Anda di halaman 1dari 316

0

POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DI


INDONESIA STUDI KASUS DI
KAWASAN JALUR JOGLOSEMAR

Ahmad Mifdlol Muthohar

Editor: H. Abdul Aziz N.P., S.Ag., M.M.

LP2M IAIN SALATIGA PRESS

1
Potret Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Studi Kasus di Kawasan Jalur Joglosemar
Ahmad Mifdlol Muthohar

Editor: H. Abdul Aziz N.P., S.Ag., M.M.


Cetakan Pertama: 2016
14,5 x 20,5 cm; vi+258 hlm.

Penerbit:
LP2M-Press,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Jl. Tentara Pelajar 02, Kode Pos 50721, Salatiga
Email: lp2miainsalatiga@gmail.com

ISBN: 978-602-73758-7-1

All Rights reserved. Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kami


panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan buku tentang Potret Pelaksanaan
Zakat di Indonesia ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penulisan buku ini sehingga bisa terelesaikan dengan baik.

Kami sangat berharap buku ini dapat bermanfaat


bagi para pembaca dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai potret pelaksanaan zakat di
Indonesia khususnya di jalur sepanjang Yogyakarta, Solo
dan Semarang. Kami menyadari bahwa persoalan zakat
merupakan pembahasan yang sangat penting bagi kita selaku
umat Islam. Karena itulah, buku ini merupakan sekelumit
upaya yang Kami sajikan, untuk memperkaya khazanah
yang telah ada sebelumnya. Sekelumit upaya tersebut tentu
belum seberapa nilainya. Masih banyak dalam buku ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kami
berharap adanya saran dan kritik demi perbaikan buku ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
3
Semoga buku sederhana ini dapat dipahami berguna
bagi Kami sendiri atau siapapun yang membacanya..
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata
yang kurang berkenan. Semoga keberadaan buku ini
menambah kebaikan bagi umat Islam. Amin.

Salatiga, 1 Desember 2016


Penulis

Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar, M.S.I.

4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………….


Daftar Isi …………………………………………………
Daftar Tabel ……………………………………………..
Daftar Gambar …………………………………………..
BAB I: PENDAHULUAN ………….…….…………...
BAB II: ZAKAT DALAM AJARAN ISLAM …...….
A. Pengertian Zakat ………………………………
B. Fungsi Berzakat ..……………………………..
1. Fungsi Personal Zakat ………………………
2. Fungsi Sosial Zakat …………………………
C. Syarat Harta Menjadi Objek Zakat …………….
D. Nisab Zakat .……………………………………
E. Harta-harta yang Diwajibkan Zakat .…………..
F. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia .….
G. Berzakat di Lembaga Zakat …………………..
H. Pelayanan Lembaga Zakat ……………….........
I. Distribusi Konsumtif dan Produktif Dana ……..
Zakat ………………………………..................
J. Potret Hubungan Antara Zakat dan Pajak ……..
BAB III: POTRET PELAKSANAAN ZAKAT
DI KAWASAN JOGLOSEMAR ………………….
A. Kawasan Joglosemar …………………………..
B. Proporsi Pembayaran Zakat di Kawasan
Joglosemar ……………………………………..
C. Kecenderungan Berzakat ke Mustahik
5
Secara Langsung ………………………..
D. Bentuk-bentuk Pelayanan Lembaga Zakat ..
E. Lembaga Zakat di Baitul Mal Wat-Tamwil..
BAB IV: PENUTUP .………………………………
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………...

6
BAB I:
PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia


memiliki potensi dan peluang untuk menjadi negara
muslim yang ideal, baik dari sisi sumber daya manusia
(SDM) maupun sumber daya alam (SDA). Pengelolaan
SDM dan SDA yang optimal dapat meningkatkan secara
riil terhadap kesejahteraan mereka. Namun optimalisasi
pengelolaan SDM dan SDA tersebut belum dikatakan
berhasil menyejahterakan masyarakat tanpa adanya
minimalisasi kemiskinan dan kebodohan. Upaya
minimalisasi ini, semakin mendekati nilai nol, semakin
baik. Sehingga untuk itu, Islam telah menetapkan sebuah
kewajiban yang berdimensi vertikal sekaligus horisontal,
yakni adanya kewajiban zakat. Konsep zakat secara
sederhana menegaskan bahwa di dalam harta orang
kaya terdapat hak orang miskin yang harus ditunaikan.1
Kewajiban zakat lebih ditekankan untuk upaya
pemerataan pendapatan. Pemerataan pendapatan ini
dianggap penting oleh al-Qur ’ an, sehingga muncul

1
Lihat Q.S. At-Taubah: 60, 103, juga Q.S. Al-Hasyr: 7.
7
dalam al-Qur ’ an bahwa harta tidak boleh beredar
hanya di kalangan orang-orang kaya saja.2
Dalam rangka pemerataan pendapatan melalui
dana zakat, ada sebuah artikel menarik yang
menyebutkan tentang potensi dana zakat di Indonesia
yang belum optimal. Bermula dari survey yang digelar
oleh PIRAC (Public Interest Research and Advocacy
Center) di 10 kota besar dengan tajuk “Potensi dan
Perilaku Masyarakat dalam Berzakat”, pada akhir tahun
2007, didapati bahwa potensi dana zakat di Indonesia
mencapai Rp. 9,09 triliun pada tahun 2007 dengan
asumsi terdapat 29,065 juta keluarga sejahtera yang
membayar zakat rata-rata Rp. 684.550 per tahun per
orang.3
PIRAC juga mendapati tingkat kesadaran muzaki
terhadap kewajiban membayar zakat pun meningkat,
dari 49,8 % pada tahun 2004, menjadi 55 % pada tahun
2007. Dari angka kesadaran itu, sebagian besar muzaki
kemudian membayarkannya, yakni sebesar 95,5 % dari
mereka. Jadi, dari 55 % masyarakat yang sadar akan

2
Q.S. Al-Hasyr: 7.

3
Tim Redaksi, “Potensi Zakat Indonesia Rp. 9 Triliun”, dalam
http://www.antara.co.id, diakses tanggal 12 September 2008.
8
kewajiban zakatnya, 95,5 % kemudian menunaikannya.4
Menurut Eni Suhasti Syafei, ada beberapa kendala yang
menyebabkan potensi zakat yang luar biasa tersebut
belum termanfaatkan secara signifikan: (1) masih
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat muslim
terhadap penunaian zakat, (2) informasi hal-ihwal zakat
yang sampai di masyarakat masih relatif minim dan
terbatas, (3) masyarakat kurang mengerti tentang cara
menghitung zakat yang seringkali terkait dengan tingkat
kejujuran mereka dalam menghitung zakatnya, (4)
kepercayaan masyarakat terhadap organisasi pengelola
zakat masih rendah, karena dianggap kurang profesional
dan kurang transparan, sehingga tidak sedikit para
muzaki yang menunaikan atau memberikan zakatnya
secara pribadi dan langsung kepada mustahik.5
Paparan riset PIRAC tersebut, menunjukkan masih
adanya sebesar 45 % muslim di Indonesia yang
berkewajiban menunaikan zakat, tetapi masih belum
menunaikan zakat. Angka 45 % ini cukup besar.
Seandainya asumsi potensi dana zakat di Indonesia

4
Ibid.

5
Eni Suhasti Syafei, “Mengoptimalkan Potensi Zakat”, dalam
Prosiding Simposium Nasional Ekonomi Islam 1 (Yogyakarta: Pusat
Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, 2002), hlm. 575.
9
sebesar Rp. 9,09 triliun, maka 4,30 triliun di antara
mereka masih belum sadar akan kewajiban zakatnya.
Bahkan Hidayat Nurwahid, mengatakan bahwa
potensi zakat rakyat Indonesia mencapai Rp 17 triliun.
Hampir dua kali lipat dibanding penemuan PIRAC.
Namun realisasi yang dapat dihimpun tak sampai 2,5
persen atau hanya Rp 700 miliar. Dengan demikian
masih ada 16,5 triliun yang belum terhimpun.6
Beberapa tahun berikutnya, potensi dana zakat di
Indonesia melonjak lebih tinggi puluhan kali lipat dari
sebelumnya. Menurut Kajian Asian Development Bank
(ADB), potensi pengumpulan zakat di Indonesia bisa
mencapai Rp 100 triliun per tahun. 7 Bahkan yang
terakhir menyebutkan bahwa potensi zakat yang bisa
dihimpun di Tanah Air mencapai Rp 217 triliun per tahun,
berdasarkan survei yang dilakukan BAZNAS, Institut

6
Dari http://www.antara.co.id, diakses tanggal 12 September
2008.

7
Ali Rama, “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011” yang
diterbitkan oleh Koran Republika, 29/12/2010, dalam
http://mafiagombak.wordpress.com/2010/12/, diakses tanggal 4
November 2013.
10
Pertanian Bogor (IPB) dan Islamic Development Bank
(IDB) pada 2011.8
Padahal itu baru kewajiban zakat dalam Islam.
Masih ada kewajiban-kewajiban lainnya. 9 Oleh
karenanya, perlu ada penelitian tentang problem
penunaian zakat umat Islam yang sesungguhnya akan
memiliki dampak yang besar terhadap pengentasan
kemiskinan dan keterbelakangan umat.
Di antara problem tersebut adalah minimnya
kesadaran mereka dalam berzakat. Lebih khusus lagi
minimnya kesadaran mereka untuk memberikan dana

8
Republika, “Baznas: Potensi Zakat Nasional Rp 217 Triliun”
dalam http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-
ramadhan/11/08/19/lq6ibr-baznas-potensi-zakat-nasional-rp-217-
triliun, diakses tanggal 4 November 2013.

9
Seperti kewajiban harta terhadap orang tua, kerabat dekat,
orang yang tidak memiliki makanan, sandang dan papan tempat tinggal,
hak masyarakat muslim untuk mengatasi bencana-bencana, termasuk
menghadapi serangan musuh, penyelamatan tawanan muslim, mengatasi
wabah penyakit, bencana alam dan lain-lain. Lihat Yusuf al-Qaradhawi,
Fiqhu az-Zakaah, Diraasah Muqaaranah li-Ahkaamihaa wa
Falsafatihaa fii Dhau-i al-Qur’ani wa as-Sunnah (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1994), II: 1041-1042. Dalam keterangan yang disampaikan
oleh al-Qaradhawi, baik pendapat yang mengatakan adanya kewajiban
harta lagi selain harta zakat, maupun pendapat yang mengatakan tidak
ada, semuanya sepakat bahwa poin-poin kewajiban di atas itu hukumnya
wajib.
11
zakat ke lembaga-lembaga zakat. Beberapa penelitian
sebelumnya telah banyak menyebutkan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi seorang muzaki berzakat di
lembaga zakat, di antaranya adalah faktor pendapatan,
keagamaan, variabel etos kerja, peran pesantren.10 Ada
pula yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan masyarakat tidak berzakat ke Badan Amil
Zakat (BAZ) adalah: (1) Faktor psikologis (kekhawatiran
zakat mereka tidak sampai); (2) Faktor Sosiologis (tradisi
membayarkan zakat secara langsung kepada mustahik);
(3) Faktor Transparansi di BAZ; (4) Faktor promosi yang
tidak optimal (5) Faktor Sumber daya manusia, yang
mengelola secara khusus terhadap dana-dana zakat. 11
Sedangkan yang lain menyebutkan bahwa keberkahan

10
Erni Suhasti Syafei, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede Yogyakarta”,
Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
Tahun 2003.

11
Idi Rosadi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di Badan
Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat)”, Tesis Program
Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
12
adalah salah satu faktor yang memotivasi para
pengusaha kayu untuk menunaikan zakatnya.12
Riset-riset tentang zakat telah banyak dilakukan,
baik di dalam maupun di luar negeri. Riset-riset itu
mengambil tema yang bermacam-macam pula, di
antaranya riset tentang falsafah zakat, teori zakat, aspek
sosial zakat, aspek ekonomi zakat, pengelolaan dan
penerapan zakat dan hubungan zakat dengan keilmuan
lainnya.
Di antara riset-riset di atas, riset yang beririsan
dengan yang akan diteliti oleh penulis, adalah riset
tentang pengelolaan zakat dan falsafah zakat. Di
antaranya adalah riset yang ditulis oleh Erni Suhasti
Syafei tahun 2003, berjudul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pembayaran Zakat Masyarakat
Prenggan-Kotagede Yogyakarta. 13 Tesis ini
menggunakan analisis korelasi ganda, analisis koefisien

12
Hervina, “Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan
terhadap Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di Kota
Samarinda, Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Yogyakarta, 2004.

13
Erni Suhasti Syafei, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede Yogyakarta”,
Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
Tahun 2003.
13
determinasi dan analisis koefisien regresi. Adapun
variabel independen yang dimunculkan ada empat:
variabel pendapatan, variabel keagamaan, variabel etos
kerja dan variabel peran pesantren. Dari tesis ini,
disimpulkan bahwa ternyata variabel pendapatan
memiliki hubungan langsung dan paling berpengaruh
terhadap variabel pembayaran zakat, yaitu memiliki
sumbangan efektif sebesar 11,47 %. Sedang variabel lain
memberi sumbangan tidak langsung terhadap variabel
pembayaran zakat, termasuk variabel keagamaan
(religiusitas). Selain itu, ditemukan pula bahwa bagi
masyarakat yang memiliki pendapatan pas-pasan,
nampaknya pembayaran zakat merupakan beban
tambahan bagi mereka. Padahal masyarakat yang
tergolong berpendapatan pas-pasan di Indonesia
tergolong banyak.
Riset lain ditulis oleh Idi Rosadi, 2007, dengan judul
Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat terhadap
Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di
Badan Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat).14
Riset ini mengambil sampel 24 responden dengan obyek
berbasis petani dan pengusaha di Kec. Panjalu Kab.

14
Idi Rosadi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di Badan
Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat)”, tesis Program
Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
14
Ciamis. Dari riset ini disimpulkan bahwa pengelolaan BAZ
di Kec. Panjalu kurang optimal, hanya mengelola dana
zakat fitrah saja. Di antara yang harus dibenahi untuk
optimalisasi BAZ di Kec. Panjalu adalah mekanisme
organisasi BAZ, SDM siap pakai yang secara khusus
menangani zakat dan muzaki maupun mustahik zakat
yang kurang berperan aktif. Selain itu, riset ini juga
menyimpulkan bahwa ada lima faktor yang
menyebabkan masyarakat tidak menyalurkan zakatnya
di BAZ: (1) Faktor psikologi; Mereka khawatir zakat
mereka tidak sampai, karena mereka beranggapan
buruknya kinerja pemerintah. (2) Faktor Sosiologis;
Mereka memiliki tradisi membayarkan zakat secara
langsung kepada mustahik. (3) Faktor Transparansi;
Mereka menganggap kurang adanya transparansi di BAZ.
Umumnya mereka memberikan laporan secara garis
besarnya saja. Tidak secara rinci. (4) Faktor promosi yang
tidak optimal (5) Faktor Sumber daya manusia, yang
mengelola secara khusus terhadap dana-dana zakat.
Riset yang lain pernah ditulis oleh Bambang
Suprobo dengan judul Peran Badan Amil Zakat (BAZ)
Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan Ekonomi
Masyarakat. 15 Menurut riset kualitatif Bambang

15
Bambang Suprobo, “Peran Badan Amil Zakat (BAZ)
Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan Ekonomi Masyarakat”, Tesis
15
Suprobo, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah oleh
BAZ di Kec. Ceper, tergolong cukup ideal. Dengan model
manajemen musyawarah, koordinasi dan transparansi di
antara pengurus, petugas zakat, masyarakat, ulama dan
pejabat tingkat kecamatan, pengelolaan zakat, infak dan
shadaqah dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat.
Hal itu terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah
muzaki, munfiq dan mushaddiq setiap tahunnya,
sehingga dana-dana yang masuk ke lembaga pun
semakin meningkat. Dengan modal kepercayaan yang
tinggi dari masyarakat inilah kemudian BAZ dapat
berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan melalui
pemberian tambahan modal usaha bagi para pedagang
kecil, untuk mengembangkan usaha mereka.
Siti Zahrah Sariningrum (2011) juga pernah
meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pembayaran zakat di kota Palembang. 16 Dari hasil
analisis faktor, menurut Sariningrum, ada empat faktor
yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu
keimanan, sosial, pemahaman agama, dan penghargaan.
Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis

Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun


2008.

16
Siti Zahrah Sariningrum, “Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”, Karya Ilmiah
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor, 2011.
16
regresi logistik terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi pilihan organisasi zakat, diperoleh empat
variabel yang berpengaruh nyata, dua faktor bersifat
internal, yaitu sebagai upaya bersyukur, kesadaran akan
adanya hak orang lain, dan dua lainnya bersifat
eksternal, yaitu sosialisasi melalui media massa dan
media elektronik dan adanya pemotongan gaji langsung.
Lusiana Kanji dkk. (2011) pernah meneliti tentang
faktor determinan motivasi membayar zakat. 17
Kanji menyimpulkan bahwa Ibadah, Pengetahuan Zakat,
Harta Kekayaan atau Pendapatan, Peran Ulama,
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi
membayar zakat. Sedangkan faktor peran pemerintah
tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
motivasi membayar zakat.
Riset lainnya pernah ditulis oleh Hervina dengan
judul Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan terhadap
Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di

17
Lusiana Kanji, H. Abd. Hamid Habbe dan Mediaty, “Faktor
Determinan Motivasi Membayar Zakat”, dalam
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/387a71645e06a7998e64844810f87
d1f.pdf, diakses tanggal 6 November 2013.
17
Kota Samarinda, Kalimantan Timur. 18 Tesis ini
membuktikan secara empiris bahwa berkah merupakan
salah satu motivasi yang mendorong para pengusaha
kayu di Samarinda untuk menunaikan kewajibannya
dalam membayar zakat penghasilan mereka. Berkah
yang dimaksud ditinjau dari dua hal; Pertama secara
transeden, yakni adanya perasaan kedamaian dan
ketentraman yang jauh lebih intensif dari apa yang
mereka rasakan sebelum berzakat. Kedua secara imanen
(ekonomis) berupa peningkatan omzet usaha mereka
dari tahun sebelumnya. Dengan menggunakan analisis
kuantitatif-SPSS, berkah yang merupakan implikasi
pembayaran zakat penghasilan tersebut benar-benar
dirasakan oleh para pengusaha kayu di Samarinda, yang
dapat dilihat dari tiga indikator: (a). Peningkatan kondisi
sosial ekonomi keluarga, baik fisik maupun non-fisik. (b).
Peningkatan modal usaha. (c) Peningkatan omzet usaha
selanjutnya.

18
Hervina, “Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan
terhadap Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di Kota
Samarinda, Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Yogyakarta, 2004.
18
BAB II
ZAKAT DALAM AJARAN ISLAM

A. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi berasal dari kata zakaa
yazkuu, yang berarti pertumbuhan (namaa ’ ),
kesucian (thahaarah), keberkahan (barakah) dan
kebajikan (ash-shalaahu). 19 Adapun zakat secara
istilah syar ‘ i, meskipun para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang agak
berbeda antara satu dengan yang lain, akan tetapi
pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang
Allah s.w.t. mewajibkan kepada pemiliknya, untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya,
dengan persyaratan tertentu pula.20 Harta itu disebut
zakat, karena ia membersihkan orang yang

19
Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasiith
(Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972), I: 396.

20
Ibid., hlm. 396.
19
mengeluarkannya dari dosa, membuat hartanya
berkat dan bertambah banyak.21
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan
hukumnya fardhu ‘ ain atas tiap-tiap orang yang
cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada
tahun kedua Hijriah.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, zakat dinamakan
dengan “zakat”, dilihat dari beberapa sisi. 22 Dari
sisi muzaki, karena zakat itu mensucikan diri dari
kotoran kikir dan dosa. Selain itu, zakat ini merupakan
bukti kebenaran iman muzaki, kebenaran tunduk dan
patuh serta merupakan bukti ketaatan terhadap
perintah Allah. Dari sisi harta yang dizakati, dapat
menyuburkan harta tersebut dan menyebabkan
pemiliknya memperoleh pahala mengeluarkan zakat.
Dari sisi sosial, zakat akan mensucikan masyarakat
dan menyuburkannya, melindungi masyarakat dari
bencana kemiskinan, kelemahan fisik maupun mental
dan menghindarkan dari bencana-bencana
kemasyarakatan lainnya.

21
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 145.

22
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984), hlm. 29-30.
20
Di antara Firman Allah ta’ala seputar zakat
adalah surat An-Nisa’: 77 sebagai berikut:

َّ ‫الصال َة َوآتُوا‬
‫الزَكا َة‬ َّ ‫يموا‬ِ
ُ ‫َوأَق‬
Artinya:
“ Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat
hartamu” (QS. An-Nisa’:77).

          

       

Artinya :
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui” (QS. At-Taubah : 103).
Firman-nya pula :

21
      

        

   

Artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati ” (QS. Al-
Baqarah: 277).

Sabda Rasulullah saw:


‫عن أبي هريرة قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ما من صاحب كنز اليؤدى زكاته إال أحمى عليه في نار جهنم‬
‫فيجعل صفا ئح فتكوى بها جنباه وجبهته رواه أحمد و مسلم‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. telah berkata,
seseorang yang telah menyimpan hartanya, tidak
dikeluarkan zakatnya, akan di bakar dalam neraka
jahannam, baginya di buatkan setrika dari api,

22
kemudian di setrikakan ke lambung dan dahinya..,
(Riwayat Ahmad dan Muslim)23

‫بعث رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫وعن أبي هريرة قال‬
‫ منع ابن جميل وخالد بن الوليد‬: ‫وسلم عمر على الصدقة فقيل‬
‫وعباس عم رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال رسول هللا صلى‬
. ‫هللا عليه وسلم ما ينقم ابن جميل إال أنه كان فقيرا فأغناه هللا‬
‫ قد احتبس أدراعه وأعتده في سبيل‬،‫وأما خالد فانكم تظلمون خالدا‬
‫ أما‬،‫ يا عمر‬: ‫ ثم قال‬،‫وأما العباس فهي علي و مثلها معها‬. ‫هللا‬
‫شعرت أن عم الرجل صنوأبيه؟ رواه أحمد و مسلم‬

Artinya : ” Dan dari Abu Hurairah, ia berkata :


Rasulullah saw. mengutus Umar untuk (memungut)
zakat, lalu dilaporkan kepada Nabi saw, bahwa : Ibnu
Jamiel, Khalid bin Walid, dan Abbas paman Nabi saw.
semuanya menolak. Lalu Rasulullah saw. bersabda:
Ibnu Jamiel tidak ingkar melainkan karena dia itu
orang miskin, semoga Allah memberikan kekayaan
kepadanya : Adapun Khalid, karena sesungguhnya
kamu menganiaya dia. Dia telah mewaqafkan baju
besinya dan alat-alat perangnya untuk sabilillah.

23
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2015), hlm. 193

23
Adapun Abbas, maka zakatnya menjadi
tanggunganku, termasuk juga yang seumpama
dengan itu. Kemudian ia bersabda: wahai Umar,
apakah engkau tidak tahu bahwa paman seseorang
itu adalah saudara kandung ayahnya? (HR. Ahmad
dan Muslim).24
Al-Qur’an menjelaskan bahwa kesulitan
dalam ma’isyah (sumber penghasilan) disebabkan
oleh kufur terhadap nikmat Allah, keluar dari jalan
Allah, dan terjerumus ke dalam maksiat. Allah swt.
berfirman:
       

       

  


Artinya: “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (Al-A’raf : 96)

24
Faishal bin Abdul Aziz al-Mubarak, Nailul Authar
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2009), III: 1178.
24
       

       

        

          

   


Artinya: “Dan Sekiranya ahli kitab beriman
dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus)
kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami
masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh
kenikmatan. Dan Sekiranya mereka sungguh-
sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan
(Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari
Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas dan dari bawah kaki mereka, di antara
mereka ada golongan yang pertengahan. dan
Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka. (Al-Ma’idah : 65-66)
Rasulullah saw. bersabda:
.‫وإن هللا الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه‬

25
Artinya: “ Sesungguhnya seseorang
diharamkan dari rezeki karena dosa yang telah ia
perbuat”.25

Ada perbedaan antara zakat, infaq, dan


sedekah. Secara harfiah antara zakat, infaq, dan
sedekah dapat dibedakan, tetapi hikmah dan
tujuannya relatif sama. Zakat adalah pemberian
harta yang dilakukan oleh seorang muslim dengan
ketentuan tertentu, baik waktu maupun jumlahnya
dan diberikan kepada golongan tertentu. Barang
siapa yang melakukannnya, Allah akan memberi
pahala yang berlipat ganda. Sebaliknya, jika
meninggalkannya maka siksaan Allah akan menanti
mereka, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Sedekah dan infaq mempunyai arti yang


sama, yaitu ibadah dengan cara memberikan sesuatu
yang dimilikinya di jalan Allah. Sedekah dan infak
tidak memiliki ketentuan jumlah, waktu, maupun
penerimanya. Sedekah dan infaq memiliki nilai yang
sangat tinggi dihadapan Allah swt. sehingga sudah
sepantasnya apabila dilakukan oleh orang-orang
yang beriman.

25
Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen Islami Harta
Kekayaan (Solo: Era Intermedia, 1997), hlm. 105.
26
Beda antara sedekah dan infaq adalah
sedekah lebih bersifat umum, sedangkan infaq
biasaya khusus menyangkut masalah uang atau
materi. Untuk istilah kebaikan, misalnya dengan
senyum kepada saudaranya disebut sedekah
sehingga ada ungkapan Nabi saw. bahwa senyum
terhadap saudara adalah sedekah. Kurang tepat jika
dikatakan senyum kepada saudara saudara adalah
infaq.

Di dalam Al-qur’an terdapat beberapa kata,


walaupun mempunyai arti yang berbeda dengan
zakat, tetapi kadang kala dipergunakan untuk
menunjukkan makna zakat, yaitu infaq, sedekah, dan
hak, sebagaimana dinyatakan dalam surah at-
Taubah: 34, 60, dan 103 serta surah Al-An’am: 141.
Ayat-ayat tersebut memiliki kaitan sangat kuat
dengan zakat. Zakat disebut infaq (At-Taubah : 34),
karena hakekatnya zakat itu adalah penyerahan
harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan
Allah. Zakat disebut sedekah (At-Taubah: 60 dan
103), karena salah satu tujuan utama zakat adalah
untuk mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah swt.
Zakat disebut Haq (Al-An’am: 141), oleh karena
memang zakat itu merupakan ketetapan yang
bersifat pasti dari Allah swt. yang harus diberikan

27
kepada mereka yang berhak menerimanya
(mustahik).26

B. Fungsi Berzakat
Para ulama banyak membahas tentang fungsi-
fungsi zakat, dengan menggunakan istilah hikmah
atau target (maqashid) yang dikehendaki Allah s.w.t.
dalam penunaian zakat ini. Fungsi-fungsi menunaikan
zakat ada yang dimaksudkan untuk kepentingan
personal dan ada pula yang dimaksudkan untuk
kepentingan sosial.
1. Fungsi Personal Zakat
Di antara fungsi berzakat untuk kepentingan
personal orang yang berzakat (muzaki) adalah
sebagai berikut:
a) Zakat membersihkan muzaki dari sifat bakhil
Dengan menunaikan zakat, muzaki dapat
terhindar dari sifat bakhil atau kikir, ambisius

26
Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya Karena
Berzakat (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2008), hlm. 35.
28
terhadap harta, 27 kehinaan dan kekakuan
(qaswah) terhadap kaum fakir miskin dan
orang-orang yang berada dalam kesempitan. 28
Sifat kikir merupakan sifat tercela yang
merupakan tabiat manusia. Oleh karenanya
sebagai rasa sayang-Nya kepada manusia, Allah
s.w.t. menanamkan cara-cara untuk
menghilangkan sifat-sifat tersebut. Manusia
digiringnya untuk bekerja dan meramaikan
bumi, sehingga timbullah rasa ingin memiliki,
ingin pada sesuatu benda dan memilikinya
selama-lamanya. Sebagai akibatnya timbullah
rasa kikir pada dirinya, lebih mementingkan diri
sendiri daripada orang lain. Sebagaimana
firman-Nya:

)100 :‫ورا (االسراء‬


ً ُ‫سا ُن قَت‬
َ ْ‫َوَكا َن اإلن‬
Artinya:
Dan adalah manusia itu sangat kikir (Q.S.
al-Israa’: 100).

27
Abu Bakar al-Jazairi, Minhaaju al-Muslim (Madinah: Daaru
as-Salaam, 1964), hlm. 220.

28
As-Sayyid as-Sabiq, Fiqhu as-Sunnah (Kairo: Daaru al-
Fikr, 1992), I: 277.
29
Maka bagi manusia yang tinggi nilainya
atau manusia mukmin, wajib berusaha
mengatasi sifat mementingkan diri sendiri dan
sifat keakuannya. Zakat dalam hal ini berfungsi
mensucikan si pemilik harta (muzaki) dari
keburukan sifat kikir yang merusak.29

b) Zakat adalah sumber kebaikan dan keberkahan


Ketika seorang muzaki menunaikan
zakatnya, jiwanya akan dibersihkan dan
diangkat derajatnya oleh Allah s.w.t. dengan
melalui berbagai kebaikan dan keberkahan
yang terpancarkan melalui akhlak maupun
perilaku, sehingga ia akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.30

29
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah (Beirut: Mu’assasaat
ar-Risaalah, 1973), terj. Salman Harun dkk, dengan judul Hukum
Zakat, terbitan PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, cet. ke-6, hlm.
848-850.

30
As-Sayyid as-Sabiq, Fiqhu as-Sunnah ..., I: 277.
30
c) Zakat menghindarkan muzaki dari kejahatan
harta
Seseorang yang menunaikan zakatnya
akan dihindarkan Allah s.w.t. dari kejahatan
harta tersebut. Sebagaimana yang disebutkan
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani
sebagai berikut:31

‫ َي‬: ‫ال َر ُجل ِم َن الْ َق ْوِم‬ َ َ‫ق‬: ‫ال‬ َ َ‫َع ْن َجابِر ق‬


‫ت إِ َذا أَدَّى َر ُجل‬
‫َزَكا َة‬ َ ْ‫ أ ََرأَي‬، ‫للا‬ ِ ‫رسو َل‬
ُْ َ
‫َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫َمالِه؟ فَ َق‬
ِ
ُ‫صلَّى للا‬ َ ‫ال َر ُس ْو ُل للا‬
‫ب‬ ِِ َّ
َ ‫ َم ْن أَدَّى َزَكا َة َماله فَ َق ْد َذ َه‬: ‫َو َسل َم‬
32‫ان‬
ُّ ِ ‫ْب‬ َّ
َ ْ ‫َع ْنهُ َش ُّرهُ َرَواهُ الط‬
Artinya:
Dari Jabir, berkata: seseorang yang
berasal dari suatu kaum berkata: Wahai
Rasulullah, tahukah engkau (balasan) jika

31
Ibid., Fiqhu as-Sunnah ..., I: 278.

32
Hafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausath (Kairo: Daaru al-Haramain, 1995) no. hadis 1579, X:
285.
31
seseorang telah menunaikan zakat mal-
nya? Lalu Rasulullah menjawab, “
Barang siapa yang telah menunaikan
zakat mal-nya, maka sungguh telah sirna
kejahatan harta darinya. ” (HR.
Thabrani)

Jadi maksud dari kejahatan harta itu


bukan hartanya menjadi jahat, tetapi hartanya
menjadi tidak aman dari bahaya-bahaya. Sangat
dikhawatirkan harta orang yang belum berzakat
itu kemudian dicuri orang, atau hilang dalam
perjalanan dan sebagainya. Itulah maksud dari
kejahatan harta. Bagi orang yang telah
berzakat, kasus seperti itu menjadi minim
bahkan tertolak sama sekali, karena bahaya-
bahaya tersebut. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
menyebutkan bahwa harta tersebut telah
terpagari melalui ibadah zakat, sehingga
dengan sendirinya dapat menjaga keamanan
muzaki.33
d) Zakat mendidik berinfak dan memberi

33
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zaadu al-Ma‘aad fii Hadyi
Khairi al-‘Ibaad (Kairo: Daaru al-Qalam li at-Turaats, 1998), I: 262.
32
Zakat menyebabkan seorang muzaki
memiliki rasa ingin memberi, menyerahkan dan
berinfak. Di antara masalah yang tidak ada
perbedaan di kalangan ulama dalam bidang
pendidikan dan akhlak adalah bahwa suatu
kebiasaan akan memberikan efek pada akhlak
manusia, cara dan pandangan hidupnya. Oleh
karenanya, kebiasaan itu mempunyai kekuatan
dan kemampuan yang mendekati tabiat dasar
yang muncul bersamaan dengan kelahiran
manusia. Dengan demikian, berinfak dan
memberikan zakat merupakan suatu sifat dan
akhlak utama bagi seorang mukmin. 34 Akhlak
tersebut adalah akhlak pemurah. Ketika akhlak
ini dimiliki oleh seorang muslim, itu akan
menjadikan ia terbiasa berkorban.35
e) Zakat melatih hemat dan sederhana
Ketika seorang kaya terbiasa menunaikan
zakat, maka ia akan terbiasa pula hidup dalam
kondisi hemat dan sederhana. Seseorang yang

34
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 851.

35
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy wa Adillatuhu
(Beirut: Daaru al-fikr, 1993), III: 1790-1791.
33
berzakat artinya meyakini bahwa dalam
sebagian hartanya terdapat harta orang lain,
sehingga harta tersebut harus diberikan kepada
orang lain. Dengan demikian orang yang
berzakat tersebut tentu tidak akan
mempergunakan seluruh hartanya untuk
kepentingan pribadi. Ia akan menyisihkan
sekian persen dari penghasilannya untuk
kepentingan orang lain. Kebiasaan seperti ini
dapat melatih seseorang dapat mengendalikan
diri terhadap harta, sehingga iapun terbiasa
hidup hemat dan sederhana, sebagaimana yang
disampaikan Hasan al-Bannaa.36
f) Zakat merupakan manifestasi syukur atas
nikmat Allah s.w.t.
Sebagaimana dimaklumi dan dapat
diterima oleh akal bahwa mengakui dan
mensyukuri terhadap nikmat itu adalah
keharusan. Sedangkan zakat akan
membangkitkan bagi muzaki makna syukur
kepada Allah s.w.t. tersebut. Ibadah badaniah
merupakan pembuktian rasa syukur kepada

36
Hasan al-Banna, Majmuu‘ah Rasaa-il al-Imam al-Syahid
Hasan al-Banna (Kairo: Daaru at-tauzii‘ wa an-nasyr al-islaamiyyah),
hlm. 78.
34
Allah atas segala nikmat badan. Sedangkan
ibadah harta merupakan pembuktian rasa
syukur kepada Allah atas nikmat harta.
Alangkah ruginya orang kaya yang mengetahui
adanya orang fakir yang sempit rezekinya dan
sangat membutuhkan, kemudian orang itu tidak
menundukkan nafsunya untuk bersyukur
kepada Allah dengan memberikan kepada
orang tersebut 2,5 % atau 10 % dari hartanya.37
g) Zakat mengobati hati dari cinta dunia
Zakat merupakan suatu peringatan
terhadap hati akan kewajibannya kepada
Tuhannya, sehingga senantiasa mengingat
akhirat. Karena itu, zakat menjadi obat bagi hati
agar tidak tenggelam pada kecintaan dunia,
karena kecintaan dunia dapat memalingkan
jiwa seseorang dari kecintaan kepada Allah
s.w.t. dan ketakutan kepada akhirat. Dengan
adanya syariat yang memerintahkan pemilik
harta untuk mengeluarkan sebagian hartanya,
diharapkan pengeluaran itu dapat menahan
kecintaan yang berlebihan terhadap harta. Jadi
zakat berfungsi sebagai obat buat hati agar

37
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman
Harun dkk, hlm. 857-858.
35
tidak mencintai harta secara berlebihan. 38
Dengan obat tersebut, hati menjadi bersih dari
sifat-sifat jahat. 39 Ketika seorang muslim
mencintai harta secara berlebihan, akan
menyebabkan ia kehilangan akhlak-akhlak
mulia yang sangat banyak, sehingga sebaliknya
ia akan memiliki sifat-sifat jahat.

h) Zakat menumbuhkan kekayaan batin


Di antara tujuan penyucian jiwa yang
dibuktikan melalui zakat adalah tumbuh dan
berkembangnya kekayaan batin dan perasaan
optimistis. Jiwa orang yang memberi zakat akan
menjadi tegar, besar dan lapang, serta dapat
merasakan jiwa orang yang yang diberi zakat
(mustahiq) seolah-olah berada dalam satu
gerakan. Inilah makna dari menumbuhkan dan

38
Ibid., hlm. 858.

39
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zaadu al-Ma‘aad ..., I: 262.
36
mengembangkan jiwa, sehingga yang terjadi
adalah munculnya kekayaan batin.40
i) Zakat mengembangkan harta
Hitungan matematika manusia tidak
dapat menerima bahwa zakat itu
mengembangkan harta, karena harta yang
diberikan kepada orang lain, jelaslah berkurang.
Sedangkan hitungan matematika Allah s.w.t.
menyatakan bahwa zakat itu mengembangkan
harta. Zakat yang diberikan kepada orang lain
ini sesungguhnya akan kembali kepada orang
yang memberinya tadi secara berlipat ganda,
baik ia mengetahuinya atau tidak. Bahkan cara
mendapatkan balasannya pun dapat melalui
beraneka ragam cara, terserah kehendak Allah
s.w.t. 41 Demikian Allah s.w.t. menyebutkan
dalam Q.S. Saba’: 39 sebagai berikut:

40
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 860.

41
Ibid., hlm. 865.
37
‫الرز َق لِ َمن‬
‫يَ َشاءُ ِمن‬ ِّ ‫ط‬ ُ ‫قُل إِ َّن َرِّب يَب ُس‬
‫ِمن َشيء‬ ‫ِعبَ ِادهِ َويَق ِد ُر لَهُ َوَما أَن َفقتُم‬
ِ َّ ‫فَهو ُُيلِ ُفه وهو خي‬
َ ‫الرا ِزق‬
) 39 :‫ني (سبأ‬ ُ َ ََُ ُ َُ
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-
hamba-Nya dan menyempitkan bagi
(siapa yang dikehendaki-Nya)". dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan,
Maka Allah akan menggantinya dan Dia-
lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya
(Q.S. Saba’: 39).

j) Zakat mensucikan harta

Menunaikan zakat berarti mensucikan


harta yang dizakati dari kejahatan harta. Setiap
harta orang kaya itu berhubungan dengan hak
orang lain, sehingga ada harta hak milik orang
lain yang bercampur di dalam hartanya. Oleh
karena itulah Islam memerintahkan supaya
mengeluarkan zakat. Bagi orang kaya
38
mensucikan harta itu sangat penting, apalagi
pada zaman seperti sekarang yang amat banyak
perampokan dan penganiayaan. Keterikatan
antara hak orang lemah dan fakir dengan harta
orang kaya itu sangat kuat, sehingga sebagian
fukaha berpendapat bahwa zakat itu berkaitan
dengan zatnya harta, bukan pada tanggung-
jawab orang kaya, karena sesungguhnya zatnya
harta itu dihadapkan pada kerusakan dan
kekurangan, selama belum dikeluarkan
zakatnya. Bahkan dalam sebuah hadis
diriwayatkan tentang hukuman Allah s.w.t. bagi
kaum yang tidak membayar zakat:42

‫ال‬َ َ‫ق‬ ‫ال‬ ِ ‫عن عب ِد‬


َ َ‫للا بْ ِن بُ َريْ َد َة َع ْن أَبِْي ِه ق‬ َْ ْ َ
‫َمنَ َع‬ ‫صلَّى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َما‬ ِ
َ ‫َر ُس ْو ُل للا‬
ِ
ُ‫ي( َرَواه‬ َ ْ ِ‫الزَكاةَ إِالَّ ابْتَالَ ُه ُم للاُ ِِبلسن‬
َّ ‫قَ ْوم‬
)ُّ‫ْب ِان‬ َّ
َ ْ ‫ا لط‬
Artinya:
Dari Abdullah bin Buraidah, dari
ayahnya, berkata, Rasulullah s.a.w.

42
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 862.
39
bersabda: “ Tidaklah suatu kaum
mencegah (dari kewajiban membayar)
zakat kecuali Allah menguji mereka
dengan paceklik (HR. Thabrani).”43

Proses hukuman Allah s.w.t. terhadap


kaum yang tidak mau membayar zakat tersebut
akan diberikan ganjaran paceklik. Dalam hadis
lain disebutkan hukuman yang sejenis dengan
paceklik untuk kaum yang tidak membayar
zakat, tetapi agak lembut pengungkapan
bahasanya. Rasulullah s.w.t. hanya
menyebutkan tentang hujan yang tidak
diturunkan. Hadisnya sebagai berikut:

َّ
َ‫الزَكاة‬ َ َ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّاس ق‬
‫ َوَما َمنَ َع قَ ْوم‬: ‫ال‬
ُ‫(رَواه‬
َ ‫الس َم ِاء‬
َّ ‫إِالَّ َمنَ َع ُه ُم للاُ ال َقط َْر ِم َن‬

43
Hafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausath …, hadis no. 6788, VII: 40.
40
ِ ِ
َ‫ َوِف ِرَوايَة َولَ ْوالَ البَ َهائ ُم ل‬, ‫البَ ْي َهق ُّي‬
44
)‫ميْطَ ُرْوا‬
Artinya:
Dari Ibnu Abbas (dalam hadis
mauquf yang kedudukannya sejajar
dengan marfu ‘ ), berkata: “ Tidaklah
suatu kaum mencegah (untuk
menunaikan) zakat, kecuali Allah
mencegah dari mereka (turunnya) tetesan
hujan dari langit.” (HR. Baihaqi, dalam
satu riwayat disebutkan, “Jikalau bukan
karena binatang-binatang, niscaya
45
mereka tidak diberi hujan”).

44
Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr Al-
Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra (Makkah: Maktabah Daaru al-
Baaz, 1994), tahqiq Muhammad Abdul Qadir Atha’, juz 3, hlm. 346.
Hadis ini menurut al-Albani termasuk hadis yang shahih ligairihi. Lihat
Muhammad Nashiru al-Din al-Albani, Shahiihu at-Targhiib wa at-
Tarhiib (Riyadh: Maktabah al-Ma‘aarif, t.t.), cet. ke-5, II: 256.

45
Hhafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausaath …, hadis no. 6788, VII: 40.
41
Dua hadis di atas semakin memperkuat
kesimpulan bahwa zakat itu akan membersihkan
dan mensucikan harta, sehingga dapat
menanggulangi kejahatan harta tersebut. Jikalau
harta zakat tersebut tidak dikeluarkan, maka
akan merusak harta halal lainnya milik seorang
muslim yang telah berkewajiban zakat.
Kesimpulan seperti ini didukung oleh sebuah
hadis, meskipun hadis tersebut dhaif secara
sanad.46

k) Zakat menyebabkan rasa cinta/simpati


terhadap muzaki

46
Hadis tersebut adalah sebagai berikut:

ِ َ‫ما خالَط‬: ‫ال رسو ُل للاِ صلَّى للا علَي ِه و سلَّم‬


‫ت‬ ِ ِ
َ َ ََ َ َ ُ َ ُ َ َ َ‫َعن َعائ َشةَ َرض َي للاُ َعن َها قَالَت ق‬
ِ ِ
َ ُ‫الص َدقَةُ َمالا إلَّ أَهلَ َكته‬
)‫(رَو ُاه البَ ي َهق ُّي‬ َّ

Artinya: Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda:


Tidaklah suatu shadaqah (maksudnya: zakat) itu bercampur dengan
harta (lain milik muslim kaya yang berkewajiban zakat) kecuali
shadaqah tersebut akan merusak harta tadi (HR. Baihaqi).

Hadis tersebut menurut syeikh Albani termasuk hadis dhaif.


Lihat Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr al-Baihaqi,
Sunan …, IV: 159. Lihat pula Muhammad Nashiru al-Din al-AlBani, As-
Silsilah adh-Dha‘iifah (Riyadh: Maktabah al-Ma‘aarif, t.t.), XI: 71.
42
Zakat yang ditunaikan oleh muzaki kepada
orang-orang yang berhak menerimanya akan
mempererat hubungan antarmereka, dengan
penuh kecintaan, persaudaraan dan tolong-
menolong. Secara naluriah apabila seseorang
mengetahui ada orang yang senang memberikan
kemanfaatan kepada mereka, ia akan berusaha
untuk membalasnya dengan kebaikan kepada si
pemberi dan menolak kemudharatan darinya.
Bahkan tidak jarang kecintaan tersebut diiringi
dengan doa untuk si pemberi zakat.47
2. Fungsi Sosial Zakat
Selain berfungsi untuk kepentingan personal
muzaki, menunaikan zakat juga bermanfaat untuk
kepentingan sosial. Di antara fungsi-fungsi sosial
zakat adalah sebagai berikut:
a) Zakat menegakkan kemaslahatan umum
Dengan berzakat, banyak kemaslahatan
umum yang tercapai. Sendi-sendi kehidupan
masyarakat menjadi kokoh, sehingga
kesejahteraan dan kebahagiaan mereka mudah

47
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 861.
43
terwujud. 48 Di antara permasalahan yang
dihadapi oleh mayoritas negara-negara muslim
di dunia adalah masalah kesejahteraan sosial di
negara-negara mereka. Dan di antara penyebab
kurang optimalnya kesejahteraan sosial ini
adalah pengumpulan maupun distribusi zakat
yang kurang optimal.
b) Zakat membatasi beredarnya harta hanya di
kalangan agniyaa’
Dengan ditunaikannya zakat, secara
otomatis harta kaum agniyaa ’ baik dari
kalangan pengusaha maupun profesional, akan
berkurang dan berpindah tangan ke kaum fakir,
sehingga akan meningkatkan daya beli
masyarakat. 49 Hal ini pada akhirnya akan
menyebabkan ekonomi sebuah negara menjadi
dinamis. Adapun seandainya kaum agniyaa ’
tidak memberikan zakat, maka sebagian besar
harta hanya akan berkutat di kalangan mereka,
dan ini pada akhirnya cepat atau lambat akan
menyebabkan ekonomi dalam sebuah negara
menjadi tidak bergairah, karena daya beli
masyarakat rendah dan harta tidak banyak

48
Abu Bakar al-Jazairi, Minhaaju ..., hlm. 220.

49
Ibid., hlm. 221.
44
beredar di kalangan masyarakat. Jadi secara
umum semakin banyak harta beredar di
kalangan masyarakat itu semakin baik dan sehat
secara ekonomi. Perumpamaan kesehatan
ekonomi masyarakat melalui zakat ini dapat
diibaratkan dengan air, seandainya ia mengalir
terus maka air tersebut secara umum dapat
dikategorikan sebagai air bersih. Tetapi
seandainya air itu menggenang di suatu tempat
dan tidak mengalir, maka air itu biasanya kotor,
kecuali jika air tersebut dalam jumlah yang
sangat banyak.
c) Zakat melapangkan rezeki kaum tidak mampu
secara ekonomi
Seseorang yang berzakat dapat
melapangkan rezeki dan menutup kebutuhan
kaum fakir, orang-orang yang terkena musibah,
orang-orang yang berada dalam kesempitan
dan orang-orang yang tidak dapat memperoleh
kesempatan bekerja.50 Sebenarnya harta zakat
itu adalah hak mereka, yang sasarannya tidak
hanya sekadar membantu mereka, tetapi lebih
dari itu, agar mereka setelah kebutuhannya
tercapai, dapat beribadah dengan baik kepada

50
Ibid., hlm. 220.
45
Allah s.w.t. dan terhindar dari bahaya
kekufuran.51
d) Zakat memadamkan api permusuhan
Zakat juga memiliki kelebihan dapat
memadamkan api permusuhan dan fitnah,
terutama antara si miskin dan si kaya. 52
Seandainya kesenjangan ekonomi antara si
miskin dan si kaya tidak ada aksi yang dapat
menengahinya seperti zakat, maka akan
menyebabkan permusuhan dan fitnah yang
berbahaya bagi keamanan masyarakat. Bahkan
seandainya api permusuhan dan fitnah ini
menjadi gejala umum dalam masyarakat, dapat
menyebabkan suatu masyarakat memiliki sifat
pendendam secara umum, sehingga dapat
menghancurkan generasi selanjutnya, dengan
akhlak-akhlak yang tidak terpuji.

