Anda di halaman 1dari 34

Pengembangan Bahan Ajar Science Integrated Learning

(SIL) Bermuatan Berita Untuk Meningkatkan Penguatan


Pendidikan Karakter (PPK) dan High Order Thinking
Skills (HOTS) Siswa SMP

PROPOSAL TESIS

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Magister Pendidikan

oleh
Yuliana Suryaningsih
0402517009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan mempunyai peranan penting dalam suatu bangsa, dan secara
terus menerus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui
pendidikan diharapkan bangsa Indonesia dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang berkarakter. Dalam UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan
bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti, berdisiplin,
bertanggung jawab, mandiri dan cerdas. Salah satu usaha yang dipersiapkan dan
dikembangkan oleh pemerintah, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui
pengembangan kurikulum pendidikan.
Pemerintah telah mengesahkan kurikulum 2013, yang merupakan tindak
lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tahun 2004. Pelaksanaan
kurikulum 2013 masih mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK),
yang menyangkut dimensi pengetahuan, sosial, spiritual, dan keterampilan secara
terpadu (Mulyasa, 2013). Menurut Sariono (2013) implementasi kurikulum 2013
diharapkan mampu membentuk siswa yang tidak hanya mampu dalam aspek
teoritis, akan tetapi juga memiliki keterampilan, karakter positif sesuai norma
agama, bangsa dan masyarakat.
Kemdiknas (2010) menjelaskan bahwa bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai sarana pembentukan karakter, dan dapat dilakukan pada semua mata
pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang harus meningkatkan penguatan
pendidikan karakter adalah IPA terpadu, sesuai dengan hasil penelitian Khusniati
(2012) yang menunjukkan bahwa pendidikan karakter dapat ditanamkan melalui
pembelajaran IPA salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Selaras dengan pendapat Trianto (2013) bahwa pembelajaran IPA terpadu
merupakan pembelajaran yang kontekstual sehingga, membutuhkan bahan ajar
yang lebih lengkap dan komprehensif.
Pemerintah sudah menyediaka bahan ajar sesuai dengan kurikulum 2013
edisi revisi 2017, yang disusun untuk mengedepankan keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA. Akan tetapi dalam bahan ajar siswa masih terdapat
kekurangan, sejalan dengan penelitian Kartamiharja (2013) menunjukkan bahwa
dalam buku ajar siswa terdapat kekurangan, salah satunya pada kegiatan siswa
yang ditulis pada buku siswa menggiring siswa berfikir mengikuti prosedur
khusus penyelesaian masalah. Buku ajar siswa kurikulum 2013 juga belum
menunjukkan nilai karakter secara jelas pada setiap kegiatan pembelajaran
sehingga siswa tidak dapat melakukan secara tepat sikap karakter yang akan
dikembangkan. Tafsir (2009) menyatakan bahwa pengintegrasian karakter dapat
dilakukan dengan beberapa cara salah satunya dalam memilih bahan ajar yang
mencantumkan nilai-nilai karakter sehingga siswa dapat meneladaninya.
Salah satu materi IPA yang memerlukan bahan ajar Science Integrated
Learning (SIL) yaitu getaran, gelombang, dan bunyi. Sejalan dengan paparan Jalal
(Dirjen Dikti 2007-2010) menyatakan bahwa, pendidikan menjadi pilar utama
dalam mengadaptasikan perubahan iklim kepada generasi muda. Matapelajaran
IPA merupakan ilmu yang sesuai untuk menjelaskan fenomena-fenomena alam.
Pada tahun 2018, di Indonesia terjadi bencana atau fenomena alam yang dapat
dijadikan sumber belajar pada materi IPA yaitu materi getaran, gelombang, dan
bunyi. Sesuai dengan Permendikbud no. 24 tahun 2016 bahwa materi pokok
getaran, gelombang, dan bunyi dipelajari siswa pada mata pelajaran IPA kelas
VIII semester genap.
Sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA yang mengacu pada proses,
produk, dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA sangat disarankan untuk
menyediakan pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir.
Berdasarkan hasil penemuan dari TIMSS (Trends in Mathematics and Science
Study) yang diadakan oleh IEA (The Interantional Association for the Evaluation
of Educational Achievement) pada tahun 2011, menunjukkan bahwa Indonesia
berada pada peringkat 40 dari 42 negara yang telah disurvei dalam bidang sains.
Indonesia memperoleh nilai 397, di bawah rata-rata internasional, yaitu 500.
Berdasarkan data prosentase untuk konten sains, prosentase peserta dari Indonesia
yang menjawab benar pada soal pemahaman lebih tinggi dibandingkan dengan
soal penerapan dan penalaran. Rofiah et al. (2013) menyebutkan bahwa aspek
pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat rendah
(Lower Order Thinking Skill), sedangkan aspek penalaran termasuk dalam
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih
rendah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa
bahan ajar pembelajaran IPA yang digunakan masih terdapat kekurangan, serta
penanaman karakter siswa dan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa yang
masih rendah. Maka, dirasa perlu diadakan penelitian tentang “Pengembangan
Bahan Ajar Science Integrated Learning (SIL) Bermuatan Berita Untuk
Meningkatkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan High Order Thinking
Skills (HOTS) Siswa SMP”

1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Cakupan Masalah

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah Bahan Ajar Science Integrated Learning (SIL) Bermuatan Berita
Untuk Meningkatkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan High Order
Thinking Skills (HOTS) Siswa SMP valid menurut pakar?
2) Bagaimana keefektifan Bahan Ajar Science Integrated Learning (SIL)
Bermuatan Berita Untuk Meningkatkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
dan High Order Thinking Skills (HOTS) Siswa SMP siswa SMP?

