Anda di halaman 1dari 125

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM THERAPEUTIC

COMMUNITY (TC) TERHADAP RESIDEN PENYALAHGUNAAN


NARKOBA DIREHABILITASI AL-KAMAL SIBOLANGIT CENTRE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

RICKIANTO PM

110902026

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : RICKIANTO P.M

Nim : 110902026

Evaluasi Pelaksanaan Program Therapeutic Community (TC) Terhadap Residen


Penyalahgunaan Narkoba di Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre.

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba merupakan satu masalah yang kompleks didalam


kehidupan masyarakat. Bahkan, saat ini peredaran narkoba sudah sampai
kepelosok daerah. Tidak hanya dikalangan orang dewasa, saat ini kaum remaja
adalah salah satu pengguna narkoba yang sangat dominan terutama dalam
pergaulan sehari – hari. Salah satu upaya dalam penanganan masalah narkoba ini
adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal
Sibolangit centre merupakan salah satu Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera
Utara yang menjalankan Program Therapeutic Community (TC) yang bermanfaat
bagi pemulihan residen ketergantungan narkoba.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


menggambarkan dan mengetahui mengenai Pelaksanaan Program Therapeutic
Community (TC) dalam pemulihan. Jumlah populasi dalam penelitian ini
sebanyak 28 orang yang mengikuti program pemulihan dengan mengikuti salah
satu program yakni Program Therapeutic community (TC). Teknik analisis data
dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang dibuat dalam bentuk diagram.

Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis data Evaluasi Pelaksanaan


Program Therapeutic Community terhadap Residen diRehabilitasi Al-Kamal
Sibolangit Centre menunjukkan bahwa proses pengenalan program Therapeutic
Community terhadap Residen sangat jelas, yang menjadikan Proses Pelaksanaan
Program berjalan dengan baik, yang memperoleh manfaat yang baik bagi Residen
dalam Proses pemulihan Terhadap Ketergantungan Penyalahgunaan Narkoba.

Kata Kunci : Program Therapeutic Community (TC), Residen Penyalahgunaan


Narkoba

i
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : RICKIANTO P.M

Student Id Number : 110902026

Evaluation Of The Program Therapeutic Community ( TC ) Against Drug


Resident In Rehab Al-Kamal Sibolangit Centre

ABSTRACT

Drug abuse is one complex problem in public life. Even now the
distribution of drugs comes to remote regions. Not only in adults , now the
teenager is one of drug users very dominant especially in intercourse a every day.
An effort in handling drug problems this is by conduct rehabilitation. Drug
rehabilitation institution Al-Kamal Sibolangit Centre is one of the largest drug
rehabilitation in north sumatra who run Program Therapeutic Community (TC)
that are useful for recovery resident drug dependence .

This research were classified as descriptive type of research which aims to


describe and knew about the program implementation therapeutic community
(TC) in recovery. A population of the research has reached 28 people attending
recovery programs from by following one program namely Programs Therapeutic
Community (TC). Analysis techniques data in this research using descriptive
research with a qualitative approach made in the form of a diagram.

The results of research obtained from data analysis evaluation the


implementation of the program therapeutic community to resident renovated Al-
Kamal Sibolangit Centre indicates that the process of the introduction of program
therapeutic community to resident very clear, who made process of implementing
the run well, who benefit good for resident in the process of a remedy for
dependence drug abuse .

Keywords: Program Therapeutic Community ( TC ) , resident drug abuse.

ii
KATAPENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena penulis dapat sampai ketitik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai

mahasiswa tingkat akhir. Ini semua bukan karena kemampuan dan pandai penulis,

tapi ini semua karena berkat-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial diFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Evaluasi Pelaksanaan

Program Therapeutic Community (TC) terhadap Residen Penyalahgunaan

Narkoba di Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre”.

Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas SumateraUtara.

2. Ibu Hairani Siregar,S.Sos,M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas SumateraUtara.

3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing

yang telah memberikan waktu, kepercayaan, kebahagiaan dan ilmu

kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu

iii
segala proses yang dibutuhkan oleh penulis,yaitu Ibu Zuraida,

dan Kak Debby.

5. Pimpinan dan seluruh staff PIMANSU (Pusat Informasi

Masyarakat Anti Narkoba) yang telah berkenan mau membantu

penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi.

Khususnya untuk Kakak Tia dan Kakak Ulfa sebagai staff yang

mengarahkan penulis untuk menyelesaikan Praktik Kerja

Lapangan dan Penelitian Skripsi, dan juga kepada Fajar dan Jepri

yang selama ini mengisi canda tawa penulis dalam setiap kegiatan

penulis didalam maupun diluar. Bpk. Zulkarnaen Nasution,

Direktur Pimansu. Terima kasih pak, sudah mau mengarahkan

saya dalam melakukan praktikum maupun penelitian lapangan.

6. Terima kasih kepada Pimpinan dan Seluruh Staff lokasi penelitian

penulis yang berada diPanti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal

Sibolangit Centre. Terima kasih juga kepada Residen Rehabilitasi

Al-Kamal Sibolangit Centre. Dan juga tidak lupa kepada seluruh

staff peksos yang berada disana sekaligus senior penulis stambuk

2010.

7. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Ayah St. Wilher

Sabar. Manullang dan Ibu Ruslan Br. Hombing yang selama ini

selalu berdoa dan mendukung setiap apapun yang saya lakukan,

walaupun banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi penulis,

Ayah dan Ibu selalu memberikan motivasi dan semangat baru

iv
kepada saya. Dan yang saya ingat satu motivasi yang diberikan

Kedua orang tua saya adalah “Tetap

Berserah diri kepada Tuhan”. Cucuran keringat Ayah dan Ibu

serta air mata didalam doa ayah dan ibu tidak akan pernah saya

lupakan. Dan kepada kakak dan adik – adik saya yaitu: Kakak

Herlina Fitri Manullang, Adik Daniel Valentino Manullang, Adik

Kristina Manullang yang selalu memberikan dorongan semangat

kepada Penulis.

8. Untuk kekasih, Echa Nababan, terima kasih atas waktu yang

diluangkan untuk penulis, serta terus mendukung penulis dan

bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian tugas

akhir.

9. Untuk teman satu Kost saya yaitu : Abang Amsal Loviansi

Simanjuntak yang selalu menjadi teman sharing dan teman curhat

dalam menyelesaikan tugas akhir saya. Teristimewa juga kepada

Indah Ayu Simanjuntak yang mau membantu dan sekaligus

menjadi teman sharing dalam penyelesaian tugas akhir saya.

10. Untuk teman-teman sepermainan, lae Andri, Mario, Ukap,

Benget Hutajulu, para Penghuni Kontrakan Cinta Daniel, Dimas,

Jole, Hongi, dan lae Wandro. Yang mau menjadi teman bercanda

tawa selama masa perkuliahan hingga tugas akhir ini meski kalian

meninggalkan aku belakangan.

11. Seluruh kawan seperjuangan kessos 11 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Makasih ya semua buat dukungan dan

v
seluruh kenangan bersama kita saat jadi peserta inisiasi, panitia

bayangan, panitia inti, dan SC paling bersejarah.

12. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk Senior 010 yang mau

membantu penelitian penulis diPanti Rehabilitasi Narkoba Al-

Kamal Sibolangit Centre yang selama ini mendukung dan mau

membantu penulis jika penulis mendapatkan kesulitan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak

terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Sangat diharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.

Medan, 14 Oktober 2015

Penulis,

Rickianto P.M

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

DAFTAR BAGAN …………………………………………………………… xii

DAFTAR DIAGRAM ……………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................8

I.3.1 Tujuan Penelitian ...............................................................8

I.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................8

1.4 Sistematika Penulisan ....................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Program ..........................................................................11

2.1.1 Pengertian Evaluasi ..........................................................11

2.1.2 Fungsi Evaluasi ................................................................13

2.1.3 Tolak Ukur Evaluasi .........................................................14

2.1.4 Pengertian Program ..........................................................15

2.1.6 Pengertian Evaluasi Program ...........................................16

2.1.7 Jenis – jenis Evaluasi Program .........................................17

vii
2.2 Narkoba dan Adiksi .....................................................................18

2.2.1 Pengertian Narkoba ..........................................................18

2.2.2 Pengertian Adiksi .............................................................25

2.3 Residen .........................................................................................26

2.4 Penyalahgunaan Narkoba .............................................................26

2.5 Pengobatan dan Rehabilitasi ........................................................29

2.5.1 Aspek Pemulihan bagi Penyalahgunaan Narkoba ...........30

2.6 Therapeutic Community (TC) .....................................................31

2.6.1 Sejarah Therapeutic Community .....................................31

2.6.2 Pengertian Therapeutic Community ................................32

2.6.3 Program TC di Indonesia ................................................33

2.6.4 Filosofi Therapeutic Commnunity Dan Penerapan


Metode Pekerjaan Sosial .................................................36
2.7 Proses Pelayanan Sibolangit Centre ............................................46
2.7.1 Gambaran Umum Pelayanan ...........................................46
2.7.2 Tahap Proses Pelayanan ..................................................47
2.8 Kerangka Pemikiran ....................................................................52
2.9 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ................................55
2.9.1 Defenisi Konsep ..............................................................55
2.9.2 Defenisi Operasional .......................................................56
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian .............................................................................59
3.2 Lokasi Penelitian .........................................................................59
3.3 Populasi .......................................................................................60
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................60
3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................61

viii
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Al-Kamal Sibolangit Centre …………………………...63


4.2 Visi dan Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit
Centre …………………………………………………………..64
4.2.1 Visi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal
Sibolangit Centre …………...…………………………..64
4.2.2 Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal
Sibolangit Centre ……………………………………….65
4.3 Struktur Organisasi ……………………………………………..65
4.4 Fasilitas Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit
Centre …………………………………………………………..71

4.5 Metode Pengobatan di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal


Sibolangit Centre …………………………………………....….79

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Identitas Umum Responden ………………………………….…83

5.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ………………..83

5.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama …………......84

5.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………85

5.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku …………….....85

5.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status ……………...86

5.2 Proses Pengenalan Program ………………………………….....87

5.2.1 Pengetahuan Responden Tentang Informasi Program


Therapeutic Community (TC) ……………………….....87

5.2.2 Sumber Informasi Program Therapeutic Community

(TC) ………………………………………………….....88

ix
5.2.3 Pemahaman Responden Mengenai Tujuan Penerapan

Program Therapeutic Community (TC) ……………..….89

5.2.4 Kerumitan Responden Mendaftarkan Diri


Sebagai Residen Untuk Mengikuti Program Program
Therapeutic
Community (TC)………...………………………….…....90

5.2.5. Pengetahuan Responden Mengenai Pengumpulan Data


Diri Untuk Bahan Pertimbangan Kelayakan Mengikuti
Program Therapeutic Community…….....…………….....91

5.3 Proses Pelaksanaan Program …………………………………...92

5.3.1 Pengetahuan Residen Tentang Proses Pelaksanaan


Program Therapeutic Community
(TC)…………………………....92

5.3.2 Kendala Yang Dihadapi Residen Saat Menjalani Program


Therapeutic Community (TC) ………………………….93

5.3.3 Tingkat Kejenuhan Residen Selama Mengikuti Program

Therapeutic Community (TC) ………………………….94

5.3.4 Tingkat Ketahuan Residen Tentang Alasan Sibolangit


Centre Melaksanakan Program Therapeutic Community
(TC) …………………………………………………....95

5.3.5 Pengetahuan Residen Tentang Sibolangit Centre Pernah


Mengadakan Rapat/Musyawarah Dengan Residen Terkait
Program Therapeutic Community (TC) …………….....96

5.3.6 Pendapat Residen Tentang Ketersediaan Sarana dan


Prasarana Untuk Mencapai Tujuan Program Therapeutic
Community (TC) ………………………………………97

x
5.3.7 Pandangan Residen Mengenai Mutu Pekerjaan Atau Sasaran
yang Dihasilkan dari Program Therapeutic Community
(TC) …………………………………………………....98

5.3.8 Pendapat Residen Mengenai Sumber Daya (Tenaga, Dana,


Barang) yang digunakan Untuk Menjalankan Program
Therapeutic Community (TC) ……………………........99

5. 4 Pemahaman akan Manfaat Program ..........................................100

5.4.1. Pengetahuan Residen Mengenai Fungsi Penerapan Program


Therapeutic Community Dalam Panti Rehabilitasi .......100

5.4.2 Pendapat Residen Mengenai Penerapan ProgramTherapeutic


Community (TC) dalam Panti Rehabilitasi …………...101

5.4.3 Tanggapan Residen Terhadap Kinerja Pelaksanaan


Program Therapeutic Community (TC) ……………....102

5.4.4. Tingkat Keberhasilan Program Therapeutic Community


yang diterapkan Panti Rehabilitasi Terhadap Pola Hidup
Residen ………………………………………………..103

5.4.5. Tanggapan Residen Tentang Program Community dapat


Membantu Permasalahan Residen ………….................104

5.4.6 Tanggapan Residen Mengenai Manfaat Pelaksanaan


Program Therapeutic Community Pada Diri Residen Oleh
Sibolangit Centre ………………………………...…….105

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan .................................................................................106

6.2 Saran ...........................................................................................107

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................108

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 ……………………………………………………………………… 54

Bagan 4.1 ……………………………………………………………………… 66

xii
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 5.1 ………………………………………………………………….. 83

Diagram 5.2 ………………………………………………………………….. 84

Diagram 5.3 ………………………………………………………………….. 85

Diagram 5.4 ………………………………………………………………….. 86

Diagram 5.5 ………………………………………………………………….. 87

Diagram 5.6 ………………………………………………………………….. 88

Diagram 5.7 ………………………………………………………………….. 89

Diagram 5.8 ………………………………………………………………….. 90

Diagram 5.9 ………………………………………………………………….. 91

Diagram 5.10 ………………………………………………………………… 92

Diagram 5.11 ………………………………………………………………… 93

Diagram 5.12 ………………………………………………………………… 94

Diagram 5.13 ………………………………………………………………… 95

Diagram 5.14 ………………………………………………………………… 96

Diagram 5.15 ………………………………………………………………… 97

Diagram 5.16 ………………………………………………………………… 98

Diagram 5.17 ………………………………………………………………… 99

Diagram 5.18 ………………………………………………………………… 100

Diagram 5.19 ………………………………………………………………… 101

Diagram 5.20 ………………………………………………………………… 102

Diagram 5.21 ………………………………………………………………… 103

Diagram 5.22 ………………………………………………………………… 104

Diagram 5.23 ………………………………………………………………… 105

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : RICKIANTO P.M

Nim : 110902026

Evaluasi Pelaksanaan Program Therapeutic Community (TC) Terhadap Residen


Penyalahgunaan Narkoba di Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre.

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba merupakan satu masalah yang kompleks didalam


kehidupan masyarakat. Bahkan, saat ini peredaran narkoba sudah sampai
kepelosok daerah. Tidak hanya dikalangan orang dewasa, saat ini kaum remaja
adalah salah satu pengguna narkoba yang sangat dominan terutama dalam
pergaulan sehari – hari. Salah satu upaya dalam penanganan masalah narkoba ini
adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal
Sibolangit centre merupakan salah satu Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera
Utara yang menjalankan Program Therapeutic Community (TC) yang bermanfaat
bagi pemulihan residen ketergantungan narkoba.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


menggambarkan dan mengetahui mengenai Pelaksanaan Program Therapeutic
Community (TC) dalam pemulihan. Jumlah populasi dalam penelitian ini
sebanyak 28 orang yang mengikuti program pemulihan dengan mengikuti salah
satu program yakni Program Therapeutic community (TC). Teknik analisis data
dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang dibuat dalam bentuk diagram.

Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis data Evaluasi Pelaksanaan


Program Therapeutic Community terhadap Residen diRehabilitasi Al-Kamal
Sibolangit Centre menunjukkan bahwa proses pengenalan program Therapeutic
Community terhadap Residen sangat jelas, yang menjadikan Proses Pelaksanaan
Program berjalan dengan baik, yang memperoleh manfaat yang baik bagi Residen
dalam Proses pemulihan Terhadap Ketergantungan Penyalahgunaan Narkoba.

Kata Kunci : Program Therapeutic Community (TC), Residen Penyalahgunaan


Narkoba

i
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : RICKIANTO P.M

Student Id Number : 110902026

Evaluation Of The Program Therapeutic Community ( TC ) Against Drug


Resident In Rehab Al-Kamal Sibolangit Centre

ABSTRACT

Drug abuse is one complex problem in public life. Even now the
distribution of drugs comes to remote regions. Not only in adults , now the
teenager is one of drug users very dominant especially in intercourse a every day.
An effort in handling drug problems this is by conduct rehabilitation. Drug
rehabilitation institution Al-Kamal Sibolangit Centre is one of the largest drug
rehabilitation in north sumatra who run Program Therapeutic Community (TC)
that are useful for recovery resident drug dependence .

This research were classified as descriptive type of research which aims to


describe and knew about the program implementation therapeutic community
(TC) in recovery. A population of the research has reached 28 people attending
recovery programs from by following one program namely Programs Therapeutic
Community (TC). Analysis techniques data in this research using descriptive
research with a qualitative approach made in the form of a diagram.

The results of research obtained from data analysis evaluation the


implementation of the program therapeutic community to resident renovated Al-
Kamal Sibolangit Centre indicates that the process of the introduction of program
therapeutic community to resident very clear, who made process of implementing
the run well, who benefit good for resident in the process of a remedy for
dependence drug abuse .

Keywords: Program Therapeutic Community ( TC ) , resident drug abuse.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya arus globalisasi dan teknologi menjadi salah satu faktor

penyebab semakin meningkatnya kasus-kasus kejahatan yang sering terjadi saat

ini. Selain itu, kemerosotan ekonomi dan kesulitan keuangan juga menjadi salah

satu faktor pengaruh terjadinya kejahatan yang terjadi di Indonesia terutama

tindakan penyalahgunaan Narkoba yang memberikan pengaruh negatif terhadap

generasi muda penerus bangsa. Dalam perkembangannya, Indonesia kini tidak

lagi sebatas Negara yang dijadikan transit peredaran narkotika, namun telah

menjadi salah satu negara tujuan operasi oleh jaringan pengedar narkotika

ditingkat Internasional. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pengedar

narkotika berkebangsaan asing yang tertangkap beserta barang bukti narkotika

dalam jumlah yang besar.