C. Syarat Harta Menjadi Objek Zakat

51
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Pedoman Perekonomian
Modern (Jakarta: Gema Insani, 2007), cet. kelima, hlm. 10.

52
Hasan al-Banna, Majmuu‘ah Rasaa-il ..., hlm. 78.
46
Ada beberapa syarat suatu harta menjadi objek
zakat, yaitu sebagai berikut:
1) Harta tersebut harus didapatkan melalui cara yang
baik dan yang halal. Apabila harta haram, baik
substansinya maupun cara mendapatkannya,
maka harta itu tidak dikenakan zakat, karena Allah
s.w.t. takkan menerima zakat harta tersebut. Hal
itu karena bertentangan dengan ayat sebagai
berikut:53

‫ات َما‬ ِ ‫يأَيُّها الَّ ِذين آَمنُوا أَنِْف ُقوا ِمن طَيِب‬
َ ْ َ َ َ َ
‫ض َوَال‬ ِ
ِ ‫س ْب تُ ْم َوِمَّا أَ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِم َن ْاْل َْر‬ َ ‫َك‬
‫يث ِم ْنهُ تُ ْن ِف ُقو َن َولَ ْستُ ْم ِِبَ ِخ ِذ ِيه إَِّال‬
َ ِ‫اْلَب‬
ْ ‫تَيَ َّم ُموا‬
‫َحيد‬ َِ ‫ن‬ ‫اّللَ غَ ِ ي‬
َّ ‫َن‬ َّ ‫ضوا فِ ِيه َوا ْعلَ ُموا أ‬ ُ ‫أَ ْن تُغْ ِم‬
)267:‫(البَ َق َرة‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang kami keluarkan dari bumi

53
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam ..., hlm. 20-21.
47
untuk kamu dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya, dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji (Q.S. al-Baqarah: 267).

2) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk


dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha,
perdagangan, melalui pembelian saham atau
ditabungkan. 54 Menurut ahli-ahli fikih,
berkembang (namaa ’ ) itu secara etimologi itu
artinya bertambah. Sedangkan menurut istilah,
artinya adalah bertambah secara kongkrit dan
bertambah secara tidak kongkrit. Pertambahan
kongkrit misalnya dengan cara dikembang-
biakkan, diperdagangkan, diusahakan dan
sejenisnya. Sedangkan yang tidak kongkrit
maksudnya harta tersebut berpotensi untuk

54
Ibid., hlm. 22.
48
dikembangkan, baik melalui tangan pemiliknya
maupun tangan orang lain.55
3) Harta tersebut berada dalam kepemilikan penuh
sang pemilik atau berada dalam kontrol dan di
dalam kekuasaan pemiliknya. Atau seperti yang
dinyatakan oleh sebagian ahli fikih, bahwa
kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak
tersangkut dengan hak orang lain, dapat ia
pergunakan dan faedahnya dapat dinikmati
pemiliknya. Sebagian ahli fikih mensyaratkan
adanya kemantapan dalam pemilikan penuh tadi,
maksudnya kekayaan itu harus berada di tangan
pemiliknya, pemiliknya mengetahui di mana
barang itu berada dan tidak ada yang menjadi
penghalang ia mengambilnya, atau berada di
tangan orang lain dan orang lain itu
membenarkannya. Atau barang itu berada dalam
status kemantapan yang masih dapat diharapkan
kembali.56
4) Harta tersebut menurut jumhur ulama harus
mencapai nisab, yaitu jumlah minimal harta wajib

55
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman
Harun dkk, hlm. 138.

56
Ibid., hlm. 128-129.
49
dizakati. Contohnya nisab zakat emas adalah 85
gram emas.
5) Sumber-sumber zakat tertentu seperti
perdagangan, peternakan, emas dan perak, harus
sudah berada atau dimiliki ataupun diusahakan
oleh muzaki dalam tenggang waktu satu tahun.
6) Sebagian ulama mazhab Hanafi mensyaratkan
kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan
pokok, dengan kata lain, zakat dikeluarkan setelah
terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-
hari yang terdiri atas kebutuhan sandang, pangan
dan papan. Bagi seseorang yang masih kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut,
menurut mazhab Hanafi, orang tersebut seperti
belum memiliki harta.57

D. Nisab Zakat
Zakat diwajibkan atas orang Islam dan merdeka yang
memiliki senisab harta secara sempurna (al-milk at-
taam). Sebagian ulama mengecualikan anak-anak dan
orang gila, dengan alasan bahwa zakat adalah ibadah

57
Ibnu ‘Abidin, Radd al-Muhtaar (Kairo: Mushthafa al-Baabi
al-Hallabi, 1966), II: 263.
50
seperti shalat, sedangkan mereka ini bukan ahli
ibadat. Akan tetapi, Syafi’i dan kebanyakan ulama
lainnnya berpendapat bahwa harta anak-anak dan
orang gila juga dikenai zakat. Alasan yang mereka
kemukakan ialah :

a. Yang dimaksud dari zakat itu ialah pahala bagi


yang berzakat dan muwaasah (memberi belanja)
bagi orang kafir. Anak-anak dan orang gila dapat
memperoleh (ahli) pahala, dan termasuk ahli
muwaasah, karena itu, harta mereka dikenai zakat.

b. Hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w.


bersabda :
)‫(رواه البيهقي‬ ‫ابتغوا في أموال اليتامى ال تأكلها الزكاة‬
Artinya:
“ Gunakanlah untuk berusaha (investasi) pada
harta anak yatim, agar harta itu tidak termakan
oleh zakat” (HR Baihaqi).

Hadis ini jelas berbicara tentang zakat yang


dikenakan atas harta anak yatim. Anjuran agar harta
anak yatim dikembangkan melalui usaha pada hadis
ini dikaitkan dengan alasan agar harta mereka jangan
habis karena dikeluarkan zakatnya. Bila tidak
51
dikembangkan, tentu zakatnya harus dikeluarkan dari
pokok harta itu sendiri, tetapi melalui usaha,
pembayaran zakat dapat dikeluarkan dari laba yang
diperoleh sehingga harta itu tidak berkurang
karenanya.58
Nasution menambahkan bahwa mengenai
orang yang memiliki harta senisab, tetapi apabila ia
membayar hutang-hutangnya maka hartanya itu akan
habis atau menjadi kurang senisab, para ulama
berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat,
hartanya tidak dikenai zakat kecuali setelah hutang-
hutangnya dikeluarkan, dan jumlah yang tersisa masih
mencapai senisab. Abu Hanifah mengatakan, hutang
tidak berpengaruh terhadap zakat biji-bijian tetapi
harus diperhitungkan terhadap zakat yang lainnya.
Menurut Imam Malik hutang hanya berpengaruh
terhadap zakat uang tunai (al-naqd) tidak kepada
zakat harta lainnya. Akan tetapi menurut Imam Syafi
’ i, hutang sama sekali tidak mempengaruhi
kewajiban zakat. Zakat adalah ibadah yang
kewajibannya dikaitkan dengan pemilikan senisab
harta, bila syarat itu terpenuhi, maka ibadah zakat
pun menjadi wajib. Zakat itu terkait dengan harta

58
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, I: 146.

52
yang ada di tangannya sedangkan hutang terkait
dengan tanggung jawab, jadi keduanya tidak saling
mempengaruhi.59

Menurut Wahbah az-Zuhaili, ada lima jenis


harta yang wajib dizakati, yaitu: a) uang; b) hasil
tambang dan barang temuan; c) perdagangan; d) hasil
pertanian dan buah-buahan; dan e) binatang ternak,
yaitu unta, sapi dan kambing.60
Nisab zakat uang, menurut Zuhaili yang menyitir
pendapat mayoritas ulama, 61 adalah 20 mitsqal
emas, atau setara dengan 91 23/25, atau 83,72 gram
emas. Sedangkan untuk ukuran perak, nisabnya
adalah 642 gram perak. Sedangkan menurut Yusuf al-
Qaradhawi, 62 berdasarkan kesimpulan para peneliti
setelah melakukan penelusuran mata uang logam
Islam yang tersimpan di museum-museum London,
Paris, Madrid dan Berlin, didapati bahwa 1 Dinar

59
Ibid.

60
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1819.

61
Ibid., hlm. 1820.

62
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 258-259.
53
beratnya adalah 4,25 gram emas. Sedangkan tentang
Dirham, para sejarawan banyak berselisih tentang
berapa berat Dirham yang benar. Tetapi mereka
bersepakat bahwa perbandingan Dirham dan Dinar
adalah 7:10. Oleh karenanya, jika berat 1 Dinar adalah
4,25 gram, maka berat 1 Dirham adalah 4,25 X 7/10 =
2,97 gram. Jadi dapat disimpulkan bahwa nisab emas
adalah 20 X 4,25 = 85 gram emas. Sedangkan nisab
perak adalah 200 X 2,97 = 595 gram perak.
Menurut Instruksi Menteri Agama Nomor 5
Tahun 1991 dan UU Nomor 38 Tahun 1999, nisab
zakat uang adalah 94 gram emas. 63 Meskipun
demikian, pendapat mayoritas ulama sebagaimana
disebutkan sebelumnya, lebih kuat dan berhati-hati
dibandingkan dengan Instruksi tersebut.
Demikian pula dengan nisab barang hasil
tambang, untuk emas 20 mitsqal dan dan perak 200
dirham. Zuhaili menambahkan, bahwa barang
tambang, penghitungan nisabnya satu sama lain
digabung, asal sejenis. Jika tidak sejenis, maka

63
Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat dan Kemiskinan
Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: UII Press,
2005), cet. ke-1, hlm. 48.
54
penghitungan nisabnya tidak digabung satu sama lain,
kecuali barang tambang emas dan perak.64
Dalam hal hasil perdagangan, para ulama
bersepakat bahwa kewajiban zakat untuk harta hasil
perdagangan adalah apabila sampai pada nisabnya.
Sedangkan nisabnya adalah sama dengan nisab emas
dan perak,65 sebagaimana telah disebutkan di atas.
Selanjutnya nisab hasil pertanian adalah 5
wasaq, yang setara dengan 653 kilogram (kg) hasil
pertanian.66 Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan secara
rinci tentang ukuran tersebut, bahwa 1 wasaq sama
dengan 60 sha’. Sedangkan 1 sha’ sama dengan
2176 gram gandum, atau 2,176 kilogram (kg) gandum.
Jadi nisab hasil pertanian -biji-bijian dan buah-

64
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1863.

65
Ibid., hlm. 1866.

66
Ibid., hlm. 1890. Hal itu didasarkan pada hadis Rasul s.a.w.,
“Tidak ada kewajiban zakat bagi (hasil pertanian) yang di bawah 5
wasaq (HR. Jama‘ah, dari Abu Sa‘id al-Khudri). Namun demikian,
Abu Hanifah tidak mensyaratkan adanya nisab untuk hasil pertanian,
karena keumuman banyak nas yang memerintahkan untuk berzakat
terhadap semua hasil tanaman, tanpa batasan banyak atau sedikit.
Pendapat Abu Hanifah ini bertentangan dengan mayoritas ulama.

55
buahan- adalah 300 X 2,176 kg gandum= 652,8 kg,
atau dibulatkan menjadi 653 kg. 67 Adapun nisab
zakat pertanian menurut Instruksi Menteri Agama
Nomor 5 Tahun 1991 dan UU Nomor 38 Tahun 1999,
adalah 1.350 kg gabah atau 750 kg beras.68 Namun
demikian, pendapat yang lebih kuat adalah
sebagaimana disebutkan oleh az-Zuhaili dan al-
Qaradhawi, yaitu 653 kg.
Para ulama yang mengkiyaskan zakat profesi
dengan zakat pertanian, yaitu orang muslim yang
mempunyai pendapatan yang mencapai atau senilai
dengan 5 (lima) wasaq (50 kail) atau 653 kg bersih,
maka wajib dikenakan zakatnya 5% saat memetik atau
menerima gaji. Pemungutan zakat dari pendapatan
dan gaji bersih dimaksudkan supaya utang bisa
dibayar dan biaya hidup terendah (minimal)
seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa
dikeluarkan, karena biaya terendah kehidupan
seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang.

67
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman Harun
dkk, hlm. 351.

68
Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 48.
56
Juga harus dikeluarkan biaya atau ongkos-ongkos
yang dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut.69
Zakat mal atas penghasilan profesi
dikiyaskan/dianalogikan dengan zakat tanam-
tanaman karena 4 (empat) hal/alasan sebgai berikut:70
1. Tanaman-tanaman pertanian pada masyarakat
agraris merupakan mata pencaharian utama,
sedangkan pada masyarakat industri dan jasa,
orang tidak lagi bekerja untuk dirinya sendiri,
tetapi bekarja untuk badan usaha atau orang lain
sehingga yang diperoleh setiap bulan gaji/upah.
2. Gaji dikiyaskan/dianalogikan dengan hasil
pertanian karena dibayarkan secara berkala, sama
dengan hasil pertanian yang waktu/musim
panennya terjadi berkala pula.
3. Karena panennya terjadi berkala, maka ketentuan
zakat hasil pertanian hanya menggunakan nisab
dan tidak ada haul. Begitu juga dengan zakat dari
gaji/penghasilan profesi.
4. Penghasilan/gaji profesi tidak dianalogikan
dengan emas, karena biasanya emas sebagai alat

69
Yusuf Qardhawi dalam Gustian Djuanda, Pelaporan Zakat
Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006), hlm. 288.
70
Ibid., hlm. 289.
57
ukur kekayaan untuk simpanan yang dikumpulkan
untuk jangka waktu tertentu, maka qiyas terhadap
emas lebih tepat diterapkan pada
simpanan/deposit. Penentuan 5% bukan 10%
pada zakat dari penghasilan/gaji profesi ini
didasarkan atas dua pertimbangan berikut:
1. Bekerja pada sektor industri, jasa dan perkantoran
lebih banyak dibutuhkan berbagai persyaratan,
seperti pendidikan, ketrampilan dan lain-lain,
sehingga biaya yang dibayarkan seseorang untuk
bisa bekerja pada salah satu sektor tarsebut, jauh
lebih mahal dibanding kalau seseorang bekerja
pada sektor pertanian.
2. Gaji/upah yang diterima para pegawai umumnya
merupakan penghasilan utama dan satu-satunya.
Lain dengan pada pertanian, di samping
memperoleh hasil pertanian seperti padi, mereka
juga memelihara ikan dan lain-lain, sehingga
untuk kebutuhan lauk pauknya tidak perlu diambil
dari hasil pertanian.

Kewajiban zakat lainnya adalah zakat hewan.


Dalam hal zakat hewan, ada perbedaan antara unta,
sapi/kerbau dan kambing. Nisab unta dimulai ketika
berjumlah 5 ke atas. Untuk unta 5, zakatnya adalah

58
satu kambing. Itu adalah ijma’ ulama.71 Sedangkan
nisab zakat untuk sapi/kerbau adalah apabila telah
berjumlah 30 sapi. Jika telah ada 30 sapi, maka yang
dikeluarkan zakatnya adalah satu tabii‘/tabii‘ah
(sapi jantan atau betina yang usianya telah sempurna
satu tahun dan masuk dua tahun berjalan).72 Adapun
untuk kambing/domba, nisab minimal harus
dikeluarkan zakatnya adalah ketika telah berjumlah
40 kambing. Jika telah berjumlah 40 kambing/domba,
maka wajib dizakati satu kambing.73
Nisab zakat hewan ternak secara lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut:
1. Zakat Unta;

71
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah..., hlm. 176. Lihat
pula Lihat Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1919.

72
Lihat Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1925.
Lihat juga Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu..., terj. Salman Harun, hlm. 195,
197-198. Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan tentang 3 pendapat seputar
nisab sapi: Pertama, menyatakan bahwa nisab sapi 30 ekor adalah
pendapat masyhur dari 4 mazhab. Sedangkan pendapat kedua, menurut
Ath-Thabari, nisab zakat sapi adalah jika telah sampai 50 ekor sapi. Dan
pendapat ketiga tentang nisab sapi adalah sama dengan nisab unta, 5
ekor. Yang terakhir merupakan pendapat Ibnu al-Musayyab,
Muhammad bin Syihab az-Zuhri dan Abu Qilabah.

73
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1926.
59
Nisab awal bagi ternak unta adalah lima ekor.
Artinya unta itu baru wajib dizakati apabila telah
berjumlah lima ekor. Zakat yang wajib dikeluarkan
ditentukan berdasarkan jumlah ternak tersebut,
sebagai berikut:

Nisab Zakatnya

Bilangan dan Jenis Umur


Zakat

5–9 1 ekor kambing 2 tahun lebih

atau 1 ekor domba 1 tahun lebih

10 – 14 2 ekor kambing 2 tahun lebih

atau 2 ekor domba 1 tahun lebih

15 – 19 3 ekor kambing 2 tahun lebih

Atau 3 ekor domba 1 tahun lebih

20 – 24 4 ekor kambing 2 tahun lebih

Atau 4 ekor domba 1 tahun lebih

25 – 35 1 ekor anak unta 1 tahun lebih

36 – 45 1 ekor anak unta 2 tahun lebih

60
46 – 60 1 ekor anak unta 3 tahun lebih

61 – 75 1 ekor anak unta 4 tahun lebih

76 – 90 2 ekor anak unta 2 tahun lebih

91 – 120 2 ekor anak unta 3 tahun lebih

121 3 ekor anak unta 2 tahun lebih

Tabel 2.1
Nisab Zakat Unta

Mulai dari 121 ini dihitung tiap-tiap 40 ekor


unta zakatnya 1 ekor anak unta yang berumur 2
tahun lebih, dan tiap-tiap 50 ekor unta zakatnya 1
ekor unta yang berumur 3 tahun lebih. Jadi, 130
ekor unta zakatnya 2 ekor anak unta umur 2 tahun
dan 1 ekor anak unta umur 3 tahun, dan 140 ekor
unta zakatnya 1 ekor anak unta umur 2 tahun dan
2 ekor anak unta umur 3 tahun. Kalau 150 ekor
unta, zakatnya 3 ekor anak unta umur 3 tahun,
dan seterusnya menurut perhitungan di atas.
Umur-umur tersebut supaya dilebihkan,
walaupun sedikit, seperti yang tersebut dalam
daftar. (keterangannnya yaitu surat Abu Bakar
61
(khalifah pertama) kepada penduduk Bahrain).
Sabda Rasulullah saw.:
‫وال شيء فى اإلبل حتى تبلغ خمسا ففيها شاة وفى عشر‬
‫شاتان وخمس عشرة ثالث وفى عشرين أربع من الشياة‬
‫وخمس وعشرين بنت مخاض وست وثالثين بنت لبون وست‬
‫وأربعين حقة و احدى وستين جذعة وست وسبعين بنت لبون‬
‫واحدى وتسعين حقتان ومائة واحدى وعشرين ثالث بنات لبون‬
‫ثم فى كل أربعين بنت لبون وكل خمسين حقة )رواه البخارى‬
(‫عن أنس‬

Artinya:

“Tidak ada zakat unta sebelum sampai lima ekor.


Maka apabila sampai 5 ekor zakatnya satu ekor
kambing, 10 ekor zakatnya dua ekor kambing, 15
ekor zakatnya tiga ekor kambing, 20 ekor
zakatnya empat ekor kambing, 25 ekor zakatnya
seekor anak unta, 36 ekor zakatnya satu anak
unta yang lebih besar, 46 ekor zakatnya satu anak
unta yang lebih besar, 61 ekor zakatnya satu anak
unta yang lebih besar lagi, 76 ekor zakatnya dua
ekor anak unta, 91 ekor zakatnya dua ekor anak
unta yang lebih besar, 121 ekor zakatnya tiga ekor
anak unta, kemudian tiap-tiap 40 ekor zakatnya
satu ekor anak unta umur 2 tahun lebih, dan tiap-
tiap 50 ekor zakatnya seekor anak unta umur 3
tahun” (Riwayat Bukhari, dari Anas).

62
2. Nisab Zakat Sapi dan Kerbau

Zakatnya
Nisab Bilangan dan Jenis Umurnya
Zakat

30 – 39 1 ekor anak sapi 2 tahun lebih


atau seekor
kerbau

40 – 59 1 ekor anak sapi 2 tahun lebih


atau seekor
kerbau

60 – 69 2 ekor anak sapi 1 tahun


atau seekor
kerbau

70 - ... 1 ekor anak sapi 2 tahun lebih


atau seekor
kerbau

Dan 1 ekor anak


sapi atau seekor
kerbau

Tabel 2.2.
Nisab zakat sapi/kerbau
63
Seterusnya tiap-tiap 30 ekor sapi atau kerbau
zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 1
tahun lebih, dan tiap-tiap 40 ekor sapi atau kerbau
zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2
tahun lebih. Jadi zakat 80 ekor sapi atau kerbau
ialah 2 ekor anak sapi umur 1 tahun lebih dan 1
ekor umur 2 tahun.

‫م إلى اليمن‬.‫عن معاذ بن جبل قال بعثنى رسول هللا ص‬


‫وأمرنى أن أخذ من كل ثالثين من البقر تبيعا أو تبيعة ومن‬
)‫كل أربعين مسنة (رواه الخمسة‬

Artinya:

Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, “Rasulullah saw.,


telah mengutusku ke negeri Yaman, dan beliau
menyuruhku memungut zakat, dari tiap tiga puluh
sapi (atau kerbau) seekor anaknya yang beliau
betina atau yang jantan umur 1 tahun, dan dari
tiap-tiap empat puluh ekor sapi (atau kerbau)
seekor anaknya yang umur 2 tahun (HR. Lima
Orang Ahli Hadis).

3. Nisab Zakat Kambing

Zakatnya
Nisbah
Bilangan dan Umurnya
Jenis Zakat

64
40 - 120 1 ekor kambing 2 tahun lebih
betina
1 tahun lebih
Atau 1 ekor
domba betina

120 – 2 ekor kambing 2 tahun lebih


200 betina
1 tahun lebih
Atau 2 ekor
domba betina

201 – 3 ekor kambing 2 tahun lebih


399 betina
1 tahun lebih
Atau 3 ekor
domba betina

400 - ... 4 ekor kambing 2 tahun lebih


betina
1 tahun lebih
Atau 4 ekor
domba betina

Tabel 2.3.
Nisab zakat kambing

65
Mulai dari 400 ekor kambing, dihitung tiap-
tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing
atau domba umurnya sebagaimana tersebut
diatas, dan seterusnya. Jadi, 500-599 ekor
kambing zakatnya 5 ekor kambing, 600 ekor
kambing zakatnya 6 ekor kambing, dan
seterusnya. Sabda Rasulullah saw.:
‫فى سائمتها اذا كانت أربعين ففيها شاة الى‬ ‫وفى صدقة الغنم‬
‫زادت ففيها شاتان الى مائتين فاذا زادت ففيها‬ ‫عشرين ومائة فاذا‬
‫ثياة الى ثالثمائة فاذا زادت ففى كل مائة‬ ‫واحدة ففيها ثالث‬
)‫والبخارى والنسائى‬ ‫شاة (رواه أحمد‬

Artinya: “Tentang zakat kambing yang


digembalakan, apabila ada 40 sampai 120 ekor,
zakatnya seekor kambing, apabila lebih dari itu
sampai 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing,
apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor, zakatnya
tiga ekor kambing, apabila lebih dari 300 ekor,
maka tiap-tiap 100 ekor zakatnya seekor
kambing”. (Riwayat Ahmad, Bukhari, dan Nasai).74

4. Zakat Ternak Yang Bercampur

Percampuran ternak dapat berpengaruh


terhadap masalah zakatnya. Apabila senisab
ternak dimiliki secara bersama-sama oleh dua

74
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, …, hlm. 198
66
orang atau lebih selama satu hawl maka zakat
ternak itu dihitung dan dikeluarkan seperti halnya
milik satu orang.

Demikian pula apabila dua orang atau lebih


pemilik ternak mencampurkan hewan ternak
mereka, dan tidak ada perbedaan hitungan hawl
di antara keduanya, maka dalam hal zakat, harta
mereka yang bercampur itu diperlakukan seperti
milik satu orang, dengan syarat ternak harus
betul-betul bersatu. Antara kedua kelompoknya
tidak dibedakan dalam hal:

a. Kandangnya;

b. Tempat berkumpulnya;

c. Tempat penggembalaanya;

d. Orang yang menggembalakannya;

e. Tempat minumnya;

f. Pejantannya;

g. Tempat pemerahan susunya;

h. Kedua-dua pemiliknya adalah muzakki;

67
i. Jumlah gabungan ternak mereka mencapai
senisab;

j. Telah berlangsung satu hawl.

Hukum dan ketentuan zakat ternak gabungan


ini di dasarkan pada riwayat Sa’ad ibn Waqqas,
Rasulullah saw. bersabda :
‫والخليطان ما اجتمعا على الفحل والراعي والحوض‬

Artinya:

Dan yang dinamakan khalith (bercampur) itu ialah


yang bersatu pejantannya, penggembalaannya, dan
telaga (tempat minumnya).

Jadi, tiga dari syarat yang dikemukakan di atas


dinyatakan secara tegas oleh Nabi saw. dalam hadist
ini, sedangkan syarat-syarat yang lain dapat dipahami
darinya.75

Jenis zakat yang sering dibahas oleh umat Islam


pada akhir-akhir ini adalah zakat para profesionalis,
seperti dokter, insinyur, pengacara dan lain
sebagainya. Menurut Zuhaili, harta yang mereka
dapatkan, berdasarkan pendapat empat mazhab
fikih, tidak ada zakatnya kecuali setelah mencapai

75
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 153.
68
nisab dan telah berlalu satu tahun. Namun demikian,
sebagian kalangan mengharuskan pembayaran zakat
ketika seseorang memperoleh harta tersebut, saat itu
juga, sebagaimana hasil panen. Para ulama yang
berpendapat seperti itu di antaranya adalah Ibnu ‘
Abbas, Ibnu Mas ‘ ud, Mu ‘ awiyah, Az-Zuhri, al-
Hasan al-Bashri, Mak-hul, dan lainnya.76 Nisab yang
dimaksud adalah nisab zakat uang. Jikalau telah
mencapai nisab, maka harus dikeluarkan 2,5 % nya.
Nisab-nisab zakat -khususnya zakat emas
(uang), profesi dan pertanian- dengan asumsi harga
pada tahun 2010, berdasarkan jenis dan perhitungan
zakat mayoritas ulama sebagai berikut:
NISAB
JENIS ASUMSI NISAB
NO SYAR
HARTA HARGA JADI
‘I
1 Zakat Uang Rp. 85 Rp.
(Emas) 350.000,00/ gram 29.750.00
gram emas 0,00
Jika
perbulan,
maka

76
Ibid., hlm. 1948-1949.
69
menjadi
Rp.
2.479.167,
00/bulan
2 Zakat Rp. 85 Rp.
perdaganga 350.000,00/ gram 29.750.00
n, profesi, gram emas 0,00
industri,
Jika
gaji/penghas
perbulan,
ilan/komisi
maka
dan
menjadi
sejenisnya
Rp.
2.479.167,
00/bulan
3 Zakat Rp. 5000,00 653 kg Rp.
pertanian / kg beras 3.265.000,
00

Sumber: Data Primer diolah (disesuaikan dengan harga


pada Tahun 2010)
Tabel 2.4. Jenis dan Nisab Zakat
Nisab agaknya kini sulit untuk disandarkan
menjadi parameter atau alat ukur satu-satunya dalam

70
menghitung tarif zakat mal. Parameter nisab perlu
didukung oleh parameter Basra yang bertolak dari
bilangan KHM. Sehubungan dengan zakat mal hanya
akan dikenakan pada bagian surplus dari harta, maka
bilangan KHM-yang ditetapkan oleh negara berperan
cukup menentukan.

Berikutnya timbul lagi pernyataan tentang


cara menentukan salah satu parameter yang perlu
dipedomani: nisab ataukah KHM? Dan bagaimana
pula hubungannya dengan tarif terendah zakat mal?
Parameter 1 nisab/tahun dipilih selama KHM dalam
setahun (12 x m) masih berada dibawah bilangan
nisab; atau nisab/12 bulan masih lebih tinggi dari
angka KHM. Perhitungan tarif minimal zakat harta
bertolak dari bilangan nisab sebagai Parameter
Primer.

Demikian juga sebaliknya, parameter KHM


selama setahun menjadi acuan tarif zakat mal pada
waktu dan tempat dimana bilangannya lebih tinggi
dari nisab/tahun. Perhitungan tarif terendah zakat
mal bertolak pada bilangan parameter sekunder:
KHM. Jadi, mana yang lebih tinggi diantara bilangan
nisab/12 bulan atau KHM, maka dari sanalah
ditetapkan titik tolak perhitungan tarif zakat mal
terendah setiap bulannya. Acuan perhitungan

71
semacam ini lebih terjamin dapat membebaskan si
miskin dari beban tagihan zakat mal.

12 x KHM <=nisab atau KHM<=nisab/12 bulan


(nisab menjadi acuan perhitungan tarif terendah
zakat mal).

12 x KHM > nisab atau KHM > nisab/12 bulan


(KHM menjadi acuan perhitungan tarif terendah zakat
mal).

Dalam kaitannya dengan peran pemerintah,


menurut Djuanda, salah satu peran pemerintah dalam
mengawasi dan mengendalikan keseimbangan pasar
adalah dengan menetapkan batas penghasilan tidak
kena pajak. Penduduk yang berada di bawah atau
berada pada garis batas penghasilan Tidak Kena Pajak
berhak untuk memperoleh subsidi untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang seimbang. Di lain pihak
penduduk yang telah berada di atas batas penghasilan
tidak kena pajak, wajib membayar pajak dan zakat.
Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai perantara
antara unit surplus dengan unit defisit. Peran
pemerintah dapat ditunjukkan dengan pola hubungan
berikut:77

77
Gustian Djuanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak
Penghasilan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 291-292.
72
UNIT SURPLUS

PAJAK DAN
ZAKAT
PEMERINTAH

SUBSIDI

UNIT DEFISIT

Gambar 2.1
Pola hubungan unit
surplus dan unit defisit

Konsep kebutuhan (hidup) seimbang dapat


didefinisikan sebagai kebutuhan hidup normal atau
rata-rata dalam wilayah tertentu, yang lebih tinggi
posisinya dibanding dengan konsep kebutuhan
(hidup) dasar atau minimal, tetapi lebih rendah
posisinya dibanding konsep kebutuhan (hidup) ideal.
Kebutuhan hidup ideal seseorang adalah kebutuhan
hidup sesuai tujuan hidup. Untuk muslim, tujuan
hidup adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendekatan kebutuhan ideal ini merupakan
pendekatan alternatif yang masih memerlukan
pengukuran dan pemikiran lebih lanjut.
73
Kebutuhan Hidup Minimal (KHM) telah
dihitung oleh pemerintah melalui koordinasi antar-
instansi terkait dan telah ditetapkan dalam
perhitungan upah minimum provinsi, kabupaten,
maupun sektoral. Secara ringkas formula
penghitungan kebutuhan hidup seimbang yang akan
digunakansebagai batas PTKP dan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
- Penduduk wajib bayar pajak dan zakat = penduduk
dengan penghasilan di atas batas PTKP.
- Penduduk berhak menerima subsidi dan zakat =
penduduk dengan penghasilan sama dengan atau di
bawah batas PTKP.
- Batas PTKP = Pendapatan rata-rata pr kapita per
bulan
- Pendapatan rata-rata per kapita per bulan = (PDRB
rata-rata per kapita tanpa migas dikalikan dengan
rasio pendapatan nasional terhadap PDB) dibagi 12.
Pada tahun 1999 maka batas PTKP adalah 1,4
juta rupiah perbulan. Bagi penduduk dengan
penghasilan di bawah atau sebesar 1,4 juta rupiah
berhak menerima subsidi dan zakat. Sementara
penduduk yang bayar pajak dan zakat adalah
penduduk dengan penghasilan rata-rata per bulan di
atas 1,4 juta rupiah. Tentunya untuk mengembangkan
lebih lanjut, selain konsep rata-rata dapat pula

74
digunakan konsep standar deviasi dalam penetapan
batas PTKP ini.78
Ide parameter sekunder perlu diperhatikan,
mengingat bahwa terjadinya inflasi tidak semata-
mata karena masih legalnya praktek riba di negara-
negara berpenduduk mayoritas muslim. Ormerod
menyoroti hubungan antara inflasi dengan
ketersediaan SDM menganggur. Angka pengangguran
yang tinggi tidak melulu akibat masih mendarah
dagingnya ekonomi riba di tengah kaum muslimin.
Padahal sistem tersebut nyata-nyata diharamkan oleh
syariat Islam.

Jauh sebelum Paul Ormerod, Taqiyuddin


Ahmad bin Ali al-Maqrizi (1364-1441M), murid
terkemuka Ibn Khaldun, menyatakan bahwa inflasi
terbagi menjadi dua. Pertama, berkurangnya
persediaan barang (natural Inflation) akibat bencana
alam dan kerusuhan sosial (peperangan). Kedua,
Inflasi akibat kesalahan manusia. Yang menarik,
menurut Al-Maqrizi, adalah merajalelanya korupsi
serta sistem administrasi negara yang buruk.

Digagasnya parameter sekunder semoga


dapat menjembatani perseteruan pendapat tentang
perlu atau tidaknya pergeseran tarif zakat mal

78
Ibid.
75
berdasarkan prinsip elastisitas. Mannan, dengan
penuh pertimbangan argumentatif, menyarankan
perlunya pergeseran tarif zakat mal.
Pertimbangannya memang lebih seirama dengan
karakter alami pertumbuhan ekonomi. Namun
demikian, usulan tersebut akan tetap menyalahi ijma’.
Bilangan nisab yang baku tentunya merupakan salah
satu ciri khusus syariat zakat mal. Kemapanan
parameter nisab itu takkan dapat dikompromikan
dengan gejala pergolakan ekonomi seperti halnya
perubahan tarif pajak.

Kelebihan pengeluaran konsumtif disimpan


berupa tabungan maupun deposito uang tunai.
Tabungan dapat disetor dan ditarik setiap hari,
sedangkan deposito hanya periode yang disepakati
antara si penabung dengan pihak bank. Seandainya
zakat mal hanya dihitung dari semata-mata tabungan
atau deposito, maka hanya para deposan yang
mengendapkan dananya senilai nisab lagi selama
setahun penuh saja yang akan terkena kewajiban
mengeluarkan zakat mal. Tentu saja mereka akan
mudah membebaskan diri dari kewajibannya dengan
cara mencairkan sebahagian atau seluruh dana pada
akhir bulan deposit ke sebelas. Lalu mereka segera
membelanjakannya demi melarikan diri dari
kewajiban berzakat mal tersebut.

76
Ajaran Islam memandang bahwa
pembelanjaan harta yang melampaui prinsip
kebutuhan minimal adalah suatu kemewahan.
Berbelanja dengan melangkahi prinsip ini lazimnya
dapat ditolerir selama masih berada pada jalur
syariat. Segala hal yang di luar rambu-rambu
syariat, meski secara pragmatis berguna dan
mendatangkan kesenangan, adalah suatu wujud
kemewahan. Kebijakan wajib zakat mal berdasarkan
pengeluaran, diharapkan dapat mengerem gaya
hidup mewah sebahagian umat Islam mulai dari
derajat ekonomi Basra. Setiap kali penambahan biaya
konsumtif keluarga (K), dengan serta merta menuntut
semakin tingginya bilangan zakat mal yang harus
mereka keluarkan setelah pengeluaran rutinnya.

Puncak kemewahan tercermin pada perilaku


mabuk-mabukkan dan perjudian. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan bilamana al-Qur’an
merangkaikan pertanyaan tentang khamr “zat
memabukkan”, maysir “spekulasi”, serta infaq
“belanja” yang bermakna zakat, di dalam ayat yang
sama. Ayat ini seolah-olah mengisyaratkan kepada
umat manusia yang sedang bingung ke mana hendak
disalurkan kelebihan uangnya yang berlimpah-limpah:

77
‫اْلَ ْم ِر َوال َْم ْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ْْث َكبِري َوَمنَافِ ُع‬
ْ ‫ك َع ِن‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
َ َ‫س َوإِ ْْثُُه َما أَ ْك َْبُ ِم ْن نَ ْف ِع ِه َما َويَ ْسأَلُون‬
‫ك َماذَا يُ ْن ِف ُقو َن قُ ِل ال َْع ْف َو‬ ِ ‫لِلنَّا‬
)219 :‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَ َف َّك ُرو َن (البقرة‬ ِ ‫اّلل لَ ُكم ْاْلَي‬
َ ُ َُّ ‫ي‬ ُ َِ‫ك يُب‬ َ ِ‫َك َذل‬
Artinya:

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang


khamr dan maysir. Katakanlah : pada keduanya ada
bahaya besar dan manfaat bagi manusia, namun
bahayanya jauh lebih besar dari pada manfaatnya.
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
sesuatu yang perlu mereka infaqkan, katakanlah :
yang surplus (lebih dari bawah sejahtera= basra)....
(QS. Al-Baqarah : 219)

Predikat terpenuhinya basra, secara


fundamental, menggugurkan sebutan the midle class
“kelas menengah” sebagaimana digagas oleh para
pemikir sosial ekonomi dari luar dunia Islam.
Golongan kelas menengah, menurut pola pemikir
Barat, ialah warga negara yang sudah mencapai
sejahtera minimal namun belum patut disebut
sebagai orang kaya. Di sisi lain, khasanah fiqh zakat
yang kita warisi tidak kenal istilah “kelas menengah”
yang diakui derajat ekonomi aghniyaa “yang hidup
berkecukupan” dan dhu’afaa “ekonomi lemah”. Fiqh

78
zakat menekankan bahwa zakat mal diwajibkan hanya
kepada para aghniyaa atau high class menurut istilah
yang populer di dunia barat.

Sebutan kelas menengah telah melindungi


orang-orang muslim pada derajat Basra dari
cemoohan kere (miskin). Ironisnya, predikat ini
sekaligus menjadi perisai untuk menghindari taklif
zakat mal. Pemikiran ekonomi Islam, sesungguhnya
memberikan acuan yang tegas bahwa strata Basra
sudah termasuk masyarakat mampu. Implikasinya,
taklif zakat mal perlu di dakwahkan kepada siapa pun
yang belanja keluarganya mencapai bilangan Basra
dan mereka mengaku bukan lagi termasuk mustahiq
atau kaum yang berkepentingan (disubsidi oleh harta
zakat).

Nabi Muhammad saw. malahan menggariskan


penghidupan Basra pada derajat yang lebih ekstrim :

‫ال َما يُغَ ِد ِيه أ َْو‬


َ َ‫اّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َوَما يُ ْغنِ ِيه ق‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫اّلل‬ َ ‫قَالُوا َي َر ُس‬
)‫يُ َع ِش ِيه (رواه أحمد‬
Artinya:

Mereka bertanya, ‘Dan seberapakah ukuran kaya itu,


ya Rasulullah?’ jawab Nabi saw: “Orang yang (tidak

79
lagi mencemaskan apakah bisa) makan nanti siang
atau nanti malam.” (HR. Ahmad)

Pola pemikiran kelas menengah selama ini


telah meninabobokkan warga muslim sejahtera
minimal akan kewajiban menunaikan zakat mal demi
menolong saudara kita kaum dhuafa dari himpitan
keterpurukan. Sudah waktunya kita tinggalkan istilah
kelas menengah dalam perjuangan membangun dan
memulihkan kekuatan ekonomi umat Islam.79
Kemudian yang tidak kalah pentingnya untuk
disebutkan pula di sini adalah terkait dengan hak
keluarga, selain zakat. Pertalian antara suami dengan
istri, serta antara kerabat adalah hubungan yang
didalamnya terdapat hak-hak yang harus terpenuhi
demi untuk memperkuat kekerabatan dan demi
terwujudnya rasa sepenanggungan dalam keluarga
kecil ini seperti rasa sepenanggungan yang ada dalam
sebuah masyarakat muslim.
Jika hubungan kekerabatan dapat
menimbulkan hak-hak yang harus dipenuhi secara
timbal balik tanpa memperhitungkan untung dan rugi,
maka di situlah keadilan syariat Islam telah mengatur
kehidupan keluarga, di mana terjadi saling bantu dalam
pemenuhan kebutuhan. Seorang bapak yang fakir

79
Adi Satria Tanjung, Penetapan Wajib Zakat (Tangerang:
Alpabhet Press, 1997), hlm. 36.
80
mempunyai hak mendapatkan jaminan hidup dari
anak-anaknya yang mampu. Seorang anak yang tidak
mempunyai harta kekayaan, maka Islam
mengharuskan kepada orang tuanya yang mampu
untuk menanggungnya. Seorang suami berkewajiban
memberi belanja kepada istrinya.
Orang-orang yang menjadi tanggungan
keluarga atau kerabat mereka seperti yang kita sebut di
atas tidak berhak menerima bagian dari harta zakat
agar tidak mengurangi jatah para fakir miskin yang
tidaka mempunyai pendapatan, kecuali dari zakat.
Kemiskinan adalah fenomena yang tidak bisa
lepas dari sebuah masyarakat manusia meskipun
keadilan sudah merata, ia bagaikan sakit dan kematian.
Walaupun para dokter sudah berusaha mencegahnya
namun penyakit masih tetap datang. Kematian adalah
fenomena yang tidak ada pencegah dan terapinya.
Akan tetapi keduanya bukanlah aib yang menempel
pada orang yang sedang mendapatkannya slama
penyebab keduanya bukanlah kelalaian orang tersebut.
Demikian juga dengan kemiskinan, ia adalah
fenomena sosial yang tidak bisa lepas dari sebuah
masyarakat. Kita akan menjumpai bahwa setiap
undang-undang mempunyai cara tersediri dalam
menanggulangi masalah ini.
Banyak aturan perekonomian yang disyaratkan
oleh Islam untuk menanggulangi kefakiran, tetapi
bukan berarti seorang yang fakir bisa terlepas dari
kefakirannya secara utuh. Selama masyarakat itu dapat
81
mencukupi kebutuhan pokok para fakir miskin, maka
masyarakt tersebut sudah tidak terhitung sebagai
orang-orang yang berbuat zalim.
Ini perlu dikemukakan untuk meluruskan
beberapa kesalah pahaman yang termuaat dalam buku-
buku yang berbicara tentang zakat. Mereka
mengatakan bahwa zakat adalah wasilah untuk
mendekatkan tingkatan perekonomian masyarakat. Ini
adalah sebuah persepsi yang tidak didukung oleh dalil
dan realita sejarah.
Al-Qur’an telah berbicara tentang pendekatan
tingkatan perekonomian masyarakat, yaitu tatkala
berbicara tentang pembagian fai-i, dan dilanjutkan
dengan firman Allah swt.
          

        

         

          


Artinya:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal
dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam
82
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya (Al-Hasyr : 7).
Ini berkaitan dengan kas negara yang diperoleh
dari uang damai, pajak atau jizyah, dan tak berkaitan
dengan hak milik pribadi. Harta yang diperoleh dari
fai-i adalah untuk kepentingan kaum muslimin,
sedangkan hak milik perorangan tidak masuk dalam
kategori ini. yang berkaitan dengan hak milik pribadi
adalah zakat dan orang-orang yang sudah kita sebut di
depan. Bukan tugas dan tujuan zakat untuk
mendekatkan tingkatan perekonomian masyarakat.
Zakat hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok para
fakir miskin.80

E. Harta-harta yang Diwajibkan Zakat

1. Dua Jenis Uang

Dua jenis uang yaitu meliputi uang emas dan uang


perak, serta yang sejenis dapat disertakan dengan
keduanya berupa barang-barang perdagangan, yang
mengikuti keduanya berupa barang-barang

80
Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen …., hlm. 96.
83
tambang dan harta temuan (harta karun), yang
menjadi komplemen dari keduanya berupa
lembaran uang yang digunakan sekarang ini.81 Hal
tersebut berdasarkan Firman Allah ta’ala:

‫اَّللِ فَبَ ِّشرُهم‬ َ ‫ضةَ َوَل يُن ِف ُق‬


َّ ‫وَنَا ِِف َسبِ ِيل‬ َّ ‫ب َوال ِف‬ َّ ِ
َ ‫ين يَكن ُزو َن الذ َه‬
ِ َّ
َ ‫َوالذ‬
)34 :‫بِ َع َذاب أَلِيم (التوبة‬

Artinya:
“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (At-
Taubah: 34).