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Menguji validitas kelayakan suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi
untuk menumbuhkan karakter dan keterampilan proses sains siswa SMP layak
digunakan sebagai sumber belajar.
2) Menganalisis keefektifan suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi
untuk menumbuhkan karakter dan keterampilan proses sains siswa SMP.
1.6 Manfaat Penelitian

1.7 Penegasan Istilah


Penegasan istilah dimaksudkan untuk memberi batasan dan menghindari
perbedaan penafsiran dari pembaca dalam memahami pengertian judul. Istilah-
istilah yang perlu diberi penegasan dalam penelitian ini adalah:
1) Suplemen
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa suplemen adalah
sesuatu yang ditambahkan untuk melengkapi. Sedangkan Depdiknas,
(2008:8) mendefinisikan suplemen sebagai bahan ajar yang dimaksudkan
untuk memperkaya, menambah ataupun memperdalam isi kurikulum
2) Bahan Ajar
Bahan ajar adalah merupakan seperangkat materi yang disusun secara
sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa
untuk belajar (Depdiknas, 2008 :7). Bahan ajar digunakan oleh guru atau
instruktur untuk mendukung proses kegiatan belajar mengajar.
3) Konservasi
Konservasi merupakan sebuah upaya untuk merawat, memelihara, menjaga,
dan mengembangkan lingkungan fisik dan social serta nilai-nilai budaya demi
terwujudnya kehidupan yang harmoni antara lingkungan hidup dengan
manusia (Handoyo & Tijan, 2010).
4) Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini
dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak (Kemendiknas, 2010: 9).
5) Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada
saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. Menurut Funk sebagaimana dikutip
oleh Dimyati & Mudjiono (2006:140), ada beberapa keterampilan dalam
keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari
keterampilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan-keterampilan
terintegrasi (integrated skills). Keterampilan proses sains yang akan diteliti
adalah: merancang percobaan, melakukan percobaan, mengamati,
menginterpretasi data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Menjadi sumber belajar yang menunjang siswa dalam memahami materi
Pemanasan global.
2. Menjadi bahan ajar alernatif bagi guru sebagai implementasi kurikulum 2013.
3. Menambah khazanah keilmuan sains, khususnya pada IPA sehingga dapat
menjadi rujukan dalam pengembangan selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritik
2.1 Suplemen Bahan Ajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) mendefiniskan suplemen adalah


sesuatu yang ditambahkan untuk melengkapi. Suplemen juga didefinisikan oleh
Depdiknas (2008: 8) sebagai bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya,
menambah ataupun memperdalam isi kurikulum. Suplemen pembelajaran dapat
berupa bahan ajar, media pembelajaran, lembar kegiatan siswa dan lembar diskusi
siswa. Dari dua definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suplemen dapat
berupa bahan ajar yang digunakan untuk melengkapi buku ajar yang sudah ada
sebelumnya.
Peraturan Menteri Pendidikan No.2 tahun 2008 pasal 6 ayat 2 menjelaskan
bahwa selain buku teks pelajaran, pendidik dapat menggunakan buku panduan
pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.
Pendidik yang profesional hendaknya dapat mengembangkan bahan ajarnya
sendiri agar dapat meningkatkan daya kreatifitasnya, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 20 yang mengisyaratkan bahwa guru
diharapkan dapat mengembangkan materi pembelajaran. Depdiknas (2008: 8)
menyebutkan beberapa alasan perlunya guru untuk mengembangkan bahan ajar
antara lain (1) ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, (2) karakteristik
sasaran, dan (3) tuntutan pemecahan masalah belajar.
Suplemen bahan ajar berfungsi memberikan informasi secara luas dan
mendalam mengenai pokok bahasan tertentu yang ada di dalam kurikulum
pendidikan, namun dalam penyusunannya tidak mengacu secara penuh pada
kurikulum. Oleh karena itu dengan adanya buku suplemen sangat membantu
dalam memperluas wawasan siswa mengenai informasi yang sudah ada di buku
teks. Hasil penelitian Kurniasari et al., (2014) menyatakan bahwa penggunaan
buku suplemen efektif dijadikan sebagai pendamping buku teks utama, yang dapat
dilihat dengan ketuntasan klasikal siswa sebesar 94 %.
Menurut Depdiknas (2008: 2) buku dibedakan atas buku teks dan non teks.
Buku teks pelajaran merupakan buku yang dipakai untuk mempelajari atau
mendalami suatu subjek pengetahuan terkait subjek yang berkaitan, sedangkan
buku nonteks pelajaran merupakan buku-buku yang tidak digunakan secara
langsung sebagai buku untuk mempelajari salah satu bidang studi pada lembaga
pendidikan. Buku nonteks dapat digunakan di sekolah atau lembaga pendidikan
namun tidak digunakan sebagai sumber utama dalam pembelajaran melainkan
hanya memperkaya dan melengkapi buku teks pelajaran sebagai sarana informasi
secara luas dan mendalam. Buku teks wajib dimiliki oleh siswa dan guru karena
berisi tentang materi yang ditulis dan harus dipahami siswa dalam satuan
pendidikan.
Dalam penyusunannya buku nonteks tidak terikat secara langsung dengan
sebagian atau salah satu standar kompetensi yang berlaku namun memiliki
hubungan dalam mendukung pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Isi dari
buku nonteks dapat dimanfaatkan oleh semua jenjang pendidikan, sehingga materi
buku nonteks dapat dimanfaatkan secara umum. Berdasarkan hal tersebut maka
buku suplemen dapat digolongkan kedalam golongan buku nonteks karena buku
suplemen bukan merupakan buku pegangan pokok, dan hanya berfungsi sebagai
bahan referensi atau panduan dalam kegiatan pembelajaran dengan isi materi
terkait sebagian atau salah satu standar kompetensi atau kompetensi dasar yang
disajikan menggunakan penyajian yang kreatif dan inovatif.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penyusunan buku suplemen
yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut Depdiknas (2008: 18) antara
lain: (1) menganalisis kurikulum; (2) menentukan KI-KD yang sesuai dengan
buku yang dikembangkan; (3) merancang outline buku agar dapat mencapai
kompetensi; (4) mengumpulkan referensi terbaru yang relevan dengan materi; (5)
menulis buku dengan memperhatikan penyusunan kalimat; (6)
mengevaluasi/mengedit tulisan dengan cara membaca ulang; (7) memperbaiki tata
tulis; (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi
misalnya buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
Buku suplemen merupakan bahan ajar cetak, sehingga perlu
memperhatikan beberapa hal yang telah dinyatakan oleh Arsyad (2015: 85-88)
berikut:
(1) konsistensi, dalam penyusunannya harus memperhatikan konsistensi
format dari halaman ke halaman. Jarak spasi antara judul dan baris pertama serta
garis samping sama dan rapi; (2) format, penggunaan paragraf panjang
menggunakan satu kolom. Isi yang berbeda dapat dipisahkan dengan label, serta
strategi pembelajaran sebaiknya dipisahkan dan diberi label secara visual; (3)
organisasi, selalu menginformasikan kepada siswa, sejauh mana teks yang telah
dibaca. Teks disusun dengan sedemikin rupa agar informasi dapat tersampaikan.
Bagian-bagian teks dapat dipisahkan dengan menggunakan kotak-kotak; (4) daya
tarik, perkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda agar
siswa dapat termotivasi; (5) ukuran huruf, penggunaan huruf sesuai dengan siswa,
pesan dan lingkungannya misalnya 12 poin untuk buku teks atau buku penuntun;
(6) ruang kosong, memberikan ruang kosong tak berisi gambar atau teks agar
siswa dapat beristirahat pada titik-titik tertentu. Menyesuaikan spasi antar baris
dan antar paragraf untuk meningkatkan tingkat keterbacaan.
Berdasarkan uraian di atas maka akan dikembangkan suplemen bahan ajar
yang dicetak, untuk melengkapi buku siswa yang telah dibuat oleh Pemerintah.
2.2 Suplemen Bahan Ajar IPA Terpadu