Masalah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini sangat

memprihatinkan berbagai kalangan dan telah menjadi ancaman nasional yang

perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap elemen bangsa. Ancaman

nasional tersebut berpotensi besar mengganggu ketahanan diri, keluarga dan

masyarakat baik secara fisik, mental dan secara sosial ekonomi. Masalah

penggunaan narkoba di Indonesia merupakan masalah serius yang harus dicarikan

upaya penyelesaiannya dengan segera, upaya upaya pencegahan dapat dimulai

dari lingkungan sekolah, perguruan tinggi, maupun setiap lapisan masyarakat,

1
agar penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan bahan adiktif tidak terus

menerus merusak generasi bangsa.

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan obat (NARKOBA) di

Indonesia mulai muncul pada tahun 1969 dan Narkoba yang disalahgunakan tidak

terbatas pada jenis Opioda dan Ganja saja, melainkan juga jenis

Sedativa/hipnotika (Psikotropika) dan alkohol (minuman keras). Tidak jarang

pengguna memakai narkoba berganti-ganti dan mencampur satu jenis zat dengan

zat lainnya ( Polydrugs abuser ).

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif ataua

istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA ( Narkotika dan

Obat-Obat Berbahaya ) adalah masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan

upaya dan penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama

multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang

dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten

Ketidaktahuan generasi muda pada narkoba serta gejolak kepribadian dan

ketersediaan narkoba merupakan pokok permasalahan dalam memerangi narkoba.

Oleh karenanya, variabel pasokan dengan permintaan harus ditangani sekaligus.

Keselamatan generasi muda dari ancaman narkoba ada ditangan mereka sendiri,

bukan polisi, orang tua atau guru. Kesibukan orang tua dan kesulitan dalam

memahamidan menyelesaikan suatu masalah merupakan faktor sekunder yang

turut menentukan seseorang terjerumus dalam narkoba. Penyalahgunaan narkoba

biasanya diawali oleh pengguna coba-coba sekedar mengikuti teman, untuk

mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau

2
sebagai hiburan, maupun untuk pergaulan, bila taraf coba-coba tersebut

dilanjutkan secara terus menerus akan berubah menjadi tahap ketergantungan.

Penyalahgunaan narkoba menimbulkan dampak jangka panjang terhadap

kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital

seperti otak, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal, serta dampak sosial termasuk

putus sekolah, kuliah, kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan

dam kesengsaraan berkepanjangan.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi

perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undang-

undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar,

bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi

merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna

atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana

narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang

mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku

penyalahgunaan narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut

merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap

pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi (Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika).

Dari hasil survei Nasional bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional

dengan Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang survei nasional perkembangan

penyalahgunaan narkoba di Indonesia , diketahui bahwa angka prevalensi

penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta

orang dari total populasi penduduk (berusia 10-60 tahun). Hal ini mengalami

3
peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan prevalensi pada tahun 2008,

yaitu sebesar 1,99% atau sekitar 3,3% juta orang. Dengan semakin maraknya

peredaran gelap narkoba, maka diestimasikan jumlah penyalahguna narkoba akan

meningkat 4,58 juta pada tahun 2013, apabila upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba ( P4GN) tidak

sejalan se-efektif mungkin. Sementara yang mengkonsumsi shabu diperkirakan

sekitar 12,5 ton dan ekstasi 16 juta pil. Dari perkiraan 3,7 – 4,7 juta penyalaguna

di Indonesia ditahun 2011, sekitar 1,2 juta merupakan penyalahguna shabu dan

950 ribu adalah penyalahguna ekstasi. Dengan kata lain, dari seluruh

penyalahguna narkoba di Indonesia, sekitar 1/3 nya merupakan penyalahguna

shabu dan 1/5 nya merupakan penyalahguna ekstasi (Jurnal Data,P4GN:2013).

Jumlah pecandu Narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan

rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012 menurut data Deputi Bidang

Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 14.510 orang, dengan jumlah terbanyak pada

kelompok usia 26 – 40 tahun yaitu sebanyak 9.972 orang. Jenis Narkoba yang

paling banyak digunankan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan terapi dan

rehabilitasi adalah shabu (4.697 orang), selanjutnya secara berturutan adalah jenis

ganja (4.175 orang), heorin (3.455 orang), ekstasi (1.536 orang) dan opiat (736

orang). ( Jurnal Data,P4GN : 2013 ).

Peningkatan jumlah barang bukti dan tersangka kasus narkoba

di Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya,

mengindikasikan meningkatnya volume penyelundupan dan peredaran narkoba ke

provinsi ini khususnya Kota Medan sebagai ibukota provinsi. Berdasarkan rekap

data yang diperoleh dari Sat Res Narkoba Polresta Medan, jumlah tersangka

4
pengguna, pengedar dan produsen narkoba pada pengungkapan kasus yang

dilakukan kepolisian sejak Januari hingga Desember 2013 sebanyak 1.318

tersangka. Sedangkan pada pengungkapan kasus serupa sejak Januari hingga

November 2014 meningkat menjadi 1.390 tersangka, sehingga kemungkinan

bertambah hingga akhir Desember 2014.

Sedangkan pada pengungkapan kasus serupa sejak Januari hingga

November 2014 meningkat menjadi 1.390 tersangka, sehingga kemungkinan

bertambah hingga akhir Desember 2014. Meningkatnya penyelundupan dan

peredaran narkoba selama 2014 juga tergambar pada peningkatan drastis jumlah

barang bukti dari tahun sebelumnya. Pada 2013 jumlah barang bukti narkoba jenis

sabu-sabu yang disita kepolisian tercatat 16.772,92 gram, bertambah menjadi

40.441,85 gram pada 2014 meskipun peungkapan kasus baru sampai November.

Begitu pun barang bukti pil ekstasi, dari 2.904 butir selama 2013 meningkat

menjadi 64.895 butir hingga akhir November 2014. Sedangkan penurunan jumlah

barang bukti terjadi pada narkoba jenis ganja, dari 1.128.456,45 gram pada tahun

2013 menjadi 895.183,91 gram hingga akhir November 2014.

Sedangkan jumlah tersangka pengguna narkoba jenis sabu-sabu, dari 642

tersangka sepanjang 2013 meningkat menjadi 709 tersangka pada 2014 dan

jumlah pengedar dari 335 tersangka pada 2013 meningkat menjadi 391 tersangka

di 2014. Sementara tersangka produsen, pada tahun 2014 hanya dua tersangka

atau sama dengan tahun lalu. Kepala BNNP Sumut, Kombes Pol Rudi Trunggono,

mengatakan : indikasi peningkatan upaya penyelundupan dan peredaran narkoba

memang bisa dilihat dari jumlah tersangka kasus tersebut, namun hal itu bukan

parameter satu-satunya untuk mengetahui persentase peningkatan peredaran

5
narkoba. "Apabila ada peningkatan jumlah barang bukti narkoba yang diamankan

dari tahun sebelumnya, bisa saja itu bukti semakin meningkatnya kinerja

kepolisian dalam pengungkapan kasus. Memang bisa juga dari adanya

peningkatan data-data ungkapan kasus itu mengindikasikan peningkatan

peredarannya, semisal jumlah pengguna narkoba yang meningkat.

Namun, data-data itu bukan parameter satu-satunya untuk mengetahui

grafik peredaran dan penyelundupan narkoba," jelasnya. Menurut Rudy, pihaknya

terus melakukan antisipasi penyelundupan narkoba di beberapa kawasan yang

kerap dijadikan akses oleh para mafia dari luar negeri. Antisipasi, kata dia,

dilakukan berkoordinasi dengan seluruh pihak yang terkait penjagaan perbatasan

wilayah dan pantai di Sumut untuk memetakan pelabuhan tikus atau ilegal yang

juga kerap dijadikan tempat berlabuh kapal penyelundup narkoba.(

http://www.medanbisnisdaily.com, diakses pada tanggal 21 Mei 2015, pukul

17.54 Wib )

Dalam hal ini tuntutan kepada masyarakat sebagai kekuatan bangsa

untuk ikut berperan serta dalam pencegahan penyalahgunaan Narkoba. Partisipasi

masyarakat yang merupakan kekuatan bangsa dapat dilihat dari banyaknya

masyarakat yang peduli terhadap bahaya penyalahgunaan Narkoba. Dari sekian

banyaknya rehabilitasi yang tersebar di seluruh Wilayah Indonesia. Al-Kamal

Sibolangit Centre merupakan salah satu pusat rehabilitasi bagi para pecandu

narkona yang berada di Sumatera Utara tepatnya berada di Jl. Medan – Berastagi

Km.45 Desa Suka Makmur. Sibolangit Centre merupakan tempat rehabilitasi bagi

orang ketergantungan narkoba dan di desain mirip tempat wisata dan rumah besar

tempat keluarga tinggal, hal ini berguna agar residen merasa betah di dalam

6
rehabilitasi. Salah satu upaya proses rehabilitasi kepada residen Sibolangit Centre,

pihak Sibolangit Centre menjalankan suatu program Therapeutic Community

(dikenal dengan singkatan TC).

Program Therapeutic Community (TC) merupakan program terapi

rehabilitasi pecandu-pecandu Narkoba di Indonesia berlangsung sejak tahun 1997,

yang diinisiasi oleh keluarga pecandu. Keikutsertaan pemerintah dalam

penyelenggaraan program Therapeutic Community (TC) ini dimulai oleh

Kementerian Sosial pada tahun 1999 – 2000 yang bekerjasama dengan yayasan

Titihan Respati dan RS Ketergantungan Obat dalam hal pelatihan, penyusunan

pedoman juga penerapan prgram di salah satu Panti Rehabilitasi sosial yang

dimiliki Kementerian Sosial. Pendekatan dasar Therapeutic Community (TC)

adalah melakukan terapi terhadap individu secara utuh. Untuk saat ini residen

pengguna Narkoba disibolangit centre yang mendapatkan program pemulihan dan

Therapeutic Community (TC) yaitu sebanyak 54 orang. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk mengetahui perkembangan program Therapeutic Community (TC)

sebagai salah satu program pemulihan terhadap residen pecandu narkoba yang

diterapkan Al-Kamal Sibolangit Centre dengan melakukan suatu “Evaluasi

Pelaksanaan program Therapeutic Community (TC) terhadap residen

penyalahgunaan narkoba direhabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre”.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka

peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Sejauh mana Pelaksanaan

Program Therapeutic Community terhadap residen penyalahgunaan narkoba

direhabilitasi AL-Kamal Sibolangit Centre?”.

7
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

pelaksanaan program Therapeutic Community terhadap residen penyalahgunaan

narkoba direhabilitasi AL-Kamal Sibolangit Centre.

I.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai berikut :

1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan kepada masyarakat sipil

tentang manfaat rehabilitasi bagi penyalahguna Narkotika yang ada

di Indonesia khususnya diKota Medan.

2. Secara praktis, menjadi bahan pertimbangan peningkatan program

Therapeutic Community untuk membantu proses rehabilitasi

terhadap residen pengguna Narkoba yang ada di AL-Kamal

Sibolangit Centre.

3. Secara akademis, bagi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Universitas Sumatera Utara, untuk memperkaya refrensi dalam

rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori dan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu kesejahteraan sosial pada

khususnya.

8
I.4. Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika Penulisan Skripsi dalam penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan

dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka

pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,

populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah serta gambaran umum lokasi

penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

beserta dengan analisisnya.

9
BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat

sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Evaluasi Program

II.1.1. Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi memiliki arti penilaian.

Penilaian berarti pengukuran atau penentuan manfaat dari suatu kegiatan.

Penilaian dapat ditujukan kepada seseorang, sekelompok,atau terhadap suatu

kegiatan. Dalam suatu perusahaan evaluasi diartikan sebagai suatu proses

pengukuran terhadap efektivitas program yang dijalankan untuk mencapai tujuan

perusahaan. Hasil yang diperoleh dari pengukuran tersebut akan digunakan

sebagai analisis situasi program berikutnya. Evaluasi adalah suatu upaya untuk

mengukur secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari

aktivitas program yang telah dilaksanakan sebelumnya, hasil penelitian yang

dilakukan menjadi umpan balik bagi aktivitas perencanaan baru yang akan

dilakukan berkenaan dengan aktivitas yang sama dimasa depan.

Evaluasi merupakan bagian penting dari daur: perencanaan program,

pelaksanaan program, pemantauan program dan evaluasi program. Keputusan

tentang suatu atau beberapa program, apakah program dihentikan, dilanjutkan,

dipersempit, atau diperluas dibuat berdasarkan hasil evaluasi. Evaluasi adalah

sejumlah dari serangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data, analisis data,

dan penyimpulan hasil analisis data. Pengumpulan data bisa dilakukan melalui

11
wawancara, pengamatan lapangan, dan berbicara dengan orang yang menjadi

bagian dari khalayak (BNN,2004:121).

Ralph Tyler dalam Tayibnapis (2000:3) menyatakan evaluasi adalah

proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Evaluasi ialah

penelitian yang sistematik atau teratur tentang manfaat atau kegunaan beberapa

objek. Jadi, evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi,

kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggung jawaban, seleksi,

motivasi, serta menambah pengetahuan dan dukungan dari subjek yang terlibat.

Berikutnya evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang

manfaat atau efektivitas suatu program melalu indikator yang khusus, teknik

pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan (Siagian dan Agus,

2010:117).

Menurut Ralph Tyler dalam Arikunto (2009:3) menyatakan bahwa

Evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,

dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan

menurut Brinkerhoff dalam Widoyoko (2011:4) menyatakan bahwa Evaluasi

merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.

Dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu:

1) Penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation )

2) Penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation )

3) Pengumpulan informasi (collecting information )

4) Analisis dan interprestasi informasi (analyzing and interpreting )

5) Pembuatan suatu laporan (reporting information )

12
6) Pengelolahan evaluasi (managing evaluation)

7) Evaluasi untuk evaluasi (evaluating evalution )

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah

proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskrisipkan,

menginterprestasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai

dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program

selanjutnya. Tujuan evaluasi adalah memberikan informasi yang akurat dan

objektif tentang suatu program.

II.1.2. Fungsi Evaluasi

Evaluasi memiliki sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan yaitu

a. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya

mengenai kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilaidan

kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal

ini, evaluasi mengungkap seberapa jauh tujuan – tujuan dan target

tertentu yang telah dicapai.

b. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik

terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.

Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan

dan target.

c. Evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode metode

analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan

rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja

kebijakan dan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang

13
masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada defenisi

alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan (

Wahab,2002:51 ).

Wujud hasil dari evaluasi adalah adanya rekomendasi dari evaluator untuk

pengambilan keputusan (decision maker ). Menurut Arikunto dan

Safruddin (2009:22) ada empat kemungkinan kebijakan dapat dilakukan

berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:

a) Menghentikan program, jika program tersebut dipandang tidak ada

manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana yang

diharapakan.

b) Merevisi program, karena didalam suatu program ada bagian

bagian yang kurang sesuai dengan harapan.

c) Melanjutkan program, jika pelaksanaan suatu program

menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan

harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

d) Menyebarluaskan program ( melaksanakan program ditempat

tempat lain atau bisa mengulangi kembali program dilain waktu ),

karena program tersebut berhasil dengan baik jika dilaksanakan

lagi ditempat dan waktu yang lain.

II.1.3 Tolak Ukur Evaluasi

Suatu program dapat dievaluasikan apabila ada tolak ukur yang dijadikan

penilaian suatu program. Berhasil atau tidaknya program berdasarkan tujuan yang

14
dibuat sebelumnya harus memilki tolak ukur, dimana tolak ukur ini harus dicapai

dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah:

1) Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut

2) Apakah hasil proyek sesuai dengan hasil yang diingikan

3) Apakah sarana atau kegiatan yang benar benar dibutuhkan

4) Apakah sarana yang disediakan benar benar dilakukan untuk tujuan

semula

5) Berapa pernsen jumlah atau luasan sasaran sebenarnya yang dapat

dijangkau oleh program

6) Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan dari

program

7) Berapa banyak sumber daya (tenaga, dana, barang) yang sudah

digunakan untuk mencapai tujuan tersebut

8) Apakah sumber daya kegiatan yang dilakukan benar benar

dimanfaatkan secara maksimal

9) Apakah kegiatan yang dilakukan benar benar memberikan

masukan atau manfaat terhadap suatu perubahan

(Tayibnapis,2000:28).

II.1.4 Pengertian Program

Arikunto dan Safruddin (2010:3-4) menyebutkan dua pengertian program,

secara umum dan khusus. Pengertian program secara umum adalah rencana atau

rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Sedangkan pengertian secara khusus

15
adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan

waktu dan pelaksanaannya biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama.

Program merupakan unsur utama yang harus ada demi tercapainya kegiatan

pelaksanaan karena dalam suatu program tersebut telah dimuat berbagai aspek

antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan kebijakan yang harus dimabil dalam pencapaian tujuan

ini

3. Adanya aturan aturan dipegang dengan prosedur yang harus dilalui

4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah

adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang

tersebut merasa ikut dilibatkan dam membawa hasil program yang dilibatkan dan

adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan

manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal

dilaksanakan.

II.1.5 Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi program merupakan suatu langkah awal dalam supervisi, yaitu

mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian

pembinaan yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek pelaksanaannya, secara umum

evaluasi terhadap program dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:

16
1. Penilaian atas perencanaan, artinya mencoba memilih dan menetapkan

prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, artinya melakukan analisis tingkat kemajuan

pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi

apakah pelaksanaan sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada

perubahan perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang

sebelumnnya direncanakan (Siagian dan Suriadi,2012:117-118).

Evaluasi program merupakan penilaian yang sistematis dan seobjektif

mungkin terhadap suatu objek, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau

sudah selesai, baik dalam desain, pelaksanaan dan hasilnya, dimana tjuan dari

evaluasi program adalah untuk menentukan relevansi dan ketercapaian tujuan,

efesiensi, sefektifitas, dampak dan keberlanjutan dimana suatu evaluasi harus

memberikan informasi yang dapat dipercaya dan berguna agar donor serta pihak

penerima manfaat dapat mengambil pelajaran untuk proses pengambilan

keputusan.

II.1.6 Jenis jenis Evaluasi Program

Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Evaluasi pada Tahap Perencanaan

Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap dalam rangka mencoba

memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan

kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh

17
perencana.

b. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan dengan melakukan analisa

untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan

rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini

dengan monitoring. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin

dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat

mencapai tujuan tersebut.

c. Evaluasi pada Tahap Pasca Pelaksanaan

Pada tahap ini pengertian evaluasi hampir sama dengan tahap pelaksanaan,

hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat

kemajuan pelaksanaan dibanding rencana yakni apakah dampak yang

dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai (Nugroho,2009:337).