Dan dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. bersabda :


‫ما من صاحب ذهب وال فضة اليؤدى حقها إال اذا كان يوم القيامة صفحت‬
‫له صفائح من نار فأحمي عليها في نارجهنم فتكوى بها جبهته وجنبه وظهره‬
)‫كلما بردت أعيدت له (رواه مسلم‬

81
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Fiqh Ibadah (Solo: Media
Insani Publishing, 2006), hlm. 255.

84
Artinya:
Tidak ada pemilik emas atau perak yang tidak
menunaikan kewajibannya, kecuali apabila telah
hari kiamat nanti, dibuatkan baginya lempengan-
lempengan dari api, dipanaskan di neraka
jahannam, lalu digosokkan ke kening, lambung, dan
punggungnya, setiap kali lempengan itu dingin
diulangi lagi (HR. Muslim).82

Penjelasan tentang nisab emas dan perak


bermula dari hadis Nabi Muhammad saw. yaitu :
:‫وعن على بن أبى طالب عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ ففيها خمسة دراهم وليس عليك‬-‫وحال عليها الحول‬-‫إذا كانت لك مائة درهم‬
‫ فإذا كان لك عشرون‬.‫ حتى يكون لك عشرون دينارا‬-‫يعني في الذهب‬- ‫شيء‬
.)‫ ففيها نصف دينار (رواه أبو داود‬-‫ وحال عليها الحول‬-‫دينارا‬

Artinya:
Dan dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw.
beliau bersabda : Apabila engkau mempunyai
(perak) 200 dirham -dan sudah sampai satu tahun-
maka zakatnya 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban
zakat -yakni pada emas- sehingga engkau

82
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, I: 155.
85
mempunyai 20 dinar. Maka apabila engkau
mempunyai 20 dinar- dan sudah sampai satu tahun-
maka zakatnya setengah dinar (HR. Abu Dawud).

Hadis tersebut menunjukkan wajibnya zakat


perak, dan banyaknya 2,5%. Hadis itu juga tidak
menunjukkan nisab (ukuran minimum) dalam zakat
perak, dan sudah menjadi kesepakatan para ulama.
Adapun nisabnya adalah 200 dirham.
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan bahwa
tidak ada yang menyalahi tentang nisabnya perak
itu 200 dirham, melainkan Ibnu Habib Al-Andalusi.
Menurut Ibnu Hajar, semua penduduk satu negeri,
masing-masing menggunakan mata uang sendiri-
sendiri. Perkataan “ Apabila engkau mempunyai
(emas) 20 dinar dan seterusnya”, ini menunjukkan
bahwa nisab emas itu 20 dinar. Begitulah pendapat
yang paling banyak dari kalangan ulama. Perkataan
“Dan sudah sampai satu tahun”, ini menunjukkan
adanya “haul” dalam zakat emas. Begitu juga
dalam zakat perak. Ini adalah merupakan pendapat
yang paling banyak dari kalangan ulama. Dan
perkataan “ Zakatnya setengah dinar ” , ini
menunjukkan bahwa zakat emas itu adalah 2,5%,

86
dan sampai saat ini belum ada terjadinya perbedaan
pendapat.83

2. Binatang Ternak

Jenis binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya


hanya unta, sapi, kerbau, dan kambing. Karena
jenis-jenis hewan ini diternakkan untuk tujuan
pengembangan melalui susu dan anaknya, sehingga
pantas dikenakan beban tanggungan (muwasah).
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. kepada
orang yang bertanya tentang hijrah kepada beliau:84
‫ويحك إن شأنها شديد فهل لك من إبل تؤدي صدقتها قال نعم قال‬
‫فاعمل من وراء البحار فإن هللا لن يترك من عملك شيئا‬
Artinya:
Hai awaslah kamu! Sesungguhnya keadaan hijrah
itu sangatlah berat. Apakah kamu mempunyai unta
yang sudah harus kau tunaikan zakatnya?. Dia
menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda, Beramallah
kamu di negerimu karena Allah takkan menyia-
nyiakan amalmu sedikitpun.

83
Faishal bin Abdul Aziz al-Mubarak, Nailul Authar (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 2009), hlm. 1164.

84
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 150.
87
Berikut sabda Rasulullah saw.:
‫والذي ال إله غيره ما من رجل تكون له إبل أو بقر أو غنم ال‬
‫يؤدي حقها إال أتي بها يوم القيامة أعظم ما تكون وأسمنه تطؤه بأخفافها‬
‫وتنطحه بقرونها كلما جازت أخراها ردت عليه أوالها حتى يقضى بين‬
)‫الناس (رواه البخاري‬
Artinya:
Demi Dzat yang tiada sesembahan selain Dia, tiada
seorang pun yang mempunyai unta, atau sapi, atau
kambing, yang tidak dia bayarkan zakatnya kecuali
akan didatangkan pada hari kiamat binatang-
binatang yang lebih besar dan lebih gemuk dari
pada yang dia punyai di dunia, lalu menginjak-
injaknya dan menanduk dia dengan tanduknya
secara bergantian. Setiap kali lewat binatang
terakhir maka binatang yang pertama sudah
kembali lagi melakukannya, sampai diputuskan
perkara antara manusia (HR. Bukhari).

Hewan lainnya seperti kuda, keledai, dan


khimar tidak dikenakan zakat, sebab hanya
dipelihara sebagai hiasan atau untuk digunakan
tenaganya. Tampaknya hanya Abu Hanifah yang
berpendapat bahwa kuda yang diternakkan (sa ’

88
imah) wajib dizakati, tetapi kedua murid utamanya,
Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan sendiri tidak
sependapat dengannya dalam hal ini. Menurut
keduanya, kuda tidak wajib dizakati, karena jelas
dinyatakan oleh Nabi s.a.w. pada hadisnya yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah:85
‫ليس على المسلم في عبده وال فرسه صدقة‬
Artinya:
Tidak ada kewajiban shadaqah (zakat) atas orang
muslim pada hamba sahaya dan kudanya.

Syarat wajibnya zakat ternak ialah :

a. Islam

Syarat pertama, calon muzaki haruslah beragama


Islam. Abu Bakar ra. berkata:
‫هذه فريضة الصدقة التي فرضها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم على المسلم‬
Artinya:
Inilah kewajiban sadaqah yang diwajibkan oleh
Rasulullah saw. atas orang-orang Muslim.

85
Lahmuddin Nasution, Fiqh…, I: 150.
89
Walaupun orang kafir akan diazab juga di akhirat
karena tidak berzakat, namun mereka tidak
dituntut mengeluarkannya. Akan tetapi, orang
yang murtad setelah terkena kewajiban zakat,
zakatnya diambil dari hartanya, baik dia masuk
Islam kembali maupun tidak.

b. Merdeka

Hamba sahaya tidak wajib berzakat sebab


mereka tidak memiliki harta atau pemiliknya
tidak sempurna. Yang diwajibkan adalah orang
yang merdeka. Untuk syarat ini, sekarang tidak
ada orang yang berstatus hamba sahaya. Semua
orang telah berstatus merdeka semenjak
dihapuskannya perbudakan oleh PBB.

c. Milik Sempurna

Harta yang tidak, atau belum menjadi milik


sempurna, tidak wajib dizakati. Dalam hal ini
harta yang dirampas atau dicuri oleh orang lain,
tidak wajib dizakati selama harta itu belum
kembali, dengan alasan pemilikan atas harta itu
terganggu, dan menjadi tidak sempurnanya
sebab pemilik tidak dapat bertasarruf padanya.

90
d. Nisab

Artinya harta itu mencapai batas minimal yang


ditentukan bagi setiap jenisnya.

e. Hawl

Yakni harta yang jumlahnya mencapai nisab itu


telah dimiliki selama satu tahun penuh, sesuai
dengan sabda Nabi saw.:
‫الزكاة في مال حتى يحول عليه الحول‬

Artinya: “ Tidak ada kewajiban zakat pada


suatu harta sampai beredar atasnya masa satu
tahun” (HR. Abu Daud).
Walaupun hadis ini tidak kuat, tetapi ia
ditopang oleh berbagai atsar dari para sahabat,
khalifah yang empat dan yang lainnya, serta
kesepakatan para tabi’in. Ternak yang dimiliki
selama kurang dari satu tahun, walaupun
jumlahnya mencapai senisab, belum wajib di
zakati. Akan tetapi, bagi anak-anak yang lahir
setelah jumlah ternak itu mencapai senisab
berlaku perhitungan hawl induknya. Induk
bersama dengan anak-anaknya dizakati
sekaligus dengan satu perhitungan. Hawl

91
disyaratkan pada zakat agar ternak itu sempat
berkembang sebelum dikeluarkan zakatnya.

f. Sawm.

Artinya ternak itu dilepas untuk makan dari


rumput yang mubah tanpa biaya atau dengan
biaya yang ringan. Dalam sebuah hadis
diterangkan:
‫إن النبي صلى هللا عليه وسلم قال في اإلبل السائمة كل أربعين بنت‬
‫لبون‬
Artinya:
Bahwasanya Nabi saw. bersabda, “pada unta
yang dilepas, tiap empat puluh wajib seekor
bintu labun”.

Menurut pendapat Imam Malik dan Al-


Lays as-sawm tidak menjadi syarat bagi
wajibnya zakat ternak. Menurut mereka ini,
unta, lembu dan kambing wajib dizakati, baik
digembalakan maupun diberi makan. Akan
tetapi, Imam Syafi ’ i dan Jumhur ulama,
berpendapat bahwa sifat as-sawm itu menjadi
syarat bagi wajibnya zakat. Mereka
92
mengemukakan alasan: dengan adanya
sebutan fi al-sa ’ imati, sebagai qayd
(pembatasan), di dalam hadis-hadis ini dapat
dipahami bahwa as-sawm merupakan syarat
bagi wajibnya zakat ternak. Qayd ini harus
diberlakukan sama pada setiap hadis yang
berbicara tentang zakat ternak tanpa
menyebutkan as-sawm.
Jadi dengan demikian, ternak yang tidak
lepas di penggembalaan, melainkan diberi
makan sepanjang tahun atau pada sebagaian
besar darinya, tidak wajib dizakati sebab
pemberian makan seperti itu membutuhkan
biaya besar. Lagi pula, biasanya hewan yang
dipelihara dengan diberi makan, tidak
dimaksudkan untuk berkembang biak, sehingga
tidak layak dizakati.
Hewan yang dipekerjakan untuk
membajak, memutar kincir air atau digunakan
untuk pengangkutan tidak wajib dizakati,
sekalipun ia dilepas untuk mencari makan
sendri, sebab hewan seperti itu dipelihara
untuk digunakan, jadi sama dengan pakaian,
tidak dizakati.86

86
Lahmuddin Nasution, Fiqh…, I: 150.
93
3. Zakat Hasil Bumi

a. Biji dan Buah-buahan

Zakat hasil bumi meliputi biji-bijian adalah


semua yang ditanam pada waktu tertentu,
seperti gandum, gandum syair, kacang, kacang
himash (chick pea), kacang rumput (grass pea),
kentang, kacang adas, biji, padi, dan sejenisnya.
buah-buahan seperti korma, zaitun dan anggur.87
Berdasarkan firman Allah swt.:

‫ات َما َك َس ْب تُ ْم َوِِمَّا‬ ِ ‫ي أَيُّها الَّ ِذين آَمنُوا أَنِْف ُقوا ِمن طَيِب‬
َ ْ َ َ َ َ
‫يث ِم ْنهُ تُ ْن ِف ُقو َن‬َ ِ‫اْلَب‬
ْ ‫ض َوَال تَيَ َّم ُموا‬ِ ‫أَ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِم َن ْاْل َْر‬
‫اّللَ غَ ِ ي‬
‫ن‬ َّ ‫َن‬ ُ ‫َولَ ْستُ ْم ِِبَ ِخ ِذ ِيه إَِّال أَ ْن تُغْ ِم‬
َّ ‫ضوا فِ ِيه َوا ْعلَ ُموا أ‬
)267 :‫َحيد (البقرة‬ َِ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di


jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

87
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Fiqh Ibadah (Solo: Media
Insani Publishing, 2006), hlm. 257.
94
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji (QS. Al-Baqarah : 267)

‫ري َم ْع ُرو َشات َوالنَّ ْخ َل‬ َ ْ َ‫شأَ َجنَّات َم ْع ُرو َشات َوغ‬ َ ْ‫َو ُه َو الَّ ِذي أَن‬
‫شابِه‬َ َ‫ش ِاِبًا َوغَ ْ َري ُمت‬
َ َ‫الرَّما َن ُمت‬ َّ ‫ع ُُمْتَِل ًفا أُ ُكلُهُ َو‬
ُّ ‫الزيْتُو َن َو‬ َ ‫الزْر‬
َّ ‫َو‬
ِ ‫ُكلُوا ِمن َْثَ ِرِه إِذَا أَ ْْثَر وَآتُوا ح َّقهُ ي وم حص‬
‫اد ِه َوَال تُ ْس ِرفُوا‬ َ َ َ َْ َ َ َ ْ
ِ ُّ ‫إِنَّهُ َال ُُِي‬
)141 :‫ي (اْلنعام‬ َ ‫ب ال ُْم ْس ِرف‬
Artinya:

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang


berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya),
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam
itu) bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin), dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

95
menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-
An’am : 141).

Para ulama telah sepakat mewajibkan


zakat atas hasil bumi berupa tanaman-tanaman
dan buah-buahan, yang sudah mencapai
nisabnya (750 kg) pada setiap panen,
berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267
dan Al-An’am ayat 141. Persentase zakatnya ialah
10% bagi tanah yang tadah hujan, dan 5% bagi
tanah yang mendapatkan air dengan alat
mekanik atau dengan biaya.88

Dan dari riwayat Bukhari, Nabi


Muhammad saw. bersabda :

ُ‫اّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّه‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫اّلل‬ ِ ‫َع ْن َس ِال َع ْن أَبِ ِيه َع ْن ر ُس‬
َ
ِ ِ
َ ‫الس َماءُ َوالْعُيُو ُن أ َْو َكا َن َعثَ ِراي الْعُ ْش َر َوف‬
‫يما‬ َّ ‫ت‬ ْ ‫يما َس َق‬ َ ‫َس َّن ف‬
‫ف الْعُ ْش ِر‬ ْ ِ‫ض ِح ن‬
َ ‫ص‬ ْ َّ‫ُس ِق َي ِِبلن‬

Artinya:

88
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: CV Haji
Masagung, 1987), hlm. 210.
96
Dari Salim, dari ayahnya, dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau
menetapkan pada (hasil bumi) yang disiram oleh
langit (hujan), dan mata air, atau diari dengan
irigasi, sepersepuluh, dan pada yang disiram
dengan menggunakan tenaga hewan (al-nadh)
seperduapuluh. (HR. Bukhari)89

Dari dalil-dalil tersebut para ulama


sepakat mengatakan wajibnya zakat pada dua
jenis biji-bijian, gandum (hinthah) serta sya’ir,
dan dua jenis buah-buahan, kurma dan anggur.

Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat


wajib pada semua hasil bumi, kecuali rumput,
kayu api (hathab) dan bambu (qashb), dengan
alasan bahwa dalil-dalil, hadis dan ayat, yang
berkenaan dengan zakat bersifat umum,
sedangkan pengecualian ketiga macam ini
didasarkan atas adanya ijma’ bahwa itu tidak
wajib dizakati. Lebih lanjut ia juga berpendapat
bahwa zakat hasil bumi itu tidak terkait dengan
nisab. Jadi setiap hasil pertanian wajib di zakati,
baik sedikit maupun banyak. Ini juga
didasarkannya atas keumuman dalil-dalil
berkenaan.

89
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 159.
97
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam
Malik dan Imam Syafi ’ i berpendapat bahwa
selain empat jenis yang disepakati di atas, zakat
juga diwajibkan pada semua jenis hasil bumi yang
dapat dijadikan sebagai makanan pokok (qut) dan
tahan disimpan (yuddakhar) lama. Dalam hal ini
mereka beralasan bahwa kewajiban zakat itu
dikaitkan dengan illat yaitu keadaan hasil bumi itu
dapat dijadikan sebagai makanan pokok. Oleh
karena itu, semua yang bersifat demikian wajib
dizakati. Mereka juga mengemukakan bahwa
kewajiban itu terkait dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan sebagai nisabnya.90
Nisab biji makanan yang mengenyangkan dan
buah-buahan adalah 300 sha’ (lebih kurang 930
liter) bersih dari kulitnya. Sabda Rasulullah saw:
‫ليس فى حب وال تمر صدقة حتى يبلغ خمسة أوسق (رواه‬
)‫مسلم‬

Artinya:
Tidak ada sedekah (zakat) pada biji dan buah-
buahan sehingga mencapai lima wasaq (HR.
Muslim).

90
Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 161.
98
‫الوسق ستون صاعا‬: ‫عن أبى سعيد أن النبى صلى هللا عليه وسلم قال‬
)‫(رواه أحمد وابن ماجه‬

Artinya:

Dari Abu Sa ’ id, sesungguhnya Nabi saw.


berkata:satu wasaq enam puluh sha ’ (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah).

1 Wasaq = 60 Sha’

5 Wasaq = 5 x 60 Sha’ = 300 Sha’

1 Sha’ = 3,1 liter.

Jadi, 300 x 3,1 = 930 liter (satu nisab)


Zakatnya kalau yang diairi dengan air
sungai atau air hujan adalah 1/10 (10%). Tetapi
kalau diairi dengan air kincir yang ditarik oleh
binatang, atau disiram dengan alat yang memakai
biaya, zakatnya adalah 1/20 (5%). Sabda Nabi
Muhammad saw:

ِ َ َ‫اّلل َعلَي ِه وسلَّم ق‬ َِّ ‫ول‬


َّ َ ‫اّلل‬ ِ ‫َع ْن َجابِر َع ْن ر ُس‬
‫يما‬
َ ‫ال ف‬ َ َ َ ْ َُّ ‫صلى‬ َ
ْ ِ‫السانِيَةُ ن‬ ِ ‫شور وفِيما س َق‬ ِ
‫ف‬ُ ‫ص‬ َّ ‫ت‬ ُ َ‫َس َقت ْاْل َْْن‬
َ َ َ ُ ُ ُ‫ار َوالْغَْي ُم الْع‬
(‫شوِر)رواه أحمد و مسلم والنسائى‬ ُ ُ‫الْع‬
Artinya:
99
Jabir telah menceritakan hadist berikut yang ia
terima langsung dari Nabi saw. yang telah
bersabda: pada biji yang diairi dengan air sungai
dan hujan, zakatnya sepersepuluh, dan yang
diairi dengan kincir ditarik oleh binatang,
zakatnya seperdua puluh (HR. Ahmad, Muslim
dan Nasa’i)

Selebihnya dari satu nisab (300 Sha’)


dihitung zakatnya menurut perbandingan yang
tersebut di atas (10% atau 5%). Mulai wajib zakat
biji dan buah-buahan ialah bila sudah dimiliki
yaitu dari sesudah masak. Zakat itu wajib
dikeluarkan tunai apabila sudah terkumpul, dan
yang menerimanya sudah ada. Biaya mengurus
biji dan buah-buahan, misalnya biaya mengetam,
mengeringkan, membersihkan, membawanya,
dan sebagainya semua itu wajib dipikul oleh yang
punya (pemilik), berarti tidak mengurangi
hitungan zakat itu sendiri.91

b. Zakat Hasil Tanah yang Disewakan

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat


sebagai berikut :

91
Sulaiman Rasjid Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2015), hlm. 204.
100
1) Jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat,
penyewa tanahlah yang wajib menzakatinya,
sebab yang wajib di zakati itu adalah hasil
tanahnya, bukan tanahnya sendiri. Maka yang
memiliki hasil tanahnya itulah yang wajib
menzakatinya. Mahmud Syaltut memperkuat
pendapat Jumhur dengan alasan, bahwa
beban zakat berkaitan dengan hasil
tanamannya, sehingga zakatnya itu sebagai
pernyataan syukur yang bersangkutan atas
hasil tanaman yang baik, selamat dari musibah
banjir, hama wereng dan sebagainya.

2) Abu Hanifah berpendapat, pemilik tanahnya


yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya,
sebab tanah itulah asal mula timbulnya
kewajiban zakat, tiada tanah tiada pula hasil
tanaman.

Ibnu Rasyd menganalisis adanya


perbedaan pendapat ulama tersebut adalah
disebabkan oleh karena perbedaan sudut
pandangannya. Apakah beban zakat itu berkaitan
dengan tanahnya, ataukah dengan hasil
tanahnya, ataukah dengan kedua-duanya, yakni
tanah dengan hasilnya. Tampaknya Jumhur
melihat kepada harta benda yang wajib dizakati,
ialah berupa hasil tanamannya itu, sedangkan
101
Abu Hanifah melihat kepada harta benda yang
menjadi asal mula timbulnya kewajiban zakat.92

4. Zakat Barang Dagangan

Barang dagangan (urudh al-tijarah) wajib dizakati


berdasarkan hadis:
‫في اإلبل صدقتها وفي الغنم صدقتها وفي البر صدقتها‬

Artinya:

Pada unta ada kewajiban sadaqah, pada


kambing ada kewajiban sadaqah, dan pada al-
bazz ada kewajiban sadaqahnya (HR. Hakim).

Al-Bass ialah kain yang disiapkan oleh


penjual kain untuk dijual. Dari hadist ini dipahami
bahwa barang-barang yang disiapkan untuk
dijual wajib dizakati. Selain itu, dalam ayat Al-
Qur’an ditegaskan:

‫ات َما َك َس ْب تُ ْم َوِِمَّا أَ ْخ َر ْجنَا‬


ِ ‫ي أَيُّها الَّ ِذين آَمنُوا أَنِْف ُقوا ِمن طَيِب‬
َ ْ َ َ َ َ
)267 :‫ض (البقرة‬ ِ ‫لَ ُك ْم ِم َن ْاْلَ ْر‬
Artinya:

92
Masjfuk Zuhdi, Masail …, hlm. 213
102
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu (Al-Baqarah:
267).

Menurut Mujahid ayat ini diturunkan


berkenaan dengan zakat tijarah, barang-barang
dagangan. Alasan lain yang dikemukakan ialah
bahwa barang dagangan itu dimaksudkan untuk
pengembangan (nama’) sama halnya dengan
ternak yang digembalakan, dan oleh karena itu
dikenakan zakat. Suatu barang dianggap menjadi
barang dagangan bila terpenuhi dua syarat, yaitu:

a. Barang itu dimiliki melalui aqad yang


mengandung pertukaran (‘iwad) seperti jual
beli, atau sewa menyewa.

b. Pada waktu berakad, diniatkan bahwa barang


itu akan diperdagangkan, tetapi niat seperti ini
tidak diperlukan lagi pembelian-pembelian
selanjutnya.

Nisab awal barang dagangan sama


dengan nisab emas dan perak, yaitu 200 dirham
atau 20 dinar, menurut nilai harganya pada akhir
hawl. Jadi bila perdangan itu telah berlangsung
satu hawl maka barang-barang itu wajib
103
diperhitungkan nilai harganya. Apabila pada akhir
hawl itu nilainya, ditambah dengan uang yang
ada ditangannya mencapai senisab wajiblah
dikeluarkan zakatnya. Besarnya zakat yang harus
dikeluarkan juga sama dengan emas dan perak,
yakni seperempat puluh (2,5%) dari keseluruhan
nilai barang serta uang yang dimilikinya, dan
dibayarkan dalam bentuk uang, emas atau perak
sesuai dengan modalnya.

5. Zakat Profesi

Salah satu sumber zakat kontemporer adalah


zakat profesi. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan
bahwa penghasilan yang didapat dari profesi
adalah penghasilan atau pendapatan yang
diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian
yang dilakukan secara sendiri maupun secara
bersama-sama. Keahlian yang dilakukan sendiri,
misalnya profesi dokter, arsitek, ahli hukum,
penjahit, pelukis, seorang da’i atau mubaligh
dan lain sebagainya. Sementara keahlian yang
dilakukan secara bersama-sama, misalnya
pegawai baik pemerintah maupun swasta
dengan menggunakan sistem upah atau gaji.

Hal yang menjadi landasan penetapan


penghasilan atau pendapatan dari profesi

104
sebagai sumber zakat diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum


mewajibkan semua jenis harta untuk
dikeluarkan zakatnya.

b. Berbagai pendapat para ulama menyatakan


adanya zakat profesi atau zakat penghasilan,
meskipun dengan menggunakan istilah yang
berbeda. Sebagian menggunakan istilah
umum, al-amwaal atau al-maal, sementara
sebagian lagi memberikan istilah khusus
dengan istilah al-maal al-mustafaad, seperti
terdapat dalam Fiqhus zakat dan al fiqh al
islam wa Adillatuhu.

c. Dari sudut keadilan ciri utama ajaran Islam


bahwa penetapan kewajiban zakat pada
setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat
jelas, dibandingkan dengan hanya
menetapkan kewajiban zakat pada
komoditas-komoditas tertentu. Petani yang
saat ini kondisinya yang secara umum kurang
beruntung harus tetap berzakat, apabila hasil
pertaniannya telah mencapai nisab. Oleh
karena itu, sangat adil apabila zakat ini pun
bersifat wajib pada penghasilan yang

105
didapatkan para dokter, para ahli hukum,
konsultan dalam berbagai bidang, para
dosen, para pegawai dan karyawan yang
memiliki gaji tinggi, dan profesi lain-lainnya.

d. Sejalan perkembangan kehidupan umat


manusia, khususnya dalam bidang ekonomi,
kegiatan penghasilan melalui keahlian dan
profesi ini akan semakin berkembang dari
waktu ke waktu. Bahkan, akan menjadi
kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi
di negara-negara industri sekarang.

Kalangan umat Islam internasional


dalam Muktamar internasional I tentang zakat,
di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan
tanggal 30 April 1984 M) telah menyepakati
bahwa wajibnya zakat profesi apabila telah
mencapai nisab, meskipun mereka berbeda
pendapat dalam cara mengeluarkannya.

Secara nasional, melalui undang-


undang No. 38 tentang pengelolaan zakat Bab IV
pasal 11 ayat 2 telah dikemukakan bahwa harta
yang dikenai zakat adalah emas, perak, dan
uang, perdagangan dan perusahaan, hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil
perikanan, hasil pertambangan, hasil

106
peternakan, hasil pendapatn dan jasa, serta jasa.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah
memutuskan fatwanya mengenai zakat
penghasilan dalam keputusan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia no. 3 Tahun 2003 tentang zakat
penghasilan dengan keputusan sebagai berikut:

a. Ketentuan umum dalam fatwa ini, yang


dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorium, upah,
jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara
halal, baik rutin seperti pejabat negara,
pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin
seperti dokter, pengacara, konsultan, dan
sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh
dari pekerjaan bebas lainnya.

b. Hukum semua bentuk penghasilan halal wajib


dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nisab dalam satu tahun yakni
senilai emas 85 gram.

c. Waktu pengeluaran zakat:

1) Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada


saat menerima jika sudah cukup nisab.

2) Jika tidak mencapai nisab maka semua


penghasilan dikumpulkan selama satu
107
tahun kemudian zakat dikeluarkan jika
penghasilan bersihnya sudah cukup nisab.

d. Kadar zakat

Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%


dari ketentuan fatwa di atas bahwa semua
yang dianggap penghasilan, baik rutin
maupun tidak, wajib dikeluarkan zakatnya
dengan persentase 2,5%. Pembayaran zakat
penghasilan bisa dilakukan pada saat
menerima penghasilan tersebut atau
diakumulasikan pada akhir tahun.93

Tentunya pada masa sekarang ini


berbeda dengan masa awal Islam. Pada saat
sekarang ini banyak profesi yang bermunculan
yang mendapat rezeki secara gampang dan
melipah, yang kiranya tidak terbayang oleh para
ulama dan intelektual Islam terdahulu.
Pekerjaan-pekerjaan professional tertntu seperti
komisaris pemborong berbagai konstruksi,
bankir, konsulat, analisis, broker, dokter,
sutradara, apoteker, importir, notaris, dosen,
broker, artis, dan berbagai penjualan jasa lainnya
yang amat mudah menghasilkan uang/harta.

93
Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya …, hlm.
106.
108
Bahkan karena kemudahan tersebut,
sebagian cendekiawan seperti M. Amien Rais
malah menawarkan kadar zakat yang harus
dikeluarkan terhadap mereka bukan 2,5% (kadar
zakat emas dan perak) melainkan kadar zakatnya
dianalogikan pada zakat harta temuan yakni 10%
sampai 20% adapun alasan Amien Rais, bahwa
bagi pekerja profesi dengan sangat mudah
mendapatkan harta dan tidak perlu sampai keluar
keringat, sebagaimana petani di sawah.
Selain itu juga argumen sederhana yang
diungkapkan oleh Amien Rais tentang perbedaan
pengeluaran zakat terhadap hasil bumi
(pertanian/perkebunan); jika sawah
menggunakan air hujan maka kadar zakatnya
10% adapun sawah yang air dengan memakai
irigasi (sistem pengairan pompa/diesel), maka
kadar zakatnya lima persen.
Sisi lain bisa diambil suatu bentuk
dengan melihat tingkat usaha yang dilakukan
ketika semakin tinggi peranan pemilik sawah
dalam mendapatkan air untuk mengaliri
tanaman, maka semakin sedikit kadar zakat yang
dikeluarkan.
Berpegang pada ‘illah di atas, wajar jika
Amien Rais memberikan tawaran terhadap zakat
profesi dengan kadar dianalogikan pada zakat

109
harta temuan. 94 Meskipun demikian, itu
hanyalah pendapat cendekiawan, dan masih
perlu ditelaah kembali, terutama kaitannya
dengan dalil-dalilnya.

6. Zakat Hasil Tambang

Bila seseorang muzakki (muslim dan


merdeka) menghasilkan senisab emas atau perak
dari usaha penambangan yang dilakukan di tanah
tak bertuan atau di tanah miliknya sendiri, maka
emas atau perak itu menjadi miliknya dan ia wajib
mengeluarkan zakatnya. Ini didasarkan atas
hadis:
‫إن النبى صلى هللا عليه وسلم أقطع بالل بن الحارث المزني المعادن‬
‫القبلية وأخذ منه الزكاة‬

Artinya:

Bahwa Nabi saw. memberi (iqtha’) bilal ibn al-


Harits al-Muzani tanah pertambangan al-
Qabliyyah dan beliau mengutip zakat darinya.

Zakat hasil tambang itu wajib dikeluarkan


segera, tanpa menunggu berlalunya satu hawl.
Jadi dalam hal ini perhitungan nisab tetap

94
Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 51.
110
disyaratkan karena dalil-dalil tentang
persyaratan nisab itu bersifat umum, tidak
membedakan antara jenis harta yang satu
dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak
disyaratkan hawl karena persyaratan pada harta
yang lainnya hanyalah agar harta itu dapat
dikembangkan (nama’) untuk memperoleh
keuntungan. Jika jumlah penghasilan tambang
tidak mencapai senisab, maka ia tidak dikenakan
zakat, sebab tidak memenuhi persyaratan. Akan
tetapi, bila usaha penambangan itu dilakukan
secara berkelanjutan maka perhitungan nisab
dilakukan atas gabungan dari keseluruan
pendapatannya. Apabila jumlahnya telah cukup
senisab, ia wajib mengeluarkan zakatnya.

Zakat yang wajib dikeluarkan dari hasil


tambang ini sama dengan zakat emas dan perak
lainnya yaitu seperempat puluh bagian. Pendapat
ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam
Malik. Dalam hal ini Abu Hanifah berpendapat
lain, menurutnya baik hawl maupun nisab tidak
berlaku terhadap hasil tambang, dan jumlah yang
wajib dikeluarkan pun bukan seperempat puluh,
melainkan seperlima, sama dengan rikaz. Jadi
menurutnya, hasil tambang banyak atau sedikit
tetap wajib di zakati dan harus segera
dikeluarkan seperlimanya.
111
Menurut versi Mas’ud, rincian nisab, haul
dan kadar pengeluaran zakat adalah sebagai
berikut:

No Jenis Harta Nishab Haul Kad


ar
1 2 3 4 5
A. ZAKAT HARTA :
I Emas, Perak, dan
Uang:
1. Emas Murni 94 gram 1 2,5
emas Tahun %
2. Perhiasan Senilai 94 1 2,5
Wanita, gram Tahun %
Peralatan, dan emas
Perabot dari murni
emas
3. Perak 672 gram 1 2,5
Tahun %
4. Perhiasan Senilai 1 2,5
Wanita, 672 gram Tahun %
Peralatan, dan perak
Perabot dari
Perak
5. Logam Mulia Senilai 94 1 2,5
selain emas, gram Tahun %
112
perak, seperti emas
platina murni
6. Batu permata Senilai 94 1 2,5
seperti intan gram Tahun %
berlian emas
murni
No Jenis Harta Nishab Haul Kad
ar
1 2 3 4 5
II Perusahaan/Pendapata
n/ Perdagangan Senilai 94 1 2,5
1. Industri seperti gram Tahun %
tekstil, batik, emas
kapur, murni
tempe/tahu, dll.
2. Industri Senilai 94 1 2,5
Pariwisata, gram Tahun %
seperti hotel, emas
restoran, murni
bioskop, kolam
renang.
3. Perdagangan, Senilai 94 1 2,5
seperti ekspor- gram Tahun %
impor, emas
pertokoan, murni
warung, dll
4. Jasa, seperti Senilai 94 1 2,5
notaris, gram Tahun %

113
akuntan, travel, emas
designer, dll. murni
5. Real estate, Senilai 94 1 2,5
seperti gram Tahun %
perumahan, emas
penyewaan murni
rumah/ tanah
6. Pendapatan, Senilai 94 1 2,5
seperti gaji, gram Tahun %
honorarium, emas
komisi, murni
penghasilan
dokter
7. Usaha-usaha Senilai 94 1 2,5
pertanian, gram Tahun %
Perkebunan, emas
Perikanan, murni
seperti tambak,
kebun teh/kopi,
peternakan
ayam, dll
8. Uang Senilai 94 1 2,5
simpanan, gram Tahun %
seperti tabnas, emas
deposito, Uang murni
tunai

BINATANG 40-120 1 1
III TERNAK ekor Tahun ekor
114
1. Kambing, Biri-
biri, Domba
121-200 1 2
ekor Tahun ekor
201-300 1 3
ekor Tahun ekor
2. Sapi 30 ekor 1 1
Tahun ekor
umu
r1
tahu
n
40 ekor 1 1
Tahun ekor
umu
r2
tahu
n
60 ekor 1 2
Tahun ekor
umu
r1
tahu
n
70 ekor 1 1
Tahun ekor
umu
r1
th
115
dan
1
ekor
umu
r2
th
dan
1
ekor
umu
r1
th
Tabel 2.5.
Tabel Nisab, Haul dan Kadar Harta-harta Zakat
Dari tabel di atas disebutkan jenis-jenis usaha
modern yang berkembang dan dapat meningkatkan
perekonomian seseorng yang belum ada pada zakam
Rasulullah saw. yaitu jenis Industri, pertanian dan
perkebunan, perdagangan modern, jasa dan pendapatan.95

F. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia

Walaupun terdapat pokok perbedaan antara


zakat dan sumber-sumber modern keuangan negara,
namun zakat dapat dihubungankan dengan empat
norma perpajakan Adam Smith yaitu: persamaan,

95
Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 48.
116
kepastian, kemudahan, dan ekonomi. Pertama,
menurut norma persamaan,: setiap warga dari suatu
negara harus menyumbang untuk menyokong
pemerintah, sebanding penghasilan yang mereka
peroleh, untuk mendapatkan perlindungan negara.
Setiap orang menyumbang guna pemeliharaan
negara menurut kemampuannya. Karena itu orang
kaya harus membayar lebih banyak dari orang
miskin. Hal ini berlaku dalam sistem modern
perpajakan yang menentukan pungutan pajak
berdasarkan penghasilan seseorang. Sebaliknya,
zakat dipungut atas tabungan yang dihimpun dengan
tarif seragam yang menjamin pengorbanan yang
sama. Di samping itu, zakat tidak dapat digunakan
oleh negara sekehendak hatinya. Jelas dinyatakan
bahwa tujuan zakat diperuntukkan buat si miskin,
dan si kaya hanya sedikit atau secara tidak langsung
memperoleh manfaat langsung daripadanya.

Kedua, menurut norma kepastian, ”pajak


yang harus dibayar seseorang adalah pasti dan tidak
dapat ditetapkan secara sewenang-wenang. Waktu
pembayaran, jumlah yang akan dibayar, harus jelas
dan nyata bagi si wajib pajak dan orang lain.”
Pembayar pajak harus mengetahui jumlah yang
harus dibayarkan sehingga ia dapat menyesuaikan
pengeluaran dengan pendapatannya. Pembayar
pajak juga harus mengetahui bila ia harus membayar
117
dan mengapa ia membayar. Mengenai kepastian
zakat, tidak ada perbandingannya, karena
ketentuan-ketentuan pokoknya ditetapkan secara
pasti dan tidak berubah-ubah berdasarkan
ketentuan illahi. Seperti setiap ajakan lainnya, prinsip
penaksiran biasa akan memungkinkan negara
memastikan jumlah pengahasilan yang data
diperoleh dari zakat.

Ketiga, norma kemudahan menyatakan


bahwa, ”setiap pajak harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga hanya mengambil dan menyingkirkan
dari kantor rakyat sedikit mungkin, di samping yang
dimasukannya ke dalam perbendaharaan negara.”
Ketentuan tentang pemungutan zakat pun harus
dibuat sesederhana mungkin sehingga tidak
diperlukan pengetahuan khusus untuk
mengetahuinya, dan karena itu pasti biaya menjadi
ekonomis. Demikian pula sedikitnya ada dua puluhan
ayat dalam Al Quran yang mempertautkan antara
zakat dan shalat. Arti penting inilah yang
meyebabkan zakat menjadi suatu ibadah yang sangat
tinggi kedudukannya, dan dengan demikian menjadi
mudah pelaksanaannya. Juga menjadi tidak mahal,
dan dilakukan dengan sukarela.

Perlu dicatat bahwa akhir-akhir ini para ahli


ekonomi telah menambahkan dua norma mengenai
118
zakat yaitu norma produktifitas dan norma elastisitas.
Tidak perlu dikatakan bahwa zakat sangat konsisten
dengan norma produktifitas karena dikenakannya
uang yang menganggur dalam bentuk zakat yang
dengan sendirinya menyalurkan hasil pajak itu ke
bidang produksi, sehingga pada gilirannya dapat
menambah kekayaan nasional suatu negara. Memang
benar bahwa zakat nampaknya tidak elastis dalam arti
istilah modern, tetapi masalah elastisitas kehilangan
kekuatannya, karena dalam rangka menuju
masyarakat islami, seorang kepala negara dapat
membuat dan menetapkan pajak baru menurut
perubahan keadaan.96

Berbicara mengenai pembangunan atau


pengembangan zakat di Indonesia tentu tidak lepas
dari strategi pokok yang menunjang, agar
pembangunan tersebut berjalan baik dan sesuai
dengan harapan. Ada beberapa langkah, yang
menurut penulis, dapat dilakukan dalam rangka
akselerasi pembangunan zakat di Indonesia. Langkah-
langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, optimalisasi sosialisasi zakat. Perlu
disadari bahwa zakat membutuhkan sosialisasi yang
mendalam. Harus diakui pada satu sisi, kesadaran
masyarakat untuk berzakat semakin meningkat dari

96
M Abdul Manan, Teori dan Praktek Agama Islam
(Yogyakarta,1997), hlm. 264-266.
119
waktu ke waktu. Namun, pada sisi yang lain antara
potensi dana zakat dengan realisasi pengumpulannya
terdapat gap yang sangat besar. Untuk itu, sosialisasi
menjadi sebuah kebutuhan yang tidak dapat di tawar
lagi.
salah satu bentuk sosisalisasi adalah dengan
melakukan kampanye sadar zakat secara terus
menerus. Komponen bangsa, mulai presiden, diminta
untuk turut berpartisipasi dalam kampanye ini dengan
memberi contoh membayar zakat. Bahkan, untuk
mengefektifkan kampanye ini, presiden dan seluruh
kabinet indonesia bersatu di imbau untuk memiliki
NPWZ (nomor pokok wajib zakat) sebagai bukti
keterlibatan mereka di dalam mendukung sosialisasi
zakat ini. pada bulan ramadhan 1427 H, presiden dan
beberapa menteri sudah berzakat melalui BAZNAZ.
Koordinasi dan kerja sama dengan simpul-
simpul masyarakat, baik itu para ulama, ormas-ormas
Islam, cendikiawan, maupun masyarakat awam, harus
lebih diperkuat. Berbagai sarana dan media
komunikasi mulai dari khotbah jumat, pengajian
rutin, majlis taklim, hingga media massa, harus dapat
di manfaatkan secara optimal dalam sosialisasi zakat
ini. diharapkan kesadaran masyarakat akan semakin
tumbuh dan berkembang.
Kedua, membangun citra lembaga zakat yang
amanah dan profesional. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan mengingat saat ini telah terjadi krisis
kepercayaan antar sesama komponen masyarakat.
120
Pembangunan citra ini merupakan hal yang sangat
fundamental. Citra yang kuat dan baik akan
mengiring masyarakat yang terkategorikan sebagai
muzakki untuk mau menyalurkan dana zakatnya
melalui amil. Sebaliknya, buruknya pencitraan hanya
akan mengakibatkan rendahnya partisipasi muzakki
untuk menyalurkan dananya melalui lembaga amil.
Dengan demikian, pencitraan amil ini merupakan hal
yang sangat strategis.
Akuntabilitas, transparansi, dan corporate
culture merupakan tiga hal pokok yang menentukan
citra lembaga yang amanah dan profesional. Harus
disadari bahwa profesi amil ini bukan merupakan
profesi sampingan yang di kerjakan dengan tenaga
dan waktu yang sisa. Yang membutuhkan komitmen
dan kesungguhan di dalam praktiknya. Profesi amil
telah tumbuh menjadi profesi baru dalam dunia bisnis
dan industri. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
profesi amil dewasa ini menuntut profesionalitas
dalam praktiknya. Saat ini, bukan zamannya lagi
mengelola zakat secara asal-asalan. Sebab, tujuan
zakat untuk mengentaskan kemiskinan tidak akan
pernah tercapai bila zakat tersebut tidak di kelola
secara profesional dan transparan.
Ketiga, membangun sumber daya manusia
(SDM) yang siap untuk berjuang dalam
mengembangkan zakat di indonesia. Mungkin, peran
Institut managemen zakat (IMZ) sebagai sentra utama
dalam mencetak SDM-SDM yang siap menjadi
121
praktisi pengelola zakat perlu ditingkatkan. IMZ atau
yang sejenisnya ini sebaliknya dikelola secara
terpusat oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).
Model IMZ atau AIZ (Akademi Ilmu Zakat) ini
adalah model STAN yang berada dibawah naungan
Departemen Keuangan maupun sekolah-sekolah
tinggi yang berada di bawah naungan departemen-
departemen lainnya. IMZ dan atau AIZ ini, sesuai
dengan namanya, menawarkan program diploma
yang para alumninya akan disalurkan untuk bekerja
pada institusi-institusi zakat, seperti BAZNAS,
BAZDA, maupun LAZ-LAZ yang telah ada. Pada
saat ini, pemerintah (Departemen Agama) telah
menempatkan. PNS-PNS di BAZNAS dan BAZDA-
BAZDA.
Keempat, memperbaiki dan menyempurnakan
perangkat peraturan tentang zakat di Indonesia,
termasuk merevisi undang-undang No. 38/1999. Hal
ini sangat penting mengingat UU tersebut merupakan
landasan legal formal bagi pengelola zakat secara
nasional, termasuk melkukan revisi keppres tentang
BAZNAS.
Kelima, membangun database mustahik dan
muzakki secara nasional sehingga diketahui peta
penyebarannya secara tepat. Indikator seseorang
apakah terkategorikan sebagai mustahik ataupun
muzakki juga harus diatur secara jelas, tepat, dan di
sesuaikan dengan kondisi yang ada.

122
Keenam, menciptakan standarisasi mekanisme
kerja BAZ dan LAZ sebagai parameter kinerja kedua
lembaga tersebut. Selama ini, belum ada standar baku
dalam praktiknya. Oleh karena itu, hal ini telah
menjadi kebutuhan yang sangat mendesak agar
masyarakat memiliki ukuran yang jelas di dalam
mengontrol pengelolaan zakat di tanah air. Kemudian,
standarisasi tersebut juga dimaksudkan sebagai
indikator transparansi dan akuntabilitas institusi
zakat.
Ketujuh, memperkuat sinergi atau ta’awun
antar lembaga zakat, seperti yang sudah dilakukan
antara BAZNAZ dengan Dompet Dhu’afa, maupun
dengan yang lainnya. Sinergi ini diharapkan dapat
lebih meningkatkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat bagi kepentingan mustahik.
Sinergi antara BAZNAS dan FOZ harus lebih
ditingkatkan. Demikian pula dengan oramas-ormas
Islam lainnya.
Kedelapan, membangun sistem zakat nasional
yang mandiri dan prosfessional. Ini adalah ultimate
goal yang harus menjadi target kita bersama.
Perkembangan pengelolaan zakat dalam satu
dasawarsa ini telah menunjukkan hal yang sangat
menggembirakan. Pengelolaan zakat yang dulunya
dilaksanakan secara tradisional dengan zakat fitrah
sebagai sumber utamanya, kini telah mengalami
perubahan signifikan. Sumber-sumber zakat dalam
perekonomian modern dewasa ini semakin bervariasi.
123
Pengelolaan zakat menuntut profesionalisme dan
tanggung jawab lebih.
Zakat pun kini semakin menunjukkan perannya
yang semakin strategis. Bahkan, zakat telah dianggap
sebagai solusi atas permasalahan utama, yang
dihadapi oleh bangsa indonesia, yaitu kemiskinan dan
kesenjangan sosial. untuk itu, dibutuhkan komitmen
kuat dari semua pihak untuk menyukseskan
pembangunan zakat di Tanah Air.
Berdasarkan pada petunjuk syariah dan contoh
pelaksanaan di zaman Nabi Muhammad saw. dan para
sahabatnya serta realitas pengelolaan zakat di
Indonesia maka dalam Musyawarah Nasional Forum
Zakat (Munas FOZ) diusulkan penyusunan cetak biru
zakat Indonesia atau arsitektur perzakatan di
Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Lima Tahun Pertama (2006-2011)
a. Sosialisasi kepada masyarakat tentang
pentingnya mengeluarkan zakat melalui amil
zakat. Sosialisasi ini dilakukan secara terus-
menerus oleh seluruh badan dan amil zakat
melalui kerja sama dengan semua organisasi
umat, seperti Majlis Ulama Indonesia (MUI),
Organisasi Islam, dan Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam. Sosialisasi ini dilakukan
melalui televisi, surat kabar, majalah, radio,
medium khotbah jumat, majlis taklim, bahkan
melalui kurikulum lokal, bersama dengan
ekonomi syariah.
124
b. Sosialisasi ini mutlak dilakukan secara sinergi
antara sesama badan dan amil zakat.
c. Periode lima tahun ini sekaligus untuk melihat
badan dan lembaga amil zakat yang memiliki
kesugguhan untuk melakukan kegiatan kerja
sama, sinergi, dan koordinasi.
d. Pada periode ini, forum zakat (FOZ) diharapkan
menjadi zakat watch dengan anggotanya badan
amil zakat (BAZ) dan lembaga amil zakat
(LAZ) seluruh Indonesia.

