diteliti.
Kualitas atmosir disekitar tanaman bagian atas mungkin mempengaruhi
pertumbuhan bila beberapa gas seperti SO2, CO2 HF, dilepaskan ke udara
dalam jumlah cukup sehingga dapat meracuni tanaman. Pada konsentrasi
rendah SO2 merupakan tambahan bagi kebutuhan tanaman akan unsur S.
Tanaman yang berbunga dan mengalami siklus reproduksi secara sempurna
dalam selang lama penyinaran yang lebar termasuk kedalam indeterminat.
Sebagai contoh adalah kapas dan gandum.

Komposisi Udara (Gas) dalam Tanah


Komposisi udara dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat fisika
tanah. Salah satu di antaranya adalah struktur tanah, yaitu susunan butir-butir
tanah dalam membentuk agregat tanah. Struktur akan menentukan kerapatan
volume (bulk density) tanah. Makin tinggi kerapatan volume (BV) suatu
tanah akan makin jelek struktur tanah dan makin sedikit jumlah ruang pori
tanah. Tanah dengan kerapatan volume tinggi dapat menghambat
pertumbuhan tanaman seperti perkecambahan benih, sehingga menyebabkan
bertambahnya tanaman mekanis terhadap penetrasi akar (Foth, 1997). Hal ini
akan berhubungan dengan kecepatan difusi dari oksigen dalam pori tanah
sehingga respirasi akan terhambat. Walaupun BV mempunyai efek penentu
bagi pertumbuhan, namun pengaruh banyaknya oksigen dalam udara tanah
sama pentingnya. Dalam keadaan lapangan difusi oksigen ke dalam tanah
ditentukan terutama oleh keadaan air tanah, bila BV tidak merupakan faktor
pembatas sehingga penggenangan tanah untuk beberapa jam saja dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman. Jelaslah bahwa struktur yang baik
dan aerasi yang cukup merupakan faktor yang penting untuk mendapatkan
hasil maksimum.

Reaksi Tanah (pH)


Reaksi tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman terhadap
ketersediaan hara yang diperlukan tanaman. Hal ini disebabkan karena
ketersediaan suatu unsur hara bergantung pula pada reaksi tanah (pH).
Beberapa unsur hara seperti N, P, K, S, Ca, dan Mg ternyata tersedia dengan
baik pada reaksi tanah yang agak masam hingga netral (pH 6,0 – 7,5),
sedangkan unsur-unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn umumnya tersedia pada
tanah yang agak masam (Bohn et al., 1985). Unsur mikro seperti Mo, B, dan

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


10 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Cl tersedia pada pH tanah yang netral hingga sedikit alkalis. Pada reaksi
tanah masam (pH< 5,5) atau alkalis (pH > 8,5) beberapa unsur tersebut
menjadi tidak tersedia. Sebagai contoh, ketersediaan fosfat (P) pada tanah
masam dengan kandungan Fe dan Al yang tinggi dan berkurangnya
ketersediaan Mn pada tanah dengan bahan organic dan pH yang tinggi.
Pengaruh yang sama juga terjadi pada Mo tanah yang menurun pada pH
yang rendah. Tanah masam biasa mengandung Al, Mn, dan Fe yang tinggi dan
dapat meracuni tanaman (Sanchez, 2004). Bila kadar N dalam bentuk
ammonium (NH4+) misalnya melalui pemupukan urea pada permukaan tanah
dengan pH >7, maka ammonium akan hilang menguap sebagai gas NH3
sehingga respons terhadap pemupukan N tidak ada (Prassad dan Power, 1997).
Beberapa penyakit tanaman juga dipengaruhi oleh pH tanah, misalnya “potato
scab” pada kentang dan “black root” dari tembakau, perkembangannya lebih
baik pada tanah netral sampai alkalis. Kedua penyakit dapat dikendalikan
dengan menurunkan pH sampai 5,5 atau kurang (Barber, 2004).

Suplai Unsur Hara


Tidak kurang dari 16 macam unsur hara dikenal sangat esensial
(penting) bagi pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur tersebut dapat berupa unsur
makro (macronutrients) dan unsur mikro (mikronutrients) (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Nama-nama unsur hara tanaman dan bentuk yang diserapnya serta
kisaran konsentrasi di dalam tanah
Bentuk yang Kisaran Diserap
No Nama unsur
diserap konsentrasi dari
1. Karbon (C) CO2 (melalui daun) 45- 58 % udara / air
2. Hidrogen (H) H+, H2O (dari air) 25- 95 % udara / air
3. Oksigen (O) O2, CO2 (melaui daun) udara / air
4. Nitrogen (N) NH4+, NO3- 0,10 - 5,0 % tanah
5. Fosfor (P) H2PO4-, HPO4= 0,01 - 0,03 % tanah
6. Kalium (K) K+ 0,20 - 10 % tanah
7. Kalsium (Ca) Ca++ 0,02 - 5,0 % tanah
8. Magnesium (Mg) Mg++ 0,02 - 2,5 % tanah
9. Sulfur (S) SO4= 0,05 - 0,15 % tanah
10. Besi (Fe) Fe++, Fe+++ 10 - 200 ppm tanah
11. Mangan (Mn) Mn++ 10 - 900 ppm tanah
12. Zinc (Zn) Zn++ 5 - 100 ppm tanah
13. Molibdenum (Mo) MoO4= (molibdat) 0,02 - 50 ppm tanah
14. Khlor (Cl) Cl- 0,04 - 0,58 % tanah
15. Tembaga (Cu) Cu++ 1 - 20 ppm tanah
16 Boron (B) BO33-, H2BO3-, B(OH)4- 10 - 100 ppm Tanah
Sumber : Epstein (2007)

