Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

SULFONAMID, TRIMETROPIN-SULFAMETOKSAZOL

Disusun Oleh:
Kelompok 2
S1 Farmasi 3D

Asep Saeful Mukdas 31118166 Siti Nabila Fikria A 31118195


Devi Andriani 31118162 Sagita Wulandari 31118170
Eva Widiawati 31118180 Shania Ulfah O 31118158
Mariah Ulfah 31118176 Waffa Nabillah R 31118177
Muhammad Ihsan 31118153 Willy Wildan R 31118183
Muna Salma Sungkar 31118192

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2020
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Penemuan Antibiotik.....................................................................3
2.2 Mekanisme Kerja Sulfanomid...................................................................4
2.3 Mekanisme Kerja Trimetoprin...................................................................5
2.4 Golongan Antibiotik Sulfonamid Trimetoprim-Sulfametoksazol.............6
2.5 Indikasi, Efeksamping, Kontra Indikasi, Dosis........................................13
BAB 3 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................28

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik
pertama oleh Alexander Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil
mengisolasi senyawa tersebut dari Penicillium chrysogenumsyn. P. Notatum.
Dengan penemuan antibiotik ini membuka sejarah baru dalam bidang
kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesembuhan yang sangat
bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran antibiotik pada
saat perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah baru
muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap
antibiotik karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran.
Antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit sehingga antibiotik dikatakan berkontribusi besar
untuk kesehatan manusia. Antibiotik pertama kali digunakan untuk mengobati
infeksi serius pada tahun 1940-an. Sejak tahun itulah antibiotik menjadi
penyelamat jutaan nyawa, namun selama 70 tahun terakhir bakteri telah
menunjukkan kemampuan untuk menjadi resisten terhadap setiap antibiotik
yang telah dikembangkan. Bakteri resisten merupakan bakteri yang tidak
dapat dikendalikan atau dibunuh dengan antibiotik karena bakteri tersebut
terus menerus mengalami perubahan antigenik untuk melawan kekebalan
tubuh pasien dan terapi antibiotik. Resistensi antibiotik dapat menimbulkan
penyakit serius bagi pasiennya sehingga hal ini menjadi ancaman paling
serius dalam dunia kesehatan (Gustawan dkk., 2014). Salah satu bakteri
patogen yang resisten terhadap beberapa antibiotik adalah Acinetobacter
baumannii (Bou et al., 2000).
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan
mengetahui penggunaan antibiotik yang tepat. Kemajuan bidang kesehatan
diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah
tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya
dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan

1
ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba. Dimulai dengan
mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan mengetahui mekanisme dan
farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat mengetahui
indikasi yang tepat dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir
untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam
mengobati sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana sejarah dari antibiotik ?
2. Apa saja yang termasuk kedalam golongan antibiotik golongan
sulfonamid, trimetropim-sulfametoksazol dan bagaimana mekasimenya ?
3. Apa saja indikasi, efek samping, kontra indikasi, farmakokinetik, dosis,
resistensi dan interaksi dari antibiotik ?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui sejarah antibiotik.
2. Untuk mengetahui penggolongan serta mekanisme kerja antibiotik
golongan sulfonamid, trimetropim-sulfametoksazol.
3. Untuk mengetahui indikasi, efek samping, kontra indikasi,
farmakokinetik, dosis, resistensi dan interaksi antibiotic dengan obat lain.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Penemuan Antibiotik