II.2. Narkoba dan Adiksi

II.2.1. Pengertian Narkoba

Istilah NARKOBA sesuai dengan surat edaran Badan Narkotika Nasional

(BNN) NO SE/03/IV/2002. Narkoba merupakan akronim dari Narkotika,

Psikotropika, dan Bahan Adiktif yang terlarang. Narkoba dapat diartikan sebagai

Zat – Zat alami maupun Kimiawi yang jika dimasukkan kedalam tubuh dapat

mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang (Nasution.

2014:1). Menurut Undang Undang Tentang Narkotika mengemukakan bahwa

narkoba ialah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

18
sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan

dapat menimbulkan ketergantungan.

Pada dasarnya obat-obatan yang tergolong narkoba itu digunakan untuk

kepentingan medis atau pengobatan. Adapun kengunaanya adalah untuk

menghilangkan rasa sakit. Tetapi apabila pengunaan narkoba diluar dari hal-hal

media dan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya akan dapat menimbulkan

kerusakan fisik, mental dan sikap hidup masyarakat. Narkoba yang populer

didalam masyarakat terdiri dari 3 golongan yaitu: Narkotika, Pisikotropika dan

Zat adiktif lainya.

1. Narkotika

Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan tingkat kesadaran, hilangnya

rasa, dan dapat menimbulkan ketergantungan

Dalam pengertian lain bahwa Narkotika merupakan zat – zat obat

yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan

zat – zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral.

Berdasarkan bahan asalnya Narkotika terbagi dalam 3 ( tiga ) golongan

yaitu :

19
a. Alami.

Yang dimaksud alami adalah jenis zat / obat yang timbul dari

alam tanpa adanya proses fermentasi, isolasi, atau proses

produksi lainnya. Contohnya : ganja, opium, daun koka.

Didalam Undang Undang No.35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, bahwa jenis narkotika yang berasal dari alam tidak

boleh digunakan untuk terapi adalah golongan 1 terdiri dari :

1) Tanaman Papaver Soniverum L

2) Opium mentah, opium masak (candu,jicing,jicingko)

3) Opium obat

4) Tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina,

ekgonim (kerja alkoid koka berbeda dengan alkoid

opium)

5) Heroin, Morfin (alkoid opium yang telah diisolasi)

6) Ganja, damar ganja

b. Semi Sintesis

Yakni zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses

ekstraksi dan isolasi, contohnya : morfin, pethidin dan lain lain.

Jenis obat ini menurut Undang-undang No.35 Tahun 2009

tentang Narkotika, termasuk dalam narkotika golongan II

c. Sintesis

Jenis obat atau zat yang diproduksi secara sintesis untuk

20
keperluan medis dan penelitian yang digunakan sebagai

penghilang rasa sakit (analgesic) seperti penekan batuk

(antitusif).

Jenis obat yang masuk kategori sintesis antara lain: Kodein,

Amfetamin, Deksamfetamin, Penthidin, Meperidin, Methadon,

Dipipanon, Dekstropakasifen, LSD (Lesergik, Dietilamid).

Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap manusia, narkotika terdapat 3 (tiga)

jenis, yaitu:

1) Depressan (downer)

Jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas, membuat

pengguna menjadi tertidur atau tidak sadar diri.

2) Stimulan (upper)

Jenis-jenis zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan

meningkatkan kegairahan kerja (segar dan bersemangat) secara

berlebihan.

3) Halusinogen

4) Zat kimia aktif atau obat yang dapat menimbulkan efek halusinasi,

dapat merubah perasaan dan fikiran.

Jenis – jenis Narkotika yang sering disalahgunakan :

21
A. Ganja

Biasanya dikenal dengan nama : cannabis, mariyuana, hasish

gelek, budha stick, cimeng, grass, rumput, sayur .

Efek yang ditimbulkan dari mengkomsusmsi ganja adalah :

a) Denyut jantung semakin cepat, temperatur badan

menurun, mata merah.

b) Nafsu makan bertambah

c) Santai, tenang dan melayang layang

d) Pikiran selalu rindu pada ganja

e) Daya tahan menghadapi problema menjadi

lemah

f) Malas, apatis

g) Tidak peduli dan kehilangan semangat untuk

belajar maupun bekerja

h) Persepsi waktu dan pertimbangan intelektual

maupun moral terganggu

B. Shabu

Dikenal dengan nama : kristal, ubas, shabu shabu, mecin .

Efek yang ditimbulkan dari mengkomsumsi shabu-shabu

adalah :

1. Badan merasa lebih kuat dan energik ( meningkatnya

stamina ).

2. Tidak mau diam ( hiperaktif ).

3. Rasa percaya diri meningkat.

22
4. Rasa ingin diperhatikan oleh orang lain.

5. Nafsu makan berkurang akibatnya kondisi badan

semakin kurus.

6. Susah tidur

7. Detak jantung berdebar debar

8. Tekanan darah mengalami peningkatan

9. Mengalami pada fungsi sosial dan pekerjaan

C. Morfin dan Heroin

Nama lain dari morfin dan heroin adalah : putaw, smack, junk,

horse, H, PT, etep, bedak, putih.

Efek yang ditimbukan dari mengkomsumsi Morfin dan Heroin

adalah :

1. Menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan

“dungu” jalan mengembang.

2. Rasa sakit seluruh badan.

3. Badan gemetar, jantung berdebar debar.

4. Susah tidur, dan nafsu makan berkurang.

5. Mata berair dan hidung selalu ingusan.

6. Mengalami problema pada kesehatan.

2. Psikotropika

Psikotropika merupakan zat atau obat baik alamiah maupun sintesis

bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

aktivitas mental dan perilaku.

23
Dalam bidang farmakologi, Psikotropika dibedakan dalam 3 (tiga)

golongan, yaitu :

a. Golongan Psikostimulansi

Yaitu jenis zat yang menimbulkan rangsangan, jenis obat yang

termasuk golongan ini adalah :

1. Amfetamine ( lebih populer dikalangan masyarakat

sebagai shabu dan ekstasi ).

2. Desamfetamine.

b. Golongan Psikodepresan

Yaitu golongan obat tidur, penenang dan obat anti cemas,

merupakan jenis obat yang mempunya khasiat pengobatan yang

jelas.

Jenis obat yang termasuk didalamnya adalah :

1. Amobarbital

2. Pheno karkital

3. Penti karkital

Dalam Undang-undang No, 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, yang

dimasukkan dalam golongan III yaitu jenis Psikotropika yang berkhsisiat

untuk pengobatan dan hanya digunakan untuk terapi atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat yang mengakibatkan

sindrom ketergantungan.

c. Golongan Sedativa

24
Yaitu jenis obat obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang

jelas dan digunakan sangat luas dalam terapi. Jenis obat yang

termasuk kedalam golongan ini adalah : Diazepam, Klobazam,

Bromazepam, Fenibarbital, Barbital, Klonazepam,

Klordiazepam.

II.2.2. Pengertian Adiksi.

Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap

hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang

mengalaminya. Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu

kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis

terhadap suatu zat adiktif dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut (DSMIV,

1994):

1. Adanya Proses Toleransi

Individu membutuhkan zat yang dimaksud dalam jumlah yang semakin

lama semakin besar, untuk dapat mencapai keadaan fisik dan psikologis

seperti pada awal mereka merasakannya.

2. Adanya Gejala Putus Zat (Withrawl Syndrome)

Individu akan merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak

nyaman apabila penggunaannya dihentikan. Perasaan tidak nyaman fisik

seperti tulang sakit, mata berair, lemas, diare, muntah-muntah, dan lain-

lain. Pada akhirnya gejala-gejala fisik tersebut dapat menurunkan berat

badan dan menimbulkan ketergantungan pada narkoba, serta komplikasi

medic. Secara psikologis gejala putus obat ditandai dengan munculnya

perasaan malu, rasa bersalah, curiga, tidak aman, marah, kesepian, tidak

25
percaya diri, cemas, emosi tidak terkontrol, gangguan kepribadian, tidak

toleran, mengalami penolakan, curiga (terutama pada pengguna

methamphetamine ), dan halusinasi.

II.3. Residen

II.3.1 Pengertian Residen

Residen merupakan orang yang sedang menjalani rehabilitasi didalam

sebuah panti rehabilitasi untuk mendapatkan dan menjalani program pemulihan

akibat dari penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan didalam kehidupannya.

II.4. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA merupakan penyakit endemik

dalam masyarakat modern, penyakit endemik dalam masyarakat modern, penyakit

kronik yang berulangkali kambuh dan merupakan prose gangguan mental adiktif (

http://e-journal.uajy.ac.id diakses pada tanggal 28 mei 2015, pukul 19.35 wib ).

penyalahguna NAPZA dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu :

1. Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi,

yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil.

Mereka ini sebetulnya dapat digolongkan orang yang menderita sakit (

pasien ) namun salah atau tersesat ke NAPZA dalam upaya untuk

mengobati 16 dirinya sendiri yang seharusnya meminta pertolongan ke

dokter (psikiater). Golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi dan

bukannya hukuman.

26
2. Ketergantungan reaktif, yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena

dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta

pengaruh teman kelompok sebaya (peer group pressure). Mereka ini

sebenarnya merupakan korban (victim); golongan ini memerlukan terapi

dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.

3. Ketergantungan simtomatis, yaitu penyalahgunaan ketergantungan

NAPZA sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang

mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian

antisosial (psikopat) dan pemakaian NAPZA itu untuk kesenangan semata.

Mereka dapat digolongkan sebagai kriminal karena seringkali mereka juga

merangkap sebagai pengedar (pusher). Mereka ini selain memerlukan

terapi dan rehabilitasi juga hukuman (http://e-journal.uajy.ac.id diakses

pada tanggal 28 mei 2015, pukul 19.35 wib ).

Ada beberapa sikap kepribadian remaja yang rentan terhadap

penyalahgunaan narkoba, yaitu :

a. Kurang Percaya Diri.

Sikap kurang mengenal diri sendiri, dimana seseorang tidak

menyadari potensi dirinya dan sering menganggap dirinya

banyak kekurangan. Akibat terobsesi untuk mengangkat dirinya

setara dengan orang lain, ia mudah terpengaruh memilih jalan

keluar sendiri yang menjanjikan hasil seketika meskipun

tindakan tersebut bukan pilihan yang tepat.

b. Harga Diri yang Rendah.

Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang merasa dirinya tidak

27
berharga dan tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan.

Seringkali pihak yang bersangkutan merasa bahwa dirinya

tidak dianggap dan disepelekan, hal tersebut merupakan beban

psikologis yang cukup berat. Keterbatasan keterampilan

mengakibatkan seseorang tidak mampu melaksanakan

perbaikan diri dan sering lari dari kenyataan.

c. Kurang Terampil dalam Mengambil Keputusan.

Adanya kebiasaan bahwa setiap keputusan dalam hidup

ditentukan oleh orang lain, maka individu yang bersangkutan

tidak terbiasa dalam proses membuat suatu keputusan, yang

mengakibatkan seseorang tidak mampu membedakan antara

keinginan dengan kebutuhan.

d. Kurang Terampil Memecahkan Masalah.

Dalam kehidupan manusia selalu menghadapi berbagai jenis

masalah. Bagi pribadi seseorang yang terlibat dalam

pemecahan masalah selalu dibantu oleh orang lain . biasanya ia

akan menyangkal atau meremehkan adanya masalah dengan

cara yang kurang matang.

e. Sulit Mengendalikan Keinginan.

Dalam hal ini, seseorang yang berkeripadian yang rentan lemah

dalam mengendalikan keinginannya. Ia cenderung bertindak

implusif, yaitu melakukan suatu perbuatan tanpa berfikir atau

membuat suatu pertimbangan yang rasional.

f. Sulit Menerima Kekecewaan.

28
Terbiasa dengan gaya hidup setiap keinginan harus terpenuhi,

ia sulit menghadapi kekecewaan dan kemarahan jika

keinginannya tidak terpenuhi. Sehinggan dapat melakukan

perbuatan yang merusak diri sendiri dan orang lain jika

permintaan tidak dituruti.

g. Kurang Arsetif dan Terbuka.

Kerentanan seseorang terhadap narkoba berkaitan erat dengan

kemampuan seseorang yang kurang mampu untuk

mengungkapkan perasaan negatif seperti kemarahan,

ketidakpuasan, kekecewaan.

h. Kondisi Emosi yang Labil.

Kondisi yang labil menyebabkan seseorang sering mengalami

perubahan emosi yang mendadak tanpa faktor yang jelas

(model swing). Sehingga tindakan mengkomsumsi narkoba

dianggap lebih memberikan ketenangan pada dirinya (

Zulkarnain,2014:35-37).

II.5. Pengobatan dan Rehabilitasi

Pemulihan residen residen yang didiagnosis dengan gangguan mental dan

perilaku akibat dari penyalahgunaan narkoba, tidaklah semudah yang dibayangkan

banyak orang. Penanganan terhadap mereka tidak seperti pasien yang terkena

penyakit infeksi yang jika diterapi dengan antibiotika yang tepat maka dalam

jangka waktu seminggu sudah sembuh. Penanganan awal, artinya menghilangkan

zat narkoba dari tubuh sipengguna mungkin bisa relatif cepat dilakukan, namun

unsur kambuh (relapse) yang sering mendominasi kegagalan pemulihan,

29
menyebabkan pemulihan korban penyalahgunaan narkoba memerlukan jangka

waktu yang relatif lama. Bahkan ada keyakinan diantara pengamat dan pengelola

panti rehabilitasi bahwa pemulihan baru bisa diyakini keberhasilannya jika hayat

terlepas dari badan sipenderita.

II.5.1. Aspek Pemulihan bagi Penyalahgunaan Narkoba

Pemulihan penyalahgunaan narkoba umumnya mencakup tiga aspek yaitu:

terapi, habilitasi, dan rehabilitasi yang merupakan proses berkesinambungan.

Tahapan utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan

narkoba:

a) Tahap Detoksifikasi

Terapi lepas narkoba (withrawal syndrome), dan terapi fisik yang

ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh.

b) Tahap Habilitasi

Ditujukan untuk stabilitasi suasana mental dan emosional penderita,

sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan

narkoba dapat diatasi.

c) Tahap Rehabilitasi

Merupakan tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental

dan sosial penderita, seperti: bersekolah, belajar, bekerja seta bergaul

secara normal.

II.6. Therapeutic Community (TC)

30
II.6.1. Sejarah Therapeutic Community

Program terapi bagi pecandu narkoba merupakan hal yang relative baru

berkembang. Program terapi ini kurang lebih mulai timbul dalam bentuk yang

terorganisasi pada tahun 1960 sebagai respons terhadap masalah sosial dan

masalah kesehatan masyarakat di Amerika Serikat. Pertumbuhan fasilitas terapi

pada tahun 1960 dan 1970 mencerminkan berbagai pandangan tentang masalah

penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba. Selain itu juga dipengaruhi oleh

tuntutan bagaimana masalah tersebut dapat ditangani secara efektif.

Diluar unit detoksifikasi, yang ditujukan sebagai langkah awal terapi,

terdapat tiga modalitas terapi yang dominan dalam penatalaksanaan

penyalahgunaan narkoba; program rawat jalan, program terapi rumatan metadon,

dan program residensial rawat inap jangka panjang yang disebut sebagai TC.

Program TC saat itu berorientasi pada kondisi bebas zat (abstinensia), dimana

residen diharapkan tidak lagi menggunakan zat selama dalam program dan setelah

selesai program. Pada tahun 90-an, muncul program residensial rawat inap jangka

pendek yang menggunakan pendekatan 12 langkah atau pendekatan lainnya

(Institute Of Medicine, 1990). Sementara pada akhir tahun 90-an beberapa

Negara, khususnya Belanda dan Australia mulai memodifikasi program TC

dengan memasukkan pendekatan pengurangan dampak buruk dalm program-

programnya, sebagai suatu upaya menekan laju penularan HIV di kalangan

pengguna narkoba.

II.6.2. pengertian Therapeutic Community

31
Terapi Komunitas (Therapeutic Community) adalah grup atau sekelompok

orang yang memiliki prinsip interpersonal yang cukup tinggi, sehingga mampu

mendorong orang lain untuk belajar berinteraksi di suatu komunitas. Terapi

komunitas terdiri dari staf yang pernah mengalami rasa sakit dan memiliki

perilaku yang timbul akibat ketergantungan narkoba, namun telah mampu dan

mengetahui cara mengatasinya, serta telah melalui pendidikan dan pelatihan

khusus yang memenuhi syarat dan konselor. Tenaga professional hanya sebagai

konsultan saja. Di lingkungan khusus ini pasien dilatih ketrampilan mengelola

waktu dan perilaku secara efektif serta kehidupan sehari – hari, sehingga dapat

mengatasi keinginan mengonsumsi narkoba. Dalam komunitas ini semua aktif

dalam proses terapi. Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah

pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan)

dan punishment (hukuman) dalam mengubah suatu perilaku. Selain itu digunakan

juga pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk

mengubah suatu perilaku.

Dalam upaya mencapai pemulihan , konsep-konsep TC khususnya pesan

yang disepakati sesama rekan sebaya dilaksanakan secara kompak. Konsep ini

diterapkan secara konsisten serta berulang kali melalui berbagai program seperti

kegiatan dalam kelompok, pertemuan, diskusi dan komunikasi sehari-hari.

Residen menjalani waktu dengan rekan-rekan sebaya, bebas dari pengaruh luar.

Merupakan satu keharusan program TC dilaksanakan selama 24 jam didalam panti

(residential) dan 4-8 jam untuk program TC diluar panti (non residential). TC

juga harus didasari oleh perawatan yang berkesinambungan ( the continuum of

care) yaitu tahap primer, tahap re-entry dan pembinaan lanjut.

32
Konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri sendiri, dapat

dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa:

1. Setiap orang bisa berubah

2. Kelompok bisa mendukung untuk berubah

3. Setiap individu harus bertanggung jawab

4. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif

bagi perubahan

5. Adanya partisipasi aktif

II.6.3. Program TC di Indonesia

Penyalahgunaan opiate merupakan masalah yang timbul pada akhir tahun

1970 dan kemudian mereda selama belasan tahun, digantikan zat-zat jenis lainnya.

Penyalahgunaan opiate -khususnya heroin- kembali marak pada awal tahun 1990.

Epidemic penyuntikan heroin dimulai pada tahun 1995. Hingga pertengahan tahun

1990, terapi adiksi narkoba yang tersedia adalah model medis di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat (RSKO) milik kementerian kesehatan, model rehabilitasi

sosial dengan pelatihan vokasional pada berbagai Panti Rehabilitasi Sosial milik

Kementerian Sosial, serta model religi yang diterapkan berbagai pesantren milik

masyarakat ataupun rehabilitasi bernuansa kristiani.

Sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat, pertumbuhan rehabilitasi

dengan pendekatan TC di Indonesia dimulai dari kegelisahan keluarga pecandu

heroin yang tidak memperoleh layanan terapi ketergantungan heroin bagi anak/

keluarganya di Indonesia. Beberapa keluarga membawa anggota keluarganya

yang mengalami kecanduan heroin pada berbagai tempat rehabilitasi dengan

pendekatan TC atau 12 langkah yang terdapat di luar negeri, khususnya Malaysia

33
dan Singapura. Para alumni rehabilitasi TC ini dengan dukungan penuh

keluarganya kemudian mendirikan program TC di Indonesia. Sekalipun pada

pertengahan tahun 90 telah dirintis program rehabilitasi TC oleh beberapa

professional medis, namun pionir program ini yang dikenal oleh masyarakat

secara luas adalah Yayasan Titihan Respati yang didirikan pada tahun 1997,

kemudian diikuti dengan berbagai yayasan lainnya seperti Yayasan Terakota ,

Yayasan Insan Pengasuh Indonesia, Yayasan Bandulu, dan lainnya. Beberapa

program TC yang juga dimotori oleh kalangan professional medis bekerja sama

dengan konselor adiksi diantaranya adalah Wisma Adiksi, Sport Campus Wijaya

Kusuma, Wisma Srikandi dan Arjuna RS Marzoeki Mahdi (kemudian

memisahkan diri dari RS dan berdiri sendiri menjadi Yayasan Permata Hati Kita)

dan Wisma Sirih RS Khusus Provinsi Kalimantan Barat. Pusat pembelajaran

program TC saat itu Daytop Village, di New York, Amerika Serikat- sebagai

pusat pelatihan sebagian besar konselor, baik yang berada di Malaysia, Singapura

maupun Indonesia.

Program ini menarik minat yang luar biasa, terutama dari kalangan

menengah keatas dan berkembang secara cepat. Pada tahun 2000 tercatat lebih 80

lembaga rehabilitasi yang dijalankan dengan metode TC. Lebih dari 85% lembaga

ini merupakan inisiatif masyarakat, selebihnya merupakan inisiatif professional

kesehatan, pekerjaan sosial, maupun tokoh agama. Bahkan beberapa panti

rehabilitasi sosial milik Kementerian Sosial seperti Galih Pakuan, Bogor juga

mengadopsi pendekatan ini pada program rehabilitasinya. Biaya operasional

penyelenggaraan program umumnya mengandalkan pola tarif layanan yang

dibebankan pada residen serta dari donatur, kecuali lembaga rehabilitasi yang

34
berada dalam system pemerintahan. Dukungan pemerintah dalam bentuk biaya

perawatan bagi para residen yang mengikuti program rehabilitasi swadaya

masyarakat belum tersedia. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila pada umumnya

lembaga rehabilitasi swadaya masyarakat mengenakan pola tarif yang cukup

tinggi dibandingkan dengan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Hingga

saat ini dukungan pemerintah dalam pembinaan lembaga rehabilitasi swadaya

masyarakat masih terbatas pada peningkatan kapasitas lembaga ataupun sumber

daya manusianya.

Saat ini secara nasional keberadaan lembaga rehabilitasi swadaya

masyarakat dengan pendekatan TC sangatlah terbatas. Kendala utama adalah

beratnya beban biaya operasional TC, sementara sumber dana- baik yang berasal

dari residen, maupun dalam bentuk bantuan- semakin lama semakin minim. Daya

jangkau masyarakat terbatas dan bantuan dana tidak diterima secara

berkesinambungan, sehingga banyak program TC ditutup. Hal ini tentunya

bukanlah suatu yang menggembirakan, karena bagaimanapun juga pecandu perlu

memiliki berbagai pilihan terapi sehingga dapat memiliki kebutuhan setiap

individu. Dalam hal ini perlu disadari bahwa tidak ada satu program pun yang

cocok buat semua orang- salah satu prinsip terapi yang efektif dari National

Institute on Drug Abuse (NIDA, 2009).

II.6.4 Filosofi Therapeutic Commnunity Dan Penerapan Metode Pekerjaan

Sosial.

1. Filosofi

Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu, baik

35
tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten philosophy). Filosofi TC yang

tertulis merupakan sesuatu hal yang harus dihayati, dianggap sacral, tidak boleh

diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis ( unwritten

philosophy) adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses

pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang universal,

artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu.

a. Filosofi TC yang tertulis

“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri

sendiri, hingga saya melihat diri saya di mata dan hati insane yang lain.

Saya masih berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan

dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal

diri saya sendiri yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Dimana lagi

kalau bukan di sini, dapatkah saya melihat cermin diri ini?. Disinilah,

akhirnya, saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu

dalam mimpi atau si kerdil di dalam ketakutannya. Tetapi seperti

seorang insane, bagian dari masyarakat yang peduh kepedulian. Disini

saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seorang seperti dalam

kematian tetapi dalam kehidupan nyata dan berharga baik untuk diri

sendiri maupun orang lain.”

b. Filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy)

Filosofi-filosofi yang ada di bawah ini tidak mengenal hirarki,

dalam arti tidak ada yang lebih penting dari yang lainnya,

melainkan merupakan nilai-nilai kehidupan yang seluruhnya

36
diterapkan dalam keseharian aktivitas para residen di panti

rehabilitasi (facility).

Berikut merupakan bagian penting dari filosofi tidak tertulis:

1) Honesty (kejujuran): kejujuran adalah nilai hakiki yang

harus dijalankan para residen, setelah sekian lama mereka

hidup dalam kebohongan.

2) No free lunch (tidak ada yang gratis di dunia ini): tidak ada

sesuatu pun di dunia ini yang didapatkan tanpa usaha

terlebih dahulu.

3) Trust your environment (percayalah lingkunganmu):

percaya pada lingkungan panti rehabilitasi (facility) dan

yakin bahwa lingkungan ini mampu membawa residen pada

kehidupan yang positif.

4) Understand is rather than to understood (pahami lebih

dahulu orang lain sebelum kita minta dipahami): sebelum

kita minta untuk dipahami orang lain, adalah jauh lebih

positif apabila kita pahami dahulu orang lain. Sikap ini akan

lebih menggiring kita untuk berfikir bijaksana dan sabar.

5) Blind faith (keyakinan total pada lingkungan): keyakinan

total pada lingkungan panti rehabilitasi akan makin

membantu perbaikan diri residen.

6) To be aware is to be alive (waspada adalah inti kehidupan):

sikap waspada sangat diperlukan dalam kehidupan ,

sehingga kita tidak mudah terjerumus pada hal-hal negatif.

37
7) Do your things right everything else will follow (pekerjaan

yang dilakukan dengan benar, akan memberikan hasil

positif): lakukan tugas-tugas kita sebagaimana mestinya,

kita pasti akan memetik buahnya kemudian.

8) Be careful what ask for you, you might just get it (mulutmu

harimaumu): jagalah mulut kita, karena ucapan-ucapan

negatif dapat menjadi kenyataan.

9) You can’t keep it unless You give it away (sebarkanlah

ilmumu pada banyak orang): tidak ada gunanya segenap

pengetahuan yang kita miliki bila tidak kita sebarkan pada

orang lain.

10) What goes around comes around (perbuatan baik akan

berbuah baik): setiap perilaku kita yang positif akan

memberikan dampak positif.

11) Compensation is valid (selalu ada ganjaran pada perilaku

kita): hati-hatilah dalam bertindak, sebab selalu ada resiko

yang menyertai tindakan itu.

12) Act as if (bertindak sebagaimana mestinya): bertindaklah

apa adanya, namun apabila tidak sesuai dengan hati nurani,

bertindaklah sebagaimana mestinya.

13) Personal growth before vested status (kembangkan dirimu

seoptimal mungkin): pengembangan diri mutlak diperlukan

sebelum kita mendapatkan jabatan/kepercayaan diri orang

lain.

38
Pelaksanaan program disusun untuk membuat residen terlibat secara penuh

dalam setiap kegiatan, sesuai dengan job function-nya masing – masing.

Kedudukan petugas hanya sebagai pengawas, yang mengawasi program. Kategori

struktur program utama dari Therapeutic Community, terdiri dari 4 (empat), yaitu:

a. Behaviour management shaping (Pembentukan tingkah laku) Perubahan

perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya

sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma – norma

kehidupan masyarakat.

b. Emotional and psychological (Pengendalian emosi dan psikologi)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan

penyesuaian diri secara emosional dan psikologis.

c. Intellectual and spiritual (Pengembangan pemikiran dan kerohanian)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan,

nilai – nilai spiritual, moral dan etika, sehingga mampu menghadapi dan

mengatasi tugas – tugas kehidupannya maupun permasalahan yang belum

terselesaikan.

d. Keterampilan vokasional/mempertahankan diri, yaitu perubahan perilaku

yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen

yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan

tugas-tugas kehidupannya.

Lima pilar dalam metode-metode yang digunakan untuk mencapai perubahan

yang diinginkan :

a. Konsep Lingkungan Keluarga Pengganti (famili milieu concept).

39
Lingkungan sosial dalam TC dianggap sebagai pengganti dimana setiap

staf serta residen merupakan anggota yang mempunyai hak dan kewajiban.

b. Tekanan Teman Sebaya (peer pressure reversal).

Para residen yang sebelumnya mempunyai kecenderungan untuk mengajak

rekan sebaya melakukan hal hal negatif dibimbing untuk saling

mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif untuk mewujudkan

perbuatan yang positif.

c. Sesi-sesi Teraputik (Therapeutic sessions).

Setiap kegiatan yang dilakukan residen selalu diarahkan untuk membentuk

perilaku antara lain disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian untuk

mendukung proses pemulihan mereka.

d. Sesi-sesi Keagamaan dan Spritual (Religious and Spritual sessions).

Kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan

dan keyakinan mereka.

e. Menjadi Panutan (Role Modeling).

Setiap residen belajar menjadi panutan sehingga dimasa mendatang

mampu memberikan keteladanan bagi anggota keluarga/ rekan sebaya

yang lain.

2. Prinsip pekerjaan sosial dalam TC

Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep TC adalah bahwa setiap

orang pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku negatif ke arah perilaku

yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang sangat memerlukan

40
bantuan pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu, dalam proses pengubahan

perubahan perilaku, TC dianggap sebagai keluarga besar.

Konsep TC pada umumnya menerapkan pendekatan self help, artinya

residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan

kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, membersihkan fasilitas TC,

memperbaiki gedung dan sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian

keterampilan. Dalam hal ini, setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab

mengubah tingkah laku, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain, jadi bukan

semata-mata tanggung jawab petugas. Teori yang mendasari metode TC adalah

pendekatan behavioral dimana berlaku system reward (penghargaan/penguatan)

dan punishment (hukuman) dalam mengubah suatu perilaku. Selain itu juga

digunakan pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media

untuk mengubah suatu perilaku. Dalam pelaksanaannya, berbagai pendekatan

tersebut merupakan penerapan dari beberapa prinsip-prinsip pekerjaan sosial

(Friendlander, 1958).

A. Prinsip-prinsip Umum

a) Adanya keyakinan akan kebaikan, integritas dan kebebasan

residen dalam menentukan hidupnya.

b) Adanya keyakinan bahwa setiap residen memiliki kebutuhan

baik kebutuhan fisik, sosial, psikologis, dan kebutuhan-

kebutuhan lain-lainnya. Dalam pemenuhannya residen

mempunyai hak untuk menentukan sendiri.

41
c) Adanya keyakinan bahwa setiap residen mempunyai

kesempatan yang sama tetapi kesempatan tersebut dibatasi oleh

kemampuan sendiri.

d) Adanya keyakinan bahwa setiap residen mempunyai

tanggungjawab sosial untuk terlibat di dalam proses pemecahan

masalah residen lainnya yang diwujudkan dalam tindakan

bersama.

B. Prinsip-prinsip Dasar

a) Penerimaan (Acceptance)

Pekerja sosial harus mengerti bagaimana memahami dan

menerima residen „apa adanya‟. Penerimaan ini berarti

menerima keseluruhan dimensi yang ada dalam diri residen

seperti kekuatan, kelemahan, keistimewaan baik yang positf

maupun yang negatif, karakteristik yang tersembunyi, serta

aspek tingkah laku negatif yang dapat merusak diri residen.

Penerapan prinsip ini diwujudkan dalam bentuk perhatian yang

sungguh-sungguh, penerimaan yang hangat, didengarkan

dengan baik dan sebagainya.

b) Perbedaan individu

Prinsip ini menekankan bahwa setiap individu/ residen yang

mendapat pelayanan mempunyai kepribadian, agama,

kemampuan, latar belakang yang berbeda. Oleh karena itu,

dalam setiap pelayanan/tindakan ditujukan kepada residen

hendaknya didasarkan pada perbedaan tersebut.

42
c) Pengungkapan perasaan

Prinsip ini melihat bahwa setiap residen mempunyai perasaan-

perasaan, keinginan, harapan yang akan diungkapkan. Oleh

karena itu, pekerja sosial harus memberikan kesempatan yang

luas untuk mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan-

perasaannya. Hal ini memungkinkan residen untuk

mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.

d) Tidak memberikan penilaian (non-judgmental)

Dalam prinsip ini diharapkan pekerja sosial yang bekerja dalam

program TC hendaknya tidak memberikan penilaian

baik/buruk, berguna atau tidak. Pekerja sosial hanya

memberikan penilaian secara objektif dan professional serta

tidak menghakimi residen sehingga dapat mendorong

keterlibatan dalam proses pelayanan serta meningkatkan

kepercayaan diri residen.

e) Objektivitas

Dalam prinsip objektivitas pekerja sosial harus bertindak jujur,

tidak memihak dan menilai berdasarkan realitas yang terjadi di

dalam melakukan atau memberikan pelayanan kepada residen,

juga tidak memberikan suatu prasangka yang mengarah kepada

penilaian yang dapat merugikan residen.

f) Keterlibatan emosional

Dalam prinsip ini, pekerja sosial dituntut untuk memiliki

43
perasaan empati, yang artinya perlu ikut merasakan apa yang

dirasakan residen. Namun tidak berarti bahwa empati harus

menerima kesalahan residen/terlibat lebih jauh di dalam

kehidupan residen yang dapar merugikan residen dan diri

pekerja sosial itu sendiri.\

g) Menentukan dirinya sendiri

Prinsip ini didasarkan pada suatu nilai bahwa residen

mempunyai hak dan kebebasan untuk menentukan dirinya

sendiri. Karena itu, dalam prinsip ini seorang pekerja sosial

yang harus bertanggungjawab dalam mengembangkan relasi

sosial yang dapat menggali dan mempermudah residen dalam

membentuk dirinya sendiri dan membantu dalam mencari

alternative-alternatif pemecahan masalah serta dalam

pengambilan keputusan.

h) Aksesibilitas terhadap sumber

Prinsip ini melihat bahwa setiap residen memiliki potensi dan

akses terhadap sumber yang dapat dikembangkan. Oleh karena

itu, dalam penerapan prinsip ini pekerja sosial harus

memberikan peluang tehadap aksesibilitas berbagai sumber dan

kesempatan yang bisa merealisasikan harapan dan potensi

residen. Pekerja sosial diharapkan mampu membantu residen

dalam memanfaatkan sumber-sumber yang diperlukan.

44
i) Kerahasiaan

Dalam proses pelayanan, pekerja sosial harus tetap menjaga

segala kerahasiaan residen, seperti hal-hal yang berhubungan

dengan masalahnya, latar belakang kehidupannya, dan lain-

lain. Kecuali untuk kepentingan atau penyelesaian masalah

residen, seperti pembahasan kasus (case conference). Dalam

proses ini semua harus dicatat untuk kepentingan proses

penanganan residen.

j) Kesinambungan

Prinsip ini menekankan perlunya kesinambungan pelayanan

kepada residen baik di dalam panti maupun di dalam

masyarakat. Karena itu, pekerja sosial harus merencakan suatu

pelayanan yang menekankan pada prinsip-prinsip

kesinambungan.

k) Ketersediaan pelayanan

Prinsip ini menekankan perlunya ketersediaan pelayanan yang

sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan diri residen serta

kemampuan lembaga.

II.7. Proses Pelayanan Sibolangit Centre

II.7.1. Gambaran umum Pelayanan

Metode Therapeutic Community (TC) merupakan sebuah modalitas terapi

dalam bentuk rehabilitasi residential dengan jangka waktu yang relatif lama

45
dengan jangka waktu satu tahun atau lebih. Prinsip dasar dari metode TC adalah

addict to addict, maksudnya para pengguna membentuk suatu komunitas untuk

saling membantu dalam proses pemulihan dari masalah ketergantungan NAPZA.

Selain itu para residen juga diwajibkan untuk dapat bekerja sama dengan semua

unsur/staf maupun petugas yang terlibat didalam panti rehabilitasi tersebut.

Peran keluarga maupun peran masyarakat sangat diperlukan dalam proses

rehabilitasi, hal ini sangatlha penting menginga pada akhirnya residen harus

kembali kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya yang dekat dengan

kehidupannya. Peran keluarga maupun orang yang dekat dengan residen dibagi

kedalam 2 (dua) bentuk kegiatan, yakni:

1) Kunjungan Keluarga (familiy visit)

Dalam kegiatan ini residen yang telah mendapat persetujuan untuk

bertemu dengan keluarga, dapat dikunjungi oleh pihak keluarga sesuai

dengan waktu yang telah sitetapkan. Pada umumnya adalah jangka waktu

2 (dua) minggu sekali.

2) Kelompok Dukungan Keluarga (family support group/FSG )

Pertemuan ini dilakukan antara staff maupun pihak rehabilitasi dengan

orang tua residen saja, dimana orang tua residen dapat berbagi

pengalaman, perasaan serta harapan mereka untuk jangka waktu

kedepannya. Pada umumnya biasa dilakukan 2 (dua) minggu sekali.