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 11

Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah


yang besar (> 0,1 % dari bobot tanaman), sedangkan unsur mikro adalah
unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit yaitu 0,01 % dari
bobot kering tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987). Berdasarkan Tabel 1,
yang termasuk unsur makro adalah C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S,
sedangkan unsur mikro adalah Fe, Mn, Zn, Mo, Cu, Cl, dan B. pembagian
unsur hara kedalam makro dan mikro ini tidak bersifat mutlak, karena ada
kalanya suatu unsur mikro bisa menjadi makro pada tanaman tertentu.
Misalnya unsur Cl menjadi makro pada tanaman kelapa karena
konsentrasinya bisa mencapai lebih dari 0,1% (Chapman, 1978).
Selain dari unsur esensial yang telah disebutkan di atas, ada pula unsur
yang dalam kondisi tertentu pada tanaman tertentu menjadi sangat penting.
Unsur ini bersifat tidak esensial (non-esensial) bagi tanaman seperti silikon
(Si), natrium (Na), kobalt (Co), dan vanadium (V). Si dan Na dalam beberapa
tanaman serealia bisa dianggap sebagai unsur hara makro karena jumlahnya
melebihi 0,1 % dari bobot kering tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987).
Suplai unsur hara terutama yang diserap melalui tanah sangat ditentukan oleh
sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Sifat-sifat fisika tanah adalah yang
berhubungan dengan aerasi tanah seperti distribusi butir (tekstur tanah), tipe
struktur, kadar lengas tanah, pori tanah, dan temperatur tanah. Aerasi tanah
yang baik dapat memacu aktivitas mikrobia tanah dan mineralisasi senyawa
organic sehingga ketersediaan beberapa unsur hara meningkat. Beberapa
unsur hara berhubungan dengan reaksi oksidasi-reduksi seperti Fe dan Cu
(Lindsay, 1979). Dalam suasana aerobik unsur mudah mengalami oksidasi.
Kondisi ini dapat memacu ketersediaan S-SO4= (sulfat) dan N-NO3- (nitrat)
bagi tanaman. Sebaliknya, suasana reduktif memacu tersedianya N-NH4+ da
Fe2+ (II) bagi tanaman.

Sifat-sifat kimia yang berhubungan dengan suplai unsur hara antara


lain pH tanah, potensial redoks (Eh), sifat muatan koloid, konsentrasi
elektrolit larutan, valensi ion, kemampuan hidrasi, aktivitas ion, adsorpsi-
desorpsi, kemampuan menukar, dan kerapatan ion pada permukaan koloid
tanah (Uehara dan Gillman, 1981).

Faktor Biotik
Faktor biotik yang dimaksudkan disini adalah setiap kegiatan atau
upaya untuk mengatur suatu kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan
tanaman, baik secara langsung dengan memanipulasi lingkungan oleh
manusia maupun secara tidak langsung dengan meningkatkan peran biologis
tanaman dan aktivitas mikrobia. Pemberian pupuk yang berat dapat
menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang memberikan lingkungan lebih

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


12 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

baik terhadap hama dan penyakit tanaman. Ketidak seimbang unsur hara
tersedia bagi tanaman juga dapat menambah serangan penyakit. Ada interaksi
misalnya antara pupuk N dan pupuk K dan P pada kepekaan tanaman
terhadap penyakit (Buckman dan Brady, 2004).
Serangan insekta juga merupakan problema yang sama. Pemupukan
berat dapat menyebabkan serangan hama yang lebih kuat karena
pertumbuhan vegetatif yang banyak. Penggunaan varietas yang tahan dan
penggunaan insektisida dapat menekan serangan hama tersebut. Gulma juga
merupakan hambatan bagi pertumbuhan tanaman karena kompetisi terhadap
air, unsur hara dan cahaya. Problema gulma dapat ditekan dengan penyiangan
baik secara mekanis maupun secara kimia.

1.3. Karakteristik Sistem Tanah

Tanah merupakan suatu system terbuka yang dapat menerima


tambahan bahan dari luar atau dapat mengalami kehilangan bahan-bahan
yang telah dimilikinya (Buol et al., 1983). Menurut konsep energy, sebagai
sistem yang terbuka tanah juga dapat melakukan pertukaran energi ke dalam
dan ke luar sistemnya. Dengan demikian, tanah itu mempunyai input dan
output (Hardjowigeno, 1995). Sebagai sistem terbuka tanah merupakan
bagian dari ekosistem dimana komponen-komponen ekosistem yang lain
seperti vegetasi, manusia, hewan, dan lain-lain saling member dan menerima
bahan-bahan yang diperlukan antara sistem tersebut (Buol et al., 1983).
Sistem tanah terdiri atas tiga fase, yaitu fase padat, cair, dan gas. Fase
gas penting untuk metabolisme tanaman dan saling berinteraksi dengan fase
cair. Dari segi suplai hara bagi tanaman, sistem tanah hanya dilihat dari fase
padat dan cair saja. Secara skematis sistem tanah yang menggambarkan
mekanisme penyediaan hara bagi tanaman dapat dijelaskan pada Gambar 1.1.
Fase padat
Fase padat merupakan tempat penyimpanan atau tandon (resevoir) dari
sebagian besar nutrisi tanaman dan juga mengandung permukaan aktif yang
menentukan konsentrasi ion dalam larutan tanah. Fase padat dinyatakan
sebagai M-(padat), tetapi M-padat sendiri merupakan suatu kompleks karena
tanah terdiri atas berbagai senyawa kimia yang berbeda dan mengandung
unsur hara di dalam Kristal atau pada permukaan Kristal (Barber, 2004).
Sebagian besar unsur yang diperlukan tanaman terdapat dalam tanah kecuali
H, O, N dan C serta sedikit S yang berasal dari atmosfir dan hidrosfir
sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.2.
Unsur-unsur tersebut terdapat dalam berbagai ikatan kimia dari mineral
primer, mineral sekunder, oksida bebas, dan garam, serta bahan organik.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 13

Oksida-oksida mungkin berasal dari mineral primer atau sekunder sedangkan


karbonat selalu berasal dari mineral sekunder.