Dalam penemuan sejarah adanya antibiotik ini, dimulai pada akhir
tahun 1800-an, ketika penyakit disebabkan oleh mikroorganisme dan
diperrcaya oleh masyarakat. Pada 1887, Rudolf Emmerich menunjukan
bahwa penyakit kolera yang merupakan penyakit infeksi intestinal dapat
dicegah pada hewan uji yang sebelumnya diinfeksi oleh bakteri
Streptococcus. Pada awal tahun 1920, ilmuwan Inggris yaitu Alexander
fleming menemukan enzim lisozim pada air mata manusia. Hal tersebut
merupakan contoh agen mikroba yang pertama kali ditemukan pada
manusia. Seperti pyocyanase, lisozim juga terbukti dapat membunuh sel
bakteri.
Dan diketahui bahwa, bukti keberhasilan kemoterapi yang paling
awal berasal dari Peru kuno. Dimana bangsa Indian Menggunakan kulit
kayu pohon kina untuk mengobati malaria. Penemuan P-rosanilin yang
memiliki efek antriripanosomal dan arsfenamin yang efektif melawan sifilis,
oleh Paul Ehrlich di Jerman mengawali massa kemoterapi modern. Echrlich
kemudian mengemukakan postulanya yang menyatakan bahwa ada senyawa
kimia yang bersifat racun/toksik selektif terhadap parasit tetapi tidak
berbahaya bagi manusia. Ide ini kemudian dinamakan konsep “magic
bullet” atau peluru ajaib.
Sedangkan di tahun 1929, fleming mengamati bahwa pertumbuhan
sejenis fungsi yang nantinya kemudian akan diidentifikasi sebagai
penicillium notatum. Pada cawan yang ditanami staphylococcus mencegah
pertumbuhan bakteri tersebut. Pada media cair, fungi ini menghasilkan
senyawa, yang kemudian dinamakan penisilin, yang dapat menghambat
bakteri kokus dan bakteri kelompok difteri, tetapi tidak untuk bakteri batang
gram negatif. Pada penemuan ini tidak mendapatkan substansi yang lebih
jauh hingga pada tahun 1939, Florey dan Chain kembali mengisolasi
penisilin. Demonstrasi yang mereka lakukan membuktikan kemampuan

3
penisilin untuk melawan berbagai jenis bakteri gram positif dan bakteri
tertentu lainnya.
Sedangkan tahun 1944, Waksman mengisolasi streptomisin dan
sesudah itu itu menemukan agen seperti kloramfenikol, tetrasiklin, dan
erytromicin dalam sampel tanah. Sejak tahun 1960-an, perkembangan
proses fermentasi dan kemajuan kimia farmasi memungkinkan sintesis
berbagai agen kemoterapi baru dengan modifikasi molekul senyawa yang
sudah ada.
Dan pada awalnya istilah yang digunakan adalah antibiosis, yang
berarti substansi yang dapat mengahambat pertumbuhan organisme hidup
yang lain yang berasal dari mikroorganisme. Namun, akhirnya pada
perkembangannya, antibiosis ini disebut juga antibiotik dan istilah ini tidak
hanya terbatas untuk substansi yang diketahui memiliki kemampuan untuk
menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme.
Diketahui bahwa antibiotik sulfonamida pertama bermerek dagang
Prontosil. Penelitian mengenai protonsil ini dimulai pada 1932 pada
laboratorium Bayer AG. Sebelumnya diketahui bahwa ada zat pewarna
tertentu yang secara khusus hanya mengincar untuk menempel pada sel
bakteri (tidak pada sel yang lain). Tim peneliti ini mencoba mencari zat
pewarna yang tidak hanya dapat mengincar sel bakteri, namun juga
membunuhnya.
Setelah bertahun tahun mencoba ratusan jenis zat pewarna, tim
peneliti yang diketuai oleh Gerhard Domagk akhirnya berhasil
menemukannya. Sebuah zat pewarna merah yang dibuat oleh kimiawan
Bayer Josef Klarer dapat menghentikan infeksi bakteri pada tikus.
Bayer kemudian memberi nama obat tersebut dengan nama
Protonsil. Obat ini merupakan obat pertama yang dapat secara efektif
mengatasi infeksi bakteri di dalam tubuh. Namun, obat ini tidak memiliki
efek sama sekali jika dilakukan percobaan pada tabung reaksi. Penelitian
selanjutnya oleh Bovet, Federico Nitti dan J. dan Th. Jacques Tréfouël,
Prancis, sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Ernest Fourneau di Pasteur

4
Institute, mengungkapkan bahwa obat tersebut tidak aktif pada tabung
reaksi dan hanya beraksi pada makhluk yang masih hidup.

Dilaporkan juga bahwa trimethoprim pertama kali digunakan pada


tahun 1962. Pada tahun 1972, digunakan sebagai pengobatan profilaksis
untuk infeksi saluran kemih di Finlandia. Dan nama awalnya berasal dari
trimeth yl o xy- p y rim.