IPA terpadu pada dasarnya merupakan perpaduan dari berbagai disiplin


ilmu yang meliputi bidang ilmu biologi, fisika, dan kimia. Berbagai disiplin ilmu
tersebut dipadukan agar dapat disampaikan kepada siswa dalam satu bahasan.
Trianto (2013: 121) mengemukakan bahwa bahan ajar pembelajaran terpadu
memiliki peran yang sangat penting pada pembelajaran terpadu. Oleh karena
pembelajaran terpadu, pada dasarnya merupakan perpaduan dari berbagai disiplin
ilmu yang tercakup dalam ilmu alam maka dalam pembelajaran terpadu
membutuhkan bahan ajar yang lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan
dengan pembelajaran monolitik. Dalam satu topik pembelajaran diperlukan
sejumlah sumber belajar dengan isi sesuai dengan jumlah standar kompetensi
yang merupakan jumlah kajian yang tercakup di dalamnya.
Guru dituntut untuk rajin dan kreatif dalam pembelajaran terpadu. Hal ini
sangat dibutuhkan karena keberhasilan dalam pembelajaran terpadu tergantung
pada wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan tingkat kreativitas guru untuk
mengelola bahan ajar. Selain itu Guru juga memngetahui karakteristik
pembelajaran terpadu sesuai dengan Kemdikbud (2013) adalah sebagai berikut:
1. Holistik, berarti mengkaji suatu fenomena dari berbagai bidang sekaligus
tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
2. Bermakna,yaitu jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan akan
menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari.
3. Otentik, berarti siswa dapat memahami secara langsung prinsip dan
konsep yang ingin dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.
4. Aktif, yaitu siswa dituntut aktif dalam pembelajaran, baik secara fisik,
mental, intelektual, mapun emosional guna tercapainya hasil belajar yang
optimal.
Berdasarkan karakteristik dalam pembelajaran terpadu, guru dapat
memilih dan mengumpulkan serta menyusun bahan ajar untuk peserta didik.
Bahan ajar IPA terpadu yang sesuai dengan prinsip pembelajaran IPA terpadu
diharapkan dapat memperoleh pengalaman secara langsung pada siswa, hal ini
dapat mempermudah siswa untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep
yang telah dipelajarinya, selain itu peserta didik akan terlatih untuk menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna,
otentik, dan aktif.
2.3 Konservasi

Perubahan lingkungan yang sangat cepat menyebabkan berbagai macam


bencana hadir silih berganti, hal ini akan menjadi ancaman besar bagi generasi
umat mendatang, maka sudah saatnya generasi sekarang menumbuhkan rasa
kepedulian kepada lingkungan sekitar. Serupa tentang kepedulian lingkungan,
Rosalino & Rosalino (2012) telah melakukan penelitian di Portugal yang
menyatakan bahwa berdasarkan survey pada 91 siswa di daerah pinggiran kota
mengungkapkan bahwa konservasi alam dianggap lebih penting dari pariwisata
dan industri. Dari beberapa hal tersebut, Universitas Negeri Semarang sebagai
lembaga kependidikan juga memiliki tanggungan untuk memberikan pendidikan
kepada mahasiswa baik program studi kependidikan atau non kependidikan
sebagai kader konservasi untuk mengusung dan menyampaikan nilai-nilai
konservasi kepada masyarakat (Hardati, 2015).
Konservasi menurut kajian bahasa, “Conservation” (con berarti together
dan servare berarti save ) memiliki arti upaya memelihara apa yang dipunyai
secara bijaksana. Menurut Hardati (2015: 9), konservasi adalah upaya pelestarian
lingkungan dengan tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh dari
lingkungan. Menurut Handoyo & Tijan (2010: 16), konservasi tidak hanya
menyangkut masalah perawatan, pelestarian, dan perlindungan alam tetapi juga
menyentuh persoalan pelestarian warisan kebudayaan dan peradaban umat
manusia. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konservasi
merupakan upaya untuk melestarikan alam serta kebudayaan dan peradaban
manusia agar dapat terus dimanfaatkan oleh generasi di masa yang akan datang.
Seiring dengan perkembangan zaman terjadilah globalisasi yang ditandai
dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa pengaruh yang
besar kepada kehidupan bermasyarakat. Akibatnya terjadi penurunan nilai-nilai
kehidupan yang telah dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan nilai karakter konservasi, sesuai dengan Hardati (2015: 54)
menyatakan bahwa konservasi nilai melalui pendidikan konservasi dianggap
sangat penting untuk ditanamkan kepada semua peserta didik. Ditinjau dari
konsep pendidikan sebagai suatu proses pembentukan watak dan kapasitas
manusia, maka nilai-nilai moral pada diri seseorang akan terbentuk dan
terintegrasi menjadi satu pedoman hidupnya. Nilai karakter konservasi yang
diintegrasikan ke dalam suplemen bahan ajar adalah jujur, tanggungjawab, peduli,
dan santun.
Handoyo & Tijan (2010: 47), beberapa nilai karakter konservasi
merupakan tiang penyangga pembentukan pribadi-pribadi berkarakter baik
melalui kegiatan pembelajaran kurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler.
Penerapan nilai-nilai konservasi dinilai sangat penting untuk mengembangkan
karakter, Kobori (2009) telah melakukan penelitian yang menyatakan bahwa
pendidikan konservasi di Jepang digunakan sebagai sarana yang efektif untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan cara memberikan
pengalaman langsung. Selain itu pendidikan konservasi juga memberikan
kesempatan untuk menghargai nilai keanekaragaman hayati yang membantu
upaya konservasi.
2.4 Karakter