Gambar 1.1. Hubungan antara sistem tanah dengan tanaman

Tabel 1.2. Kandungan unsur dalam lithosfir

No Unsur Kadar No Unsur Kadar


Atom (ppm) Atom (ppm)
1 H - 23 V 150
5 B 10 25 Mn 1500
6 C 320 26 Fe 50000
7 N - 27 Co 40
8 O 466000 29 Cu 70
11 Na 28300 30 Zn 80
12 Mg 20900 33 As 5
13 Al 81300 34 Se 0,09
14 Si 277200 35 Br 2,5
15 P 1200 37 Rb 280
16 S 520 38 Sn 150
17 Cl 480 42 Mo 2,3
19 K 25900 53 I 0,3
20 Ca 36300 55 Cs 3,2
21 Se 5 56 Ba 450

Sumber : Barber (2004)

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


14 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Mineral primer adalah mineral yang berada dalam magma asal dan
mempunyai susunan kimianya yang tidak berubah (tetap). Umumnya
merupakan fraksi kasar dalam tanah yang berukuran 2µ. Tentu saja terjadi
beberapa tumpang tindih dalam ukuran oksida bebas dan karbonat yang
berada dalam kedua fraksi tersebut, keduanya sebagai endapan terutama
dalam fraksi yang lebih besar dan sebagai lapisan penutup pada mineral
primer dan sekunder. Bahan organik yang dapat berada dalam semua tahap
dekomposisi dalam semua ukuran dan sebagai senyawa terpisah atau sebagai
lapisan penutup atau bahkan dalam ikatan kimia dengan fase mineral
menyebabkan sistem tanah lebih kompleks lagi. Menurut Bohn et al (1985),
komposisi unsur dalam tanah mineral dari dua zona iklim tropis dan iklim
sedang dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tanah yang mengandung CaCO3 bebas sebanyak 50% mungkin
terdapat di daerah arid. Analisis kimia dari fase mineral menunjukkan bahwa
unsur mineral Ca, K, Na, P dan Si lebih banyak di daerah beriklim sedang,
sedangkan Fe, Al, Mn, dan Ti banyak terdapat di daerah beriklim tropis atau
daerah beriklim basah. Iklim yang basah ini menyebabkan terjadinya
pelapukan secara intensif pada batuan sehingga menyebabkan terjadinya
pencucian dari basa-basa tanah yang pada akhirnya akan menyisakan logam-
logam yang lebih resisten (Docuchampur, 1983).

Tabel 1.3. Komposisi unsur dari tanah mineral di zona ilkim tropis dan
sedang

Unsur Zona Iklim Unsur Zona Iklim


dalam dalam
Oksida Tropis (%) Sedang (%) Oksida Tropis (%) Sedang (%)
SiO2 3 - 30 60 - 95 CaO 0,05 – 0,5 0,3 - 2
Al2O3 10 – 40 2 – 20 MgO 0,1 – 3,0 0,05 – 1
Fe2O3 10 – 70 0,5 – 10 K2O 0,01 – 1,0 0,1 – 4
MnO 0,1 – 1,5 0,005 – 0,5 Na2O 0,01 – 0,5 0,1 – 2
TiO2 0,5 - 15 0,3 - 2 P2O5 0,01 – 1,5 0,03 – 0,3

Sumber : Bohn et al., 1985

1. Mineral Primer
Susunan mineral primer dalam batuan beku dapat dilihat pada Tabel
1.4. Dari Tabel tersebut jelaslah bahwa unsur hara Ca, Mg, K, Fe dan sedikit
P banyak terdapat dalam mineral primer. Terlihat pula bahwa unsur hara
makro N, dan S dan unsur mikro Mn, Cu, Zn, B, Cl tidak terdapat dalam
lithosfir secara keseluruhan.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 15

Tabel 1.4. Komposisi mineral primer dari batuan beku


Mineral Susunan Kimia Kadar (%)
Feldspar (M-Si3O8) Aluminasilikat dari K, Na, Ca, Ba 3-12
Horblende dan Augit Aluminasilikat dari Ca dan Fe dengan
kationlain seperti Na, Ca, dan Ti 8-12
Kuarsa (quartz) SiO2 12-35
Mika Aluminasilikat dari K dan sering
berkombinasidengan Fe dan Mg 8-14
Hematit dan magnetit Fe2O3 dan Fe-Fe2O4 11- 23
Apatit Ca5(PO4)x [x = anion seperti Fe, Cl] 0,2-0,5
Sumber : Greenland & Mott (1983)

