Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN 2

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN

I. KEGIATAN BELAJAR
Materi tentang faktor-faktor lingkungan akan membahas mengenai: Cahaya;
Suhu; Ketersediaan air; Tanah dan Topografi. Relevansi dari materi tersebut penting
untuk diketahui oleh mahasiswa agar dapat memahami dengan baik konsep-konsep
materi selanjutnya, khususnya konsep tentang Interaksi, Suksesi dan Keanekaragaman
Hayati. Indikator dalam pembelajaran materi ini adalah: 1) Menjelaskan faktor
pembatas terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetasi; 2) Menguraikan 3 faktor
cahaya yang mempengaruhi proses fisiologi dan morfologi tumbuhan; 3) Menjelaskan
pentingnya kualitas cahaya terhadap ekosistem; 4) Menjelaskan pentingnya air bagi
tumbuhan. Adapun pembahasan materi faktor-faktor lingkungan akan diuraikan dalam
pembahasan sebagai berikut.

II. PEMBAHASAN
Mahluk hidup selalu hadir dalam faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi
faktor pembatas terhadap proses perkembangan dalam kehidupannya. Setiap faktor yang
ikut berpengaruh terhadap kehidupan mahluk hidup tersebut disebut faktor lingkungan.
Tumbuhan maupun hewan dalam ekosistem selalau membentuk komponen-komponen
biotik yang bertoleransi terhadap faktor-faktor lingkungan tertentu dengan kata lain
tidak ada organisme hidup yang mampu hidup berdiri sendiri atau terisolasi dari
lingkungannya. Suatu lingkungan selalu memiliki sifat dua dimensi yaitu dimensi ruang
yang berjalan dan berkembang menurut waktu. Faktor lingkungan alami selalu
memeprlihat perubahan baik secara vertical maupun lateral dan menunjukkan variasi
yang nyata dari waktu ke waktu, baik harian maupun tahunan dengan demikian waktu
dan ruang lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan bukan faktor
lingkungan.

118
119

Untuk memberikan gambaran yang lebih baik, bagaimana variasi lingkungan di


dalam ekosistem kita menggunakan ekosistem hutan. Sebagai contoh, pada ekosisitem
hutan secara vertikal akibat adanya stratifikasi mengakibatkan adanya gradasi suhu,
cahaya dan kelembaban udara. Suhu pada permukaan tanah berbda dengan suhu
disekitarnya, demikian juga secara vertikal maupun ke dalam permukaan tanah gradasi
suhu terus terjadi, demikian pula secara lateral meskipun tidak setajam dengan
perubahan vertikal. Perbedaan stratifikasi maupun topografi dan berbagai faktor
lingkungan yang berbeda dapat pula menyebabkan terjadinya perbedaan dari satu
tempat dengan tempat yang lain.
Komponen lingkungan merupakan simplifikasi dari berbagai faktor yang saling
berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara biotik dan abiotik tetapi juga antara
biotik dengan biotik itu sendiri. Demikian pula antara biotik dengan abiotik dan antara
abiotik dengan abiotik. Sehingga secara operasional sangat sulit untuk memisahkan satu
faktor terhadap faktor lainnya tanpa mempengaruhi faktor secara keseluruhan
(holocoenotic). Namun untuk kepentingan suatu kajian tentang struktur dan fungsi
faktor lingkungan secara abstrak, maka faktor-faktor lingkungan tersebut dapat dibagi
kedalam komponen-komponennya. Salah satu cara yang dilakukan oleh para
ekologiwan yaitu dengan membagi komponen-komponen tersebut sebagai berikut:
1. Faktor Iklim, meliputi cahaya, suhu, ketersediaan air dan angin.
2. Faktor tanah, seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah dan kondisi fisik
tanah.
3. Topografi, meliputi sudut kemiringan, aspek kemiringan dan ketinggian tempat dari
muka laut (dpl).
4. Faktor biotik, meliputi gambaran semua bentuk interaksi dari organisme hidup
seperti kompetisi, peneduhan dan lain-lain.
Billings dalam Barbour et al. (1987) mengajukan cara lain yang berbeda dengan
cara tersebut. Billings hanya membagi komponen lingkungan kedalam dua komponen
yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Masing-masing komponen dijabarkan
dalam berbagai faktor-faktornya. Billings menyajikan faktor-faktor tersebut seperti
digambarkan pada Tabel 7.1 sebagai berikut.
120

Tabel 7.1. Faktor Abiotik dan Biotik


No Faktor fisik/Abiotik Faktor hidup/biotik
1 Energi Tumbuhan hijau (berklorofil)
2 Radiasi Tumbuhan tidak berklorofil
3 Suhu dan aliran panas Pengurai
4 Air Parasit
5 Atmosfer dan angin Simbion
6 Api Hewan
7 Gravitasi Manusia
8 Topografi
9 Geologi
10 Tanah
(Diadaftasi dari Billings dalam Barbourk et al., 1987)

Hubungan dintara faktor-faktor lingkungan tersebut menjadi salah satu kajian yang
sangat penting dalam ekosistem. Untuk memahami dan menganalisis bagaimana faktor-
faktor lingkungan tersebut beroperasi atau berfungsi, para ekologiwan sepakat bahwa
faktor-faktor tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga sangat sulit untuk
dipisahkan pangaruhnya terhadap organisme. Sebagai contoh faktor iklim dan topografi
akan mempengaruhi suatu perkembangan tanah yang selanjutnya akan mempengaruhi
perkembangan komponen biotik yang berpengaruh terhadap jenis-jenis tertentu yang dapat
terdaptasi dengan tempat tersebut. Pengaruh inipun dapat dimodifikasi oleh kehadiran
tumbuhan dan hewan misalnya terciptanya perlindungan dari kanopi vegetasi dan memberi
kondisi yang baik terhadap hadirnya spesies-spesies hewan tertentu.
Faktor-faktor abiotik menjadi penentu secara mendasar terhadap ekosistem,
sementara kontrol dari faktor-faktor biotik tetap menjadi penting dalam mempengaruhi
penyebaran dan fungsi individu dari jenis mahluk hidup. Semua faktor lingkungan
bervarisi menurut ruang dan waktu. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi
lingkungan tersebut dan akhirnya tercipta hubungan antara organisme dengan
lingkungannya dan membentuk kesatuan dalam interaksi baik sebagai satuan diantara
populasi yang membetuk komunitas maupun antara sesama komuintas dengan
lingkungan abiotiknya yang membentuk ekosistem. Untuk mengkaji lebih mendalam
tentang hubungan antara faktor lingkungan dengan organisme dapat ditelusuri melalui
121

beberapa teori diantranya: Teori Minimum dari Liebig (1840); Teori Toleransi dari
Shelford (1913); dan Teori Holocenitic lingkungan dari Karl Friedrich (sekitar tahun
1970-an ) yang mengembangkan hipotesis Humboldt.
Kajian-kajian ekologi toleransi yang dikembangkan melalui pemikiran dari
Leibig dan Shelford tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ekologi secara
mendasar, terutama untuk menjelaskan bagaimana mekanisme yang terjadi sehinga
terdapat jenis-jenis yang menunjukkan adanya bukti kemampuan adaptasi dari njenis-
jenis tertentu terhadap lingkungan dan mampu mengatasi mengatasi hadirnya faktor-
faktor pembatas. Akhirnya pandangan ekologi modern lebih berkembang untuk
memikirkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana suatu jenis-jenis tertentu mampu hadir
dan hidup pada suatu kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang
dipilih dalam pola hidup suatu organisme. Pandangan ini memerlukan dukungan teori
evolusi yang membawa pengertian yang lebih maju untuk memahami hubungan antara
individu-individu suatu jenis dengan lingkungan di habitatnya.
Beberapa faktor lingkungan yang telah dinyatakan sebagai faktor lingkungan
yang dapat menjadi faktor pembatas terhadap kehadiran organisme dalam ekosistem
diuraikan secara lebih mendalam berikut ini:

A. Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor
cahaya, yang sangat erat kaitannya dengan sistem ekologi yaitu: Kualitas cahaya atau
komposisi panjang gelombang; Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya;
Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.

1. Kualitas Cahaya
Secara fisika, radiasi matahari merupakan pancaran gelombang-gelombang
elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang tadi
dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Umumnya
122

kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat
dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting.
Tumbuhan pada umumnya teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0,39-7,6 mikron. Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya
merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian
dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Pada ekosistem daratan, kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti
untuk mempengaruhi laju fotosintesis. Pada ekosistem perairan, cahaya merah dan biru
diserap fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau akan lewat atau
dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sangat sulit untuk diserap oleh fitoplankton.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas. Yang
jelas cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteri dan mampu mempengaruhi
perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat), contohnya yaitu bentuk-bentuk daun
yang roset, terhambatnya batang menjadi panjang.

2. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting
sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang (spasial) maupun
dalam waktu (temporal).
Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona
arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah,
cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan
permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan
minimum. Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada
garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan
bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang
terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan
dihamburkan oleh lapisan awan dan unsur-unsur pencemar di atmosfer.
123

a. Kepentingan Intensitas Cahaya


Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi
akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan
jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan lantai dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat
berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali dapat merusak enzim
akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di
dalam mensintesis protein.
b. Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima
sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam
mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua
faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan,
keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya
tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat),
dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik
kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
c. Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas
cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan yang hidup
baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah
pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita), metabolisme dan respirasinya
lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan heliofita dengan siofita adalah
tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.
d. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuh bila cahaya
melebihi titik kompensasinya.
e. Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya
dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal.
124

Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya


berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya
oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga
menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.

3. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relatif antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Hal tersebut dikenal pula
dengan istilah fenologi. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun,
dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme
akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang
hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim
dingin.
Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan berbunga
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Tumbuhan berkala panjang
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya
proses perbungaan, seperti pada gandum, bayam, dll.
b. Tumbuhan berkala pendek
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.
c. Tumbuhan berhari netral
Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk proses
perbungaannya, misalnya tomat. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup
pada kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan
bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan
sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang
mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-
faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi cukup tersedia.
125

B. S u h u
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk. (1998) suhu dapat berperan
langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-
proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan
mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju
evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air
dari organisme. Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh
suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi
energi panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan
bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme.
Mengukur suhu dalam suatu lingkungan relatif mudah tetapi sulit untuk
menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum,
minimum atau keadaan harga rata- ratanya yang penting.

1. Variasi suhu
Sangat sedikit tempat- tempat di permukaan bumi yang secara terus-menerus
berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu
biasanya mempunyai variasi baik dalam ruang dan waktu. Variasi suhu ini berkaitan
dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal berdasarkan
topografi dan jarak dari laut.Variasi suhu ini juga terjadi dalam ekosistem, misalnya
dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan
kanopi hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian
juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air.
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas (matahari),
bersama- sama dengan putaran bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi suhu di
alam tempat tumbuhan hidup. Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah-ubah
setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap tahun
dan gejala geologi.
126

Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih
banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan
demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang
tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu muka
bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima.
Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima
melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan terus, akibatnya
ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu udara disekitarnya.
Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi suhu yang paling
tinggi akan terjadi di daerah antara ombak di tepi pantai.
Berbagai karakteristik muka bumi penyebab variasi suhu :
a. Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang
dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap.
b. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon
pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya dengan
penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah.
c. Kerimbunan Tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan bebas
maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup
vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan, dengan
kerimbunan yang rendah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar
matahari. Ditambah lagi kelembaban udara dibawah rimbunan tumbuhan akan
menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan
menaikan suhu udara. Pada malam hari, panas yang dipancarkan kembali oleh tanah
akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan
sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di tempat terbuka atau
tanah tidak bervegetasi.
d. Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh
terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi
radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air
127

dalam proses kondensasinya dan uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi
pengaruh radiasi matahari tadi.
e. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi
suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suhu berdasarkan waktu/temporal terjadi baik musiman maupun harian
dan semua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan. Faktor
suhu terhadap tumbuhan merupakan faktor penting. Kehidupan di muka bumi ini berada
dalam suatu bahan kisaran suhu antara 0 0 C sampai dengan 500 C, dalam kisaran suhu
ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum dan optimum yang
diperlukan untuk aktifitas metabolismenya. Suhu tadi yang diperlukan organisme hidup
dikenal dengan suhu kardinal.
Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena
adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bevariasi, untuk tanaman di tropika,
semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 15 0 -180 C, sedangkan untuk biji-
bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 2 0C -minus 5 0C. Sebaliknya
konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 30 0 C.
Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika
dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis besar semua tumbuhan
mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung pada umur,
keseimbangan air dan juga keadaan musim.

C. Ketersediaan Air
Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun
juga. Tanpa air seluruh organisme tidak akan dapat hidup. Bagi tumbuhan air
mempunyai peranan yang penting karena dapat melarutkan dan membawa makanan
yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah
hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan.
Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta
3
km . Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air
128

tawar terutama terdapat di danau, sungai, air tanah (ground water) dan gunung es
(glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui
siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu (Effendi, 2003).

1. Sifat Air
Menurut Benyamin Lakitan (2001) dan Hefni Effendi (2003) air memiliki
karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain, yaitu.
a. Berbentuk cair pada suhu ruang. Semakin besar ukuran molekul suatu senyawa maka
pada suhu ruang senyawa tersebut akan cenderung berbentuk cair. Sebaliknya jika
ukurannya kecil maka akan cenderung berbentuk gas.`Air yang berat molekulnya
sebesar 18 gr/mol berbentuk cair dalam suhu ruang karena adanya ikatan hidrogen
yang antara molekul-molekul air, sehingga tiap molekul air akan tidak mudah
terlepas dan berubah bentuk menjadi gas.
b. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas
ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu yang lambat ini mencegah terjadinya
stress pada makhluk hidup akibat perubahan suhu yang mendadak dan juga
memelihara suhu bumi agar sesuai dengan makhuk hidup.
c. Panas laten vaporisasi dan fusi yang tinggi. Panas laten vaporisasi adalah energi yang
dibutuhkan untuk menguapkan 1 gr air pada suhu 20oC. Sedangkan panas laten fusi
adalah energi yang dibutuhkan untuk mencairkan 1 gr es pada suhu 0 oC. Besarnya
energi panas laten vaporisasi adalah 586 cal dan untuk panas laten fusi adalah 80 cal.
Tingginya energi yang diperlukan untuk menguapkan air ini penting artinya bagi
tumbuhan dalam upaya menjaga stabilitas suhu daun melalui proses transpirasi.
d. Viskositas (hambatan untuk pengaliran) rendah. Karena ikatan-ikatan hidrogen harus
diputus agar air dapat mengalir, maka ada anggapan bahwa viskositas air akan tinggi.
Tapi pada kenyataannya tidaklah demikian, karena pada air dalam keadaan cair,
setiap ikatan hidrogen dimiliki bersama-sama oleh dua molekul air lainnya, sehingga
ikatan hidrogennya menjadi lemah dan mudah terputus. Inilah yang menyebabkan
viskositas air rendah. Viskositas air yang rendah ini menyebabkan air menjadi
129

pelarut yang baik, sifat ini memungkinkan unsur hara terlarut dapat diangkut ke
seluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan mampu mengangkut bahan-bahan toksik
yang masuk dan mengeluarkannya ke luar tubuh.
e. Adanya gaya adhesi dan kohesi. Air bersifat polar sehingga gaya tarik menarik antara
molekul air dengan molekul lainnya (misalnya dengan protein dan polisakarida
penyusun dinding sel) akan mudah terjadi. Adhesi merupakan daya tarik menarik
antara molekul air yang berbeda. Kohesi adalah daya tarik menarik antara molekul
yang sama. Adanya kohesi dan adhesi ini menyebabkan air dapat diangkut ke seluruh
tubuh tumbuhan melalui jaringan xilem. Selain itu juga menyebabkan adanya
tegangan permukaan yang tinggi, ini memungkinkan air mampu membasahi suatu
bahan secara baik.
f. Air merupakan satu-satunya senyawa yang meregang ketika membeku. Ini berarti es
memiliki kerapatan atau densitas (massa/volume) yang lebih rendah dibandingkan
air. Dengan demikian es akan mengapung di atas air. Sifat ini mengakibatkan air
permukaan yang berada di daerah beriklim dingin hanya membeku dipermukaan saja
sehingga organisme akuatik masih bisa bertahan hidup.

2. Jenis-jenis Air
Secara umum air yang terdapat di bumi ini digolongkan ke dalam dua jenis,
yaitu:
a. Air tanah (ground water), adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan
tidak dapat dilihat secara langsung. Air tanah ditemukan pada lapisan akifer yaitu
lapisan yang bersifat porous (mampu menahan air) dan permeable (mampu
memindahkan air). Pergerakan air tanah sangat lambat, kecepatan arus berkisar
antara 10-10-10-3 m/detik sehingga waktu tinggal air (residence time) berlangsung
lama. Air tanah ini dibagi menjadi dua jenis yaitu air tanah preatis dan air tanah
artesis. Air tanah preatis adalah air tanah yang letaknya tidak jauh dari permukaan
tanah serta berada di atas lapisan kedap air/impermeable. Sedangkan air tanah artesis
merupakan air tanah yang letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di antara
dua lapisan kedap air.
130

b. Air permukaan (surface water), adalah air yang terdapat di atas permukaan bumi dan
tidak terinfiltrasi ke dalam bumi. Contoh air permukaan seperti laut, sungai, danau,
kali, rawa, empang, dan lain sebagainya. Air permukaan dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu perairan tergenang (lentik) dan perairan mengalir (lotik). Perairan
tergenang meliputi danau, waduk, kolam dan rawa. Pada umumnya perairan lentik
ini dicirikan dengan arus yang lambat (0,001-0,01 m/detik) sehingga waktu tinggal
air (residence time) dapat berlangsung lama. Perairan mengalir salah satunya adalah
sungai, sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan
arus berkisar antara 0,1-1,0 m/detik.

3. Sumber Air
Secara umum ada beberapa sumber air yang dapat kita gunakan secara langsung
atau melalui pengolahan sederhana terlebih dahulu yaitu antara lain :
a. Air dari PDAM. adalah termasuk air yang bisa dikonsumsi secara langsung untuk
kebutuhan sehari-hari: masak, mandi, mencuci; air PDAM yang akan diminum harus
direbus dahulu. Namun air PDAM ini kadang belum tersedia diberbagai tempat.
b. Air hujan. Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara
yang ketika turun melarutkan benda-benda diudara yang dapat mengotori dan
mencemari air hujan seperti: gas (O2, CO2, N2, dll), jasat renik, debu, kotoran
burung, dll. Air hujan yang berasal dari cucuran talang/genteng rumah di tampung
dalam bak penampungan. Untuk mengindari bahan-bahan pengotor dan pencemar
yang berasal dari talang/genteng dan udara caranya adalah waktu awal penampungan
air hujan 15 menit setelah hujan turun. Di bawah talang diberi saringan dari
ijuk/kerikil/pasir. Dan sebelum diminum air harus dimasak dahulu.
c. Mata air. Di daerah pegunungan atau perbukitan sering terdapat mata air. Air mata
air berasal dari air hujan yang masuk meresap kedalam tanah dan muncul keluar
tanah kembali karena kondisi batuan geologis didalam tanah. Kondisi geologis
mempengaruhi kualitas air mata air, pada umumnya kualitasnya baik dan bisa
digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi harus dimasak sebelum diminum.
131

d. Air tanah. Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi.
Air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bagaimana
mendapatkan air tanah caranya adalah dengan mengebor atau menggali. Macam
sumur untuk mendapatkan air tanah adalah:
- Sumur gali, adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara menggali dan
menaikkan airnya dengan ditimba.
- Sumur pompa tangan adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor
dan menaikkan airnya dengan pompa dengan tenaga tangan.
- Sumur pompa listrik adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor
dan menaikkan airnya dengan dipompa dengan tenaga listrik.
e. Air permukaan. Air permukaan seperti air sungai, air rawa, air danau, air irigasi, air
laut dan sebagainya adalah merupakan sumber air yang dapat dipakai sebagai bahan
air bersih dan air minum tetapi perlu pengolahan. Air permukaan sifatnya sangat
mudah terkotori dan tercemar oleh bahan pengotor dan pencemar yang mengapung,
melayang, mengendap dan melarut di air permukaan. Karena sifatnya yang demikian
maka sebelum diminum air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sampai benar-
benar aman dan memenuhi syarat sebagai air bersih atau air minum.

4. Siklus Air (water cycle)


Karakteristik air dalam proses siklusnya secara fisik memperlihatkan berbagai
fase, mulai dari bentuk uap air di udara sampai air dalam tanah. Secara meteorologis, air
merupakan unsur pokok paling penting dalam atmosfer bumi. Air terdapat sampai pada
ketinggian 12.000 hingga 14.000 meter. Bila seluruh uap air berkondensasi (atau
mengembun) menjadi cairan, maka seluruh permukaan bumi akan tertutup dengan curah
hujan kira-kira sebanyak 2,5 cm. Air terdapat di atmosfer dalam tiga bentuk yaitu dalam
bentuk uap yang tak kasat mata, dalam bentuk butir cairan dan hablur es. Kedua bentuk
yang terakhir merupakan curahan yang kelihatan, yakni hujan, hujan es, dan salju.
Siklus air adalah mekanisme transformasi (pergerakan) air yang selalu terjadi
setiap saat. Dalam proses transformasi biasanya desertai dengan perubahan wujud, sifat
132

dan mutu ataupun air tetap dalam kondisi awal (Tersiawan, 2005). Secara garis besar
transformasi itu dapat berupa evaporasi, transpirasi, kondensasi, presipitasi dan perkolasi.
Ketika terjadi hujan, airnya akan turun ke permukaan bumi. Air ini sebagian akan
mengalir ke permukaan bumi menuju ke daerah yang lebih rendah dan bermuara di laut
atau di danau. Sebagian lagi akan terserap oleh bumi dan mengalir di dalam tanah atau
tersimpan di dalam tanah sebagai air tanah.
Siklus air ini digerakkan oleh matahari. Panas yang dipancarkan oleh matahari
akan membuat air laut, air permukaan dan daratan menguap, bahkan air dari makhluk
hidup pun ikut mengalaminya (evaporasi dan transpirasi). Ketika uap air mendingin dan
menjadi mampat terbentuklah awan yang kemudian digerakkan oleh angin. Angin ini
akan membawa gumpalan-gumpalan awan ke daerah yang memiliki tekanan temperatur
yang lebih rendah. Jika awan yang dibawa oleh angin ini melalui daerah pegunungan,
maka gerakannya akan terhalang dan didorong untuk naik lebih tinggi lagi. Karena
temperatur akan semakin rendah apabila semakin tinggi dari permukaan laut, maka
awan yang mengandung uap air tadi mencapai titik embunnya dan terbentuklah butiran-
butiran air yang kemudian jatuh kembali ke bumi sebagai air hujan (presipitasi).
Air hujan ini akan mengalir lagi di permukaan bumi, ke daerah yang lebih
rendah, dan sebagian diserap oleh bumi (perkolasi). Kemudian terus menuju ke laut atau
ke danau dan apabila terkena sinar matahari akan menguap ke udara dan membentuk
awan. Awan akan berkumpul dan kemudian dibawa oleh angin dan mengembun dan
berubah menjadi hujan. Begitulah seterusnya siklus dari air yang berulang secara
bergantian. Adapun proses siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Air mempunyai 3 peran penting pada tumbuhan yaitu:
a. Sebagai struktur, 40%-60% berat segar pohon adalah merupakan air, bahkan pada
tumbuhan herba dapat mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel selalu menjaga
substansi itu agar berada dalam keadaan yang tepat untuk terjadinya metabolisme.
b. Sebagai Penujang, Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan terutama
jaringan yang tidak berkayu, Apabila sel-sel dalam jaringan ini mempuyai cukup air,
maka sel-sel ini akan selalu dalam keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh air
dalam sel disebut tekanan turgor sehingga sel mengembang, bila air tidak memadai
133

maka tekanan turgor berkurang dan isi sel mengkerut yang akan dapat menyebabkan
terjadinya plasmolisis.

Gambar 7.1. Siklus Hidrologi (diadaftasi dari Soemarto, 1987)

c. Sebagai alat angkut, tumbuhan memerlukan air untuk mengangkut materi disekitar
tubuhnya. Nutrisi masuk melalui akar dan bergerak ke bagian tubuh lainnya sebagai
substansi yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang dihasilkan di daun
perlu ditransportasikan ke jaringan lain dalam tubuh tumbuhan dengan bantuan air.
d. Sebagai pendingin, kehilangan air dari tumbuhan melalaui transfirasi akan
mendingin tubuhnya dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan.

D. Tanah dan Topografi


1. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai bagian atas dari lapisan kerak bumi yang
mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan dan hewan. Definisi ini
didasarkan atau ditetapkan pada hubungan yang erat antara tanah dan organisme hidup
134

yang keduanya dipengaruhi oleh oleh iklim dan topografi. Sesungguhnya sangatlah
susah untuk memisahkan pengaruh dari tanah/faktor edafik ini. Karena keterjalinannya
dengan aspek lain dari habitat.
Tanah memebentuk suatu bagian yang kompleks dari ekosistem dan ditempati
oleh oraganisme-organisme dengan toleransi yang luas. Kajian dari tanah dikenal dengan
topologi. Tanah sebagai medium pertumbuhan tumbuhan memerlikan 4 hal dari tanah
yaitu:
a. Tanah sebagai tempat akar tumbuhan untuk berpegang, akar tumbuhan memerlukan
tanah untuk dapat tertancap sehingga terhindar vdari hembusan atau tiupan angin
b. Tanah menjadi suplayer air, tumbuhan mengisap air melalui akar dari dalam tanah,
dengan demikian tanah harus mengandung sejumlah air yang memadai tetapi tatap
dalam keseimbangan.
c. Tanah menjadi suplayer nutrisi, baik yang dalam bentuk organik maupun anorganik.
d. Tanah sebagai suplayer udara, tanah harus teraerasi secukupnya untuk meningkatkan
terajdinya respirasi akar dan penguraian oleh organisme.
Variasi dari kondisi materi yang diperlukan tumbuhan akan mengakibatkan
pembatasan dalam fungsi dan didistribusikan oleh organisme dan mempengaruhi
struktur dari keseluruhan ekosistem. Faktor edafik ini adalah sangat penting bagi
perkembangan tumbuhan, hal ini tergantung pada karakteristik fisik dan kimia tanah.
Karakteristik fisik tanah dipengaruhi oleh komponen pembentuknya yaitu dari material
organik yang berasal dari biotik ekosistem, dan materi anorganik yang berasal dari
batuan akibat proses penghawaan. Materi anorganik atau mineral membentuk sekitar
duapertiga dari volume tanah dan menentukan karakter fisiknya. Ukuran partikel tanah,
jumlah dan ukuran partikel mineral tergantung pada bentuk batuan asalnya dan
intensitas dari proses penghawaan yang terjadi padanya, partikel-partikel ini bervariasi
dalam ukuran dari yang besar sampai yang paling halus dan sulit dilhat dengan mata
telanjang. Partikel-partikel ini biasanya dikelompokkan berdasarkan kelas ukurannya
atau fraksinya. Berbagai sistem klasifikasi yang sering digunakan yaitu Sistem
klasifikasi dari Internasional Society of Soil science (1926) dan sistem klasifikasi dari
United State Department of Agriculture (USDA) seperti pada Tabel 7.2.
135

Tabel 7.2. Klasifikasi Ukuran Partikel Tanah


Fraksi tanah Sistem Internasional Ssistem USDA
Pasir sangat kasar atau krikil halus - 2,00-1,00 mm
Pasir Kasar 2,00- 0,20 mm 1,00-0,50 mm
Pasir medium - 0,50-0,25 mm
Pasir halus 0,20- 0,02 mm 0,25-0,10 mm
Lumpur kasar - 0,10-0,05 mm
0,02-0,002 mm 0,05-0,002 mm
Liat
< 0,002 mm < 0,002 mm
(Diadaftasi dari Barbour et al., 1987)

2. Tekstur Tanah
Tekstur tanah ditentukan oleh proporsi dari berbagai fraksi tanah yang ada.
Tekstur ini tidak saja menentukan kemudahan penetrasi akar, aerasi dan drainaise, tetapi
juga dalam suplai nutrisi dan suhu tanah. Bentuk tekstur tanah dapat ditentukan
berdasarkan segitiga tekstur tanah seperti pada Gambar 7.2 berikut ini.

Gambar 7.2. Segi Tiga Tekstur Tanah


(Diadaftasi dari Arsyad, 1989)
136

3. Topografi
Seperti telah disepakati bahwa komunitas tumbuhan dapat berubah seiring
dengan bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Relief dari permukaan
bumi memodifikasi semua faktor iklim. Pengaruh nyata dari perubahan ketinggian
tempat dari permukaan laut ini diperbesar oleh aspek keterjalan dan dari kemiringan
yang dapa menghasilkan suatu mosaic dari ekosistem.
Pengaruh utama dari ketinggian tempat dari permukaan lauat (dpl) dapat
dipergunakan untuk menggambarkan perbedaan suhu dan kelembaban udara. Suhu
biasanya menurun dengan bertambahnya ketinggian. Holdrige (1967) dalam Syafei
(1994) mempergunakan laju penurunan suhu sekitar 6 0C untuk setiap kenaikan 1000
meter dari permukaan laut. Sementara Teori adiabatic menyatakan bahwa laju
penurunan suhu secara teori adala 1 0C. pada setiap kenaikan 100 m dpl.
Bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut diiringi dengan dengan
meningkatnya keterbukaan dan kecepatan angin, hal ini selain mengakibatkan
penurunan suhu juga mempengaruhi kelembaban udara. Ketinggian juga mempengaruhi
terjadinya hujan orografik, sehingga ekosistem pada daerah-daerah pegunungan sering
menerima hujan yang lebih banyak dibanding dengan daerah dataran. Dengan demikian
modifikasi iklim secara makro berdasarkan ketinggian akan menghasilkan zonasi
ekosistem yang biasanya sejalan dengan zonasi suhu. Perubahan utama dari iklim dan
ketinggian mampu memodifikasi kualitas cahaya, misalnya pada ketinggian tertentu
dapat memacu cahaya ultra ungu sehingga mempengaruhi laju fotosintesis.
Reaksi tumbuhan terhadap zonasi suhu ini mengahsilkan berbagai macam
tumbuhan dengan toleransi ekologi yang berbeda-beda. Kelompok megaterm ekologi
adalah tumbuhan hanya mampu berada dikawasan panas dan berkumpul di zona
equator, konsekwensinya hanya terdapat pada tempat-tempat yang rendah. Kelompok
mesoterm ekologi adalah tumbuhan yang senang dengan iklim sejuk dan terdistribusi
pada batas garis lintang menengah dan apabila berada kawasan tropika maka akan
berada pada daerah pegunungan. Kelompok mikroterm ekologi adalah tumbuhan yang
terdistribusi pada garis lintang yang tinggi dan terikat pada iklim yang dingin atau
daerah pegunungan yang tinggi. Di daerah tropik memberikan gambaran yang lebih
137

unik, karena semua zona mulai dari tropik (panas) sampai yang dingin sekali akan
dijumpai vegetasi yang sangat bervariasi. Misalnya, vegetasi di Papua (dulu disebut
Irian Barat) sangat bervariasi yaitu mulai dari bentuk tropik di pantai sampai di
pegunungan yang selalu tertutup dengan salju dan es. Dengan batas-batas pohon dan
batas salju yang berkembang secara alami.
Van Steenis dengan menggunakan metodologi Sendner mengoleksi sekitar 900
jenis tumbuhan pegunungan Malesia lalu membuat zonasi floristic dikaitkan dengan
zonasi vegetasi yang dipublikasikan dalam buku Flora of Java tahun 1972. Van Steenis
membuat zonasi iklim berdasarkan ketinggian di Pulau Jawa seperi pada Tabel 7.3
sebagai berikut.

Tabel 7.3. Zonasi Vegetasi Menurut Ketinggian


Ketinggian dpl Zona
0-1000 m Zona tropika
(500-1000 m subzone kolin)
1000-2400 m Zona Montain
(1000-1500 m subzone submontain)
> 2400 m Zona subaplin

III. LATIHAN
1. Uraikan secara rinci hubungan antara kehadiran organisme termasuk vegetasi dengan
faktor-faktor lingkungan tempat hidupnya.
2. Gambar dan jelaskan siklus hidrologi dan bagaimana hubungannya dengan
pertumbuhan organisme tumbuhan.
3. Jelaskan pengaruh topografi terhapan mosaik tumbuhan pembentuk vegetasi.
4. Jelaskan hubungan antara karakter tanah dengan tipe-tipe vegetasi daratan dimuka
bumi.
5. Tekstur ini tidak saja menentukan kemudahan penetrasi akar, aerasi dan drainaise,
tetapi juga dalam suplai nutrisi dan suhu tanah. Uriakan bagaimana cara menentukan
tekstur tanah.
6. Bagaimana aplikasi sitem klasifikasi internasional (USDA) terhadap tanah.
138

IV. RANGKUMAN
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor
cahaya, yang sangat erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu: 1) Kualitas cahaya
atau komposisi panjang gelombang. 2) Intensitas cahaya atau kandungan energi dari
cahaya. 3) Lama penyinaran.
Adaptasi tumbuhan terhadap cahaya yang kuat, beberapa tumbuhan mempunyai
karakteristik yang dianggap sebagai bentuk adaptasi dalam mereduksi kerusakan akibat
cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan
intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa
sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan
sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya
ke jaringan yang lebih dalam. Lama Penyinaran di daerah tropis antara siang dan
malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme
adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari.
Apabila tumbuhan hidup di kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal, maka
pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa,
tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan
adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang
tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan
faktor pembatas.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung. Suhu dapat berperan langsung hampir pada
setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam
tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-
faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan
menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
139

Berbagai karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu : 1) Komposisi dan warna
tanah. 2) Kegemburan dan kadar air tanah. 3) Kerimbunan Tumbuhan. 4) Iklim mikro
perkotaan. 5) Kemiringan lereng dan garis lintang.
Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun
juga. Tanpa air seluruh organisme tidak akan dapat hidup. Bagi tumbuhan, air
mempunyai peranan yang penting karena dapat melarutkan dan membawa makanan
yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah
hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Air
mempunyai fungsi utama bagi tumbuhan yaitu: 1) Sebagai bagian dari struktur
tumbuhan. 2) Sebagai Penujang. 3) Sebagai alat angkut. 4) Sebagai pendingin. Secara
umum air yang terdapat di bumi ini digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu Air tanah
(ground water) dan air permukaan (surface water).
Topografi, seperti diketahui bahwa komunitas tumbuhan dapat berubah seiring
dengan bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Relief dari permukaan
bumi memodifikasi semua faktor iklim. Pengaruh nyata dari perubahan ketinggian dari
permukaan laut (dpl) dapat menghasilkan suatu mosaik dari ekosistem. Pengaruh utama
dari ketinggian dapat dipergunakan untuk menggambarkan perbedaan suhu dan
kelembaban udara. Suhu menurun dengan bertambahnya ketinggian.
Reaksi tumbuhan terhadap zonasi suhu menghasilkan berbagai macam
tumbuhan dengan toleransi ekologi yang berbeda-beda. Kelompok megaterm ekologi
adalah tumbuhan hanya mampu berada dikawasan panas. Kelompok mesoterm ekologi
yaitu senang dengan iklim sejuk dan terdistribusi pada batas garis lintang menengah.
Kelompok mikroterm ekologi yaitu terdistribusi pada garis lintang yang tinggi dan
terikat pada iklim yang dingin atau daerah pegunungan yang tinggi.
Tanah adalah bagian atas dari lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan
dan dipengaruhi oleh tumbuhan dan hewan. Definisi ini didasarkan pada hubungan yang
erat antara tanah dan organisme hidup yang keduanya dipengaruhi oleh oleh iklim dan
topografi. Tanah membentuk suatu bagian yang kompleks dari ekosistem dan ditempati
oleh oraganisme-organisme dengan toleransi yang luas. Tanah sebagai medium
pertumbuhan tumbuhan memerlukan 4 hal yaitu: Tanah sebagai tempat akar tumbuhan
140

untuk berpegang; Tanah menjadi suplayer air; Tanah menjadi suplayer nutrisi; Tanah
sebagai suplayer udara.
Ukuran partikel tanah, jumlah dan ukuran partikel mineral tergantung pada bentuk
batuan asalnya dan intensitas dari proses penghawaan yang terjadi padanya, partikel-
partikel ini bervariasi dalam ukuran dari yang paling besar sampai yang paling halus dan
sulit dilhat dengan mata telanjang. Partile-partikel ini biasanya dikelompokkan
berdasarkan kelas ukurannya atau fraksinya. Umumnya klasifikasi tersebut menggunakan
Sistem klasifikasi menurut Internasional Society of Soil Science dan United State
Depatemen of Agriculture (USDA). Tekstur tanah ditentukan oleh proporsi dari berbagai
fraksi tanah yang ada. Tekstur ini tidak saja menentukan kemudahan penetrasi akar, aerasi
dan drainaise, tetapi juga dalam suplai nutrisi dan suhu tanah.

PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konseravsi Tanah dan Air. IBP Press, Bogor.


Barbour, M. G., Burk, J. H. and Pitts, W. D. 1987. Terrestrial plant ecology. 2nd Ed.,
The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc., Menlo Park, California.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ketut Juliantara. Tanpa Tahun. Cahaya, Suhu dan Air. http://www.ikpj_biology
@yahoo.com (30 November 2011)
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Pollock, S. 2000. Jendela IPTEK Ekologi. Balai Pustaka, Jakarta.
Rai, Wijana Arnyana. 1998. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. STKIP Singaraja, Bali.
Ramli, D. 1989. Ekologi. PPLP Tenaga Kependidikan, Jakarta.
Soemarto. 1987. ikpj_biology@yahoo.com (30 November 2011).
Sutrisno, dkk. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.
Syafei, E.S. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FMIPA ITB, Bandung.
Tersiawan, M. 2005. Air Hujan Sebagai Air Bersih. PT. Musi Perkasa Utama, Jakarta.
Widarto, L. 1996. Membuat Alat Penjernihan Air. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai