Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. UMUM

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran

dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk

hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology,

1974) [ErsinSeyhan,1990], Karena

perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang

mempelajari sirkulasi air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari;

presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan

(surface stream flow), dan air tanah (groun water).

2.2. SIKLUS HIDROLOGI

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang

dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan,

dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut,

seperti digambarkan pada Gambar 2.1.

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak

langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air

mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik

di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

Universitas Sumatera
Utara
Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Max Planck Institut for Meteorology

Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada

dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan

disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di

atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas

menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan

(from air to liquid state). Bila tempertur berada di bawah titik beku (freezingpoint)

kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi

dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen

sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir

sir sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu

akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau

presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0° Celcius, maka butiran air

akan berubah menjadi salju [Chow dkk., 1988].

Universitas Sumatera
Utara
Salju jadi persoalan yang penting di tempat atau negara yang mempunyai

perbedaan temperatur yang besar pada waktu musim panas (summer) temperatur bisa

mencapai + 35°C, namun pada waktu musim dingin (winter) temperatur bisa

mencapai - 35° (bahkan lebih).

Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya

melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara.

Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi

dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang

rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.

Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah

yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih

rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini

disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini

biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem

jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai

dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut

sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.

Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering

disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi

sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi

mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air

yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang - ruang antara butir - butir

tanah dan di dalam retak - retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang

Universitas Sumatera
Utara
terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi

aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran

dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini

dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu,

pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan

keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface

runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang

terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan

dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.

Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat

dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah,

misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan

daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan

awal ( initial storage ).

Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya

melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi.

Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat

yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung

jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh

diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir

melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes

melalui tanah. Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan

Universitas Sumatera
Utara
yang mengalir atau merembes adalah outflow. Lihat gambar 2.2.

Universitas Sumatera
Utara
Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke

dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda

tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). (Koyotoka Mori

dkk., 2006, Hidrologi Untuk Pengairan)

Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:

Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow)....................................(2.1a)

Qi + Qg + P - AS = Qo + SQ + Eo..........................................................(2.1b)

Qin - Qout = AS .................................................................................... (2.1c)


dimana: Q i

masukan air/ direct run-off (inflow)


Qg
base flow (inflow)
Qo
outflow
P
SQ presipitasi

E perembesan

AS evaporasi air permukaan bebas


t
i perubahan dalam cadangan muka
t
2 air setelah kehilangan muka air

sebelum kehilangan

Danau
Gambar. 2.2. Parameter Neraca Air pada Sebuah Danau

Universitas Sumatera
Utara
Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud

menjadi gas/ uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi.

Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan

hidup dari tanaman trsebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat

energi panas matahari (evaporasi). Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian

terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.

Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir,

waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah

tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai

sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).

2.2.1. Siklus Hidrologi Tertutup

Uap dan gas bergerak di atmosfer. Proses selanjutnya sama seperti yang

diuraikan di atas dan terus berulang. Kejadian inilah akan membentuk pergerakan suatu

siklus hidrologi. Siklus hidrologi juga menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan

air. Bila dilihat keseimbangan air secara menyeluruh maka air tanah dan aliran

permukaan: sungai, danau, penguapan dll. merupakan bagian-bagian dari beberapa aspek

yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang sehingga disebut dengan siklus

hidrologi yang tertutup (closed system diagram of the global hydrologycalcycle). Lebih

jelasnya lihat gambar 2.3.

Gambar 2.3 dalam matematis dapat di tulis sebagai berikut:

I-tO = § .......................................................... (2.2)


a

Dimana : I = aliram yang masuk (inflow) O

Universitas Sumatera
Utara
= aliran yang keluar (outflow) s

= simpanan (storage)
t = waktu (time)

Pada jangka waktu yang lama dan skala ruang global simpanan cenderung

mendekati nol, sehingga keseimbangan air hanya dipengaruhi oleh masuk dan keluar

ke dalam sub sistem.

Universitas Sumatera
Utara
2.2.2.
Siklus Hidrologi Terbuka

Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak

lagi tertutup, karena sistem tertutup itu dipotong pada bagian tertentu dari seluruh

sistem aliran. Transportasi aliran di luar bagian aliran air tanah merupakan masukkan

dan keluaran dari sub-sistem aliran air tanah tersebut, demikian pula aliran air

permukaan. Gambar 2.4 menunjukkan gabungan sub-sistem aliran air tanah, aliran

Gambar 2.4. Aliran Permukaan dan Aliran Air Tanah dalam Sistem Terbuka
(Lewin,1985)

Universitas Sumatera
Utara
permukaan dan hidrologi yang merupakan sub-sistem terbuka.

Universitas Sumatera
Utara
2.3. DAERAH ALIRAN SUNGAI (Catchment Area)

Daerah Aliran Sungai (DAS) / DTA merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita

memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran

sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah Aliran Sungai

yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air,

topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada

suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air.

Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai (Buku PSDA).

2.3.1. Defenisi Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk

secara alamiah, dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir melalui

sungai dan anak sungai yang bersangkutan. Defenisi lain yaitu suatu daerah tertentu yang

bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk

menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber- sumber air lainnya yang

penyimpanannya dan pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum

alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut; daerah sekitar sungai meliputi

punggung bukit atau gunung merupakan tempat sumber air dan semua curahan air hujan

yang mengalir ke sungai, sampai daerah dataran dan muara sungai (Kamus Istilah

Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan

Wilayah, 2002)[Kodotie,R.Sjarief].