2. Oksida dan Garam bebas


Oksida-oksida, karbonat, dan sulfat mungkin mengandung unsur hara
seperti Ca, Mg, S, dan Fe, tetapi fungsi karbonat bila ada lebih penting
sebagai penyangga pH daripada sebagai unsur hara dan oksida Fe bila
terhidrasi lebih penting sebagai bahan perekat antara butir-butir dan sebagai
lapisan penutup permukaan terutama pada mineral sekunder daripada sebagai
sumber unsur hara Fe.
Oksida Fe dan Al terdapat dalam kebanyakan tanah dalam bentuk
Kristal atmorf. Kristalisasi dari hidroksida biasanya merupakan proses yang
lambat yang menyebabkan terbentuknya mineral seperti goethite, hematite,
gibbsite, boehmit. Oksida Fe dan mungkin juga Al terdapat sebagai penutup
pada butir-butir liat. Lebih banyak diketahui tentang oksida Fe karena
perhatian ahli tanah terhadap tanah laterit.Penelitian menunjukkan bahwa
oksida Fe dalam bentuk Kristal tidak terbentuk bila terdapat koalinit, kecuali
bila Fe terdapat lebih dari cukup untuk menjenuhi koalit, jumlah ini lebih dari
20% Fe2O3. Jadi permukaannya di jenuhi oleh Fe. Jumlah oksida dapat dilihat
dari data Fe2O3 pada Tabel 1.5. Sedikit diketahui tentang kondisi untuk
pembentukan Al2O3 dalam tanah.
3. Bahan Organik
Bahan organik hampir seluruhnya berasal dari tanaman karena itu
mengandung semua unsur hara yang diperlukan tanaman dengan susunan
yang hampir sama dengan yang terdapat pada tanaman hidup. Tetapi terjadi
perubahan yang besar bila sisa tanaman dimasukkan ke dalam tanah.
Sebagian dari unsur N, S, dan P yang terdapat dalam ikatan dengan senyawa
organik. Kebanyakan unsur hara melepaskan dengan cepat bila terjadi
dekomposisi. Rasio C/N menjadi lebih kecil sampai 10:1 dan nilai rasio C/P
dan C/S menjadi 100:1 (Barber, 2004).

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


16 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Tabel 1.5. Susunan kimia dari mineral sekunder dalam tanah (%)
Mineral SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O

Kaolinit 45-48 38-40 - - - - - -


Montmorillonit 42-55 0-28 0-30 0-0,5 0-3 0-25 0-0,5 0-3
Illit 50-56 18-31 2-5 0-0,8 0-2 1-4 4-7 0-1
Khlorit 31-33 18-20 - - - 35-38 - -
Diaspor - 85 - - - - - -
Limonit - - 75-90 - - - - -
Gibbsit - 65 - - - - - -
Sumber : Greenland & Mott (1983)

Pembentukan Kristal Al-hidrat akan terdorong dalam keadaan drainase


baik atau kandungan garam rendah dari air perkolasi, oleh temperatur yang
tinggi dan keadaan dimana silica menjadi mobil. Oksida Fe dan Al dan
hidroksidanya akan tergantung dari pH dan konsentrasi garam dari larutan
tanah sekelilingnya, dapat melepaskan ion H atau OH, sehingga dapat
mengadsorpsi kation dan anion pada tempat bermuatan negatif dan positif.
Pelepasan oleh oksida Fe dan Al dapat memberikan permukaan yang reaktif
yang mampu menahan anion terutama fosfat. Juga telah diketahui bahwa
kebanyakan dari sifat pertukaran tanah disebabkan konstribusi dan pelepasan
oksida. Karena kandungan bahan organic dalam tanah mineral bagian atas
biasanya rendah (1-10 %), maka estimasi dari total N, S dan P dalam bahan
organik dapat dihitung.
Kandungan N dalam bahan organik berkisar antara 5%. Jadi untuk tiap
1 % bahan organik dalam tanah seluas 1 hektar dengan ketebalan 20 cm (2
juta kg) mengandung lebih kurang masing-masing 0,05% N, 0,005 % P, dan
0,005 % S. jumlah ini adalah 1000 kg N dan 100 kg P dan 100 kg S. Untuk
tanaman bukan legum, bahan organik merupakan sumber N utama secara
alami. Penambahan N dari sumber lain seperti hujan dan fiksasi N secara
simbiotik relative kecil. Sumber P sebagian besar berasal dari bahan berasal
dari fraksi mineral. Sebagian sumber S di daerah basah berasal dari bahan
organik seringkali tambahan dari air hujan di daerah sekitar industri,
sedangkan di daerah beriklim kering, lapisan gipsum dalam profil tanah
merupakan sumber S sebagai tambahan S yang berasal dari bahan organik
juga dapat memberikan permukaan yang reaktif yang dapat mengadsorpsi
kation dalam posisi dapat ditukar dan terbentuklah senyawa gugus –COOH
dan –OH dan juga bisa membentuk senyawa kompleks dengan ion-ion seperti
Fe, Mn, Ca, dan Mg (Tan, 2005).
Adsorpsi kation dan pembentukan senyawa kompleks ini sangat
berguna untuk mencegah kehilangan unsur hara terutama pada tanah berpasir

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 17

dan mengatur konsentrasi ion dalam larutan tanah lebih kurang 200-400 me
100 g-1 (cmol kg-1) kurang lebih 3x kapasitas pertukaran kation dari liat
montmorillonit dan 30-100 x kapasitas pertukaran kation kaolinit (Barber,
2004).

4. Mineral Sekunder
Mineral sekunder penting dalam tanah dan susunan kimianya dapat
dilihat dalam Tabel 5. Susunan kimia mineral sekunder sebagai sumber unsur
hara tidak begitu penting dibandingkan dengan kimia mineral primer.
Mineral sekunder berperan terutama dalam sifat-sifat fisikokimia tanah yang
mempengaruhi tersedianya unsur hara bagi tanaman. Mineral liat reaktif yang
dominan seperti kaolinit, montmorillonit, dan illit bersifat reaktif disebabkan
oleh ukurannya yang halus, muatan dari pinggiran kristal yang pecah dan
berasal dari substitusi isomorf di dalam kristal sehingga mempunyai muatan
negatif. Muatan negatif ini mengakibatkan terjadinya adsorpsi kation
(Sposito, 2008).
Mineral liat yang terdapat dalam tanah dapat dibagi atas :
1. Mineral liat berkristal (kristalin), yaitu :
a. Tipe 1:1 yang tidak dapat mengembang seperti kaolinit dan haloisit
b. Tipe 2:1 yang tidak dapat mengembang seperti illit, dan mika
c. Tipe 2:1 yang mengembang dan mengerut seperti montmorillonit
2. Kelompok oksida-hidrat Al dan Fe
a. Oksida-hidrat Al, seperti gibbsite dan lepidokrosit
b. Oksida-hidrat Fe, seperti geothit, hematit, dan magnetit atau
ferihidrit
3. Kelompok mineral liat amorf dan parakristalin, seperti alofan dan
imagolit
Mineral liat tipe 1:1 terdiri dari satuan kristal yang tersusun dari satu
lapis silikatetrahedral dan satu lapis alumina-oktahedral. Tipe 2:1 terdiri dari
satuan kristal yang tersusun atas dua lapis silica-tetrahedral dan satu lapis
alumina-oktahedral (Foth, 1997). Dalam kristal tipe 2:1 selalu terjadi
substitusi Si dengan Al dalam lapisan octahedral dan dalam lapis-lapis
alumina-oktahedral. Dalam kristal tipe 2:1 selalu terjadi substitusi Si dengan
Al dalam lapisan Si-tetrahedral dan dalam lapisan octahedral juga terjadi
substitusi Al oleh ion dengan valensi yang lebih rendah seperti Mg, Mn, Fe,
Li, Ni, dan Zn. Akibat dari substitusi ini kelebihan muatan negatif sehingga
dapat mengadsorpsi kation. Pada mineral tipe 1:1 tidak terjadi muatan
isomorf, sehingga muatan negatif hanya berasal dari patahan pinggiran
Kristal. Pada mineral tipe 2:1 air dapat masuk antara satuan Kristal yang
menyebabkan liat tersebut mengembang, seperti pada montmorillonit bisa
mengembang dari 9,6-21,4 angstrom (A) (Greenland dan Mott, 1983). Di

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


18 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

antara lapisan ini kation dapat tukar biasanya terdapat. Dengan adanya kation
K+ atau NH4+ dalam lapisan ini akan terperangkap jika terjadi pengerutan
sepanjang sumbu c, sehingga terbentuk tipe liat 2:1 yang tidak berkembang
seperti muskovit. Sebaliknya tipe tersebut tidak dapat menahan air diantara
lapisan suatu kristalnya.
Bermacam mineral liat berbeda dalam hal tebal lapisannya dan luas
permukaan spesifik. Liat tipe 1:1 mempunyai permukaan spesifik 50 m2 g-1
tergantung dari perbandingan tipe mengembang dan tidak mengembang.
Kerapatan muatan juga bervariasi diantara berbagai mineral liat, misalnya
untuk mineral illit adalah 3,5 x 10-7 meq cm-2 dan montmorillonit adalah
sebesar 1,0 x 10-7 meq cm-2. Muatan ini tidak tergantung pH. Sedangkan
mineral liat tipe 1:1, muatannya bergantung pH dan umumnya 2,0 x 10-7 meq
cm-2. KTK dari beberapa mineral liat dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Tabel 1.6. Kapasitas pertukaran kation dari beberapa mineral liat tanah.

Jenis mineral Komposisi Kimia KTK sifat muatan


(cmol kg) permukaan
Kaolinit 2 SiO2, Al2O3, H2O 3-15 variabel
Haloisit 2 SiO2, Al2O3, n H2O 10-20 variabel
Montmorillonit 4 SiO2, Al2O3,X [CaO, MgO]. n H2O 80-150 permanen
Illit 4 SiO2, Al2O3(K2O). H2O 3-15 permanen
Khlorit 4 SiO2, 4 Al2O3, H2O 5-10 permanen
Vermikulit 4SiO2, Al2O3, 5H2O 80-150 permanen
Oksida-hidrat Al Al2O3. n H2O 3-8 variabel
Oksida-hidrat Fe Fe2O3. n H2O 2-5 variabel
Alofan, imogolit SiO2. (2-6 Al2O3). n H2O 5-30 variabel
Sumber : Greenland & Mott (1983)

Tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 umumnya terdapat di
kawasan iklim tropika basah. Mineral tersebut juga sering berasosiasi dengan
oksida Al dan Fe. Tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 ini
mempunyai sifat antara lain :
1. Mempunyai stabilitas struktur tanah yang relatif stabil (mantap)
sehingga agak tahan terhadap erosi, namun tergantung pula pada ada
tidaknya pengaruh dari mineral kuarsa. Pada rasio kuarsa (SiO2) dan
sekuioksida (Al2O3 + Fe2O3) tanah relatif lebih mantap dan tahan
terhadap erosi.
2. Mempunyai sifat-sifat kimia yang agak jelek, seperti rendahnya
kapasitas tukar kation (sekitar 10-20 cmol kg-1), reaksi tanah yang
masam, kejenuhan basa yang rendah, fiksasi fosfat, dan ketersediaan
hara yang rendah.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 19

3. Mempunyai muatan permukaan yang tidak tetap (tergantung pH),


sehingga setiap masukan input kimia akan mempengaruhi sifat dan cirri
pada koloid tanah yang pada gilirannya berpengaruh pula pada terhadap
serapan unsur hara.
4. Umumnya mempunyai konsistensi yang sangat gembur sehingga mudah
dalam pengolahan tanah.

Pada beberapa ordo tanah seperti Alfisol dan Ultisol, mineral kaolinit
ditemukan bersama dengan mineral tipe 2:1. Pada keadaan seperti ini, tanah
biasanya mempunyai kelarutan Al yang sangat tinggi sehingga cukup
berbahaya bagi kehidupan tanaman (Sufardi, 1999; Sufardi, 2010). Kelarutan
Al yang tinggi disebabkan karena disintegrasi mineral tipe 2:1 yang
menyebabkan kation ini mendominasi permukaan koloid bermuatan negatif.
Pada Oxisol yang telah berkembang lanjut, mineral tipe 1:1 ini terdapat
bersama oksida Al dan Fe, sehingga sifat-sifat tanah ini lebih dipengaruhi
oleh adanya fraksi Al dan Fe tersebut ketimbang pengaruh mineral 1:1.
Dengan demikian, oksida Al dan Fe di dalam tanah sangat penting, terutama
pada tanah-tanah yang telah berkembang seperti pada Oxisol, Ultisol, Alfisol,
dan Spodosol.
Pada ordo-ordo tanah tersebut kelompok oksida dan hidroksida dari Fe
dan Al biasanya akan mendominasi susunan fase padat tanah, sehingga watak
dan perilaku tanah sangat ditentukan oleh kehadiran dari fraksi-fraksi dari Al
dan Fe tersebut (Uehara dan Gillman, 1981). Tanah-tanah yang didominasi
oleh oksida-hidrat dari Fe dan Al umumnya memiliki kualitas kimia yang
jelek, namun secara fisika cukup baik. Tanah dengan liat didominasi oleh
oksida-hidrat Fe dan Al, umumnya mempunyai kandungan hara yang rendah
terutama P, K, Ca, Mg, dan N, fiksasi P yang tinggi, kapasitas tukar kation
yang sangat rendah (< 8 cmol kg-1), dan kapasitas tukar anion relatif tinggi.
Dari aspek fisika, tanah ini cukup baik karena memiliki struktrur tanah yang
baik dengan susunan agregat yang mantap. Kemantapan agregat ini terjadi
akibat adanya interaksi dan peran dari senyawa besi oksida dengan liat tanah
dalam pembentukan struktur yang mantap.
Mineral liat tipe 2:1 umumnya mendominasi tanah-tanah yang
berkembang di kawasan iklim sedang (temperate). Di daerah tropika dengan
curah hujan rendah mineral jenis ini juga mungkin ditemukan. Salah satu
ordo tanah yang paling banyak terdapat mineral tipe 2:1 adalah Fertisol.
Kehadiran mineral liat tipe 2:1 ini dari segi kimia tanah lebih baik
dibandingkan dengan mineral tipe 1:1, namun kualitas fisika tanahnya lebih
buruk. Sifat-sifat tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 2:1 antara lain :
1. Mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi sampai sangat tinggi (60-
120 cmol kg-1), sehingga cukup baik bagi penyediaan hara tanaman,

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


20 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

2. Ketersediaan kation tanah terutama Ca, Mg, K, dan NH4 cukup baik,
asalkan pH tanahnya tidak melebihi 8,5,
3. Mempunyai reaksi tanah yang netral hingga sedikit alkalis. Keadaan ini
cukup sesuai bagi kehidupan tanaman, namun ketersediaan beberapa
unsur hara mikro terutama V dan Cu menjadi berkurang.
4. Mempunyai daya mengembang dan mengerut, sehingga tanah ini akan
mudah mengalami keretakan pada saat kering dan cenderung
mengembang pada saat lembab atau basah. Keadaan ini menyebabkan
terbentuknya ciri spesifik di lapangan berupa cermin sesar.
5. Mempunyai liat yang sangat plastis sehingga sangat sukar dalam
pengolahan tanah.
6. Sumber muatan negatif tanah berasal dari substitusi isomorfik sehingga
mempunyai muatan koloid tanah yang bersifat permanen atau tidak
dipengaruhi oleh perubahan pH dan konsentrasi elektrolit larutan.
Mineral-mineral parakristalin dan amorf pada umumnya ditemukan
pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan vulkanik. Bahan ini terbentuk
akibat pembekuan cepat dari magma yang keluar saat terjadinya letusan
gunung berapi sehingga struktur Kristal belum jelas atau belum sempurna
(Wada, 1986). Oleh karena struktur Kristal ini belum diketahui dengan pasti,
sehingga disebut pula mineral amorf. Alofan dan imogolit merupakan contoh
dari mineral aluminasilikat yang bersifa amorf. Mineral ini umumnya
mempunyai nisbah Al dan Si yang tinggi, yaitu berkisar dari 1 -3. Jika
dibandingkan antara alofan dan imogolit, struktur imogolit tampaknya lebih
mudah diidentifikasi dan mempunyai perbandingan Al dan Si yang rendah
(berimbang) (Mizota dan van reewijk, 1989). Kedua mineral di atas umunya
ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai sifat “andic” terutama dalam
ordo Andisol dan mungkin juga ditemukan pada inceptisol (Wada, 1986).
Andisol atau tanah-tanah lain yang sejenis umumnya telah dikenal
sebagai tanah yang cukup subur karena kandungan hara dari mineral primer
cukup tinggi dan secara fisika tanah ini sangat gembur. Permasalah yang
paling dominan ditemukan pada tanah tersebut adalah besarnya fiksasi P oleh
fraksi-fraksi amorf seperti alofan, imogolit, dan gibbsite. Kapasitas adsorpsi
P dalam tanah ini mencapai > 91% yaitu lebih besar dari fiksasi P pada tanah-
tanah yang didominasi oleh Fe dan Al oksida. Oleh karena tingginya adsorpsi
P tersebut, maka kriteria ini telah menjadi suatu cirri diagnostik dari Andisol
(ISRIC, 1989).