II.7.2. Tahap Proses Pelayanan

A. Proses Penerimaan (Intake Process)

Proses Intake merupakan tahap pertama yang ditujukan untuk

46
mengenal calon residen dan memberikan informasi tentang panti kepada

calon residen, keluarga, atau significants others lainnya. Upaya untuk

memperoleh data dari calon residen dilakukan melalui wawancara yang

meliputi: latar belakang, kesehatan, keluarga, lingkunga, pendidikan, dan

penyalahgunaan. Setelah data diidentifikasi pekerja sosial menentukan

diterima atau tidaknnya pecandu dalam panti yang bersangkutan

B. Proses pengenalan (induction)

Merupakan tahap dimana residen masuk kedalam lingkngan panti

setelah ia menjalani tahap intake. Residen diperkenalkan dengan

lingkungan baru (panti) yang meliputi: tujuan, filosofi, norma, nilai,

kegiatan, dan kebiasaan panti, yang dirancang secara umu dan khusus

untuk memulihkan residen kembali kemasyarakat umum (keluarga sebagai

basis utama) dengan fungsi dan peran sesuai kemampuan dan keterbatasan

residen. Dalam tahap ini, pekerja sosial dan staff membimbing residen

untuk menjalani masa transisi dari kehidupan luar panti kedalam panti

untuk menjalani proses pelayanan.

Beberapa komponen pentiing dalam tahap Induction, yaitu:

1) Walking Paper.

Merupakan satu perangkat pengenalan yang membantu proses adaptasi

residen baru, dapat berubah atau ditambah sesuai dengan kebutuhan

dan budaya atau sifat khas panti.

2) Induction Group.

Merupakan sebuah kelompok yang berfungsi untuk memberikan

pemahaman dan pengertian tentang program yang akan dijalankan,

47
beserta dengan pengertian dasarnya.

C. Tahap Awal (Primary).

Merupakan tahap dimana residen memasuki proses pelayanan. Tahap

ini bertujuan untuk memperkuat kondisi stabil yang telah dicapai pada

tahap induction.

1) Konsep Umum

Dalam tahap ini akan terdapat beberapa konsep umum yang mencakup:

a) Lingkungan panti yang sehat.

Lingkungan panti yang sehat memuat komponen komponen yang

konsep, pemikiran, filosofi, norma, nilai, kegiatan, dan kebiasaan

panti yang dirancang secara umum dan khusus untuk melayani

residen dalam mengatasi masalahnya.

b) Lokasi.

Tempat tinggal residen dalam proses pelayanan sebaiknya jauh dari

keramaian dan kebisingan pusat kota, sehngga tercipta lingkungan

yang tenang yang lebih menfokuskan residen terhadap program

pemulihannya.

2) Isu isu Kritis.

Dalam tahap primary juga terdapat beberapa isu kritis:

a) Separasai dan Integrasi.

b) Emosi dan Perilaku.

c) Sugesti.

d) Belajar untuk berfungsi dalam komunitas.

3) Fase dalam Tahap Primary.

48
a) Younger Member ( 1 – 3 bulan )

b) Middle Peer ( 1 – 2 bulan ).

c) Older Member ( 1 – 2 bulan).

D. Tahap Lanjutan (re-entry).

Tahap ini merupakan tahap dimana residen dilatih untuk bergabung

dengan keluarga, lingkungan masyarakatnya, lingkungan sekolah.

Tujuannya adalah meningkatkan kemampuan interaksi residen dengan

lingkungan sosialnya, namun proses pelayanan belum sampai pada tahap

terminasi.

1. Konsep Umum.

Dalam tahap ini dikenal beberapa konsep umum yang menjelaskan posisi

panti dan residen dalam melaksanakan program, antara lain:

a. Permulaan recovery pemulihan atas adiksi.

b. Reintegrasi.

c. Separasi dan Individualisasi.

d. Asimilasi dan Adaptasi.

e. Penanganan Residen.

f. Lokasi.

g. Network.

2. Isu – isu Kritis.

a. Separasi.

b. Sugesti.

c. Kebutuhan akan jaringan sosial yang baru.

3. Fase dalam Re-Entry.

49
a. Orientasi re-entry (kurang lebih 2 minggu).

b. Fase re-entry A (1,5 sampai 2 bulan).

c. Fase re-entry B (kurang lebih 2 bulan).

d. Fase re-entry C (kurang lebih 2 bulan).

4. Kriteria kesiapan Residen untuk menyelesaikan fase Re-entry.

Residen yang menyelesaikan fase re-entry C disebutkan bahwa dirinya

telah menyelesaikan keseluruhan program residensial. Hal ini patut

mendapat kebebebasan secara penuh menjalani kehidupan bermasyarakat

diluar panti.

a. Jumlah waktu selama fase re-entry

Meskipun tidak mutlak, jumlah hari/ minggu/ bulan selama masa

primary menjadi pertimbangan untuk penyelesaian fase re-entry.

b. Stabil secara emosi, mental, dan rasional.

1. Telah terbina kebiasaan untuk berpikir secara rasional serta

memberikan keputusan yang tepat.

2. Dalam aktivitasnya residen mampu mendapat kepuasan

secara sehat.

c. Jaringan sosial.

1. Memiliki sosial network yang mendukung pemulihannya.

2. Memiliki lingkungan yang positif mendukung

pemulihannya.

d. Arah karir/ tujuan hidup yang jelas.

Selain memiliki tujuan yang jelas, dalam tingkat tertentu residen

sudah melakukan berbagai upaya penjajangan dan implementasi

50
rencana secara jelas.

e. Konsep/ filosofi/ pandangan hidup.

1. Memiliki status identitas yang jelas

2. Memiliki pandangan serta pedoman hidup yang sehat.

E. Pembinaan Lanjut (After Care).

Merupakan suatu tahap dimana residen telah selesai mengikuti

program, dan disebut sebagai alumni. Kemudian alumni memasuki

masyarakat luas: keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan kerja, dan

lingkungan pendidikan.

Unsur unsur yang sangat mendukung upaya pembinaan lanjut bagi

alumni narkoba adalah: faktor keluarga, teman sebaya, lingkungan kerja ,

lingkungan sosial masyarakat, pengetahuan tentang replase.

II.8. Kerangka Pemikiran

Narkoba merupakan masalah yang sudah menjadi universal dan bahkan

tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Saat ini penyalahgunaan narkoba

hampir tidak bisa dicegah bahkan semakin terus meningkat persentasenya. Dalam

mendapatkan narkoba saat ini sangatlha mudah, hal ini diakibatkan adanya

oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang dengan sengaja terus

menghancurkan generasi generasi bangsa khususnya kaum remaja. Kurangnya

tingkat kesadaran masyarakat akan dampak dari penyalahgunaan narkoba

menjadikan peredaran gelap narkoba semakin marak dan terus berkembang.

51
Dampak dari penyalahgunaan narkoba ialah dapat merusak sistem kerja organ

tubuh dan menghancurkan masa depan sipemakai, Salah satu upaya yang

dilakukan baik pemerintah maupun pihak swasta untuk mengurangi dan

menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba adalah dengan mendirikan panti

panti rehabilitasi.

Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre merupakan salah satu

tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba yang berada di Indonesia khususnya di

Sumatera Utara. Salah satu program yang diterapkan oleh Sibolangit Centre dalam

proses rehabilitasi terhadap residen (pecandu narkoba) adalah dengan menerapkan

program Therapeutic Community. Dalam menjalani program TC ini setiap residen

akan melewati 5 (lima) tahapan yang setiap tahapan memilki tujuan, sasaran

mekanisme, serta peran dari pekerja sosial yang berbeda dan mempunyai

kekhususan. Kelima tahapan tersebut ialah : 1) Tahap penerimaan (intake

process). 2) Tahap pengenalan rehabilitas (induction). 3) Tahap awal pelayanan

(primary). 4) Tahap lanjutan (re-entry). 5) Tahap pembinaan berkelanjutan (after

care).

Program Therapeutic Community (TC) yang diterapkan di Panti

Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre merupakan suatu program pemulihan

terhadap residen penyalahgunaan narkoba yang dapat dirasakan langsung dan

dievaluasi oleh residen. Dan lebih khusus lagi, untuk mengetahui sejauh mana

proses pengenalan akan program yang diberikan terhadap residen di Al-Kamal

Sibolangit Centre serta proses pelaksanaan Therapeutic Community dan melihat

sejauh mana pemahaman residen akan manfaat diterapkannya program

Therapeutic Community didalam pemulihan penyalahgunaan Narkoba.

52
Bagan Alur Pemikiran

Panti Rehabilitasi Al-Kamal


Sibolangit Centre

Program Therapeutic
Community (TC)

Tahap tahap Pelayanan:

1. Tahap penerimaan
(intake process).
2. Tahap pengenalan
rehabilitas (induction).
3. Tahap awal pelayana
n (primary).
4. Tahap lanjutan (re-
entry).
5. Tahap pembinaan 53
berkelanjutan (after
care)
RESIDEN

Evaluasi:

1. Proses pengenalan program.


2. Proses pelaksanaan program.
3. Pemahaman akan manfaat program.

Bagan 2.1. Bagan Alur Pikir

II.9. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

II.9.1. Defenisi Konsep

Perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah merupakan

proses dan upaya penegasan makna konsep didalam suatu penelitian. Perumusan

defenisi konsep juga memiliki pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang

diterapkan dalam suatu penelitian (Siagian,2011:136). Defenisi konsep bertujuan

untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan

menyamkan perpepsi tentang apa yang akan diteliti dan untuk menghindari

kesalaha pahaman pengertian yang dapat mengaburkan tjuan penelitian

(Silalahi,2009:112).

54
Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang sistematis

dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskrisipkan,

menginterprestasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan

sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun

menyusun program selanjutnya..

2. Evaluasi Program yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

rangkaian kegiatan pengumpulan data atau informasi dari suatu program

secara sistematis yang bertujuan untuk menilai, mengukur suatu program,

meningkatkan keefektifan program dan mengambil keputusan berkaitan

dengan program dimasa yang akan datang.

3. Program Therapeutic Community (TC) yang dimaksud dalam penelitian

ini merupakan suatu program rehabilitasi yang bertujuan untuk

memulihkan dan mengembalikan fungsi dan peran sosial residen.

4. Residen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu atau

kelompok yang menjadi penghuni Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit

Centre.

5. Penyalahgunaan Narkoba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

penyakit endemik yang sering terjadi dikalangan masyarakat dan

merupakan kronik yang berulangkali kambuh dan merupakan prose

gangguan mental adiktif akibat dari tindakan penyimapangan terhadap

kegunaan pemakaian NAPZA.

55
6. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre yang dimaksud

adalah suatu tempat rehabilitasi swasta ( non government) terhadap residen

penyalahgunaan narkoba yang menerapkan program Therapeutic

Community (TC) yang berada di Sibolangit, Sumatera Utara.

II.9.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau

operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana

mengamatinya dengan memiliki rujukan rujukan empiris yang bertujuan untuk

mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian lapangan. Untuk itu

diperlukan operasionalisasi dari konsep konsep yang menggambarkan tentang apa

yang harus diamati (Silalahi,2009:120).

Melihat transformasi yang berlaku, maka defenisi operasional sering

disebut suatu proses operasionalisasi konsep yaitu menjadikan konsep yang

semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep bersifat dinamis akan

memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam

bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang

terperangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian,2011:141-

142).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian Evaluasi Pelaksanaan

Program Therapeutic Community (TC) Terhadap Residen Penyalahgunaan

Narkoba diRehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre diukur dari indikator

indikator berikut ini:

1. Proses Pengenalan Program

56
Dengan indikator:

a. Pengetahuan Residen terhadap informasi program Therapeutic

Comunnity.

b. Pengetahuan Residen terhadap penerapan program Therapeutic

Community di Panti Rehabilitasi.

c. Pendaftaran diri penyalahgunaan NAPZA untuk Mengikuti

Program Theraputic Community

d. Pengumpulan data diri residen sebagai bahan pertimbangan

kelayakan residen menggikuti program pemulihan.

2. Proses pelaksanaan program

Dengan indikator:

a. Penilaian residen terhadap kelengkapan sarana dan pra-sarana

yang ada di Panti Rehabilitasi dalam menjalankan program.

b. Kendala yang dihadapi residen saat mengikuti program

Therapeutic Community.

c. Tingkat kejenuhan residen selama mengikuti program Therapeutic

Community yang dijalankan Panti Rehabilitasi.

d. Tanggapan residen terhadap kinerja pelaksanaan Program.

3. Pemahaman akan Manfaat Program

Dengan indikator:

57
a. Pemahaman residen akan fungsi penerapan program Theraputic

Community didalam suatu rehabilitasi.

b. Tingkat keberhasilan program Therapeutic Community diPanti

Rehabilitasi terhadap pola hidup residen.

c. Pemahaman residen tentang bagaimana pelaksanaan program

Therapeutic Community

58
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk tipe

penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu keadaan subjek atau objek yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana

unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan

ada pula produk interaksi yang berlangsung ( Siagian,2011:52 ).

Dalam jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif, data yang

dikumpulkan adalah berupa kata kata, gambar dan bukan angka-angka. Dari hal

tersebut, maka jelas bahwa penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan

melukiskan gambar yang didapat dari data lapangan yang kemudian dijelaskan

dengan kata kata. Melalui penelitian deskriptif ini, penulis ingin menggambarkan

sejauh mana pelaksanaan program Therapeutic Community (TC) terhadap korban

penyalahgunaan narkoba direhabilitasi Al-Kamal Sibolangit centre.

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamaal

Sibolangit Center yang berada di Jl. Medan – Berastagi Km.45 Desa Suka

Makmur. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena Panti Rehabilitasi

Narkoba Al-Kamaal Sibolangit Center juga sebagai salah satu panti rehabilitasi

yang menjalankan program Therapeutic Community di provinsi Sumatera Utara.

Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Center ini juga memiliki program

Therapeutic Community yang sedikit berbeda dengan panti rehabilitasi

59
penanggulangan narkoba lainnya, yaitu dengan memberikan minuman tradisional

jamu dan juga pemandian uap dari hasil pengolahan jamu tersebut (oukup) bagi

para residen. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti ditempat tersebut guna

untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program tersebut berjalan.

III.3. Populasi

Populasi diartikan sebagai sekumpulan objek, benda, peristiwa ataupun

individu yang dikaji dalam suatu penilitian. Berdasrkan pengertian ini dapat

dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan sangat penting

dalam proses penelitian (Siagian,2011:155).

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 28 orang. Jadi, karena populasi

kurang dari 100 maka penelitian ini termasuk penelitian populasi.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka peneliti menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi

menyangkut masalah yang akan diteliti melalui dengan menelaah dan

mempelajari buku buku ilmiah, surat kabar, artikel, karya tulis yang ada

kaitannya terhadap masalah yang diteliti dan referensi kepustakaan

lainnya.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui penilaian

kegiatan penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk

mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Menurut

Sugiyono (2004:156) teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui :

60
1) Kuesioner, yaitu: penyebaran daftar pertanyaan untuk dijawab oleh

responden, sehingga peneliti memproleh data dan informasi yang

diperlukan dalam penelitian (Siagian,2011:206-207).

2) Observasi, yaitu: pengamatan langsung terhadap objek dan

fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

3) Wawancara, yaitu: percakapan atau tanya jawab yang dilakukan

dengan responden untuk pengumpulan data, sehingga responden

memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian.

III.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis data

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu mengkaji data yang dimulai dengan

menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang dikumpulkan,

mempelajari data, menelaah data, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian

dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta

mendefenisikannya dengan analisis sesuai kemampuan daya peneliti untuk

membuat kesimpulan penelitian (Moeleong,2007).

Data data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif,

dimana analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan menggunakan

rumus rumus tertentu, lebih ditujukan sebagai penelitian deskriptif. Kutipan hasil

wawancara, observasi dan kuesioner akan ditampilkan untuk mendukung analisis

yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil

penelitian tersebut.

Adapun tahap-tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah :

61
a. Editing, yaitu meneliti kualitas data yang diperoleh selama penelitian

berlangsung (dalam Sumarsono, Sonny 2004:97).

b. Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya.

c. Membuat kategori seluruh data agar mudah dianalisis, mudah disimpulkan

dan untuk menjawab masalah masalah yang titemukan didalam penelitian

sehingga jawaban yang beraneka ragam dapat disingkat sesuai dengan

kategori masing-masing.

d. Menghitung frekuensi, yaitu menghitung besar frekuensi pada masing

masing kategori.

62
BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Al-Kamal Sibolangit Centre

Sibolangit Centre merupakan tempat rehabilitasi bagi orang yang

ketergantungan narkoba. Berdiri pada tanggal 05 Februari 2001, di atas lahan

seluas 4 Hektare, terletak di Jl. Medan - Berastagi Km 45, Desa Suka Makmur

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara . Sibolangit

Centre dibangun atas dasar pemikiran Bapak HM. Kamaluddin Lubis bahwa

pecandu narkoba harus diselamatkan. Pecandu Narkoba bukan hanya mengalami

sakit fisik saja, tetapi juga jiwanya. Mengobati fisik saja, tanpa memulihkan

jiwanya, tidak akan membuahkan hasil. Jadi, tidak tepat jika mereka harus

dipenjarakan. Mereka bukanlah penjahat, tetapi korban yang perlu dibantu agar

terlepas dari ketergantungannya terhadap narkoba.

Ada beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi berdirinya Panti

Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre, yaitu:

1. Adanya keprihatinan terhadap jumlah penyalahguna narkoba, dimana

diperlukan suatu sistem yang mencakup seluruh aspek, baik fisik maupun

mental.

2. Diperlukan upaya untuk mencegah bertambahnya jumlah penyalahgunaan

narkoba dan upaya merawat orang orang yang terlibat kasus

penyalahgunaan narkoba.

63
3. Keprihatinan terhadap bangsa Indonesia terhadap penderita pengguna

narkoba yang jumlahnya cukup besar yang sebagian besar pengguna

narkoba adalah remaja. Apabila hal ini dibiarkan dapat menyebabkan

hilangnya generasi muda.

4. Diperlukan upaya untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap

korban penyalahguna narkoba, bahwa mereka bukan sampah masyarakat,

tetapi mereka juga manusia yang masih punya harapan dan masa depan.

Sibolangit Centre didesain mirip tempat wisata dan rumah besar tempat

keluarga tinggal, hal ini berguna agar residen merasa betah di dalam rehabilitasi.

Ada penginapan, rumah ibadah, gajebo (tempat beristirahat dan bersantai), kolam

tempat memancing, kantin khusus, lapangan olah raga, lahan perkebunan, dan

sedang disiapkan bengkel keterampilan. Selain itu, Sibolangit Centre juga

didukung oleh suasana alamnya, dan udaranya yang sejuk. Mengenai pembiayaan,

di Sibolangit Centre menggunakan metode subsidi silang. Oleh karena itu

Sibolangit Centre tidak menetapkan secara khusus berapa yang harus dibayar.