2. Lima Tahun Kedua (2011-2017)


a. Menjadikan semua badan dan lembaga amil
zakat di Indonesia di bawah koordinasi/di
bawah payung, juga sebagai perwakilan badan
amil zakat nasional (BAZNAS) dengan
mengupayakan aspek pendayagunaan.
BAZNAS diharapkan menjadi “pusat
perzakatan” di Indonesia.
b. Untuk mengarah pada poin pertama, diperlukan
kegiatan-kegiatan kerja sama, baik yang
menyangkut konsep maupun yang menyangkut
implementasi.
c. Pada periode ini, forum zakat (FOZ) diharapkan
tetap menjadi zakat watch dengan anggotanya
yang bersifat individual (orang-orang yang
memiliki perhatian terhadap masalah zakat).
Pendanaanya dilakukan oleh para muzakki
maupun sumber dana lainnya.
125
Pada periode lima tahun pertama, diharapkan
revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat sebagai pengurang pajak sambil menyelesaikan
perangkat-perangkat yang berkaitan dengan hal
tersebut.97
Dalam upaya menuju kepada strategi
pengembangan zakat di atas, kondisi penunaian zakat
di Indonesia masih belum dapat dikategorikan
menjadi dua, yakni penunaian zakat ke lembaga zakat
(BAZ dan atau LAZ) dan penunaian zakat ke
mustahik langsung. Masih terdapat banyak kalangan
–pada masa transisi ini- yang menunaikan zakat
mereka, bukan pada kedua-duanya tadi, tapi kepada
lembaga sosial yang tidak secara khusus
menanganinya. Bahkan ada yang lebih khusus lagi,
yaitu dalam rangka untuk pembangunan masjid,
sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Sesungguhnya itu
bermula dari penafsiran kata fi sabilillah yang
merupakan salah satu kriteria penerima zakat.
Pada pembagian zakat dalam surat At-Taubah,
Allah menyebut, (‫)فى سبيل هللا‬. Para ulama salaf
menafsirkan dengan, “para pejuang di medan perang
dan orang-orang yang naik haji, agar terwujud makna
hak milik bagi orang-orang tertentu.” Inilah
penafsiran yang dipahami oleh ulama salaf dan para
fuqaha.

97
Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya …, hlm.
139.
126
Beberapa ulama, termasuk di dalamnya Ar-
Razi, memahami bahwa kata ( ‫فى سبيل‬
‫ )هللا‬mempunyai arti maknawi yang lebih umum. Jadi
setiap yang membawa manfaat bagi Islam adalah ( ‫فى‬
‫)سبيل هللا‬. Setelah itu, dewan fatwa Al-Azhar dan
Syaikhul Azhar waktu itu, yaitu Syaikh Mahmud
Syaltut, mengeluarkan fatwa bahwa harta zakat
diperbolehkan untuk membangun masjid, lembaga
pendidikan, rumah sakit, dan yang lain, yang
bermanfaat bagi kaum muslimin.
Kemudian datanglah penulis-penulis yang
pendapatnya lebih longgar lagi dan mucullah badan-
badan pengumpul zakat untuk kepentingan umum
tersebut. Namun demikian ada pula sebagian
pendapat yang membatasi pengalokasian harta zakat
pada kolompok-kelompok yang tertera dalam ayat,
dengan beberapa alasan:

Pertama, adalah penafsiran yang maqbul


(diterima). Ibnu Qudamah berkata, “tidak
diperbolehkan menyalurkan zakat pada selain yang
telah ditetapkan oleh Allah dalam firman-nya, seperti
: membangun masjid, jembatan, irigasi, perbaikan
jalan, pengafanan orang mati, penghormatan terhadap
tamu, dan ibadah-ibadah lain yang tidak disebutkan
dalam firmannya.”
Ibnu Hazm berkata, “yang dimaksud dengan
(‫ )فى سبيل هللا‬adalah jihad di jalan Allah. Lalu beliau
menyebutkan hadist yang diriwayatkan oleh Abu
127
Sa’id, “Zakat itu tidak dihalalkan bagi orang kaya
kecuali lima golongan: Pejuang yang berperang di
jalan Allah, amil zakat, gharim,...” Beliau juga
menyebutkan riwayat Ibnu Abbas yang membolehkan
memberi zakat kepada orang yang naik haji, dengan
maksud sebagai (‫)فى سبيل هللا‬. Lalu beliau memberi
komentar, “saya setuju, karena setiap perbuatan baik
adalah (‫)فى سبيل هللا‬. Akan tetapi, semua sepakat bahwa
yang dikehendaki oleh Allah dalam pembagian zakat
adalah tidak semua bentuk kebajikan. Jadi zakat,
menurut pendapat ini, tidak boleh disalurkan kecuali
pada tempat penyaluran yang telah dijelaskan oleh
Allah.”
Kedua, harta zakat hanya sebagian kecil saja
dari harta kekayaan asal. Biasanya 2,5% atau 1/10
atau 1/20 dari hasil tanam. Kelompok yang mendapat
bagian juga terbatas. Jadi apabila zakat disalurkan
pada tempat-tempat lain, itu berarti mengabaikan hak
kelompok-kelompok yang sudah ditentukan oleh
syariat.
Jika negara-negara modern menetapkan anggaran
belanja cadangan dan keperluan lain-lain secara
terpisah agar tidak mengganggu anggaran belanja
yang lain, maka bagaimanakah seorang muslim
diperbolehkan melangkahi orang-orang yang
memerlukan bantuan yang tertera dalam firman Allah
swt.
Ketiga, dalam Islam zakat adalah sarana untuk
memperkuat ikatan kaum muslimin. Jika transparasi
128
dalam pengambilan dan pengalokasian zakat semakin
terlihat, akan semakin kuat rasa cinta dan hubungan
sesama Muslim. Jadi tatkala seorang muslim tergoda
untuk berbuat jahat kepada muslim yang lain, ia akan
teringat dengan kebaikan muslim tersebut.
Keempat, adalah sarana untuk berbuat
kebaikan. Jika ia bersifat umum, maka kewajiban
penguasa untuk melaksanakannya, seperti: perbaikan
jalan, irigasi, dan lainnya. Kita semua ingat akan
perkataan Umar r.a.,”seandainya ada seekor keledai
ditemukan (tersesat) di Irak, maka aku akan ditanya
(bertanggung jawab), ‘kenapa tidak engkau
mudahkan jalannya?” Umar tidak berkata, “Saya akan
bertanya kepada penduduk itu tentang zakat dari
keledai tersebut.”
Peran zakat dalam kehidupan pribadi dan
masyarakat muslim akan semakin terlihat manakala
pengalokasiannya tidak keluar dari kelompok-
kelompok yang telah di-nash (ditetapkan) Allah
dalam ayat-nya. Jika ia berubah menjadi satu
kepentingan umum, maka ikatan antara makna ibadah
yang ada dalam pelaksanaan zakat dengan ukhuwah
yang merupakan hikmah dari pensyariatan zakat akan
terputus.98
Demikian penjelasan dari sebagian kalangan
yang tidak memperkenankan alokasi zakat untuk
kepentingan-kepentingan pembangunan fisik dan

98
Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen …., hlm. 99.
129
sejenisnya. Namun demikian, argument yang
disampaikan oleh kalangan yang memperbolehkan
alokasi zakat tersebut untuk hal-hal fisik juga tidak
diragukan keabsahannya. Terlebih bahwa dari 8
ashnaf mustahik zakat, hanya ada satu kelompok yang
tidak menggunakan bentuk subjek, yakni fi sabilillah.
Itu menunjukkan bahwa suatu ketika boleh jadi
alokasi distribusi zakat itu memang lebih mendesak
untuk pembangunan fisik, daripada untuk
kepentingan personal masyarakat muslim. Hanya saja
yang perlu diingat, itu hanyalah satu bagian saja dari
8 kelompok penerima zakat.

G. Berzakat di Lembaga Zakat

Dalil bahwa zakat harus dikelola langsung oleh


pemerintah adalah Q.S. At-Taubah ayat 103 sebagai
berikut:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui (Q.S. At-Taubah: 103).

130
Dalam ayat tersebut jelas bahwa perintah Allah
s.w.t langsung ditujukan kepada Nabi s.a.w. sebagai
penguasa agar memungut harta shadaqah. Jumhur
ulama semenjak dahulu sampai sekarang
mengatakan bahwa yang dimaksud harta shadaqah
dalam ayat tersebut adalah harta zakat.99 Sehingga
selain perintah itu ditujukan kepada Nabi s.a.w., juga
kepada setiap orang yang mengurus urusan kaum
muslimin sesudahnya.
Bahkan khalifah Abu Bakar juga menggunakan
ayat ini sebagai dalil, tatkala hendak memerangi
orang-orang yang tidak mau membayar zakat
sepeninggal Rasul s.a.w. Tidak terdapat seorang
sahabat pun yang mengatakan bahwa ayat tersebut
bukan untuk wajib zakat. Demikian pula ulama-
ulama Islam sesudah mereka, dalam rangka menolak
segala kesyubhatan itu.
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu
Majah, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi s.a.w. ketika
mengutus Muadz ke Yaman, beliau berkata:

99
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman Harun
dkk, hlm. 734.
131
Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah
s.w.t. telah mewajibkan dari sebagian harta-harta
mereka, untuk disedekahkan. Diambil dari orang
kaya untuk diberikan kepada mereka yang fakir.
Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, maka
peliharalah kehormatan harta mereka dan takutlah
doa orang yang teraniaya. Sungguh tidak ada
penghalang antara doa mereka itu dengan Allah
s.w.t. (HR. 6 Perawi terkemuka, dari Ibnu Abbas).

Hadis ini menjelaskan bahwa urusan zakat itu


diambil oleh petugas untuk dibagikan, tidak
dikerjakan sendiri oleh orang yang mengeluarkan
zakat. Al-‘Asqalani menjelaskan bahwa penguasa
adalah orang yang bertugas untuk mengumpulkan
dan membagikan zakat, baik ia sendiri secara
langsung maupun oleh wakilnya yang ditunjuk.
Apabila mereka menolak, maka zakat itu akan
diambil paksa dari mereka. 100 Pendapat yang sama
juga dikutip Asy-Syaukani.101 Demikian berat resiko

100
Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathu al-Baary ..., III: 23.

101
Asy-Syaukani, Nail al-Authaar …, IV: 124.
132
seorang amil zakat, sehingga wajar jika Rasulullah
s.a.w. bersabda:
Orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat
dengan benar itu seperti orang yang berperang di
jalan Allah.102

Pemaksaan dalam memungut harta zakat dari


umat Islam yang telah mencapai nisab, itu
sesungguhnya hanya berlaku bagi seorang muslim
yang tidak mau berzakat tetapi ia masih meyakini
kewajiban berzakat. Adapun jika seorang muslim
telah mengingkari kewajiban zakat, maka yang
berlaku bagi muslim tersebut adalah hukum yang
berlaku pada seorang yang murtad dari agama Islam.
Oleh karenanya, Abu Bakar memerangi orang-orang
yang tidak mau membayar zakat, dengan perkataan
beliau,
Demi Allah sungguh aku akan memerangi orang
yang membedakan antara (kewajiban) shalat dan
(kewajiban) zakat.103

102
Abu Yusuf, Kitaabu al-Kharaaj (Beirut: Daaru al-
Ma‘rifah, 1979), hlm. 81.

103
Ali Abdurrasul, Al-Mabaadi’ …, hlm. 177.
133
Selain dalil-dalil qauli di atas, fakta sejarah juga
mencatat bahwa Rasulullah s.a.w. dan
khulafaurrasyidin serta para pemimpin sesudah
mereka, senantiasa mengangkat petugas untuk
mengambil zakat. Yusuf Qaradhawi menerangkan
tentang banyak riwayat yang mendukung hal itu.104
Dalam hadis shahih Bukhari-Muslim dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah. s.a.w. telah
menjadikan seorang laki-laki dari Azad yang bernama
Ibnu Lutbiah sebagai petugas dalam urusan zakat.
Dari Abu Dawud, bahwa Nabi s.a.w. telah mengutus
Abu Mas‘ud sebagai petugas zakat. Dalam Musnad
Ahmad dikemukakan, bahwa ia telah mengutus Abu
Jahm bin Hudzaifah sebagai petugas zakat. Demikian
pula beliau juga telah mengutus Amir sebagai
petugas zakat. Kemudian diriwayatkan pula dari
hadis Qurrah bin Da ‘ mush, bahwa ia telah
mengutus Qais bin Sa ‘ d sebagai petugas zakat.
Dalam musnad Ahmad disebutkan pula dari hadis
Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah s.a.w. telah
mengutusnya untuk mengambil zakat dari orang
yang wajib mengeluarkan zakat. Ia pun telah

104
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah…, II: 736-737.
134
mengutus Wahid bin Uqbah sebagai petugas zakat ke
Bani Mushtaliq.
Dari keterangan di atas, Nabi s.a.w. telah
memaksimalkan pengelolaan zakat di seluruh jazirah
Arab, melalui petugas zakatnya. Petugas tersebut
bertugas mengurusi dan mengelola kewajiban zakat
dari orang yang wajib mengeluarkannya. Rasulullah
s.a.w. membekali para petugas itu dengan nasehat
dan petuah dalam rangka bermuamalah dengan
pemilik harta dan senantiasa berwasiat, agar mereka
memperlihatkan kasih-sayang dan memberikan
kemudahan kepada pemilik harta, dengan tanpa
meremehkan hak Allah. Para petugas itu sangat takut
sekali jika mendapatkan harta umum tanpa hak
walaupun sedikit jumlahnya. Ini semua
menunjukkan bahwa semenjak zaman Nabi s.a.w.
masalah zakat itu adalah urusan dan tugas
pemerintah. Atas dasar ini pula Rasulullah s.a.w.
merasa perlu untuk menugaskan para petugas zakat
pada setiap kaum dan bangsa yang telah masuk
Islam. Petugas itu mengambil zakat dari orang kaya
dan membagikannya kepada mustahiqnya. Demikian
pula yang dilakukan oleh para khalifah sesudahnya.
Fatwa para sahabat juga mengarahkan kepada
pengumpulan zakat kepada para penguasa. Di
antaranya riwayat dari Sahl bin Abu Waqash (dalam

135
Qaradhawi: 1994), dari ayahnya, ia berkata: Telah
terkumpul padaku nafkah yang telah sampai batas
nisab zakat, kemudian aku bertanya kepada Saad bin
Abi Waqash, Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar dan Abu
Said Al-Khudri, apakah aku membagikan sendiri atau
menyerahkan kepada penguasa. Mereka semuanya
memerintahkan kepadaku untuk menyerahkan zakat
pada penguasa, tidak ada seorang pun di antara
mereka yang berbeda pendapat tentang urusanku
itu. ” Dalam satu riwayat disebutkan, ” Aku
bertanya kepada mereka, apakah penguasa ini
melakukannya sesuai dengan apa yang kalian ketahui
(ini terjadi di zaman bani Umayyah), sehingga aku
menyerahkan zakatku kepada mereka? ” Mereka
semua menjawab, ” Ya serahkanlah zakat itu
kepada mereka”.
Dari keterangan tersebut tampak jelas bahwa
sekalipun penguasa itu zalim, tetapi para sahabat
tetap memfatwakan agar menyerahkan zakat kepada
mereka. Kata Ibnu ‘Umar, ”Serahkanlah sedekah
(zakat) kamu sekalian pada orang yang dijadikan
Allah sebagai penguasa urusan kamu sekalian.
Barang siapa yang berbuat baik maka akan
bermanfaat buat dirinya dan barang siapa yang
berbuat dosa maka akan mudharat bagi dirinya”.

136
Bahkan ada riwayat dari Qaj’ah, budak yang
dimerdekakan Ziad, bahwa Ibnu ‘ Umar pernah
berkata, ”Serahkanlah zakat kamu sekalian pada
penguasa, walaupun dengan itu mereka
mempergunakannya untuk minum khamr”.
Demikian pula riwayat dari Mughirah bin Syu’
bah memperkuat hal ini. Ia berkata kepada budak
yang dimerdekakannya yang mengurus hartanya di
Thaif, ” Apa yang kau lakukan terhadap zakat
hartaku?” Ia menjawab, ”Sebagian aku berikan
sendiri (kepada mustahiqnya) dan sebagian lagi aku
serahkan kepada para penguasa. ” Mughirah
berkata, ”Atas dasar apa hal itu kamu lakukan?”
(Mughirah membencinya karena budaknya itu
menyerahkan zakatnya secara langsung kepada
mustahiq) ia menjawab, ” Para penguasa itu
mempergunakan harta zakat untuk membeli tanah
dan mengawini wanita.” Mughirah menjawab, ”
Serahkanlah harta itu kepada penguasa.
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah menyuruh kita
untuk menyerahkan zakat kepada mereka.” (Imam
Baihaqi: Dalam As-Sunan al-Kabir)
Itulah gambaran para ulama generasi awal
(generasi sahabat) dahulu. Sedangkan para ulama
generasi ketiga dan keempat -para fuqaha ’

137
mazhab- memiliki kriteria baru dalam
mengklasifikasikan kewajiban zakat pada harta.
Mereka membagi harta yang wajib dizakati atas
harta zahir dan harta batin. Harta zahir adalah harta
yang dimungkinkan mengetahui dan menghitungnya
oleh selain pemiliknya, yaitu meliputi hasil bumi,
seperti biji-bijian, buah-buahan, dan kekayaan
hewan ternak, seperti unta, sapi dan kambing.
Sedangkan harta batin adalah uang dan sejenisnya
serta harta perdagangan.
Menurut pendapat mazhab Hanafi, tugas
pengurusan harta zahir diserahkan kepada para
penguasa, bukan dikelola sendiri oleh pemiliknya.
Alasannya, karena Abu Bakar memerintahkan
mereka untuk mengeluarkan zakat dan memerangi
orang yang enggan mengeluarkannya. Selain itu,
Imam itu wakil rakyat dengan kekuasaan yang
diterimanya, sehingga tidak boleh mengembalikan
harta zakat itu kepada orang yang mewakilkannya
(rakyat). Adapun harta batin, diserahkan langsung
oleh pemiliknya. Memang pada mulanya masalah ini
diserahkan pada penguasa, kemudian pada zaman
Utsman r.a. pengelolaan dana zakat diserahkan
kepada para pemiliknya masing-masing, karena ia
melihat adanya kemaslahatan dalam hal ini, serta
disepakati oleh para sahabat. Kemaslahatan tersebut
disimpulkan setelah Utsman melihat bahwa
138
pemasukan baitul mal pada masanya terdiri dari fai
’, ganimah, pajak, upeti, zakat perdagangan dan
sedekah, itu semua mencapai nilai yang cukup besar,
setelah Allah s.w.t. memenuhi janjinya memberikan
kemenangan. Wajar jika kemudian Utsman
memberikan kepercayaan pembayaran zakat secara
langsung oleh setiap muzaki.
Menurut mazhab Maliki, zakat itu wajib
diberikan kepada penguasa yang adil untuk kemudan
dibagikan, meskipun dia berbuat zalim selain dalam
kedua perbuatan itu, dan ini berlaku untuk semua
jenis zakat. Adapun mazhab Syafi ‘ i
memperbolehkan untuk membagikan zakatnya
secara langsung oleh dirinya sendiri, atas harta batin
(emas, perak, harta perdagangan dan zakat fitrah).
Sedangkan harta zahir, hasil pertanian dan barang
pertambangan, tentang kebolehannya ada dua
pendapat. Pendapat yang paling zahir itu boleh (qaul
jadiid). Akan tetapi wajib diberikan kepada penguasa
apabila adil. Apabila penguasa zalim maka ada dua
pendapat. Pertama boleh akan tetapi tidak wajib.
Kedua, dan ini yang paling shahih, wajib
menyerahkan kepada penguasa, karena untuk
melaksanakan aturannya dan tidak menjauhinya.
Menurut pendapat mazhab Hambali, tidak
wajib menyerahkan zakat kepada penguasa. Akan
139
tetapi diperbolehkan bagi penguasa mengambilnya.
Sama saja apakah penguasa ini adil atau zalim.
Ulama-ulama kontemporer seperti Abdul
Wahab Khalaf dan Muhammad Abu Zahrah,
sebagaimana dijelaskan al-Qaradhawi (1994),
mereka mengatakan bahwa sekarang sudah tentu
bahwa yang mengumpulkan zakat dari semua harta,
baik zahir maupun batin adalah penguasa. Hal itu
dikarenakan banyak orang telah meninggalkan
kewajiban zakat atas semua hartanya, baik zahir
maupun batin. Mereka tidak melakukan perwakilan
sebagaimana yang dilakukan oleh Utsman dan
penguasa sesudahnya. Jika penguasa mengetahui
bahwa rakyatnya tidak membayarkan zakat, maka
hendaklah mereka mengambilnya secara paksa.
Selain itu, alasan lain adalah karena secara
keseluruhan semua harta itu kurang lebih adalah
harta zahir. Harta perdagangan yang bergerak
dihitung setiap tahunnya berdasarkan perputaran
uang. Demikian pula uang, kebanyakan dititipkan
pada bank-bank atau yang sejenis dengan itu.
Fahim Khan menegaskan bahwa institusi zakat
memang tampaknya mungkin dianggap bukan
merupakan bagian dari sistem finansial sebagaimana
layaknya. Akan tetapi institusi zakat memiliki
berbagai akibat yang secara langsung dapat

140
dirasakan oleh sistem finansial sebuah negara.105 Hal
itu tidak mungkin terlaksana kecuali jika zakat
memang dikoordinir oleh sebuah lembaga pengelola
tingkat nasional dalam sebuah negara, baik oleh
lembaga pemerintah ataupun lembaga swasta.
Walaupun demikian, sebagian ulama seperti
Abu Bakar Al-Jazairi tidak memberikan ketegasan
tentang keharusan memberikan zakat kepada
pemerintah Islam. Al-Jazairi hanya menyebutkan
bahwa seorang muslim diperbolehkan memberikan
zakatnya kepada pemimpin (imam) muslim meskipun
ia berbuat sewenang-wenang. Dengan
membayarkan zakat kepadanya, seorang muslim
telah dianggap terlepas dari kewajiban berzakat,
sebagaimana sabda Nabi s.a.w. tentang kewajiban
berzakat, “Apabila engkau menunaikannya (zakat)
kepada utusanku, maka engkau telah terlepas dari
kewajiban berzakat, engkau mendapatkan
pahalanya dan bagi orang yang merubahnya
mendapatkan dosanya.”106

105
Fahim Khan, Essays in Islamic Economics (Leicester: The
Islamic Foundation, 1995), hlm. 79.

106
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaaju al-Muslim (Kairo:
Daaru as-Salaam, cet. ke-4, tt.), hlm. 229.
141
Jika diperhatikan dengan seksama, polemik
tentang pembolehan membayar zakat kepada selain
pemerintah bahkan kepada mustahiq langsung,
memang sesuatu yang tidak dapat disepakati oleh
para ulama. Namun demikian sebagian pemikir
ekonomi Islam telah menganggap itu sebagai sesuatu
yang final, sebagaimana yang pernah ditulis oleh F. R.
Faridi, yang mengupas tentang kemungkinan
kebijakan fiskal negara berbasis zakat. Mayoritas
negara-negara muslim gagal menerapkan kebijakan
ini. 107 Hal ini tidak terlepas dari polemik
berkepanjangan yang mempengaruhi loyalitas setiap
muslim dalam membayarkan zakatnya kepada
pemerintah, sehingga mereka pun tidak dapat
mengawasi secara optimal dan pemerintah muslim
pun tidak dapat bekerja secara profesional. Bahkan
Faridi juga menyebutkan tentang kemungkinan
alokasi dana zakat untuk anggaran publik, dalam
rangka meningkatkan kondisi pekerjaan mereka,
mengembangkan fasilitas rumah, pelayanan
kesehatan, program training, lembaga pendidikan

107
F. R. Faridi, “Zakat and Fiscal Policy” dalam Studies in
Islamic Economics, edited by Khurshid Ahmad (Leicester: The Islamic
Foundation, 1976), hlm. 124.
142
dan lain sebagainya.108 Semua target tersebut tidak
mungkin berhasil tanpa adanya pengelolaan zakat
secara bersama-sama dalam sebuah negara, baik itu
oleh pemerintah maupun lainnya.
Sejarah pelaksanaan zakat di Indonesia tidak
terlepas dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda
masa lalu. Pemerintah Hindia Belanda memiliki
kebijakan terhadap agama yang dicantumkan dalam
beberapa pasal dari indisce Stastsregeling, di
antaranya pada pasal 134 ayat 2 yang mengarah
pada policy of religion neutrality, yaitu pelumpuhan
syariat secara keseluruhan. Politik agama netral
tersebut mengakibatkan Pemerintah Hindia Belanda
tidak melakukan campur tangan dalam urusan
agama, kecuali untuk suatu kepentingan. 109
Sebagaimana tercantum dalam Bijblad Nomor
1892 tanggal 4 Agustus 1893 tentang pengawasan
pelaksanaan zakat dan fitrah. Kemudian dalam
Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905

108
Ibid., 128.

109
Kepentingan itu misalnya ketertiban masjid, zakat dan
fitrah, naik haji, nikah, talak, rujuk dan pengajaran agama Islam. Lihat
Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan Pemahaman
Badan Amil Zakat Sumatera Selatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), cet. ke-1, hlm. 125-126.
143
menyebutkan tentang larangan bagi segenap
pegawai pemerintahan maupun priyayi bumi putra
turut campur dalam pelaksanaan zakat fitrah. Hal itu
dilakukan, menurut Daud Ali, dalam rangka
melemahkan dana kekuatan rakyat yang bersumber
dari zakat.110 Bahkan para naib atau penghulu yang
bekerja untuk melaksanakan administrasi kekuasaan
Pemerintah Belanda, termasuk administrasi zakat,
tidak diberi gaji atau tunjangan untuk biaya hidup
mereka dan keluarganya.111
Dengan adanya aturan itu, pengelolaan zakat
umat Islam di Indonesia berlangsung secara
perorangan atau melalui kiyahi, guru-guru ngaji dan
lembaga-lembaga keagamaan nonpemerintah.
Kondisi pengelolaan zakat seperti itu berlangsung
hingga tahun 1968.
Pasca tahun 1968 adalah tahun yang sangat
penting bagi sejarah pelaksanaan zakat di Indonesia,
karena sejak tahun itu pemerintah mulai ikut serta

110
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan
Wakaf (Jakarta: Penerbit UI, 1988), cet. ke 1, hlm. 33.

111
Ibid., hlm. 32.
144
menangani pelaksanaan zakat. 112 Intervensi
pemerintah ini bermula dari dikeluarkannya
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor
5/1968, masing-masing tentang pembentukan Badan
Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal (semacam
balai harta kekayaan), di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kotamadya.
Beberapa hari setelah peraturan itu keluar, ada
seruan Presiden Soeharto dalam pidato peringatan
Isra ’ Mi ‘ raj tanggal 26 Oktober 1968 tentang
anjuran pelaksanaan zakat secara intensif untuk
menunjang pembangunan Negara dan Presiden siap
menjadi amil zakat nasional. Seruan itu lalu

112
Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat…, hlm. 126.
Tetapi perlu dicatat bahwa meskipun tahun 1968 dianggap sebagai tahun
yang sangat penting dalam hal pelaksanaan zakat di Indonesia,
sesungguhnya cikal bakalnya telah ada semenjak tahun 1967. Saat itu
pemerintah telah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) zakat
yang akan dimajukan ke DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
Rencana Undang-Undang Zakat yang telah disiapkan oleh Menteri
Agama ini, diharapkan akan didukung oleh Menteri Sosial (karena erat
hubungannya dengan pelaksanaan pasal 34 Undang-Undang Dasar
(UUD 1945), dan Menteri Keuangan (karena hubungannya dengan
pajak. Lihat Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam …, hlm. 36.
145
ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Perintah
Presiden No. 07/PRIN/1968.113
Perkembangan intervensi pemerintah
Indonesia dalam memberikan pendidikan
manajemen pengelolaan zakat yang profesional
terus dilaksanakan hingga kini. Tercatat beberapa
peraturan yang pernah dibuat, di antaranya: 114
1. Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat.
2. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373/2003
tentang pelaksanaan UU nomor 38 tahun 1999
tentang pengelolaan zakat sebagai upaya
menyadarkan masyarakat muslim untuk menunaikan
zakat.
3. Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291
tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan
zakat.
Setelah itu ada kecenderungan baru dalam
pelaksanaan zakat di Indonesia. Pada tanggal 29 Mei
2002 Presiden Republik Indonesia meresmikan
silaturrahmi dan rapat koordinasi nasional ke 1

113
Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat …, hlm. 126

114
Ibid., hlm. 127.
146
Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat
seluruh Indonesia di Istana Negara.
Dalam pidatonya, Presiden menekankan agar
Badan Amil Zakat baik di tingkat nasional maupun
daearah, ataupun pengurus Lembaga Amil Zakat di
tingkat nasional maupun daerah, untuk tidak ragu-
ragu bekerjasama dengan Menteri Agama, Menteri
Keuangan, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah maupun menteri terkait lainnya.115
Pasca penekanan poin di atas oleh Presiden,
lembaga-lembaga zakat mulai menjamur. Pengertian
lembaga-lembaga zakat, dalam hal ini meliputi
lembaga-lembaga penghimpun dana zakat yang
mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Sehingga
meskipun ada sebuah lembaga – seperti masjid,
mushalla dan sejenisnya- yang ikut menghimpun
dana dan mendistribusikannya, dalam hal ini tidak
termasuk ke dalam pengertian lembaga-lembaga
zakat. Lembaga-lembaga tidak resmi seperti itu,
sebagian besar dibagikan kepada masyarakat secara
langsung, sehingga tidak jauh berbeda dengan
masyarakat yang membagikan zakatnya secara
langsung door to door. Sehingga lebih dekat

115
Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Jakarta,
Pedoman Zakat 9 Seri (Jakarta: t.p., 2002), hlm. 328.
147
dikategorikan sebagai zakat yang diberikan kepada
penerima zakat secara langsung. Namun demikian,
agar mendapatkan persepsi yang menyeluruh, dalam
riset ini akan diklasifikasikan menjadi 3 jenis muzaki
dari sisi penyalurannya kepada obyek penerima
zakat; Yaitu kepada lembaga zakat, kepada mustahiq
secara langsung dan kepada masjid atau mushalla
terdekat.
Ada dua klasifikasi lembaga-lembaga zakat di
Indonesia, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ adalah lembaga zakat
resmi milik pemerintah Republik Indonesia,
sedangkan LAZ adalah lembaga zakat swasta yang
mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Dua
klasifikasi lembaga zakat inilah yang dimaksud dalam
riset ini.
Pemahaman umat Islam tentang lembaga
zakat sangat terbatas jika dibandingkan dengan
pemahaman mereka tentang shalat dan puasa,
misalnya. Ini disebabkan karena pendidikan
keagamaan Islam di masa lampau kurang
menjelaskan pengertian dan masalah zakat.

148
Akibatnya, karena kurang memahami, pelaksanaan
zakat pun menjadi kurang.116

H. Pelayanan Lembaga Zakat


Di antara alasan utama pendirian lembaga
zakat adalah untuk menjadikan seseorang memiliki
usaha ekonomi secara mandiri, daripada hanya
sekedar memberikan dana konsumtif kepada
seseorang tanpa adanya perencanaan. Memberikan
roti kepada seseorang untuk dimakan tidak lebih baik
daripada memberikan kemampuan kepada orang
tersebut untuk dapat meraih roti tersebut. 117 Atau
dalam istilah Perdana Menteri Malaysia Abdullah
Ahmad Badawi, “Jangan beri mereka (kaum miskin
papa) ikan, tetapi jadikan mereka mampu untuk
menangkap ikan.”118
Menurut Abdul Haseeb Ansari, sebenarnya
lembaga zakat -nonpemerintah- itu tepatnya hanya
ada di komunitas muslim yang minoritas, di mana

116
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ..., hlm. 54.

117
Abdul Aziz bin Muhammad, Zakat and Rural Development
in Malaysia (Berita Publishing, 1993), hlm. 32-41.

118
New Straits Time, 6/8/2007, diakses tanggal 27 Juli 2012.
149
pemerintah tidak dapat mengelola dana zakat secara
langsung. Dalam hal ini Pemerintah di Negara
minoritas muslim tersebut cukup sekedar
memberikan payung hukum untuk pendirian, fungsi
pengelolaan, akuntabilitas dan pembubaran lembaga
tersebut.119
Namun demikian, ternyata Negara Indonesia
meskipun berpenduduk mayoritas muslim, masih
ada “ lembaga zakat ” di kalangan masyarakat.
Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pemahaman masa
lalu umat Islam yang minim tentang zakat ini. Apalagi
pengelolaan zakat oleh pemerintahan Islam di
Indonesia telah lama absen. Sejarah mencatat bahwa
pengelolaan zakat oleh pemerintah Indonesia
modern belum pernah terjadi, kecuali hanya melalui
Badan Amil Zakat yang tidak sendirian dalam bekerja,
karena masih ada lembaga-lembaga zakat milik
swasta yang bahkan secara kualitas lebih baik
daripada milik pemerintah.

119
Abdul Haseeb Ansari dan Ahmad Ibrahim, “Distributive
Justice in Islam: An Expository Study of Zakah for Achieving a
Sustainable Society”, dalam Australian Journal of basic and Applied
Sciences, V, no. 8: 391, 2011.

150
Memang sebelum kemunculan pemerintahan
Indonesia modern, dahulu pernah ada pengelolaan
zakat oleh pemerintah, yaitu pada masa Kerajaan
Islam Pasai dan Kerajaan Islam Demak. Namun itu
tidak berlangsung lama, karena era kolonialisme
menghapus sistem pengelolaan zakat oleh
pemerintah dan menggantinya dengan sistem
pajak.120 Semenjak saat itu sampai sekarang -kurang
lebih 5 abad, waktu yang sangat lama- pengelolaan
zakat di Indonesia diserahkan kepada masyarakat.
Hal ini berbeda dengan Negara Malaysia yang
pengelolaannya meskipun tidak ditangani
Pemerintah Pusat secara langsung, tetapi tetap
dapat terfokus menjadi satu di bawah kendali
Pemerintah Bagian (Pemerintah Daerah) masing-
masing.121

120
Fidiana, Iwan Triyuwono dan Akhmad Riduwan, “Zakah
Perspective as a Symbol of Individual and Social Piety” dalam Global
Conference on Business and Finance Proceedings, VII, No. 1, 2012.

121
Pengelolaan dana zakat terbaik di Malaysia adalah di
Pemerintah Bagian Selangor. Pengelolaan zakat di kawasan tersebut
melibatkan beberapa lembaga lain untuk optimalisasi pengelolaan dana
zakat, khususnya zakat produktif. Lembaga-lembaga yang dilibatkan
seperti MARDI (Malaysian Agricultural Research and Development
institute), MARA (Majlis Amanah Rakyat), SMIDEC (Small and
Medium Industries Development Corporations), UPEN (Unit
Perancangan Ekonomi Negeri) dan Pemerintah Negara Selangor (seperti
151
Pelayanan lembaga zakat tidak terlepas dari
konsep melayani yang menjadi kewajiban
pemerintah terhadap seluruh rakyatnya. Islam selalu
menegaskan bahwa pemimpin itu pelayan. Demikian
pula ketika lembaga zakat didirikan itu tidak terlepas
dari konsep melayani sebagaimana ketika negara
melayani umatnya. Pelayanan menurut Batinggi
adalah katalisator yang mempercepat apa yang ingin
atau seharusnya dicapai.122 Pelayanan tersebut pada
saat ini seringkali mengacu pada konsep good
governance yang diberlakukan oleh negara-negara
maju dalam melihat pemerintah itu baik atau tidak.
Good governance bermula dari adanya kepentingan
lembaga-lembaga donor seperti Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB), Asian Development Bank (ADB), Bank
Dunia maupun International Monetary Fund (IMF)
dalam memberikan bentuk pinjaman modal kepada
negara-negara yang sedang berkembang. Good
governance ini digunakan sebagai syarat bagi negara
yang membutuhkan pinjaman modal dan juga
sebagai standar penentu untuk mencapai

Pemda). Lihat Nurul Husna Haron, Hazlina Hassan Nur Syuhada Jasni
dan Rashidah Abdul Rahman, “Zakat for Asnafs’ Business By Lembaga
Zakat Selangor” dalam Malaysian Accounting Review, Special Issue,
No. 2, 2010, IX: 131-135.

122
Batinggi, Materi Pokok Pelayanan Umum (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2005), hlm. 1,3.
152
pembangunan yang berkelanjutan dan
berkeadilan.123
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, Good
Governance memiliki 5 (lima) prinsip utama, yaitu:
akuntabilitas (accountability), transparansi
(transparency), keterbukaan (openness), penegakan
hukum (rule of law), dan jaminan/kewajaran
(fairness) atau a level playing field (perlakuan yang
adil atau perlakuan kesetaraan).124
Asian Development Bank menyebutkan adanya
konsensus umum bahwa good governance dilandasi
oleh 4 pilar, yaitu: accountability, transparency,
predictability dan participation.125
Menurut United Nation Development Program
(UNDP) good governance memiliki 10 prinsip sebagai
berikut: 1) Partisipasi; 2) Kepastian aturan hukum
(rule of law); 3) Transparansi; 4) Kesetaraan

123
Hafifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 5.

124
Bintoro Tjrokroamidjojo, Pengantar Administrasi
Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 75.

125
Dikutip dari artikel “Public Administration in the 21-st
Century” yang diterbitkan oleh Asian Development Bank, tidak
diterbitkan.
153
(equality); 5) Daya tanggap (responsiveness); 6)
Memiliki visi (vission); 7) Akuntabel; 8) Supervisi; 9)
efektif dan efisien; 10) Profesionalisme.126
Sepuluh prinsip UNDP tersebut banyak
diadopsi oleh pemerintah Indonesia, khususnya
terkait dengan kualitas pelayanan publik. Pada
hakikatnya, kualitas pelayanan publik merupakan
pemberian pelayanan prima kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pelayanan
prima ini, berdasarkan Keputusan Menpan No. 63
Tahun 2004 memiliki landasan: 1) Transparansi; 2)
Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan; 3)
Kondisional, sesuai dengan kondisi untuk memenuhi
prinsip efektivitas dan efisiensi; 4) Partisipatif,
mendorong peran serta masyarakat; 5) Kesamaan
hak, tidak diskriminatif; 6) Keseimbangan hak dan

126
UNDP/Governance Unit Jakarta, “Introducing Good Local
Governance The Indonesian Experience”, 2002, dalam
http://www.undp.or.id diakses tanggal 10 Mei 2011. Lihat pula Agus
Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), cet. ke-2. Lihat pula
Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Rangka Otonomi Daerah (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 7-8.
Lihat pula Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Bandung: Fokusmedia, 2003), cet. ke-4, hlm. 71.
154
tanggung jawab antara pihak pemberi dan penerima
layanan.
Dari pendapat-pendapat di atas, setidak-
tidaknya dapat diambil beberapa prinsip good
governance yang dapat diterapkan pada lembaga
zakat, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi dan
profesionalisme. Ketiga hal itu harus dipenuhi oleh
sebuah lembaga untuk menuju kepada pelayanan
yang baik.
Selain konsep good governance di atas, ada
pula konsep kualitas pelayanan yang menurut
Zeithaml dan Bitner dapat diukur dengan
mempertimbangkan lima faktor: 127 1) Sarana fisik
(tangible); 2) Keterandalan dalam menyediakan
pelayanan (reliability); 3) Kesanggupan memberikan
pelayanan cepat dan tepat (responsiveness); 4)
Keramahan dan sopan santun yang meyakinkan
kepercayaan pelanggan (assurance); 5) Sikap penuh
perhatian terhadap konsumen (empathy).

127
Zeithaml and Bitner, Service Marketing Integrating
Customer across the Firm (Boston: Mc Graw Hill, 2000), 2nd ed.
155
Menurut Gummerson dalam Ratminto, kualitas
pelayanan memiliki empat sumber keterkaitan:128 1)
Bergantung pada waktu pertama jasa didesain untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (design quality); 2)
Bergantung pada kerjasama antara bagian produksi
dan bagian pemasaran (production quality); 3)
Berhubungan dengan janji perusahaan dengan
pelanggan (delivery quality); 4) Berkaitan dengan
hubungan antara perusahaan dan stakeholder
(relationship).
Pendapat Zeithaml dan Bitner, juga
Gummerson tentang pelayanan di atas
sesungguhnya beberapa hal di antaranya
bersinggungan dengan tiga hal yang telah disebutkan
sebelumnya, yakni akuntabilitas, transparansi dan
profesionalitas. Oleh karenanya pendapat mereka
tidak dipergunakan secara keseluruhan dalam tulisan
ini. Beberapa hal yang dapat dipergunakan sebagai
landasan teori untuk pelayanan lembaga zakat
adalah pendapat Zeithaml dan Bitner bahwa di
antara cara mengukur kualitas pelayanan adalah
melalui sarana fisik (tangible) dan keterandalan
dalam menyediakan pelayanan (reliability). Sarana

128
Ratminto, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model
Konseptual (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 98.

156
fisik mengacu kepada sarana fisik (tangible)
berbentuk lokasi gedung yang dimiliki oleh lembaga
zakat. Sedangkan keterandalan dalam menyediakan
pelayanan mengacu kepada kemudahan mengakses
lembaga zakat (aksestabilitas).
Dari pendapat Gummerson, ada dua hal yang
dapat dipergunakan sebagai landasan teori, yaitu
kualitas pelayanan bergantung pada waktu pertama
jasa didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
(design quality) dan berkaitan dengan hubungan
antara perusahaan dan stakeholder (relationship).
Ketergantungan kualitas pelayanan dengan waktu
pertama jasa didesain untuk kebutuhan pelanggan
(design quality) menghasruskan lembaga zakat
memiliki komunikasi dengan para pelanggan, dalam
hal ini adalah masyarakat muslim, khususnya muzaki.
Sedangkan keterkaitan kualitas pelayanan dengan
hubungan antara perusahaan dan stakeholder,
mengharuskan lembaga zakat berusaha untuk
mempopulerkan dirinya di tengah-tengah
masyarakat.
Dari uraian di atas, pelayanan lembaga zakat
memiliki beberapa dimensi yang dijadikan sebagai
tolok ukur, yaitu akuntabilitas, transparansi,
profesionalitas, aksestabilitas, lokasi, komunikasi dan
popularitas.

157
I. Distribusi Konsumtif dan Produktif Dana Zakat
Dana zakat pada awalanya lebih
didominasikan oleh pola pendistribusian secara
konsumtif, namun demikian dalam pelaksanaan yang
lebih mutakhir saat ini, zakat mulai dikembangkan
dengan pola distribusi dana zakat secara produktif.
Sebagaimana yang telah dicanangkan dalam buku
pedoman zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas Islam
dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244),
untuk pendayagunaan dana zakat, bentuk inovasi
distribusi dikategorikan dalam empat bentuk sebagai
berikut:
1. Distribusi bersifat konsumtif tradisional yaitu
zakat dibagikan kepada mustahik untuk
dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat
Fitrah.
2. Distribusi bersifat konsumtif kreatif yaitu zakat
yang diwujudkan dalam bentuk lain dari
barangnya semula, seperti zakat yang diberikan
dalam bentuk alata sekolah, dll
3. Ditribusi bersifat produktif tradisional yaitu zakat
yang diberikan dalam bentuk barang-barang
yang produktif, seperti zakat berupa sapi, kambing
dan lain-lain.

158
4. Ditribusi bersifat produkrif kreati yaitu zakat
diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk
memebangun proyek sosial atau menambah
modal pedagang pengusaha kecil.

Pola yang sangat menarik untuk segera


dikembangkan adalah pola menginvestasikan
dana zakat. Pola distribusi produktif sangat efektif
untuk untuk dapat memproyeksikan perubahan
seorang mustahik menjadi muzaki. Sedangkan pola
menginvestasikan dana zakat diharapkan dapat
efektif memfungsikan sistem zakat sebagai suatu
bentuk jaminan sosiokultural masyarakat muslim,
terutama untuk kelompok miskin/defisit atau
dengan bahasa lain sekuritas sosial.
Mufraini menjelaskan secara rinci terkait
dengan pola distribusi konsumtif dan pola distribusi
produktif dana zakat, sebagai berikut:129
a. Distribusi Konsumtif Dana Zakat
Biro Pusat Statistik (BPS) mengukur
kemiskinan dari ketidakmampuan orang/keluarga

129
M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat:
Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta:
Kencana, 2006, Edisi I, Cet. I, hlm. 146-159.