Universitas Sumatera
Utara
Ada yang menyebutnya dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), daerah

Tangkapan Ait (DPA). Dalam istilah bahasa Inggris juga ada beberapa macam istilah

yaitu Catchment Area, watershed, River Basin, dll. Defenisi dari UU Sumber Daya

Air adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan

anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air

yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dengan batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan

yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Reimold (1998) menyatakan definisi

Daerah Aliran Sungai adalah keseluruhan area geografis dimana air permukaan,

sedimen, material, di drain kepada outlet utama yaitu sungai, danau, muara, ataupun

laut.

Gambar 2.5. Ilustrasi Batas Daerah Aliran Sungai dan Batas Administratif
Kabupaten/Kota

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada hakekatnya air tidak dibatasi

oleh batas administrasi namun oleh batas aliran sungainya (DAS) atau catchment
area.
2.3.2.
Faktor Pembentuk Sub-Sistem

Faktor-faktor yang membentuk sub-sistem dan bertindak sebagai operator

di dalam mengubah komponen-komponen struktur sistem yaitu sistem sungai atau

jaringan DAS. Factor-faktor tersebut yaitu [Chay Asdak,2007, Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai]

1. Faktor Meteorologi (iklim)

• Intensitas hujan

• Durasi hujan

• Distribusi curah hujan

2. Karakteristik DAS

• Luas dan bentuk DAS

DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas

daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta

topografi. Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola

dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi dan luas yang ada. Bentuk

DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju

outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi

yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi.

Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan

semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Corak atau pola DAS

dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS.

Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS (lihat

gambar 2.6) sebagai berikut :


1. Paralel (melebar): anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar,

bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung

bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur

(lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang

pendek) atau dekat pantai. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang

bersatu.

2. Radial (memanjang): sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.

Berkembang pada vulkan atau dome. Anak sungainya memusat di satu

titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS

atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak

lama. Biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan

Gambar 2.6. Pengaruh Bentuk DAS pada Aliran Permukaan.


topografi berbentuk kubah.
• Jaringan Sungai

Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan

oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari awal

percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan

orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan

fluktuasi debit yang terjadi semakin besar.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap

induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas

dan panjang alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton,

Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun umumnya metode Strahler lebih mudah

untuk diterapkan dibandingkan metode yang lainnya. Berdasarkan metode

Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan

orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde2),

demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang

paling besar (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Penentuan Orde Sungai dengan Metode Strahler (1957)


• Kondisi DAS; topografi, tanah, geologi, geomorfologi.

Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan

dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di

suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan

sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan

aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan

sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan

banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh

dengan persamaan:

Dd=- ............................................. (2.3)


A

dimana:

Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km );

L = jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km);

A = luas DAS (km )

Indeks kerapatan aliran sungai diklasifikasikan sebagai berikut:

- Dd: < 0.25 km/km : rendah

- Dd: 0.25 - 10 km/km : sedang

- Dd: 10 - 25 km/km : tinggi

- Dd: > 25 km/km : sangat tinggi

Berdasarkan indeks tersebut dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan sungai

menjadi kecil pada kondisi geologi yang permeable, tetapi menjadi besar
untuk daerah yang curah hujannya tinggi. Disamping itu, jika nilai kerapatan

aliran sungai:

- < 1 mile/mile (0.62 km/km ), maka DAS akan sering mengalami

penggenangan.

- > 5 mile/mile (3.10 km/km ), maka DAS akan sering mengalami

kekeringan

Gambar 2.8. Pengaruh topografi; kerapatan parit/saluran pada hidrograf


aliran permukaan

3. Tata Guna Lahan

• Perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap ketersediaan dan kebutuhan

air. Sebagai contoh ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi

pemukiman maka kebutuhan air meningkat karena dipakai untuk penduduk

tersebut, namun ketersediaan air berkurang.


• Ketika lahan berubah maka terjadi peningkatan debit aliran permukaan.

Akibatnnya di bagian hilir mendapatkan debit yang berlebih dan dampaknya

terjadi banjir. Akibat perubahan tata guna lahan maka kapasitas resapan

hilang sehingga bencana kekeringan meningkat di musim kemarau. Debit

puncak naik dari 5 sampai dengan 35 kali karena air yang meresap ke dalam

tanah sedikit mengakibatkan aliran air di permukaan (run-off) menjadi

besar, sehingga berakibat debit menjadi besar dan terjadi erosi yang

berakibat sedimentasi

• Ketika debit meningkat, aliran sungai dengan debit yang besar akan

membawa sedimen yang besar pula sehingga di terminal akhir perjalanan air

di sungai yaitu muara terjadi pendangkalan. Akibatnya di laut terjadi akresi

yang mempengaruhi longshore transport sediment di pantai. Akresi pantai

adalah gerusan pantai yang dikenal dengan sebutan abrasi. Lihat gambar

2.9.

Gambar 2.9. Ilustrasi perubahan Ru n -off akibat perubahan lahan


2.4
PRESIPITASI (HUJAN)

Faktor utama penyebab besarnya debit sungai adalah hujan, intensitas

hujan, luas daerah hujan dan lama waktu hujan. Intensitas hujan berubah dengan

lama waktu hujannya. Semakin lama waktu hujannya, semakin berkurang deras rata-

rata hujannya. Hubungan antara deras rata-rata hujan dan lama waktu

berlangsungnya hujan untuk berbagai tempat tidak sama dan harus ditentukan sendiri

berdasarkan pengamatan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, data curah

hujan dapat digunakan untuk mengetahui nilai debit sungai, disamping menggunakan

data pengaliran sungai. Selanjutnya dalam tugas akhir ini, digunakan data curah

hujan untuk menentukan besarnya debit di wilayah studi.

Curah hujan dinyatakan dengan tingginya air dalam suatu tabung, biasanya

dalam mm. Untuk mengukur curah hujan digunakan alat ukur hujan (rain gauge);

yang dikenal antara lain, adalah alat ukur hujan yang dapat mengukur sendiri dan alat

ukur hujan biasa. Alat pengukur hujan biasa, digunakan untuk mengukur curah hujan

dalam satu hari dan kurang tepat untuk mengetahui intensitasnya dan lamanya hujan

itu berlangsung. Alat pengukur hujan yang mencatat sendiri sesuai untuk mengukur

intensitas dan lamanya hujan, sangat cocok dan tepat untuk pengukuran hujan dengan

jangka waktu yang lama di daerah-daerah pegunungan dimana para pengamat sulit

untuk tinggal lama di daerah itu. Dewasa ini jenis tersebut banyak digunakan di

waduk-waduk besar di hulu sungai.

2.4.1. Tipe-tipe Presipitasi

Tipe presipitasidapat ditentukan atas dasar dua sudut pandang yang

berbeda. Suatu klasifikasi dapat dilakukan baik atas dasar genetis (asal mulanya)

maupun atas dasar bentuknya.


2.4.1.1. Klasifikasi genetik

Klasifikasi ini didasarkan atas timbulnya presipitasi seperti ditunjukkan

pada gambar 2.10. Agar terjadi presipitasi, terdapat tiga faktor utama yang penting:

suhu udara yang lembab, inti kondensasi (partikel debu, kristal garam, dll.) dan suatu

perubahan kelembapani, sehingga kondensasi dapat terjadi. Pengangkatan air ke atas

dapat berlangsung dengan cara pendinginan sinklonik, oroganik maupun konvektif.

Pendinginan sinklonik terjadi dalam dua bentuk. Pendinginan sinklonik

non-fromtal terjadi bila udara bergerak dari kawasan di sekitarnya k ekawasan yang

bertekanan rendah. Dalam proses tersebut udar memindahkan udara bertekanan

rendah ke atas, mendingin dan menghasilkan presipitasi berintensitas sedang (5

hingga 15cm dalam 24 sampai 72 jam) dan berlangsung lama.. Pendinginan

sinklonik frontal terjadi jika massa udara yang panas naik di atas suatu tepi frontal

yang dingin.

Pendinginan orografik terjadi oleh aliran udara samudera yang lewat di

atas tanah dan dibelokkan keatas oleh gunung-gunung di pantai. Sebagian besar

presipitasi jatuh pada sisi lereng arah datangnya angin. Jumlah presipitasi yang lebih

sedikit, disebut bayangan hujan, terjadi pada sisi kemiringan lereng karena hilangnya

sebagian besar lengas oleh ginung-gunung yang tinggi.

Pendinginan konvektif terjadi apabila udara panas oleh pemanasan

permukaan, naik dan mendingin untuk membentuk awan dan terjadi presipitasi.

presipitasi konvektif merupakan presipitasi yang berlangsung sangat singkat (jarang

melebihi 1 jam) namun berintensitas sangat tinggi. Presipitasi total dapat berjumlah

hingga 8 cm atau 10 cm.


udara panas

udara dingin
___ udara dingin

Penampang vertikal A-B dari hujan di bawah cP (dingin


segar)
(dingin yang
A" .diubah) cP
X Pendinginan siklonik
(fcagleson, 1970)
/(panas)
etV
9

Gambar 2.10. Klasifikasi genetis presipitasi


ml
2.4.I.2. Klasifikasi Bentuk

Suatu perbedaan yang sederhana tetapi mendasar dapat dibedakan antara

presipitasi vertikal dan horizontal. Presipitasi vertikal jatuh di atas permukaan bumi

dan di ukur oleh penakar hujan.


Presipitasi Vertikal

1. Hujan: Air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap air di

atmosfer.

2. Hujan gerimis: Hujan dengan tetesan yang sangat kecil.

3. Hujan salju: Kristal-kristal kecil air yang membeku secara langsung dibentuk dari

uap air di udara bila sushunya pada saat kondensasi kurang dari 0°C.

4. Hujan batu es: Gumpalan es yang kecil, kebulat-bulatan yang dipresipitasikan

saat hujan badai.

5. Sleet: Campuran huja dan salju. Hujan ini disebut juga glaze (salju basah).

Presipitasi Horizontal

1. Es : Salju yang sangat padat.

2. Kabut: Uap air yang dikondensasikan menjadi partikel-partikel air halus di dekat

permukaan tanah.

3. Embun beku: Bentuk kabut yang membeku di atas permukaan tanah dan vegetasi.

4. Embun Air: Air yang dikondensasikan sebagai air di atas permukaan tanah dan

vegetasi yang dingin terutama pada malam hari. Embun ini menguap pada

malam hari.

5. Kondensasi pada es dan dalam tanah: Kondensasi juga menghasilkan presipitasi

dalam udara bsah, hanga yang mengalir di atas lembaran es dan pada iklim

sedang di dalam beberapa sentimeter bagian atas tanah.


2.4.2.
Curah Hujan Daerah (Area Rainfall)

Dengan melakukan penakaran atau pencatatan seperti di atas, hanyalah

didapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Bila dalam suatu areal

terdapat beberapa alat penakar atau alat pencatat curah hujan, maka untuk

mendapatkan harga curah hujan daerah (area rainfall) adalah dengan mengambil harga

rata-ratanya.

Ada tiga cara dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata di suatu areal

tertentu dari angka-angka curah hujan di berbagai titik pos pencatat, yaitu:

a. Cara tinggi rata-rata (arithmatic mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan

cara arithmatic mean adalah salah satu cara yang sederhana sekali. Biasanya cara ini

dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah huajnnya, dengan anggapan

bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah sama rata (uniform distribution).

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (lihat gambar 2.11)

d 1 + d 2 + d 3 +.....dn f di
d =-----------------------------=^— ...............(2.4)
n n

Keterangan: d = Rata-rata curah hujan (mm)

dud2,d3...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n n

= Banyaknya stasiun pencatat


Gambar 2.11. DAS dengan perhitungan curah hujan tinggi rata-
rata.
b. Cara Thiessen Poligon

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus

pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan sperti yang ditunjukkan

gambar 2.12. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-

masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan

menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua

pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai


Keterangan: A d
Al.d 1 + A2.d 2 + A3.d 3 +An.dn ^ Ai.di
d=d d d (2.5)
l, 2, 3,---dn A A
A
1, A2, A3,..-An

berikut:

Luas areal (km2)

Tinggi curah hujan rata-rata areal Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n


/2\

Gambar 2.12. DAS dengan perhitungan curah hujan polygon Thiessen.

c. Cara Isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah

hujan yang sama (isohyet), seperti pada gambar 2.13. Kemudian luas bagian diantara

isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga

rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada rumus berikut ini:

dn — 1 +
A ------A +. . . dn -------An
2____________ 2
A1 + A 2 + ...
An

(2.6)

Keterangan: A Luas areal (km2)

d Tinggi curah hujan rata-rata areal

d0, d], d2,...dn =


n Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A], A2, A3,..An =n Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet

yang bersangkutan

Gambar 2.13. DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet

2.5 EVAPOTRANSPIRASI

Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah total air yang kembali lagi ke atmosfer

dari permukaan tanah, permukaan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor
iklim dan fisiologis vegetasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses

evaporasi, intersepsi dan transpirasi.

Evaporasi adalah peristiwa penguapan yaitu berubahnya air menjadi uap,

bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara atau semua bentuk

permukaan selain vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan

vegetasi (proses fisiologi) dari akar tanaman ke permukaan daun dan akhirnya

menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika

berlangsung hujan. Besarnya laju evaporasi dan tranpirasi kurang lebih sama apabila

pori-pori daun terbuka.(Wanielista, 1990)

Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi perlu

dibedakan menjadi Evapotranspirasi Potensial (EP) dan Evapotranspirasi Terbatas

(ET). Evapotranspirasi potensial adalah kemampuan atmosfer untuk menghapus air

dari permukaan melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi


terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi

dan permukaan tanah serta curah hujan.

EP lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara ET lebih

dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Faktor dominan yang

mempengaruhi EP adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban atmosfer, kecepatan

angin, secara umum besarnya EP akan meningkat ketika suhu, radiasi matahari,

kelembaban udara dan kecepatan angin bertambah besar.

Dalam perhitungan dengan metode F.J Mock, Ep dan ET dihitung dengan


rumus: Eo = Ep x 0,75 .....................................................(2.7)

ET = EP - E .....................................................(2.8)

EP = e = 1,6 (l0 ff .....................................................................(2.9)


E = EP*(m/20)*(18-n) .......................................................(2.10)

dimana: ET
evapotranspirasi terbatas/ limmited evapotranspirasi (mm)
EP
evapotranspirasi potensial (mm)
Ep
Evaporasi panci (data pengamatan) selisih
E
antara Ep dengan ET (mm) singkapan lahan
m
(Exposed surface (%)) jumlah hari hujan
n
dalam sebulan Evapotranspirasi potensial
e
bulanan (cm/bulan)
I
Jumlah suhu rata-rata bulanan dari 12 bulan dibagi 5 pangkat 1,514
I

a suhu rata-rata bulanan (°C)

0, 000000675.I3 - 0,0000771.I2 + 0,017921 + 0,49239


Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau

dengan asumsi:

m =0 % untuk lahan dengan hutan lebat

m =0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan

sekunder.

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian

yang diolah

2.6 Air Bawah Permukaan

Dalam mekanisme daur hidrologi, yang dimaksud air bawah permukaan

adalah semua bentuk aliran air hujan yang mengalir di bawah permukaan tanah sebagai

akibat struktur pelapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah dan gaya gravitasi

bumi. Mengarah pada proses dan mekanisme terjadinya dan keberadaan air di dalam

tanah, karakteristik air tanah, gerakan air tanah.

Dalam UU Sumber Daya Air daerah disebut dengan cekungan air tanah

(CAT) yang didefenisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,

pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Menurut Danaryanto dkk. (2004) CAT di Indonesia secara umum dibedakan

menjadi dua yaitu CAT bebas (unconfined aquifer) dan CAT tertekan (confined

quifer). CAT ini tersebar di seluruh Indonesia dengan total besarnya potensi masing-

masing CAT adalah:


• CAT Bebas : potensi 1.165.971 juta m3/thn.

• CAT Tertekan : Potensi 35.325 juta m3/thn.

Akuifer adalah suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi satuan geologi
yang permeable baik yang terkonsolidasi (lempung) maupun yang tidak terkonsolodasi

(pasir) dengan kondisi jenuh air mempunyai suatu besaran konduktivitas hidaraulik (K)

sehingga dapat membawa air dalam jumlah (kuantitas)yang ekonomis. Akuifer tak

tertekan/terbatas (unconfined aquifer) adalah akuifer jenuh (saturated). Lapisan pembatas

dibagian bawahnya merupakan aquiclude. Pada bagian atasya ada lapisan pembatas

yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktifitas hidraulik

dari akuifer. Akuifer tertekan/terbatas (confined aquifer) adalah akuifer yang jenuh air

yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya

lebih besar dari tekanan atmosfer, pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang

mengalir (no flux). Aquiclude (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan, formasi, atau

kelompok formasi geologi yang kedap air (impermeable) dengan nilai konduktivitas

hidraulik yang kecil namun masih memungkinkan air melewati lapisan ini walupun

dengan lambat dapat dikatakan merupakan batas atas dan bawah semi unconfined

aquifer.

Menurut Danaryanto (2004) batas cekungan air tanah tersebut dibedakan

menjadi empat tipe sebagai berikut:

3.1.2.1. Batas Tanpa Aliran

Batas tanpa aliran merupakan batas cekungan air tanah, dengan kondisi hidraulik

pada batas tersebut menunjukkan tidak terjadi aliran air tanah atau alirannya tidak

berarti jika dibandingkan dengan aliran pada akuifer utama (zero-flow boundaries).

Batas tanpa aliran dibedakan menjadi tiga tipe sebagai berikut:

1. Batas tanpa aliran eksternal (external zero-flow boundary), yaitu batas yang

merupakan kontak/persinggungan antara akuifer dan bukan akuifer pada arah

lateral (sumbu x,y).


2. Batas tanpa aliran internal (internal zero-flow boundary), yaitu batas yang

merupakan kontak antara akuifer dan bukan akuifer pada arah vertical/tegak

(sumbu z).

3. Batas tanpa pemisah air tanah (groundwater divide), yaitu batas pada arah lateral

yang memisahkan dua aliran air tanah dengan arah berlawanan.

3.1.2.2. Batas Muka Air Permukaan

Batas muka air permukaan (head cotrolled boundaries) merupakan batas cekungan

air tanah, pada batas tersebut diketahui tekanan hidrauliknya. Batas tersebut dapat

bersifat tetap berubah terhadap waktu. Batas muka air permukaan dibedakan

menjadi dua tipe sebagai berikut:

1. Batas muka air permukaan eksternal (external head controlled boundary), yaitu

batas muka air yang bersifat tetap misalnya muka air laut dan muka air danau.

Batas tersebut ditetapkan sebagai batas lateral cekungan air tanah jika akuifer

utama pada cekungan itu bersifat tak tertekan. Jika akuifer utama berupa

akuifer tertekan, batas cekungan iru dapat berada di daerah lepas pantai.

2. Batas muka air internal (internal head controlled boundary), yaitu batas muka air

permukaan yangaberubah terhadap waktu, misalnya sungai dan kanal. Yang

ditetapkan sebagai batas cekungan air tanah pada arah vertical.


3.I.2.3.
Batas Aliran Tanah

Batas aliran tanah (flow controlled boundaries) atau batas imbuhan air tanah

(recharge boundary) merupakan batas cekungan air tanah, pada batas tersebut

volume air tanah persatuan waktu yang masuk ke dalam cekungan tersebut berasal

dari lapisan batuan yang tidak diketahui tekanan hidrauliknya. Berdasarkan arah

alirannya, batas aliran air tanah dibedakan menjadi dua tipe sebagai berikut:

1. Batas aliran air tanah masuk (Inflow boundary), yaitu cekungan air tanah

dengan arah aliran menuju ke dalam cekungantersebut.

2. Batas aliran air tanah ke luar (outflow boundary), yaitu batas cekungan air

tanah dengan aliran dengan menuju ke luar cekungan tersebut.

Kedua batas aliran air tanah ini ditetapkan sebagai cekungan air tanah pada arah

lateral.

3.1.2.4. Batas muka air tanah bebas

Batas muka air tanah bebas (free surface boundary) merupakan batas cekungan air

tanah, pada batas tersebut diketahui tekanan hidrauliknya sebesar tekana udara

luar. Maka air tanah bebas, atau disebut muka preatik merupakan batas vertikal

bagian atas cekungan air tanah.

2.5.1. Kelembaban Tanah

Pertumbuhan vegetasi memerlukan tingkat kelembaban tertentu. Oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa kelembapan tanah pada tingkat tertentu dapat

menentukan bentuk tataguna lahan. Peristiwa kekeringan yang terjadi di suatu daerah

juga lebih banyak berkaitan dengan tingkat kelembapan yang ada di dalam tanah dari
pada jumlah kejadian hujan yang turun di tempat tersebut. Namun, perlu

diketahui bahwa tingkat kelembapan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat

menimbulkan permasalahan bagi manusia.

Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah.

Tetapi perbedaan tekstur dan struktur menentukan juga kapasitas menahan kelembaban

tanah. Oleh karena itu, dikemukakan hubungan antara kelembaban tanah dan infiltrasi:

1. Kapasitas menahan kelembaban tanah (soil moisture holding capacity)

Air di dalam tanah ditahan oleh gaya absorbsi permukaan butir-butir tanah

dan tegangan antara molekul tanah. Di sekeliling butir-butir tanah terdapat

membrane (lapisan tipis) higroskopis yang diabsorbsi secara intensif. Makin jauh

air dari permukaan butir tanah, gaya absorbsi makin lemah. Pada jarak tertentu air

hanya ditahan oleh tegangan antara butir-butir tanah disebut air kapiler. Jika air

bertambah, maka air itu akan lebih dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan bergerak

dalam rongga-rongga antara butir-butir tanah disebut air gravitasi.

2. Harga kelembaban tanah

Banyaknya air dalam tanah pada keadaan tertentu, umumnya disebut tetapan

kelembaban tanah dan digunakan untuk menentukan sifat menahan air dari tanah.

Tetapan kelembaban tanah yang menentukan infiltrasi adalah kapasitas menahan

air.

Banyaknya air yang dapat dikandung oleh tanah disebut kapasitas menahan

air. Ada yang maksimum ada yang minimum. Kapasitas menahan air maksimum

adalah kapasitas pada keadaan permukaan air tanah yang tinggi.

Kapasitas menahan air yang minimum adalah banyaknya air tersisa (dinyatakan

dalam %) dari drainase alamiah tanah yang jenuh air. Keadaan ini disebut
kapasitas lapangan (field capacity), karena keadaan ini adalah sama dengan keadaan

menahan air dari tanah yang kering dengan permukaan air tanah yang rendah

sesudah mendapat curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari. Jika infiltrasi

dari curah hujan itu lebih besar dari kapasitas menahan air, maka air itu akan terus

ke permukaan air tanah, tetapi jika infiltrasi itu lebih kecil maka air akan tertahan

dalam tanah dan akan terjadi alran ke permukaan air tanah.

L= seresah dan H= seresah yang telah tedekomposisi. A, B dan C lapisan


atau horizon tanah yang umum dijumpai dalam ilmu tanah.

Gambar 2.14. Klasifikasi tanah menurut ilmu tanah dan ilmu hidrologi
(Hewlett, 1982)

Dari seluruh air hujan di daerah tropis, sekitar 75% dari air hujan tersebut

masuk ke dalam tanah dalam bentuk kelembapan tanah pada tanah tidak jenuh dan

sebagai air tanah pada tanah jenuh atau tanah berbatu. Untuk dapat memahami peranan

tanah dalam kaitannya dengan terbentuknya kelembapan tanah terlebih dahulu diulas
tenteng klasifikasi lapisan tanah. Lapisan tanah dapat diklasifikasikan menjadi dua

zona (daerah) utama, yaitu zona aerasi (ruangan di dalam tanah yang memungkinkan

udara bebas bergerak) dan zona jenuh (groundwater area). Garis tinggi permukaan air

tanah (groundwater table) memisahkan kedua zona tersebut seperti tampak pada Gambar

2.16. Sistem perakaran kebanyakan tanaman pada umumnya terbatas pada zona aerasi

karena adanya gerakan udara (terutama oksigen) di zona tersebut sehingga

memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Tanah mineral umumnya dibedakan menjadi lima macam menurut ukuran

diameter butir-butir tanah seperti tersebut pada Tabel 2.1. Kerikil (gravel) dan pasir

(sand) dapat dipisahkan dengan menggunakan alat penyaring dengan diameter berbeda,

sedang untuk memisahkan tanah liat (clay) dari butir-butir debu (silt) dapat dilakukan

dengan cara pengendapan dalam air. Fraksi debu akan mengendap dalam beberapa

menit, sementara fraksi liat memerlukan waktu pengedapan beberapa hari sampai

beberapa minggu.

Pori-pori tanah lembab, sering dikenal sebagai daerah aerasi (zone of

aeration) umumnya terisi udara dan air. Sedang volume tanah (V) terdiri dari unsure zat

padat (Vs), air (Vw) dan unsure campuran tanah dan udara (Va) (Hewlett, 1982):
Tabel 2.1: Klasifikasi tanah menurut sistem perhimpunan tanah internasional _(Kramer,
1983)_____________________
Fraksi Diameter Lempung1 Lempung Tanah liat berat
2
berpasir
tanah
(%)
(%)

Kerikil >2,0 - -

Pasir kasar 2,0-0,20 66,6 27,1 0,9

Pasir halus 0,2-0,02 17,8 30,3 7,1

Debu 0,02-0,002 5,6 20,2 21,4

Liat <0,002 8,5 19,3 65,8

1 Sandy loam; 2 Loam

Berat jenis tanah (bulk density) adalah massa tanah kering yang mengisi ruangan di

dalam lapisan tanah. Berat jenis tanah (B) dengan demikian massa per satuan tanah

kering. Volume tersebut dalam hal ini mewakili ruangan dalam tanah yang terisi oleh

butir-butir tanah. B = massa tanah kering (gr)/volume (cm)

Kerapatan partikel tanah (particle density) secara numeric sebanding dengan specific

gravity dari partikel tanah. Kerapatan partikel tanah selalu lebih besar daripada berat

jenis tanah kecuali ketika porositas tanah adalah 0. Kebanyakan partikel-partikel

tanah mempunyai kerapatan kurang-lebih 2,6 gr/cm3.

Porositas tanah (P) adalah kemampuan tanah dalam menyerap air dan besarnya

ditunjukkan oleh nilai perbandingan antara volume air dalam tanah serta volume

campuran tanah dan udara dengan volume


Tanah jenuh (soil saturation) terjadi ketika selutuh pori-pori tanah dalam keadaan terisi

oleh air. Dalam keadaan nyata di lapangan, akan selalu dijumpai adanya gas atau udara

yang teperangkap di dalam pori-pori tanah. Besarnya gas tersebut antara 5 hingga 8%

dari total volume tanah. Oleh karenanya, tinggi muka air dapat berfluktuasi karena

perubahan tekanan barometer di dalam tanah.

Kelembapan tanah biasanya didasarkan pada jumlah kehilangan air yang ada dalam

sampel tanah yang dikeringkan (dalam oven) pada suhu 105°C selama 24-48 jam.

Tanah jenuh (soil saturation) terjadi jika seluruh pori-pori tanah dalam keadaan terisi

oleh air. Dalam keadaan nyata di lapangan, akan selalu dijumpai adanya gas atau udara

yang terperangkap di dalam pori-pori tanah. Oleh karenanya, tinggi muka air tanah

dapat berfluktuasi karena perubahan tekanan barometer di dalam tanah.

2.5.2. Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (hujan) masuk kedalam tanah. Perkolasi

merupakan proses kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

kata lain infiltrasi adalah air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler

(gerakan air kearah lateral) dan gravitasi (gerakan air kea rah vertikal). Setelah lapisan

tanah bagian atas jenuh, kelebebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam

sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan di kenal sebagai proses perkolasi. Curah hujan

yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan permukaan. Hal ini

tergantung dari besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi. Air

yang menginfiltrasi ke dalam tanah meningkatkan kelembaban tanah atau, terus ke air

tanah. Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.

Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam
menyerap kelembapan tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada

kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi

umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan,

yaitu dalam milimeter per jam (mm/jam).

Air hujan yang mengalir masuk ke dalam tanah, dalam batas tertentu,

bersifat mengendalikan ketersediaan air untuk berlangsungnya proses evapotranspirasi.

Pasokan air hujan ke dalam tanah ini sangat berarti bagi kebanyakan tanaman di tempat

berlangsungnya infiltrasi dan sekelilingnya.

Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai

limpasan pemasukan atau infiltrasi. Hal ini tergantung besar kecilnya intensitas curah

hujan terhadap kapasitas infiltrasi. Air yang menginfiltrasi kedalam tanah

meningkatkan kelembaban tanah atau, terus ke air. Air infiltrasi yang tidak kembali

lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk

seterusnya mengalir ke sungai di sekitarnya.

Kapasitas yang mengabsorsi air hujan ke permukaan air tanah dan

memperlambat aliran adalah peristiwa yang penting bagi pengertian aliran sungai.

Peristiwa ini diketemukan mula-mula oleh Dr. R. E Horton yang telah mengusulkan

theory infiltrasi. Theori ini sekarang merupakan suatu theori yang penting untuk

analisa-analisa hidrologi.

2.5.2.I. Proses terjadinya infiltrasi dan pergerakan air tanah

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi

biofisik permukaan tanah, atas sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir

masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah permukaan tanah. Proses
mengalirnya air hujan kedalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gava

kapiler tanah. Laju air yang di pengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya

diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal

kedalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat

mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal (lateral).

Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil.

Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air

mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam

perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat tarikan

gaya kapiler tanah, terutama kea rah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan

tanah lebih kering.

Tinggi kenaikan air yang disebabkan oleh tegangan kapiler adalah

berbanding terbalik terhadap diameter pipa kapiler. Jadi makin banyak tanah itu

mengandung butir-butir halus, makin tinggi kenaikan air makin besar butir-butir tanah

makin kecil kenaikan airnya. Sebaliknya makin kecil butir-butir tanah, makin kecil

kecepatan airnya, makin besar butir-butirnya makin cepat kecepatan airnya. Gambar

2.15 memperlihatkan sebuah sketsa air kapiler.


Air adhesif tertahan di sebelah luar air higroskopis dengan tegangan
kapilernya sendiri tidak berhubungan dengan air tanah. Pergerakan air adhesif itu
terutama hanya terjadi pada permukaan butir-butir tanah untuk mengisi bagian- bagian
kosong antara butir-butir (ruang-ruang sudut). Hubungan antara air adhesif dan air
higroskopis dapat dilihat pada gambar. 2.16.

Gambar 2.16. Sketsa air adhesif dan higroskopis

an air ruan;
adhesif)

Air gravitasi bergerak dalam ruang tanah karena gravitasi. Jika ruang- ruang

itu telah jnuh dengan air, maka air akan bergerak menurut hokum Darcy seperti pada

air tanah. Jika antara air yang sedang terinfiltrasi dengan air tanah terdapat bagian yang

jenuh dengan udara seperti pada gambar 2.15, maka air akan bergerak sesuai dengan

besarnya selisih gaya gravitasi dan tegangan kapiler.

Infiltrasi yang terpengaruh oleh tegangan kapiler disebut infiltrasi terbuka

dan infiltrasi yang hanya dipengaruhi oleh gravitasi umumnya disebut infiltrasi

tertutup. Peresapan air dari persawahan yang air tanahnya terletak jauh dari jauh di
bawah termasuk infiltrasi terbuka. Pengaliran air melalui ruang-ruang yang besar

seperti retakan-retakan lapisan tanah sampai ke air tanah termasuk infiltrasi tertutup

Mekanisme infiltrasi, dengan demikian , melibatkan tiga proses yang tidak saling

mempengaruhi:

(1) Proses masuknya ai hujan melalui pori-pori permukaan tanah.

(2) Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.


(3) Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bahwa, samping, dan atas).

Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses tersebut di

atas saling terkait.

2.5.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi

Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan

intensitas curah hujan, umumnya disebut dengan laju infiltrasi. Akan tetapi setelah

mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan

kecepatan absorbsi maksimum setiap tanah tersebut. Laju infiltrasi maksimum yang

terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi f). Kapasitas infiltrasi itu

berbeda-beda tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-

tumbuhan, suhu dan lain-lain. Disamping itu, infiltrasi berubah-ubah karena

dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah. Keadaan

vegetasi penutup yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke

permukaan tanah, dan dengan demikian, mengurangi besar air infiltrasi. Sementara

sistem perakaran vegetasi dan setetes yang dihasilkannya dapat membantu menaikkan

permeabilitas tanah, dan dengan demikian dapat meningkatkan laju infiltrasi. Secara

teoritis, bila kapasitas infiltrasi tanah diketahui, volume air larian dari suatu curah

hujan dapat dihitung dengan cara mengurangi besarnya curah hujan dengan infiltrasi

ditambah genangan air oleh cekungan permukaan tanah (surface detention) dan air

intersepsi. Laju infiltrasi ditentukan oleh:

(1) Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah.

(2) Sifat permukaan tanah.

(3) Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah.


Dari ketiga unsur tersebut diatas, ketersediaan air (kelembapan tanah) adalah

yang terpenting karena akan menentukan besarnya tekanan potensiaal pada permukaan

tanah. Berkurangnya laju infiltrasi dapat terjadi karena dua alasan. Pertama,

bertambahnya kelambapan tanah menyebabkan butiran tanah berkembang, dan dengan

demikian menutup ruangan pori-pori tanah. Kedua, aliran air ke tertahan oleh gaya

tarik butir-butir tanah. Gaya tarik ini bertambah besar dengan kedalaman tanah, dan

dengan demikian, laju kecepatan air di bagian tanah yang lebih dalam berkurang

sehingga menghambat masuknya air berikutnya dari permukaan tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu, sebagai berikut:

1. Karakteristik hujan

Infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan

2. Kondisi permukaan tanah/ struktur tanah.

a. Kemiringan tanah secara tidak langsung mempengaruhi laju infiltrasi

b. Pembekuan permukaan tanah mengurangi kapasitas infiltrasi selama tahapan

awal hujan berikutnya

c. Kondisi penutup lahan, seperti halnya vegetasi ( karena terhambatnya aliran

permukaan dan berkurangnya pemadatan tetesan hujan) mingkatkan infiltrasi.

Kerapatan dan jenis vegetasi berpengaruh penting pada infiltasi.

3. Karakteristik air yang terinfiltrasi

a. Suhu air memiliki pengaruh terhadap infiltrasi, tetapi penyebaran dan sifatnya

belum pasti.

b. Kualitas air merupakan factor lain yang mempengaruhi infiltrasi. Liat halus

pada partikel debu yang dibawa air ketika terinfiltrasi dapat menghambat

ruang pori yang lebih kecil.


4. Pemampatan oleh hujan, manusia dan hewan

Gaya pukulan-pukulan hujan mengurangi kapasitas infiltrasi, karena oleh pukulan-

pukulan itu butir-butir halus di permukaan teratas akan terpencar dan masuk ke

dalam rongga-rongga tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukan tanah

yang terdiri dari lapisan bercampur lempung akan menjadi sangat impermeabel.

Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah berkurang

karena stuktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus

telah rusak.

2.5.2.3. Pengukuran Infiltrasi

Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp 1978), yakni:

1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume hujan larian pada

percobaan laboraorium menggunakan simulasi hujan buatan.

2. Menggunakan alat ifniltrometer.

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.

Jika terdapat data yang diteliti mengenai variasi intensitas curah hujan dan

data yang kontinu dari limpasan yang terjadi, maka kapasitas infiltrasi dapat diperoleh

dengan ketelitian cukup tinggi

Bila curah hujan (alamiah atau buatan) pada petak percobaan tersebut lebih

besar dari pada kapasitas infiltrasi, maka kurva kapasitas infiltrasi akan bervariasi

sejalan dengan waktu seperti terlihat pada Gambar 2.20. Dalam hal ini kurva kapasitas

infiltrasi yang berbeda dapat diperoleh kelembaban tanah awal yang berbeda.
Gambar 2.16. Kurva inviltrasi dan curah hujan untuk menghitung air larian

Gambar 2.17. Kurva hubungan air larian dan infiltrasi pada hujan buatan
dengan intensitas tetap

Laju infiltrasi diukur dalam satuan panjang per waktu. Satuan yang sama

berlaku untuk laju curah hujan. Data infiltrasi umumnya digambarkan dalam bentuk

kurva seperti pada Gambar 2.21. Gambar tersebut menunjukkan hubungan laju

infiltrasi dan air larian yang umum dijumpai pada hujan buatan dengan intensitas yang
tetap.
2.5.3.
Air Tanah

Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut air

tanah. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di bumi ini lebih dari 97

% terdiri atas air tanah. Tampak bahwa peranan air tanah di bumi adalah penting. Air

tanah dapat dijumpai hampir semua tempat di bumi bahkan di gurun pasir yang

paling kering sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena

tertutup lapisan salju atau es.

Tabel 2.2 : Kisaran-kisaran porositas tanah yang mewakili untuk bahan-bahan


endapan (Todd, 1959)

Bahan Porositas (%)

Liat 45-55

Debu 40-50

Pasir campuran medium hingga kasar 35-40

Pasir yang seragam 30-35

Pasir campuran halus hingga medium 30-40

Kerikil 20-35

Kerikil dan pasir 10-20

Batu pasir (paras) 1-10

Batuan kapur 1-10

Batuan granit 1-5

Asal-muasal air tanah juga dipergumakan sebagai konsep dalam

menggolongkan air tanah ke dalam 4 tipe (Told, 1959 dan Dam, 1966), yaitu:
1. Air meteorik : Air ini berasal dari atmosfir dan mencapai mintakat (zona)

kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Secara langsung oleh infiltrasi pada permukaan tanah

b. Secara tidak langsung oleh rembesan influen ( di mana kemiringan muka

air tanah menyusup di bawah aras air permukaan kebalikan dari efluen)

dari danau, sungai, saluran buatan dan lautan.

c. Secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan)

2. Air Juvenil: Air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada mintakat

kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya air ini dibagi lagi menurut

sumber spesifiknya ke dalam:

a. Air magmatic

b. Air gunung api dan air kosmik ( yang dibawa oleh meteor).

3. Air diremajakan (rejuvenatited): air yang untuk sementara waktu telah

dikeluarkan dari daur hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab yang

lain, kembali lagi ke daur dengan proses-proses metamorphosis, pemadaman tau

proses-roses yang serupa (Dam, 1996).

4. Air konat: Air yang terjebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada

asalnya mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai

salinitas yang lebih tinggi dari pada laut

Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam

ruang-ruang (pori-pori) butir-butir tanah dan di dalam retakan-retakan batuan.

Poriberukuran kapiler dan membawa air yang disebut air pori. Aliran melalui pori

adalah laminar. Kapasitas penyimpanan/ cadangan air dari suatu lahan ditunjukkan

dengan porositas yang merupakan nisbah dari volume rongga (V v) dengan volume total
bantuan (V),

Air permukaan (aliran air sungai, air danau/waduk dan genangan air

permukaan lainnya) dan air tanah pada prinsipnya mmpunyai kekterkaitan yang erat

serta keduanya mengalami proses pertukarn yang berlangsung terus menerus. Selama

musim kemarau, kebanyakan sungai masih mengalir.

Anda mungkin juga menyukai