Dalam buku pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter


Bangsa dikatakan bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
(Kemendiknas, 2010: 3). Pasal 3 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: ”Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
No Nilai Deskripsi

1 Religius Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan


ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3 Tolerans Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
i etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
Keras mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau


hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

dst Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Pengembangan karakter selama pembelajaran di sekolah dapat berjalan

dengan lancar jika pihak sekolah mengkondisikan pendidik dan tenaga

kependidikan agar dapat memberikan contoh yang baik dengan cara bersikap yang

mencerminkan karakter yang dikembangkan dalam seluruh kegiatan sekolah. Hal

tersebut sesuai dengan Kemdiknas (2010 : 14), bahwa sikap keteladanan

merupakan hal utama yang dilakukan dalam rencana pengembangan karakter

sehingga dapat menjadi panutan bagi peserta didik.

Penerapan karakter dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan

cara merancang pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan yang aktif dan

menyenangkan. Penintegrasian karakter ke dalam materi pelajaran diharapkan

terdapat sinergi antar keduanya sehingga harus dikembangkan, dan dilaksanakan

secara saling melengkapi. Nilai karakter yang sudah direncanakan untuk

dikembangkan dalam proses pembelajaran harus memiliki dampak instruksional

untuk pembentukan karakter peserta didik.

Keberhasilan pengintegrasian karakter dapat diperoleh dari hasil


pengamatan, catatan, tugas, laporan, dan sebagainya. Kesimpulan pertimbangan
keberhasilan dinyatakan dalam pernyataan kualitatif dan memiliki makna
terjadinya proses pembangunan karakter sesuai dengan Kemdiknas (2010: 35)
sebagai berikut.
a. BT: Belum Terlihat,
Peserta didik belum memperlihatkan tandatanda awal perilaku yang
dinyatakan indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap
Anomi)
b. MT: Mulai Terlihat,
Peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal
perilaku namun belum konsisten (Tahap Heteronomi)
c. MB: Mulai Berkembang,
Peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang
dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten (Tahap Sosionomi)
d. MK: Membudaya,
Peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan
dalam indikator secara konsisten (Tahap Autonomi).
2.5 Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada


saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. Menurut Funk sebagaimana dikutip
oleh Dimyati & Mudjiono (2006:140), Keterampilan proses sains merupakan
keterampilan ilmiah yang melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual,
manual dan sosial yang diperlukan untuk memperoleh dan mengembangkan
fakta, konsep dan prinsip IPA (Rustaman, 2005:86). Keterampilan proses
sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning
tool) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada
setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain dan Evans 1990:5).
Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan intruksional yang
berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains
dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa.
Keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan dasar (basic
skills) dan keterampilan terintegrasi (integrated skills). Indikator keterampilan
proses sains dasar ditunjukan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Keterampilan Indikator
dasar
Obsevasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
(Observing) pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat
benda dan kejadian secara teliti dari hasil
pengamatan.
Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan
(classifying) ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan
menentukan dasar penggolangan terhadap suatu
obyek.
Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan
(Measuring) untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif
ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk
Panjang, luas, volume, waktu, berat, dan lain-
lain.dan mampu mendemonstrasikan perubahan
suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran
lain.
Pengkomunikasian Mampu membaca dan mengkompilasi informasi
(Communicating) dalam grafik atau diagram, menggambar data
empiris dengan grafik, tabel atau diagram,
menjelaskan hasil percobaan, menyusun dan
menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.
Menarik Kesimpulan Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu
(inferring) benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan informasi.
Keterampilan proses terpadu ( intergated Science Proses Skil ), meliputi
merumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi
operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan,
aplikasi konsep. Indikator keterampilan sains terpadu ditunjukan pada Tabel 2.3
sebagai berikut:
Keterampilan Terpadu Indikator
Merumuskan hipotesis Mampu menyatakan hubungan antara dua
(formulating Hypotheses) varibel, mengajukan perkiraan penyebab suatu
hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana
cara melakukan pemecahan masalah.
Menamai variabel Mampu mendefinisikan semua variabel jika
(Naming Variables) digunakan dalam percobaan
Mengontrol variabel Mampu mengidentifikasi variabel yang
(control Variables) mempengaruhi hasil percobaan, menjaga
kekonstanannya selagi memanipulasi variabel
bebas.
Membuat definisi Mampu menyatakan bagaimana mengukur
operasional semua faktor atau variabel dalam suatu
(making operational eksperimen.
defition)
Melakukan Eksperimen Mampu melakukan kegiatan,mengajukan
(experimenting) pertanyaan yang sesuai,meyatakan hipotesis,
mengidentifikasi dan mengontrol variabel,
mendefinisikan secar operasional variabel-
variabel, mendesain sebuah eksperimen yang
jujur, menginterpretasi hasil eksperimen.

Interpretasi (interpretting)
Mampu menghubung-hubungkan hasil
pengamatan terhadap obyek untuk menarik
kesimpulan, menemukan pola atau keteraturan
yang dituliskan (misalkan dalam tabel) suatu
fenomena alam.
Merancang penyelidikan Mampu menetukan alat dan bahan yang
(investigating) diperlukan dala.m suatu penyelidikan,
menentukann variabel kontrol, variabel bebas,
menentukan apa yang akan diamati, diukur dan
ditulis, dan menentukan cara dan langkag kerja
yang mengarah pada pencapaian kebenaran
ilmiah
Aplikasi konsep ( aplling Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan
concepts) menggunakan konsep yang telah dimilki dan
mampu menerapkan konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru.
Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains
memungkin siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang
pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa.
B. Penelitian yang relevan
Penelitian yang akan dilakukan merujuk dari hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, penelitian Taufik et al., (2014) menyatakan bahwa
pembelajaran IPA dapat berpengaruh terhadap sikap peduli lingkungan siswa.
Khusniati (2012) juga menyebutkan bahwa pembelajaran IPA dapat digunakan
untuk menanamkan karakter bagi siswa. Pelaksanaan penanaman karakter
dalam pembelajaran di dalam ataupun di luar kelas harus dilakukan secara
berkelanjutan dalam waktu yang relatif panjang sehingga timbul sebuah
pembiasaan pada peserta didik. Pembiasaan penanaman karakter ini selama
proses pembelajaran diharapkan perkembangan karakter siswa akan mengalami
peningkatan, selain itu juga hasil belajar siswa dapat mengalami perkembangan
yang positif.
pengembangan bahan ajar yang terintegrasi nilai konservasi dapat
mengembangkan karakter, seperti hasil penelitian lain Yulianti et al., (2014)
menunjukkan bahwa buku cerita sains berwawasan konservasi yang digunakan
sebagai bahan ajar pendamping dapat mengembangkan karakter peduli
lingkungan. Penelitian Karsli (2009) menunjukkan bahwa penggunaan LKS
dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa di Turki. Selain itu
penelitian Sumiyadi et al.,(2015) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
inkuiri dan berwawasan konservasi dapat meningkatkan keterampilan proses
sains dan karakter siswa.
C. Kerangka Berpikir
IPA terpadu merupakan bagian dari sains yang mempunyai peranan sangat
penting dalam kehidupan, sehingga dengan mempelajari IPA terpadu peserta didik
dapat sekaligus mengaplikasikan materi fisika, kimia, dan biologi secara langsung
pada lingkungan sekitarnya. Sikap yang akan terbentuk dari pembelajaran IPA
terpadu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup pada masa yang akan
datang. Perkembangan zaman yang sangat pesat membuat generasi penerus
menjadi tidak peduli terhadap keadaan sekitarnya.
Untuk itu perlu adanya solusi yang dapat dijadikan sebagai penunjang
khususnya peserta didik agar lebih mencintai keadaan lingkungan dan dapat
bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. Karakter konservasi
dapat dijadikan sebagai salah satu solusi yang dilakukan melalui pendekatan
karakter agar siswa dapat termotivasi untuk lebih peduli terhadap kehidupan di
lingkungan sekitar. Langkah-langkah kerangka berfikir suplemen bahan ajar
terintegrasi nilai konservasi untuk menumbuhkan karakter dan keterampilan
proses sains siswa SMP ditampilkan pada bagan 2.1
Penyajian buku kurikulum 2013 Kemendikbud telah melakukan
khususnya mata pelajaran ipa program perancangan pendidikan
terpadu berisi gabungan materi karakter secara nasional
fisika, kimia dan biologi
sehingga cakupan materi terlalu
sempit

Nilai karakter konservasi siswa


Latar belakang akademik guru untuk lebih mencintai ling-
dalam mengajar IPA Terpadu kungan dan bersikap sesuai
hanya S1 Biologi dengan nilai moral.

Suplemen bahan ajar yang berisi Pengembangan karakter konservasi


materi fisika yang lebih mendalam yang diterapkan dalam mata
dan luas dengan mengintegrasikan pelajaran IPA Terpadu
dengan nilai konservasi

Suplemen Bahan Ajar Fisika Terintegrasi Nilai Konservasi Pendukung


Mapel IPA Terpadu Untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP

Gambar 2.5.Kerangka Berfikir


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Alur Penelitian


Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian dan
pengembangan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan
produk tersebut. Langkah penelitian dan pengembangan media dari Sugiyono
(2012: 409) disajikan pada Gambar 3.1.

Pengumpulan Desain Validasi


masalah Produk Desain

Uji Coba Revisi Uji coba Revisi


Pemakaian Produk produk Desain

Produk Final

Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan.


Langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sesuai
dengan alur kerja pada metode R & D dalam Sugiyono yang telah dimodifikasi,
modifikasi dari 10 langkah menjadi 9 langkah tanpa adanya penyebaran luas.
Serta modifikasi dalam penelitian ini dibagi adanya dua tahapan proses yaitu:
tahap proses pengembangan multimedia interaktif, dan tahap uji keefektifan.
3.2 Proses Pengembangan dan Uji Keefektifan Suplemen Bahan Ajar
3.2.1 Identifikasi Potensi dan Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi-potensi yang ada dan dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan. Sugiyono (2012: 407)
mendefinisikan potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan
memiliki nilai tambah. Hasil identifikasi potensi di sekolah menunjukkan adanya
sarana dan prasarana yang memadai untuk proses pembelajaran, antara lain
laboratorium IPA, dan LCD proyektor di setiap kelasnya.
Sugiyono (2012: 407) mendefinisikan masalah adalah penyimpangan
yang diharapkan dan yang terjadi, masalah yang tampak di seluruh SMP, yaitu
kurangnya buku pendamping yang dapat mengaktifkan siswa dan
menumbuhkan karakter siswa. Pembelajaran yang dilakukan untuk mata
pelajaran IPA masih bersifat konvensional, sumber belajar hanya berasal dari
buku paket, tidak mengedapankan keterampilan proses sains siswa.
Potensi yang ada dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah dengan
membuat suplemen bahan ajar dalam bentuk cetak, sehingga pada proses
pembelajaran sebagai penunjang pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar
siswa.
3.2.2 Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil identifikasi potensi dan masalah, selanjutnya dilakukan
studi pustaka dan pengumpulan data untuk ditindaklanjuti. Data yang diperoleh
ini merupakan data awal untuk membuat produk, yang berasal dari buku teks,
Buku Sekolah Elektronik (BSE), internet, perangkat pembelajaran IPA SMP, dan
bahan ajar. Data yang telah diperoleh dijadikan sebagai sumber materi, dalam
membuat desain suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi untuk
menumbuhkan karakter dan keterampilan proses sains siswa SMP.
3.2.3 Desain Produk
Tahap ini dimulai dengan menyusun desain dan membuat produk berupa
bahan ajar terintegrasi nilai konservasi untuk menumbuhkan karakter dan
keterampilan proses sains siswa SMP. Pembuatan suplemen bahan ajar diawali
dengan membuat desain suplemen bahan ajar dengan correl draw,Selain itu dibuat
juga perangkat pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS), serta instrumen penelitian.
3.2.4 Validasi Desain
Sugiyono (2012: 414) menjelaskan bahwa, validasi desain merupakan
proses kegiatan untuk menilai rancangan produk. Setelah suplemen bahan ajar
terintegrasi nilai konservasi selesai dibuat, maka tahap selanjutnya adalah validasi
produk oleh tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya. Tahap validasi meliputi
validasi media pembelajaran dari segi tampilan oleh ahli media, dan validasi
materi partikel materi oleh ahli materi.
3.2.5 Revisi Desain
Hasil validasi ahli digunakan sebagai bahan untuk merevisi desain. Bila
media yang sudah divalidasi masih memiliki beberapa kekurangan, maka para ahli
memberikan saran untuk merevisi beberapa bagian agar dihasilkan produk yang
baik dan layak digunakan dalam pembelajaran.
3.2.6 Uji Coba Produk
Setelah suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi mendapat
masukan penyempurnaan dari dosen pembimbing, ahli materi, dan ahli media,
maka dilakukan revisi sebelum produk diuji coba skala kecil. Produk yang telah
valid diujicobakan pada siswa dengan jumlah terbatas. Produk diujicobakan
kepada siswa kelas yang telah mendapat materi. Uji coba produk ini bertujuan
untuk mengetahui kesiapan produk sebelum dipakai di kelas yang jumlah
siswanya lebih banyak, dan mengetahui tanggapan siswa terhadap multimedia
interaktif.
3.2.7 Revisi Produk
Hasil tanggapan siswa pada uji coba skala kecil dijadikan bahan dalam
merevisi produk, dengan mengkaji kekurangannya. Tahap revisi akhir ini
dilakukan sampai produk dinyatakan layak oleh ahli guna menyempurnakan
Pengukuran
produk sebelum (Pretest)
melakukan Perlakuanlebih luas.
uji coba pemakaian Pengukuran(Posttest)

3.2.8 Uji O
Coba
XOPemakaian
1 2
Produk setelah direvisi, dan valid untuk digunakan, maka produk tersebut
siap untuk diujicobakan pada lingkup yang luas. Sampel yang digunakan adalah
satu kelas yaitu di kelas VII. Uji ini dilakukan dengan menguji keterbacaan
suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi. Pada tahap uji coba skala luas
data yang diperoleh adalah hasil belajar siswa, dan tanggapan terhadap suplemen
bahan ajar terintegrasi nilai konservasi. Uji coba skala luas menggunakan Pre-
Experimental berbentuk Pretest and Posttest One Grup Design. Pola uji coba
pemakaian produk tersebut adalah:
Pengukuran (Pretest) Perlakuan Pengukuran(Posttest)

O1XO2
Gambar 3.2 Uji Coba Pemakaian Produk
Keterangan:
O1 : Hasil pretest sebelum diberi perlakuan
X : Perlakuan menggunakan suplemen bahan ajar terintegrasi nilai
konservasi
O2 : Hasil posttest setelah diberi perlakuan
3.2.9 Produk Akhir
Produk berupa multimedia interaktif yang telah direvisi, divalidasi ahli dan
telah diujicobakan pemakaiannya siap untuk digunakan dalam pembelajaran IPA
materi Partikel Materi untuk siswa SMP/MTs.
3.4 Populasi dan Sampel
Sugiyono (2012: 117) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu, yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII.
Arikunto (2012) menjelaskan bahwa sampel penelitian adalah sebagian
atau wakil dari populasi yang diteliti. Sugiyono (2012: 124) menjelaskan salah
satu teknik pengambilan sampel, dapat dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII, dengan alasan
pertimbangan guru IPA yang bersangkutan, dan atas dasar kemampuan siswa
yang diterima di sekolah tersebut memiliki rata-rata prestasi sama, serta menurut
hasil observasi di kelas tersebut sebagian besar siswa memiliki laptop, atau
perangkat komputer.
3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan data kuantitatif yang
diperoleh menggunakan berbagai teknik dan instrumen pengumpulan data.
Berikut penjelasan teknik pengumpulan data beserta instrumen yang digunakan
dalam penelitian:
3.5.1 Teknik Tes
Arikunto (2012: 150) menjelaskan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau
kelompok.
Teknik tes digunakan untuk mengambil data kognitif siswa pada materi
partikel materi. Tes yang diujikan berupa pretest atau tes awal untuk mengetahui
keadaan sebelum diberikan perlakuan, dan posttest atau tes akhir untuk
mengetahui keadaan setelah ada perlakuan khusus.
Sebelum tes diberikan, soal tes terlebih dulu diujicobakan untuk
mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda dari tiap-
tiap butir tes. Tes yang sudah melewati tahap perbaikan dan valid diberikan pada
kelas sampel.
3.5.2 Penilaian Produk
Teknik validasi digunakan untuk mengetahui layak atau tidak suplemen
bahan ajar terintegrasi nilai konservasi yang dikembangkan. Penilaian produk
diberikan kepada ahli materi dan ahli media untuk menilai kelayakan produk.
3.5.3 Angket
Arikunto (2012: 151) menjelaskan bahwa angket atau kuisioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Dalam penelitian yang dilaksanakan menggunakan dua jenis angket untuk
mengumpulkan data. Angket respon siswa terhadap suplemen bahan ajar
terintegrasi nilai konservasi yang dikembangkan, dan angket sikap untuk menilai
sikap siswa selama proses pembelajaran.
3.5.4 Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku orang (subyek), benda
(obyek), atau kegiatan yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi
dengan individu-individu yang diteliti. Observasi dalam penelitian ini
menggunakan lembar kinerja untuk mengukur keefektifan multimedia terhadap
hasil belajar ranah psikomotorik siswa dan menilai keterampilan guru dalam
menggunakan suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi.
Teknik dan instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini disajikan
pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik
No Data Pengumpulan Instrumen Responden
Data
1. Kelayakan Multimedia Penilaian Lembar penilaian Ahli materi
produk multimedia dan media

2. Keefektifan
Multimedia terhadap
karakter dan KPS

a. Karakter Angket Angket Sikap Siswa


c. Keterampilan Proses Observasi Lembar Penilaian Guru/
Sains KPS Pengamat

3.6 Validitas Produk Multimedia


Ahli media, dan ahli materi mengisi lembar penilaian multimedia
interaktif. Arikunto (2012: 151) menjelaskan bahwa sistem penskoran
menggunakan skala Likert dalam bentuk cheklist dengan empat pilihan jawaban.
Kelayakan produk multimedia yang dikembangkan dianalisis dengan analisis
deskriptif presentase untuk hasil validasi ahli. Sudijono (2009) merumuskan
perhitungan validasi oleh ahli, sebagai berikut:

k
N= x 100%
Nk
Keterangan:
N : persentase kelayakan Multimedia Interaktif
K : jumlah skor aspek penilaian
Nk : jumlah skor maksimal aspek penilaian
Hasil presentase validasi ahli baik ahli materi dan ahli media kemudian
dikualitifkan ke dalam kriteria penilaian seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kriteria Kelayakan Suplemen bahan ajar terintegrasi nilai
konservasi
Persentase Kriteria
81,25% ≤ x ≤ 100% Sangat layak
62,50% ≤ x < 81,25% Layak
43,75%≤ x< 62,50% Kurang layak
25 ≤ x < 43,75% Tidak layak

Suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi, dapat digunakan dalam


pembelajaran jika memenui kriteria layak oleh ahli media dan ahli materi.
3.7 Uji Validitas Soal
Arikunto (2012) menyatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen dikatakan valid apabila mampu menunjukkan apa yang diinginkan dan
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Rumus yang
digunakan untuk menghitung validitas tes secara empiris adalah rumus korelasi
product moment, yang dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut :
N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
rxy =
√{ N ∑ X −( ∑ X ¿ ¿ ¿ 2 } {N ∑Y 2−( ∑Y ¿ ¿ ¿ 2 }
2

Keterangan :
rxy : koefisien korelasi tiap item
N : jumlah siswa yang diteliti
ΣX : jumlah skor item
ΣY : jumlah skor total
ΣX 2
: jumlah kuadrat skor item
ΣY 2
: jumlah kuadrat skor total
ΣXY : jumlah perkalian skor item dan skor total

Menurut Arikunto (2012), item soal dikatakan valid jika di dalam


perhitungan didapat rxy > rtabel, Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel
kritis r product moment dengan taraf signifikan 5%.
3.7.1 Reliabilitas Soal Tes
Arikunto (2012: 100) menjelaskan bahwa reliabilitas berhubungan dengan
masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan memiliki taraf kepercayaan tinggi
apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Menurut Anderson,
sebagaimana dikutip oleh Arikunto (2012: 101), menyatakan bahwa persarat bagi
tes, yaitu validitas dan reliabilitas ini penting karena validitas lebih penting
sedangkan reliabilitas itu perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Uji
reliabilitas menggunakan rumus K-R. 20 adalah:
n S 2−Σ pq
r 11 = [ ][
n−1 S2 ]
Keterangan :
r11 : reliabilitas soal secara keseluruhan.
p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.
q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah.
Σpq : jumlah hasil perkalian anatar p dan q.
n : banyaknya butir soal.
S : standar deviasi dari tes

Menurut Arikunto (2012) soal dikatakan reliabel, apabila harga r11 yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga r tabel dengan =5%, rhitung> rtabel.
Kriteria reliabel ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Soal Tes


Interval Koefesien Tingkat Reliabilitas
0,8 < r ≤ 1,0 Sangat Tinggi
0,6 < r ≤ 0,8 Tinggi
0,4 < r ≤ 0,6 Sedang
0,2 < r ≤ 0,4 Rendah
r < 0,2 Sangat Rendah

Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan rumus K-R. 20,
3.7.2 Tingkat kesukaran soal
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut
indeks kesukaran (difficulty index). Indeks kesukaran dinyatakan dengan bilangan
antara 0-1. Taraf kesukaran untuk soal bentuk objektif, digunakan rumus:
B
P=
JS
Keterangan :
P : indeks kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS : jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
Rentang Kriteria
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 - 1,00 Mudah
3.7.3 Daya pembeda butir tes
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dengan siswa yang tidak
dapat menjawab soal. Untuk menghitung daya beda soal menggunakan rumus
berikut:
B A BB
DP= − =P A −P B
J A JB
Keterangan:
DP : daya pembeda
B A : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
J A : banyaknya peserta kelompok atas
J B : banyaknya peserta kelompok bawah
P A : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda
Rentang Kriteria
Negatif Sangat jelek
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Sangat baik

3.7.4 Penentuan Soal Tes


Soal yang dipakai untuk tes kemampuan kognitif merupakan soal yang
memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
Pengambilan soal juga memperhatikan indikator yang ditentukan untuk tes hasil
belajar dalam kemampuan kognitif. Setiap indikator harus ada soal yang
mewakili, untuk mengukur kemampuan peserta didik pada indikator yang
ditentukan melalui soal yang dipilih.
3.8 Angket Tanggapan Siswa
Lembar angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa,
terhadap pembelajaran dengan suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi.
Sebelum digunakan, lembar angket terlebih dahulu diuji validitasnya. Adapun uji
validitas lembar angket adalah uji validitas konstruk. Pengujian validitas konstruk
menggunakan pendapat dari para ahli (judgment expert). Dalam penelitian ini
pengujian validitas konstruk dilakukan dengan berkonsultasi pada dosen
pembimbing. Data angket respon siswa menggunakan skala guttman, skala
pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas yaitu “ya atau
tidak”. Jawaban dapat dibuat skor tertingi satu dan terendah nol. Misalnya
jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0 sesuai dengan
(Sugiyono, 2012: 139). seperti terlihat dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Skor Respon Siswa
Jawaba Ya Tidak
n
Skor 1 0

Analisis data dari angket tanggapan respon siswa dilakukan langkah-


langkah dalam analisis deskriptif kualitatif, berdasarkan rumus berikut:
f
P= x 100 %
N
keterangan:
P : persentase
f : jumlah skor yang diperoleh
N : skor total
Hasil ini kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria Kunandar
(2013) yang ditetapkan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Kriteria Deskriptif Persentase Respon Siswa
Presentase Keterangan
81,25% ≤ x ≤ 100% Sangat baik
62,50% ≤ x < 81,25% Baik
43,75%≤ x< 62,50% Kurang baik
25 ≤ x < 43,75% Tidak baik

Respon terhadap suplemen bahan ajar terintegrasi nilai konservasi


dikatakan diterima jika memenuhi kriteria baik.

3.9 Keefektifan Suplemen Bahan Ajar Terintegrasi Nilai Konservasi terhadap


Depdikbud dalam Trianto (2007: 241) menjelaskan bahwa, suatu kelas
dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika di dalam kelas tersebut
terdapat ≥ 85 % siswa yang tuntas belajarnya. Maka dalam penelitian ini,
ketuntasan klasikal adalah 85% atau sebanyak 27 siswa yang tuntas dari jumlah
seluruh siswa 32 siswa. Uji ketuntasan klasikal dihitung menggunakan rumus
presentase ketuntasan klasikal adalah sebagai berikut:
∑ siswatuntas
Presentase Ketuntasan Klasikal= x 100%
∑ siswa keseluruhan
Selain mengetahui ketuntasan klasikal, dilakukan analisis pencapaian hasil
belajar sebelum dan sesudah pembelajaran, Hake (1998: 65) menjelaskan
normalitas gain (g) digunakan untuk menganalisis kriteria pencapaian sebelum
(pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest). Tampak peningkatan hasil belajar,
yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus N-gain.dengan rumus:
Skor posttest−Skor pretest
<gain>=
Skor total−Skor pretest
Nilai N-gain yang diperoleh diterjemahkan sesuai kriteria perolehan N-gain,
Menurut Hake, sebagaimana dikutip oleh Savinainen (2004: 60-61), besar faktor g
dikategorikan seperti pada Tabel 3.11, sebagai berikut:
Tabel 3.11 Kriteria N-Gain Pretest dan Posttest menurut Hake
Gain Kategori
0,7 ≤ g Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g ≤ 0,3 Rendah

3.10 Keefektifan Multimedia Interaktif berkomplementasi ayat al Quran


terhadap Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik Siswa
Hasil belajar afektif dan psikomotorik dari siswa dapat dianalisis secara
deskriptif presentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai afektif dan
psikomotorik siswa adalah:
f
P= x 100 %
N

keterangan:
P : persentase
f : jumlah skor yang diperoleh
N : skor total
Hasil kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria Kunandar (2013)
yang ditetapkan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Kriteria Deskriptif Persentase
Afektif dan Psikomotorik
Presentase Kriteria
81,25% ≤ x ≤ 100% Sangat baik
62,50% ≤ x < 81,25% Baik
43,75%≤ x< 62,50% Kurang baik
25 ≤ x < 43,75% Tidak baik
Hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa meningkat, dengan persentase
deskriptif mencapai kriteria baik.
3.11 Keterampilan Guru pada Pelaksanaan Model Quantum Teaching
Data hasil pelaksanaan model integreted teaching dengan multimedia
interaktif berkomplementasi ayat al Quran pada pembelajaran IPA menggunakan
multimedia interaktif yang telah dinilai oleh guru atau pengamat dianalisis secara
deskriptif persentase, dan dihitung dengan rumus:
f
P= x 100 %
N
keterangan:
P : persentase
f : jumlah skor yang diperoleh
N : skor total
Hasil ini kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria Kunandar
(2013) yang ditetapkan pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13 Kriteria Deskriptif Suplemen Bahan Ajar Nilai Konservasi Untuk
Menumbuhkan Karakter dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP
Presentase Keterangan
81,25% ≤ x ≤ 100% Sangat baik
62,50% ≤ x < 81,25% Baik
43,75%≤ x< 62,50% Kurang baik
25 ≤ x < 43,75% Tidak baik
Hasil pembelajaran dengan Suplemen Bahan Ajar Nilai Konservasi Untuk
Menumbuhkan Karakter dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

mencapai kriteria baik.


3.12 Indikator Keberhasilan
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian, maka dirumuskan
indikator sebagai acuan penelitian. Berdasarkan analisis deskriptif dan kuantitatif
yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian berhasil apabila:
1. Validasi ahli menunjukan kriteria layak dan atau sangat layak terhadap
Suplemen Bahan Ajar Nilai Konservasi Untuk Menumbuhkan Karakter
dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP.
2. Keefektifan Suplemen Bahan Ajar Nilai Konservasi Untuk Menumbuhkan
Karakter dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP:
Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Agustina. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui
Penerapan Home Experiment. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI) . 34-46
Cain, S.E and Evans, J.M. 1990. Sciencing, An involvement Approach in Elementary School
Methods. Coulombs. Merril Publishing Co
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Handoyo, E. & Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi. Semarang :
Widya Karya

Hardati, P. 2015. Pendidikan Konservasi.Semarang: Magnum Pustaka Utama

Karsli & Sahin. 2009. Developing Worksheet Based on Science Process Skills: Factors
Affecting Solubility Asia-Pasific Forum on Science Learning and Teaching. 10 (1): 15

Kartamiharja, D. 2013. Kualitas Isi Buku IPA SMP Kelas 7 Kurikulum 2013. Tersedia di
http://www.kompasiana.com/pipabdg/kualitas-isi-buku-ipa-smp-kelas-7-kurikulum-
2013_552a24eff17e616a61d62429 [diakses 23-6-2018]

Kemdiknas. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010. Jakarta:
Balitbang

Khusniati, M. 2012. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 1(2): 204-210

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurhayati. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Untuk Meningkatkan


Pemahaman Konsep Pesawat Sederhana dan Keterampilan Proses Sains.Tesis.
Pendidikan IPA: UPI

Peraturan Menteri Pendidikan No. 2 Tahun 2008 tentang Buku

Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Rolina, N. 2014. Developing Responsibility Character dor University Student in ECE


through Project Meethod. Procedia-Social and Behavioral Science. 123: 170-174

Rosalino, L. M., & C. Rosalino. 2012. Nature Conservation from a Junior High School
Perspective. Journal for Nature Conservation, 20:153-161

Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI


Sariono. 2013. Kurikulum 2013 Kurikulum Generasi Emas. Jurnal Pendidikan Kota
Surabaya. Vol 3

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumiyadi, K, I.,Supardi, & Masturi. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis


Inkuiri dan Berwawasan Konservasi. Journal of Innovative Science Education. 4(1): 1-8

Tafsir, Ahmad. 2009. Pendidikan Budi Pekerti, Bandung: Maestro

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Taufiq, M. N.R. Dewi, & A.Widyatmoko. 2014. Pengembangan media pembelajaran IPA
Terpadu berkarakter peduli lingkungan tema konservasi berpendekatan science-
edutainment. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(2):140-145

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.

Yulianti, D. Rida, N.,S. S.,S., Dewanti, Diana. Pengembangan Karakter Peduli LIngkungan
Anak Usia Dini Melalui Buku Cerita Bermuatan Sains Berwawasan Konservasi. Jurnal
Penelitian Pendidikan. 31(1):11-18

34

Anda mungkin juga menyukai