159
dalam mengkonsumsi kebutuhan dasar (tingkat
konsumsi), konsepnya menjadikan konsumsi
beras sebagai indikator utama. Sedangkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
melihatnya dari ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologis
(tingkat kesejahteraan). Kemudian United Nation
Development Program – Perserikatan Bangsa-
Bangsa (UNDP-PBB) mengukur berdasarkan
ketidakmamapuan orang dalam memperluas
pilihan-pilihan hidupnya pada tataran transisi
ekonomi dan demokrasi Indonesia (model
pembangunan manusia).
Kesemua model pengukuran di atas, jika
dikaitkan dengan pengembangan pola distribusi
dana zakat secara konsumtif berarti konsep dari
pola pendistribusian diarahkan kepada:
1.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan Konsumsi
Dasar Dari Para Mustahik
Ini sama halnya dengan pola distribusi
bersifat konsumtif tradisional yaitu zakat
dibagikan kepada mustahik untuk
dimanfaatkan secara langsung, dengan begitu
realisasinya tidak akan jauh dari pemenuhan
sembako bagi kelompok delapan asnaf. Hanya
saja yang menjadi persoalan kemudian adalah
seberapa besar volume zakat yang bisa
160
diberikan kepada seorang mustahik, apakah
untuk kebutuhan konsumtifnya sepanjang
tahun (pendapat maksimalis) ataukah hanya
untuk memenuhi kebutuhan makan satu hari
satu malam (pendapat minimalis). Sebenarnya
untuk kedua pendapat di atas, menurut hemat
penulis, tidak ada yang bisa diusung sebagai
sebuah pola bila melihat kondisi masyarakat
Indonesia. Bentuk pendistribusian seperti ini
kemungkinan besar akan sangat tidak
mendidik jika diberikan sepanjang tahun dan
tidak akan berarti apa-apa jika hanya diberikan
untuk pemenuhan kebutuhan sehari semalam.
Dikhawatirkan pola ini akan membuat tingkat
dan perilaku konsumsi mustahik (consumption
behavior) akan mempunyai ketergantungan
tinggi kepada penyaluran dana zakat, apalagi
bila mustahik sangat sadar bahwa dana zakat
yang terkumpul tersebut hak mereka.
Untuk itu dalam rangka optimalisasi,
dana terkumpul dari instrumen zakat mal
sebaiknya tidak diarahkan untuk penyaluran
sembako. Biarlah instrumen pemerataan
pendapatan islami lainnya yang mengambil
alih, seperti dana infak, sedekah dan hasil
zakat fitrah. Penerpan instrument ini tidak bisa
dilakukan terus-menerusdalam jangka waktu
161
tertentu, akan tetapi berlaku insidental,
seperti pada saat umat muslim merayakan idul
fitri ataupun pada saat mendapatkan musibah,
seperti kebakaran rumah, kecelakaan, sakit
atau musibah local/nasional seperti bencana
alam.
Dan kalaupun lembaga amil
berkehendak untuk melaksanakan secara
periodik, pola pendistribusiannya dapat
diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan
pokok yang benar-benar dapat meningkatkan
gizi yang dapat meningkatkan pola makan
delapan asnaf untuk meningkatkan kualitas
kesehatan tubuhnya.
Penyuluhan tembako yang ideal dapat
terlaksan, apabila tingkat kesadaran
perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang industry pengadaan pangan Indonesia
turut serta sebagai pelaku wajib zakat, karena
secara teori fikih zakat, kategori aset wajib
zakat komoditas perdagangan dapat
disalurkan dari komoditas itu sendiri atau
dalam bentuk yang setara dengan mata uang.
Dengan begini bila peusahaan-perusahan
tersebut menyalurkan dalam bentuk
komoditas yang menjadi industri mereka di
bidang pangan, maka lembaga amil dapat
162
segera menyalurkannya zakat dalam bentuk
barang tersebut (pangan sembako) kepada
para mustahik.

2.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan yang


Berkaitan dengan Tingkat Kesejahteraan
Sosial dan Psikologis.
Pola konsumtif untuk item kedua ini
dapat diarahkan kepada perindistribusian
konsumtif non makanan (sembako), walaupun
untuk kepentingan konsumtif mustahik.
Beberapa hal yang dapat kami contohkan
untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat
mustahik adalah distribusi yang
mengupayakan renovasi tempar-tempat
pemukiman bagi masyarakat delapan asnaf.
Sedangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis, lembaga amil dapat
menyalurkannya dalam bentuk bantuan
pembiayaan untuk mustahik yang hendak
melangsungkan pernikahan atau sunatan
missal bagi anak-anak mustahik. Karena
penyebab penyimpangan psikologis adalah
keterlambatan dalam melaksanakan
pernikahan, apalagi hal tersebut disebabkan
atas ketidak mampuan mustahik secara
materi.
163
3.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan yang
Berkaitan dengan Peningkatan Sumber Daya
Manusia agar dapat Barsaing Hidup di Alam
Transisi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia
Untuk poin ketiga, pola distribusi yang
harus menjadi primadona adalah penyaluran
dana zakat dalam bentuk peningkatan kualitas
pendidikan delapan asnaf atau mustahik,
untuk itu tidak mesti harus berupa beasiswa
untuk sekolah umum. Namun bisa diarahkan
untuk penyelengaraan pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatan ketrampilan
nonformal (luar sekolah) yang dapat
dimanfaatkan mustahik untuk kelanjutan
menjalani hidup dan mengapai
kesejahteraannya, seperti jahit menjahit,
pelatihan bahasa asing dan pelatihan kerja
profesi lainnya. Untuk penyaluran bentuk item
ketiga ini lembaga amil ini harus mampu
melihat peluang dan tantangan yang ada pada
kondisi lokal berkaitan dengan aktivitas
perekonomian dan penerapan sistem
demokrasi.
Dalam pelaksanaan dan penerapan
rencana strategis, lembaga BAZ/LAZ harus
mampu melakukan pemantauan yang
164
berkesinambungan, baik kondisi pemetaan
delapan asnaf secara umum, dalam jangka
pendek pemantauan harus dapat memberikan
data dan informasi yang tepat tentang rumah
tangga mustahik. Pemantauan harus
dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator
yang mencakup persepsi kesejahteraan
menurut masyarakat di kabupaten ditambah
dengan prinsip-prinsip umum pembangunan
berkelanjutan yang diterapkan pemerintah
daerah maupun pusat.

b. Ditribusi Produktif Dana Zakat


Saat ini yang menjadi trend dari
Islamisation process yang dikembangkan oleh
para pemikir kontemporer ekonomi Islam adalah,
pertama: mengganti ekonomi sistem bunga
dengan sistem ekonomi bagi hasil (free interest),
Kedua: mengoptimalkan system zakat dalam
perekonomian (fungsi restribusi Income). untuk
trend ini sejumlah pemikiran inovatif mengenai
intermediary system dikembangkan oleh para ahli
ekonomi Islam. Hal ini tentunya diikuti kesadaran
bahwa masyarakat muslim sampai saat ini masih
dalam sekatan ekonomi terbelakang, artinya
permasalahan pengentasan kemiskinan dan
kesenjangan sosial (unequality income) dimiliki
165
oleh sejumlah besar negara yang justru
berpenduduk mayoritas Islam.
Belakangan ini, intermediary system yang
mengelola investasi dan zakat seperti perbankan
Islam dan lembaga pengelola zakat lahi secara
menjamur. Lembaga perbankan bergerak dengan
proyek investasi non riba, sedangkan lembaga
zakat selain mendistribusikan zakat secara
konsumtif, saat ini juga telah mengembangkan
sistem distribusi dana zakat secara produktif.
Seperti yang disinyalir dalam surat At-
Taubah: 60. Artinya, “Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha bijaksana. Maka pola
distribusi dana zakat produktif menjadi menarik
untuk dibahas mengingat statemen syariah
menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul
sepenuhnya adalah hak milik dari mustahik
delapan asnaf. Hal ini pulalah yang kemudian
menjadi salah satui alasan munculnya polemik
justifikasi illegal syar’i sejumlah fuqoha untuk pola
166
distribusi produktif pada zakat. Kerenanya konsep
ditribusi produktif yang dikedepankan oleh
sejumlah lembaga pengumpul zakat, biasanya
dipadupadankan dengan dana yang terkumpul
lainnya yaitu sedakahdan infaq. Hal ini
meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan
pola produktif dana zakat.
Pemetaan alokasi dana dari hasil zakat,
infaq dan sedekah pada praktiknya berbeda satu
sama lain, artinya tanggung jawab moral seorang
muslim yang diminta peduli kepada pemerataan
pendapat, terlebih dahulu diupayakan untuk
memenuhi kewajiban zakat, kemudian
dialokasikan kepada setiap kategori delapan asnaf
adalah 1/8 atau 12,5%. Jika hasil dana zakat tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat muslim defisit,
barulah tanggung jawab moral muslim surplus
dialihkan kepada infaq dan sedekah.

Terlepas dari perbedaan pendapat dalam


fiqih dan polemik inovasi pendanaan yang diambil
dari dana zakat, infaq dan sedekah, skema yang
dikedepankan dari pola qardhul hasan sebenanya
sudah bagus sekali (brilliant), mengingat:

1. Ukuran keberhasilan sebuah lembaga


pengumpul zakat adalah seandainya lembaga

167
tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari
sekuritas sosial yang mencoba mengangkat
derajat kesejahteraan seorang mustahik
menjadi muzaki. jika pola konsumtif yang
dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini
bisa tercapai.

2. Modal yang dikembalikan oleh mustahik


kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa
modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya
si mustahik yang diberikan pinjaman tersebut.
Ini artinya bisa saja dana tersebut
diproduktifkan kembali dengan memberi balik
kepada mustahik tersebut yang akan
dimanfaatkan untuk penambahan modal
usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak,
hasil akumulasi dana zakat dari hasil
pengembalian modal akan kembali
didistribusikan kepada mustahik lain yang juga
berhak. Dengan begitu ada harapan lembaga
amil dapat benar-benar menjadi partner bagi
mustahik untuk pengembangan usahanya
sampai terlepas dari batas kemustahikannya.

J. Potret Hubungan Antara Zakat dan Pajak


Hubungan antara pajak dan zakat masih
menjadi polemik yang berkepanjangan di kalangan
168
umat Islam hingga saat ini. Banyak versi yang
mencoba memetakan hubungan tersebut secara tepat.
Setidak-tidaknya ada empat pendapat dalam hal ini
yaitu:130
1. Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus
terhadap agama dan negara, yang dikemukakan
oleh Yusuf Qardhawi. Qardhawi memandang
bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang
sama-sama wajib atas diri kaum muslim. Hanya
saja pajak diwajibkan atas kondisi tertentu.
2. Zakat adalah kewajiban terhadap agama dan pajak
adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat Gazy
Inayah ini pada prinsipnya memisahkan antara
kekuasaan Tuhan dan Raja/Presiden. Kelompok ini
berpendapat bahwa ada pemisahan antara
kekuasaan Tuhan dan raja, di mana zakat adalah
hak Allah dan pajak merupakan hak raja/kaesar.
Pendapat ini bermula dari paham sekularisme yang
memisahkan antara agama dan negara. Itu
sebagaimana yang diyakini oleh kaum kristiani,
“Give to Caesar what belongs to Caesar, and give
to God what belongs to God.” (Markus 12: 17).
3. Pajak itu adalah zakat, sebagaimana dikemukakan
oleh Masdar F. Mas’udi, artinya kalau seseorang

130
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011), cet. ke-2, hlm. 186.
169
telah membayar pajak, maka berarti ia telah
membayar zakat. Mas ’ udi mengatakan bahwa
zakat adalah roh dan pajak adalah badannya. Roh
dan badan tak mungkin dipisahkan. Artinya kalua
seseorah telah membayar zakat, maka berarti ia
sudah membayar zakat. Zakat merupakan landasan
teorinya sedangkan pajak adalah praktiknya.
4. Pajak tidak wajib, tetapi bahkan hukumnya haram,
sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Hasan Turabi
(Sudan). Pendapat ini dilandasi oleh kekhawatiran
ulama, bahwa jika pajak dibolehkan, maka akan
menjadi alat penindas rakyat oleh penguasa.
Dalam perkembangannya, polemik seputar
pajak dan zakat di banyak negara muslim tersebut
kemudian mengerucut pada dominasi pendapat
pertama yang menganggap zakat dan pajak itu adalah
dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara.
Sedangkan pendapat kedua yang memisahkan antara
kekuasaan Tuhan dan kekuasaan negara
sesungguhnya adalah upaya yang tidak realistis untuk
saat sekarang. Selain itu pendapat kedua ini juga
membuka jalan bagi umat Islam untuk tidak
mengindahkan perintah negara dan tidak
berpartisipasi dalam pemerintahan. Yang terpenting
adalah perintah agama, tidak perlu aktif terlibat dalam
negara. Dengan kata lain, jika tidak membayar pajak
juga tidak dosa. Adapun pendapat ketiga yang
menganggap pajak adalah zakat sebenarnya adalah
170
pendapat yang pragmatis. Afzalur Rahman telah
menepis pendapat yang mengatakan bahwa zakat
adalah pajak, dengan dalih zakat telah memenuhi
persyaratan perpajakan, yaitu: (1) Pembayaran yang
diwajibkan; (2) Tidak ada balasan atau imbalan; (3)
Diwajibkan kepada seluruh masyarakat suatu negara.
Menurut Rahman, dua persyaratan pertama memang
benar, tetapi syarat yang ketiga itu tidak sama antara
zakat dan pajak, karena zakat hanya dikenakan pada
umat Islam saja, tidak pada nonmuslim.131 Selain itu,
pragmatisme pendapat ketiga ini juga karena tidak
ditopang oleh pemahaman fikih secara mendalam.
Terlalu rumit bagi pengusungnya untuk menguraikan
perbedaan antara fai’, ghanimah, dharibah, kharaj,
jizyah, ‘ ushur dan pendapatan sekunder lainnya,
sehingga dipadukan istilahnya menjadi “pajak”.
Padahal tidak ada seorang pun ahli fikih yang
mengatakan itu, baik di masa klasik maupun modern.
Sedangkan pendapat keempat yang menyatakan
bahwa pemberlakuan pajak itu haram adalah pendapat
yang kurang realistis pula, karena kebutuhan negara
di zaman modern seperti sekarang tidak mencukupi
jika hanya mengandalkan pada zakat semata, kecuali

131
Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam (Islamic
Publication), edisi terj. berjudul Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996), vol. 3. Hlm. 242.

171
jika kehidupan berbangsa dan bernegaranya diformat
sedemikian rupa seperti satu abad yang lalu.
Afzalur Rahman pernah menyebutkan tentang
perbedaan antara konsep zakat dan konsep pajak sebagai
berikut:132

No Uraian Konsep Zakat Konsep Pajak


1 Sifat Kewajiban agama dan suatu Kebijakan
bentuk ibadah ekonomi untuk
memperoleh
pendapatan bagi
pemerintah
2 Subjek Diwajibkan pada seluruh Diwajibkan pada
umat Islam di suatu negara seluruh
masyarakat tanpa
melihat agama,
kasta dan lainnya
3 Status Kewajiban yang harus Kewajiban yang
kewajiban dibayarkan dalam keadaan dapat
seperti apapun tanpa dapat ditangguhkan oleh
dielakkan pemerintah yang
berkuasa
4 Tarif Sumber dan besarnya Sumber dan besar
ditentukan oleh Alquran dan pajak dapat diubah
sunnah, tidak boleh diubah dari waktu ke
oleh siapapun waktu sesuai

132
Afzalur Rahman, Economic Doctrines…, hlm. 243-245.
172
keperluan
pemerintah
5 Pengguna Butir-butir pengeluaran dan Pembelanjaan
dana mustahik zakat dinyatakan pajak dapat diubah
dalam Alquran dan hadis, atau dimodifikasi
tak seorang pun mempunyai menurut
hak mengubahnya kebutuhan
pemerintah
6 Penerima Zakat diperoleh dari orang Pajak memberikan
manfaat kaya dan diberikan pada manfaat kepada
orang miskin orang kaya dan
orang miskin.
Dalam kondisi
tertentu lebih
menguntungkan
orang kaya
7 Tujuan Zakat dikenakan untuk Pajak dikenakan
perolehan mencegah ketidakwajaran dengan tujuan
dan ketidakseimbangan utama untuk
distribusi kekayaan serta memperoleh
mencegah penumpukan pendapatan atau
harta di tangan segelintir pemasukan
orang

Tabel 2.6.
Perbandingan Zakat dan Pajak Menurut Afzalur Rahman

173
Dari uraian Rahman di atas, tampaknya tidak
semua item diamini oleh Gusfahmi. Hal ini disebabkan
oleh banyak hal, di antaranya adalah masa keduanya yang
berbeda, sistem pembanding yang berbeda dan tarjih yang
berbeda terhadap perselisihan di kalangan ulama. Ada
sebagian yang dibenarkan Gusfahmi dan sebagian lain
dikoreksi. Berikut rincian yang disebutkan Gusfahmi
tentang perbedaan antara zakat dan pajak:133

No Uraian Konsep Zakat Konsep Pajak


1 Tarif Ditetapkan Ditetapkan
berdasarkan berdasarkan ijtihad
Alquran dan Hadis ulama
2 Pengguna Mustahik tertentu Pengeluaran negara
dana selain mustahik zakat
3 Penerima Hanya 8 golongan Semua golongan,
manfaat (ashnaf) termasuk orang kaya
4 Tujuan Untuk mencegah Untuk kepentingan
perolehan ketidak-wajaran kemaslahatan umat
dan yang tidak terpenuhi
ketidakseimbanga dari zakat
n distribusi
kekayaan
5 Objek Harta tertentu yang Kelebihan penghasilan,
melebihi nisab konsumsi barang

133
Gusfahmi, Pajak Menurut …, hlm. 210.
174
bukan kebutuhan
pokok
6 Syarat Disyaratkan Tidak disyaratkan
Ijab/
Kabul
7 Masa Sepanjang masa Temporer/Situasional
berlaku walaupun tidak ada (tidak sepanjang masa)
kewajiban fakir miskin
8 Jumlah Minimum Maksimum sesuai yang
terutang sejumlah yang ditetapkan
ditetapkan
9 Imbalan Pahala dari Allah Tersedianya barang
s.w.t. dan jasa untuk
masyarakat
10 Penentu Allah s.w.t. Pemerintah, dengan
kegunaan semata, dengan berdasarkan syariat
dana keharusan
menyesuaikan
dengan ashnaf
yang delapan
11 Saat Setelah satu tahun, Saat diperoleh
terutang kecuali zakat
pertanian
12 Fungsi Ujian keimanan Solusi untuk kondisi
atas harta darurat
Tabel 2.7.

175
Perbandingan Zakat dan Pajak Menurut Gusfahmi

Di antara yang dikoreksi oleh Gusfahmi adalah


tentang sifat dan subjek, yang dianggap sama, baik dalam
konsep zakat maupun pajak. Hal itu berbeda dengan yang
disampaikan oleh Rahman. Menurut Gusfahmi sifat zakat
maupun pajak itu sama, yaitu merupakan kewajiban
keagamaan. Sedangkan Rahman tidak secara tegas
mengatakan pajak itu sebagai kewajiban agama, melainkan
hanya sekedar kebijakan ekonomi. Demikian pula subjek
zakat dan pajak, menurut Gusfahmi semuanya adalah
pribadi muslim. Sedangkan Rahman menganggap pajak
lebih umum, meliputi semua warga, tidak hanya warga
muslim.

Adapun Yusuf Qardhawi melihat masalah zakat


dan pajak ini dari beberapa sisi. Menurut Qardhawi, ada
sisi-sisi persamaan antara zakat dan pajak, yaitu: 134 (1)
Unsur paksaan; (2) Dibayarkan kepada pemerintah daerah
atau pusat; (3) Tidak adanya kompensasi dari pembayaran
kewajiban (zakat maupun pajak); (4) Ada sasaran sosial,
ekonomi dan politik, di samping sasaran keuangan.
Adapun sisi-sisi perbedaannya, adalah: (1) Nama dan
indikasi makna; zakat lebih tertuju pada makna penyucian,
pertumbuhan dan barakah. Sedangkan pajak lebih tertuju
maknanya pada pemaksaan kewajiban; (2) Substansi dan

134
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu az-Zakah, Dirasah Muqaranah li-
Ahkamiha wa Falsafatiha fi Dhau’i al-Qur’ani wa as-Sunnah (Kairo:
Maktabah Wahbah, 1994), II: 997-1004.

176
sasaran; Zakat itu adalah ibadah sebagai bentuk
kesyukuran dan taqarrub pada Allah sedangkan pajak
hanya sekedar kewajiban sipil sebagai seorang warga; (3)
Penentuan nishab atau batas minimal kewajiban dan
besaran yang dikeluarkan; (4) Sifat tetap dan kekekalan;
(5) Objek zakat (mashraf) berbeda dengan pajak; (6)
Hubungan kewajiban; pajak adalah hubungan antara
seorang warga dengan penguasa sedangkan zakat adalah
hubungan antara seorang warga dengan Tuhannya; (7)
Tujuan; Zakat memiliki unsur tujuan ruhiyyah dan moral
(khuluqiyyah) sedangkan pajak tidak memiliki hal
tersebut; (8) Asas hukum; pajak memiliki asas hukum yang
berbeda-beda secara teori, sedangkan zakat jelas, asas
hukumnya adalah bersumber dari Allah semata.

Oleh karena perbedaan-perbedaan yang


signifikan itulah, akhirnya Yusuf Qardhawi, ulama
tersohor yang diakui secara internasional ini, dengan
penuh kehati-hatian, beliau memfatwakan sebagaimana
yang difatwakan oleh Syaikh Syaltut sebelumnya, bahwa
pajak tidak dapat mengganti kewajiban zakat, karena
banyak pertimbangan syariah yang menyebabkannya
berbeda. Qardhawi kemudian menambahkan bahwa
keputusan akhir inilah yang lebih menenangkan seorang
pemberi fatwa maupun orang yang meminta fatwa. 135
Keputusan akhir yang sejenis juga disampaikan oleh
Wahbah Zuhaili, seorang ulama kenamaan yang memiliki
banyak karya ilmiah tingkat internasional. Zuhaili
mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah tidak dapat mengganti kewajiban zakat, karena

135
Ibid., hlm. 1118.
177
pertimbangan-pertimbangan yang tidak jauh berbeda
dengan yang disampaikan oleh Yusuf Qardhawi.136
Ada upaya internalisasi hubungan antara pajak
dan zakat di Indonesia secara terus-menerus. Proses
tersebut akhirnya membuahkan hasil, dengan
diberlakukannya UU No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dan UU No. 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan (PPh), yang keduanya memberi
lampu hijau terhadap zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Dalam UU. No. 36 Tahun 2008
tentang PPh pada pasal 9 ayat (1) juga menyebutkan
tentang zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena
pajak, tapi bukan pengurang pajak terutang. Banyak
kalangan memahami bahwa zakat dapat dijadikan
pengurang pajak terutang, padahal bukan demikian. UU
tersebut di tataran realitas memiliki beberapa dampak
sebagai berikut:137
1. Zakat disamakan dengan sumbangan sosial keagamaan;
Artinya zakat tak ubahnya semacam biaya sosial (social
cost) seperti sumbangan kegiatan social, perayaan hari
besar dan sejenisnya. Hal ini sungguh amat
mengecilkan makna zakat itu sendiri sebagai sebuah

136
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu
(Beirut: Daru al-fikr, 2004), III: 1979.

137
Gusfahmi, Pajak Menurut …, hlm. 192.

178
sumber pendapatan negara (mawarid al-daulah) di
masa Rasulullah s.a.w., para khulafaurrasyidin dan para
khalifah sesudah beliau. Jika zakat hanya dijadikan
sebagai biaya sosial yang sifatnya sukarela, maka hal
ini sungguh menyalahi aturan Allah s.w.t. dan menyia-
nyiakan nasib fakir miskin. Zakat adalah hak negara
yang diwajibkan atas kaum muslim yang mampu,
sebagai bentuk jaminan kehidupan bagi kaum yang
lemah atau dhu’afa’.138

2. Penerimaan zakat tidak tumbuh secara proporsional


dengan penerimaan pajak; Belum ada suatu data
empiris yang menunjukkan bukti bahwa dengan
dijadikannya zakat sebagai pengurang pajak netto,
maka pembayaran zakat oleh masyarakat semakin
meningkat. Menurut Gusfahmi, semenjak adanya
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003
tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PPh, selama 6
tahun (2003-2009) belum ada suatu laporan bahwa
kenaikan penerimaan zakat meningkat secara
proporsional dengan kenaikan penerimaan pajak,
padahal selama 6 tahun tersebut penerimaan pajak
selalu meningkat.139

3. Masyarakat tidak termotivasi untuk melaporkan zakat


yang sudah dipungut; Sungguh pun belum ada data
berapa jumlah Wajib Pajak (WP) dan berapa jumlah

138
Ibid., hlm. 196.
139
Ibid., hlm. 198-199.

179
penerimaan zakat dalam Rupiah, dari WP muslim yang
melaporkan pajak sebagai pengurang penghasilan netto
di Direktorat Jendral Pajak (DJP), namun dapat
diperkirakan bahwa tidak banyak WP muslim yang
melaporkan zakat yang sudah dipungut oleh BAZ/LAZ
melalui Surat Setoran Zakat (SSZ) dalam SPT tahunan.
Di antara penyebabnya menurut Gusfahmi, SSZ belum
dianggap sebagai “ Surat Setoran Pajak ” yang
bernilai uang, yang harus disimpan dan akan dapat
dikreditkan dengan pajak terutang pada akhir tahun
pajak. Namun demikian, Gusfahmi juga mengakui
bahwa ada sebagian masyarakat yang meyakini bahwa
zakat itu adalah ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa,
haji) yang tidak perlu “ diketahui ” bahkan “
dilaporkan” kepada orang lain, termasuk pemerintah,
karena hal itu bisa dianggap pamer (riya ’ ) bagi
pelakunya.

4. Terjadi inevisiensi dan inefektivitas dalam pemungutan


zakat dan pajak; Ditunjuknya Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) sebagai badan yang bertanggung-
jawab mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat,
melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001
tentang Badan Amil Zakat Nasional, selayaknya
difasilitasi dengan sarana dan prasarana pendukung
sebagaimana halnya Kementerian Keuangan c.q.
Direktorat Jendral Pajak (DJP). BAZ/LAZ seharusnya
bisa mendapatkan fasilitas kantor di gedung Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang lengkap dengan sarana
gedung, mobil, komputer dan jaringannya serta personil
yang terdidik.

180
Dari dampak di atas, Gusfahmi memilih solusi
yang tidak banyak menimbulkan konflik di kalangan para
ulama. Pilihan solusi ini bermula dari pendapat mayoritas
ulama -jika tidak dikatakan semua- bahwa pajak itu
berbeda dengan zakat. Tidak dapat disamakan. Sehingga,
alternatif yang paling ideal setelah pilihan tersebut,
menurut Gusfahmi adalah bagaimana umat Islam
mengupayakan zakat dapat menjadi pengurang (kredit)
pajak. Beberapa argumen diajukan oleh Gusfahmi setidak-
tidaknya dari tiga sisi: sisi fiskal, sisi syariah dan sisi
realitas.140

Dari sisi fiskal, seharusnya zakat dapat


disamakan dengan Pajak Terutang di Luar Negeri atau
disamakan seperti Fiskal Luar negeri (FLN). Dalam
formulir 1770 SPT Tahunan PPh dapat diketahui bahwa
kredit pajak pada angka 12 adalah Pajak Terutang di Luar
Negeri, yaitu pajak yang sudah disetor oleh WP di luar
negeri. Pajak yang disetor di Luar Negeri (LN) dalam hal
ini diakui sebagai kredit pajak. Inilah yang dipraktekkan
oleh pemerintah Indonesia, khususnya ketika menghadapi
warga negaranya yang ada di negara muslim lainnya, dan
negara tersebut di antaranya adalah Negara Kuwait. Selain
itu, zakat juga dapat disamakan statusnya seperti Fiskal
Luar Negeri (FLN). Dalam formulir 1770 SPT Tahunan
PPh dapat diketahui bahwa kredit pajak pada angka 14.C
adalah Fiskal Luar Negeri yang dibayar oleh WP ketika
pergi ke luar negeri, baik melalui darat, laut maupun udara.
Seandainya FLN dapat dijadikan sebagai kredit pajak,
maka zakat juga sebenarnya dapat diterapkan hal yang

140
Ibid., hlm. 201-203.
181
serupa sebagai kredit pajak, karena keduanya adalah
pembayaran pendahuluan oleh WP, yang dapat
diperhitungkan kembali dengan pajak terutang pada akhir
tahun.

Sedangkan dari sisi syariah, telah jelas bahwa


yang dikenakan kewajiban zakat itu adalah umat Islam,
sedangkan nonmuslim tidak. Adapun dalam UU Nomor 28
Tahun 2007 disebutkan bahwa WP adalah orang pribadi
atau badan, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Kemudian dalam UU Nomor 38
Tahun 1999, pada pasal 2 disebutkan bahwa setiap warga
negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban
menunaikan zakat. Kewajiban menunaikan zakat secara
syariah di atas dan kewajiban secara hukum sebagai warga
negara Indonesia untuk membayar zakat, secara jelas
menunjukkan adanya kewajiban ganda bagi umat Islam.
Selain itu, objek zakat dan pajak sebenarnya relatif sama,
yaitu penghasilan. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang PPh Bab III Pasal 4 Objek zakat, disebutkan bahwa
objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Sedangkan objek zakat adalah: (a) emas, perak
dan uang; (b) perdagangan dan perusahaan; (c) hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan; (d) hasil
pertambangan; (e) hasil peternakan; (f) hasil pendapatan
dan jasa; (g) hasil barang temuan (rikaz). Dari kedua aturan
182
tersebut, sesungguhnya perbedaannya hanya dari sisi
istilah, tetapi pada hakekatnya adalah sama. Karenanya,
pemungutan pajak dan zakat seperti sekarang telah
menimbulkan beban yang berat (over load) pada umat
Islam, karena penghasilan mereka dikenakan beban
berganda (double taxs) yaitu PPh dan zakat penghasilan.

Adapun dari sisi realitas masyarakat muslim,


sesungguhnya Kuwait dan Malaysia telah menerapkan
zakat sebagai kredit pajak dalam perhitungan pajak
penghasilan secara penuh. Bahkan karena UU yang ada di
Kuwait seperti itu, akhirnya bahkan dapat menekan
Indonesia untuk memberlakukan warga negaranya yang
ada di Kuwait juga diberlakukan seperti itu. Artinya
apabila warga negara Indonesia di Kuwait telah
membayarkan zakatnya di Kuwait, maka bukti
pembayaran tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak
di Indonesia, sehingga ia hanya berkewajiban membayar
pajak sisa dari persentase zakat yang telah ia keluarkan di
Kuwait. Demikian yang pernah ditulis oleh Raisita -
mahasiswa STAN- sebagaimana dituturkan oleh
Gusfahmi. Kemudian Raisita juga menambahkan bahwa
hal yang sama juga terjadi di Malaysia, yang menerapkan
zakat sebagai kredit pajak dalam perhitungan pajak
penghasilan secara penuh. Dalam peraturan perpajakan
negara Malaysia, yaitu Income Tax Act 1967 yang direvisi
terakhir Tahun 2006, pemerintah Malaysia memasukkan
zakat ke dalam Part II Imposition and General
Characteristics of The Tax di bagian Section 6A Subsection
(3) yang berisi tentang Tax Rebate. Pada prinsipnya, dalam
peraturan perpajakan di Malaysia, disebutkan bahwa zakat
adalah diskon atau pengurang terhadap pajak penghasilan
183
yang terutang, bahkan termasuk juga zakat fitrah dan
kewajiban lain yang dibayar oleh umat Islam, asalkan
terdapat bukti yang dikeluarkan oleh lembaga sah yang
khusus menangani tentang zakat tersebut.

Ada dua mekanisme yang harus diperhatikan


sebelum menerapkan zakat sebagai pengurang kredit
pajak.141 Yang pertama adalah bahwa zakat sebagai kredit
pajak selayaknya dibayarkan dahulu sebelum kredit pajak
yang lain. Zakat sebagai kredit pajak paling awal akan
membuat WP dapat mengetahui berapa sisa pajak yang
masih harus dikeluarkan setelah dikurangi zakat. Dengan
demikian, WP bisa mengetahui berapa kelebihan bayar
yang terjadi akibat pengurangan zakat terhadap pajak
terutang. Selain itu, zakat yang ditempatkan sebagai kredit
pajak yang dikurangkan paling awal, juga menjadi solusi
apabila ternyata WP mengalami lebih bayar, dikarenakan
pajak. Kelebihan bayar tersebut, sebagaimana sifat zakat
yang merupakan penyisihan harta untuk memenuhi
perintah Allah swt dan bertujuan untuk mensucikan harta
yang dimiliki, seharusnya tidak boleh diminta kembali
oleh WP.

Mekanisme kedua yang harus diperhatikan


sebelum menerapkan zakat sebagai pengurang kredit pajak
adalah syarat-syarat yang jarus dipenuhi agar zakat bisa
dijadikan sebagai kredit pajak. Syarat-syarat tersebut
adalah syarat yang ada dalam aturan Islam tentang zakat
dan syarat yang ada dalam peraturan perpajakan. Adapun
syarat yang harus dipenuhi dalam aturan Islam adalah

141
Ibid., hlm. 204-206.
184
syarat subjek zakat, objek zakat, nisab, haul dan waktu
serta cara pembayaran zakat. Di antara syarat tersebut
adalah bahwa yang harus membayar zakat harus pemeluk
agama Islam, harta yang dibayar haruslah hak milik penuh
(milk tam), harta produktif, memenuhi nisab, harta tersebut
merupakan kelebihan dari kebutuhan primer, tidak terdapat
tanggungan utang yang bisa mengurangi nisab dan haul
yang harus dipenuhi adalah satu tahun.

Sedangkan syarat dalam peraturan perpajakan,


bisa disamakan dengan syarat yang sekarang berlaku untuk
menetapkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto
kena pajak. Syarat-syarat yang ada dalam peraturan
tersebut adalah: (a) Penghasilan atau harta yang dibayar
zakatnya merupakan objek pajak sebagaimana difinisi
objek pajak pada pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008; (b)
Harta atau penghasilan tersebut dimiliki dan dibayar oleh
pemeluk agama Islam; (c) Dibayar kepada amil zakat yang
disahkan sesuai dengan UU tentang pengelolaan zakat
yang berlaku; (d) Harta atau penghasilan yang merupakan
objek pajak tersebut tidak dikenai pajak yang bersifat final
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 dan 2 UU
Nomor 36 Tahun 2008; (e) Besarnya persentase yang
boleh dikreditkan adalah sebesar kadar zakat yang berlaku
dalam peraturan agama Islam; (f) Harus ada bukti dari amil
zakat yang di antaranya berisi nama, alamat, NPWP
muzakki, jenis, sumber, bulan.tahun perolehan, dan
besarnya harta atau penghasilan, serta tentu saja besarnya
zakat yang dibayarkan.

Kendala utama yang menghambat penerapan zakat


sebagai kredit pajak adalah adanya UU Nomor 38 Tahun
185
1999 dan UU Nomor 36 Tahun 2008. UU Nomor 38 Tahun
1999 berisi tentang Pengelolaan Zakat yang belum
mendukung untuk pelaksanaan zakat sebagai kredit pajak.
Pasal yang secara jelas menghambat penerapan zakat
sebagai kredit pajak adalah Pasal 14 ayat 3, yang mengatur
mengenai penetapan zakat yang dibayar kea mil zakat, itu
hanya bisa menjadi pengurang laba atau penghasilan sisa
kena pajak. Penafsiran autentik dari peraturan tersebut
menyatakan bahwa zakat hanya bisa dikurangkan sebagai
pengurang laba/penghasilan sisa kena pajak saja. Tidak
bisa dijadikan sebagai pengurang Pajak Penghasilan.

Sedangkan kendala yang kedua adalah Pasal 9


ayat 1 huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008, yang
menyatakan bahwa zakat yang dibayar subjek zakat, yang
juga subjek pajak, sesuai dengan penafsiran sistematik,
hanya bisa dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto
untuk menentukan penghasilan kena pajak. Ketetapan
dalam Pasal 9 ayat 1 huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008
tersebut perlu diubah agar bisa menerapkan zakat sebagai
kredit pajak. Zakat seharusnya dimasukkan ke dalam Pasal
28 UU Nomor 36 Tahun 2008, menjadi bagian dari kredit
pajak yang bisa dikurangkan terhadap pajak terutang WP
(Pasal 1 angka 22).

Zakat yang ditetapkan negara sebagai kredit pajak,


secara matematis, akan mengurangi penerimaan Negara
dari sektor pajak. Jika seorang WP PPh Orang Pribadi
harus dikenakan pajak 5 %, maka dengan dijadikannya
zakat sebagai kredit (pengurang) pajak, ia hanya wajib
membayar 2,5 %. WP yang memanfaatkan kewajiban ini
akan meningkat dari waktu ke waktu dan menyebabkan
186
penerimaan negara dari sektor pajak, berkurang. Hal ini
tentu akan merugikan negara dan menyulitkan pendanaan
negara.

Dilihat secara matematis memang demikian,


tapi dilihat secara agama, tidak demikian. Penerapan zakat
sebagai kredit pajak akan meningkatkan penerimaan
keduanya, sebagaimana perumpamaan sumur yang digali
dan dibersihkan mata airnya. Zakat dan pajak akan
meningkat, sebagaimana bukti data dari Negara Malaysia
di mana sejak zakat dijadikan sebagai kredit pajak,
penerimaan pajak selalu meningkat.

Seandainya memang ada keraguan seputar


turunnya penerimaan negara sebagaimana dikhawatirkan,
maka sesungguhnya ada solusi alternatif untuk jangka
pendek. Negara dapat menggunakan metode
pemindahan pos penerimaan dengan jalan menetapkan
zakat sebagai salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP). Menetapkan zakat sebagai PNBP akan
memberikan kepastian yang lebih besar pada masyarakat,
karena termasuk sebagai penerimaan negara, yang dapat
dipantau, diawasi dan diketahui jumlah penerimaan serta
distribusi penggunaannya, sebagaimana halnya pajak.

187
BAB III
POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DI
KAWASAN JOGLOSEMAR

A. Kawasan Joglosemar

Dalam Perda Provinsi Jawa Tengah No. 21 Tahun 2003


disebutkan bahwa kawasan Joglosemar termasuk
kawasan kerjasama antar-provinsi yang memiliki
kekhususan tertentu. Kekhususan kawasan tersebut
dikarenakan memiliki salah satu kriteria berikut: (1)
Kawasan yang mempunyai kontribusi terhadap
pencapaian sasaran secara nasional; (2) Kawasan yang
tidak masuk dalam delinasi kawasan tertentu dan andalan
tetapi dari dimensi propinsi memiliki peranan untuk
pertumbuhan dan pemerataan yang besar; (3) Kawasan
yang memiliki permasalahan ruang yang harus segera
ditangani. Dalam Perda tersebut, yang dianggap
merupakan kawasan Joglosemar itu meliputi Yogyakarta,
Solo dan Semarang. Oleh karenanya jalur yang melewati
Joglosemar merupakan jalur yang penting dan

188
strategis, 142 sehingga ruang lingkup wilayah penelitian
ini meliputi kabupaten/kota sepanjang jalur yang
melewati Joglosemar. Adapun Kabupaten/Kota yang
berada di jalur ini ada 13, yaitu: Yogyakarta, Klaten,
Surakarta (Solo), Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali,
Salatiga, Kabupaten Semarang, Kota Semarang,
Temanggung, Kabupaten Magelang, Kota Magelang dan
Sleman.
Alasan pemilihan jalur Joglosemar sebagai obyek
penelitian, karena jalur ini merupakan jalur bisnis
terbesar di wilayah provinsi Jawa Tengah dan
Yogyakarta, yang masyarakatnya merupakan masyarakat
yang heterogen. Masyarakat muslim yang berada di jalur
itu juga merupakan masyarakat muslim yang heterogen.
Ada masyarakat perkotaan dan pedesaan, modern dan
tradisional, kejawen, moderat dan militan, masyarakat
petani, pedagang/pengusaha dan pegawai dan karakter-
karakter heterogen lainnya.
B. Lembaga-lembaga Zakat di Indonesia
Undang-undang no. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat bab III pasal 6 dan 7 menyatakan
bahwa lembaga pengelola zakat di indonesia terdiri dari
dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAS) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh
pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan

142
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah,
dalam http://docs.google.com/, diakses tanggal 31 Maret 2011.
189
oleh masyarakat. Dalam buku petunjuk teknis
pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institut
manajemen zakat 2001 dikemukakan susunan organisasi
lembaga pengelola zakat seperti Badan Amil Zakat
sebagai berikut.
1. Susunan Organisasi Badan Amil Zakat
a. Badan Amil Zakat terdiri atas dewan pertimbangan,
komisi pengawas, dan badan pelaksana.
b. Dewan pertimbangan sebagaimana dimaksud
meliputi unsur ketua, sekretaris, dan anggota.
c. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud meliputi
unsur ketua, sekretaris, dan anggota.
d. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud meliputi
unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian
pengumpulan, bagian pendistribusian dan
pendayagunaan.
e. Anggota pengurus badan amil zakat terdiri atas
unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur
masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia,
tokoh masyarakat, tenaga profesional, dan lembaga
pendidikan yang terkait.
2. Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat
a. Dewan Pertimbangan
i. Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan
rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi
pengawas dalam pengelolaan badan amil zakat.
ii. Tugas Pokok

190
(1) Memberikan garis-garis kebijakan umum
badan amil zakat;
(2) Mengesahkan rencana kerja dari badan
pelaksana dan komisi pengawas;
(3) Mengeluarkan fatwa syariah, baik diminta
maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat
yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil
zaka;
(4) Memberikan pertimbangan, saran, dan
rekomendasi kepada badan pelaksana dan
kommisi pengawas, baik diminta maupun
tidak;
(5) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan
hasil kerja badan pelaksana dan komisi
pengawas;
(6) Menunjuk akuntan publik.
b. Komisi Pengawas
i. Fungsi
Fungsi komisi pengawas sebagai
pengawas internal lembaga lembaga atas
operasional kegiatan yang dilaksanakan badan
pelaksana.
ii. Tugas Pokok
(1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja
yang telah disahkan;
(2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-
kebijakan yang telah ditetapkan dewan
pertimbangan;

191
(3) Mengawasi operasional kegiatan yang
dilaksanakan badan pelaksana yang
mencakup pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan;
(4) Melakukan pemerikasaan operasional dan
pemeriksaan syariah.
c. Badan Pelaksana
i. Fungsi
Badan Pelaksana berfungsi sebagai
pelaksana pengelola zakat.
ii. Tugas Pokok:
(1) Membuat rencana kerja;
(2) Melaksanakan operasional pengelolaan
zakat sesuai rencana kerja yang telah
dsahkan dan sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan;
(3) Menyusun laporan tahunan;
(4) Menyampaikan laporan pertanggung
jawaban kepada pemerintah;
(5) Bertindak dan pertanggung jawab untuk
dan atas nama badan amil zakat kedalam
maupun keluar.

Lembaga-lembaga zakat yang ada di Indonesia


ada dua jenis, yaitu milik pemerintah yang berada
dalam wadah Badan Amil Zakat (BAZ) dan milik
lembaga zakat swasta yang tergabung dalam Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Lembaga-lembaga zakat milik swasta
yang ada di Indonesia memiliki jumlah yang sangat
192
banyak. Itulah salah satu factor penyebab kenapa
pemberdayaan zakat yang ada di Indonesia tidak
dapat terkoordinasikan secara maksimal. Berikut
rincian lembaga-lembaga zakat pada tingkat nasional
di Indonesia:
1. Badan Amil Zakat Nasional
Badan ini adalah satu-satunya badan amil
resmi yang didirikan oleh pemerintah RI
berdasarkan keputusan Presiden RI no. 8 tahun
2001. Badan ini memiliki tugas dan fungsi yang
sudah ditentukan, yaitu menghimpun dan
menyalurkan zakat, infaq dan sedekah pada tingkat
nasional di Indonesia. Dengan lahirnya UU no. 23
tahun 2011 tentang pengelolaan zakat semakin
mempertegas tugas dari BAZNAS itu sendiri
sebagai lembaga yang berwenang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Di dalam UU
tersebut disebutkan bahwa BAZNAS sebagai
lembaga pemerintah non struktural yang bersifat
mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden
melalui Menteri Agama. Untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya BAZNAS memiliki beberapa
kewenangan yang biasanya dilakukan, yaitu :
a. Menghimpun, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat.
b. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan
BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/ kota
dan lembaga amil zakat.
193
c. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infaq, sedekah dan dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS provinsi dan LAZ.
Berikut visi dan misi lembaga ini:
Visi :
“Menjadi badan amil zakat nasional yang amanah,
transparan dan profesional”.
Misi :

a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat


melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan
pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan
ketentuan Syari’ah dan prinsip managemen
modern.
c. Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat
yang amanah, transparan, profesional dan
terintegrasi.
d. Mewujudkan pusat data zakat nasional.
e. Memaksimalkan peran zakat dalam
menanggulangi kemiskinan di Indonesia
melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga
terkait.
Dengan menggunakan visi dan misi
diatas, telah terbukti bahwa BAZNAS telah
menyabet beberapa penghargaan sebagai
lembaga sosial nomer satu di Indonesia.
194
Beberapa prestasi yang pernah diperoleh oleh
BAZNAS adalah :
a. Mendapat sertifikat ISO 9001:2000 di tahun
2008
b. Mendapat sertifikat ISO 9001:2008 selama tiga
kali berturut-turut dari tahun 2009
c. Mendapat penghargaan “Tha Best Quality
Management” dari Karim Bussines Consulting
d. Mendapat predikat laporan keuangan terbaik
lembaga non departemen dari Departemen
Keuangan RI tahun 2008.
e. Mendapat penghargaan “The Best Innovation
Programme” dan “The Best in Transparency
Management” pada acara IMZ Award 2011.143

2. LAZ Dompet Dhuafa


Sebuah lembaga yang didirikan oleh
masyarakat Indonesia yang berkhidmat untuk
mengangkat harkat dan martabat daripada kaum
dhuafa dengan menggunakan dana zakat, infaq,
shadaqoh dan wakaf (ZISWAF) serta dari dana
lainnya yang halal.
Lembaga ini lahir dengan latar belakang
yang cukup unik, yang mana para pendirinya
empat orang wartawan yang sering bertemu dan
juga berinteraksi dengan orang kaya dan juga

143Pusat.baznas.go.id/profil/, diakses pada 30 Oktober 2016.

195
miskin. Sehingga atas dasar itulah mereka
mendirikan dompet dhuafa republika sebagai
dewan independen. Tepatnya pada tanggal 10
Oktober 2001 Dompet Dhuafa Republika
dikukuhkan sebagai lembaga amil zakat tingkat
nasional oleh Departemen Agama RI, dihadapan
notaris yang diumumkan dalam Berita Negara RI
no. 163/A.YAY.HKM/1996/PNJAKSEL. 144
Bahkan sampai sekarang lembaga ini
diyakini sebagai lembaga yang terbesar swasta dan
sudah sangat terkenal di negeri ini. Dengan
besarnya sebuah lembaga, pastilah tidak terlepas
daripada visi sebagai pandangan jauh kedepan dan
juga misi sebagai langkah untuk mencapai visi
tersebut, visi dan misi dari lembaga tersebut adalah
sebagai berikut :
Visi : “Terwujudnya masyarakat dunia yang
berdaya melalui pelayanan, pembelaan dan
pemberdayaan yang berbasis pada sistem yang
berkeadilan”.
Misi :
a. Menjadi gerakan masyarakat yang
mentransformasikan nilai-nilai kebaikan.

144www.dompetdhuafa.org/about, diakses pada 31 Oktober 2016.

196
b. Mewujudkan masyarakat berdaya melalui
pengembangan ekonomi kerakyatan.
c. Terlibat aktif dalam kegiatan kemanusiaan
dunia melalui penguatan jaringan global.
d. Melahirkan kader pemimpin berkarakter dan
berkompetensi global.
e. Melakukan advokasi kebijakan untuk
mewujudkan sistem yang berkeadilan.
f. Mengembangkan diri sebagai organisasi global
melalui inovasi, kualitas pelayanan,
transparansi, akuntabilitas, independensi dan
kemandirian lembaga.
Selain visi dari Dompet Dhuafa yang
mencoba untuk diwujudkan dengan
menggunakan misi-misi yang sudah dirancang,
ada juga tujuan-tujuan mulia dari organisasi ini :
a. Terwujudnya organisasi Dompet Dhuafa
dengan standar organisasi global.
b. Terwujudnya jaringan dan aliansi strategis
dunia yang kuat.
c. Terwujudnya perubahan sosial melalui advokasi
multi-stakeholder dan program untuk
terciptanya kesejahteraan masyarakat dunia.
d. Menjadi lembaga filantropi Islam Internasional
yang transparan dan akuntabel.
e. Membangun sinergi dan jaringan global.
f. Terwujudnya jaringan dan aliansi strategis
dunia yang kuat.
197
g. Menjadi lembaga rujukan di tingkat global
dalam program kemanusiaan dan
pemberdayaan.
h. Meningkatkan kualitas dan akses masyarakat
terhadap prorgam pelayanan, pembelaan dan
pemberdayaan.
i. Mengokohkan peran advokasi untuk
mewujudkan sistem yang berkeadilan.
j. Menguatkan volunteerism dan kewirausahaan
sosial dimasyarakat.
k. Menumbuhkan kepemilikan asset dimasyarakat
melalui pengembangan industri kerakyatan.
l. Terwujudnya tata kelola organisasi berstandar
internasional.
m. Terwujudnya kemandirian organisasi melalui
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi
sumber daya organisasi.
n. Terpeliharanya independensi lembaga dari
intervensi pihak lain dan conflict of interest
dalam pengelolaan lembaga.
o. Menumbuh kembangkan semangat inklusifitas
dan altruisme.
p. Membangun komunitas berbasis masjid.
q. Melahirkan kader da’wah.

198
r. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menerapkan nilai dasar Islam dalam kehidupan
sehari-hari. 145

3. LAZ Yayasan Amanah Takaful


Lembaga Amil Zakat yang ini didirikan
pada tanggal 24 Agustus 1998 berdasarkan akta
notaris Yudo Paripurno, SH serta telah
didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
melalui surat no. AHU-AH.01.08-230 tanggal 23
April 2008. Dalam perjalanannya selama kurang
lebih dua setengah tahun jumlah muzzaki dan
mustahik mengalami peningkatan yang sangat
besar dengan pengelolaannya pun semakin
menunjukan kinerja yang sangat baik, sehingga
tepatnya pada tanggal 8 Oktober 2001 yang
ditetapkan di Jakarta, Yayasan Amanah Takaful
dikukuhkan sebagai lembaga amil zakat yang
berskala nasional melalui Keputusan Menteri
Agama RI no. 440 tahun 2001. Manfaat dari
lembaga amil zakat ini sudah mulai dirasakan di
16 provinsi yang ada di Indonesia, terutama yang
ada di daerah JaBoDeTaBek, yang mana dan ZIS
yang telah disalurkan sudah mencapai milyaran
rupiah, apalagi dengan adanya dukungan dari

145 www.dompetdhuafa.org/about. Diakses pada 31 Oktober


2016.

199
beberapa perusahaan yang ikut mendonasikan
kepada lembaga ini.146
Berikut visi dan misi dari lembaga ini :
Visi :
Menjadi yayasan sosial dan da’wah terkemuka
yang membanggakan dan memberi kontribusi
dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani
ummat dan bangsa serta syiar Islam melalui
sinergi dari segala potensi, baik intern maupun
ekstern.
Misi :
Mengajak masyarakat dan ummat untuk bersama-
sama meningkatkan kualitas sumber daya insani
yang komitmen dalam keimanannya, amanah,
berakhlakul karimah dan profesional. 147

4. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat


Lembaga amil zakat Pos Keadilan Peduli
Umat lahir dengan adanya krisis yang melanda
dunia, khususnya bangsa dan rakyat Indonesia lah
yang turut merasakanya. Atas dasar itulah pada
tanggal 17 September 1998 beberapa anak muda

146 www.amanahtakaful.org/sample-page/sejarah-yat/, diakses


pada 30 Oktober 2016.
147 www.amanahtakaful.org/sample-page/sejarah-yat/. Diakses
pada 30 Oktober 2016.

200
mulai bergerak dengan melakukan aksi sosial di
sebagian wilayah Indonesia. Setelah mereka
melakukan aksi sosial, ditindaklanjutilah aksi
mereka agar lebih sistematis dalam pergerakannya,
tepatnya pada tanggal 10 Desember 1999 lahirlah
sebuah lembaga yang bernama Pos Keadilan
Peduli Umat. Lembaga ini sudah mendapatkan
pengukuhan sebagai lemaba amil zakat nasional
dengan surat keputusan Menteri Agama RI no.441.
Bahkan lembaga ini juga sudah terdaftar di PBB
sebagai lembaga dengan status “Special
Consultative Status” dari Economic and Social
Council (Ecosoc).148
Menjadi anggota dari beberapa organisasi
di dunia adalah sebuah kebanggaan tersendiri,
yang mana perjuangan dari lembaga ini juga
tidaklah terlepas dari adanya visi dan misi yang
jelas dari lembaga ini, berikut ini adalah visi dan
misinya :
Visi:
Menjadi lembaga kelas dunia yang terpercaya
dalam membangun kemandirian.

148m.pkpu.or.id/about-us/history/, diiakses pada 30 Oktober 2016.

201
Misi :
a. Pendayagunaan : mendayagunakan program
kegawatdarurata, recovery, pemberdayaan
dalam meningkatkan kualitas hidup dan
membangun kemandirian.
b. Kemitraan : menjalin kemitraan dengan
masyarakat, dunia usaha, pemerintah, media,
dunia akademis dan organisasi masyarakat sipil
(civil society organization) lainnya atas dasar
keselarasan nilai-nilai yang dianut lembaga.
c. Riset dan Pengebangan : melakukan kegiata
studi, riset, pengembangan dan pembangunan
kapasitas yang relevan bagi peningkatan
efektifitas peran organisasi masyarakat sipil.
d. Kerjasama : berperan aktif dan mendorong
terbentuknya berbagai forum kerjasama dan
program sosial-kemanusiaan penting lainnya di
level nasional, regional dan global. 149

5. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat

149m.pkpu.or.id/about-us/history/. Diakses pada 30 Oktober 2016.

202
Lembaga amil zakat yang didirikan oleh
Bank Muamalat Indonesia pada 16 Juni 2000.
Lembaga ini juga menjadi salah satu lembaga
yang ditunjuk dan disahkan menjadi lemabag
amil zakat nasional oleh Menteri Agama RI. Untuk
menjadi lemabaga yang selalu mampu
memberikan kebaikan-kebaikan, maka perlu
sekali untuk memiliki pandangan-pandangan
kedepan yang sangat penting bagi lembaga yang
dituangkan dalam bentuk visi dan misi lembaga,
yaitu :
Visi :
Menjadi motor penggerak program kemandirian
ekonomi umat menuju terwujudnya tatanan
masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan
peduli.
Misi :
a. Melaksanakan program-program
pemberdayaan ekonomi dan sosial
masyarakat secara integral dan komprehensif.
b. Membangun dan mengembangkan jaringan
kerja pemberdayan seluas-luasnya.150

150 desaemas.com/partners. Diakses pada 2 November.

203
6. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
Lembaga yang didirikan pada tanggal 1
Maret 1987, yang telah dirasakan manfaat dan juga
kemaslahatannya di lebih dari 25 provinsi yang ada
di Indonesia. Dengan donatur lebih dari 161.000
dengan berbagai latar belakang telah merajut
sebuah dukungan untuk gerakan yang
memperdulikan kaum dhuafa. Lembaga ini
dikukuhkan sebagai lemabaga amil zakat nasional
melalui Menteri Agama dengan Surat Keputusan
no. 523 tanggal 10 Desember 2001 semakin
memperkuat sebuah institusi swasta yang bergerak
pada bidang sosial ini. Beberapa pokok pemikiran
dari lembaga ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas sekolah-sekolah Islam.
b. Menyantuni dan memberdayakan anak yatim,
miskin dan terlantar.
c. Memberdayakan operasional dan fisik masjid,
serta memakmurannya.
d. Membantu usaha-usaha dakwah denagn
memperkuat peranan para dai, khususnya yang
berada di daerah pedesaan atau terpencil.
e. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi anggoa
masyarakat yang mengalami musibah.151

151 ysdf.org/tentang-kami/visi-dan-misi, diakses pada 31 Oktober


2016.

204
Langkah-langkah yang dilakukan oleh
lembaga diatas adalah salah satu bentuk
perwujudan perjuangan dari lembaga ini yang
memiliki visi : YSDF Surabaya sebagai lembaga
sosial yang benar-benar amanah serta mampu
berperan serat secara aktif dalam mengangkat
derajat dan martabat umat Islam, khususnya di
Jawa Timur. 152

7. LAZ Baitul Maal Hidayatullah


Sebagaimana lembaga amil zakat lainnya,
lembaga ini juga sudah tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia. Laznas ini sudah beredar di
27 provinsi Indonesia. Kiprah dari lembaga ini
sudah terbukti adanya dengan adanya dukungan
untuk eksistensi dalam lembaga pesantren,
pengiriman dai ke berbagai daerah dam
pemberdayaan para keluarga dhuafa selain itu ada
juga anak-anak sekolah yang sudah mendapatkan
pendidikan yang layak. Itu semua adalah beberapa
peyaluran dana sosial yang sudah didistribusikan
oleh lembaga amil ini. Untuk mengukuhkan peran
serta dari lembaga ini, tepatnya pada Desember
2015 lembaga ini dikukuhkan sebagai lembaga
amil zakat nasional oleh Kementerian Agama RI

152Ibid.

205
dengan SK no. 425 tahun 2015 dan sesuai dengan
ketetuan UU Zakat no. 23/2011. Sebagai sebuah
lembaga yang sudah cukup besar dan banyak
memberikan kontribusi kepada Indonesia, sudah
banyak mendapatkan penghargaan-penghargaan
dan juga apresiasi dari berbagai pihak, seperti :
a. Rekor MURI dengan sate qurban terbanyak
tahun 2005.
b. The Best of Growth Fundraising 2010.
c. Pendamping ekonomi terbaik 2012 dari
Carefour
d. Kembali lulus sertifikat ISO 9001:2008 pada
tahun 2013.
e. Penghargaan rekor MURI sebagai pemrakarsa
dan penyelenggara sebar Da’i Ramadhan
terbanyak dan terluas pada tahu 2013.
f. Penghargaan rekor MURI sebagai pemrakarsa
pembagian paket sekolah senyum anak
Indonesia terbanyak dan terluas pada tahu 2014.
153

Berikut visi dan misi lembaga amil zakat


Baitul Maal Hidayatullah :

153www.bmh.or.id/tentang.php, diakses pada 31 Oktober 2016.

206
Visi :
Menjadi lembaga amil zakat yang terdepan dan
terpercaya dalam memberikan pelayanan kepada
ummat.

Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk peduli
terhadap sesama.
b. Mengangkat kaum lemah (dhuafa) dari
kebodohan dan kemiskinan menuju kemuliaan
dan kesejahteraan.
c. Menyebarkan syiar Islam dalam mewujudkan
peradaban Islam.

8. LAZ Persatuan Islam


Lembaga zakat ini menjadi lembaga amil
zakat nasional melalui SK Menteri Agama RI no.
552 tahun 2001, yag mana lembaga ini mengelola
zakat, infaq dan sedekah yang berkhidmat untuk
peningkatan kesejahteraan umat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, da’wah, sosial dan
ekonomi yang ada di Indonesia. Lembaga ini juga
didukung oleh tenaga amil yang profesional
sehingga menjadikannya mudah dalam
menghimpun dan penyalurannya. Untuk

207
menjamin keberlangsungan kegiatan sosialnya,
lembaga ini memiliki visi dan misi yang
diharapkan mampu menjadi penyemangat
disetiap perjalanan sosialnya. Visi darilembaga ini
adalah “Menjadi lembaga yang amanah,
profesional dan transparan”. Untuk mendukung
visi tersebut, lembaga ini juga memiliki misi untuk
mendukung visinya yaitu dengan :
a. Membangun kesadaran umat untuk
membayar zakat, infaq dan sodaqoh melalui
lembaga.
b. Mengptimalkan potesi zakat, infaq dan
sodaqoh di lingkungan umat Islam yang
berorientasi pada pengembangan
pengembangan produktivitas pendidikan,
ekonomi dan dakwah.
c. Membentuk citra lembaga PZU (penyalur
zakat umat) yang amanah, transparan dan
profesional.
d. Memberikan karya nyata dalam pembelaan
terhadap kaum dhuafa dan mustadh’afin.
Dengan adanya visi dan misi yang ada,
diharapkan lembaga amil zakat yang bersakala
nasional ini mampu menghimpun dan
menyalurkan dana zakat, infaq dan sodhaqoh
dengan tepat sasaran. Adapun untuk lebih
memaksimalkan kinerjanya, lembaga ini
208
membuat beberapa strategi untuk
memaksimalkan kinerjanya, yaitu dengan
beberapa prinsip kerja :
a. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan,
yaitu pemahaman visi dan misis bersama
dengan memberikan kepuasan kepada amilin
PZU, meningkatkan profesionalisme amilin
PZU, serta melakukan perbaikan terus
menerus.
b. Perspektif Kegiatan Internal, yaitu semua
kegiatan internal diarahkan pada bentuk
pertanggungjawaban yang akan memuaskan
muzakki dan mustahik melalui program dan
produk yang diluncurkan PZU.
c. Perspektif Pelanggan, yaitu memberikan
pelayanan terbaik untuk kepuasan da
kemudahan kepada muzakki dalam
menunaikan kewajibannya membayar zakat,
infak dan sodhaqoh dan kepada mustahik
dalam memperoleh haknya.
d. Perspektif Hasil Akhir, yaitu pengelolaan zakat,
infaq dan sodhaqoh oleh PKU semaksimal
mungkin sesuai dengan Al Qur’an dan As

209
Sunnah sehingga tepat niat, tepat kaifiyat dan
tepat sasaran.154

9. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat


Lembaga yang mendapatkan Surat
Keputusan Menteri Agama RI no.406 tahun 2002
untuk menjadi lembaga amil zakat nasional.
Lembaga ini adalah lembaga yang didirikan untuk
menyalurkan dana-dana sosial dari perusahaan
Bank Mandiri Syariah. Lembaga ini memiliki visi
dan misi sebagai berikut :
Visi : “ Menjadi pengelola zakat, infaq dan
sodhaqoh yang terpercaya pilihan umat”
Misi :
a. Mewujudkan pengelolaan dana ZIS yang
profesional dan memberi manfaat
berkesinambungan.
b. Mengutamakan penghimpunan dana ZIS
melalui kelembagaan dan penyalurannya
berorientasi kepada pemberdayaan umat.
c. Mengembangkan tenaga amil profesional dalam
lingkungan dan budaya kerja yang sehat.

154 pzu.or.id/?mod=content&cmd=statis&amid=2&catid=1. Diakses

pada 2 November 2016.

210
d. Membangun kerjasama dengan lembaga
pengelola ZIS dan lembaga sosial lainnya.
e. Menyelenggarakan operasional lembaga sesuai
degan standar pengelolaan ZIS yang sehat.
Selain adanya visi dan misi sebagai tujuan
dan aktivitas dari organisasi, lembaga ini juga
menggunakan nilai-nilai untuk menopang
keberlanjutan programnya, yaitu :
a. Usaha yang tidak kenal lelah untuk meraih yang
terbaik dan berguna.
b. Memberikan pelayanan yang terbaik, terbuka,
cepat dan berdaya guna.
c. Aktif mengembangkan diri sebagai organisasi
pembelajar.
d. Teguh berpegang pada Syari’ah Islam sebagai
landasan aktifitasnya.155

10. LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia


Lembaga yang disingkat namanya dengan
nama “Dewan Dakwah” ini didirikan paa tanggal
26 Februari 1967oleh para ulama pejuang yaitu
Bapak Mohammad Natsir (mantan Perdana
Menteri Indonesia). Organisasi ini telah tersebar
dan berkembang di 30 provinsi dan lebih dari 100
kotamadya dan kabupaten. Lembaga ini

155 www.laznasbsm.or.id/content/visi-misi. Diakses pada 2


November 2016.

211
mempunyai landasan untuk berdakwa pada surat
Ali Imran: 104, yang berbunyi “Kewajiban setiap
Muslim adalah melaksanakan dakwah.”. Lembaga
yang sudah cukup mendunia ini menjadi anggota
di beberapa organisasi dakwah internasional,
antara lain yaitu : anggota Al-Haiah Al-‘ulya
Littansik Al-Munazhomat Al-Islamiyah yang
berpusat di Makkah dan juga angggota
International Islamic Council fo Dakwah and
Relief, sedangkan ditingkat regional menjadi
anggota Regional Islamic Dakwah Council of
Southest Asia and the Pacifik yang berpusat di
Kuala Lumpur.156
Berikut visi dan misi dari lembaga ini :
Visi :
Terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat
Indonesia yang Islami.
Visi ini merujuk pada anggaran dasar/ anggaran
rumah tangga pasal 4 Pengurus Dewan Islamiyah
Indonesia.
Misi :

156 dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/diiakses pada 31 Oktober


2016.

212
a. Melaksanakan khittah Da’wah, AD/ART
Dewan Da’wah guna terwujudnya tatanan
kehidupan yang Islami, sengan meningkatkan
mutu da’wah di Indonesia yang berasaskan
Islam, taqwa dan keridhaan Allah ta’ala.
b. Menanamkan aqidah dan menyebarkan
pemikiran Islam yang bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunnah.
c. Menyiapkan du’at untuk berbagai tingkatan
sosial kemasyarakatan dan menyediakan
sarana untuk meningkatkan kualitas da’wah.
d. Menyadarkan umat akan kewajiban da’wah
dan membina kemandirian mereka.
e. Membendung pemurtadan, ghazwul fikri dan
haraqah hadamah.
f. Mengembangkan jaringan kerjasama serta
koordinasi kearah realisasi amal jama’i.
g. Memberdayakan hubungan dengan berbagai
pihak, pemerintah dan lembaga lainnyabagi
kemaslahatan umat dan bangsa.
h. Membangun solidaritas Islam Internasional
dalam rangka turut serta mendukung
terciptanya perdamaian dunia. 157

157 dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/. Diakses pada 31 Oktober


2016.

213
11. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat
Indonesia
Lembaga ini adalah salah satu lembaga yang
mulai berdiri dengan pendanaan dari perusahaan
Bank Rakyat Indonesia, yang bertujuan untuk
menyalurkan dana-dana sosial dari perusahaan
tersebut. Lembaga ini juga telah mendapat Surat
Keputusan Menteri Agama RI no 445 tahun 2002
untuk menjadi lembaga amil zakat nasional.
Sesuai dengan fungsinya sebagai penghimpun dan
juga penyalur dana ZIS, Lembaga ini mempunyai
visi dan misi sebagai berikut :
Visi :
Menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia
yang amanah, profesional dan sesuai dengan
syariat Islam.
Misi :
a. Mengoptimalkan pengumpulan dan
penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat
Islam pada umumnya.
b. Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat
guna berhasil guna.
c. Menyelenggarakan kegiatan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip GCG (Good
Corporate Government).

214
Selain menggunakan visi dan misi, lembaga ini
juga menggunakan tujuan-tujuan yang jelas
sehingga dalam perjalanannya nanti mampu
menghasilan program-program yang mampu
bermanfaat bagi masyarakat ataupun kaum
dhuafa sebagai sasaran program sosialnya.
Tujuannya adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan dapat berperan serta dalam
peningkatan keimanan dan ketaqwaan para
karyawan dan masyarakat.
b. Menciptakan harmonisasi hubungan dengan
masyarakat sekitar (bentuk nyata kepedulian
sosial).
c. Untuk mengoptimalkan potensi ZIS di
masyarakat khususnya di lingkungan
158
perusahaan.

12. LAZ Baituzzakah Pertamina


Lembaga yang dahulu hanya digunakan
untuk menampung dana ZIS dari para pekerja
muslim di perusahaan PERTAMINA, yag
pengoordinasiannya berada di Badan Dakwah
158ybmbri.org/visi-dan-misi/. Diakses pada 2 November 2016.

215
Islam Pertamina. Lalu dengan semakin
membesarnya organisasi ini maka dibentuklah
BAZIS pada tanggal 10 Februaru 1992 yang
dikeluarkan oleh SK pengurus KORPRI no. Skep-
002/K-11/Fuper/1992, yang pada tahun
sebelumnya juga sudah mendapat ijin dari Menteri
Dalam Negeri dan juga Mneteri Agama RI.
Dengan lahirnya surat keputusan bersama dua
Menteri tersebut maka dari para badan usaha milik
negara (BUMN) banyak yang membentuk badan
pengelola zakat di lingkungan perusahaannya. Lalu
pada Mei 2004 LAZ BAZMA mendapat
kepercayaan dari Pemerintah untuk menjadi
lembaga amil zakat nasional melalui SK no. 313
tahun 2004 oleh Menteri Agama RI.159
Berikut ini adalah Visi dan Misi dari lembaga
ini :
Visi :
Menjadi Bazma dengan lembaga zakat yang
profesional, amanah, jujur serta mampu
mensejahterakan masyarakat.

159 bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-pertamina/,
diakses pada 31 Oktober 2016.

216
Misi :
a. Sebagai penyelenggaraan pengumpul dan
penyalur dana ZIS yang efektif, efisien dan
tepat sasaran.
b. Memberikan pemahaman dan sosialisasi akan
manfaat dan pentingnya dana ZIS demi
kemaslahatan umat.
c. Memnfaatkan dana ZIS dan donasi lainnya
didalam usaha-usaha pemberdayaan
masyarakat yang berorientasi ibadah, sosial,
dan produktivitas usaha masyarakat.
d. Sebagai syiar agama Islam. 160

13. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid


Lembaga ini didirikan oleh KH. Abdullah
Gymnastiar pada tanggal 16 Juni 1999. Dengan
latar belakang tidak adanya pemikiran kelanjutan
dan keberlangsugan si peerima dana dan belum
optimalnya pengelolaan dana zakat. Selain sebagai
lembaga yang mengelola zakat, lembaga ini juga

160 bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-pertamina/.
Diakses pada 31 Oktober 2016.

217
berkampaye untuk menguatkan kesadaran
masyarakat untuk berzakat dan juga berusaha
merubah nasib kaum mustahik menjadi kaum
muzaki. Kiprah lemaga ini akhirnya mendapat
perhatian dari Pemerintah RI dan kemudian
ditetapkan menjadi lembaga amil zakat nasional
denga SK no. 257 tahun 2016 dari Menteri Agama
RI. Selain itu lembaga ini juga memiliki beberapa
misi yang harus selalu dijalankan, yaitu :
a. Mengoptimalkan potensi ummat melalui zakat,
infaq dan sedekah.
b. Memberdayakan masyarakat dalam bidang
ekonomi, pendidikan, dakwah dan sosial
menuju masyarakat mandiri.161

14. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia


Lembaga Rumah Zakat menjadi sebuah
lembaga amil zakat nasonal berdasarkan
Keputusan Menteri Agama RI no. 421 tahun 2015,
yang mana itu menandakan bahwa Pemerintah RI
melalui Kemenag percaya kepada rumah zakat
untuk bisa menjadi salah satu lembaga amil zakat
amanah dalam pengerjaannya.
Visi dan misi lembaga ini adalah:
Visi:

161 dpu-daaruttauhid.org/web/page/profile, diakses pada 31


Oktober 2016.

218
Menjadi lembaga filantropi Internasional berbasisi
pemberdayaan yang profesional

Misi:
a. Berperan aktif dalam membangun jaringan
filantropi internasional.
b. Memfasilitasi kemandirian masyarakat.
c. Mengoptimalkan seluruh aspek sumber daya
melalui keunggulan insani.
Dengan Brand Value nya yaitu Trusted,
Progressive dan Humanitarian.162
15. LAZIS Muhammadiyah
Lembaga yang sering disebut sebagai
Lazismu adalah lemabaga yang didirikan oleh
Pengurus Pusat Muhammadiyah pada tahun 2002
yang kemudian dikukuhkan oleh Menteri Agama
RI sebagai lembaga amil zakat nasional melalui SK
no. 457 pada tanggal 21 November 2002. Latar
belakag pendiriannya terdiri dari dua faktor yaitu
Indonesia yang masih banyak diselimuti oleh
kemiskinan, kebdohan dan indek pembangunan
manusianya yang masih rendah dan keyakinan

162www.rumahzakat.org/tentang-kami/visi-dan-misi/, diakses pada

31 Oktober 2016.

219
bahwa zakat diyakini mampu bersumbangsih
dalam mendorong keadilan sosial, pembagunan
manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan.163
Untuk memaksimalkan kinerja daripada
lembaga lazismu, maka dibuatlah visi dan misi,
yaitu sebagai berikut :
Visi :
Terciptanya kehidupan sosial ekonomi umat yang
berkualitas sebagai benteng atasproblem
kemiskinan keterbelakangan dan kebodohan pada
masyarakat melalui berbagai program yang
dikembangkan Muhammadiyah.

Misi :
a. Prioritas penerima manfaat adalah kelompok
fakir, miskin dan fisabilillah.
b. Pendistribusian ZIS dilakukan secara
terprogram (terencana dan terukur) sesuai
core gerakan Muhammadiyah, yakni :
pendidikan, ekonomi dan sosial dakwah.
c. Melakukan sinergi dengan majelis, lembaga,
ortom dan amal usaha Muhammadiyah dalam
merealisasikan program.
d. Melakukan sinergi dengan institusi dan
komunitas diluar Muhammadiyah untuk
memperluas domain dakwah sekaligus

163www.lazismu.org/latarbelakang/, diakses pada 31 Oktober 2016.

220
eningkatkan awareness publik kepada
persyarikatan.
e. Meminimalisir bantuan karitas kecuali
bersifat darurat seperti di kawasan timur
Indonesia, daerah yang terpapar bencana dan
upaya-upaya penyelamatan.
f. Intermediasi bagi setiap usaha yang
menciptakan kondisi dan faktor-faktor
pendukung bagi terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
g. Memobilisasi pelembagaan gerakan ZIS di
seluruh struktur Muhammadiyah dan amal
usaha.164

16. LAZIS Nahdlatul Ulama


Lembaga yang legalitasnya diberikan oleh
Menteri Agama melalui SK no. 65 tahun 2005
sebagai lembaga amil zakat nasional.
Visi dan misi LAZIS NU sebagai berikut :
Visi :
Bertekad menjadi lembaga pengelola dana
masyarakat (ZIS dan CSR) yang didayagunakan

164www.lazismu.org/kebijakan/. Diakses pada 2 November 2016.

221
secara amanah dan profesional untuk
pemandirian umat.165
Misi :
a. Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat
untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah
dengan rutin dan tepat.
b. Mengumpulkan/menghimpun dan
mendayagunakan dana ZIS secara profesional,
transparan, tepat guna dan tepat sasaran.
c. Menyelenggarakan program pemberdayan
masyarakat guna mengtasi problem kemiskinan,
pengangguran dan minimnya akses pendidikan
yang layak.166

17. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia


LAZIS ini menjadi lembaga amil zakat
nasional berdasarkan SK no. 498 tahun 2006 oleh
Kementerian Agama RI. 167

165nucarelazisnu.org/sejarah/. Diakses pada 2 November 2016.


166 www.lazisnujateng.org/p/visi-bertekad-menjadi-lembaga-
pegelola.html, diakses pada 31 Oktober 2016.

167 lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/info-kesekretariatan-lazis-
iphi-dki.html, diakses pada 31 Oktober 2016.

222
Untuk menjadi sebuah lembaga yang bisa
berpandangan kedepan, Lazis Ikatan
Persaudaraan Muslim Indonesia membuat visi dan
misi untuk langkah kedepannya, yaitu :
Visi :
Menjadi lembaga yang amanah dan profesional
dalam meningkatkan status sosial, ekonomi dan
pendidikan kaum dhuafa dan anak yatim.

Misi :
a. Menggali potensi-potensi ZIS dilingkungan
anggota IPHI wilayah provinsi DKI Jakarta
khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya.
b. Menghimpun dan menyalurkan ZISsesuai
syari’ah dan akuntabel.
c. Melakukan binaan kepada anak yatim untuk
menuju kemandirian.
d. Memberikan bimbingan kepada Muzakki
tentang pengeluaran ZIS.
e. Memberikan bimbingan kepada Mustahiq
tentang pengeluaran ZIS.

223
f. Membangun kebersamaan dan ukhuwah
Islamiyah antara muzakki dan mustahiq.168

18. BAZIS Kabupaten Semarang


Lembaga amil yang lahir sebagai
implementasi Peraturan Daerah No. 04 tahun
2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan
Shodaqah. Peraturan Daerah yang disusun
sebagai tidak lanjut daru Undang-undang No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Selain
karena adanya amanat dari konstitusi negara
melalui Undang-undang, dan juga ditambah
dengan adanya Peraturan Daerah tentang Zakat di
Kabupaten Semarang, ada juga beberapa faktor
yang melatar belakangi lahirnya lembaga ini, yaitu
:
a. Mayoritas penduduk Kabupaten Semarang
beragama Islam.
b. YAZIS sudah berjalan dengan baik namun
belum optimal dalam pengumpulan maupun
pendayagunaannya.
c. Komitmen eksekutif dan legislatif serta tokoh
masyarakat / Kiai dan Alim Ulama untuk

168 lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/visi-dan-misi.html. Diakses

pada 2 November 2016.

224
membuat wadah pengelolaan zakat yang
amanah dan profesional.
d. Peran serta dunia usaha dan industri (Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dan Swasta) dengan memberikan dana sosial
perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain karena beberapa latar belakang di
atas, ada juga beberapa tantangan yang harus
dihadapi oleh lembaga ini di Kabupaten
Semarang, yaitu :
a. Kemiskinan mencapai 32% atau kurang lebih
233.000.
b. Dampak krisis ekonomi global mencapai
15.000 orang.
c. Siswa yang membutuhkan bantuan kurang
lebih 6.000 siswa.
d. Anak putus sekolah rata-rata 150 siswa /
tahun.
e. Sebagian wilayah Kabupaten Semarang sering
mengalami bencana alam.
f. Sosialisasi Undang-undang RI No. 38 tahun
1999 dan Perda No. 04 tahun 2008 belum
optimal ke seluruh lapisan masyarakat
sehingga peraturan perundang-undangan ini
belum dipahami dan menjadi kesadaran bagi
muzaki untuk melaksanakannya.

225
Lembaga ini mempunyai tekad yang kuat
untuk maju kedepannya, sehingga dirasa perlu
untuk membuat suatu visi dan misi sebagai
pandangan jauh kedepan dan juga penerapan dari
pandangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
Visi :
Terlaksananya pengelolaan zakat, infaq dan
shodaqoh secara optimal dan profesional serta
mandiri guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Semarang.
Misi :
a. Mewujudkan pengelolaan Zakat, Infaq dan
Shodaqoh secara profesional, amanah dan
mandiri sesuai tuntutan agama.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menyalurkan zakat,infaq dan shodaqoh.
c. Meningkatkan peran dan hasil guna zakat, infaq
dan shodaqoh.
d. Mengubah mustahik menjadi muzakki.169

169 Baziskabsemarang.com/hal-19-latar-belakang-sejarah-
pendirian-bazis.html. Diakses pada 19 November 2016.

226
19. LAZIS Universitas Muhammadiyah Surakarta
Lazis ini merupakan salah satu badan amil
yang dibentuk oleh sebuah instansi pendidikan
yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta,
sebuah universitas swasta dibawah naungan
organisasi keagamaan Muhammadiyah. Sejarah
lembaga ini dibentuk dari sebuah zakat center di
UMS pada bulan Oktober 2016, akan tetapi
dengan berjalannya waktu adanya penggabungan
dengan pengelolaan infaq dari karyawan UMS,
sehingga perubahan nama lembaga pun perlu
dilakukan yaitu dengan pembentuka nama
menjadi LAZIS UMS pada tanggal 4 Mei 2003.
Akantetapi dengan adanya hasil rakornas
LAZISMU pada tahun 2012 menetapkan LAZIS
UMS masuk pada jejaring lAZISMU pusat dan
harus mengubah nama menjadi LAZISMU UMS.
Lembaga ini memiliki status yang legal sebagai
lembaga yang berbadan hukum berbentuk
yayasan, yang mana status ini secara otomatis
disandang karena LAZIS UMS berada di bawah
LAZISMU yang sudah beroperasi secara nasional
dengan SK MENAG No. 457 tahun 2002 tertanggal
21 November 2002.170 Lembaga ini juga memiliki

170 Lazisums.blogspot.co.id/p/profil_7.html?m+1. Diakses pada 19

November 2016.

227
visi dan misi yang digunakan untuk memajukan
organisasi ini, antara lain sebagai berikut :
Visi : Menjadi organisasi pengelola Zakat,
infaq dan shodaqoh (ZIS) yang amanah dan
profesional.
Misi :
a. Menggali dan mengelola ZIS
b. Mengembangkan sistem yang
transparan untuk pengelolaan ZIS
c. Membangun kemitraan dengan
lembaga yang sejalan

20. Yayasan Solopeduli Ummat


Sebuah organisasi yang biasanya disebut
oleh masyarakat dengan sebutan Solo Peduli
adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang
sosial kemasyarakatan, didirikan di kota Solo yang
bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai
kepedulian masyarakat untuk peduli kepada para
kaum dhuafa dengan menggunakan beberapa
program, yaitu : Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf
(ZISWAF), dana sosial lainnya yang halal dan juga
228
legal dari sumber perorangan maupun
perusahan/lembaga-lembaga lainnya. Yang mana
hasil pengumpulannya diwujudkan dengan
dengan menggunakan program sosial yang
inovatif dan solutif sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Sejarah lembaga ini dimulai dengan
adanya keadan krisis moneter yang terjadi pada
Indonesia pada tahun 1998, yang menyebabkan
ekonomi Indonesia saat itu terpuruk, terjadinya
banyak pemutusan hubugan kerja, pengangguran
dimana-mana yang menyebabkan angka
kemiskinan meningkat. Dengan latar belakang
kondisi memperihatinkan seperti itulah, ketiga
tokoh penggagasnya mulai membangun lembaga
amil ini. Ketiga orang tersebut adalah Danie H.
Soe’oed (harian umum Solopos), Erie Sudewo
(Dompet Dhuafa) dan Drs. Mulyanto Utomo
(harian umum Solopos). Lembaga ini secara resmi
berdiri pada tanggal 11 Oktober 1999 dengan
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia No.
AHU.924.AH.01.04. Tahun 2010 dan lengkap
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) :
31.164.613.7-526.000.171

171 Solopeduli.org/tentang-kami/sejarah-solopeduli. Diakses pada

19 November 2016.

229
21. Yayasan Aitam Indonesia
Yayasan Aitam Indonesia berdiri atas rasa
keprihatinan para pendirinya terhadap anak-anak
yatim yang kurang mampu dalam mengjalani
hidupnya dengan umum, seperti dalam
mengenyam pendidikan, pemenuhan kebutuhan
hidupnya sehari-hari dan lain sebagainya.
Lembaga sosial ini dibentuk pada tanggal 12
September 2011 dengan nama Yayasan Aitam
Indonesia. Lembaga ini memilki visi da misi
sebagai berikut :
Visi :
Menjadi lembaga fasilitator dan mediator
profesional yang mampu memberikan solusi
secara totalitas dalam pelaksanaan penyantunan,
pembinaan dan pemberdayaan anak yatim
Indonesia.
Misi :
a. Bidang Pembinaan dan Bimbingan: menjadi
wadah pembinaan dan bimbingan bagi anak
yatim piatu.
b. Bidang Bantuan / Sumbangan: menghimpun
dan menyalurkan berbagai bantuan /
sumbangan kepada anak-anak yatim piatu.
230
c. Bidang Penyelenggaraan Pendidikan: ikut
mensukseskan program pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu,
khususnya bagi yatim piatu untuk
menghasilkan profil anak yatim berkarakter
Islami, percaya diri menghadapi masa depan.
d. Bidang Jangkauan Pelayanan: memperluas
jangkauan pelayanan di seluruh Indonesia.172

22. BAZNAS Kota Yogyakarta


Lembaga amil zakat ini adalah salah satu
lembaga cabang dari BAZNAS nasional yang
terdapat di setiap daerah Indonesia dengan tujuan
untuk memudahkan dalam hal penghimpunan
zakat sehingga terintegrasi dengan nasional.
Lembaga amil ini memiliki visi dan misi sebagai
berikut :
Visi:
Menjadi BAZNAS Kota Yogyakarta sebagai
pusat zakat yang kompeten, terpercaya dan
tanggap melayani muzaki dalam mewujudkan
mustahik mendiri menuju Yogyakarta berkah.

172 Aitam-indonesia.or.id/sejarah/. Diakses pada 24 November


2016.

231
Misi :
a. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang
kompeten dalam mengelola ZIS.
b. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang
terpercaya dan menjadi pilihan umat.
c. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang
tanggap terhadap permasalahan umat.
d. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang
mamapu mengubah mustahik menjadi muzaki.
e. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang
memberi kemaslahatan bagi umat.
Dengan adanya visi dan misi tersebut
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
dalam lingkungan muzaki.173

23. LAZIS Universitas Sebelas September (UNS)


Dengan semangat yang didasari dari Al
Qur’an di dalam surat At Taubah: 103 dan juga At
Taubah: 60, lembaga ini didirikan pada tanggal 18
September 2004 yang bertepatan pada
peringatan Maulid Nabi di Universitas Sebelas
Maret (UNS). Kelahiran lembaga ini juga dilatar

173 Baznas,jogjakota.go.id/Home/profil/3. Diakses pada 24


November 2016.

232
belakangi oleh adanya dukungan dari semua
civitas akademik Universitas tersbut, mulai dari
Rektorat, Karyawan hingga Mahasiswa, yang
mana mereka semua menilai bahwa potensi zakat
dan infaq harus dikelola secara profesional yang
nantinya memiliki fungsi sosial. Dengan telah
hadirnya lembaga ini, sudah tepatlah untuk
menjadi sebuah lembaga yang resmi beroperasi
untuk mengelola zakat dan juga infaq di kalangan
UNS dan untuk memuluskan kinerja dr embaga ini,
ada beberapa visi dan misi yang telah dibuat,
sebagai berikut :
Visi:
Menjadi lembaga yang amanah dan
profesional dalam membangun kemandirian
ummat.
Misi:
a. Membangun dan memberdayakan masyarakat
melalui program layanan sosial.
b. Memberikan dukungan dalam proses mustahik
menjadi muzakki.

233
c. Membangun kebersamaan dan kepedulian
terhadap sesama.174
24. BAZ Semarang
Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Semarang
berdiri pada hari jum’at tanggal 13 Juni 2003
dengan surat keputusan Walikota Semarang No.
451.1.05.159 tentang pembentukan badan amil
zakat Kota Semarang yang bertujuan untuk
mencapai daya guna, hasil guna dan
akuntabilitasnya dalam pengelolaan dana zakat,
infaq dan sedekah (ZIS) sehingga nantinya mampu
meningkatkan peran umat Islam Kota Semarang
dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya
dengan memaksimalkan pengumpulan dan
pengelolaan dana ZIS. Salah satu lembaga amil
yang ada di wilayah Semarang ini memiliki visi dan
misi sebagai berikut :
Visi : Mewujudkan pengelolaan zakat,
infaq dan sedekah (ZIS), yang berdayaguna dan
berhasilguna berdasarkan asas keadilan dan
keterbukaan.
Misi :

174 Lazis.uns.ac.id/?page_id=625#access. Diakses pada 24


November 2016.

234
a. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat
muslim akan arti pentingnya ZIS.
b. Mengelola dana ZIS secara profesional,
berbasis manajemen modern dan syariah.
c. Memberdayakan dan meningkatkan
kesejahteraan hidup kaum ekonomi lemah
(Dhu’afa).
Selain menggunakan visi dan misi yang ada
diatas, lembaga ini juga memiliki mota yang juga
akan mendukung kinerja daripada lemabaga ini,
yaitu meneguhkan hati, mengikhlaskan amal,
berbagi sesama.175

25. Rumah ZIS Universitas Gajah Mada (UGM)


Salah satu lembaga amil yang didirikan
oleh sebuah lembaga pendidikan yang ada di
wilayah Yogyakarta yang memiliki tujuan :
a. Perwujudan satu pilar Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat.
b. Mengoptimalkan peran UGM di masyarakat
khususnya dalam bidang sosial kemanusiaan,
maka dibentuklah Lembaga Amil Zakat

175 Bazsemarang.or.id/visi-dan-misi/read/visi-dan-misi. Diakses


pada 24 November 2016.

235
Nasional (LAZ) yang bernama Rumah ZIS Civitas
UGM.
c. Meningkatkan mental solidaritas yang dilandasi
oleh niat beribadah dan persaudaraan
Islamiyah, kebersamaan, semangat untuk
membela kepentingan bersama dari
masyarakat kecil bawah setempat.
Selain itu lembaga amil ini juga akan
memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat,
yaitu :
a. Memudahkan penyaluran dana sosial dari
civitas akademika muslim UGM dalam rangka
perwujudan ibadah mereka.
b. Meningkatkan pemberdayaan umat di
lingkungan UGM.
c. Mengurangi gap di antara masyarakat kaya dan
miskin.
d. Membantu masyarakat yang belum mampu
secara ekonomi, khususnya dalam
176
melancarkan proses pendidikan di UGM.

26. ZISWAF Center

176 Rumahzis.ugm.ac.id/tujuan-dan-sasaran/. Diakses pada 24

November 2016.

236
Lembaga ini dinamakan dengan nama
Indonesia Ziswaf Center yang berada di bawah
yayasan Indonesia Sati Hati dengan akta No. 6
tanggal 27 Agustus 2007. Lembaga ini memiliki isi
dan Misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi lembaga sosial dan amil zakat yang besar
dan profesional.
Misi :
a. Menjadi pengelola Ziswaf amanah.
b. Mendorong aghniya untuk sadar zakat.
c. Membantu meningkatkan potensi
perekonomian para mustahiq.
d. Mendorong lahirnya SDM yang berkualitas di
masyarakat.
e. Mendorong terciptanya kehidupan sosial
ekonomi yang terintegrasi dengan Islam.177

177 Ziswafcenter.org/visi-dan-misi/. Diakses pada 24 November


2016.

237
27. BAZ Temanggung
Lembaga ini adalah salah satu pemekaran
dari lembaga zakat nasional yang ada di masing-
masing Provinsi di seluruh Indonesia. Lembaga ini
memiliki visi dan misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi badan amil zakat daerah yang amanah,
transparan dan profesional.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat
melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan
pendayagunaan zakat di lingkungan
Pemerintah kabupaten Temanggung sesuai
dengan ketentuan syariah dan prinsip
manajemen modern.
c. Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat
yang amanah, transparan, profesional dan
terintegrasi dengan Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS).
d. Memaksimalkan peran zakat dalam
menanggulangi kemiskinan khususnya
diwilayah Kabupaten Temanggung melalui

238
sinergi dan koordinasi dengan lembaga
terkait.178

28. BAZNAS Karanganyar


Lembaga ini didirikan dengan adanya kesadaran
antara umat Islam dengan Pemerintah Daerah
setempat yang mana, mereka ingin lebih
menyempurnakan ajaran agama Islam bagi
pemeluk-pemelukya di daerah ini. Dengan
sepakat mereka ingin berperan secara aktif
memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan
dan sosial keagamaan. Lalu dengan aanya
kepentingan-kepentingan tersebut, dibentuklah
sebuah forum komunikasi ulama umaro dan tokoh
masyarakat di Kabupaten Karanganyar untuk
membantu memecahkan masalah-masalah yang
terjadi di masyarakat, seperti sosial keagamaan,
kependidikan remaja dan sosial kemasyarakatan.
Dari forum inilah digagas adanya Badan Amil Zakat
Infaq dan Shodaqoh Kabupaten Karanganyar dan
disingkat dengan BAZIS untuk menghimpun dana
dari masyarakat, melalui pengumpulan zakat,
infaq dan shodaqoh ntuk dikelola dan
didayagunakan menggunakan prinsip-prinsip

178 Baztemanggung.org/profil/visi-dan-misi/. Diakses pada 25

November 2016.

239
Islam yang mampu memperbaiki kondisi yang
terjadi di masyarakat sehingga kemaslahata umat
bisa terangkat. BAZIS ini mendapat izin resmi dari
Pemerintah RI melalui Peraturan Pemerintah RI
No. 14 Tahun 2014, mengenai pelaksanaan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, BAZIS
berubah nama menjadi BAZNAS sesuai dengan
Surat Keputusan Dirjen No. Di .II/568 Tahun 2014
Tanggal 5 Juni 2014 ditetapkan sebagai BAZNAS
tingkat Kabupaten. Lembaga ini memiliki Visi dan
Misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi badan zakat nasional yang amanah,
transpran dan profesional.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat
melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan
pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan
ketentuan syariah dan prinsip manajemen
modern.
c. Menumbuhkembangkan pengelola/amil zakat
yang amanah, transparan, profesional dan
terintegrasi.

240
d. Memaksimalkan peran zakat dalam
menanggulangi masalah kemiskinan di
Indonesia melalui sinergi dan koordinasi
dengan lembaga terkait.179

C. Proporsi Pembayaran Zakat di Kawasan Joglosemar

Dari 396 responden muzaki yang diteliti di


kawasan Joglosemar, ada tiga jenis responden yang
menjadi obyek penelitian. Jika responden tersebut hanya
membayarkan zakatnya ke lembaga zakat, maka
persentase pembayaran zakatnya kepada lembaga zakat
berarti 100 %. Jika responden hanya membayarkan
zakatnya kepada mustahiq, maka berarti persentasenya
ditulis 0 %. Sedangkan bagi yang membayarkan zakatnya
kepada mustahiq dan lembaga zakat sekaigus, ada
jawaban yang berbeda-beda sesuai persentase
pembayaran zakat mereka. Berikut sebaran responden
berdasarkan proporsi pembayaran zakat mereka kepada
lembaga zakat:

Berzakat ke
Frekuen
No Lembaga Persentase
si
Zakat

179 Baznaskaranganyar.com/program-kerja/, diakses pada 25

November 2016.

241
1 0% 109 27,53%
2 5% 1 0,25%
3 10 % 5 1,26%
4 20 % 12 3,03%
5 25 % 2 0,51%
6 30 % 27 6,82%
7 40 % 14 3,54%
8 50 % 70 17,68%
9 60 % 8 2,02%
10 70 % 42 10,61%
11 75 % 7 1,77%
12 80 % 15 3,79%
13 90 % 10 2,53%
14 100 % 74 18,69%
Total 396 100 %
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 3.1. Sebaran Responden Berdasarkan
Proporsi Pembayaran Zakat

242
Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa
responden yang tidak membayarkan zakatnya sama sekali
(0%) ke lembaga zakat jumlahnya ada 109 orang (27,53
%). Sedangkan yang membayarkan zakatnya ke lembaga
zakat sekaligus ke mustahiq langsung, memilih
persentase pembayaran zakat yang berbeda-beda. Ada
yang hanya 5 % ke lembaga zakat, tetapi hanya 1 orang
(0,25 %), 10 % ke lembaga zakat ada 5 orang (1,26 %),
20 % ke lembaga zakat ada 12 orang (3,03 %), 25 % ke
lembaga zakat ada 2 orang (2,51 %), 30 % ke lembaga
zakat ada orang (3,03 %), 10 % ke lembaga zakat ada
orang (1,26 %), 20 % ke lembaga zakat ada 12 orang
(3,03 %), 10 % ke lembaga zakat ada 5 orang (1,26 %),
20 % ke lembaga zakat ada 12 orang (3,03 %), 25 % ke
lembaga zakat ada 2 orang (0,51 %), 30 % ke lembaga
zakat ada 27 orang (6,82 %), 40 % ke lembaga zakat ada
14 orang (3,54 %), 50 % ke lembaga zakat ada 70 orang
(17,68 %), 60 % ke lembaga zakat ada 8 orang (2,02
%), 70 % ke lembaga zakat ada 42 orang (10,61 %), 75 %
ke lembaga zakat ada 7 orang (1,77 %), 80 % ke lembaga
zakat ada 15 orang (3,79 %), 90 % ke lembaga zakat ada
10 orang (2,53 %) dan terakhir 100 % ke lembaga zakat
ada 74 orang (18,69 %).
Responden yang terbanyak dalam kecenderungan
pilihan pembayaran zakat adalah responden yang
membayarkan zakatnya kepada mustahiq sekaligus
kepada lembaga zakat, yaitu berjumlah 213 responden
atau 53,79 %. 213 responden tersebut berbeda-beda
persentase pembayarannya ke lembaga zakat, tetapi yang
243
terbanyak adalah yang membayarkan zakatnya kepada
lembaga zakat dengan persentase 50 %, yaitu berjumlah
70 responden, atau 17,68 %. Selain responden yang
menyalurkan zakatnya kepada dua pihak tadi, ada pula
responden yang hanya memberikan zakatnya kepada
mustahiq langsung, yaitu 109 responden atau 27,53 %.
Dan selebihnya adalh responden yang membayarkan
zakatnya kepada lembaga zakat saja, yaitu sebanyak 74
responden, atau 18,69 %.
Grafik proporsi pembayaran zakat muzaki ke
lembaga zakat dapat dilihat dalam grafik berikut ini:

Sumber: Data primer diolah


Gambar 3.1. Grafik Proporsi Pembayaran Zakat
Responden ke Lembaga Zakat

244
D. Kecenderungan Berzakat ke Mustahik
Secara Langsung
Dari penelitian terhadap 396 responden, dapat
diketahui bahwa secara umum mayoritas muzaki tidak
menganggap penting ke mana zakat mereka akan
diberikan. Bagi mereka, tidak ada perbedaan secara
signifikan antara mereka berzakat ke lembaga zakat atau
ke mustahik langsung.
Dari pendalaman melalui data primer yang
ditemukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal
tersebut, berdasarkan informasi dari para pengelola
lembaga zakat di jalur Joglosemar. Ada sebanyak 20
pengelola lembaga zakat yang diwawancarai oleh
Penulis, menyebutkan bahwa setidak-tidaknya ada tiga
hal yang menyebabkan kondisi tersebut, yaitu faktor
lembaga zakat, faktor muzaki dan faktor pemerintah.
Dari hasil wawancara terhadap 20 pengelola
lembaga zakat di jalur Joglosemar, ada 6 di antara mereka
yang menyebutkan bahwa penyebabnya dari sisi lembaga
zakat dan juga muzaki. Dari 26 jawaban tersebut, 14 di
antaranya mengatakan bahwa faktor penyebab utama itu
bermula dari pengelolaan lembaga zakat yang kurang
memadai. 180 Sedangkan 11 jawaban menyebutkan

180
Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer BMT UMM, Itoh (18/02/2014), Manajer
DKD Magelang, Rafi (18/02/2014), Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng
Cabang Magelang, Yanur Wibowo (18/02/2014), Divisi Keuangan BAZ
Kota Yogyakarta, Tri mursito (18/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS,
Catur Wibowo (18/02/2014), Manajer Lazis UMM, Zuhron
245
bahwa faktor penyebab utama adalah bermula dari
muzaki itu sendiri. 181 Dan satu jawaban menyebutkan
bahwa faktor utama dan kunci justru bukan berasal dari
lembaga zakat maupun muzaki, akan tetapi bermula dari
pemerintah. 182 Berikut tabel faktor penyebab muzaki
yang semakin merasakan keberkahan berzakat cenderung
berzakat ke mustahik langsung:

(18/02/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno (19/02/2014),


Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin (19/02/2014),
Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam Karanganyar, Susmono
(19/02/2014), Sekretaris LAZ Muh Salatiga, Maryo (19/02/2014), Ketua
LZ Yasr Klaten, Yusuf (20/02/2014), Sekretaris LZ masjid Al Kautsar
Mendungan, Drajat (20/02/2014), dan Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng
Surakarta, Sakidi (20/02/2014).
181
Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng Cabang Magelang,
Yanur Wibowo (18/02/2014), Divisi Keuangan BAZ Kota Yogyakarta,
Tri mursito (18/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), Manajer Lazis UMM, Zuhron (18/02/2014), Manajer
Solopeduli, Supomo (19/2/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno
(19/2/2014), Plt manajer Lazis Salatiga sekaligus Pengurus Wilayah
Lazis Jateng bagian marketing, Bagas Laksono (19/2/2014), Ketua
Prozis Ibnu Abbas Klaten, Mukhlis (19/2/2014), Ketua lembaga zakat
Jatisari, Mijen, Semarang, Yasmidi (20/2/2014) dan Kabag.
Penghimpunan/ Marketing PKPU Semarang, Joko Adi Saputro
(20/2/2014).
182
Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
(18/02/2014).

246
No Faktor Penyebab Jawaban

1 Lembaga zakat 14
2 Muzaki 11
3 Pemerintah 1
Jumlah 26
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.2. Faktor Penyebab Muzaki yang Merasakan
Keberkahan Berzakat
Cenderung Tidak Berzakat ke Lembaga Zakat

Faktor dominan pertama yang menyebabkan


muzaki semakin cenderung tidak memberikan zakatnya
ke lembaga zakat, adalah karena faktor yang bersumber
dari lembaga zakat itu sendiri. Dari data yang ada,
diketahui bahwa titik tekan dari faktor ini adalah masalah
kepercayaan (trust), sosialisasi yang kurang optimal
sehingga lembaga zakat tidak banyak dikenali,
kredibilitas dan profesionalisme kerja para pengelola
zakat, pelayanan secara umum, pelaporan dana zakat,
komunikasi dengan muzaki dan monumen pemberdayaan
dana zakat yang dapat dilihat oleh masyarakat secara
kasat mata.
Masalah kepercayaan (trust), tentu tidak dapat
berdiri sendiri. Trust terkait dengan banyak hal, bisa
karena sosialisasi yang kurang, kredibilitas dan
profesionalisme kerja SDM, pelaporan yang tidak
247
dilakukan, komunikasi dengan dengan muzaki dan
program kerja riil yang dapat dirasakan oleh masyarakat
secara masif.
Sosialisasi lembaga zakat yang kurang
memadai, memang menjadi kendala bagi lembaga zakat
secara umum. Namun demikian, secara umum, lembaga
zakat yang telah lama berdiri akan lebih banyak dikenal
oleh masyarakat daripada yang baru. Sebagaimana
dikatakan oleh Susmono.183 Namun demikian, apa yang
dikatakan Susmono tidak selalu benar. Lembaga zakat
yang lama juga tidak selalu dapat melakukan
penggalangan dana secara optimal dibanding dengan
lembaga zakat yang baru. Masyarakat sekarang secara
umum telah terdidik dengan baik, sehingga mereka akan
melihat kredibilitas dan profesionalisme kerja para
pengelola lembaga zakat. Bahkan eksperimen yang
dilakukan Rafi di Magelang menyebutkan, bahwa jika
seorang muzaki itu telah percaya (trust) terhadap
kredibilitas dan profesionalisme sebuah lembaga zakat,
maka berapapun dana program kerja lembaga zakat, akan
diberikan oleh muzaki tadi.184
Taufikurrahman menyoroti sebagian lembaga
zakat di Indonesia yang ternyata mengambil dana 60 %

183
Wawancara dengan Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam
Karanganyar, Susmono, dilakukan pada tanggal 19/02/2014.
184
Wawancara dengan Manajer DKD Magelang, Rafi tanggal
18/02/2014.

248
untuk amil. Di antara dana tersebut juga untuk biaya iklan
di TV yang menyedot banyak biaya. Inilah yang
mengharuskan pemerintah segera melakukan intervensi
dalam rangka menertibkan LAZ-LAZ seperti itu.185
Apa yang dikatakan Taufikurrahman selaras
dengan makna hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim
dan Abu Dawud, dari Abu Humaid As-Sa’dy. Kata As-
Sa’dy:186
Nabi telah mengangkat seorang laki-laki dari suku
Azad menjadi amil zakat. Ia disebut orang Ibnu al-
Lutbiah. Satu waktu ia datang menghadap Nabi lalu
berkata, “Ini bagian untukmu, dan ini hadiah untuk
saya.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berdiri dan
mengucapkan puji kepada Allah dan selanjutnya beliau
berkata, “Amma ba’du. Aku telah mengangkat dari
kalanganmu orang ini, untuk mengerjakan sesuatu yang
diserahkan Allah kepadaku. Lalu suatu ketika ia datang
dan berkata, ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku.’ Bila
ia jujur apakah jika seandainya ia diam di rumah orang
tuanya, hadiah itu akan datang kepadanya? Demi Allah
jika seseorang dari kalian sesuatu yang bukan haknya,
maka ia akan membawa barang itu di hari Kiamat pada
waktu ia menghadap Allah. Saya tidak tahu apakah di
antaramu di hari Kiamat nanti ada yang membawa unta

185
Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
tanggal 18/02/2014.
186
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 559.
249
sedang menguak, sapi sedang melenguk atau kambing
yang mengembik.” Kemudian Rasulullah s.a.w.
mengangkat kedua tangannya, sampai nampak kedua
ketiaknya yang putih. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah,
bukankah semua ini telah aku sampaikan?” (HR.
Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Pendapat masyarakat secara umum menyatakan
bahwa bagian untuk amil itu 60 % dari dana zakat, tentu
itu terlalu banyak. Jika ditelusuri, hal ini bersumber dari
ketidaktegasan pemerintah dalam mengelola zakat secara
resmi, sebagaimana pengelolaan haji. Jika memang
jumlah 60 % itu terlalu banyak, maka amil pun akan
terancam oleh hadis di atas. Oleh karenanya, wajar jika
para muzaki ketika ditanya tentang pengelolaan zakat di
Indonesia, 46 % dari mereka menjawab bahwa yang
paling ideal adalah dikelola oleh satu pengelola,
walaupun mereka masih belum sepakat bahwa pengelola
tersebut haruslah pemerintah. Sebagaimana ditunjukkan
oleh tabel 33.
Ketidaksepakatan mereka tentang pengelolaan
zakat oleh pemerintah satu-satunya, sesungguhnya
bermula dari ketidakpercayaan mereka terhadap
pemerintah saat ini. Dari data kuesioner yang ditanyakan
oleh Peneliti kepada para muzaki, 85 % muzaki
menyatakan akan menyerahkan zakatnya kepada
pemerintah, apabila pemerintah menurut mereka adil dan
amanah. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 34.
Faktor kedua yang menyebabkan para muzaki
cenderung berzakat ke mustahik langsung adalah bermula
250
dari muzaki itu sendiri. Dalam hal ini yang sering terjadi
adalah pemahaman muzaki tentang kewajiban zakat dan
emosional muzaki yang melibatkan perasaan, yaitu
kepuasan dan kemantapan ketika melihat zakatnya secara
langsung diterima atau dimanfaatkan oleh mustahik, serta
faktor kedekatan dan keinginan untuk didoakan oleh
mustahik zakat secara langsung.
Banyak lembaga zakat yang dalam rangka
menjembatani antara idealisme lembaga dalam
pengelolaan dana zakat dan emosional muzaki, kemudian
melakukan penggalangan dana zakat di lembaga
zakatnya, walaupun dana zakat tersebut diintervensi
pengelolaannya oleh muzaki. Langkah tersebut dilakukan
oleh lembaga zakat, ketika ada muzaki yang memesan
dana zakatnya untuk menyantuni warga di kampungnya,
atau kerabatnya, atau kelompok masyarakat miskin
tertentu.187
Keinginan sebagian muzaki agar sebagian
zakatnya dialokasikan untuk warga masyarakat di
sekitarnya, bukan merupakan sesuatu yang keliru.
Bahkan ada kemungkinan mereka mengambil

187
Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi
(20/02/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno (19/02/2014),
Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin (19/02/2014),
dan Kabag. Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang, Joko Adi
Saputro (20/2/2014).

251
kesimpulan dari konsep Rasulullah s.a.w. dalam
pemungutan dan penyaluran dana zakat. Dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan Tirmizi dari Abu Juhaifah,
disebutkan bahwa Abu Juhaifah pernah berkata, “Telah
datang kepada kami petugas zakat Rasulullah s.a.w.
kemudian ia mengambil sedekah dari orang kaya kami
dan diberikan pada orang-orang fakir kami. Aku adalah
seorang anak yatim, dan petugas itu memberi zakat
kepadaku seekor unta” (HR. Tirmizi).188
Dari hadis tersebut, jelas disebutkan bahwa
penyaluran dana zakat itu diprioritaskan untuk
masyarakat di sekitar orang kaya berada. Dengan
demikian, muzaki yang merekomendasikan kepada
lembaga zakat supaya memprioritaskan dana zakatnya
untuk orang-orang di sekeliling mereka, justru
berdasarkan hadis ini, dapat dibenarkan. Hal itu
dikarenakan jangkauan lembaga zakat yang terkadang
tidak sampai pada tempat di mana muzaki berada.
Sikap yang diambil oleh banyak lembaga zakat,
apabila ada rekomendasi mustahik yang dilakukan oleh
muzaki, secara umum tidak jauh berbeda. Di antara
lembaga zakat yang berhasil diwawancarai Penulis, ada
yang menyatakan bahwa pengajuan rekomendasi
mustahik yang dilakukan oleh muzaki tertentu, dapat
ditindaklanjuti oleh lembaga zakat, bahkan meskipun
dana zakat dari muzaki tadi 100 % diberikan kepada

188
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 799.
252
mustahik tadi, setelah dilakukan survei. 189 Sedangkan
lembaga zakat lainnya, ada yang menindalanjuti dengan
hanya memberikan sebagian dana zakat yang diberikan
muzaki, setelah dilakukan survei terhadap mustahik yang
direkomendasikan.190
Hal-hal lain yang perlu dilakukan lembaga zakat
adalah melakukan edukasi secara masif kepada
masyarakat, tentang kewajiban zakat dan membuat
program kerja riil yang dampaknya dapat dirasakan
masyarakat secara luas. Di antara edukasi tersebut adalah
pemahaman tentang pelaksanaan zakat pada masa
Rasulullah s.a.w. yang semuanya diberikan kepada
pemerintah. Sedangkan program kerja riil yang
dampaknya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat
secara luas, itu seperti mendirikan pondok pesantren
yatim, 191 sekolah buat anak miskin, rumah sakit dan
sejenisnya. Dalam hal ini pengelolaan dana zakat oleh

189
Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), dan Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi
(20/02/2014).
190
Wawancara dengan Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno
(19/02/2014), Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin
(19/02/2014), dan Kabag. Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang,
Joko Adi Saputro (20/2/2014).
191
Wawancara dengan Ketua LZ Yasr Klaten, Yusuf
(20/02/2014).

253
Rumah Zakat Indonesia dan Dompet Dhuafa, dengan
pemberdayaannya yang membekas, patut diteladani.192
Faktor ketiga yang menyebabkan para muzaki
cenderung berzakat ke mustahik langsung adalah bermula
dari pemerintah. Pemerintah dianggap tidak tegas dalam
memberlakukan syariat Islam, khususnya kewajiban
zakat. Jika selama ini kewajiban haji telah diatur oleh
pemerintah dengan serius, seharusnya kewajiban zakat
juga diatur pula secara serius. Menurut Taufikurrahman,
adanya kecenderungan muzaki yang merasakan
keberkahan tinggi, justru lebih memilih berzakat ke
mustahik langsung, faktor utama penyebabnya adalah
kealpaan pemerintah dalam pengaturan zakat.
Seandainya variabel pemerintah dimasukkan menjadi
variabel moderating, kemungkinan besar pilihan muzaki
tidak akan besar dalam menyerahkan dana zakatnya ke
mustahik langsung.193
Pendapat Taufikurrahman tersebut diperkuat
dengan data kuesioner yang menyebutkan bahwa 85 %
muzaki menyatakan akan menyerahkan zakatnya kepada
pemerintah, apabila pemerintah menurut mereka adil dan
amanah. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 30.
Perilaku muzaki di atas, sesuai dengan pendapat
mazhab Maliki, yang menyebutkan bahwa zakat itu wajib

192
Wawancara dengan Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng Cabang
Magelang, Yanur Wibowo (18/02/2014).
193
Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
(18/02/2014).

254
diserahkan kepada penguasa yang adil, untuk kemudian
dibagikan, meskipun ia berlaku zalim selain dalam kedua
perbuatan tersebut. 194 Pendapat Maliki ini berbeda
dengan imam-imam mazhab yang lainnya.
Dari ketiga faktor yang disebutkan oleh para
pengelola lembaga zakat di atas, tentang kecenderungan
muzaki untuk berzakat langsung ke mustahik -yakni
faktor yang bermula dari lembaga zakat, muzaki dan
pemerintah-, faktor perilaku muzaki adalah salah satu
faktor yang perlu pendalaman lebih jauh. Hal ini
disebabkan karena pengambil keputusan sesungguhnya
terhadap dana zakat adalah muzaki.
Para pengelola lembaga zakat mengetahui
bahwa banyak muzaki yang ternyata menjadikan
perhatian terhadap warga kurang mampu di sekitarnya
termasuk salah satu alasan penting mereka berpikir ulang
untuk menempatkan dana zakatnya ke lembaga zakat.
Karenanya ada upaya dari lembaga zakat untuk
mengambil jalan tengah terhadap permasalahan yang
dialami para muzaki tadi, yaitu dengan merespon
beberapa rekomendasi daftar mustahik dari para muzaki
untuk kepentingan warga di sekitar muzaki.

Lelaki Cenderung Berzakat ke Lembaga Zakat

194
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 746.
255
Secara sederhana ada tiga teori dalam menyikapi
peran perempuan dalam sebuah masyarakat: 1) Teori
alami (nature) atau teori psikoanalisa; 2) Teori
lingkungan (nurture), yaitu teori fungsionalis dan marxis;
dan 3) Teori sosiobiologi. Namun dalam penelitian ini,
hal itu tidak menjadi penting untuk dibahas manakah
yang lebih tepat untuk dijadikan sebuah rujukan. Yang
jelas penelitian ilmiah sesungguhnya tidak membedakan
antara tingkat kecerdasan kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Akan tetapi perbedaannya adalah dalam hal
cara menggunakan kecerdasan tersebut, yang
mengakibatkan kaum laki-laki berpikir lebih rasional
daripada kaum perempuan, walaupun tingkat
kecerdasan mereka tidak jauh berbeda.
Ternyata hasil penelitian terhadap perilaku muzaki
dalam berzakat ke lembaga zakat juga membenarkan hal
tersebut. Mayoritas laki-laki lebih rasional dalam
menentukan pilihan sasaran objek zakat. Mereka lebih
cenderung memilih dana zakatnya dikelola oleh lembaga
zakat yang secara umum akan berdampak luas
kemanfaatannya. Bahkan sebagian lembaga zakat
menjadikan dana zakat yang dikelolanya untuk
kepentingan produktif yang relatif lebih lama
kemanfaatannya.
Alasan para lelaki ketika memilih berzakat di
lembaga zakat, semuanya berdasarkan alasan rasional,

256
tidak ada satu pun yang memiliki motif emosional.
Berikut alasan-alasan tersebut:195

No Alasan Rasional Frekuensi


Jawaban
1 Praktis, tidak repot 5
2 Lebih adil 1
3 Lebih merata 2
4 Produktif, tidak untuk 1
konsumtif
5 Lebih transparan (jelas) 4
6 Lebih akuntabel 1
7 Bebas riya’ 1
8 Pentasarupan lebih tepat 1
9 Amil lebih tahu tentang 1
mustahik
10 Lebih mudah, tidak berisiko 2
11 Lebih terorganisir 3
12 Lebih banyak variasi 2
mustahik
13 Lebih banyak program 3
14 Faktor kepercayaan (trust) 3

195
Hasil wawancara dengan 13 responden lelaki, yaitu pada
tanggal 9 Agustus 2012 dengan Puyawahana dan Mubasirun, dan pada
tanggal 12 Agustus 2012 dengan Sigit, Giyanto, Solikhun, Zamroni,
Muhsin, Abdul Aziz, Ahmadi, Nasrodin, Rohib, Farkhani dan Eko
Purnomo.
257
15 Lebih terencana 1
16 Faktor doktrin ajaran Islam 1
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.3. Alasan Rasional Lelaki Membayar Zakat ke
Lembaga Zakat

Lalu alasan para perempuan ketika mereka


membayarkan zakatnya ke mustahik langsung, ada alasan
yang bersifat rasional, dan ada alasan yang bersifat
emosional. 196 Berikut alasan mereka yang bersifat
rasional:

No Alasan Rasional Frekue


Jawab
1 Lebih tepat sasaran 3
2 Lebih cepat 3
3 Lebih praktis, tidak ribet 2
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.4. Alasan Rasional Perempuan Membayar Zakat
ke Mustahik

196
Hasil wawancara antara tanggal 10-12 Agustus 2012,
dengan 13 para muzaki perempuan yang membayarkan zakatnya
langsung ke mustahik langsung. Mereka adalah Widayati, Win, Nafi‘atul
Birroh, Umi, Ismarmiyati, Lastri, Shol, Nurul, Ida, Syarifah, Aisyah, El
Widuri, Peni Susapti dan ada satu responden lagi yang tidak berkenan
menyebutkan nama.
258
Berikut alasan emosional kaum perempuan dalam
berzakat ke mustahik langsung:
No Alasan Emosional Frekuensi
Jawaban
1 Lebih puas 1
2 Lebih dekat dengan sesama 1
3 Mempererat ukhuwah 1
4 Famili lebih membutuhkan 1
5 Lebih berhati-hati, karena 4
mustahik sangat membutuhkan
6 Lebih tahu tentang keadaan 4
mustahik
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.5. Alasan Emosional Perempuan Membayar
Zakat ke Mustahik

Tentu alasan-alasan di atas masih perlu penelitian


lebih lanjut, tidak dapat disimpulkan bahwa itulah alasan
yang sesungguhnya tentang cara berpikir kaum Hawa dan
kaum Adam.

Pendidikan Tinggi Berdampak Kecenderungan Berzakat ke


Lembaga Zakat
Pendapat Lawrence Kohlberg dan William Perry
menegaskan bahwa faktor pengubah perkembangan
intelektual dan etika adalah kognisi. Bertambahnya

259
pengetahuan akan mengubah dimensi persepsi dan
evaluasi dari sikap seseorang.
Ketika jenjang pendidikan seseorang rendah, maka
ia cenderung memiliki persepsi yang sempit terhadap
suatu masalah. Demikian juga sikapnya cenderung
sebatas persepsi yang ia miliki. Hal ini berlaku pula bagi
kondisi muzaki yang menjadi objek penelitian. Semakin
rendah jenjang pendidikan muzaki, ia akan cenderung
memiliki persepsi sempit terhadap mustahik yang
menjadi objek penyaluran zakatnya. Ia tidak berpikir
tentang penggunaan dana zakat yang lebih produktif dan
lebih memberikan kemaslahatan secara makro, sehingga
pilihan objek zakat yang dituju adalah mustahik secara
langsung. Sebaliknya, semakin tinggi jenjang pendidikan
seorang muzaki, maka ia akan semakin memiliki persepsi
dan sikap yang berdimensi luas. Setiap dana zakat yang
ia keluarkan, selalu berbasis optimalisasi penggunaan
untuk masyarakat luas. Muzaki jenis ini kemudian
melihat di lapangan bahwa yang berkompeten memiliki
persepsi dan sikap secara luas seperti itu adalah lembaga
zakat, sehingga ia kemudian menyalurkan dana zakatnya
ke lembaga zakat.
Hasil temuan ini merupakan pengembangan dari
penemuan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

260
kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi.197
Sedangkan dalam temuan riset ini, ternyata semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, tidak hanya sekedar
menjadikan tingkat kesadaran mereka dalam berzakat
semakin tinggi. Akan tetapi juga menjadikan
kecenderungan mereka untuk berzakat di lembaga zakat
semakin tinggi pula.
Muhibbin Syah merangkum pendapat sekelompok
ahli pendidikan, bahwa seseorang yang telah mengalami
proses pendidikan atau pembelajaran akan mengalami
perwujudan atau manifestasi perilaku berlajar, yang
sering tampak pada perubahan-perubahan tertentu, di
antaranya adalah berpikir rasional dan kritis dalam
memecahkan masalah.198 Artinya semakin tinggi jenjang
pendidikan seseorang, maka akan semakin memiliki pola
berpikir lebih rasional. Ini juga berlaku pada muzaki
setelah diadakan penelitian. Ternyata muzaki yang lebih
tinggi jenjang pendidikannya lebih memiliki pola berpikir
rasional, dengan cara menyalurkan zakat ke lembaga
zakat.
Perbedaan bersikap antara muzaki yang
berpendidikan tinggi dan muzaki yang berpendidikan

197
Baznas dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,
“Estimasi Potensi Zakat Nasional”, dalam
http://sabili.co.id/lentera/estimasi-potensi-zakat-nasional, tanggal
22/8/2011, diakses pada tanggal 8 Agustus 2012.

198
Muhibbin Syah, Psikologi ..., hlm. 108-113.
261
rendah, secara umum sebenarnya telah disebutkan dalam
al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 9 sebagai berikut:
ِ َّ ِ َّ
‫ين ال يَ ْعلَ ُمو َن‬ َ ‫قُ ْل َه ْل يَ ْستَ ِوي الذ‬
َ ‫ين يَ ْعلَ ُمو َن َوالذ‬
)9 :‫(الزَمر‬
ُّ ‫اب‬ ِ َ‫إِ ََّّنَا يَتَ َذ َّكر أُولُواْ اْللْب‬
ُ
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran (Q.S. Az-Zumar: 9).

Ayat tersebut secara eksplisit menjelaskan tentang


perbedaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak
mengetahui. Melalui penelitian, perbedaan tersebut
disimpulkan oleh para pakar pendidikan, bahwa itu
terkait dengan pemikiran rasional dan kritis dalam
memecahkan masalah, dan perubahan sikap
(pandangan atau kecenderungan mental). Tidak
terkecuali dalam hal berzakat, ketika mereka
dihadapkan pilihan pada pembayaran zakat ke lembaga
zakat dan pembayaran zakat ke mustahik langsung,
mereka lebih memilih ke lembaga zakat.

262
E. Lembaga Zakat di Baitul Mal Wat-Tamwil
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) sebenarnya berasal
dari dua kata, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Istilah
baitul mal berasal dari kata bait dan al mal. Bait artinya
bangunan atau rumah, sedangkan al mal adalah harta
benda atau kekayaan. Jadi, baitul mal dapat diartikan
sebagai perbendaharaan (umum atau negara).
Sedangkan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah
suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk
mengurusi kekayaan negara, terutama keuangan, baik
yang berkenaan dengan soal pemasukan dan
pengelolaan maupun yang berhubungan dengan
masalah pengeluaran dan lain-lain (Lubis, 2000: 114).
Sedangkan baitut tamwil, secara harfiah bait adalah
rumah dan at-Tamwil adalah pengembangan harta. Jadi,
baitut tamwil adalah suatu lembaga yang melakukan
kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kesejahteraan pengusaha
mikro melalui kegiatan pembiayaan dan menabung
(berinvestasi) (Alma dan Priansa, 2008: 18).
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari ’ ah),
menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil
dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin. Baitul Mal
lebih mengarah pada usaha-usaha penghimpunan dan
263
penyaluran dana yang nonprofit, seperti zakat, infaq dan
shodaqah. Adapun Baitut tamwil mengarah pada usaha
penghimpunan dan penyaluran dana komersial (Sumitra,
2009: 451).
Secara ringkas Pusat Pendidikan dan Pembinaan
Usaha Kecil (P3UK) menerangkan produk inti dari Baitul
Mal wat Tamwil adalah sebagai berikut (Yunus, 2009: 33-
38): a) Produk inti Baitul Mal; Dalam hal ini BMT
berperan sebagai sebagai penghimpun dan penyalur
dana zakat, infaq, dan shadaqahnya. b) Produk inti Baitut
Tamwil; Dalam Baitut Tamwil titik tekannya tidak jauh
berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank
Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT
dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil, yaitu: prinsip
bagi hasil, prinsip jual beli dan prinsip nonprofit.
Adapun dari sisi tujuan, BMT bertujuan
mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di
sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera. Untuk
mencapai tujuan tersebut, BMT melakukan usaha-usaha
seperti kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi
hasil/syariah (Ridwan, 2004: 127).
Sebagai lembaga keuangan, BMT tentu
menjalankan fungsi menghimpun dana dan
menyalurkannya. Untuk menambah dana BMT, para
anggota diwajibkan membayar simpanan pokok dan
simpanan wajib. Selain itu ada pula simpanan sukarela
264
yang semuanya itu akan mendapatkan bagi hasil dari
keuntungan BMT. Keuntungan yang diperoleh BMT
berasal dari pemasukan hasil usaha pembiayaan
berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para
anggota, kelompok usaha, pedagang ikan, pedagan
buah, sayuran dan usaha kecil lainnya (Usman, 2002: 53-
57).
Oleh karena itu, pengelolaan BMT harus
menjemput bola dalam membina anggota pengguna
dana BMT agar mereka beruntung cukup besar, dan
karenanya BMT juga akan memperoleh untung yang
cukup besar pula. Dari keuntungan itulah BMT dapat
menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji
pengelolaan dan karyawan BMT lainnya, biaya listrik,
telepon, air, peralatan komputer, biaya operasi lainya,
dan membayar bagi hasil yang memadai dan memuaskan
para anggota penyimpan sukarela.
Adapun ciri-ciri utama dari Baitul Mal wat Tamwil
(BMT) adalah: 1) Berorientasi bisnis, mencari laba
bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling
banyak untuk anggota dan masyarakat; 2) Bukan
lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan
pengumpulan dan pentasarufan dana zakat, infak dan
sedekah bagi kesejahteraan orang banyak; 3)
Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta
masyarakat di sekitarnya; 4) Milik bersama masyarakat

265
bawah bersama dengan orang kaya di sekitar BMT
(Ridwan, 2004: 132).
Prinsip simpanan pada BMT menganut azas wadi’ah
dan mudharabah di antaranya adalah: (1) Prinsip wadi
’ah (titipan), terbagi menjadi: a) Wadi’ah amanah;
dan b) Wadi ’ ah yad dhamanah; (2) Prinsip
mudharabah (kerja sama modal); Sumber dana
mudharabah tersebut pada prinsipnya dikelompokan
menjadi 3 bagian, yaitu: a) Dana pihak pertama, yang
meliputi: simpanan pokok khusus (modal penyertaan),
simpanan pokok, simpanan wajib; b) Dana pihak kedua,
yang bersumber dari pinjaman pihak luar, pihak luar
yang dimaksud adalah mereka yang memiliki
kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank maupun non
bank; c) Dana pihak ketiga, yang merupakan simpanan
suka rela atau tabungan dari para anggota bmt baik
simpaan lancar (tabungan) ataupun simpanan deposito
(Sudarsono, 2008: 93).
Menurut Nurul Huda (2010: 363), BMT setidak-
tidaknya memiliki peran yang signifikan bagi masyarakat
maupun pemerintah. Adapun fungsi BMT bagi
masyarakat, di antaranya: 1) sebagai motor penggerak
ekonomi dan sosial masyarakat; 2) sebagai ujung tombak
pelaksanaan sistem ekonomi syariah; 3)
mengembangkan kesempatan kerja; 4) mengokohkan
dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-
266
produk anggota; 5) mendorong sikap hemat dan gemar
menabung; 6) Menjauhkan masyarakat dari praktek
ekonomi non sayriah; 7) Melakukan pembinaan dan
pendanaan usaha kecil; 8) Melepaskan jeratan para
rentenir; 9) Membantu para pengusaha lemah untuk
mendapatkan modal. Sedangkan fungsi BMT bagi
pemerintah, di antaranya: 1) Membantu pemerataan
pertumbuhan ekonomi; 2) Membantu pemerintah
dalam membuka lapangan kerja; dan 3) Menjadi
lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang
percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Eksistensi BMT yang memiliki dua peran tersebut -
bisnis dan sosial- cukup menarik untuk ditelaah secara
lebih mendalam. Salah satu BMT yang dapat menjadi
representasi dari BMT-BMT yang ada di Joglosemar
adalah BMT Tumang. BMT Tumang dapat dikategorikan
sebagai BMT rintisan yang telah muncul sejak tahun
1998, pasca pemberlakuaan UU baru yang berpihak pada
koperasi syariah. Selain itu, perkembangan BMT Tumang
cukup diakui, apalagi manajernya, Bapak Adib, diangkat
sebagai ketua asosiasi koperasi syariah se-Jawa Tengah.

1. Gambaran Umum BMT Tumang


Dasar Pemikiran dan Sejarah Perkembangan
BMT Tumang Dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun
1992 yang disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun
267
1998 tentang perbankan dengan sistem syariah di
Indonesia maka terbuka luas peluang bagi berdirinya
Keuangan atau Perbankan Syari’ah. Dengan lahirnya
Perbankan Syari’ah diharapkan bisnis secara Islami
yang menerapkan sistem bagi hasil dan menolak
sistem bunga yang tidak lazim diterapkan di Bank
Konvensional.
Akan tetapi lembaga keuangan perbankan
biasa berada dipusat perkotaan dan bahkan hampir
tidak ada lembaga perbankan yang ada di pedesaan.
Sehingga putaran uang dan aktivitas ekonomi
berpusat di kota. Sementara Lembaga masyarakat
desa mengalami kesulitan dan hambatan untuk
mengakses lembaga tersebut guna mengembangkan
usahanya.
Menyadari akan hal tersebut, beberapa
tokoh masyarakat desa Tumang timbul kesadaran
untuk mencoba memikirkan bentuk alternatif lain
sebagai wujud peran serta dalam pengembangan
masyarakat. Akhirnya disepakati untuk merintis
berdirinya BMT di Tumang, Cepogo, Boyolali.
Pendirian BMT tersebut didasari atas beberapa
pemikiran mereka bahwa:

a. Sistem perekonomian dan tatanan kehidupan yang


dikedepankan pada masa Orde Baru, ternyata tidak

268
bisa memberikan jawaban akan harapan
terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
b. Sebagian besar dari mereka tinggal di perkotaan,
sehingga putaran uang dan aktivitas petekonomian
berpusat di kota. Sementara masyarakat desa yang
sebagian besar merupakan mayoritas dari penduduk
negeri ini, tidak mendapat kesempatan dan
perhatian yang proporsional, baik dari pemerintah
maupun dari praktisi dunia usaha, sehingga
masyarakat desa hanya ditempatkan sebagai objek
pelengkap dari sistem pembangunan ekonomi
nasional.
c. Lembaga keuangan / perbankan selama ini belum
mampu diakses masyarakat secara luas.
d. Di samping itu belum ada komitmen dari lembaga
perbankan untuk menciptakan usaha yang lebih adil
untuk mensejahterakan masyarakat. Bunga bank
yang menjadi dasar operasional perbankan
(konvensional) juga masih menjadi perdebatan di
kalangan umat Islam.

BMT Tumang yang berada di Tumang,


Cepogo, Boyolali tersebut mulai beroperasi pada
tanggal 1 oktober 1998 dengan modal awal dari
anggota pendiri sebesar Rp. 7.050.000,-. Langkah awal
operasinya yang menjadi prioritas adalah sektor
simpan pinjam, di mana dari sektor ini diharapkan
dapat menyediakan dana atau kebutuhan modal dari
anggota masyarakat, dan juga dapat membuka
269
kesempatan bagi mereka untuk menabung /
menyimpan uangnya di BMT. Uang yang masuk dari
masyarakat dikelola secara profesional sesuai dengan
visi, misi dan tujuan dari pendirian BMT.
Tujuan berdirinya BMT Tumang adalah untuk
membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat,
khususnya dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Dengan pembinaan sistem perekonomian yang baik
dan menggunakan sistem syariah diharapkan tidak
hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun
juga dapat menciptakan masyarakat yang religius adil
dan makmur, di mana kelompok masyarakat yang
mempunyai status ekonomi yang kuat diarahkan
supaya ikut memikirkan anggota masyarakat yang lain.

Terkait dengan perincian tugas, wewenang dan


tanggung jawab dari masing-masing jabatan dalam
pelaksanaan kegiatan operasionalnya adalah sebagai
berikut:
1) Manajer
Wewenang manajer sebagai berikut:
a) Mengelola secara optimal sumber daya
cabang agar dapat mendukung kelancaran
operasional BMT.

270
b) Menetapkan dan melaksanakan strategi
pemasaran produk, guna mencapai
sasaran yang telah ditetapkan baik pembiayaan
maupun pendanaan.
c) Memastikan realisasi target operasinal cabang
serta menetapkan upaya-upaya pencapaian.
Melakukan review terhadap ketajaman dan
kedalaman analisis pembiayaan guna antisipasi
resiko kredit macet, kesalahan permohonan
pembiayaan.
d) Memutuskan pencairan pembiayaan sesuai
dengan wewenangnya.
e) Melakukan pembinaan terhadap anggota
BMT.
f) Memonitoring pelaksanaan penagihan
tunggakan kewajiban.
g) Mengambil keputusan atas semua kegiatan-
kegiatan di bidang pemasaran dan operasi
sampai dengan batas wewenangnya.
2) Marketing Lending
Wewenang marketing lending sebagai berikut:
a) Memotong realisasi target operasional cabang
serta menetapkan upaya-upaya pencapaian.
271
b) Memastikan semua pembiayaan
mendapatkan tanda tangan pejabat
yang berwenang.
c) Melaksanakan strategi pemasaran guna
mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
d) Bersama-sama komite pembiayaan lainnya
memutuskan pembiayaan sesuai dengan batas
wewenang.
e) Review akad pembiayaan dan surat sanggup
sesuai dengan persyaratan.
f) Memonitoring ketertiban nasabah dalam
membayar angsuran.
g) Mengkoordinir atau melaksanakan
penagihan kewajiban nasabah yang telah jatuh
tempo atau menunggak.
3) Marketing Funding
Wewenang marketing funding sebagai
berikut:
a) Memonitoring realisasi targetoperasional
cabang serta menetapkan upaya-upaya
pencapaian.

272
b) Mendatangi nasabah yang menabung maupun
membayar angsuran.
c) Melakukan survey ketempat calon anggota.
d) Membuat daftar kunjungan kerja harian dalam
sepekan mendatang pada akhir pekan berjalan.
e) Melakukan pembinaan hubungan baik
dengan anggota melalui bantuan
konsultasi bisnis, diskusi bisnis, diskusi
manajemen dan bimbingan pengelolaan
keuangan.
4) Costumer Service
Wewenang customer service sebagai
berikut:
a) Memberikan informasi kepada
nasabah/calon nasabah tentang produk
dan persyaratan maupun tata cara prosedur.
b) Mendata dan mengarsipkan data nasabah
pembiayaan.
c) Mendata barang jaminan nasabah
pembiayaan.
d) Mencapai target pendanaan pada jangka
waktu yang ditetapkan.

273
5) Teller
Wewenang teller adalah:
a) Membuka dan menutup brankas.
b) Menghitung seluruh uang yang ada didalam
brankas.
c) Melayani penyetoran tunai maupun non tunai
secara cepat dan tepat.
d) Melayani penariakan tunai maupun non tunai
secara cepat dan tepat.
e) Membuat laporan saldo akhir setiap
penutupan kas.
f) Menjaga kerahasiaan tabungan maupun
angsuran nasabah.

KSU BMT Tumang merupakan salah satu


lembaga keuangan yang ada di Boyolali dengan
wilayah kerja di Boyolali. KSU BMT Tumang
terletak di Jalan Raya Boyolali-Magelang Km. 10,
Cepogo, Boyolali 57362 Telp. (0276) 323 454 E-
mail: bmt_tumang@yahoo.co.id.
Alasan pemilihan lokasi penelitan itu
dikarenakan letaknya yang cukup strategis,
274
sehingga memudahkan nasabah untuk menabung
di BMT. Selain itu, BMT Tumang ini cukup
representative untu mewakili semua BMT yang ada
di wilayah jalur Joglosemar. Wilayah kerja KSU BMT
Tumang kabupaten Boyolali saat ini sudah berdiri
lima lokasi, satu di kantor pusat dan empat kantor
cabang yaitu:
a. Kantor Pusat : KSU BMT Tumang Pusat Jalan
Boyolali – Tumang Km. 10, Cepogo, Boyolali
57362 Telp. (0276) 323 454, Website:
www.bmttumang.com Faks. (0276) 323336,
b. Kantor Cabang:
1. KSU BMT Tumang Cabang Tumang,
beralamatkan di Jl. Melati No. 12 Tumang,
Cepogo, Telp. (0276) 323 335.
2. KSU BMT Tumang Cabang Cepogo,
beralamatkan di Jl. Boyolali Magelang Km.
10, Cepogo, Telp (0276) 323 454.
3. KSU BMT Tumang Cabang Boyolali,
beralamatkan di Jl. Pandanaran No. 299
Boyolali, Telp. (0276) 323034.
4. KSU BMT Tumang Cabang Ampel,
beralamatkan di Jl. Raya Ampel No. 8,
Depan Pasar Ampel, Telp. (0276) 330626.
275
5. KSU BMT Tumang Cabang Andong,
beralamatkan di Jl.Raya Kacangan (Barat
Pasar Kacangan) Andong, Boyolali, Telp.
(0276) 780302536.
6. KSU BMT Tumang Cabang Kartasura,
beralamatkan di Jl. Ahmad Yani No.83
(Depan Pasar Kartasura) Kartasura,
Sukoharjo, Telp. (0271) 784 385.
7. KSU BMT Tumang Cabang Selo, yang
beralamatkan di Jl. Boyolali – Magelang
km. 18 Selo, Boyolali
8. KSU BMT Tumang Cabang Suruh, yang
beralamatkan Jl. Raya Suruh –
Karanggede No. 07 (Banggirejo) Kec. Suruh
Kab. Semarang.

Keungulan dari BMT Tumang yaitu:


a. Sistem dan kinerja BMT berpegang pada prinsip
dasar yang berlandaskan syariah.
b. BMT menjauhkan dari sistem riba, maysir, gharar:
yang melanggar prinsip fiqh alghunmu bilghurmi
(keuntungan yang muncul bersama resiko) atau al

276
kharaj bi dhaman (hasil muncul bersama beban)
yaitu dengan sistem bagi hasil.
c. Dengan menitipkan di BMT Tumang, dana akan
aman dan bermanfaat dan insyaallah barokah.
d. Pelayanan maksimal, siap mengambil dan
mengantar.

2. Pengelolaan Zakat di BMT Tumang


Salah satu aktifitas yang dilakukan oleh BMT
adalah aktifitas dalam bidang sosial (baitul mal).
Bidang sosial ini mencakup zakat, infak dan sedekah.
Dana sosial ini tidak diperbolehkan sama sekali,
mengambil keuntungan darinya. Adapun
pemberdayaan dana tersebut adalah untuk
pendidikan, pelatihan kemandirian, modal usaha dan
pendampingan usaha. Selain itu kelompok
masyarakat miskin juga mendapatkan pelayanan
kesehatan dan beasiswa pendidikan (Perhimpunan
BMT Indonesia, 2012).
Setidak-tidaknya ada dua model
pengelolaan zakat yang berlaku pada BMT-BMT di
Indonesia. Pertama, pengelolaan zakat yang model
pelaporannya masih seatap dengan bisnis yang ada di
BMT. Kedua, pengelolaan zakat yang sudah bersifat
277
otonom, memiliki hak penuh dalam pengelolaan dan
pelaporan zakat.
Dalam hal ini, BMT Tumang, yang memiliki
kantor utama di jalur Joglosemar, termasuk model
BMT yang memiliki model pelaporan yang kedua,
yakni pelaporan yang bersifat otonom, oleh divisi
lembaga zakat sendiri, tanpa diintervensi oleh
kebijakan manajer BMT.
a. Sikap BMT terhadap pemberlakuan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat
Menurut Adib, Manajer Umum BMT Tumang
(10/11/2015), sentralisasi pengelolaan zakat pada
satu lembaga, itu tidak perlu. Tetapi prinsipnya
apakah di pusat ataupun daerah, itu adalah bisa
dipercaya, bisa dipertanggung-jawabkan, sesuai
dengan aturan perundang-undangan dan aturan
syariah. Hanya saja, memang dalam hal ini
dibutuhkan lembaga pengawasan, semacam
auditor. Hal itu dikarenakan, masing-masing
daerah itu memiliki potensi. Selain itu, sentralisasi
juga ada dampak negatifnya, misalkan untuk
kepentingan tertentu. Kearifan lokal dan
kepentingan daerah tertentu tidak dapat tercapai
seandainya difokuskan pada satu lembaga.
Sebenarnya yang terpenting kan sebenarnya
adalah lembaga zakat ini tidak merugikan
278
masyarakat, tidak digunakan untuk kepentingan
sepihak. Itu semacam MUI yang mengeluarkan
sertifikat halal, kan itu ada beberapa kriteria yang
melibatkan masyarakat sekitar. Demikian paparan
Adib.

b. Upaya Riil Menuju Lembaga Amil Zakat (LAZ)


dan berinteraksi dengan Badan Amal Zakat
(BAZ)
Bagaimanakah upaya-upaya riil yang
dilakukan oleh lembaga zakat yang dikelola BMT
Tumang untuk menyesuaikan diri dengan UU baru
yang mengarahkan pada pemusatan pengelolaan
zakat di bawah koordinasi BAZNAS. Dalam hal ini,
BMT Tumang, sebagaimana dikatakan oleh Adib,
Manajer BMT Tumang (10/11/2015) memiliki dua
kepentingan, jangka pendek dan jangka panjang.
Kepentingan jangka pendek, karena satu-satunya
yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat BMT
Tumang adalah menjadi Mitra Pengelola Zakat
(MPZ), dan dalam hal ini mitra yang dipilih oleh
BMT Tumang adalah Dompet Dhuafa (DD). Ini
adalah upaya jangka pendek. Adapun jangka
panjangnya, adalah membentuk lembaga zakat
mandiri. Ini yang lebih ideal. BMT itu kan baitul
mal dan baitut-tamwil, sosial dan bisnis. Ibarat dua
sisi mata uang, dua-duanya harus ada. Kalau baitut-

279
tamwilnya kita sudah memiliki ijin resmi dari Dinas
Koperasi, maka sisi satunya (zakat) juga harus
memiliki ijin/legalitas yang sama juga.
Apa yang disampaikan oleh Adib di atas,
dibenarkan oleh Jumali, manajer baitul mal di BMT
Tumang (24/10/2015), pimpinan Baitul Mal/ZIS
BMT Tumang. Jumali yang waktu itu mewakili
BMT ketika diundang di Jakarta, disarankan agar
lembaga zakat yang ada di BMT diubah menjadi
MPZ. Seluruh anggota asosiasi perhimpunan BMT,
menurut Jumali, telah sepakat untuk menjadi
lembaga mitra (MPZ) dari Dompet Dhuafa (DD).
Secara teknis, menurut Adib, pengelolaan
bisnis (pembiayaan) dan sosial (ZIS) ini dapat
dikelola oleh dua lembaga hukum, yang dikelola
oleh BMT Tumang. Menurut Adib, pemberdayaan
ekonomi masyarakat dapat melalui bisnis (melalui
pembiayaan) dan sosial .

c. Strategi optimalisasi penggalangan dana zakat di


BMT Tumang Cepogo
Penggalangan dana, menurut Adib, berasal
dari karyawan dan tabungan anggota. 2,5 % dari
pendapatan dan tabungan mereka, dipungut untuk
dana zakat ini. Setiap tahun dana zakat yang
diterima BMT Tumang mencapai sekitar Rp.
500.000.000. Namun demikian, menurut Adib, jika
suatu ketika telah mendapat ijin secara legal formal,

280
maka nanti akan ada upaya untuk penggalangan
dana.
Dengan demikian, sesungguhnya tidak
optimalnya penggalangan dana zakat oleh BMT
Tumang, bukan karena ketiadaan perhatian terhadap
sisi sosial (mal) yang ada. Namun lebih karena
belum adanya ijin secara resmi dari pemerintah,
terkait dengan penggalangan dana zakat, sesuai
aturan Undang-undang baru. Seandainya telah ada
ijin tersebut, optimalisasi penggalangan dana zakat,
menurut Adib, akan diupayakan lebih baik.

d. Strategi optimalisasi distribusi dana zakat di


BMT Tumang Cepogo
Pemberdayaan ekonomi dari dana zakat BMT
Tumang, saat ini mencapai 80 %. Adapun
selebihnya adalah untuk masjid dan sejenisnya,
termasuk untuk fakir miskin dan juga beasiswa
pendidikan, tetap masih ada. Demikian papar Adib
(10/11/2015)
Target berikutnya, menurut Adib, yang akan
dilakukan oleh lembaga zakat BMT Tumang adalah
membuat semacam lembaga pendidikan yang
memiliki ciri khas kemandirian, dengan sentuhan-
sentuhan yang diberikan oleh para pengelola BMT
Tumang.
Selain itu, ada pula kelompok-kelompok
binaan yang saat ini, mencapai sekitar 14 kelompok
281
binaan pemberdayaan ekonomi. Adapun kesehatan,
memang masih belum mendapat prioritas di
lembaga zakat BMT Tumang.
Dengan demikian, sesungguhnya jika
disimpulkan, prioritas distribusi dana lembaga zakat
BMT Tumang, selama ini, masih difokuskan pada
pemberdayaan ekonomi dan penguatan pendidikan.
Dua aktifitas tersebut pada hakekatnya mengarah
pada pengentasan kemiskinan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
BMT Tumang, sebagaimana disebutkan dalam
website resmi BMT Tumang, di antaranya:199
1. Melakukan kegiatan sosial pengajian keluarga
SAMARA
Tidak mudah membangun rumah tangga
yang samara (sakinah mawadah warohmah).
Dibutuhkan visi yang jelas dan kebersamaan
antara suami dan istri. Sebab, jika ada
ketidaksesuaian visi diantara keduanya, maka
biduk rumah tangga akan dilanda kegoyahan.

Visi tersebut bukanlah berdimensi duniawi


semata, namun yang lebih penting ialah
berdimensi akhirat. Pasalnya, akhir dari
kehidupan di dunia ini ialah di akhirat. “

199
www.bmttumang.com, diakses pada tanggal 11 November
2016.
282
Rumah” yang kekal yang bakal menjadi hunian
selamanya.
Untuk itu, suami istri wajib memiliki visi akhirat,
yang melintasi urusan dunia. Salah satu bentuk
visi itu ialah menjaga sholat. Sholat inilah yang
sesungguhnya menjadi ‘pintu’ komunikasi
manusia dengan Allah SWT. Komunikasi antara
hamba dengan Sang Kholiq inilah yang
diharapkan akan menuntun manusia selalu
berada di jalan yang benar dan lurus. Termasuk
dalam hal ini urusan dalam membina rumah
tangga.

Demikianlah setidaknya pesan yang


tersampaikan dalam Pengajian Membangun
Keluarga Utama (MKU) yang diselenggarakan
BMT TUMANG beberapa waktu lalu di kediaman
Wiwin Damayanti, Dk. Karanglor, Desa Jurug,
Kecamatan Mojosongo.

Adapun pengajian tersebut merupakan


agenda rutin dua bulanan yang diselenggarakan
BMT TUMANG dengan peserta pengajian
keluarga besar pengurus, pengawas, pengelola
BMT TUMANG dengan mengundang warga
sekitar. Dalam pengajian tersebut juga diisi
dengan pemberian santunan bagi para dhuafa.

283
Sebanyak 10 warga dhuafa mendapatkan
santunan dari BMT TUMANG.

2. Kepedulian terhadap kaum dhuafa


BMT Tumang berkomitmen bukan sekadar
berjuang memasyarakatkan sistem syariah ke
tengah-tengah masyarakat. Atau dalam bahasa
lain, bukan sekadar fokus pada kepentingan
bisnis semata. Namun, berdasarkan nama BMT
(Baitul Maal wa Tamwil), maka gerakan yang
dikembangkan juga berdimensi sosial,
keagamaan dan kemanusiaan.
Salah satu wujud gerakan kemanusiaan,
sosial dan keagamaan ialah mealalui kepedulian
kepada masyarakat yang kurang mampu, dhuafa,
korban bencana, hingga bantuan untuk
pemberdayaan perekonomian mereka.
Salah satu wujud dari gerakan sosial ialah
manakala BMT Tumang memberikan santunan
kepada para dhuafa. Seperti halnya yang
dilakukan beberapa waktu lalu. BMT Tumang
memberikan santunan kepada para dhuafa di
Dukuh Karanglor, Desa Jurug, Kecamatan
Mojosongo, Boyolali.
Santunan yang diserahkan dari perwakilan
pengurus BMT Tumang, dalam hal ini oleh H.
Ali Syakni tersebut merupakan sedikit dari
sekian bentuk perhatian dan komitmen BMT

284
Tumang terhadap warga yang secara sosial
kehidupan mereka kurang.

3. Pemberian bantuan untuk Mushalla


Gerakan dakwah BMT bukan sekadar di
ranah ekonomi syariah. Namun juga sosial
keagamaan. BMT mengambil peran penting
terhadap penguatan dakwah agama di tengah-
tengah masyarakat. Wujud penguatan dakwah
tersebut diantaranya ialah membantu
pembanguna sarana ibadah.
Seperti yang dilakukan BMT Tumang
beberapa waktu lalu. BMT Tumang melalui Divisi
Maal memberikan bantuan terhadap
pembangunan mushola di daerah Pondok, Butuh,
Mojosongo, Boyolali.
Sejauh ini, BMT Tumang sendiri telah
menggulirkan bantuan tunai untuk
pembangunan atau rehap masjid atau mushola di
daerah Boyolali dan sekitarnya. Bukan hanya itu,
BMT Tumang juga secara rutin menyalurkan
bantuan terhadap setiap kegiatan sosial
keagamaan. Semisal, festival anak saleh,
beasiswa dhuafa, santunan fakir miskin dan
sejenisnya.
4. Pengajian Bisnis Pengusaha Muslim Boyolali
285
Pengajian bisnis pengusaha muslim
Boyolali yang diselenggarakan BMT Tumang pada
30 Mei 2016 lalu, menghadirkan motivator
nasional Bambang Nugroho. Pengajian tersebut
lebih menekankan bagaimana seorang yang ingin
terjun di dunia bisnis haruslah menyiapkan
beberapa hal. Di antaranya soal pola fikir atau
mindset.
Di hadapan ratusan jamaah dari
kalangan pebisnis di Kota Boyolali dan sekitarnya,
Bambang menambahkan bahwa tidak mudah
untuk mengubah pola fikir. Terlebih jika selama
ini kita sudah merasa nyaman dengan keadaan
yang dimiliki. Menurut Bambang, sulit bagi kita
untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini
kita rasakan. Butuh usaha keras. Namun,
mengubah pola fikir itu adalah hal pokok dan
utama sebelum kita bisa memulai sebuah bisnis.
Di samping itu, pengajian yang
bertempat di Aula Lantai 3 Kantor Pusat BMT
Tumang tersebut juga memiliki misi agar para
pebisnis memiliki kepedulian terhadap sesama.
Rencananya, pengajian tersebut akan bergulir
secara rutin dua pekanan dengan sistem
coaching langsung dengan Bambang Nugroho.
5. Tarhib Ramadhan 1437 H
286
Dalam rangka menyambut Bulan Suci
Ramadhan 1437 Hijriah, BMT Tumang
menyelenggarakan tahrib bersama yang
diselenggarakan pada 2 Juni 2016 lalu. Acara
yang digelar di Aula Lantai 3 Kantor Pusat BMT
Tumang tersebut dihadiri seluruh jajaran direksi
dan pengelola BMT Tumang.
Ustadz Muhajir selaku pemateri utama
di acara tarhib Ramadhan lebih menekankan
pada pentingnya mempersiapkan mental, hati
dan fisik. Sebab, puasa Ramadhan berbeda
dengan puasa sunnah. Lebih lanjut Muhajir
menerangkan bahwa puasa Ramdhan memiliki
bobot kulitas amal yang jauh lebih tinggi
dibanding dengan puasa sunnah lainnya. “
Karenanya kita harus sungguh-sungguh dalam
menyambut bulan suci Ramdhan kali ini. Kita
tidak tahu jangan-jangan inilah Ramadhan
terakhir untuk kita,” tandasnya.
6. Safari Ramadhan BMT Tumang
Safari Ramadhan BMT Tumang ini
diadakan di SD Islam Al Uswah Gatak Baru, Sribit,
Delanggu. Acara diadakan dalam bentuk buka
puasa bersama yang dihadiri dari pihak BMT

287
Tumang, kepala sekolah dan staf, serta siswa-
siswi.
Dalam sambutannya, kepala sekolah SD
Islam Al Uswah, Basyaril Mahmud
menyampaikan terima kasihnya kepada BMT
Tumang yang sudah berkenan menggelar acara
buka puasa bersama dalam Safari Ramadhan.
Selain itu, Mahmud juga berharap agar jalinan
kerja sama tidak hanya sebatas di acara Safari
Ramadhan saja.
Sementara itu, Dwi Rochmiathy selaku
Ketua Pengurus BMT Tumang dalam
sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan
Safari Ramadhan BMT Tumang merupakan
kegiatan rutin tahunan. Di samping itu, Dwi
Rochmiathy juga menyampaikan bahwa jalinan
silaturahim dengan SD Islam Al Uswah berharap
bisa terus berlanjut.
Sebagai acara puncak, Harun Santoso
sebagai pengisi pengajian lebih mengajak siswa-
siswi untuk menghafal surat-surat pendek dan
doa harian yang disampaikan dengan cara
permainan.

288
Adapun dalam kegiatan tersebut BMT
Tumang menyerahkan bantuan beras dan
beragam doorprise bagi anak-anak.
7. Pelaksanaan Workshop Enterprise
Dalam upaya memahami konsep bisnis
dan sosial dengan lebih mengedepankan nilai
sosial- pemberdayaannya, BMT Tumang telah
menyelenggarakan Workshop Social Enterprise
pada 20 Januari 2016 lalu. Acara yang
mengundang para manager – termasuk
manager dari BMT-BMT perhimpunan se-Boyolali
tersebut – dilaksanakan di Aula BMT Tumang
lantai 3 dengan menghadirkan Jamil Abbas selaku
GM PBMT Social Ventures dari Jakarta.
Acara Worshop Social Enterprise
sengaja diselenggarakan lantaran BMT Tumang
ingin masing-masing manager memiliki kepekaan
sosial yang lebih. Artinya, bobot perhatian
mereka bukan saja untuk kepentingan bisnis
semata. Namun juga dalam bidang sosial.
Sebanyak 30-an peserta yang mengikuti
acara workshop tersebut tampak antusias.
Pasalnya dalam kesempatan tersebut Jamil
Abbas menyampaikan beberapa materi yang
selama ini terbilang baru bagi para peserta.
289
Misalnya, pada materi “Meningkatkan Impact
Social Enterprise”. Di materi ini, Jamil sengaja
menerangkan bagaimana BMT menjalankan
sebuah bisnis untuk membiayai program sosial.
Dalam workshop tersebut juga dijelaskan
bagaimana sebuah pelayanan yang sempurna
dan paripurna bagi sebuah perusahaan.

8. Pelatihan Intensif Metode Membaca Al-Qur’an


Burhany
Metode membaca Al-Qur’an Burhany
bertujuan untuk memudahkan bacaan Al-Qur’
an. Jika dijalankan secara serius dan fokus, maka
hanya butuh 9 jam seseorang bisa membaca Al-
qur’an.
Berkenaan dengan hal itu pada tanggal
1-2 Juni 2015 lalu BMT Tumang
menyelenggarakan pelatihan intensif kepada 20
ustadz-ustadzah TPQ di wilayah Boyolali.
Pelatihan intensif tersebut dalam rangka
mendidik ustadz-ustadzah tersebut menjadi
trainer yang pada gilirannya nanti akan
menularkan dan menerapkan metode tersebut
untuk dakwah di tengah-tengah masyarakat.

290
Acara yang diselenggarakan di Aula
Gedung NU Center, Boyolali tersebut
menghadirkan langsung penemu Metode
Burhany, Ahmad Ghozali Fadli dari Surabaya.
Selama dua hari, peserta mendapatkan materi
pembelajaran Metode Burhany hingga tuntas.
Termasuk kurikulum dan bagaimana cara
mengelola santri.

e. Pola ideal optimalisasi pengelolaan dana zakat di


BMT Tumang Cepogo
Telah disebutkan di atas, bahwa BMT memiliki
sisi bisnis dan sisi sosial. Seharusnya di masa
mendatang, peran dua sisi itu sama-sama kuat.
Pola optimalisasi pengelolaan dana zakat, yang
merupakan sisi sosial BMT, menurut Adib,
sesungguhnya dapat disinergikan dengan sisi
bisnisnya. Pola interaksinya, jika seseorang datang
kepada BMT dengan tidak memiliki apa-apa, lalu
BMT Tumang memberikan dana zakatnya pada
orang tersebut, ketika kemudian usahanya berhasil
dan menuju pada kemapanan, maka harapannya
nasabah tersebut kemudian menuju kepada BMT
kembali untuk mengajukan pendanaan bisnis.
BMT Tumang, adalah bagian dari elemen
masyarakat yang kemudian juga akan kembali pada

291
masyarakat. Jika selama ini masyarakat banyak
yang telah merasakan keberadaan lembaga-
lembaga milik umat Islam yang telah ada, seperti
rumah tahfizh, pendidikan dan lain sebagainya,
maka BMT Tumang, menurut Adib (10/11/2015),
akan berupaya untuk menutupi pos-pos lain umat
Islam yang belum tergarap.
Dari paparan tersebut, ternyata pola ideal
optimalisasi pengelolaan dana zakat di BMT
Tumang Cepogo, diharapkan dapat menjadikan para
mustahik semakin maju perekonomiannya,
sehingga ketika kemajuan tersebut mereka rasakan,
mereka akan tertarik kembali untuk berbisnis lebih
lanjut, lalu mereka memanfaatkan kembali BMT
Tumang, melalui pengajuan pembiayaan ekonomi.
Berikut skema yang dapat disimpulkan terkait
dengan pola ideal optimalisasi pengelolaan dana
zakat di BMT Tumang Cepogo:

Lembaga Mustahik Usaha mustahik Mustahik Ajukan


Zakat BMT menerima semakin maju pembiayaan baru
Tumang zakat dari modal zakat di BMT Tumang

Gambar 3.2. Skema optimalisasi pengelolaan dana


zakat di BMT Tumang

292
BAB IV
PENUTUP

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa


rekomendasi untuk meningkatkan upaya-upaya
mobilitas zakat di kawasan Joglosemar. Di antara upaya-
upaya tersebut adalah:
1. Memberikan Edukasi kepada Masyarakat tentang
Nilai-nilai Religiusitas
Yang dimaksud edukasi tentang religiusitas
adalah memberikan pemahaman lebih mendalam
kepada masyarakat tentang nilai-nilai religiusitas.
Nilai-nilai religiusitas tersebut adalah sebagaimana
yang ditulis oleh Glock dan Stark tentang lima dimensi
religiusitas, sehingga seseorang layak dikatakan
sebagai religius. Namun agar kereligiusan seseorang
tidak kehilangan makna, maka dalam penelitian ini
seseorang dikatakan religius dilihat dari 69 aspek
keimanan yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al- ‘
Asqalani. Salah satu poin penting dalam edukasi ini
adalah memberi motivasi mereka untuk berzakat ke
lembaga zakat, sebagai kompensasi dari
ketidakhadiran pemerintah muslim dalam
pengelolaan zakat secara kenegaraan.

293
Pilihan memberikan edukasi kepada
masyarakat bukanlah sesuatu yang mengada-ada,
karena dari hasil penelitian yang melibatkan 396
responden muzaki ini, ternyata jika mereka semakin
religius justru hasilnya adalah mereka semakin
mengurangi dana zakatnya untuk lembaga zakat.
Walaupun ini adalah hasil penelitian yang
berdasarkan data riil di lapangan, tetapi masih ada
kemungkinan bahwa penyimpulan seperti ini adalah
kurang tepat. Artinya tidak benar jika dikatakan
bahwa responden muzaki, jika mereka memiliki
tingkat religiusitas yang tinggi, maka kecenderungan
mereka untuk berzakat ke lembaga zakat semakin
rendah.
Untuk mengatakan bahwa penyimpulan seperti
itu sudah tepat atau kurang tepat, maka diperlukan
penelitian kualitatif lanjutan. Tetapi yang jelas dari
konfirmasi lanjutan sederhana yang dilakukan oleh
penulis pasca pengolahan data kuantitatif, ada
kemungkinan bahwa tingginya respon muzaki untuk
berzakat ke lembaga zakat, boleh jadi itu karena
kurangnya sosialisasi (edukasi) dan minimnya
eksistensi lembaga zakat di jalur Joglosemar.
2. Sosialisasi tentang Pelayanan Lembaga Zakat

294
Data yang ada membuktikan bahwa pelayanan
lembaga zakat berpengaruh positif terhadap
kecenderungan berzakat ke lembaga zakat. Artinya
menurut persepsi para muzaki, adanya pelayanan
yang baik oleh lembaga-lembaga zakat itu
memberikan pengaruh yang dahsyat bagi mereka
untuk meningkatkan kecenderungan minat mereka
dalam berzakat ke lembaga zakat.
Sebagai konsekuensi logis dari kecenderungan
tersebut, perlu adanya sosialisasi secara lebih merata
kepada masyarakat tentang adanya pelayanan
lembaga zakat. Pelayanan sebaiknya tidak hanya di
tingkat perkotaan, tetapi sampai juga ke daerah-
daerah, khususnya daerah-daerah yang banyak
memiliki potensi penggalian dana dari muzaki.
Jika penelitian Syaparuddin sebelumnya telah
merekomendasikan tentang pentingnya sosialisasi
lembaga zakat, maka dalam penelitian ini lebih
dijelaskan lagi sisi mana yang terpenting dari
sosialisasi tersebut. Sisi itu adalah pelayanan lembaga
zakat, yang meliputi akuntabilitas, transparansi,
profesionalitas, kemudahan, kedekatan lokasi dan
komunikasi.
3. Meningkatkan Strata Pendidikan Masyarakat

295
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
tingkat pendidikan muzaki berpengaruh positif
terhadap kecenderungan mereka memilih berzakat
ke lembaga zakat. Oleh karenanya, jika pemerintah
melalui BAZ ataupun lembaga zakat lainnya (LAZ)
menghendaki adanya perubahan signifikan tentang
jumlah muzaki yang siap menyalurkan dana zakatnya
kepada lembaga-lembaga mereka, maka salah satu
langkah penting adalah dengan mengupayakan
pendidikan formal yang setinggi-tingginya untuk
mereka.
Alasan para muzaki yang berpendidikan tinggi
dalam menentukan kecenderungan mereka untuk
memilih lembaga zakat, tidaklah menjadi persoalan
penting. Apakah kecenderungan mereka memilih
lembaga zakat itu dikarenakan alasan rasional atau
pun karena alasan lebih praktis, itu menjadi tidak
penting. Akan tetapi jika suatu saat perlu adanya
pemetaan yang lebih mendalam, maka perlu ada
penelitian lanjutan secara kualitatif tentang faktor riil
yang menyebabkan seorang muzaki yang
berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih
berzakat ke lembaga zakat.
4. Peningkatan Sosialisasi Lembaga Zakat pada Laki-laki
Lembaga zakat yang ada saat ini hendaknya
memaksimalkan sosialisasi lembaga zakat masing-
296
masing, khususnya kepada responden muzaki yang
laki-laki. Pada mulanya ada asumsi bahwa laki-laki
memiliki kecenderungan mampu berpikir lebih
rasional dalam menentukan setiap pilihan kebijakan.
Setelah data yang ada diuji regresi, ternyata memang
benar, bahwa laki-laki memiliki kecenderungan untuk
berzakat di lembaga zakat.
Namun demikian, ada kemungkinan alasan
mereka bukan karena berpikir lebih rasional. Dari
beberapa wawancara tambahan, menegaskan bahwa
ternyata mereka memilih lembaga zakat karena
alasan praktis, tidak bertele-tele, dan ribet. Sebaliknya
jika mereka memberikan dana zakatnya ke mustahik
langsung, memerlukan pemikiran-pemikiran yang
panjang tentang siapa saja yang paling berhak
diberikan, bagaimana cara memberinya, kapan waktu
longgar untuk member, dan seterusnya. Bagi lelaki,
hal seperti ini cukup melelahkan.
Namun bagi kaum hawa, ada masalah lain yang
menyebabkan mereka lebih tertarik untuk
memberikan dana zakat ke mustahik langsung, di
antaranya adalah masalah prestis atau harga diri.
Mereka lebih memiliki harga diri ketika langsung
memberikan dana zakatnya ke mustahik. Walaupun
pernyataan ini masih perlu diteliti lebih mendalam.

297
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Fiqh Ibadah, Solo: Media
Insani Publishing, 2006.
Asian Development Bank, “Public Administration in the 21-
st Century” dalam Artikel yang tidak diterbitkan.
Arifin, Sirajul, ”Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat:
Relasi antara Zakat PKPU Jatim dengan
Pemberdayaan Pengungsi Sampit di Pandeyangan”,
Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2002.
Asnaini, ”Pendistribusian Zakat Produktif (Studi terhadap
Pendistribusian Zakat Dompet Dhu'afa Republika
Jakarta ” , Tesis Program Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2003.
Azwar, Saifuddin, Penyusunan Skala Psikologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, cet. ke-9.
Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Jakarta,
Pedoman Zakat 9 Seri, Jakarta: t.p., 2002.
Baidhawi al-, Nashiruddin Abi Sa’id Abdullah bin ‘Umar
bin Muhammad asy-Syairazi (w. 791 H), Tafsir al-
Baidhawi al-Musamma Anwaaru at-Tanziil wa

298
Asraaru at-Ta’wiil, Beirut: Daaru al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1988, I.
_______, Anwaar at-Tanziil wa Asraar at-Ta’wiil, Istanbul:
Maktabah al-Haqiiqah, 1998, I.
Baidan, Yasin, ” Zakat dan Perubahan Sosial: Telaah
terhadap Interpretasi dan Mekanisme Alokasi Dana
Zakat oleh Rumah Zakat Indonesia DSUQ (RSI-DSUQ)
Yogyakarta”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Baihaqi al-, Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu
Bakr, Sunan al-Baihaqi al-Kubraa, Makkah:
Maktabah Daaru al-Baaz, 1994, tahqiiq Muhammad
Abdul Qadiir Atha’, III.
_______, Syu‘abu al-Iimaan, Beirut: Daru al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1990, cet. ke-1, 7 Vol.
Banna al-, Hasan, Majmuu’ah Rasaa-il al-Imaam asy-
Syahiid Hasan al-Banna, Kairo: Daaru at-Tauzii’ wa
an-Nasyr al-Islaamiyyah.
Batinggi, Materi Pokok Pelayanan Umum, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2005.
Baznas dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,
“Estimasi Potensi Zakat Nasional”, dalam
http://sabili.co.id/lentera/estimasi-potensi-zakat-
nasional, tanggal 22/8/2011. Akses tanggal 8 Agustus
2012.
Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman,
Jakarta: Gramedia, 1981.

299
Bisri, A. Zaini, “Zakat, Program Besar yang Terbengkalai”
dalam Suara Merdeka, 12/8/2012.
Calhoun, Craig, dan kolega (eds.), Bourdieu: Critical
Perspective, Great Britain: The University of Chicago
Press, 1993.
Cott, Nancy F., The Grounding of Modern Feminism, New
Haven: Yale University Press, 1987.
Creswell, John W., Educational Research Planning,
Conducting and Evaluating Quantitative and
Qualitative Research (New Jersey: Pearson Education
International, 2008), Third Edition
_______, Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches, London: Sage Publications, 1994.
Davis, James A, Tom W. Smith, and Peter V. Marsden,
General Social Surveys, 1972–1988 Cumulative
Codebook, Chicago: National Opinion Research
Center, University of Chicago,1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Edisi
ketiga.
Dwiyanto, Agus, Mewujudkan Good Governance melalui
Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2006, cet. ke-2.
Elias, Elias A. dan Elias, Ed. E., Qaamuus Elyas al-‘Ashry
‘Araby-Injliizy, Kairo: Syirkah Daaru Elyas al-
‘Ashriyyah, 1979.
Fairuzabaadii, Majdu ad-Din Muhammad bin Ya’qub, Al-
Qaamuus al-Muhiith, Beirut: Daaru al-Fikr, 1995.

300
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Faridi, F. R., “Zakat and Fiscal Policy” dalam Studies in
Islamic Economics, edited by Khurshid Ahmad,
Leicester: The Islamic Foundation, 1976.
Gamidy al-, Ahmad bin Athiyyah bin Ali, Al-Iimaan baina
as-Salaf wa al-Mutakallimin, Madinah: Maktabah al-
‘Uluum wa al-Hikam, 2002, cet. ke-1.
Gandhi, Mahatma, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, terj. Siti
Farida, cet. ke-1, Judul asli Woman and Social Justice.
Geertz, Clifford, “Religion as a Culture System” dalam
Clifford Geertz, Interpretation of Cultures Selected
Essays, New York: Basic Books, 1973.
_____________, The Religion of Java, New York: The
Free Press, 1969.
Gunawan, Wawan, “Reinterpretasi Fiqih Zakat: Analisis
Maslahah Konversi Zakat Fitrah untuk Dana
Pendidikan Orang Muslim ” , Tesis Program
Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Pedoman Perekonomian
Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, cet. ke-5, 2007.
Harahap, Syahrin, dkk., Ensiklopedi Aqidah Islam, Jakarta:
Prenada Media, 2003, cet. ke-1.
Hasibuan, Malayu. S.P., Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. 2010.

301
Hervina, “ Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan
terhadap Berkah dalam Berusaha: Studi Kasus
Pengusaha Kayu di Kota Samarinda Propinsi
Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
Holsti, Ole R., Content Analysis for the Social Sciences and
Humanities California: Addision-Wesley Publishing
Company.
Humm, Maggie, Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2007, terj. Mundi Rahayu.
Husserl, Edmund, Cartesian Meditation an Introduction to
Phenomenology, The Hague: Martinus Nijhoff, 1966.
Inoed, Amiruddin, dkk., Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan
Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet. ke-1.
Iqbal, Zamir and Abbas Mirakhor, An Introduction to
Islamic Finance Theory and Practice, Singapore: John
Wiley and Sons Pte Ltd, 2007.
Jauziyyah al-, Ibnu Qayyim, Zaadu al-Ma'asd fii Hadyi
Khairil 'Ibaad, Kairo: Daarul Qalam li at-turaats,
1998, vol. 1.
Karl, Katherine A., and Cynthia L. Sutton, “Job Values in
Today's Workforce: A Comparison of Public and
Private Sector Employees ” in Public Personnel
Management, 1998, 27 (4): 515–527.
Khan, Fahim, Essays in Islamic Economics, Leicester: The
Islamic Foundation, 1995.
302
Kilpatrick, Franklin P., Cummings Milton C., and M. Kent
Jennings, The Image of the Federal Service,
Washington, DC: Brookings Institution, 1964.
Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu ‘ jam al-Wasiith,
Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972, I.
Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial
Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta:
Penerbit Rake Sarasin, 2000, edisi V cet. ke-1.
Muhammad, Abdul Aziz bin, Zakat and Rural Development
in Malaysia, Berita Publishing, 1993.
Muhammad Ali, Nuruddin, “ Zakat (Pajak) sebagai
Instrumen dalam Kebijakan Fiskal”, Tesis Program
Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan
Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat,
Yogyakarta: UII Press, 2005, cet. ke-1.
Muhtada, Dani, “Zakat Add Peasant Empowerment: Case
Study of The Rumah Zakat Indonesia Dana Sosial
Ummul Quro (RZI-DSUQ) Yogyakarta ” , Tesis
Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2005.
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar,
2006.
303
Nashori, Fuat dan Rachmy Diana Mucharam,
Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif
Psikologi Islam, Yogyakarta: Menara Kudus, 2002.
Nawawi, Imam, Syarh Shahiih Muslim, Tnk: Maktabah
Dahlan, tt.
Pasiak, Taufik, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan
IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, Bandung:
Penerbit Mizan, 2007, cet. ke-3.
Qaradhawi al-, Yusuf, Fiqhu az-Zakaah, Beirut: Mu ’
assasatu ar-Risaalah, 1973, terj. Salman Harun dkk,
dengan judul Hukum Zakat, terbitan PT. Pustaka
Litera AntarNusa, Jakarta, cet. ke-6.
_______, Kaifa Nata’aamalu ma’a al-Qur’ani, Kairo:
Daru asy-Syuruuq, 2000, cet. ke-2.
Ratminto, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model
Konseptual, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Robbins, Stephen P., Perilaku Organisasi, Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia, 2001, Jilid I.
Rosadi, Idi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam Studi Pengelolaan
Zakat di Badan Amil Zakat Kec. Panjalu Kab.Ciamis
Jawa Barat”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
Sabeth, Abilawa, M., “ Gelombang Ketiga Peradaban
Zakat” dalam Republika, 6 Januari 2010.

304
Salahuddin, Muh., “ Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Studi Pengelolaan Zakat di BAZDA Kab. Bima”
, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2002.
Salima, Siti, “ Zakat: Sarana Pengentasan Kemiskinan:
Studi Kasus Pengelolaan Zakat BAZ kab. Lumajang”,
Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2003.
Sariningrum, Siti Zahrah “Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”,
Karya Ilmiah Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Bogor, 2011.
Sastriyani, Siti Hariti, Gender and Politics, Yogyakarta:
Penerbit Tiara Wacana, 2009, cet. ke-1.
Sekaran, Uma, Research Methods for Business: A Skill
Building Approach, New York: John Willey and Sons,
Inc, 2000, Third Edition.
Setiawan, Boenyamin, dkk., Ensiklopedi Nasional
Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988, cet.
ke-1, III.
Setyawan, Palgunadi T, Daun Berserakan Sebuah Renungan
Hati, Jakarta: Gema Insani, 2004, cet. ke-3.
Shabir, Muslich, “Kitab az-Zakah dalam Naskah Sabil al
Muhtadin Karya Syekh Muhammad Arsyad al-
Banjari: Analisis Intelektual dan Suntingan Teks”,
Disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2004.
305
Shadily, Hassan, dkk., Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru-Van Hoeve, t.t., edisi khusus, I.
Sumarto, Hafifah Sj., Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis,
Yogyakarta: UII Press, 2005, cet. ke-1.
Supardi, “Zakat and Poverty Alleviation: A Case Study of
Zakat –funded CED Program in Java PKPU (Macro
Social Work and CED Theoritical Perspectives), Tesis
Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2005.
Supranto, Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, edisi VII.
Suprobo, Bambang, ”Peran Badan Amil Zakat (BAZ)
Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan
Ekonomi Masyarakat”, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2008.
Sutrisno, Edi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Prenada Media Group, 2009.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2009.
Syafei, Erni Suhasti, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede
Yogyakarta”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2003.

306
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos, 1999,
cet. ke-1.
_________, “Mengoptimalkan Potensi Zakat”, dalam
Prosiding Simposium Nasional Ekonomi Islam 1,
Yogyakarta: Pusat Kajian dan Pengembangan
Ekonomi Islam (P3EI) UII, 2002.
Tim Ahli Tauhid, Terjemahan Kitab Tauhid 2, Jakarta:
Darul Haq, 2002, cet. ke-4.
Tjrokroamidjojo, Bintoro, Pengantar Administrasi
Pembangunan, Jakarta: LP3ES, 1985.
Yunus, Mahmud, Qaamuus ‘ Arabiy-Indunisiy, Jakarta:
Hida Karya Agung, 1990, cet. ke-8.
Zeithaml and Bitner, Service Marketing Integrating
Customer across the Firm, Boston: Mc Graw Hill, 2000,
2nd ed.
Zuhaili al-, Wahbah, Al-Fiqhu al-Islaamiy wa Adillatuhu,
Beirut: Daaru al-Fikr, 1993, III.
Zuhri, Saifudin, “Konsep Alquran tentang Kesejahteraan
Masyarakat Melalui Zakat, Infaq dan Shadaqah dan
Implementasinya pada BAZIS dan Konsepsi Baitul
Mu'amanah di Desa Salam Kanci Kecamatan
Bandongan Kabupaten Magelang ” , Tesis Program
Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1994.

307
JURNAL
Ansari, Abdul Haseeb dan Ahmad Ibrahim, “Distributive
Justice in Islam: An Expository Study of Zakah for
Achieving a Sustainable Society”, dalam Australian
Journal of basic and Applied Sciences, V, no. 8: 391,
2011.
Aslim, “ Gender dalam Pemikiran Islam dan Kenyataan
Sosial” dalam jurnal SELAMI IPS Edisi No. 21, Tahun
ke-12, 2007, II: 188-189.
Baldwin, J. Norman, “Public versus Private Employees:
Debunking Stereotypes” in Review of Public
Personnel Administration, 1991, 11 (1/2): 1–27.
Bellante, Don, and Albert N. Link, “Are Public Sector
Workers More Risk Averse than Private Sector
Workers?” in Industrial and Labor Relations Review,
1981, 34 (3): 408–412.
Fidiana, Iwan Triyuwono dan Akhmad Riduwan, “Zakah
Perspective as a Symbol of Individual and Social
Piety” dalam Global Conference on Business and
Finance Proceedings, VII, No. 1, 2012.
Frank, Sue A., “Who Wants to Work for Government” in
Public Administration Review, 2002, No. 64, LXII: 396.
Haron, Nurul Husna, Hazlina Hassan Nur Syuhada Jasni dan
Rashidah Abdul Rahman, “ Zakat for Asnafs ’
Business By Lembaga Zakat Selangor ” dalam
308
Malaysian Accounting Review, Special Issue, No. 2,
2010, IX: 131-135.
Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu ‘ jam al-Wasiith,
Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972, I.
Nasution, Lahmuddin, Fiqh, TK, Logos, I, 1995.
Newstrom, John W, William E. Reif, and Robert M.
Monckza, “Motivating the Public Employee: Fact vs.
Fiction” in Public Personnel Management, 1976, 5
(1).Rainey, Hal, “Reward Preferences Among Public
and Private Managers: In Search of the Service Ethic
” in American Review of Public Administration,
1982, 16 (4): 288–302.
Rahman, Afzalur, Economic Doctrines of Islam (Islamic
Publication), edisi terj. berjudul Doktrin Ekonomi
Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996, vol.
3.

WEB
Materi-materi Pendidikan 1, “Hakikat Manajemen” dalam
http://www.geocities.com. Akses tanggal 23
Oktober 2008.
New Straits Time, 6/8/2007. Akses tanggal 27 Juli 2012.

309
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Tengah, dalam http://docs.google.com/. Akses
tanggal 31 Maret 2011.
Rama, Ali, “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011”
diterbitkan oleh Koran Republika, 29/12/2010, dalam
http://mafiagombak.wordpress.com/2010/12/,
diunduh pada tanggal 4 November 2013.
Republika, “Baznas: Potensi Zakat Nasional Rp 217 Triliun”
dalam
http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-
ramadhan/11/08/19/lq6ibr-baznas-potensi-zakat-
nasional-rp-217-triliun, diunduh pada tanggal 4
November 2013.
Sudrajat, Akhmad, “ Teori-teori Motivasi ” , dalam
http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com,
diakses tanggal 23 Oktober 2008.
Syam, Nur, “Mixed Methodology” dalam
http://nursyam.sunanampel.ac.id/?p=35. Akses
tanggal 11 November 2011.
Tim Redaksi, “Potensi Zakat Indonesia Rp. 9 Triliun ”,
dalam http://www.antara.co.id.
UNDP/Governance Unit Jakarta, “Introducing Good Local
Governance The Indonesian Experience ” , 2002,
dalam http://www.undp.or.id. Akses tanggal 10 Mei
2011.

310
www.aitam-indonesia.or.id/sejarah/, diakses pada 24
November 2016.
www.amanahtakaful.org
/sample-page/sejarah-yat/, diakses pada
30 Oktober 2016.
www.baziskabsemarang.com. diakses pada 19 November
2016.
www.bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-
pertamina/, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.baznas,jogjakota.go.id/Home/profil/3, diakses pada
24 November 2016.
www.baznaskaranganyar.com/program-kerja/, diakses
pada 25 November 2016.
www.bazsemarang.or.id/visi-dan-misi/read/visi-dan-misi,
diakses pada 24 November 2016.
www.baztemanggung.org/profil/visi-dan-misi/, diakses
pada 25 November 2016.
www.bmh.or.id/tentang.php
, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/, diakses pada 31
Oktober 2016.
www.desaemas.com/partners, diakses pada 2 November
2016.

311
www.dompetdhuafa.org/about
, diakses pada 30 Oktober 2016.
www.dpu-daaruttauhid.org/web/page/profile, diakses
pada 31 Oktober 2016.
www.lazismu.org/latarbelakang/
, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.lazisnujateng.org/p/visi-bertekad-menjadi-lembaga-pegelola.html
.Diakses
pada 31 Oktober 2016.
www.lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/info-
kesekretariatan-lazis-iphi-dki.html, diakses pada 31
Oktober 2016.
www.lazisums.blogspot.co.id/p/profil_7.html?m+1,
diakses pada 19 November 2016.
www.lazis.uns.ac.id/?page_id=625#access, diakses pada 24
November 2016.
www.laznasbsm.or.id/content/visi-misi
, diakses pada 2 November 2016.
www.m.pkpu.or.id/about-us/history/, diakses pada 30
Oktober 2016.
www.nucarelazisnu.org/sejarah/. Diakses pada 2
November 2016.
www.pusat.baznas.go.id/profil/, diakses pada 30 Oktober
2016.

312
www.pzu.or.id/?mod=content&cmd=statis&amid=2&catid
=1, diakses pada 2 November 2016.
www.rumahzakat.org/tentang-kami/visi-dan-misi/
, diakses pada 31 Oktober
2016.
www.rumahzis.ugm.ac.id/tujuan-dan-sasaran/, diakses
pada 24 November 2016.
www.solopeduli.org/tentang-kami/sejarah-solopeduli.
Diakses pada 19 November 2016.
www.ybmbri.org/visi-dan-misi/, diakses pada 2 November
2016.
www.ysdf.org/tentang-kami/visi-dan-misi, diakses pada 31
Oktober 2016.
www.ziswafcenter.org/visi-dan-misi/, diakses pada 24
November 2016.

WAWANCARA

Wawancara dengan 2 responden muzaki laki-laki, yaitu


dengan Puyawahana dan Mubasirun, pada tanggal 9
Agustus 2012.

313
Wawancara dengan 11 responden muzaki laki-laki, Sigit,
Giyanto, Solikhun, Zamroni, Muhsin, Abdul Aziz,
Ahmadi, Nasrodin, Rohib, Farkhani dan Eko Purnomo
pada tanggal 12 Agustus 2012.

Wawancara dengan 14 responden muzaki perempuan yang


membayarkan zakatnya langsung ke mustahik
langsung, yaitu Widayati, Win, Nafi’atul Birroh, Umi,
Ismarmiyati, Lastri, Shol, Nurul, Ida, Syarifah,
Aisyah, El Widuri, Peni Susapti dan ada satu
responden lagi yang tidak berkenan menyebutkan
nama, antara tanggal 10-12 Agustus 2012.

Wawancara dengan 20 reponden pengelola lembaga zakat


dari kawasan jalur Joglosemar, yaitu: Manajer PKPU
Boyolali, Taufik Nur Hidayat, Manajer BMT UMM,
Itoh, Manajer DKD Magelang, Rafi, Manajer LAZ Al-
Ihsan Jateng Cabang Magelang, Yanur Wibowo,
Divisi Keuangan BAZ Kota Yogyakarta, Tri mursito,
Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo, Manajer
Lazis UMM, Zuhron, Manajer RZI Semarang, Ucu
Sutrisno, Kepala Staf Sekretariat Bazda Yogyakarta,
Misbahrudin, Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam
Karanganyar, Susmono, Sekretaris LAZ Muh Salatiga,
Maryo, Ketua LZ Yasr Klaten, Yusuf, Sekretaris LZ
masjid Al Kautsar Mendungan, Drajat, Manajer
LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi, Manajer
RZIS UGM, Taufikurrahman, Manajer Solopeduli,
Supomo, Plt manajer Lazis Salatiga sekaligus

314
Pengurus Wilayah Lazis Jateng, bagian marketing,
Bagas Laksono, Ketua Prozis Ibnu Abbas Klaten,
Mukhlis, Ketua Pengelola lembaga zakat Jatisari Kec.
Mijen, Semarang, Yasmidi, Kabag.
Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang, Joko Adi
Saputro pada tanggal 17-20 Februari 2014.

315

Anda mungkin juga menyukai