Bagi mereka yang mampu diharapkan membayar sesuai dengan standart yang

ditetapkan, sedang residen yang kurang mampu disesuaikan dengan

kemampuannya untuk membayar biaya pemulihan. Sibolangit Centre lebih

menekankan sisi sosial daripada sisi bisnisnya.

4.2 Visi dan Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre

4.2.1 Visi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre

Memulihkan anak bangsa dari Penyalahgunaan Narkoba dari ketergantungan

narkoba secara berkesinambungan.

64
4.2.2 Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre

1. Membantu Residen agar pulih dari ketergantungan terhadap narkoba

dengan metode berobat, bertobat dan bersobat.

2. Meningkatkan iman dan taqwa sebagai benteng untuk mencegah

kembalinya tindakan penyalahgunaan narkoba.

3. Membantu pasien untuk bisa bersosialisasi ditengah – tengah masyarakat

pada umumnya.

4. Menumbuhkan kembali rasa percaya diri Residen, demi mencapai masa

depan yang lebih cerah.

4.3 Struktur Organisasi

Adapun yang menjadi struktur organisasi dari Panti Rehabilitasi Al-Kamal

Sibolangit Centre adalah sebagai berikut:

65
DIREKTUR

MANAGER

Site Manager

Ass. Site Manager

Dokter Psikolog Tradisional Rohani Foremen Logistik Maintenac

Perawat

Keamanan Kebersihan Perawat Konsumsi


Tradisionalll
Pasien

Bagan 4.1 Sruktur Organisasi Panti Rehabilitas Narkoba Al-Kamal

Sibolangit Centre

66
Berikut ini adalah paparan struktur Organisasi social Panti Rehabilitasi Sosial Al-

Kamal Sibolangit Centre:

1. Direktur

Direktur adalah penanggung jawab utama Panti rehabilitasi Al-Kamal

Sibolangit Centre. Direktur merupakan jabatan tertinggi dilembaga ini.

2. Manager

Jabatan ini berperan untuk menjalankan proses Rehabilitasi terhadap

residen didalam Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre. Mulai dari

hal administrasi, komsumsi, aktivitas terapi dan lain – lain. Manager

bertanggung jawab penuh terhadap direktur yang dibantu oleh Site

Manager dan Ass. Site Manager.

3. Dokter

Dokter di Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre ini berfungsi

untuk memberikan perawatan dan pengobatan medis kepada pasien.

Dokter bertanggung jawab penuh kepada Manager Panti. Dokter di Panti

Rehabilitasi ini tidak sebagai Dokter tetap, kunjungan Dokter bersifat

rutinitas, artinya dalam waktu dua hari sekali dokter berkunjung ke

Sibolangit Centre untuk memeriksa kondisi pasien. Dokter membawahi

kepala perawat. Kepala perawat berfungsi untuk memimpin 5 asisten

perawat yang membantu dokter dalam memberikan perawatan medis

kepada pasien.

4. Kepala Pengobatan Tradisional

Jabatan ini bertugas memberikan pengobatan tradisional kepada pasien.

Pengobatan tradisional yang diberikan kepada pasien di Sibolangit Centre

67
adalah dengan memberikan jamu dan ramuan-ramuan tradisional tanah

karo. Pengobatan tradisional juga termasuk dengan mengoperasionalkan

mandi uap ( okup ) kepada pasien.

5. Spiritual

Tenaga spiritual di Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre terdiri

atas:

a. Tenaga pengajar mengaji bagi pasien yang beragama Islam.

b. Tenaga penceramah, baik yang bersifat harian atau mingguan.

Tugas tenaga ini adalah memberikan materi-materi ajaran

keIslaman kepada pasien sehingga pengetahuan dan penghayatan

pasien akan Islam dapat ditingkatkan.

c. Pendeta Kristiani

Pendeta yang berkunjung sekali seminggu yakni pada hari minggu

sore untuk memberikan materi-materi keKristenan bagi pasien

yang beragama Kristen.

d. Pendeta Budha

Pendeta dari agama Budha ini juga berkunjung sekali seminggu

pada hari minggu sore untuk memberikan materi-materi agama

Budha.

e. Pelatih tenaga dalam pernapasan

Pelatih ini bertugas memberikan latihan pernapasan dan gerak

tubuh kepada pasien.

68
6. Kepala Keamanan

Kepala keamanan berperan untuk menjaga keamanan di Panti Rehabilitasi

Al-Kamal Sibolangit Centre. Disamping itu juga, tugas kepala keamanan

adalah untuk menjaga pasien agar tidak melarikan diri dari Panti

Rehabilitasi. Kepala keamanan membawahi 6 anggota keamanan. Mereka

bertugas secara bergiliran dan terbagi dua pembagian tugas, yaitu pagi

dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 18.00 wib dan tugas malam dimulai

dari pukul 18.00 samapai pukul 07.00 wib. Dengan demikian Sibolangit

Centre dijaga 24 jam selama 7 hari kerja.

7. Logistik

Tugas dari kepala logistic adalah bertanggung jawab dalam memenuhi

kebutuhan makan sehari – hari warga Sibolangit Centre, mulai dari pasien

hingga pengelola Sibolangit Centre.

8. Maintenance

Bagian ini berfungsi untuk merawat segala fasilitas yang digunakan di

Sibolangit Centre ini. Diantaranya fasilitas listrik, air, telepon, dan lain

lain.

9. Konselor

Konselor merupakan petugas yang banyak berinteraksi langsung dengan

pasien. Konselor inilah petugas yang membina langsung proses

Rehabilitasi dan aktifitas sehari – hari pasien. Konselor dibantu oleh:

a. Intern Staff

Petugas dalam administrasi yang mencatat langsung

perkembangan–perkembangan dan administrasi pasien. Misalnya

69
pencatatan masa hukuman bagi pasien yang melanggar aturan

Sibolangit Centre.

10. Asisten Konselor

Para pembantu utama konselor dalam memberikan bimbingan dan layanan

kepada pasien dalam aktifitas sehari-hari. Dibawah asisten konselor

terdapat koordinator departemen yang mengkoordinasi departemen-

departemen yang anggotanya terdiri dari para pasien. Koordinator

departemen adalah para pasien yang mengkoordinasi dan bertanggung

jawab terhadap departemen departemen yang ada. Departemen –

departemen itu adalah:

a. Departemen House Keeping

Bertugas dalam menciptakan dan memelihara kebersihan pondok.

Diketahui oleh pasien yang bertanggung jawab terhadap operasional

departemen ini.

b. Departemen Laundry

Bertugas mencuci sprey, telapak meja dan sebagainya. Diketahui oleh

pasien yang bertanggung jawab terhadap operasional departemen.

c. Departemen Maintenance

Bertugas dalam memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana panti

seperti lampu, listrik, kursi, meja dan sebagainya. Diketahui oleh pasien

yang bertanggung jawab terhadap operasional departemen ini.

d. Departemen Gastronomy

Bertugas menyiapkan dan menghidangkan makanan. Diketahui oleh pasien

yang bertanggung jawab terhadap operasional departemen ini.

70
e. Departemen Ekspeditor

Bertugas dalam pelaksanaan program untuk melatih keseimbangan emosi

pasien dengan cara memberikan rangsangan untuk membangkitkan emosi

pasien. Misalnya menggangu tanpa berteriak maupun membentak pasien

lain yang sedang bekerja. Anggota masing-masing departemen disebut

dengan crew yang juga pasien yang bekerja untuk departemennya.

4.4 Fasilitas Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre

Panti Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre terletak di jalan Medan

Berastagi Km, 12,5 Desa Suka Makmur Kecamatan Sbolangit Centre Kabupaten

Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Panti ini dirancang dengan nuansa alamiah

yang bertujuan untuk memberikan ketenangan serta merubah pikiran para korban

narkoba agar mereka bertobat sekaligus untuk mendidik para korban kembali

kepada alam.

Adapun sarana yang disediakan oleh pengelolah Panti Rehabilitasi Al-

Kamal Sibolangit Centre meliputi:

1. Ruang medis dan obat-obatan standar

Fasilitas ini diperuntukan bagi pasien selama dalam proses detoksifikasi

yaitu proses pengobatan yang memberikan obat-obatan medis guna

menghancurkan racun-racun dari bahan narkoba itu sendiri.

Ruang dan obat-obatan ini memang diperuntukan bagi proses

detoksifikasi. Pasien diberi berbagai jenis obat-obatan medis yang berfungsi

menghilangkan zat-zat beracun yang ada didalam tubuh mereka. Sebagaimana kita

ketahui bahwasannya narkoba itu sendiri banyak mengandung zat-zat beracun,

oleh karena itu salah satu penyembuhnya adalah dengan memberikan penawarnya,

71
disinilah dihilangkan berbagai jenis racun yang ada didalam tubuh pasien atau

pecandu narkoba.

2. Mandi Uap (Oukup)

Fasilitas mandi uap adalah untuk menghilangkan racun-racun dengan cara

pemanasan melalui uap sehingga pori-pori akan terbuka dan keluar keringat.

Dengan mandi uap, rancun-racun yang ada didalam tubuh akan keluar melalui

pori-pori kulit pasien. Disini pasien diharuskan memasuki ruangan yang tertutup

rapat. Kemudian disalurkan uap rebusan berbagai jenis tanaman-tanaman atau

tumbuh-tumbuhan atau rempah-rempah. Ramuan ini memang di adopsi dari

tradisi orang karo yang ada disini. Jadi uap akan merangsang keluarnya racun dari

tubuh.

Fasilitas mandi uap tersedia dalam dua ruangan yang berukur 2 x 1 m,

dalam setiap ruangan terdapat satu bangku panjang dan dua lubang yang terletak

di bawah bangku. Dua lubang ini dihubungkan dengan pipa ke dalam dandang

tempat merebus ramuan. Setelah mendidih nantinya uapnya tersalur ke kamar

ruang mandi uap tersebut dan pasien dipanggil.

tiga orang sekaligus untuk masuk selama 15 menit baru kemudian mereka mandi

dengan air bersih.

Ramuan yang digunakan untuk mandi uap adalah terdiri berbagai jenis

ramuan yang telah tersimpan dalam toples berukuran besar dalam sebuah ruang

ramuan. Adapun ramuannya antara lain: rempah ratus, serai wangi, sirih hutan,

benalu, daun pandan, kencur, bawang putih, bawang merah, jeruk purut dan

jintan. Setiap pasien mendapatkan giliran mandi uap 2 kali seminggu dan ini

dilakukan secara rutin.

72
3. Tempat Ibadah

Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre juga menyediakan

tempat ibadah bagi pasiennya. Ibadah dilaksanakan secara teratur dan para pasien

dididik untuk dapat hidup secara disiplin. Jadi, dengan rutinitas ibadah ini

diharapkan mereka dapat dididik dengan baik untuk berdisiplin dengan waktu juga

untuk ibadah. Di sekitar kompleks Sibolangit Centre ini terdapat sebuah mesjid.

Luas mesjid ini adalah 10 x 15 m dengan dilengkapi 30 buah terjemahan Al-

Qur’an dan 2 buah tempat berwudhu. Satu untuk pria dan satu untuk wanita dan

masing-masing dilengkapi dengan kamar mandi.

4. Asrama Putra

Ruangan ini merupakan kamar tidur pasien. Di dalam ruangan ini terdapat

lima belas kamar. Setiap kamar terdapat lima buah tempat tidur. Masing-masing

pasien diberi satu lemari. Kamar mandi ditempatkan dalam masing-masing kamar.

Bagian depan kamar mereka berjeruji besi seperti dipenjara. Pada ujung gedung

asrama di lantai 1, terdapat sebuah kamar kecil yang berfungsi sebagai ruang

isolasi bagi pasien baru. Jadi, kalau ada pasien yang baru masuk, pasien tersebut

dimasukkan ke ruang isolasi ini . biasanya pecandu ini akan mengalami masa

sakau kalau tidak menggunakan narkoba, biasanya pasien akan sakau selama

seminggu. Untuk itu mereka dimasukkan dalam ruangan tersebut selama

seminggu dan tidak boleh keluar. Disitulah nanti pasien yang baru akan diajak

untuk merenungi jalan hidupnya yang selama ini dilaluinya dengan dibantu oleh

senior mereka.

Dalam kamar tersebut terdapat 2 buah kasur dan 1 kamar mandi, akan

tetapi disesuaikan dengan jumlah pasien yang masuk. Ruang tersebut berukuran 2

73
x 10 m. Bedanya dengan kamar lain. Kamar ini lebih sempit dan pasien yang baru

masuk tidak bisa keluar buat makan atau kegiatan lain seperti pasien yang lain dan

kedua kaki mereka dirantai.

Disebelah ruang isolasi ini terdapat ruang hukuman, ruangan ini

dikhususkan bagi pasien yang melanggar peraturan yang berat dan sebagai

hukumannya, mereka dimasukkan ke dalam ruangan ini. Salah satu contoh

kesalahan yang berat dan tergolong besar misalnya berkelahi, dan biasanya

berkelahi gara-gara saling mengejek. Jadi hukuman bagi mereka adalah dikamar

seperti ini. Masa hukumannya relatif, variatif tergantung dari kesalahan yang

mereka buat.

Ruangan ini terdapat lima kamar tidur dan satu kamar mandi. Ruangan ini

sama seperti ruangan isolasi pasien yang baru yang juga berjeruji. Ukuran kamar

tersebut 7 x 10 m.

5. Kantin

Kantin terletak disebelah ruang makan. Dalam kantin ini terlihat adanya 10

meja panjang berikut dengan kursinya, etalase yang menjual berbagai kebutuhan

sehari-hari pasien., serta sebuat pesawat televisi. Pasien dipersilahkan untuk

menonton , dan diruangan inilah si pasien diharapkan dapat bersosialisasi antar

sesama warga binaan Sibolangit Centre. Jadi mereka akan merasakan

kebersamaan dan solidaritas antar sesama.

6. Kolam Memancing

Kolam mini dengan lebar 10 x 10 m. Disisi kolam terdapat lima buah

bangku panjang yang berfungsi sebagai tempat duduk saat memancing. Dapat

merangsang pasien untuk memikirkan kembali apa yang telah mereka lakukan dan

74
apa yang akan mereka lakukan.

Sambil memancing, konselor akan mendampingi mereka karena biasanya

sambil memancing seseorang akan memikirkan sesuatu. Disinilah konselor akan

mengiring mereka untuk memikirkan diri mereka ke depannya. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa kegiatan memancing dijadikan sebagai salah satu terapi

mental untuk merenungi kembali hidup pasien dan bagaimana memperbaiki

kondisi tersebut.

7. Pendopo

Fungsi pendopo ini dapat dijadikan tempat untuk berdiskusi bagi para

pasien yan di dampingi konselor. Dengan berdiskusi pasien akan lebih bebas

mengeluarkan pendapat. Dan pasien diminta untuk saling menghargai pendapat

orang lain dan tak boleh memaksakan kehendak. Disinilah pasien bisa memupuk

dan menumbuhkan rasa saling menghargai antar sesama warga. Jadi pasien akan

merasa dihargai dan layak di dengar pendapatnya. Di samping itu tentunya untuk

mengasah kembali daya pikir mereka yang selama ini banyak tak berfungsi karena

obat.

Dengan diskusi ini juga dijadikan sebagai salah satu terapi psikologis bagi

pasien. Dalam diskusi ini pasien dirangsang untuk memiliki kepercayaan diri dan

merasa dihargai dan harus saling menghargai.

Pendopo ini berukuran 12 x 13 m. Jadi cukup luas untuk menampung

jumlah seluruh pasien yang ada. Dindingnya terbuka dengan lantai yang

berbentuk panggung.

75
8. Lapangan Olahraga

Lapangan olahraga yang disediakan di Sibolangit Centre ini terdiri atas

lapangan bola kaki, bulu tangkis, tenis meja dan basket. Dengan berolahraga ini

diharapkan pasien dapat memperbaiki fungsi tubuh mereka agar kembali normal

seperti sedia kala, karena dengan berolahraga yang teratur badan akan berkeringat,

tubuh akan lentur dan berotot. Jadi kegiatan ini memang difungsikan untuk terapi

fisik pasien. Karena fisik pasien pecandu narkoba selama ini dalam kondisi yang

tidak normal, dengan fasilitas ini pasien dirangsang untuk terus memiliki aktifitas.

Dengan tubuh bergerak, maka pikiran juga bergerak seiring gerak tubuh. Ini dapat

meminimalisir pasien pasien melamun yang dapat mengingat kembali narkoba

yang pernah mereka konsumsi.

9. Laboratorium Komputer

Sibolangit Centre juga menyediakan fasilitas laboratorium komputer,

tujuan utama penyediaan fasilitas ini adalah agar pasien dididik dan dilatih untuk

menggunakan komputer guna mempersiapkan mereka untuk dapat bermanfaat

bagi masyarakat dimana mereka tinggal.

Pasien disini memang tidak hanya disembuhkan tapi juga dididik dan

dilatih agar nantinya bila mereka keluar dari sibolangit Centre ini dapat

bermanfaat bagai amsyarakat dan dunia kerja. Mereka dapat memanfaatkan

keterampilan komputer mereka untuk kerja tentunya. Sehingga mereka akan dapat

bersosialisasi dengan baik dan akan timbul rasa percaya diri bahwa mereka juga

bisa berbuat dan tidak menjadi beban selama ini.

Materi komputer yang diberikan kepada pasien adalah menggunakan MS

Office seperti Words, Excel, Access, Power Point serta Internet. Karena program-

76
program ini menurut pengelolah rahabilitasi banyak digunakan di dunia kerja,

agar pasien nantinya memang benar-benar kembali ke masyarakat, dalam arti

tidak hanya ke dalam keluarganya saja, namun juga ke dunia kerja sehingga

mereka tidak menjadi beban keluarnya dan bisa mandiri.

77
Laboratorium ini memiliki 10 buah komputer yang berkapasitas Pentium

IV. Dengan kapasitas seperti ini memang akan sangat mendukung upaya Panti

Rehabilitasi Sibolangit Centre untuk memberikan keterampilan kepada pasien.

10. Ruang Bimbingan Konseling

Ruang ini terdapat disebelah ruang medis. Fungsi ruang ini adalah sebagai

tempat konsultasi dan evaluasi perkembangan psikologis pasien. Ruang ini

khususnya digunakan oleh konselor untuk memberikan bimbingan dan

penyuluhan bagi pasien. Sehingga pasien dapat memperoleh terapi psikologi dari

ahlinya. Disini juga nantinya perkembangan psikologi pasien diamati dan di

evaluasi. Misalnya pasien pencandu shabu-shabu mengalami penurunan mental,

jadi perkembangan mentalnya dapat di evaluasi secara terus menerus.

11. Kolam Renang

Kolam renang terletak di depan asrama. Kolam berukuran 10 x 15 m ini

memiliki kedalaman 150 cm. Kolam mini ini digunakan untuk merendam pasien

di tengah malam. Memang terasa dingin pada saat direndam ditengah malam.

Dengan dingin itulah syaraf-syaraf mereka yang rusak dapat dirangsang bekerja

kembali. Mereka tidak akan masuk angin karena begitu kedinginan sekali mereka

diangkat dan disuruh berlari mengelilingi kolam sampai mengeluarkan keringat,

kemudian dimasukkan kembali kedalam kolam. Jangka waktu berendam adalah

sekitar 1 samapi 2 jam.

Alasan kenapa direndam di kolam pada saat tengah malam merupakan

sebagai salah satu terapi psikologi untuk lepas dan pulih dari ketergantunga

narkoba, sehingga begitu keluar dari Sibolangit Centre diharapkan mereka akan

jera dan tidak akan mengulangi kecanduan terhadap obat-obatan.

78
12. Kolam Mandi Air Panas

Kolam mandi air panas ini terletak di sidebu-debu yang memang lokasinya

tak jauh dari Sibolangit Center. Kolam air panas ini digunakan untuk mandi

pasien. Dengan mandi disini makan akan dirangsang syaraf-syaraf mereka yang

rusak untuk pulih kembali. Mereka sebulan sekali pada minggu pagi mandi di

sidebu-debu di kolam air panas. Sekitar setengah jam mandi air panas, kemudian

kepala mereka diguyur dengan air panas yang dicampur garam, gunanya adalah

untuk merangsang syaraf-syaraf yang ada dikepala mereka, sebab kerusakan

syaraf yang terbanyak bagi pencandu ada di kepala.

13. Lokasi Praktek Pertanian

Lahan praktek pertanian ini terletak di dalam kompleks Sibolangit Centre.

Lahan ini seluas ± 2500m. Lahan ini digunakan pasien untuk belajar bertani. Pada

pagi hari mereka bekerja di lahan ini, tujuannya bukan hanya sebagai aktifitas

fisik, namun juga bisa digunakan sebagai terapi fisik bagi pasien. Sinar matahari

pagi bagus bagi tubuh. Syaraf-syaraf bisa dipulihkan dengan cara bertani. Disini

mereka juga diajarkan untuk menaman cabai, sayur-sayuran dan beternak. Kalau

beternak, para pasien diajari cara beternak kambing.

4.5 Metode Pengobatan di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal

Sibolangit Centre

Seorang pecandu narkoba sangat tergantung pada narkoba, dimana

semakin lama mereka menggunakan narkoba, maka semakin besar pula

ketergantungannya terhadap narkoba. Apabila keinginan mereka terhadap narkoba

tidak terpenuhi, maka mereka akan merasa kedinginan, sakit kepala, gelisah,

meronta-ronta. Hal ini yang disebut dengan sakau.

79
Pecandu narkoba yang dirawat dipanti, maka pada saat itulah terjadi

proses sosialisasi dan resosialisasi dalam kehidupannya. Dikatakan sebagai proses

desosialisasi, karena pada tahap awal, seorang pasien itu diasingkan dan

ditempatkan disuatu kamar khusus yang terpisah dari pasien lainnya. Selain

merupakan proses pencabutan diri, juga untuk menghilangkan sakaunya. Apabila

datang sakaunya, maka tangan dan kaki pasien akan diikat. Selama masa sakau ini

pasien dijaga ketat oleh dokter dan perawat serta tidak dibenarkan berinteraksi

dengan siapapun baik sesama pasien maupun keluarganya. Hal ini terjadi selama

± 1 minggu (tergantung dari tingkat kecanduannya pada narkoba). Setelah 1

minggu dan sakaunya telah hilang, maka pasien dipindahkan ke kamar biasa dan

telah dapat berinteraksi dengan pasien lainnya, dapat mengikuti aktivitas sehari-

hari bersama dengan pasien yang lainnya, serta sudah diperbolehkan dikunjungi

oleh orangtua atau keluarga pada saat waktu kunjungan yang telah ditetapkan

pihak panti. Pada saat inilah berlangsung proses resosialisasi, dimana pasien

ditanamkan sesuatu nilai-nilai baru.

Selama di dalam panti, aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien adalah

pada pagi hari biasanya mereka sholat subuh, lalu dilanjutkan dengan olahraga.

Setelah olahraga, mereka mandi, sarapan lalu mengikuti kegiatan program

pengobatan yang telah ditentukan oleh pihak panti. Pada sore hari, mereka dapat

melakukan beberapa kegiatan seperti menonton tv, bermain game dan lain-lain.

Disela-sela aktivitasnya, mereka tetap diingatkan untuk melakukan sholat pada

waktunya. Malam harinya, mereka tidak diperkenankan berada dilur kamar

melebihi jam 11 malam.

80
Di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre terdapat berbagai metode pengobatan

yaitu:

1. Pengobatan Medis

Pada metode medis ini, dokter memeriksa kondisi tubuh pasien untuk

mengetahui apakah pasien memiliki penyakit bawaan atau tidak, sehingga

dalam perawatan selanjutnya dapat diantisipasi hal-hal yang tidak

diinginkan.

2. Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional yang dilakukan adalah dengan mandi uap (oukup)

sebanyak 2 kali dalam seminggu selama pasien masih di rawat di dalam

panti. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan racun-racun

narkoba yang terdapat di dalam tubuh si pasien, sehingga nafsu makan

pasien akan bertambah, badan terasa segar, tidur pun enak serta

bersemangat dalam melakukan kegiatan di dalam panti. Selain itu

sebanyak 2 kali sehari pasien diberikan minuman jamu yang terbuat dari

rempah-rempah dan daun-daun.

3. Pengobatan Rohani (Spiritual)

Selama dalam panti, para pasien diberikan pelajaran dan pengetahuan

tentang agama sesuai dengan agama masing-masing. Pasien diajarkan

untuk sembahyang, membaca kitab suci dan belajar mengenal diri sendiri

sesuai dengan agamanya. Metode ini dilakukan agar pasien lebih

mendekatkan diri dengan Tuhan, memiliki iman yang kuat sehingga tidak

lagi terpengaruh pada penggunaan narkoba.

81
4. Pengobatan Fisik dan Psikis

Metode pengobatan fisik di panti ini dilakukan dengan cara olahraga setiap

hari, seperti basket, renang, tenis meja, bulu tangkis, sepak bola dan lain-

lain. Selain itu juga dilakukan cross country pada waktu-waktu tertentu.

Melalui kegiatan ini para pasien dapat melihat langsung kondisi

masyarakat di sekitar mereka, sehingga mereka dapat membuka pemikiran

mereka bahwa mereka juga bagian dari masyarakat.

Metode psikis dilakukan dengan cara konsultasi dengan psikolog yang

bertugas di panti, dimana psikolog bertugas membantu pasien

mempersiapkan dirinya untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat.

82
BAB V

ANALISA DATA

Pada bab ini penulis akan menguraikan data-data hasil penelitian di

lapangan yang diperoleh dari kuesioner. Penelitian ini dilakukan di panti

rehabilitasi al-kamal sibolangit centre, dengan responden adalah residen yang

menerima program pemulihan. Adapun data-data yang disajikan dalam bab ini

akan diinterpretasikan secara deskriptif. Penyajian data kuesioner akan disajikan

dalam bentuk tabulasi tunggal dan kemudian digabung dengan data hasil

wawancara. Adapun data-data yang dianalisis dalam bab ini sebagai berikut :

5.1. Identitas Umum Responden

5.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Diagram 1
Distibusi Responden Berdasarkan Usia
12 39,28%
10
28,58%
8
6 17,86 %
14,28%
4
2
0
16-20 Tahun 21-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun

Sumber : Kuesioner September 2015

Pada diagram 1 dapat kita lihat sebanyak 11 responden atau 39,28%

berusia 26 – 30 tahun, 8 responden atau 18,58% berusia 31 – 35 tahun, 5

responden atau 17,86 % berusia 16 – 20 tahun, dan 4 responden atau 17,86%

berusia 21 – 25 tahun. Berdasarkan data diagram tersebut responden yang berusia

83
26 – 30 tahun mendominasi usia keseluruhan responden dalam penggunaan

Narkotika yang sedang mengikuti program pemulihan.

5.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Agama

Diagram 2
Distibusi Responden Berdasarkan Agama
25 82,14%

20
Responden

15

10

5 7,14% 10,72%

0
Islam Kristen Budha
Agama

Sumber : Kuesioner September 2015

Pada diagram 2 dapat dilihat sebanyak 23 responden atau 82,14%

beragama islam, 3 responden atau 10,72% beragaman budha, sedangkan 2

responden beragama Kristen. Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden

beragama islam.

Menurut seorang staf saat Peneliti wawancarai, meskipun agama

responden didominasi islam namun sifat toleransi dan saling menghargai sangat

besar diantara responden yang berbeda agama. Dalam rehabilitasi ini, semua

responden memiliki tujuan yang sama yaitu keinginan untuk sembuh dari

pengaruh narkoba.

84
5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Menurut sumber seorang staff di Panti Rehabilitasi Al-Kamal ini, laki-

laki merupakan mayoritas residen yang pada umumnya menggunakan narkoba.

Untuk itu semua populasi dalam penelitian ini adalah responden dengan jumlah

28 orang atau 100%. Tidak ada perempuan sebagai residen dalam rehabilitasi ini.

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Suku

Diagram 3
Distibusi Responden Berdasarkan Suku
12 35,72%
10
Responden

8 21,42%
6 17,86%
4 7,15%
2 3,57% 3,57% 3,57% 3,57% 3,57%
0

Suku

Sumber : Kuesioner September 2015

Responden dalam penelitian ini didominasi oleh suku batak, dimana

sebanyak 10 atau 35,72% suku batak toba, 2 responden atau 7,15% suku batak

mandailing, 5 responden atau 17,86% suku tionghoa, 6 responden atau 21,42%

suku jawa, sedangkan masing-masing suku batak karo, batak simalungun, melayu,

minang dan karoja ada 1 orang atau 3,57%.

85
5.1.5. Distribusi Responden Berdasarkan Status

Diagram 4
Distibusi Responden Berdasarkan Status
16
50%
14 46,43%
12
Responden

10
8
6
4
2 3,57%
0
Menikah Duda Belum menikah
Status

Sumber : Kuesioner September 2015

Seperti yang kita ketahui bahwa narkoba bisa digunakan oleh siapa saja

tanpa memandang usia, suku, gender, kedudukan, pendidikan bahkan status. Pada

diagram 3 diketahui bahwa sebanyak 14 responden atau 50% sudah berstatus

menikah, 13 responden atau 46,43% berstatus belum menikah yang dimana

termasuk masih dalam pendidikan sebagai Pelajar yaitu 2 orang dan sebagai

mahasiswa 2 orang, sedang 1 responden atau 3,57% menjawab sudah bercerai

(duda).

Residen yang direhabilitasi ini merupakan kepala keluarga (suami) yang

bertanggungjawab menafkahi keluarga, namun residen ini menggunakan narkoba

dan tidak menjalankan tanggungjawabnya maka pihak keluarga mengantar

mereka ke Rehabilitasi Al-Kamal berharap bisa dipulihkan dan tidak

berkegantungan dengan obat-obatan haram tersebut.

86
5.2. Proses Pengenalan Program.
5.2.1. Pengetahuan Responden Tentang Informasi Program Therapeutic
Community (TC).

Diagram 5
Pengetahuan Responden Tentang Informasi Program
Therapeutic Community (TC)

25 78,57%
20
Responden

15

10
21,43%
5

0
Ya Tidak
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Therapeutic Community atau terapi komunitas adalah grup atau

sekelompok orang yang memiliki prinsip interpersonal yang cukup tinggi,

sehingga mampu mendorong orang lain untuk belajar berinteraksi di suatu

kemunitas. Pada diagaram 5 menunjukkan sebanyak 21,43% responden menjawab

mengetahui Program Therapeutic Community alasannya karena responden telah

menjalani program ini selama lebih dari 3 bulan dan ada juga responden yang

telah menjalani program TC lebih dari satu tahun, sedangkan sebanyak 78,57%

responden menjawab tidak mengetahui Program Therapeutic Community

alasannya bahwa responden masih baru mengikuti program TC.

87
5.2.2. Sumber Informasi Program Therapeutic Community (TC)

Diagram 6
Sumber Informasi Program Therapeutic Community TC)
14 46,43%
42,86%
12

10
Responden

4 10,71%

0
Staff Saudara Teman
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Pada diagram 6 menunjukkan lebih 46% responden menjawab

mengetahui Program Therapeutic Community TC) dari saudara maupun keluarga

yang telah mengetahui program Therapeutic community sebelumnya, sebanyak

42% menjawab mengetahui program TC langsung dari staff saat responden

menjadi residen dalam rehasnilitasi ini, sedangkan 10% lebih responden

menjawab mengetahui Program Therapeutic Community TC) dari teman.

88
5.2.3. Pemahaman Responden Mengenai Tujuan Penerapan Program
Therapeutic Community (TC)

Diagram 7
Pemahaman Responden Mengenai Tujuan Penerapan Program
Therapeutic Community (TC)
25
71,43%
20
Responden

15

10 28,57%

0
Ya Tidak
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Pada diagram 7 diketahui bahwa sebanyak 20 responden atau 71,43%

menjawab memahami tujuan penerapan program TC, sedangkan 8 responden atau

28,57% menjawab tidak memahami program tersebut. Alasannya : responden

yang menjawab (Ya) dalam diagram diatas adalah responden yang telah

mengikuti program TC lebih dari 3 bulan, sedangkan responden yang menjawab

(TIDAK) adalah responden yang baru mengikuti program TC.

89
5.2.4. Kerumitan Responden Mendaftarkan Diri Sebagai Residen Untuk

Mengikuti Program Program Therapeutic Community (TC)

Diagram 8
Kerumitan Responden Mendaftarkan Diri Sebagai Residen
Untuk Mengikuti Program Therapeutic Community (TC)

30
89,29%
25
Responden

20
15
10
5 10,71%

0
Ya Tidak
Jawaban Respoden

Sumber : Kuesioner September 2015

Pemulihan residen yang didiagnosis dengan gangguan mental dan perilaku

akibat dari penyalahgunaan narkoba tidaklah semudah yang dibayangkan banyak

orang. Penanganan terhadap mereka tidak seperti pasien yang terkena penyakit

infeksi yang jika diterapi dengan antibiotika yang tepat maka akan segera sembuh.

Namun hal tersebut berbeda dengan residen pengguna narkoba. Bahkan sebelum

memulai program TC, calon residen harus melewati proses pendaftaran diri.

Pada diagram 8 diketahui bahwa sebanyak 25 responden atau 89,29%

menjawab bahwa tidaklah rumit proses pendaftaran untuk menjadi responden

program TC alasannya karena yang mendaftarkan responden menjadi residen

diRehabilitasi adalah saudara atau keluarga, sedangkan 3 orang atau 10,71%

menjawab rumit proses pendaftaran dirinya, karena responden dtg sendiri ke Panti

Rehabilitasi guna mengikuti program pemulihan.

90
5.2.5. Pengetahuan Responden Mengenai Pengumpulan Data Diri Untuk
Bahan Pertimbangan Kelayakan Mengikuti Program Therapeutic
Community

Diagram 9
Pengetahuan Responden Mengenai Pengumpulan Data Diri
Untuk Bahan Pertimbangan Kelayakan Mengikuti Program
Therapeutic Community (TC)

25
75%
20
Responden

15

10 25%
5

0
Ya Tidak
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Meskipun sudah mendaftar sebagai residen, namun untuk mengikuti

program TC harus melewati proses bahan pertimbangan. Meski terlihat jelas

dimana sebanyak 21 responden atau 75% menjawab tidak mengetahui proses

bahan pertimbangan sebagai kelayakan untuk mengikuti program TC dikarenakan

residen mengiktui program TC desakan dari keluarga, sedangkan 7 responden

atau 25% menjawab mengetahui proses tersebut telah pernah mengikuti program

TC sebelumnya dan merupakan keinginan untuk sembuh.

91
5.3. Proses Pelaksanaan Program

5.3.1. Pengetahuan Residen Tentang Proses Pelaksanaan Program


Therapeutic Community (TC)

Diagram 10
Pengetahuan Residen Tentang Proses Pelaksanaan Program
Therapeutic Community (TC)
25
78,57%

20
Responden

15

10
17,86%
5
3,57%
0
Tahu Kurang tahu Tidak tahu
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Tidak semua residen mengetahui proses pelaksanaan program TC, dimana

pada diagram 10 dapat kita lihat bahwa yang mengetahui proses pelaksanaan

tersebut hanya 22 responden atau 78,57%, 5 responden atau 17,86% menjawab

kurang mengetahui proses pelaksanaan tersebut, sedangkan 1 responden atau

3,57% menjawab sama sekali mengetahui proses pelaksanaan program TC.

Alasannya : responden yang menjawab TAHU adalah yang telah menjalani

pelaksanaan Program Tc dan memahami program TC, yang menjawab KURANG

TAHU adalah yang baru menjalani program TC kurang dari 3 bulan dan belum

sepenuhnya paham akan pelaksanaan program TC, dan yang menjawab TIDAK

TAHU adalah residen yang baru masuk beberapa minggu dan masih dalam tahap

pemeriksaan.

92
5.3.2. Kendala Yang Dihadapi Residen Saat Menjalani Program

Therapeutic Community (TC)

Diagram 11
Kendala Yang Dihadapi Residen Saat Menjalani
Program Therapeutic Community (TC)
20 64,29%

15
Responden

32,14%
10

5
3,57%
0
Sangat rumit Rumit Tidak rumit
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Pada diagram 11 dapat dilihat sebanyak 18 responden atau 64,29%

menjawab tidak mengalami kendala saat menjalani program TC, sedangkan 9

responden atau 32,14% menjawab kendala yang dialami residen rumit saat

menghadapi program TC dan hanya 1 orang responden saja atau 3,57% menjawab

mengalami kendala sangat rumit saat menjalani program TC ini. Alasannya :

responden yang menjawab SANGAT RUMIT ialah residen yang tidak

mengetahui sama sekali dengan kegiatan yang ada didalam Program TC, yang

menjawab RUMIT ialah yang telah mengetahui program TC namun belum bisa

Menerima sepenuhnya aktivitas yang dilaksanakan didalam program TC,

sedangkan yang menjawab TIDAK RUMIT ialah residen yang telah mengetahui

dan bisa menerima kegiatan yang dilaksanakan didalam program TC.

93
5.3.3. Tingkat Kejenuhan Residen Selama Mengikuti Program

Therapeutic Community (TC)

Diagram 12
Tingkat Kejenuhan Residen Selama Mengikuti Program
Therapeutic Community (TC)
20
57,14%
15
Responden

10 28,57%

5 14,29%

0
Sangat jenuh Jenuh Tidak jenuh
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Merupakan satu keharusan program TC dilaksanakan selama 24 jam

didalam panti (residential) dan 4 – 8 jam untuk program TC diluar panti (non

residential). Program TC juga harus didasari oleh perawatan yang

berkesinambungan (the continuum of care) yaitu tahap primer, tahap re-entry dan

pembinaan lanjutan. Selama 24 jam menjalani proses TC tentu saja akan

memberikan kejenuhan bagi residen. Hal tersebut dapat kita lihat dalam diagram

12 dimana 16 responden atau 57,14% menjawab merasa jenuh terjadap program

TC, sedangkan 8 responden atau 28,57% menjawab tidak jenuh dan menikmati

program TC yang dijalaninya dan 4 responden atau 14,29% menjawab sangat

jenuh dengan program yang dijalaninya selama 24 jam sehari.

94
5.3.4. Tingkat Ketahuan Residen Tentang Alasan Sibolangit Centre

Melaksanakan Program Therapeutic Community (TC)

Diagram 13
Tingkat Ketahuan Residen Tentang Alasan Sibolangit
Centre Melaksanakan Program Therapeutic Community
(TC)
25 82,14%

20
Responden

15

10

5 10,72% 7,14%
0
Tahu Kurang tahu Tidak tahu
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Therapeutic Community adalah suatu program yang membantu residen

dalam proses pemulihan. Panti rehabilitasi al-kamal sibolangit centre merupakan

salah satu panti rehabilitasi narkoba yang menerapkan program TC. Pada diagram

13 kita dapat melihat tingkat keingintahun residen akan alasan Rehabilitasi Al-

Kamal menerapkan program TC ini. Sebanyak 23 responden atau 82,14%

menjawab mengetahui alasan Sibolangit Centre memiliki program TC dilihat dari

perubahan yang dialami responden selama mengikuti program TC, sedangkan 3

responden atau 10,72% menjawab kurang mengetahuinya karena responden

belum terlihat adanya perubahan yang dialami responden dan sisanya 2 responden

atau 7,14% menjawab tidak mengetahui sama sekali alasan Sibolangit Centre

menjalankan program TC ini karena responden baru mengikuti program TC yang

dijalankan Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre.

95
5.3.5. Pengetahuan Residen Tentang Sibolangit Centre Pernah Mengadakan
Rapat/Musyawarah Dengan Residen Terkait Program Therapeutic
Community (TC)

Diagram 14
Pengetahuan Residen Tentang Sibolangit Centre Pernah
Mengadakan Rapat/Musyawarah Dengan Residen Terkait
Program Therapeutic Community (TC)

30
89,29%
25
Responden

20
15
10
5 10,71%

0
Pernah Tidak pernah
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Keberhasilan dari program TC ini tidak lepas dari partisipasi residen yang

merupakan pelaku dari program ini. Untuk itu melalui diagram 14 ini kita akan

melihat apakah residen berperan dalam program TC ini. Sebanyak 25 responden

atau 89,29% menjawab pernah turut serta dalam musyawarah rapat program TC,

sedangkan 3 responden atau 10,71% menjawab tidak pernah diikut sertakan saat

musyawarah membahas program TC. Alasannya : responden yang menjawab

PERNAH adalah residen yang mengikuti pelaksanaan program TC dengan baik,

sedangkan responden yang menjawab TIDAK PERNAH adalah residen yang

merasa program TC tidak penting bagi pemulihan.

96
5.3.6. Pendapat Residen Tentang Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Untuk Mencapai Tujuan Program Therapeutic Community (TC)

Diagram 15
Pendapat Residen Tentang Ketersediaan Sarana dan
Prasarana Untuk Mencapai Tujuan Program Therapeutic
Community (TC)
30
85,71%
25

20
Responden

15

10

5 10,72%
3,57%
0
Memadai Kurang memadai Tidak memadai
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Saat ini secara nasional keberadaan lembaga rehabilitasi swadaya

msyarakat dengan pendekatan TC sangatlah terbatas. Kendala utama adalah

beratnya beban biaya operasional TC, sementara sumber dana baik yang berasal

dari residen maupun dalam bentuk bantuan semakin lama semakin minim. Namun

Rehabilitasi Al-Kamal masih mampu melengkapi segala fasilitas untuk

mendukung program TC ini berjalan hingga sampai saat ini. Hal tersebut dapat

kita ketahui melalui diagram 15 yang menyatakan sebanyak 24 responden atau

85,72% menjawab sarana dan prasarana yang dimiliki Rehabilitasi Al-Kamal

memadai, 3 responden atau 10,71% menilai bahwa sarana dan prasarana di

rehabilitasi tersebut masih kurang memadai, sedangkan 1 responden atau 3,57%

menjawab bahwa segala kelengkapan sarana dan prasarana untuk mendukung

program TC di Rehabilitasi Al-Kamal tidak memadai.

97
5.3.7. Pandangan Residen Mengenai Mutu Pekerjaan Atau Sasaran

yang Dihasilkan dari Program Therapeutic Community (TC)

Diagram 16
Pandangan Residen Mengenai Mutu Pekerjaan Atau Sasaran
yang Dihasilkan dari Program Therapeutic Community (TC)
30 96,43%
25

20
Responden

15

10

5
3,57%
0
Iya Tidak
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Peran keluarga maupun peran masyarakat sangat diperlukan dalam proses

rehabilitasi. Hal ini sangatlah penting mengingat pada akhirnya residen harus

kembali kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya yang dekat dengan

kehidupannya. Apabila residen dapat kembali ke keluarga dan masyarakat dengan

menjalani kehidupannya seperti semula dan dapat berinteraksi dengan baik maka

dapat dikatakan bahwa program TC yang dijalani residen berjalan sesuai sasaran,

bila sebaliknya maka dinilai program TC gagal.

Pada diagram 16 dapat kita ketahui bahwa sebanyak 27 responden atau

96,43% menjawab mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan dari program TC

berjalan dengan baik, sedangkan 1 responden atau 3,57% menjawab sebaliknya.

98
5.3.8. Pendapat Residen Mengenai Sumber Daya (Tenaga, Dana, Barang)
yang Digunakan Untuk Menjalankan Program Therapeutic Community
(TC)

Diagram 17
Pendapat Residen Mengenai Sumber Daya (Tenaga, Dana,
Barang) Yang Digunakan Untuk Menjalankan Program
Therapeutic Community (TC)
30
92,86%
25

20
Responden

15

10

5 7,14%
0
Sudah Belum
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Untuk dapat mencapai tujuan dari program TC, maka segala sumber daya

(tenaga, dana, barang) harus dilengkapi dengan baik. Tidak hanya didukung oleh

semua unsur/staff ataupun petugas dan residen yang terlibat dalam program TC,

melainkan sumber daya dan fasilitas pun harus mampu menyeimbangi tujuan

program TC. Pada diagram 17 dapat dilihat bahwa sebanyak 26 responden atau

92,86% menjawab sumber daya yang digunakan dalam menjalankan program TC

sudah berjalan sesuai tujuan, sedangkan 2 responden atau 7,14% menjawab belum

sesuai berjalan seperti sebagaimana yang diharapkan.

99
5.4. Pemahaman Akan Manfaat Program.
5.4.1. Pengetahuan Residen Mengenai Fungsi Penerapan Program
Therapeutic Community Dalam Panti Rehabilitasi

Diagram 18
Pengetahuan Residen Mengenai Fungsi Penerapan Program
Therapeutic Community Dalam Panti Rehabilitasi
30
89,29%
25

20
Responden

15

10

5 10,71%

0
Ya Tidak
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Dalam upaya mencapai pemulihan, fungsi-fungsi program TC yang telah

disepakati sesama rekan sebaya dilaksanakan secara kompak dan baik. Fungsi

tersebut dilakukan secara konsisten serta berulang kali secara rutin agar tujuan

yang akan dicapai berjalan sesuai harapan. Melalui fungsi tersebut maka residen

dapat mengetahui tujuan program TC.

Pada diagram 18 dapat kita lihat sebanyak 25 responden atau 89,29%

menjawab bahwa responden mengetahui fungsi penerapan program TC di dalam

rehabilitasi, sedangkan 3 responden atau 10,71% menjawab tidak mengetahu

fungsi tersebut.

100
5.4.2. Pendapat Residen Mengenai Penerapan Program Therapeutic
Community (TC) Dalam Panti Rehabilitasi

Diagram 19
Pendapat Residen Mengenai Penerapan Program Therapeutic
Community (TC) Dalam Panti Rehabilitasi
16 53,57%
14
42,86%
12
Responden

10
8
6
4
2 3,57%
0
Sangat penting Penting Tidak penting
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Program TC yang diterapkan dalam panti Rehabilitasi Al-Kamal

Sibolangit Centre merupakan suatu program pemulihan terhadap residen

penyalahgunaan narkoba yang dapat dirasakan langsung dan dievaluasi oleh

residen. Dan lebih khusus lagi, untuk mengetahui sejauh mana proses pengenalan

akan program yang diberikan kepada residen di Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit

Centre serta proses pelaksanaannya.

Dapat kita lihat pada diagram 19 bahwa sebanyak 15 responden atau

53,57% menjawab penerapan program TC dalam rehabilitasi sangat penting untuk

memulihkan residen penyalahgunaan narkoba, sedangkan 12 responden atau

42,86% menjawab sekedar penting saja penerapan program TC diterapkan dan 1

responden atau 3,57% menjawab penerapan program TC tidak begitu penting.

101
5.4.3. Tanggapan Residen Terhadap Kinerja Pelaksanaan Program
Therapeutic Community (TC)

Diagram 20
Tanggapan Residen Terhadap Kinerja Pelaksanaan Program
Therapeutic Community (TC)
20 67,86%
18
16
14
Responden

12
10 32,14%
8
6
4
2
0
Sangat baik Baik
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Agar program TC ini berjalan baik sesuai yang diharapkan, alangah

baiknya bila semua unsur/staff, petugas, tenaga professional atau pun residen

memiliki komitmen yang teguh terhadap tujuan dari program TC ini. Bila

program TC ini berhasil, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa

kinerja pelaksanaan program TC sangat baik.

Untuk mengetahuinya kita dapat melihat pada diagram 20, dimana

sebanyak 9 responden atau 32,14% menjawab kinerja pelaksanaan program TC

terlaksana sangat baik, sedangkan 19 responden atau 67,86% menjawab

kinerjanya baik.

102
5.4.4. Tingkat Keberhasilan Program Therapeutic Community yang
Diterapkan Panti Rehabilitasi Terhadap Pola Hidup Residen

Diagram 21
Tingkat Keberhasilan Program Therapeutic Community Yang
Diterapkan Panti Rehabilitasi Terhadap Pola Hidup Residen
25
71,43%
20
Responden

15

10
25%

5
3,57%
0
Sangat berhasil Berhasil Tidak berhasil
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Secara sederhana kita dapat mengukur tingkat keberhasilan program TC

melalui pola hidup residen. Apabila pola hidup residen berjalan baik dimana

residen dapat berinteraksi dengan keluarga dan juga masyarakat, maka dapat kita

nyatakan bahwa program TC berhasil, namun bila sebaliknya maka program TC

belum berhasil.

Pada diagram 21 dapat diketahui sebanyak 20 responden atau 71,43%

menjawab program TC berhasil mengubah pola hidup residen menjadi lebih baik,

sedangkan 7 responden atau 25% menjawab keberhasil program TC melebihi

yang diharapkan yaitu sangat berhasil mengubah pola hidup residen, dan hanya 1

responden atau 3,57% menjawab program TC mengalami kegagalan atau tidak

berhasil.

103
5.4.5. Tanggapan Residen Tentang Program Therapeutic Community
Dapat Membantu Permasalahan Residen

Diagram 22
Tanggapan Residen Tentang Program Therapeutic Community
Dapat Membantu Permasalahan Residen
30
92,86%
25

20
Responden

15

10

5
3,57% 3,57%
0
Membantu Kurang membantu Tidak membantu
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Setiap kegiatan residen mempunyai tangungjawab mengubah tingkah laku,

baik bagi diri sendiri maupun orang lain, jadi bukan semata-mata tanggungjawab

petugas. Teori yang mendasari metode TC adalah pendekatan behavioral dimana

berlaku system reward (penghargaan/penguatan) dan punishment (hukuman)

dalam mengubah suatu perilaku. Melalui perubahan perilaku ini, maka residen

dapat mengubah pola pikir serta pola hidupnya sehingga residen dapat

menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya melalui program TC.

Pada diagram 22 dapat kita lihat dimana 26 responden atau 92,86%

menjawab bila program TC ini dapat membantu permasalah yang dihadapi

residen, sedang 1 responden atau 3,57% masing-masing menjawab kurang

membantu dan juga tidak membantu sama sekali permasalahan residen.

104
5.4.6. Tanggapan Residen Mengenai Manfaat Pelaksanaan Program

Therapeutic Community Pada Diri Residen Oleh Sibolangit Centre

Diagram 23
Tanggapan Residen Mengenai Manfaat Pelaksanaan Program
Therapeutic Community Pada Diri Residen Oleh Sibolangit
Centre

30 96,43%
25
Responden

20
15
10
5 3,57%
0
Ada Tidak tahu
Jawaban Responden

Sumber : Kuesioner September 2015

Konsep program TC pada umumnya menerapkan pendekatan self help,

artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan

pengelolaan kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, membersihkan

fasilitas TC, memperbaiki gedung, dan sebagainya. Bila residen dapat

menjalankan kebutuhan sehari-hari tersebut maka dapat dikatakan bahwa residen

mendapatkan manfaat dari program TC, bila sebaliknya, maka residen belum

memperoleh manfaatnya.

Pada diagram 23 dapat diketahui sebanyak 27 responden atau 96,43%

menjawab merasakan manfaat dari program TC, sedangkan 1 responden atau

3,57% menjawab tidak tahu apakah residen mendapatkan manfaatnya atau tidak,

karena responden belum menjalani program TC disebabkan responden baru

masuk Panti Rehabilitasi.

105
BAB VI

PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, yang didapat dari hasil penelitian.
Kesimpulan yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil yang dicapai dari
analisis data dalam penelitian tentang Evaluasi pelaksanaan Program Therapeutic
Community (TC) Terhadap Residen Penyalahgunaan Narkoba di Rehabilitasi Al-
Kamal Sibolangit Centre. Responden dalam penelitian ini berjumlah 28 orang
yang menjadi residen program Pemulihan ketergantungan Narkoba.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan interpretasi data dari penelitian yang telah

diuraikan pada Bab V, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pengenalan Program Therapeutic Community (TC) yang

disampaikan oleh Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Center bagi residen

penyalahgunaan narkoba sangat jelas dan dimengerti oleh residen, dimana

hal tersebut dibuktikan melalui hasil kuesioner dan wawancara yang

menunjukkan residen sudah memahami tujuan program TC, sumber

informasi tentang Program, dan proses pendaftaran diri sebagai residen

penerima program.

2. Proses pelaksanaan Program Therapeutic Community (TC) yang

dilaksanakan oleh Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre berjalan

dengan baik, hal tersebut dibuktikan melalui hasil kuesioner dan

wawancara yang menunjukkan residen sudah mengetahui akan proses

pelaksanaan Program TC, penilaian residen akan kelengkapan sarana dan

106
prasarana dalam menjalankan program TC, tercapainya tujuan dan sasaran

dijalankannya program TC.

3. Pemahaman Residen akan Manfaat dari program TC yang dijalankan oleh

rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit centre sangat bermanfaat, hal tersebut

dibuktikan dari hasil kuesioner dan wawancara yang menyatakan bahwa

setelah mengikuti program TC residen merasakan secara langsung manfaat

dari program TC terhadap perubahan pola hidup residen, membantu

permasalahan yang dialami oleh residen sebelum mengikuti program TC

6.2. Saran

Berdasarakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk Rehabilitasi Al-Kamal Sibolangit Centre sebagai pelaksana

program Theraputic Community untuk terus memberikan informasi

mengenai program TC melalui sosialisasi kepada masyarakat agar lebih

memahami fungsi dari program TC terhadap pengguna narkoba dan terus

meningkatkan kualitas pelaksanaan program TC tersebut.

2. Untuk masyarakat sipil agar lebih memahami fungsi dari Panti

Rehabilitasi Narkoba terutama yang menjalankan Program TC sehingga

para pengguna narkoba dapat dipulihkan dari ketergantungan barang

haram tersebut dan dapat menghindari agar tidak memakai kembali barang

haram tersebut, sehingga generasi muda bangsa tidak menjadi lebih

banyak lagi yang rusak akibat dari memakai Narkoba.

107
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Arikunto, Suharsimi. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2009. Evaluasi Program
Pendidikan. Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi
Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

BNN. 2004. Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda .


Jakarta.

BNN. 2004. Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba .


Jakarta.

BNN. 2003. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba . Jakarta.

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA. 2002. Metode


“Therapeutic Community” (Komunitas Terapeutik) dalam Rehabilitasi
Sosial Penyalahgunaan NAPZA. Jakarta.

Jurnal Data P4GN (Pemberantasan, Pencegahan, Penyalahgunaan dan Peredaran


Gelap Narkoba) Edisi 2013. Jurnal.

Moeleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda


Karya.

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: PT Elex Kamputindo.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Utama.

Siagian, Matias.2011. Metode Penelitian Sosial: Pedoman Praktis penelitian


bidang ilmu-ilmu sosial dan kesehatan. Medan: PT Grasindo Monaratama.

Siagian, Matias dan Suriadi, Agus. 2012. CSR Perspektif Pekerjaan Sosial .
Medan: PT Grasindo Monaratama.

108
Sumarsono, Sonny. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia . Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Tayibnapis, Yusuf dan Farida. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

Widoyoko, Eko Putro, 2011. Evaluasi Program Pembelajaran . Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Wahab, Solichin. 2002. Analiza Kebijakan dan Formulasi Keimplementasian


Kebijakan Negara . Jakarta: Bumi Aksara.

Sumber Lain :

Undang – Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang – Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

Undang – Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Sumber Internet :

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/27/137795/penyelundupan-
dan peredaran-narkoba-meningkat/.Diakses pada tanggal 21 Mei 2015

http://e-journal.uajy.ac.id/2232/3/2TA12681.pdf. diakses pada tanggal 28 mei


2015, pukul 19.35 wib

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30547/1/Reference.pdf (diakses
pada tgl 21 mei 2015 pukul 16 55)

109

Anda mungkin juga menyukai