Fase Cair
Fase cair tanah merupakan bagian tanah yang terdiri dari massa cair
dan dalam kimia tanah sering juga disebut dengan larutan tanah atau M-
larutan. Komposisi larutan tanah tersusun atas unsur-unsur hara terlarut yang

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 21

kadarnya bervariasi antara ion dan jenis tanah. Sebagai contoh, konsentrasi
hara (ion) pada berbagai macam tanah dapat dilihat pada Tabel 1.7.

Tabel 1.7. Konsentrasi hara (ion) dalam beberapa ordo tanah


Aifisols dan Aridisols
Ion Ultisols
Mollisols Normal Saline
Ca 1500 1650 3300 37000
Mg 2500 500 1940 34000
K 150 220 700 400
Na - - 12200 79000
PO4 1,6 1 - -
SO4 - 270 4930 47000

Sumber : Adams et al.(1980)

Tabel 7 tersebut memperlihatkan bahwa umumnya konsentrasi unsur


hara dalam aridisol lebih tinggi daripada konsentrasi pada tanah-tanah yang
telah tercuci (Alfisol, Mollisol, dan Ultisol). Hal ini menunjukkan bahwa
cadangan hara dalam tanah di daerah dengan iklim kering jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tanah di daerah tropika.Untuk menyatakan jumlah
unsur hara di dalam larutan biasanya dinyatakan dengan konsentrasi dan
aktivitas ion. Konsentrasi sendiri dapat dinyatakan dalam berbagai satuan
seperti molaritas (M), molalitas (m) dan formalitas (f). satuan-satuan
konsentrasi ini memiliki kelebihan karena nilainya tergantung pada
perubahan temperatur dan tekanan di dalam tanah sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepekatan hara di dalam tanah. Aktivitas ion adalah suatu
ukuran dari konsentrasi efektif dari suatu reaktan atau produk dalam suatu
reaksi kimia. Oleh karena itu, konsentrasi suatu zat tidak selalu
menggambarkan aktivitasnya dalam suatu reaksi kimia.
Telah diketahui bahwa baik konsentrasi maupun aktivitas ion
menentukan terhadap tingkat pengambilan ion oelh tanaman. Aktivitas ion
menjadi sangat penting bagi ion-ion yang diambil secara efektif dan mungkin
kurang penting bagi ion yang diambil secara pasif (Barber, 2004). Namun,
agak sulit untuk menentukan kebermaknaan dari aktivitas banyak kation
karena pengambilan biasanya berasal dari larutan bahan terlarut dimana
aktivitas ion hampir sama dengan konsentrasi. Hubungan antara konsentrasi
dan aktivitas telah banyak dihitung oleh pakar seperti yang dilakukan oleh
Adam (1971) yang disajikan pada Tabel 1.8.
Kekuatan ion dalam bentuk ion dapat mempengaruhi efek konsentrasi
ion terhadap aktivitas ion. Table 1.8 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
besar antara aktivitas dan konsentrasi ion untuk ion Ca, Mg, dan sulfat,

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


22 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

namun untuk K terlihat aktivitas hanya 0,72 konsentrasi (perbedaannya relatif


kecil).

Tabel 1.8. Perbedaan aktivitas dan konsentrasi dari beberapa ion dari larutan
tanah dan larutan 1/5 Hoagland (µmol L-1).

Ion Larutan Tanah 1/5 Hoagland


Konsentrasi Aktivitas Konsentrasi Aktivitas
Ca2+ 15,22 5,42 2,35 1.54
Mg2+ 5,47 2,22 0,94 0,64
NH4+ 68,96 48,85 0,003 0,003
K+ 9,08 6,54 1,09 0,98
SO42- 10,99 3,29 0,79 0,51
Cl- 95 68,37 1,02 0,91
NO3- 0 0 5 4,45
H2PO4- 0,08 0,06 0,097 0,087
HPO4= 0,027 0,008 0 0
CaSO4o 3,4 - 0,15
MgSO4o 1,24 - 0,05
NH4SO4- 2,03 - 0
KSO4- 0,22 -

Sumber :Adams (1971 dalam Barber, 2004)

1.4. Rangkuman
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
berasal dari dalam tanaman itu sendiri maupun yang berasal dari luar
tanaman. Faktor yang berasal dari dalam tanaman dikenal sebagai faktor
genetik, sedangkan yang berasal dari luar tanaman dikenal sebagai faktor
lingkungan atau faktor keliling.
Kedua faktor tersebut sangat berbeda perannya, namun mempunyai
keterkaitan yang erat. Beberapa pakar menyatakan bahwa faktor genetik tidak
dianggap sebagai variabel tumbuh karena tidak terukur secara deterministik.
Pengukuran hanya dapat dilakukan terhadap komponen tumbuh atau hasil
dari fenotip tanaman. Oleh karena itu, sifat genetik merupakan faktor bawaan
tanaman sebagai potensi kemunculan sifat jika faktor luar yang
mempengaruhinya berada dalam kondisi optimum.
Unsur-unsur tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
meliputi sifat-sifat fisika, kimia, mineralogis, dan biologis tanah. Bagi
tumbuhan, faktor lingkungan yang terpenting meliputi : temperatur,
suplai air, sinar matahari, susunan atmosfir, komposisi udara (gas)
dalam tanah, reaksi tanah (pH), suplai unsur hara, dan faktor biotik.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 23