2.2 Mekanisme Kerja Sulfonamid


Sulfonamida bekerja dengan cara mengganggu pembentukan asam
folat pada bakteri. Asam folat merupakan nutrisi yang dibutuhkan bakteri
untuk membentuk asam nukleat, DNA, dan RNA, agar bakteri dapat
berkembang biak. Jika proses pembentukan asam folat terganggu, bakteri
tidak bisa berkembang biak.
Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan (kompetitif).
 Kuman membutuhkan PABA (p-asam amino benzoic acid) untuk
membentuk asam folat (THFA).
 Asam folat digunakan untuk sintesis purin dan DNA/RNA.
 Sulfonamida menyaingi PABA dengan menghambat/mengikat enzim
dihidropteroat sintase (DHPS) sehingga menghambat pembentukan
asam folat.
 Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai
pembentuk asam folat.
 Sintesis Asam folat, purin dan DNA/RNA gagal sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat.

2.3 Mekanisme Kerja Trimetoprin


Trimethoprim bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi. Dalam meningkatkan efektivitas, trimethoprim
biasanya dikombinasikan dengan sulfamethoxazole.
 Trimetoprim menghambat dihidrofolat reduktase (DHFR).

5
 Trimetoprim bersifat toksisitas selektif karena afinitasnya terhadap
enzim DHFR bakteri 50.000 kali lebih besar daripada afinitasnya
terhadap enzim DHFR manusia.
 Adanya darah, nanah, dan jaringan nekrotik dapat menyebabkan efek
antibakteri berkurang karena kebutuhan asam folat bakteri sudah
terpenuhi dalam media yang mengandung basa purin.

Kombinasi sulfonamida dan trimetoprim (suatu 2,4-diamino


pyrimidine) akan menguatkan efek antibakteri. Kombinasi ini menyebabkan
penghambatan ganda pada pembentukan asam folat.

2.4 Golongan Antibiotik Sulfonamid, Trimetoprim-Sulfametoksazol


Golongan Mekanisme kerja serta aspek lain dari tiap golongan
inhibitor metabolism.Terdapat tiga golongan yang termasuk dalam
antagonis folat yaitu :
A. Sulfonamida
1. Struktur Kimia
H H

N
Nama Kimia : 4-Aminobenzenesulfonamide
O S Sinonim
O
:Sulphanilamide,Sulphonamide,Bacteramid
Rumus Kimia : C6H8N2O2S
Berat Molekul : 172,20492
Bentuk : Kristal Putih
N

H H

2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari Sulfanilamida berdasarkan
antagonismesaingan (kompetitif). Bakteri membutuhkan PABA (p-
amino benzoicacid) untuk membentuk asam folat (THFA). Asam
folat digunakanuntuk sintesis purin dan DNA/RNA. Sulfonamida
menyaingi PABA dengan menghambat atau mengikat enzim
dihidropteroat sintase (DHPS) sehingga menghambat pembentukan
asam folat. Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru
menggunakannya sebagai pembentuk asam folat. Sintesis asam

6
folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat.

3. Aktivitas dan Spektrum Antimikroba


Sulfonamida mempunyai spectrum yang luas, meskipun
kurangkuat bila dibandingkan dengan antibiotic dan strain mikroba
yangresistennya makin meningkat. Golongan obat ini biasanya
bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin
dapat bersifat bakterisid. Bakteri yang sensitif terhadap
sulfonamida secara Invitro adalah :
 Streptococcus pyogenes
 Streptococcus pneumonia
 Bacillus anthracis
 Corynebacterium diphteriae
 Haemophyllus influenza
 Vibrio cholera
 Chlamydia trachomatis
 Beberapa Protozoa
Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus,
pneumococcus, dan treptococcus yang saat ini telah resisten
terhadapsulfanilamid.
4. Resistensi
Bakteri yang semula sensitive terhadap sulfonamide
dapatmenjadi resisten secara in vitro ataupun in vivo bersifat
reversible namun tidak disertai resistensi silang terhadap
kemoterapeutik lain. Resistensi bakteri terhadap sulfa berasal dari
transfer plasmid ataumutasi acak. Resistensi mungkin disebabkan
oleh tiga kemungkinan, antara lain :
 Perubahan Enzim
Dihiropteroat sintetase bakteri dapat mengalami mutasi atau
ditransfer melalui plasmid yang menimbulkan penurunan

7
afinitas sulfa.Karena ituobat ini menjadi kurang efektif sebagai
kompetitor PABA.

 Penurunan Masukan
Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa
strain yang resisten.
 Meningkatnya Sintesis PABA
meningkatnya produksi substrat alamiah PABA oleh
mikroorganismemelalui seleksi atau mutasi dapat mencegah
penghambatan dihidropteroatsintetase oleh sulfa.
5. Farmakokinetik
Dari segi distribusi, metabolise dn eksresi terbagi sebagai berikut :
a. Pemberian
Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian
oral.Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan
secara topikal.
b. Distribusi
Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan
penetrasinya baik kedalam cairan serebrospinal. Obat ini juga
dapat melewati sawar plasentadan masuk ke dalam ASI. Sulfa
berikatan dengan albumin serum dalamsirkulasi.
c. Metabolisme
Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa
aktivitasantimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada
PH netral atauasam yang menyebabkan kristaluria dan karena
itu, dapat menimbulkan kerusakan ginjal.
d. Ekskresi
Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.
6. Efek Samping
Selain terdapat manfaat dari pengunaan sulfa ini, ternya ada
beberapa hal yang disebabkan dari efek samping diantaranya :

8
a. Kristaluria Nefrotoksisitas berkembang karena adanya
kristaluria. Hidrasi dan alkalinasi urin yang adekuat mencegah
masalah tersebut dengan menurunkan konsentrasi obat dan
menimbulkan ionisasinya.
b. Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas, seperti kulit kemerahan, angioedema
dan sindrom Stevens-Johnson biasanya sering terjadi. Sindrom
TStevens-Johnson terjadilebih sering pada penggunaan obat
yang masa kerjanya lama.
c. Gangguan darah
Anemia hemolitik terjadi pada penderita dengan defisiensi
glukosa 6-fosfatase dehidogenase.Granulositopenia dan
trombositopenia juga dapat terjadi.
d. Karnikterus
Gangguan ini mungkin terjadi pada neonatus karena sulfa
menggantikan bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin
serum.kemudian bilirubinsecara bebas masuk kedalam sistem
saraf pusat.
e. Potensiasi Obat
Potensiasi efek hipoglikemik tolbutamid atau efek antikoagulan
warfarin atau bishidroksikumarin disebabkan pemindahan dari
tempat pengikatan pada albumin serum.Kadar metitreksat bebas
mungkin juga meningkat melalui pemindahannya.

B. Trimethoprim
1. Struktur Kimia

9
O
Nama : 5 - [(3,4,5-trimethoxyphenyl) metil]
O O Kimia pirimidin-2, 4-diamina
Sinoni : Proloprim, Trimpex, Bactramin
m
Rumus : C14H18N4O5
H Kimia
H Berat : 290,31772
H
N N N
Moleku
H
H

2. Mekanisme Kerja
Trimethoprim mengikat dihydrofolate reduktase dan
menghambat pengurangan asam dihydrofolic (DBD) menjadi asam
tetrahydrofolic(THF). THF merupakan prekursor penting dalam
sintesis jalur timidindan gangguan jalur ini menghambat sintesis
DNA bakteri. AfinitasTrimethoprim untuk bakteri dihydrofolate
reduktase adalah beberapa ribu kali lebih besar daripada afinitas
untuk reduktase dihydrofolatemanusia. Sulfametoksazol
menghambat sintetase dihydrofolate (aliasdihydropteroate
sintetase), enzim yang terlibat lebih jauh hulu di jalur yang sama.
Trimetoprim dan sulfametoksazol biasanya digunakandalam
kombinasi karena efek sinergis mereka. Kombinasi obat ini
jugamengurangi perkembangan resistensi yang terlihat ketika
kedua obattersebut digunakan sendiri.
3. Aktivitas Spectrum dan Anti Mikroba
Haemophilus influenza, Escherichia coli dan Klebsiella
pneumonia spesies umumnya rentan terhadap
trimetoprim,sementara spesies Proteus yang resisten terhadap
trimeptoprim.
4. Resistensi
Resistensi terhadap trimethoprim dapat disebabkan oleh
penurunan permeabilitas sel, produksi berlebih dehidrofolat

10
reduktase yang telahdiubah sehingga menyebabkan penurunan
ikatan obat. Oleh karena itu,untuk menghindari resistensinya lebih
lanjut yang semakin seringerjadi,sebaiknya jangan digunakan
sebagai obat pencegah.
5. Farmakokinetik
Trimetoprim dapat diserap baik dalam usus dan
didistribusikan dalam cairan dan jaringan tubuh. Oleh karena
trimetropim lebih mudah larut dalam lipid, dibandingkan dengan
sulfametoksazol, trimethoprim memiliki volume distribusi lebih
besar yang lebih besar dari pada sulfametoksazol.
Trimetoprim terkonsentrasi dalam cairan prostatic dan
cairan vagina yang lebih asam dari pada plasma. Oleh karena itu,
trimethoprim memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dalam
cairan prostaticdan vagina daripada obat antimikroba lainnya
6. Efek Samping
Trimethoprim dapat menyebabkan efek samping. Antara lain
sebagai berikut :
 Anemia megaloblstik
 Leukopenia
 Granulositopenia

C. Kotrimoksazol
1. Struktur Kimia

11
O

Nama Kimia : 4 - [(5-methyl-1,2-oxazol-3-yl)


O O

methylsulfonyl] aniline
N
Sinonim : Centran, Centrin, Eslectin
H
N N
H
N
Rumus Kimia : C25H30N6O6S
H H
Berat Molekul : 542,6073
N O

O S O

HN H

2. Mekanisme Kerja
Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi
dua langkah berurutan kepada sintesis asam tetrahidrofolat,
sulfonamide menghambat penggabungan PABA ke dalam asam
folat dan trimethoprim mencegah reduksi dehidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Kotrimoksazol menunjukkan aktivitas yang lebih
poten di bandingkan dengan sulfametoksazol atau trimetoprim
tunggal. Berdasarkan teori sequential blockade dari Hitchings
(1965) yakni iladua obat bekerja terhadap dua titik berturut-turut
dari suatu proses enzim bakteri, maka efeknya adalah potensiasi.
Dalam hal ini proses enzim adalah sintesis protein (DNA/RNA)
dari PABA
3. Spectrum Antimikroba
Kombinasi trimetropim dan sulfametaksazol mempunyai
spektrum kerjayang lebih luas dibandingkan sulfa.
4. Resistensi
Resistensi terhadap kombinasi trimetropim-sulfametaksazol
lebih jarang terjadi dibandingkan resistensi terhadap masing-
masing obat secaratunggal karena memerlukan resistensi simultan
terhadap kedua obat.
5. Farmakokinetik

12
a. Absorbsi dan Metabolisme :
Trimetopim bersifat lebih larut dalam lemak dibandingkan
sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih
besar. Pemberian 1 bagian trimetoprim menjadi 5 bagian sulfa
menyebabkan rasio obat dalam plasma 20 bagian
sulfametaksazol terhadap 1 bagian trimetoprim. Rasio ini
optimal untuk efek antibiotika. Kotrimoksazol biasanya
diberikan peroral. Pengecualian pemberian intravena pada
pasien pneumonia berat yang disebabkan pneumocystis carini
atau terhadap pasien yang tidak dapat menelan obat.
b. Nasib Obat
Kedua obat didistribusikan keseluruh tubuh. Trimetoprim
relatif terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina
dan memberikan hasil kombinasi trimetoprim-sulfametaksazol
yang memuaskan terhadap infeksi di daerah tersebut. Kedua
obat ini dan metabolit-metabolitnya diekskresikan dalam urine.
6. Efek Samping
a. Kulit
Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah
pada orangtua
b. Saluran cerna
Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jarang terjadi.
c. Darah
Anemia megaloplastik, leukopenia, dan trombositopenia dapat
terjadi : semua efek ini dapat segera diperbaiki dengan
pemberiaan asam folinat bersamaan, yang melindungi pasien
dan tidak menembus mikroorganisme. Anemia hemolitik dapat
terjadi pada pasien G6PD yang disebabkan sulfametaksazol.
d. Pasien HIV
Pasien dengan tanggap imun yang lemah dengan pneumonia
pneumocystis lebih sering mengalami demam karena induksi
obat,kulit kemerahan, diare dan atau pansitopenia.

13
e. Interaksi Obat
Pernah dilaporkan waktu protombin memanjang pada pasien
yang mengkonsumsi warfarin. Waktu paruh plasma fenitoin
dapat meningkat akibat hambatan terhadap metabolismenya.
Kadar metotreksat mungkin meningkat karena pemindahan dari
tempat ikatan albumin oleh sulfametaksazol.

2.5 Indikasi, Efek Samping, Kontra Indikasi, Dosis


1. Trimetoprim
Indikasi
infeksi saluran kemih, bronkitis akut dan kronis.
Dosis: 
oral: infeksi akut, 200 mg tiap 12 jam. ANAK dua kali sehari: 2-5 bulan,
25 mg; 6 bulan-5 tahun, 50 mg; 6-12 tahun, 100 mg.Infeksi kronik dan
profilaksis, 100 mg malam hari; ANAK, 1-2 mg/kg bb malam hari. Injeksi
intravena lambat atau infus: 150-250 mg tiap 12 jam; ANAK di bawah 12
tahun, 6-9 mg/kg bb/hari dibagi 2 atau 3 dosis.

2. Sulfametoksazol

Indikasi

Sulfamethoxazole juga bermanfaat untuk mencegah dan mengobati


jenis pneumonia berat, yaitu pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP) atau
yang dulu disebut pneumocystis carinii pneumonia (PCP). Tipe pneumonia
ini umumnya terjadi pada pasien yang memiliki gangguan pada sistem
kekebalan tubuhnya, seperti penderita kanker, pasien pasca transplantasi
organ, dan AIDS.

Dosis :

14
Kondisi: Infeksi saluran kemih, otitis media, chlamydia, dan
pencegahan meningococcal meningitis

1. Dewasa: Dosis awal 2 gr, dilanjutkan dengan 1 gr, 2 kali sehari.Untuk


infeksi berat: 1 gr, 3 kali sehari.
2. Anak usia >2 bulan: Dosis awal: 50-60 mg/kgBB, dilanjutkan
dengan 25-30 mg/kgBB, 2 kali sehari. Dosis maksimal harian: 75
mg/kgBB
3. Kotrimoksazol

Indikasi

Obat ini digunakan untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
seperti bronkitis, otitis media, dan infeksi saluran kemih. Selain itu,
kotrimoksazol juga dapat digunakan untuk menangani dan
mencegah pneumocystis carinii pneumonia (PCP) pada pasien dengan
daya tahan tubuh turun, seperti penderita HIV/AIDS. 

Dosis :

Kondisi Bentuk obat Usia Dosis


Bronkitis kronis, Oral 960 (800 mg
Otitis media sulfamethoxazole dan
akut, infeksi Dewasa dan 160 mg trimethoprim),
saluran kemih anak-anak 12 2 kali sehari.Infeksi
tahun ke atas berat: 2,88 g/hari,
dibagi menjadi dua
jadwal konsumsi.
Anak-anak Usia 2-5 bulan: 120
mg, 2 kali sehari.
Usia 6 bulan-5
tahun: 240 mg, 2 kali

15
sehari.
Usia 6-11 tahun: 480
mg, 2 kali sehari.
120 g/kgBB per hari,
terbagi dalam 2-4
Dewasa
Pneumonia jadwal konsumsi
Oral
pneumocystis selama 14-21 hari.
Anak-anak > 2 Dosis sama seperti
bulan dewasa.
960 mg, 1 kali sehari,
Dewasa
selama 7 hari.
Pencegahan 15-30 mg/kgBB, 2 kali
pneumonia Oral sehari. Tidak
Anak-anak > 2
pneumocystis dikonsumsi setiap hari
bulan
melainkan 2-3 hari
dalam 1 minggu.

4. Dosis Sulfamethoxazole
Kondisi : infeksi saluran kemih, otitis media, chlamydia, dan pencegahan
meningococcal meningitis.
 Dewasa : Dosis awal 2 gr, dilanjutkan dengan 1 gr, 2 kali sehari.
Untuk infeksi berat: 1 gr, 3 kali sehari.
 Anak usia >2 bulan : Dosis awal : 50-60 mg/kgBB, dilanjutkan
dengan 25-30 mg/kgBB, 2 kali sehari. Dosis maksimal harian : 75
mg/kgBB.

Efek Samping Sulfamethoxazole


Efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan
sulfamethoxazole adalah:
 Pusing
 Lesu

16
 Sakit kepala
 Tidak nafsu makan
 Mual
 Muntah
 Diare
 Muncul ruam

Selain itu, ada beberapa efek samping yang lebih jarang terjadi, yaitu:
 Kerusakan organ hati
 Kerusakan organ ginjal
 Berkurangnya jumlah sel darah putih
 Berkurangnya jumlah trombosit (trombositopenia)
 Anemia
 Pendarahan pada urine
5. Dosis Trimethoprim
Dosis trimethoprim dapat berbeda-beda, tergantung umur dan kondisi
yang diderita. Dosis umum pengguna trimethoprim yaitu:

Kondisi Usia Dosis


Otitis media Anak-anak (>6 bulan) 10 mg/kgBB per hari,
dibagi dalam 2 kali
jadwal pemberian selama
10 hari.
Infeksi saluran Dewasa 100 – 200 mg, 2 kali
kemih sehari, selama 3-14 hari.
Anak-anak (>4 bulan) 6 mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 2 kali jadwal
pemberian.
Pencegahan Dewasa 100 mg per hari saat
kambuhnya malam.
infeksi saluran
kemih
Anak-anak (>4 bulan) 2 mg/kgBB per hari saat
malam.

17
- Efek Samping Trimethoprim
Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah:
 Kehilangan nafsu makan
 Mual dan muntah
 Diare
 Nyeri perut
 Pembengkakan lidah
 Gatal dan ruam

2.6 Farmakokinetik, Resistensi dan Interaksi AB dengan Obat Lain


1. Sulfonamid
A. Farmakokinetik
Dari segi distribusi, metabolism dan eksresi terbagi sebagai berikut :
- Pemberian :
Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topical.
- Distribusi :
Golongan sulfa di distribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya
baik kedalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar
plasenta dan masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum
dalam sirkulasi.
- Metabolisme ;
Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas
antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral atau
asam yang menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan
kerusakan ginjal.
- Ekskresi :
Eliminasi sulfa yaitu melalui fitrasi glomerulus.
B. Resistensi
- Bakteri yang semula sensitif terhadap sulfonamide dapat menjadi resisten
secara in vitro ataupun in vivo bersifat reversible namun tidak disertai

18
resistensi silang terhadap khemoterapeutik lain. Resistensi bakteri
terhadap sulfa berasal dari transfer plasmid atau mutasi acak. Resistensi
mungkin disebabkan oleh tiga kemungkinan, antara lain :
- Perubahan enzim :
Dihiropteroat sintetase bakteri dapat mengalami mutasi atau ditransfer
melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa. Karena itu
obat ini menjadi kurang efektif sebagai competitor PABA.
- Penurunan masukan :
Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa strain
yang resisten.
- Meningkatnya sistensi PABA :
Meningkatnya substrat alamiah PABA oleh mikoorganisme melalui
seleksi atau mutasi dapat mencegah penghambat dihidropteroat sintetase
oleh sulfat.

C. Interaksi Antibiotik dengan obat lain


- Antikoagulan oral
- Antidiabetik sulfonil urea
- Fenitoin

2. TRIMETHOPRIM
A. Farmakokinetik
Dapat diserap baik dalam usus dan di distribusikan dalam cairan dan
jaringan tubuh. Oleh karena trimetropim lebih mudah larut dalam lipid,
dibandingkan dengan sulfametokrazol, trimethoprim memiliki volume
distribusi yang lebih besar daripada sulfametokrazol Trimetropim
terkonsentrasi dalam cairan prostatic dan cairan vagina yang lebih asam
daripada plasma. Oleh karena itu, trimethoprim memiliki aktivitas
antibakteri yang lebih besar dalam cairan prostatic dan vagina daripada
obat antimikroba lainnya.
B. Resistensi

19
Resistensi terhadap trimethoprim dapat disebabkan oleh penurunan
permeabilitas asel, produksi berlebih dehidrofolat reduktase yang telah
diubah sehingga menyebabkan penurunan ikatan obat. Oleh karena itu,
untuk menghindari resistensinya lebih lanjut yang semakin sering
terjadi, sebaliknya jangan digunakan sebagai obat pencegah.
C. Interaksi Antibiotik dengan obat lain
(-)

3. SULFAMETOKSAZOL
A. Farmakokinetik
- Penyerapan :
Sulfametoksazol terserap dengan baik bila diberikan secara topical. Ini
dengan cepat diserap saat diberikan secara oral.
- Distribusi :
Sulfametoksazom menyebar ke sebagian besar jaringan tubuh serta
kedalam dahak, cairan vagina, dan cairan telinga tengah. Ia juga leintasi
plasenta. Sekitar 70% obat terikat pada protein plasma. Tmaksnya
terjadi 1 sampai 4 jam setelah pemberian oral. Waktu paruh rata-rata
serum sulfametoksazol adalah 10 jam. Namun waktu paruh obat terlihat
meningkat pada orang dengan tingkat pembersihan kreatinin sama
dengan atau kurang dari 30 Ml / menit. Waktu paruh 22-50 jam telah
dilaporkan untuk orang dengan pembersihan kreatinin kurang dari 10
Ml / menit.
- Metabolisme :
Sulfametoksazol di metabolisme di hati manusia menjadi setidaknya 5
metabolit. Metabolit ini adalah metabolit N4-asetil-, N4-hidroksi-, 5-
metilhidroksi-, N4-asetil-5-metilhidroksi-sulfametokdazol, dan
konjugar N-Glukuronida. Enzim CYP2C9 bertanggungjawab untuk
pembentukan metabolit N4-hidroksi.
- Pengeluaran :
Sulfametoksazol terutama diekskresikan ke ginjal melalui filtrasi
glomerulus dan sekresi tubular. Sekitar 20% sulfametoksazol dalam

20
urin adalah obat yang tidak berubah, sekitar 15-20% adalah konjugat N-
glukuronida, dan sekitar 50-70% adalah metabolit asetil.
Sulfametoksazol juga dieksresikan dalam ASI.
B. Resistensi
(-)
C. Interaksi Antibiotik dengan obat lain
(-)

4. KOTRIMOKSAZOL (Trimethoprim-Surfametoksazol)
A. Farmakokinetik
- Absorpsi dan metabolisme :
Trimethoprim bersifat larut dalam lemak dibandingkan
sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih
besar. Pemberian 1 bagian trimethoprim menjadi 5 bagian sulfa
menyebabkan rasio obat dalam plasma 20 bagian sulfametoksazol
terhadap 1 bagian trimethoprim. Rasio ini optimal untuk efek
antibiotika. Kotrimoksazol biasanya diberikan peroral.
Pengecualian pemberian int ravena pada pasien pneumonia berat
yang disebabkan pneumocystis carinii atau terhadap pasien yang
tidak dapat menelan obat
- Nasib obat :
Kedua obat di distribusikan keseluruh tubuh. Trimethoprim relative
terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan
memberikan hasil kombinasi trimethoprim-sulfometaksazol yang
memuaskan terhadap interaksi di daerah tersebut. Kedua obat ini
dan metabolit-metabolitnya diekskresikan dalam urine :
trimethoprim 60%, sulfonamide 25-50%.
B. Resistensi
Resistensi terhadap kombinasi trimethoprim-sulfametoksazol lebih
jarang terjadi dibandingkan resistensi terhadap masing-masing obat
secara tunggal karena memerlukan resistensi simultan terhadap kedua
obat.

21
C. Interaksi Antibiotik dengan Obat lain
- Beresiko menimbulkan kematian, jika digunakan dengan
leucovorin.
- Beresiko menimbulkan hyperkalemia, jika dikonsumsi dengan obat
golongan ACE inhibitor.
- Menyebabkan terganggunya fungsi ginjal, jika digunakan bersama
ciclosporin pada pasien transplantasi ginjal.
- Berpotensi menyebabkan urine menjadi keruh, jika dikonsumsi
dengan methenamine.
- Meningkatkan risiko methemoglobinemia, jika digunakan bersama
prilocaine.
- Meningkatkan risiko trombositopenia, jika dikonsumsi dengan
diuretic.
- Meningkatkan resiko anemia, jika dikonsumsi dengan
pyrimethamine.
- Berpotensi menyebabkan aritmia, jika dikonsumsi dengan
amidarone.
- Berisiko mengurangi efektivitas obat dapson.
- Berisiko meningkatkan kadar rifampicin, lamivudine, digoxin, dan
zidovudine dalam darah.
- Berpotensi meningkatkan efek samoing obat diabetes sulfonylurea,
phenytoin dan warfarin.

2.7

22
BAB 3
KESIMPULAN

23
DAFTAR PUSTAKA

Gustawan I.W., Satari H.I., Amir I., dan Astrawinata D.AW., 2014, Gambaran
Infeksi Acinetobacter baumannii dan Pola Sensitifitasnya terhadap Antibiotik,
Sari Pediatri, 16 (1), 38-39.

24

Anda mungkin juga menyukai