1.5. Glossarium

1. Abiotik : faktor lingkungan berupa organisme hidup seperti mikrobia,


tumbuhan, hewan, dan manusia (biosfer).
2. Asimilasi : proses-proses pembentukan dan transformasi berbagai
senyawa organik yang terjadi secara biokimia di dalam tubuh tanaman
dengan melibatkan berbagai unsur hara.
3. Biotik : faktor lingkungan berupa benda-benda mati seperti tanah
(pedosfer), udara (atmosfer), air (hidrosfer), dan batuan (lithosfer).
4. Faktor Keliling : faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman seperti iklim, sifat-sifat tanah, air, unsur
hara dan teknologi budidaya.
5. Fotoperidesitas : Hubungan antara lama penyinaran dan panjang hari
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
6. Fotosintesis : proses perubahan energi cahaya matahari menjadi energi
kimia dalam bentuk zat organik yang dilakukan oleh tumbuhan tingkat
tinggi.
7. Nutrisi (unsr hara) : unsur kimia yang dibutuhkan oleh tumbuhan
(tanaman) untuk melangsungkan hidupnya.
8. Pertumbuhan : pertambahan dan perkembangan tanaman sebagai
fungsi waktu.
9. Respirasi : proses perombakan zat-zat organik bentukan fotosintesis
menjadi energi dan zat-zat sederhana.

1.6. Daftar Pustaka

Adam, W.A. 1980. Effect of nitrogen fertilization and cutting height on the
shoot growth, nutrient removal and Turfgrass composition. Soil Sci.
Soc. Of America, Madison, WI.
Barber, S.A. 2004. Soil Nutrient Bioavailability. A. Mechanistic Approach. A
Willey Inter. Publ. 5nd ed. John Willey & Sons, New York. 219 p.
Barker, A.V., and D.J. Pilbeam. 2007. Handbook of Plant Nutrition. Taylor
and Francis Publ. CRS Press. 613 p.
Bohn, H.L., B.L. McNeal, and G.A. O'Connor. 1985. Soil chemistry.
John Wiley & Sons, New York.
Buckman, H.O., and N.C. Brady. 2004. The Nature and Properties of Soils.
The McMillan Company, New York.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. McCracken. 1980. Soil genesis and
classification. 2nd ed. Iowa State Univ. Press, Ames, IA.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


24 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

Chapman, H.D. 1987. Diagnostic Criteria for Plants and Soil. Univiversity of
California, Reverside. 724 p.
Docuchampur, D. 1983. Pedology. Elsivier. Netherland.
Dwidjoseputro, M. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penebar swadaya,
Jakarta.
Epstein, E. 2007. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives.
5th Eddition. John Wiley & Sons, New York. 413 p.
Fageria, N.K., V.C. Baligar, and C.A. Jones. 1991. Growth and mineral
nutrition of filed crops. Marcel Dekker, Inc., New York.
Fageria, N.K., V.C. Baligar, and R.J. Wright. 1988. Aluminum toxicity in
crop plants. J. Plant Nutr. 11:303-319.
Fitter, A.H., and R.K.M. Hay. 1994. Environmental physiology of plants.
Academic Press, Inc., London.
Foth, H.D. 1997. Fundamental of Soil Science. Eighth Eddition. John Wiley
and sons., New York. 361 p.
Gardner, F.P. , R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Physiology of crops plants.
The Iowa State Univ. Press. Ames, IA.
Greenland, D.J., and C.J.B. Mott. 1983. Surface of soil particles. In D.J.
Greenland and M.H.B. Hayes (eds.). The Chemistry of Soil Constituent.
John Wiley & Sons, New York.
Hardjowigeno, S. 1995. Klasifikasi Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
ISRIC (International Soil Reference and Information Centre). 1987.
Procedure for soil analysis. 2nd. Ed. Wageningen, The Netherlands.
Jones, J.B. B. Wolf., and H.A. Mills. 1991. Handbook of Plant Analysis.
Mac.Micro Publ. Athens. 467 p.
Lindsay, W.L. 1979. Chemical equilibria in soils. John Wiley & Sons, New York.
Mengel, K., and E.A. Kirkby. 1987. Principles of plant nutrition. Inter.
Potash Inst. Worblaufen-Bern/Switzerland.
Mitchell, A.M. 1983. Irrigation and Drainage. Theory and Practices. John
Wiley and Sons. New York. 476 p.
Mizota, C., and L.P. Van Reeuwijk. 1989. Clay mineralogy and chemistry of
soils formed in volcanic material in diverse climatic regions. ISRIC,
Wageningen, Netherlands.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


PENGANTAR NUTRISI TANAMAN | 25

Prassad, R. and J.F. Power. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable
Agriculture. CRC Lewis Publ. New York.
Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Plant physiology. 5th ed. Wadsworth
Publ. Co., Inc. Boulder, CO.
Sposito, G. 2008. The chemistry of soils. Oxford Univ. Press., London.
Sufardi. 1999. Karakteristika muatan, adsorpsi fosfat dan fisikokimia tanah
serta hasil jagung pada tanah dengan muatan berubah akibat pemberian
amelioran dan pupuk fosfat. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sufardi. 2010. Ciri Muatan Koloid Tanah dan Kaitannya dengan Kualitas
Lahan Pertanian. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Syiah
Kuala. Tanggal 3 Juli 2010.
Tan, K.H. 2005. Dasar-dasar kimia tanah (terjemahan: Principles of Soil
Chemistry). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tisdale, S.S., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1999. Soil fertility and
fertilizers. 5th ed. McMillan Publ. Co., Inc., New York.
Uehara, G., and G.P. Gillman. 1981. The mineralogy, chemistry, and physics of
tropical soils with variable charge clays. Westview Press, Boulder, CO.
Wada, K. 1986. Ando soils in Japan. Kyushu Univ. Press. (Publ.), Tokyo,
Japan.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN


26 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.

BAB I PERTUMBUHAN TANAMAN

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai