Fathi
• Tujuan umum: mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit dan
adaptasi pasien dengan penyakitnya
• Tujuan khusus: mengarahkan dan menyingkirkan diagnosis sehingga dapat ditentukan hipotesa
awal
• Sacret seven :
5. Faktor yang memperberat atau memperingan : perubahan posisi, minum obat, aktivitas,
istirahat, dll.
7. Gejala yang menyertai : selain dari keluhan utama à diurai lagi seperti ”sacret seven” ≈
sindrom
• Fundamental four :
1. Riwayat Penyakit Sekarang à segala keluhan yang disusun berdasarkan ”sacret seven”
2. Riwayat Penyakit Dahulu à Segala penyakit yang pernah diderita = tahun berapa, pernah
operasi dll.
3. Riwayat Penyakit Keluarga à terutama yang berkaitan dengan keluhan pasien sekarang
Diare
Perubahan frekuensi (>3x) dan konsistensi BAB; > 200 gr lembek ke cair
Klasifikasi
o Akut (<14 hari)
o Persisten (15-28 hari)
o Kronik (> 4 minggu)
Mekanisme :
o Sekretory atau osmotik
o Watery atau bloody stool
Penyebab : Inflamasi/ non inflamasi, organik/fungsional
Derajat dehidrasi : ringan ,sedang, berat (preshock dan mengantuk sudah pasti berat)
Etiologi :
o Infeksi
Enteral ( Bakteri(e.coli, amuba,cholera) , virus, parasit)
Parenteral : infeksi di tempat lain
o Non infeksi
Keracunan makanan, malabsorpsi (intoleransi laktosa)
Alergi, metabolik, imunodefisiensi(HIV)
Anamnesis
o Gejala tanda,riwayat kontak, perjalanan, makan ,obat
Pemeriksaan Fisik
o Keadaan umum, vital sign
o Asessement kegawatan
o Status hidrasi
Pemeriksaan Penunjang
o Darah lengkap
o Fungsi hati dan ginjal (SGOT,SGPT,Ur,Kreatinin)
o Serum elektrolit (Na,K,Ca)
o Feses lengkap : leukosit, bakteri, konsistensi (cair,lendir,darah)
KEGAWATAN
o Rehidrasi
Skor daldiyono
Osmolaritas =
Osm = 2 (Na+K) + GDA/18 + ureum/6
Fluid defisit = ( osm – 295 ) / 295 x 0,6 x BB
Jika fluid defisit 0 maka seterusnya 0 jadi tidak ada kehilangan cairan
Pad pasien dehidrasi osmolaritas akan meningkat
o Diet
Porsi kecil, frekuensi sering
Hindari susu dan lemak
o Simtomatik
Loperamid, bismut salisilat, probiotik, dll
PENATALAKSANAAN
o Tergantung etiologi
Shigellosis =Kotrimoksazole2x960mg
Salmonellosis = ciprofloxacin 2x500mg
Cholera = tetrasiklin 4x500mg
Amoebiasis dan Giardiasis = Metronidazole 3x500 mg
Campylobacter = Azitormisin 1x500mg
E.coli =Kotrimoksazole2x960mg
o Menjaga Kebersihan Lingkungan
Makanan dan minuman tertutup
Masak matang
CHOLERA
Vibrio cholerae
Biotipe : klasik dan El tor ( serotipe Inaba dan Ogawa)
Waspada
o Endemik dan Pandemik
o Dehidrasi, syok dan asidosis metabolik (HCO3 menurun, nafas cepat dan dalam)
Transmisi : Oral ( sumber air)
Patogenesis :
o enteroksin non invasif ( invasif : lendir dan darah, kalo non invasif hanya absorpsi
terganggu)
o cAmp meningkat menghambat absorpsi NaCL dan merangasang eksresi klorida
menyebab kan kehilangan air, Nacl, kalium dan bikarbonat
Manifestasi Klinis
o Inkubasi 16-72 jam
o Asimptom
o Simptomatis
Diare encer warna dan berbau ( putih keruh dan bau nyengat)
Muntah tanpa mual
Mules dan tenesmus
Kejang,lemas,asidosis, penurunan kesadaran
o Tanda :
nadi cepat (saat orang kehilangan cairan, tubuh mencoba memenuhi dengan
oksigen/cairan dan jantung mompa dengan cepat) ,
RR cepat
Suara serak
Turgor menurun ( periksa di dahi)
Skafoid, waher womans hand
Oliguria dan anuria ( gagal ginjal akut)
Pemeriksaan penunjang
o Darah lengkap (leukosistosis)
o Serum elektrolit ( Na,K,Cl)
o BGA (asidosis, sesak nafas)
o Fungsi ginjal (ureum kreatinin meningkat)
o Feses lengkap (leukosit dan bakteri)
PENATALAKSANAAN
o Ringan :
ORS (Oral rehodration) 50 ml/kgBB maks 750 ml/jam 3-4 jam
o Sedang
ORS 100ml/KgBB maks 750 ml/jam 3 jam
o Berat
Intravena Ringer Lactate 110 ml/kgBB
3 jam prtama guyur sampai nadi teraba, sisanya diabgi dalam 2 jam
o Sesuai dengan penatalaksanaan diare
o Antibiotik
Tetrasiklin 4x 500 mg ( jika diberikan pada anak mempengaruhi warna gigi)
Doksisiklin 300 mg
Kotrimoksazole 2x960 mg ( paling baik diberikan untuk anak anak)
HIV/AIDS DR FATHI
A. Dasar imunologi
Imunitas:
Minor
INTOKSIKASI dr Fathi
Racun : Setiap bahan yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan efek yang merugikan
pada makhluk hidup.
Keracunan : dikaitkan dengan ketidak-sengajaan
Overdosis : sengaja; atau percobaan bunuh diri
Efek samping obat : Reaksi yang tidak diharapkan akibat dari pengobatan
Diagnosis Keracunan :
Anamnesis (keluarga, teman, saksi lain) :
1. Kondisi di tempat kejadian botol, jarum suntik, cairan, kimia
2. Onset : berapa lama terpapar (2jam – masuk usus, 1jam-dilambung)
3. Riwayat obat yang diminum : rutin, paling update (racun : tentukan jumlah, jenis, dan bau)
4. Racun : Jenis, jumlah, bau, dsb
5. Pekerjaan / rutinitas pasien : terpapar bahan kimia di tempat kerja
6. Kondisi psikologis : masalah pekerjaan, keluarga, dsb
Pemeriksaan Fisik :
1. Kesadaran -> GCS (E4M6V5)
2. Kondisi umum saat keracunan : PSS (Poisoning System Score) =
0 ->NONE : tidak ada gejala
1 ->Minor : gejala ringan, sembuh spontan
2 ->Moderate : Gejala menetap, memburuk
3 ->Severe : gejala berat, mengancam nyawa
4 ->Fatal : Kematian
3. Pupil : MIOSIS = kolinergik, organofosfat, phenotiazine
MIDRIASIS = antihistamin, antidepresan, simpatis (simpatomimetik)
4. Neuropati ->
* Paparan berulang (INH, organofosfat, piridoksin, antineoplastik, antiretroviral)
* Sekali terpapar (dosis besar) = arsenik
5. Abdomen :
* Distensi dan ileus : infark usus akut
* Hematemesis : keracunan korosif (gampang mati)
6. Bau : * Kacang almond = racun sianida(terkadang tertutupi oleh bau muntah)
7. Kulit ->
* Berkeringat : Sindroma autonomik
* Kemerahan : CO, asam boraks, zat korosif, hidrokarbon, obat antikolinergik
-> vasodilatasi karena interaksi fenotiazin vs etanol
* Pucat : Diaforesis karena obat SIMPATOMIMETIK
->vasospasme karena ergotamin atau amfetamin
* Sianosis : hipoksia, sulfahemoglobinemia / methemoglobinemia (kurang O2)
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Rutin : * DL, UL, GDA dan serum elektrolit
* Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin (melibatkan ganguan di hati?)
* Fungsi ginjal : BUN, Kreatinin
* Test kehamilan (jika gejala mual muntah pd wanita)
2. X-ray abdomen : tablet radioopak (radio opaque)
3. Skrining Toksikologi
->mengetahui efek racun pada pasien = jenis, kadar, dosis
->mencari penyebab yang mendasari
Prinsip Tatalaksana Keracunan :
1. STABILISASI : Airway = jalan napas (pastikan tidak ada sumbatan)
Breathing = Oksigenasi, intubasi
Circulating = hemodinamik
Drug = antidotum
2. Pemeriksaan LABORAT : BGA, serum elektrolit
3. Dekontaminasi saluran cerna, kulit dan mata
4. Evaluasi / Observasi (monitoring) dan disposisi
ASESMEN KEGAWATAN :
1. KESADARAN
2. VITAL SIGN
3. LABORATORIUM
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas
2. Oksigen ( kateter hidung atau oksigen anak )
3. Kalau bahan toksik dimakan < 4 jam segera bilas lambung
4. Tindakan suportif untuk mengatasi
asidosis : ( Injeksi Bikarbonat Natrikus )
hipoglikemi ( Injeksi D40% )
5. N- acetylcystein : 140 mg/KgBB per os ; NGT kemudian 70
mg/KgBB tiap 4 jam sampai tercapai 17 dosis.
SALISILAT
GEJALA
1. Tinitus, tuli, nausea, vomitus
2. Hiperventilasi, keringat, vasodilatasi, takhikardi
3. Kesadaran berkabut/delirium/koma
4. Hipotensi/ henti jantung mendadak
5. Dosis toksik salisilat sekitar 10 gr ( 20 tablet @ 500 mg ) sekali makan
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas
2. Oksigen ( kateter hidung atau oksigen anak )
3. Kalau bahan toksik dimakan < 4 jam segera bilas lambung
4. Forced Alkaline DIURESIS dengan :
Jam I : 500 cc D5% i.v dengan 50 mEq NaHCO3 (Natrium bikarbonat/ Meylon)
Jam II : 500 cc D5% i.v dengan 25mEq KCl
Jam III : 500 cc NaCl 0,9%, Furosemid (20-40mg) iv dan dijaga
output urin >50 cc/ jam
SIANIDA
GEJALA
1. Bau nafas khas (pahit), respirasi cepat dan dalam kemudian menjadi perlahan & dangkal. Baunya
spt almond
2. Nadi kecil dan lemah
3. Mata membelalak, pupil midriasis
4. Kejang atau paralysis otot, kulit lembab dan dingin> gagal nafas
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas (inhalasi)
2. Segera inhalasi Amylnitrit 15-30 detik setiap 3-5 menit
3. Oksigen dengan respirator
4. Sodium nitrit 300 mg dalam 10 cc Aqua destilata diberikan perlahan . (jangan melebihi 5
cc/menit)
5. Thiosulfat 25% 50 cc i.v diberikan dalam waktu lebih dari 10 menit
6. Tindakan suportif untuk sistem sirkulasi> (shock : tensi rendah maka lakukan rehidrasi)
BENZODIAZEPAM
GEJALA
1. Pusing, bingung, ataxia (tangan bergerak-gerak sendiri), pelo, halusinasi, nistagmus
2. Lesi-lesi bulosa (bula) pada kulit
3. koma
4. Dosis toksik : 500-1000 mg
5. Kecurigaan overdosis kalau terdapat apneu, paralysis “flaksid”, reflek cahaya (-) dan bising
usus (-)
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas
2. Oksigen
3. Kalau bahan toksik dimakan < 4 jam segera bilas lambung
4. Castor oil 15 cc ( dihangatkan dulu) lewat pipa NGT tiap 12 jam> jika tidak ada rujuk
5. Jika gejalanya ringan cukup diobservasi saja.
LUMINAL
GEJALA
1. Depresi susunan saraf pusat : hipotermi, hipotensi, depresi pernafasan, sianosis, reflek pupil
negatif
2. Koma
3. Syok
4. Gagal nafas
5. Dosis toksik : 2-6 gr 6. Kecurigaan overdosis kalau terdapat apneu, paralysis “flaksid / layu”,
refleks cahaya negative dan bising usus negative
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas
2. Oksigen dengan respirator
3. Kalau bahan toksik dimakan < 4 jam segera bilas lambung
4. Jika ada syok berikan Dopamin 400 mg dalam D5% (10-15 tts/menit)
5. Forced Alkaline diuretik (dikeluarkan lewat urine)
⁻ Jam I : 500 cc D5% i.v dengan 50 mEq NaHCO3 (Meylon)
⁻ Jam II : 500 cc D5% i.v dengan 25 mEq KCl
⁻ Jam III : 500 cc NaCl 0,9%
⁻ Furosemid (20-40 mg) i.v
BELLADONA
GEJALA
1. Mulut kering, kulit kering, haus
2. Vasodilatasi perifer, dilatasi pupil, takhikardi
3. Delirium dan excitement
4. Dosis toksik 50-500 mg
5. Kecurigaan overdosis kalau terdapat apneu, paralysis “flaksid”, reflek cahaya (-) dan
bising usus (-)
TINDAKAN
1. Amankan jalan nafas
2. Oksigen dengan kateter hidung atau masker
3. Kalau bahan toksik dimakan < 4 jam segera bilas lambung
4. Fisostigmin i.m 1 ampul (2 mg) sampai keluhan atau gejala hilang
5. Diazepam i.v sesuai kebutuhan
JENGKOL
GEJALA
1. Riwayat makan jengkol (2-12 jam)
2. Mikrohematuria asimptomatik
3. Mual, muntah, diare, disuria,
4. Nyeri pinggang atau suprapubik
5. Oliguria, anuria sd GGA
6. Terdapat kristal asam jengkolat berbentuk seperti jarum> menyebabkan gagal ginjal
akut (terapi Forced diuresis/ minum banyak)
TINDAKAN
1. Forced diuresis
2. ALKALINISASI : Na bikarbonat 4x2 gram / hari
3. Simtomatik : antimual, antinyeri, dsb
4. Konsultasi bedah jika tidak respon dengan terapi konservatif :
5. Pasang Stent Ureter
METIL ALKOHOL (Minuman Keras)
TINDAKAN
1. Bila minum < 4 jam lakukan emesis dengan sirup ekstrak ipekak atau perangsangan
tenggorokan agar muntah dan bilas lambung
2. Berikan antidotum : etil alcohol (etanol) 50% Dosis awal : 1,5 ml/kgBB peroral atau i.v
selama 4 hari
3. Bila asidosis beri Natrium Bikarbonat (Meylon) 5 gr peroral setiap 30 menit sampai urin
menjadi alkalis (dengan kertas lakmus menjadi biru) *untuk cegah gagal ginjal
4. Beri cairan 4 L / hari peroral atau i.v untuk mempertahankan pengeluaran urin yang
adekuat
5. Pemberian nutrisi dalam porsi kecil tetapi sering (interval 3-4 jam)
6. Bila timbul delirium : berikan fenobarbital 100 mg tiap 6-12 jam atau
diazepam 10 mg i.v pelan
*dapat menyebabkan ablasio retina (buta), kena hepar (mati)
MAKANAN BAKTERIAL
TINDAKAN
1. Atasi muntah yang hebat dengan Chlorpromazin 25-100 mg i.m atau obatanti emetik
lain (metoklorpramid). Dapat diulang tiap 4 jam jika diperlukan.
2. Penderita diistirahatkan, hentikan makan minum sampai muntah berhenti selama 4 jam.
Beri makanan cair 12-24 jam dan selanjutnya diet biasa.
3. Bila muntah dan diare hebat hindari dehidrasi. Berikan Infus RL untuk rehidrasi. Tidak
perlu obat anti diare.
JENIS KERACUNAN DAN ANTIDOTUMNYA
Diagnosa
o Diagnose rabies manusia dan hewan berdasar gejala klinis dan uji lanjut, yaitu:
Histopatologi: ada nigri bodies
Kultur virus dengan imunofluoresensi
Serologi dengan uji netralisasi infeksi tikus (MNT) atau rapid fluorescent focus
inhibition test (RFFIT)
Rapid virus antigen detection
Uji antibody fluoresensi langsung
Differential diagnosa
o Viral encephalitis, toxoplasmosis, feline infectious peritonitis, canine distemper,
neoplasia, trauma, paralysis laryngeal, pseudorabies, tetanus, intoksikasi obat
Preventif
o Vaksinasi
Syarat efektif: titer antibody tinggi, dilakukan massal, kekebalan bertahan lama,
jumlah populasi kebal lebih banyak daripada yang tidak kebal
Jenisnya: vaksinasi massal, sweeping, darurat
Butuh: data populasi, vaksin dan perlengkapan, sumber daya manusia terlatih,
regulasi atau aturan
Akan terbentuk kekebalan kelompok
Tatalaksana
o Suportif dan agresif agar tidak fatal dan menular
Vaksin Rabies
Imunoglobulin Rabies
Antibodi Monoklonal
Ribavirin dan Amantadine
Interferon
Ketamine
Kunci keberhasilan melawan rabies
o Penetapan target hewan penular rabies
o Cakupan vaksinasi agar kekebalan kelompok target tinggi
o Semua anjing divaksinasi (diluar maupun didalam dan juga anak anjing yg umurnya > 2
minggu)
o Semua wilayah desa, kecamatan, kabupaten harus divaksin
o Verifikasi dengan survey pasca vaksin (harus >70% anjing diluar rumah diseluruh wilayah
tervaksin)
o Eliminasi target sesuai standar
o Sosialisasi sebelum vaksinasi melalui acara masyarakat, tokoh penting dimasyarakat
o Pengawan lalu lintas saat membawa hewan penular rabies:
Yang menertibkan harus punya sertifikat veteriner dari otoritas veteriner
provinsi
Sesuai prinsip lalu lintas yaitu dari daerah bebas ke bebas diperbolehkan,
daerah bebas ke endemis diperbolehkan, daerah tertular ke babas dilarang, dan
daerah tertular ke tertular bebas bersyarat
Lalukan vaksin sebelum regulasi lalulintas dan dites dilaboratorium minimal 3
minggu setelah vaksin (hasil harus >/= 0,5 IU)
o Kontrol populasi
Manajemen sampah agar tidak menjadi sumber makanan anjing liar
Mendata hewan penyebar rabies berpemilik
Eliminasi tertarget sesuai prosedur
o Penyampaian informasi semua kasus gigitan dan HPR ke dokter hewan kabupaten
o Investigasi cepat hewan yang menggigit
o Pastikan kasus gigitan pada manusia dapat treatmen secepatnya di pusat rabies
o Uji lab untuk hewan suspek dengan uji tepat (FAT) agar cepat diagnosanya
o Pemakaian vaksin anti rabies yg efektif
o Konfirmasi situasi rabies atas kasus gigitan
Sindroma Disentri dr.fathi
Sindroma disentri : diare dengan lendir dan darah yang disertai dengan Demam, Tenesmus,
Abdominal Cramp → Bloody stool diarrhea
Etiologi : Entamoeba, paling sering Shigella ( Tipe A : shigella disentri, Tipe B : shigella flexnery,
Tipe C : shigella boydii, Tipe D : shigella sonney)
Disentri Basiler
-Bersifat serotipe spesifik, menginvasi sel epitel intestinal, ringan-berat
-Tanda klinis : diare lendir dan berdarah, kram perut dan tenesmus
-Cara infeksi : feca-oral, tahan pada ph rendah (barrier asam lambung), penularan → air,
makanan, lalat yang tercemar
-Kelainan klinis : Basil kuman tidak ditemukan di rongga usus dan tidak merusak selaput lendir,
toksin kuman → kerusakan selaput lendir hampir diseluruh usus besar, terberat di sigmoid
-Gejala klinis : Gejala khas mendadak, defekasi sedikit-sedikit dan terus menerus, sakit perut
dengan rasa kolik dan mejan, muntah dan sakit kepala, tinja berlendir dan kemerahan (red
currant jelly)
Mikroskopis : sel-sel pus, sel-sel leukosit, eritrosit, makrofag besar,
-Pengobatan : istirahat dan cegah dehidrasi, antibiotik, cairan dan elektrolit, diet
Antibiotik → ampisilin 4x500mg selama 5 hari, cortrimoksasol 2x690mg, amoksisilin tidak
efektif, siprofloksasin 2x500mg 3 hari, azitromisin 1gr dosis tunggal, sefixim 400mg/hari selama
5 hari
Obat anti diare tidak di anjurkan untuk disentri
Disentri Amubiasis
-Penyakit usus besar yang disebabkan entamoeba histolitica
-Epidemiologi : ditularkan secara feca-oral, sumber penularan tinja yang mengandung kista
amuba dari carrier (cystapasser)
-Manifestasi klinis:
Ringan : onset perlahan, perut kembung, nyeri perut, diare ringan (4-5x), tinja berbau busuk,
kadang bercampur lendir dan darah, nyeri tekan daerah sigmoid
Sedang : gejala lebih berat dari yang ringan tetapi masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari,
tinja di sertai lendir dan darah, perut kram, demam, hepatomegali dengan nyeri ringan
Berat : gejala klinis berat, diare dengan darah banyak, >15x/hari, demam tinggi (40-40,5), mual
dan anemia
Kronik : gejala sama dengan ringan , berbulan-bulan atau tahun, neurastemia, kambuh bisa
lelah, demam dan makan susah di cerna
-Pemeriksaan penunjang : makroskopi tinja, mikroskopi tinja, diare (-) : kista bulat berkilau
seperti mutiara dengan badan kromatid berbentuk batang, diare (+) : trofozoit bergerak aktif
seperti keong (tinja berlendir dan bedarah)
-Diagnosis : pasti di temukan trofozit pada tinja
-Pengobatan :
amubiasis asimtomatik : diloksanit furoat 3x500mg selama 10 hari, diyodohidroksikin 3x600mg
selama 10 hari, yodoklorohidrosikin atau kliokinol 3x250mg selama 10 hari, karbarson 3x500mg
selama 7 hari, bistmuth glycoarsanilate 3x500mg selama 7 hari, kloroquin difosfat 2x500mg
selama 1-2hari dilanjutkan2x250mg selama 7-12 hari, metronidazole 3x500mg selama 5 hari
ringan-sedang : metronidazole 3x750mg selama 5-10hari, ditambah tetrasiklin 4x500mg selama
5 hari
berat : obat amubisid ditambah, terapi suportif → cairang elektrolit dan tranfusi darah, emetin
( 1mg/kgbb/hari maks 60mg/hr) atau dihidroemetin (11,5mg/kgbb/hr maks 90mg/hr) selama 3-
5 hari subkutan atau IM
Thiabendazole
-Absorbsi cepat, konsentrasi puncak 1 jam, metabolisme dihati, ekskresi : 5-
hydroxythiabendazole urin 24 jam
-Mekanisme kerja : menghambat fumarate reduktase → agregasi mikrotubulus, skabisid, anti
jamur, anti piretik
-Penggunaan terapi : Strongyloides stercoralis, Trichinosis, Nematoda gastrointestinal
tidak boleh pemberian jangka lama (toksik)
Mebendazole
-Absorbsi p.o jelek (10%) → tidak aktif, terikat protein, konsentrasi dalam darah rendah,
bioavabilitas rendah (25%), klirens 2 metabolit utama rendah : methyl-5-(-hydroxybenzyl)-2-
benzimidazole carbamate & 2-amino-5aminobenzoylbenzimidazole
-Mekanisme kerja : menghalangi sintesa mikrotubulus → menghentikan ambilan glukosa
iireversibel →parasit lumpuh dan mati perlahan
-penggunaan terapi : sangat efektif untuk nematoda GI, enterobiasis, ascaris, trichuriasis, cacing
tambang
-Kontradiksi : ibu hamil, anak < 2thn, gangguan fungsi hati, penggunaan dengan carbamazepine
penurunan efektivitas, cemitidine
Albendazole
-Spektrum luas, absorbsi p.o tidak teratur
-Mekanisme kerja : menghambat sintesa mikrotubulus dalam nematoda → me↓uptake glukosa
irreversibel → cacing lumpuh→ mati.
-Kontradiksi : ibu hamil, anak < 2 thn, penderita sirosis, pemakaian jangka panjang
Diethylcarbamazine
-Absorbsi p.o cepat, metabolisme cepat
-Mekanisme kerja : Melumpuhkan mikrofilaria → dipindahkan dari jaringan
Mengubah struktur kulit luar →mudah dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh manusia
-Penggunaan klinis :Diminum sesudah makan, cegah/ obati infeksi filaria akibat W.bancrofti, B.
malayi, B. timori dan loa-loa
Dosis 2 mg/kg/hari, 3 X sehari, 21 hari
-Penggunaan harus dihindari apabila tersedia Ivermectin → reaksi okuler dan sistemik yang
keras
-Pada pasien onchocerciasis : Reaksi Mazzotti
gejala : sangat gatal, skin rash, pembesaran kgb, rash papular halus, demam, takikardi, atralgia,
sakit kepala,penglihatan rusak) selama 3-7 hari
Ivermectin
-Eksresi melalui feses, 93% terikat protein plasma, matabolit : 10 (derivat hydroxylated dan
demethylated)
-Mekanisme kerja : Meningkatkan transmisi sinyal yang diperantarai GABA dalam saraf perifer
→ melumpuhkan nematoda
Pada Onchocerciasis :
- sbg mikrofilarisid
- mempengaruhi embriogenesis
-Penggunaan terapi : Onchocerciasis, Filariasis Bancroftian, Infeksi B. Malayi
Strongyloidiasis, ascariasis, trichuriasis, enterobiasis →dosis tunggal 150-200 mg/kg
Cutaneous larva migrans
kausa hookworm anjing & kucing; kutu kepala manusia, scabies
- dosis tunggal 150-200 mg/kg
-Kontradiksi : anak < 5 tahun, ibu hamil dan menyusui, hindari bersama pemakaian
benzodiasepin, barbiturat, valproic acid
Piperazine
-Efektif : A. lumbricoides(90%) & E.vermicularis
-Kontradiksi : tidak diberikan bersama fenotiazin, waspada pada malnutrisi dan anemia
Praziquantel
-Bioavailabilitas 80%, metabolisme lintas pertama: hydroxylated & conjugated inaktif
80% terikat protein plasma
-Mekanisme kerja : meningkatkan permeabilitas membran sel parasit terhadap kalsium,
sehingga terjadi vakuolisasi, kontraksi kuat, paralisis, dan kematian
-Penggunaan terapi : harus disimpan suhu < 30°C; ditelan dengan air, jangan dikunyah: pahit.
Drug of choice: schistomiasis
dosis tunggal 40 mg/kg, atau 3 x 20 mg/kg tiap 4-6 jam, hasil 70%-95% (>85% untuk
telur cacing)
S. mansoni & S. japonicum: resisten
H. nana , DOC :25 mg/kg
D.latum, T.saginata, T.solium :10-20 mg/kg
Clonorchiasis & Opisthorchiasis : 25mg/kg, 3x/hari
-Kontradiksi : Cysticercosis okular → kerusakan mata ireversibel
Hindari mengemudikan kendaraan, menjalankan mesin, dsb.
Pyrantel Pamoat (COMBATRIN)
-broad spectrum, Absorpsi jelek, < 15% diekskresi di urin bentuk tetap atau metabolit, sebagian
besar di feses
-Dosis : Ascariasis, enterobiasis (p.o. dosis tunggal 11 mg/kg, maks 1 g)
T. trichiura : tidak efektif →pyrantel + oxantel
Pinworm perlu dosis ulangan interval 2 minggu
-Kontradiksi : tidak boleh dipakai pada ibu hamil & anak < 2 tahun, tidak boleh diminum +
piperazine karena antagonistik mutual
1. Dermatomycosis
- oleh dermatophyt
- scalp : tinea capitis
- kaki : tinea pedis
- badan : tinea corporis
2. Candidiasis
Obat yg digunakan :
1. Amphotericin
Mekanisme kerja : terikat pd membrane sel, mempengaruhi permeabilitas & fungsi transport
Terikat kuat pd membrane fungi dan bbrp protozoa (ergosterol) & kurang terikat pd sel mamalia
& bakteri (kolestrol)
Aktif pd semua fungi & yeast
F. kinetika & dinamika :
oral : absorpsi minimal →mycosis di giti.v. → lambat, mycosis sistemik
topikal
terikat kuat pd protein
terdapat dengan konsentrasi tinggi di eksudat inflamasi
sedikit menembus bbb
Efek samping :
1. toksisitas pd ginjal
- pd 80% px
- reversibel jk obat stop
- tersisa bbrp gangguan filtrasi glomerulus
2. hipokalemia : pd 25 % px →perlu suplemen k
3. anemia
4. gangguan fungsi hepar
5. trombositopenia
6. rx. anafilaksis
Injeksi IV :
o demam, tinitus, headache, muntah
o iritasi endotel vena
o tromboflebitis lokal
o injeksi intrathecal : neurotoksisitas
o topikal : rash
2. Nystatin
struktur & mekanisme = amphotericin
pemakaian terbatas pd mycosis di kulit dan GIT
1. Azoles
Mekanisme kerja :
interaksi enzim yg mengubah lanosterol mjd ergosterol (sterol utama membran sel fungi)
→ergosterol ↓→ mempengaruhi fluiditas membran→mempengaruhi aktivitas membran thd
enzim → hambat replikasi → hambat transformasi sel candida yeast mjd hyphae (invasif &
pathogenic)
2. Ketoconazole
secara oral
mycosis sistemik
efektif thd bbrp tipe fungi
sering terjadi relap dan toksik setelah tx berhasil
absorpsi di git, tu pd ph <
distribusi luas via jaringan dan cairan
tdk dpt mencapai konsentrasi terapi di cns→dosis tinggi
metabolisme : hepar
ekskresi : empedu & urine
t ½ : 8 jam
Efek samping :
- oral
absorpsi cepat oleh kulit & jaringan adipose
DALAM ERITROSIT :
PARASIT MENGUBAH BENTUK SEL HOST, INSERSI PROTEIN & FOSFOLIPID PARASIT KE DALAM MEMBRAN
SEL ERITROSIT → HEMOGLOBIN HOST DICERNA & DITRANSPORT KE VAKUOLA MAKANAN PARASIT SBG
SUMBER ASAM AMINO → PENUMPUKAN PIGMEN MALARIA( = HAEMOZOIN) DLM ERITROSIT-SETELAH
REPLIKASI DGN CARA MITOSIS DARI NUKLEUS, PARASIT DLM ERITROSIT = SCHIZONT, YG TUMBUH CEPAT
& MEMBELAH = SCHIZOGONI → MULTIPLIKASI = MEROZOIT → DIRILIS JK ERITROSIT RUPTUR → TERIKAT
& MASUK ERITROSIT BARU → FASE ERYTHROSYTIC LAGI
RELAPS MALARIA
- KARENA HYPNOZOIT DAPAT DIREAKTIVASI DLM INTERVAL MINGGU, ATAU BULAN UTK MULAI
INFEKSI LAGI
PLASMODIUM FALCIPARUM
PLASMODIUM VIVAX
PLASMODIUM OVALE
PLASMODIUM MALARIAE
KLASIFIKASI :
1. Tissue schizonticides = eliminasi parasit di liver, dalam fase berkembang atau dormant
Obat anti malaria pd serangan akut Fase eritrosit KUININ, MEFLOKUIN, KLOROKUIN, PHENANTHREN,
HALOFANTRIN, SULFON, PYRIMETHAMIN, ANTIBIOTIK : DOKSISIKLIN, TETRASIKLIN, QUINHAOSU :
ARTEMETHER
• 8-AMINOQUINOLINES : PRIMAKUIN
OBAT BEKERJA PADA GAMETOSIT DAN MENCEGAH TRANSMISI OLEH NYAMUK PRIMAKUIN,
PROGUANIL, PYRIMETHAMIN
KLOROKUIN
Mekanisme kerja :
KUININ
BLOOD SCHIZONTICIDE
MEKANISME = KLOROKUIN
MEFLOQUINE
• BLOOD SCHIZONTIZIDAL
• TERIKAT PD HAEMOZOIN
• OOA : LAMBAT
• T ½ 30 HARI
PROGUANYL
• ANTAGONIS FOLAT
• T ½ 16 JAM
HALOFANTRINE
• BLOOD SCHIZONTIZIDAL
PRIMAQUINE
• T ½ 3 - 6 JAM
ARTEMISININ ( QINGHAOSU)
• LARUT AIR
• EFEKTIF PADA SERANGAN AKUT PD MALARIA AKIBAT P. VIVAX DAN P. FALCIPARUM (TERMASUK
MALARIA SEREBRAL DAN YANG RESISTEN
PYRIMETHAMINE
• ANTAGONIS FOLAT
• SECARA ORAL
• T ½ 4 HARI
COCCIDIA – Dr WESTY
PROTOZOA
SARCODINA MASTIGOPHORA
COCCIDIA
Coccidia awalnya non pathogen (1907) lalu menjadi oportunistik pathogen (1976)
human pathogen (1982) parasit protozoa yang mengalami reproduksi seksual dan aseksual
dalam tubuh manusia/ host.
Hidup secara intracellular, pada siklus hidupnya didapatkan stadium yang memiliki struktur
apical complex, yang berfungsi untuk melekatkan diri pada sel host.
Berkaitan erat dengan orang HIV.
Taksonomi
4 genus yang hidup dalam host tunggal Cyclospora, Eimeria, Cystoisospora, Cryptosporidium
(Cyclospora cayetanensis &Cystoisospora belli hanya menginfeksi manusia saja).
Genus lain dari coccidia siklus hidupnya butuh intermediate hosts.
Zoonotic coccidia Toxoplasma, Sarcocystis, and Cryptosporidium.
CYCLOSPORA CAYETANENSIS
- MENGINFEKSI USUS HALUS, bukan penyakit zoonotik
- Merupakan patogen pada manusia yang baru dikenal dan telah menyebabkan banyak
wabah yang ditularkan melalui makanan dan air
- Terdapat beberapa spesias Cyclospora yang dapat menginfeksi hewan maupun manusia,
contoh C. macacae menginfeksi monyet macaca mulata
- Manusia merupakan satu – satunya host definitive dari C. cayetanensis.
- Ukurannya lebih kecil dari ookista C. belli, dan ookista / sporokista S. hominis dan S.
suihominis, tetapi berukuran dua kali lipat ookista Cryptosporidium parvum (jadi
cryptosporidium terkecil baru diikuti Cyclospora)
- Ookista unsporulated(imatur) berbentuk bulat dengan diameter antara 7,5 dan 10 µm
dengan dinding tebal dengan lapisan fibrillar luar
- Ookista bersporulasi(matur) isi dua sporokista, masing-masing berisi 2 sporozoit
berbentuk pisang.
-
TRANSMISI
- Ookista yang sporulatedbersifat infektif (stadium infektif) dapat ditularkan ke host
lainnya.
- Transmisi indirek jika ookista yang dikeluarkan olehhost DI FESES dalam bentuk
unsprorulated memerlukan beberapa saat di lingkungan untuk berubah menjadi stadium
yang infektif/ sporulated ookista
- Terjadinya KLB akibat protozoa ini dikaitkan dengan kontaminasi air dan makanan segar
SIGN SYMPTOMS
- Masa inkubasi rata-rata 1 minggu dengan penyakit yang berlangsung hingga 6 minggu;
- Manifestasi bervariasi bergantung pada usia dan kondisi inang dan dosis pathogen yang
menginisiasi infeksi. (kalo makin banyak parasite manifes makin berat)
- Protozoa dapat menginfeksi usus kecil menyebabkan diare berair, kehilangan nafsu
makan, penurunan berat badan, perut kembung dan kram, peningkatan gas, mual,
kelelahan, muntah dan demam ringan (CDC).
- Infeksi yang tidak diobati biasanya berlangsung selama 10-12 minggu dan dapat diikuti
gejala relaps - remitten. (diare hilang timbul)
- Durasi gejala dan penurunan berat badan lebih banyak terjadi pada orang dengan HIV atau
kemungkinan kondisi imunosupresif lainnya.
- Infeksi bisa asimtomatik di daerah endemis.
KRITERIA DIAGNOSIS
- Kriteria diagnosis siklosporosis (CDC) pada orang yang bergejala atau tanpa gejala
berdasarkan:
- Deteksi ookista dalam tinja dengan pemeriksaan mikroskopis atau
- Deteksi ookista dalam cairan usus / spesimen biopsi usus halus, atau
- Demonstrasi sporulasi ookista, atau
- Amplifikasi DNA C. cayetanensis dengan PCR dalam sampel feses, aspirasi duodenum /
jejunal / biopsi usus halus
Klasifikasi kasus
Confirmed
Confirmed symptomatic
asymptomatic:
kasus dengan adanya
kasus tanpa adanya
gejala dan didukung
gejala tetapi hasil
hasil laboratorium positif
laboratorium positif
-
METODE DIAGNOSIS
- STANDARD: MIKROSKOPIS
- Satu spesimen tinja negatif tidak mengesampingkan diagnosis; tiga atau lebih spesimen
dengan interval 2 atau 3 hari mungkin diperlukan.
- Prosedur konsentrasi digunakan untuk memaksimalkan penemuan ookista.
- Metode yang paling familiar teknik sedimentasi formalin-etil asetat (sentrifuse selama 10
menit pada 500 × g).
- Metode lain juga dapat digunakan (seperti prosedur flotasi Sheather).
- Pemeriksaan sampel wet mount mikroskop cahaya konvensional, mikroskop fluoresensi
UV atau kontras interferensi diferensial [DIC, Nomarsky]
- Pemeriksaan dengan pengecatan khusus tahan asam yang dimodifikasi atau safranin
yang dimodifikasi kista Cyclospora berwarna merah muda -merah cerah.
- Pemeriksaan molecular deteksi Cyclospora sensitivitas tinggi
TREATMENT
- Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX), atau Bactrim, Septra, atau Cotrim , doc
- Dosis orang dewasa yang imunokompeten TMP 160 mg plus SMX 800 mg, per oral, dua
kali sehari, selama 7-10 hari.
- Pasien yang terinfeksi HIV membutuhkan terapi lebih lama dengan rejimen sama
- Belum ada alternatif yang sangat efektif untuk orang yang alergi terhadap (atau tidak
toleran) TMP-SMX.
- TMP-SMX umumnya harus dihindari oleh wanita saat menyusui bayi yang prematur, ikterus,
sakit, disstres, dan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.
- Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX) termasuk dalam kategori kehamilan C. TMP-
SMX harus dihindari dalam saat mendekati usia aterm kehamilan karena potensi
hiperbilirubinemia dan kernikteruspada bayi baru lahir.
- Penggunaan pada anak-anak kurang dari 2 bulan umumnya tidak dianjurkan.
PREVENTION
- Minum air kemasan atau air matang danmenghindari produk segar siap makan akan
membantu mengurangi risiko infeksi
- Simpan buah dan sayuran jauh dari daging mentah, unggas, dan makanan laut.
- Cuci tangan dengan sabun dan air hangat sebelum dan sesudah menyiapkan buah dan
sayuran. Cuci berbagai alat tadi dengan sabun dan air panas setelah digunakan dalam
penyiapan daging mentah, unggas, dan produk makanan laut
CRYPTOSPORIDIUM PARVUM
- kriptosporidiosis infeksi oleh Cryptosporidium, parasit obligat intraseluler yang hidup di
usus kecil. Parasit ini juga dapat ditemukan di lambung, usus buntu, usus besar, rektum, dan
percabangan bronkus.
- Ada banyak spesies Cryptosporidium yang menginfeksi hewan, tapi cuma beberapa di
antaranya juga menginfeksi manusia.
- Parasit memiliki outer shell bertahan hidup di luar tubuh untuk jangka waktu yang lama
dan membuatnya sangat toleran terhadap desinfeksi klorin (kolam renang klorin dia tahan)
- Ookista dapat bertahan selama 2 hingga 6 bulan di lingkungan yang lembab.
EPIDEMIOLOGI
- Kriptosporidiosis ditemukan lebih umum pada anak-anak berusia kurang dari 24 bulan
karena mereka memiliki sistem kekebalan yang kurang berkembang dibandingkan dengan
orang dewasa.
- Lebih tinggi pada populasi pria dibandingkan dengan populasi wanita
- lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan terutama pada orang yang terpapar toilet
umum.
- Anak kecil dan wanita hamil kelompok rentan mengalami dehidrasi jika terinfeksi
- Orang dengan sistem kekebalan yang sangat lemah berisiko terkena penyakit yang lebih
serius dan mengancam jiwa (pengidap HIV dan kanker)
SPESIES DAN HOST
- Cryptosporidium dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun belum ada bukti
penularan dari hewan ke manusia (antropozoonotik)
- Cryptosporidium parvum(sebelumnya dikenal sebagai C. parvum genotipe II) dan C.
hominis(sebelumnya dikenal sebagai C. parvum genotipe I) adalah penyebab utama
kriptosporidiosis pada manusia.
- C. meleagridis, C. felis, C. canis, C. ubiquitum, C. cuniculus, C. viatorum, Genotipe tupai I,
genotipe munk Cryptosporidium, dan C. muris juga dapat menginfeksi manusia.
- Spesies Cryptosporidium parvum yang menginfeksi manusia biasanya dikaitkan kontak
dengan anak sapi
TRANSMISI
- Menelan air rekreasi yang terkontaminasi Crypto. Toleransi tinggi Crypto terhadap klorin
memungkinkan parasit bertahan dalam waktu lama dalam air minum dan kolam renang
- Fecal oral
- Makan makanan setengah matang atau minum buah segar atau susu yang terkontaminasi
Crypto
- Menyentuh mulut Anda dengan tangan yang terkontaminasi.
- Paparan feses dari orang yang terinfeksi melalui kontak seksual oral-anal
- Crypto tidak menyebar melalui kontak dengan darah.
- Autoinfeksiterutama pada ookista dengan dinding tipis
-
- YANG KELUAR DI FESES: SPORULATED OOKISTA(DIRECT TRANSMISION), BISA AUTOINFEKSI
MORFOLOGI
- Terdapat 2 macam ookista:
- Thick wall ookista keluar dari host dalam bentuk yang siap untuk ditularkan ke host
lainnya
- Thin wall ookista pecah didalam sal.cerna autoinfeksi
- Cryptosporidium spp. ookista berbentuk bulat dan berukuran diameter 4,2 sampai 5,4 µm.
- Satu ookista mengandung 4 sporozoitetanpa memiliki sporokista
- Sporozoit terkadang terlihat di dalam ookista, menandakan bahwa sporulasi telah terjadi.
PATOGENESIS
- perkembangan parasit biasanya menempel pada sel epitel usus melalui reseptor gp900 dan
gp60
- Proliferasi dalam vakuola parasitoforus reproduksi aseksual penambahan parasit
dalam usus halus
- Inflamasi dan perubahan struktur vili usus atrofi gangguan absorbsi
GEJALA KLINIS
- Masa inkubasi rata-rata 7 hari (kisaran: 2-10 hari). Gejala bisa asymptomatic atau
symptomatic
- Gejala-gejalanya diare encer, kram perut atau nyeri, dehidrasi, Mual, muntah, demam,
penurunan berat badan; berlangsung sekitar 1 hingga 2 minggu (beberapa hari - 4 minggu)
pada orang yang sehat. Gejala muncul dan hilang hingga 30 hari.
- Usus kecil adalah tempat yang paling sering terkena, pada orang yang mengalami
gangguan sistem kekebalan, infeksi Cryptosporidium mempengaruhi area lain dari
saluran pencernaan atau saluran pernapasan.
- Orang dengan sistem kekebalan yang lemah penyakit yang serius, kronis, dan terkadang
fatal.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Mikroskopis
o Pemeriksaan minimal 3 X sampel feses dengan selisih beberapa hari
o Spesimen tinja diperiksa secara mikroskopis
o Metode pewarnaan tahan asam, dengan atau tanpa konsentrasi tinja, paling sering
digunakan.
o Penggunaan mikroskop fluoresens meningkatkan sensitifitas &
spesifisitaspemeriksaan.
2. Immunoassay
o Antibodi fluoresen langsung [DFA],enzyme immunoassay/ EIA, dan uji
imunokromatografi cepat.
3. Metode molekuler
o Polymerase chain reaction - PCR)paling tinggi sensitifitas & spesifisitasnya
metode tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi pada tingkat spesies.
MANAJEMEN
- Prinsip terapi:
1) Mengatasi dehidrasi dengan rehidrasi cairan
2) Pemberian antiparasit yang menjadi doc pada crypto yaitu nitazoxanide
3) Terapi simptomatik lainnya.
- Tingkat kesembuhan klinis (resolusi diare) berkisar antara 72-88% lebih tinggi dari tingkat
kesembuhan parasitologis (tidak ada Cryptosporidium yang terdeteksi dalam tinja) berkisar
antara 60-75% orang yg asymptomatic setelah pemberian obat tetap dianjurkan tdk
berenang 2 minggu setelah gejala hilang
- Immunodefisiensi host perbaikan sistem imun tanpa antiprotozoal membaik klinisnya
-
PENCEGAHAN
- Mencuci tangan sebelum makan atau menyentuh area mulut dan wajah
- Meminum air yang telah dimasak mendidihkan air selama 1 menit membunuh parasit
ini
- Metode filtrasi pada air minum. Reverse filter osmosis efektif untuk mencegah
kontaminasi Crypto. Filter lain juga dapat berfungsi jika memiliki ukuran pori absolut 1
mikron atau lebih kecil.
- Tidak kontak dengan feses dari hewan ternak dan hewan peliharaan
- Tidak menelan air kolam renang, danau, sungai dll
- Memasak makanan yang akan dikonsumsi
- Menghinduri kotak seksual oral - anal
CYSTOISOSPORA
- Cystoisosporiasis (sebelumnya dikenal sebagai isosporiasis) adalah penyakit usus manusia
yang disebabkan oleh parasit coccidian Cystoisospora belli (sebelumnya dikenal sebagai
Isospora belli).
- Cystoisosporiasis menginfeksi sel epitel usus halus manusia yang bersifat parasit obligat
intraseluler.
- Distribusinya dominasi di daerah tropis dan subtropik,
- Namun laporan di berbagai negara membuktikan bahwa ada kaitan erat dengan penyebab
diare pada pasien HIV – AIDS, meski juga mampu menginfeksi orang yang imunokompeten
HOST, SPESIES dan TRANSMISI
- Manusia satu-satunya inang untuk C. belli ( belum ada bukti kuat adanya hewan
reservoir).
- Namun terdapat spesies lain yang ada pada hewan seperti Cystoisospora suis (babi), C.
rivolta dan C. felis (kucing), C. canis dan C. ohioensis (anjing) spesifisitas spesies hewan
tidak bersifat zoonosis
- Transmisi parasit menelan makanan atau air yang terkontaminasi yang mengandung
parasit matur (sporulated ookista)/ fecal oral
- Orang terinfeksi ookista yang belum matang membutuhkan 1 atau 2 hari di
lingkungan matur & siap ditularkan ke host lainnya tidak dapat terjadi penularan
secara langsung
MORFOLOGI
- ookista memanjang / berbentuk bulat telur, berukuran 25–30 μm, dengan penyempitan
sedang di salah satu ujungnya memberikan ciri khas, penampilan “botol dengan leher
pendek”
- Ookista Immature/ unsprorulated ookista massa protoplasma yang membelah
membentuk sporoblast; dinding kista halus, tipis, tidak berwarna, dinding lapis ganda
- Sporulated ookista mengandung 2 sporokista dan masing-masing berisi 4 sporozoit
berbentuk cresent
PATOGENESIS
- C. belli dapat menyebabkan atrofi vili yang nyata, dan hiperplasia kriptus di usus halus.
Infiltrat inflamasi di lamina propria meliputi eosinofil, neutrofil, limfosit, dan sel plasma.
- Mekanisme pasti yang menyebabkan perubahan ini tidak diketahui, tetapi dapat
menyebabkan steatorrhea dan malabsorpsi.
- Infeksi saluran empedu oleh I. belli juga mungkin terjadi. Parasit dapat menyelesaikan siklus
hidupnya di saluran empedu dan ookista dapat diamati di empedu.
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan Mikroskopis
- Standard diagnosis menemukan ookista parasit melalui pemeriksaan spesimen tinja
(feses) di bawah mikroskop.
- Dibutuhkan beberapa kali pemeriksaan dalam penegakan diagnosisnya.
- Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan konsentrat
methode, tehnik flotasi dan pengecatan tahan asam yang dimodifikasi
- Sampel feses dan sampel jaringan duodenum
GEJALA KLINIS
- Gejala diare, steatorrhea, sakit kepala, demam, malaise, sakit perut, muntah, dehidrasi,
dan penurunan berat badan, darah tidak ada dalam tinja. Penyakit bersifat kronis serta
kekambuhan sering terjadi.
- Pada pasien AIDS, atau host lain yang immunocompromised infeksi parah dengan diare
berat yang menyebabkan dehidrasi. Dalam host yang kekebalannya terganggu, kekambuhan
umum terjadi.
- Infeksi isospora belli pada saluran empedu dapat terjadi pada pasien dengan penekanan
imun atau pada pasien yang kompeten imun.
- Infeksi juga dilaporkan terjadi di luar saluran pencernaan, misalnya menginfeksi area
genitourinary
MANAJEMEN
- trimetoprim (160 mg) dan sulfametoksazol (800 mg)/ TMP-SMX diberikan per oral dua kali
sehari selama 7 -10 hari DOC pada orang imunokompeten
- Pada pasien imunosupresi TMP-SMX dapat diberikan 2 x dosis 4 x/ sehari selama 3 – 4
minggu
- Jika alergi TMP-SMX alternatif Pyrimethamine per oral 50-75 mg / hari terbagi dalam 1
x minum/dua kali minum, harus diberikan dengan asam folat/ leucovorin (5-10 mg/ hari, per
oral terbagi dalam 1 x minum atau 2 x minum) untuk mencegah depresi sumsum tulang.
- Second line alternatif Ciprofloxacin 500 mg, per oral, 2 x sehari selama 7 hari
efektivitas lebih rendah dari TMP-SMX
PENCEGAHAN
- Menghindari makanan atau air yang mungkin terkontaminasitinja dapat membantu
mencegah infeksi.
- Membiasakan mencuci tangan dan kebersihan pribadi yang baik harus diikuti.
- Cuci tangan Anda dengan sabun dan air hangat setelah menggunakan toilet,mengganti
popok, dan sebelum memegang makanan.
SARCOCYSTIS
- Sarcocystis Sp membutuhkan dua inang, definitif host dan host perantara, untuk
menyelesaikan siklus hidupnya.
- Sarcocystosis istilah penyakit infeksi yang disebabkan Sarcocystis sp
- Distribusi cosmopolitan terutama area tropis dan subtropis
- Host definitive semua karnivora dan omnivora (termasuk manusia)
- Host intermediate semua hewan mamalia, burung, reptile dan ikan daging host
intermediate akan dimangsa/ dimakan oleh definitive host
- Manusia terinfeksi setelah konsumsi daging setengah matang, host definitive untuk tiga
spesies Sarcocystis : Sarcocystis hominis & S, heydorni, dari daging sapi, dan Sarcocystis
suihominis, dari daging babi.
- Manusia host perantara Sarcocystis nesbitti (host definitifnya reptilian)& spesies yg
belum teridentifikasi lainnya; yang diperoleh dengan menelan sporokista dari makanan atau
air yang terkontaminasi tinja dan lingkungan;
MORFOLOGI
- Bentuk oval transparan berukuran rata-rata 10 - 18 μm (S.hominis lebih besar dari
S.suihominis)
- Terdiri 2 sporokista besar, diisi dengan 4 sporozoit matang
- Dinding sel bening dan tidak berwarna berlapis ganda mengelilingi sporokista
-
SIKLUS HIDUP
- Membutuhkan 2 host: host perantara & host intermediate
- Ookista keluar dari host definitive bersifat infekstif
- Manusia dapat berperan sebagai host intermediate dan host definitive
- Manusia host definitive makan daging yg mengandung sarcocyst yang mengandung
bradizoit seksual reproduksi habitat usus halus
- Manusia host perantara konsumsi air/makanan yg mengandung ookista matur
aseksual reproduksi sel endotel pembuluh darah di semua jaringan
-
MANIFESTASI KLINIS
- Gejala yang muncul bervariasi asimptomatik sampai simpromatik
- Pada manusia, manifestasi klinis meliputi 2 hal :
- Intestinal jika manusia berperan sebagai host definitive mual, muntah, enteritis akut
dan parah, atau enteritis kronis. Progresifitas gejala bergantung pada spesies yang
menginfeksi serta parasit load
- Ekstraintestinal jika manusia berperan sebagai host intermediate/ abberant atau
accidental intermediate host di endotel vaskular dan monosit yang bersirkulasi,
perkembangan sarkokista dalam miosit otot rangka, jantung, dan polos
myositis,kardiomiopati, glomerulonephritis dan keganasan
DIAGNOSIS
- Penegakan diagnosis intestinal sarcocystosis manifestasi klinis enteritis dan riwayat
mengonsumsi daging kurang matang, d
- Konfirmasi identifikasi ookista / sporokista dengan pemeriksaan mikroskopis (Teknik
konsentrasi dan flotasi) pada sampel feses atau pada biopsy jaringan usus (jika pada feses
negative) tidak dapat membedakan spesies
- Diagnosis ekstraintestinal riwayat perjalanan di Asia/ negara tropis & gejala bergantung
pada jaringan terinfeksi dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsy jaringan.
- Pemeriksaan serologi deteksi Ab-Ag parasit ELISA, IFA belum terstandarisasi,
ketersediaan terbatas, dan tidak semua laboratorium menyediakan pemeriksaannya.
MANAJEMEN
- Terapi untuk intestinal sarcocystosis belum ada terapi standard yang efektif
dithiazanine, pyrimethamine dikombinasikan dengan sulfisoxazole dan acetylspyramicin
- Terapi untuk myositis 400 mg albendazole 2 x sehari selama 15 hari ; TMP – SMX 3 x
sehari selama 12 hari; kombinasi dengan pemberian prednisone hasil yang baik, namun
belum ada terapi standard.
- Orang yang pernah terinfeksi parasit ini dapat mengalami reinfeksi kembali imunitas
terhadap sarcocystis tidak terbentuk
PENCEGAHAN
- Konsumsi daging yang dimasak matang (memasak pada suhu 60° C selama 20 menit/ 100° C
selama 5 menit).
- Menghindari kontak dengan feses binatang
- Kebiasaan mencuci tangan setelah kontak dengan feses dan sebelum makan
- Memasak air yang akan dikonsumsi dan mengurangi konsumsi makanan mentah (buah dan
sayur segar)
Manifestasi
klinis
- Orang yang
terinfeksi : ada yang
Plasmodium Sp – dr Westy
Malaria: penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasite plasmodium melalu gigitan nyamuk anopheles
betina
Bisa terinfeksi dua jenis parasit, yang paling sering p. falciparum dengan p. vivax atau p.malaria
Transmisi langsung: transfusi darah, transplantasi organ, jarum suntik bersamaan, dari ibu ke janin
Siklus hidup: nyamuk gigit yg mengandung sporozoite -> secara exo eritrositik masuk ke sel liver lalu
membentuk skizon -> skizon lisis dari hepar lalu masuk masuk ke darah ke siklus eritrositik ->
membentuk trofozoit imatur kemudian terbagi menjadi 2 tahap ada yang menjadi trofozoit matur lalu
menjadi skizon kemudian skizon rupture dan menginfeksi sel darah merah yg lain -> ada yang menjadi
gametosit yg terdiri dari microgamet dan macrogamete -> nyamuk menggigit darah yg mengandung
gametosit -> di dlm nyamuk terjadi reproduksi seksual dimana macrogamet dan microgamet menjadi
ookinete -> menjadi ookista -> ookista rupture yg berisi sporozoit -> balik lagi nyamuk yg punya
sporozoite gigit manusia
Pathogenesis: produk yg dilepas saat eritrosit lisis yang memicu inflamasi serta dan hipoksia jaringan
obstruksi dari aliran darah oleh eritrosit yg terinfeksi.
Liver, ginjal, lien dan otak bendungan dan ukurannya membesar berisi sdm yg terinfeksi parasit dan
pigmen yang dihasilkan parasit.
Pathogenesis anemia: Penghancuran sejumlah besar sel darah merah oleh komplemen dimediasi dan
hemolisis autoimun, Penekanan eritropoiesis di sumsum tulang, Peningkatan clearance oleh limpa,
kegagalan host untuk mendaur ulang besi
Gejala Klinis:
1. malaria relaps/ rekurensi: pada p.vivax dan p.ovale, perbedaan pada siklus hidupnya yaitu ada
stadium yang tidak aktif (hipnozoit) setelah skizon lisis dari heap.
2.malaria tanpa komplikasi: sensasi dingin, menggigil (tahap dingin). Demam, sakit kepala, muntah,
kejang (tahap panas). Berkeringat, suhu kembali normal, kelelahan (tahap berkeringat). Serangan
tersebut terjadi setiap hari kedua pada “tertian” (P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap hari
ketiga dengan parasit “quartan” (P. malariae)
Malaria berat:
ditemukannya P. falciparum stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau
didapatkan temuan hasil laboratorium :
Perbedaan
Rekrudensi: p. falciparum dan p. malaria, terjadi karena adanya parasite di sirkulasi, terjadi setelah
beberapa minggu, dapat diobati dengan terapi adekuat (<6bulan)
dan relapse : p.vivax dan p.ovale , terjadi karena reaktivasi hypnozoite, terjadi setelah 24 minggu-
5tahun, diterapi dengan primaquine (6 bulan-5 tahun)
Diagnosis
sediaan hapus tipis: jenis plasmodium dan stadium dan menghitung kepadatan parasite
Terapi:
-p.falciparum dan knowlesi DHP pada hari 1-3 dan primakui pada hari 1
-p.falciparum dengan vivax/ovale: DHP pada hari 1-3, primakuin hari 1-14
Kemoprofilaksis
dilakukan setiap minggu, mulai minum 1-2 minggu sebelum bepergian ke tempat endemis, dilanjutkan
setiap minggu selama perjalanan dan selama 4minggu setelah
Preventif
Mofologi
trofozoit
trofozoit SDM ga membesar, Cincin 1/3 sel, 1 kromatin dot, Cincin dan pita
ada double dots(2 SDM membesar, yg dewasa punya atau band form,
inti), ada ring form tampak vakuola pigmen kasar, pigmen kasar
bisa 2/lebih dlm 1 SDM oval dan wrn coklat tua
SDM berfimbrae
Mikrosporidia – dr westy
eukariotik, uniseluler, obligat intraseluler, pembentuk spora yang menyerang vertebrata dan
invertebrate.
Ciri khas >tabung kutub atau filamen kutub yang ditemukan di spora yang digunakan untuk menyusup
ke sel inang
Morfologi
inti yang jelas dan membran plasma tidak memiliki mitokondria, badan golgi , dan
peroksisom.
Bentuk spora bulat dan lonjong, ukuran 1-4 µm; polar tubulus atau filamen, vakuola posterior
(berfungsi sebagai golgi); endospore dan exospore.
Polar tubule/ filamen alat ekstrusi untuk menyuntikan isi spora infektif ke dalam sel inang.
Spora dikelilingi oleh dinding kista berlapis ganda yang tebal:
Lapisan luar (exospore) berprotein dan elektron padat
Lapisan dalam (endospora) bersifat kitinous ( bertanggung jawab pada ketahanan spora
dilingkungan luar sel inang) dan electronlucent.
Spora Gram-positif dan tahan asam
Transmisi
Horizontal: transmisi spora patogen dari satu individu ke individu lain dari generasi yang sama melalui
transmisi oral, inhalasi, kontak langsung dengan kulit atau mukosa yang mengalami trauma / tidak intak
serta kontak seksual
Siklus Hidup
Spora Microsporidium menginjeksikan sporoplasma infektif dalam sel host melalui polar tubule
sporoplasma bereproduksi aseksual (merogoni) meront/merozoite (lokasi dalam sel bergantung jenis
spesiesnya) sporogony (perkembangan organel & dinding kista) spora matur sel host pecah
spora matur keluar dan menginfeksi sel host lainnya
Manifestasi Klinis
Di sal. Cerna diare kronis (berair dan tidak berdarah), penurunan berat badan, sakit
perut, mual, dan muntah.
Infeksi diseminata/sistemik kolesistitis, gagal ginjal, infeksi saluran pernafasan, sakit
kepala, hidung tersumbat, nyeri mata dan sinusitis.
Infeksi pernafasan batuk, dispnea dan mengi/wheezing.
Infeksi mata sensasi benda asing, sakit mata, fotofobia, kemerahan, produksi air mata
berlebihan atau gangguan penglihatan.
infeksi saluran kemih tidak menunjukkan gejala.
Infeksi otot kelemahan otot dan nyeri.
Infeksi pada otak /saraf kejang, sakit kepala,dll.
Diagnosis
identifikasi spora dalam sampel tinja, urin, cairan tubuh atau jaringan tubuh lainnya
Bisa dicegah dengan melindungi kulit saat nyentuh tanaman, lumut, dan kayu
Sporothrix schenckii di temperatur 37 oC. Budding yeast bentuk spheric atau oval
Chromomycosis
Infeksi granulomatuous progresif lambat yang disebabkan oleh beberapa jamur tanah
seperti Fonsecaea, Phialophora, Cladosporium, dll yang masuk ke kulit melalui trauma
Jamur-jamur ini secara kolektif disebut jamur dematiaceous, karena menghasilkan pigmen
mirip melanin
Lesi mirip kutil (wartlike lesion) dengan abses krusta meluas di sepanjang area limfatik
Phialophora verrucosa Cladosporium carrionii
Mycetoma
Synonim nya Eumycotic mycetoma
Organisme tanah seperti Petriellidium, Madurella mycetomatis masuk ke luka yang ada di
kaki, tangan, atau punggung dan menyebabkan abses, dengan pus dicharged lewat sinus
Pus nya mengandung compact colored granules
Stadium awal mycetoma di kaki, disebabkan Madurella. Terdapat ulserasi, bengkak, dan
scarring
Actinomycetes seperti Nocardia dan Actinomyces bisa menyebabkan lesi yang mirip
(actinomycotic mycetoma)
Sulfonamides bisa membantu bentuk actinomycotic
Tidak ada obat yang efektif untuk mengobati bentuk jamur, direkomendasikan untuk bedah
eksisi
Actinomycosis (lumpy jaw)
Grain atau granul khas Actinomyces spp Actinomycosis typical granule (Splendore-Hoepplei)
Komplikasi :
Swab tenggorokan di kultur di tellurite plate (loeffler’s / pai medium) dan blood agar
Prevention : Imunisasi diphtheria toxoid, tetanus toxoid, dan vaksin pertussis acellular (bakteri utuh)
Patogenesis : Organisme menempel pada se epitelium bersilia, dimediasi oleh protein pili *gampang
nempel* (hemaglutinin filamentous). mengeluarkan toxin (antigen), imun tubuh (antibodi) menyerang
filamentous hemaglutinin untuk menghambat perlekatan dan proteksi penyakit hal ini ikut
menghancurkan cilia.
Toxin pertussis stimulasi Adenylate cyclase melalui katalisis Adenosine diphosphateribose disebutt ADP-
ribosylation. Menghambat subunit pada G protein complex. Hasilnya stimulasi memanjang dr adenylate
cyclase dan terbentuknya AMP. Sehingga protein kinase kerjanya terpacu. Toxin juga melekatkan diri
pada reseptor permukaan pd sel epitel respiratory tract.
Terjadi lymphocytosis di darah yang disebabkan toxin. Toxin menghambat signal transduksi dari reseptor
chemokine. Sehingga lymphocyte tidak bisa masuk ke jaringan lymphoid. Oleh karena itu terjadi
perkmbangan jumlah di dalam darah. Hambatan sinyal transduksi oleh reseptor chemokine juga disebut
ADP-ribosylation dari G I protein.
Organisme juga sintesis dan eksport adenylate cyclase. Enzyme ini mengambil sel phagocytic yang
menghambat aktivitas baktericidal. Sitotoksin tracheal adalah fragment bakteri peptidoglycan merusak
silia respi tract. Tracheal cytotoxin dan endotoxin menginduksi Nitric oxide yang membunuh epitel silia.
Whooping cough (1-4mgg): pada saat batuk tubuh harus berhenti untuk ambil nafas > hypoxia.
Menghasilkan mucus, kematian disebabkan pneumonia.umumnya anak2
Patogenesis : umumnya pipis tikus saat ada luka di kaki (mikroinjuries), gada tanda inflamasi dan bukti
masuknya. Organisme masuk dan menyebar diseluruh tubuh. Bisa ke liver 9non nekrotik hepatocellular
dysfunction) > icterus.
Leptospirosis generalized vasculitis. Merah dan nyeri dimana mana. Patogen merusak sel endotel di
kapiler. Jika bocor vasculer menyebabkan hemoragik dan terganggunya suplai o2 menuju jaringan.
Mengganggu hasil fungsi renal dari kerusakan hypoxic tubular. Klinisnya mirip dengan leptospirosis
anicteric, dengan gejala lebih ringan. Yang berat Icteric leptospirosis (weil disease) ada konjunctivitis
merah dr tengah ke samping. Any serovars bisa menyebabkan 2 jenis ini. klinis keduanya demam
menggigil, sakit kepala, myalgia, setelah inkubasi 7-12 hari. Septic stage 3-7 hari, lalu stage immune 30
hari. Manifestasi klinis stage 2 anicteric leptospirosis, aseptic meningitis. Second stage Weil disease
karakteristiknya hepatic dan renal dysfunction, perdarahan hebat, gejala cardiovascular, dan
kebingungan. Imunitas infeksi hanya memproteksi 1 serovans.
Darah, cerebrospinal fluid, urine, biopsy organ, harus kontaminasi dari bakteri lain, lalu inkubasi di
medium special 27-30 derajat selama 3-4 minggu.
Leptospirae serologically dalam lysis-agglutianation reaction dengan specific test sera. Setelah minggu
pertama, infeksi terdeteksi di serum pasien dengan quantitative lysis agglutination test.
Terapi : Penicillin G
Epidem dan prevensi : typical zoonotic infeksi. Bisa pada hewan dan manusia. Sumbernya tikus dan
hewan lokal (umumnya babi). Ekskresi hewan patogen dengan urine. Leptospira tidak dapat bertahan di
daerah kering, penularannya hanya karena kontak langsung dengan area lembab dengan urine yang
terkontaminasi . pekerjaan yang paling tinggi resikonya petani, tukang daging, pengolahan limbah, dan
staf kebun binatang.
Prevensi : jauhi kontak dengan material yang mengandung patogen, kontrol Muridae rodent dan
pengobatan hewanlokal yang berhasil. Tidak perlu isolasi orang yang terinfeksi. Tidak ada vaksin yang
gratis.
Toxin dan enzyme : toxin diproduksi dari Invasive clostridia yang menimbulkan nekrosis, hemolitik, dan
atau aktivitas mematikan. Memproduksi enzim (pemecah) collagenase, proteinase, DNAse, lecithinase,
dan hyaluronidase, semuanya menghancurkan struktur jaringan, menghasilkan akumulasi metabolisme
toxin.
Patogenesis : dengan tersebarnya clostridium, mereka dapat mengkontaminasi luka yang terbuka,
biasanya bersamaan deengan mikro organisme lain.
Deteksi clostridium di luka tidak ditemukan indikasi infeksi clostridial. Infeksi ini berkembang ketika
potensi redoks jaringan rendah sehingga reproduksi anaerob terjadi, dan menghasilkan nekrosis jaringan
Anaerobic Cellulitis : infeksi terbatas pada ruang spasia (fascial spaces) yang tidak
mempengaruhi otot. Formasi gas dalam jaringan menyebabkan retak, sensasi meletup dibawah
kulit yang disebut Krepitus. tidak ada toksemia .
Gas Gangrene (clostridial myonecrosis) : periode inkubasi bervariasi mulai jam hingga beberapa
hari. Infeksi agresif pada otot dengan myonekrosis dan toxemia. Nyeri dan edema muncul
disekitar area luka, adanya Krepitasi mengindikasi ada gas dalam jaringan. Hemolysis dan
Jaundice umumnya ada dan angka mortalitas tinggi.
Keracunan makanan : Masa inkubasi 8-16jam patogenesis beda, bukan disebabkan racun,
disebabkan oleh bagian tubuh bakteri yang bertindak sebagai antigen sehingga reaksinya seperti
alergi. Karakteristiknya diare cair disertai keram dan muntah. Sembuh dalam 24 jam.
Diagnosis : identifikasi patogen dengan material yang relevan melalui mikroskop dan kultur. Identifikasi
anaerobic berdasarkan morfologi dan karakteristik fisiologis.
Terapi : Antibiotik. Kalau ada luka lakukan debridema dan dibersihkan. Treatment dengan Hyperbaric O2
sangat efektif. Pasien bernafas menghirup Oksigen murni melalui masker dalam chamber (ruangan)
dengan tekanan 3 atm beberapa kali selama 2jam
Umumnya disebabkan oleh seseorang yang sering menggunakan antibiotik maka bakteri ini berkembang
biak dalam usus dan membentuk alergi sehingga tercipta suatu granuloma, yang menyebabkan
pseudomembran collitis.
Kasus pseudomembran colitis diamati sering dalam perawatan dengan Clindamycin, aminopenicillin, dan
cephalosporin, namun juga muncul pada orang yang tidak menggunakan antibiotik. Terkadang terjadi
wabah di RS.
Patogenesis : Antibiotik menekan sensitivitas flora normal yang peka obat, sehingga mengizinkan C.
difficile untuk bermuliplikasi dan memproduksi exotoxin. Mekanisme patologisnya berdasarkan formasi
2 toxin.
Toxin A : Enterotoxin yang menyebabkan disfungsi karakteristik dengan meningkatkan sekresi elektrolit
dan cairan (fluids)
Temuan Klinis : demam, daire, dan nyeri spasme abdomen. Colonoscopy / sigmoidoscopy menimbulkan
perubahan edema pada mukosa colon (large intestine) yang ditutupi Pseudomembran (yellowish-
whitish matter).
Terapi : Tidak ada terapi spesifik dibanyak kasus. Pada kasus berat Treatment dengan antibiotik (sesuai
hasil kultur). Beberapa pilihan tersering metronidazole dan vancomycin. Antibiotik terbaru Colistin.
► Kausa : Arthropoda
► Class : Insecta
► Ordo : Anoplura
Dibagi 3 :
Terapi :
- Permethrin 5% krem
- Lindane 1% shampoo
Pedikulosis Korporis
Permethrin 5% krem
Baju & sprei cuci air panas, Malathion 1% powder, DDT 10%
► Phtirus Pubis
► Menyukai genitalia, hipogastrium, aksila, bulu mata (short
hair), hidupnya dirambut sama seperti pedikulosis kapitis
► Terutama pada dewasa ( bisa ditularkan melalui hubungan seksual )
► Makulae kebiruan Ø 0,5 cm, sedikit gatal (makulae ceruleae) terutama di tubuh bagian samping,
paha bagian dalam
► Ekskoriasi sekunder infeksi limfadenitis, panas
► Terapi :
- Permethrin 1% krem rinse
- Lindane shampoo 5‘
Skabies (Kudis)
► Siklus Hidup
Tungau ♀ yang telah dibuahi membuat
terowongan di stratum korneum telur 2-3/ hr (3-4 hari) menetas larva nimfa
dewasa
► Klinis :
Gatal hebat terutama malam hari, terowongan (burrow) : peninggian ~ garis, pendek, gelap
Gatal papula garis merah berkelok-kelok, lesi linier sering diselingi papulae yang
merupakan tanda tempat larva bersitirahat
Pemeriksaan darah : Eosinofilia
Terapi :
- Albendazole 400mg/hr , 3 hari
Amoebiasis Kutis
Filariasis
► Kausa : Nemathelminthes,
► klas Nematoda : cacing
Wuchereria bancrofti
Vektor : Nyamuk
► Klinis : limfedema hipertropi kulit dan jaringan subkutan pembesaran, deformitas bagian
yang terkena
Permukaan kulit jadi verukosa /papilomatosis karena infeksi sekunder
► Lab :
darah segar jari / telinga diambil tengah malam (ditemukan mikrofilaria pada sirkulasi perifer saat
tengah malam) nocturnal periodicity
► Terapi : - diethylkarbamazine
- ivermectin 100-440 µg/hr
- bedah
- Faktor predisposisi : Daya tahan tubuh, Higiene kurang, atau penyakit kulit penyerta
- Pemeriksaan : Gram, Kultur, dan tes resistensi pada lesi dan darah, serta Lekositosis darah
IMPETIGO
Definisi : Infeksi piogenik pada kulit superfisial dan menular akibat Staphylococcus dan/
Streptococcus.
Klasifikasi :
Penyebab :
Streptococcus β hemolyticus
Staphylococcus aureus
Umur : terutama anak-anak
Sex : Perempuan maupun laki2 sama
Predileksi : wajah (sekitar hidung dan mulut), anggota gerak,badan
Klinis : makula eritematus → vesikula/bula, cepat pecah → krusta tebal, kuning
kecoklatan seperti madu, jika dilepas tampak erosi di bawahnya
Penatalaksanaan :
- jaga kebersihan kulit, pakaian, handuk
- melepas krusta dengan dikompres dulu atau lesi dicuci
- antibiotika topikal
- kasus berat/lesi banyak → antibiotika sistemik (ampisilin,amoksilin, eritromisin)
2. Impetigo Bulosa
FOLIKULITIS
Definisi : peradangan folikel rambut
Penyebab : Staphylococcus aureus
Umur dan sex : semua umur, anak-anak , dan kedua jenis kelamin sama banyak
Tipe : Superfisialis (terbatas di epidermis) dan Profunda (sampai subkutan)
Lokasi : daerah berambut → kulit kepala& anggota gerak
Klinis : Superfisial : papula atau pustula eritematus ditengahnya terdapat rambut
Profunda : seperti superfisialis + infiltrate subkutan
Penatalaksanaan : Jaga kebersihan, Antibiotik topical, bila berat -> antibiotika sistemik
FURUNKEL/KARBUNKEL
Definisi :
- Furunkel :peradangan folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya
- Karbunkel : kumpulan furunkel
Penyebab : Staphylococcus aureus
Umur : anak, dewasa muda, dewasa
Sex : anak ♂
Predileksi : daerah banyak gesekan dan keringat (hidung,leher,wajah,ketiak,pantat)
Klinis :Nyeri, Nodul eritematosa bentuk kerucut, ditengah pustul → melunak jadi abses isi pus
dan jaringan nekrotik → memecah
Penyulit :
Furunkel : sepsis, meningitis, Di bibir atas /pipi → trombosis sinus kavernosus
Karbunkel : sepsis
Penatalaksanaan :
- obat topikal : - lesi basah / kotor -> kompres , lesi bersih → antibiotika
- obat sistemik : antibiotika : injeksi penisilin G, ampisilin, amoksisilin, kloksasilin, dikloksasilin,
eritromisin, linkomisin
ERISIPELAS
Definisi : infeksi akut pada epidermis dan dermis, yang biasanya disebabkan Streptococcus
Penyebab : Streptococcus β hemolyticus
Umur : anak dan dewasa
Sex : Wanita dan Laki2 sama
Predileksi : Tungkai bawah dan wajah
Klinis :
o sering didahului luka kecil di kulit
o panas badan, malaise
o makula eritematus, batas tegas, panas pada perabaan, nyeri, bisa ada bula atau vesikula
diatasnya
Penatalaksanaan :
o istirahat (tungkai bawah dan kaki ditinggikan)
o topikal → kompres terbuka
o sistemik antibiotika
SELULITIS
Definisi : radang akut pada kulit hingga subkutis
Penyebab : Streptococcus β hemolyticus dan Staphylococcus aureus
Umur : anak dan orang tua
Sex : ♂=♀
Predileksi : wajah dan anggota gerak
Klinis : - demam, malaise
- infiltrat difus di subkutan, tanda radang akut (+)
Penatalaksanaan : sama dengan Erisipelas
EKTIMA
Definisi : ulkus dangkal dengan krusta berlapis diatasnya
Penyebab : Streptococcus β hemolyticus
Umur : anak-anak >>
Sex : ♂=♀
Predileksi : tungkai bawah
Klinis : krusta tebal warna kuning jika diangkat
ternyata lekat dan tampak ulkus dangkal
Penatalaksanaan : antibiotika topikal / sistemik
STAPHYLOCOCCUS SCALDED SKIN SYNDROME (SSSS)
Definisi : suatu penyakit dengan pengelupasankulit superfisial luas, umumnya terjadi
pada neonatus dan anak kecil
Etiologi : Staphylococcus aeureus (Epidermolitik toksin dilepaskan oleh
Staphylococcus dari lokasi yang jauh( hidung, mata, telinga, pharynx)
Epidemiologi: usia < 5 tahun, ♂ ( imunosupresi, kegagalan fungsi ginjal padadewasa )
Klinis :
- Demam
- Kulit eritematus, mula-mula pada leher,lipat paha, ketiak, wajah → 24-48 jam → meluas →
pengelupasan )
- Bula bisa (+)
- Bila kulit ditekan dan digeser → terkelupas (tanda Nikolsky (+)
- Lesi mukosa (-)
- Laboratorium : pewarnaan Gram, kultur
- Komplikasi : pneumonia, sepsis
Terapi :
- antibiotika topical
- antibiotika sistemik : kloksasilin, dikloksasilin
- keseimbangan cairan dan elektrolit.
INFEKSI SEKUNDER
● infeksi yang ditularkan ke janin dalam rahim atau ke bayi selama atau segera setelah melahirkan,
Penyakit infeksi serius pada ibu dapat memiliki efek pada janin menyebabkan keguguran, persalinan
prematur, kelainana kongenital, kematian janin
Symptom keputihan yang berbau amis ● pruritus, eritema dan ● fluornya banyak
and sign : (fishy odor/molodorous odema vulva/labia, dan (greenish and frothy
vaginal discharge).Biasanya ekskoriasi/iritasi, suami discharge), dan
tidak ada iritasi maupun sering mengeluh gatal menyebabkan iritasi dan
eritematous didaerah vagina, daerah kemaluan. itching sekitar introitus
pemeriksaan serviks tidak ada ●fluor berwarna : thick vagina.
perubahan (serviks normal). white atau thick cheesy ● discharge warna kuning
discharge yang lengket ataiu green
pada dinding vagina ● keluhan : pruritus
disebut COTTAGE CHEESE- vulva, dyspareunia,
LIKE (tanda spesifik ), pH dysuria
vagina normal(asam) <4.5 vulva eritematous,
odema dan excoriated,
adanya bercak
subepitelial hemorrhages
disebut STROBERRY
SPORTS pada vagina
maupun serviks.
Infeksi Virus
INFEKSI VULVO-VAGINAL
1) HERPES SIMPLEK
Disebabkan oleh virus herpes simpleks : HSV1 (ekstra genital), HSV2 (genital).
s/s : gatal, panas, dan nyeri, timbul vesikula eritematous 1-2 mm, multiple daerah vulvo vagina
selama 1 minggu, selanjutnya terbentuk ulkus dan krusta. inkubasi 7 hari, kdg2 disertai demam
Gold standar dx/ kultur jaringan dari lesi
lesi herpes ini bisa menyebar ke vagina, serviks, blader dan anus.
Transmisi Herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan transmisi virus dari ibu ke janin/
bayi terjadi pada masa dalam kandungan (prenatal), menjelang kelahiran (perinatal) atau
sesudah lahir (postnatal)
Pengaruh infeksi herpes simplek terhadap kehamilan:
o transmisi neonatal melalui 3 rute : peripartum/kontak langsung saat persalinan (85%),
postnatal (10%), dan intrauterin (5%) ascending mll serviks masuk ke uterus.
o pengaruh terhadap janin : abortus, anomali kongenital dan infeksi neonatus :
konjungtivitis/keratitis, encsefalitis, vesikulitis kutis.
Terapi: anti-virus acyclovir (Zovirax 3x 400mg 7-10 hari) , famciclovir (Famvir 3x250 mg, 7-10
hari) , valaciclovir (valtrex 2x 500mg 3 hari) , bila terjadi infek si sekunder bs diterapi anti
bakteri.
nyeri terasa 7-10 hari, lesi hilang setelah 2-3 minggu.
Terapi pada kehamilan : acyclovir dan valaciclovir (direkomendasikan).
4) MUMPS.
jarang terjadi karena sdh imunisasi sejak bayi
infeksi pada kehamilan tdk menmyebabkan kelalainan kongenital, tetapi infeksi pada TM1
menyebabkan abortus.
5) RUBEOLA (measles).
gejala spesifik Koplik sports
virus tdk teratogenik
infeksi pada kehamilan : menyebabkan abortus, lahir prematur, BBLR, infeksi menjelang
persalinan menyebabkan infeksi serius pd bayi lahir terutama bayi yg lahir prematur.
6) SITOMEGALOVIRUS
penularan ke janin melalui plasenta, kontak virus melalui serviks dan urin ibu saat persalinan,
ASI, transfusi darah.
infeksi pada ibu hamil : TM 1 sampai awal TM2 (hidro/mikrosefalus, gangguan pendengaran,
RM, kalsifikasi serebral) ; infeksi dalam bulan bulan akhir kehamilan (hepato-splenomegali,
trombositopenia purpura, korioretinitis, pneumonitis).
Dx/ serologi IgM/IgG.
terapi simptomatis.
TORCH = TOXOPLASMA, RUBELLA, CYTOMEGALO VIRUS, HERPES SIMPLEX (infeksi yang paling sering
menyebabkan kelainan bawaan pada janin intra-uterin
diagnosis prenatal :
analisa serologi dari cairan
amnion/darah tali pusat;
USG (hidrosefalus
Kordosentesis
(pengambilan sampel
darah janin melalui tali
pusat)
amniosentesis (aspirasi
cairan ketuban) dengan
tuntunan
ultrasonografi.
PCR : mende-teksi DNA
T. gondii pada darah
janin atau cairan
ketuban.
ELISA pada darah
janin : mendeteksi
antibodi IgM janin
spesifik (anti-
toksoplasma)
Syarat kordosentesis &
Amniosintesis :
1. Antibodi IgM
2. Serokonversi
dengan interval
wakju 2 sampai 3
minggu, perubahan
dari seronegatif
menjadi seropositif
IgM dan IgG.
3. Titer IgG yang
tinggi ≥1/1024
(ELISA)
4. Aviditas IgG ≤200.
FILARIASIS dr.Risma
Filaria
1. W.bancrofti Culex LF
2. B.malayi Mansonia LF
3. B.timori Anopheles/ Mansonia LF
4. O.volvulus Simulium flies River Blindness
5. L.loa Chrysops flies S/c swellings
6. M.perstans Culicoides Serous cavity
7. M.streptocerca Culicoides ”
8. M.ozzardi Culicoides ”
Wuchereria bancrofti
Iklim panas
Definitif host :manusiaVektor : Nyamuk Culex ,bisa aedes & anopheles
Habitat : Saluran limfe
Morfologi
o Halus, panjang, putih, ekor melengkung ke ventral
o Jantan : 40 mm d 0,1 mm, betina : 80-100 mm d : 0,3 mm ekor melengkung ke ventral
o Mikrofilia :
sheath (+), tidak tampak pada pengecetan Giemsa. P : 250-300 d: 7,5-10 mikron
anterior tumpul, posterior lancip
cephalic space 1:1
Inti rapih dan teratur
Caudal nuclei (-)
Bentuk luwes pd sediaan darah kering
Periodik nocturnal
Di Indo : Kalimantan .Sumatera,Jakarta,Malang,Sulawesi,P. Buru
Gejala Klinis :
o Reaksi Jaringan RES
o Pembuntuan Limfe
o Ekstravasasi cairan
o Gejala muncul saat larva keluar tubuh
o Akut dan kronis
o Flu, demam, limfadenitis
o Timbul setelah kerja berat. 1-2 minggu (relaps)
o Infeksi alat kelamin host definitif ( orchitis, epidedimitis, funiculitis)
o Hydrocele, keluarnya chylus di urine
Elefantiasis
o Jika tidak di terapi menjadi kronis 10-20 tahun infeksi
o Pada seluruh tungkai (pangkal paha ke bawah
o Seluruh lengan, kulit kering,gatal,kasar,mudah pecah
o Infeksi sekunder
o Pria : elefantiasis scroti, wanita mammae dan vulva
o Bersifat occult (batuk malam hari,sesak,terengah engah, pembesaran limfe, pada lab
eosinofil 20%, mikrofilia (-) : Sindorma Tropical Eosinofilia)
Brugria Malayi
Brugria Timori
Mikrofilia
o Giemsa (-)
o Cephalic space : 3 : 1
o 2 caudal nuclei pada ujung ekor kecil dan jauh
Morfologi :
Arachnids = tubuh dibagi jadi 2 bagian (cephalothorax & abdomen) atau fused sepenuhnya, fase
dewasa punya 4 pasang kaki, antenna (-), sayap (-).
Ixodidae (hard tick):
o memiliki penutup / scutum meluas ke seluruh permukaan punggung jantan, tapi hanya
menutupi area kecil di belakang kepala pada larva, nimfa atau betina.
o Mulut yang ada di bagian kapitulum ada di anterior & terlihat dari permukaan dorsal,
terdiri dari sepasang chelicerae (menyerupai taring) dan sepasang pedipalps (di lateral
taring).
o Ada lekukan pada scutum dan tubuh, dan pada beberapa spesies, deretan
cekungansebagai hiasan (festoons), di perbatasan posterior tubuh.
o Bukaan genital di garis tengah ventral dan anus posterior. Beberapa kutu memiliki
areaberwarna seperti enamel di tubuh dan ini disebut ornate ticks.
o Mata ada di batas luar scutum (jika punya mata).
Female hard tick male hard tick
Life cycle
o Metamorfosis sederhana (larva & nymph dewasa).
o Betina mengerami telur pada host. Larva (6 kaki, tidak ada organ reproduksi) menetas,
makan dan berkembang pada host dan berganti kulit menjadi nimfa.
o Nymph (8 kaki, tidak ada organ reproduksi fungsional) makan dan berkembang pada
host dan berganti kulit menjadi nimfa lain (soft tick) atau dewasa (hard tick).
o Soft ticks= 2 atau lebih tahap nimfa; hard ticks hanya memiliki 1.
o Kemudian nymph berganti kulit lagi jadi adult tick.
o Soft ticks hidup di indoor (liang, sarang, kandang, dll.), Makan dengan cepatdan hidup
sebentar di inangnya.
o hard ticks hidup di outdoor, makan dengan lambat, dan hidup lebih lama di inangnya.
o Sebagian besar kutu tidak tahan sinar matahari langsung, kekeringan, atau hujan yang
berlebihan; aktivitas kutu menurun padamusim dingin dan meningkat pada musim semi,
panas, dan gugur.
o hard ticks dapat diklasifikasikan menjadione-host (semua tahapan pada satu inang,
Boophilus annulatus), two-host (dua tahapan pada satu inang, Rhipicephalus bursa),
atau three-host (semua tahapan pada inang berbeda, Rhipicephalus appendiculate).
CHARACTER Argasidae (soft ticks) Ixodidae (hard ticks)
SCUTUM Absent Jantan menutupi seluruh dorsal,
betina Sebagian dorsal
MULUT Tidak terlihat dari dorsal Terlihat dari dorsal
CARA Larva makan dengan lambat Larva, nymph, dewasa makan
MAKAN beberapa hari, nymph dan sekali, bisa kenyang beberapa hari
dewasa makan dengan cepat,
beberapa kali
STADIUM Telur, larva, 2 atau lebih Telur, larva, nymph, dewasa
nymph, dewasa
INFESTASI Hanya menginfeksi unggas Menginfeksi manusia & hewan
SPESIES • Argas americanus, • Ixodes,
• A. persicus, • Rhipicephalus bursa,
• Ornithodoros • R. appendiculate,
moubata, • R. sanguineus,
• Otobius megneni • Hyalomma anatolicum,
• Hyaloma dromadarii,
• Amblyomma maculatum,
• A. americanum, Boophilus
annulatus, Dermacenter
andersoni, D. venustus, D.
variabilis
B. Hard ticks
A. persicus (Fowl tick) penyebaran seluruh dunia (terasa sakit jika menggigit)
• Genus Otobius:O. megnini (Spinose ear tick) (fase nymph infestasi di telinga)
D. Diagnosis
Pengambilan kutu:
1. Gunakan penjepit berujung halus atau lindungi jari Anda dengan tisu, handuk kertas, atau sarung
tangan karet. Janganmengambil kutu dengan tangan kosong.
2. Pegang kutu sedekat mungkin dengan permukaan kulit dan tarik ke atas dengan tekanan yang stabil
dan merata. Jangan memutar atau menarik paksa kutu; Hal ini dapat menyebabkan mulut pecah dan
tertinggal di kulit.
1. trench fever.
2. Rocky mountain spotted fever disebabkan oleh Rickettsia rickettsia yang ditularkanoleh kutu
ixodid.
b) Tick borne bacterial infections = kutu ixodid dan argasid berfungsi sebagai vektor dari beberapa
bakteri pathogen.
3. Anaplasmosis
2. Kerusakan sistemik dapat mengakibatkan kelumpuhan (tick paralysis) akibat zattoksik yang
disekresikan oleh kelenjar ludah kutu.
•Struktur virus:
1.DNA virus
⁃ Viral attachment/saat virus mau masuk ke dalam sel bisa dihambatdengan enfuvirtide (HIV),
maraviroc (HIV), docosanol (HSV), pavalizumab (RSV)
⁃ Saat virus penetrasi dapat dihambat dengan interferon-alfa (HBV,HCV)
⁃ Saat virus uncoating dpt dihambat dengan amantadine, rimantadine (influenza)
⁃ Saat virus sintesa as. Nukleat dpt dihambat dengan NRTI(HIV), NNRTI (HIV), acyclovir (HSV),
foscarnet (CMV), entecavir (HBV)
⁃ Saat virus mau keluar bisa dihambat dengan inhibitor neuraminidase (influenza)
•Antivirus secara umum:
Aksi mekanisme
- Utk influenza A treatmen dlm waktu 48jam sdh dpt mnurunkan gejala2 klinis
- Prevensi 70-90% protektif efektif
•Ribavirin (analog nukleosida purin)
Aksi mekanisme
- Drug of choice utk bronkiolitis RSV, dan pneumoni pd anak2(aerosol), lassa fever
- Alternative drug utk influenza, parainfluenza, measles pd pasien immunocompromised
Mekanisme aksi
- di fosforilasi oleh thmidine kinase virus dan dimetabolisme host cell jadi nucleotide analog
- analog ini hambat dna polymerase virus,
- hanya hambat replikasi aktif, bntk triphosphate baru bisa hambat virus
- spektrum antivirus & resistensi:
a) acyclovir=HSV-1 2 dan VZV
b) gancyclovir=HSV1 2, VZV, EBV, CMV
c) resisten bisa karena penurunan produksi thymidine kinase, perubahan thymidine kinase,
dan perubahan dna polymerase virus
- Hambat sintesa DNA virus, dan memutus rantai virus
Farmakologi dan pemberian
- HSV genital, HSV encephalitis, HSV pd pasien immunocompromised, CMV retinitis, prevensi CMV
pd pasien transplantasi
Aksi mekanisme
- obatnya dikonversi oleh enzim selular jd analog triphosphate yg menghambat viral dna
polymerase
- Spektrum antivirus & resistensi
a) bisa untuk HSV 1 2, VZV
Farmakokinetik & pemberian
- Neurotoxic
Penggunaan terapi
Aksi mekanisme
- adm:topical
Efek samping
Mekanisme aksi
Aksi mekanisme
- absorbsi oral65%,
- renal eksresi 15%,
- distribusi selurh tubuh termasuk CNS
- waktu paruh 1jam
Efek samping
- anemia leukopenia krn supresi bone marrow (30% pasien butuh transfuse)
- myopathy, asidosis laktat
Penggunaan terapi
- HIV
- Jika tidak dpt lagi merespon trhdp zodivudine, pakai Didanosine & Zalcitabine
Aksi mekanisme
- hambat integrasi
•Interferon (IFN)
HASIL KULTUR
1. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
a. Jadi… intinya... sampel diambil dari pasien yang terinfeksi, kemudian dilakukan kultur
yang dimana kultur tersebut diberikan obat antimikroba dengan konsentrasi terendah,
setelah itu inkubasi dan dilihat 24 jam berikutnya apakah obat tersebut mencegah
pertumbuhan bakteri atau tidak. Paham?
b. Organisme dan antimikroba yang spesifik
c. Interpretasi
i. Farmakokinetik obat dalam tubuh manusia
ii. Aktivitas obat terhadap organisme
iii. Site of infection
iv. Mekanisme resistensi obat
2. Laporan kultur
a. Susceptible (S) “organisme kultur ngaruh sama obat jd terhambat”
b. Intermediate (I) “organisme kultur ga terlalu ngaruh sama obat”
c. Resistant (R) “organisme kultur tetap tumbuh walau udh ada obat”
3. Susceptibility testing method
a. Diisk Difussion (Kirby-Bauer disks)
b. Broth dilution
c. E-Test (epsilometer)
FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi
a. Intramuskular, subkutan, topical
b. GI via oral, tubulus, atau rectal
c. Bioavailabilitas = jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik
2. Distribusi
a. Dipengaruhi lipofolisitas obat, koefisien partisi, aliran darah ke jaringan, pH, dan binding
protein
3. Metabolisme
a. FASE 1
i. Substrat masih inaktivasi dan merupakan senyawa polar
ii. Dealkylation, hydroxylation, oxidation, deamination
iii. Cytochrome P-450 system (CYP3A4, CYP2D6, 2C9,1A2,2E1)
b. FASE 2
i. Senyawa sebelumnya terkonjugasi dengan molekul lebih besar dan polaritas
meningkat
ii. Glucuronidation, sulfation, acetylation
4. Eleminasi
a. Total body clearance
i. Renal + non-renal
ii. Waktu paruh
1. Renal
a. Filtrasi glomelurus, sekresi tubulus, difusi pasif
b. Dialysis
2. Non-renal
a. Hepatic clearance, biliaris, kulit
3. Waktu paruh
a. Konsentrasi stabil setelah 4-5 waktu paruh
b. Bervairasi
c. Dipengaruhi fungsi organ dan protein binding
FARMAKODINAMIK
Ada yang diinginkan (membunuh bakteri) dan tidak diinginkan (efek samping)
1. Bakteriostatik (menghambat pertumbuhan atau replikasi)
2. Bakterisidal (membunuh baktaeri terkadang sel juga ikut mati)
HOST FACTOR
1. Kehamilan
a. Semua antimikroba melewati barrier plasenta
b. Penisilin, cephalosporin, erythromisin aman
2. Disposisi obat
a. Penisilin, cepalosporin, aminoglikosida di eleminasi lebih cepat saat hamil karena ↑
intravascular volume, ↑ glomerular filtration rate, ↑ hepatic and metabolic activities
3. Abnormalitas genetic atau metabolic
a. Defisiensi Glucose-6-Phosphate dehydrogenase (G6PD)
4. Fungsi renal dan hepar
5. Penyakit yang dimiliki sebelumnya atau menyertai
SITE OF INFECTION
Adanya suatu site of infection merupakan FAKTOR TERPENTING untuk mempertimbangkan
pemberian obat antimikroba. Selain itu menentukan agen infeksi, pemberian dosis dan rute administrasi
yang tepat juga sangat penting.
Oral atau IV ?
o Tergantung biovailabilitas obat, keparahan infeksi, fungsi GI
Konsentrasi pada darah atau jaringan?
o Ampicillin (tinggi di bile)
o Fluoroquinolone (tinggi di tulang)
o Quinolone, TMP/SMX, cephalosporin, amoxicillin (tinggi di prosate)
Kemampunan menembus barrier blood-brain
o Generasi ke 3 atau 4 dari cephalosporin, ampicillin, oxacilin
Permasalahan infeksi local
o Aminoglikosida inaktivasi akibat pH rendah dan tekanan okigen yg rendah
o Beta-lactam >>> inoculum effect
INTERAKSI OBAT
Pharmacokinetic
Alterasi dari satu atau lebih parameter dasar obat serta efffek yang diinginkan
Absorption
Biovailabilitas
Distribution
Protein binding
Metabolism
CYP450
Elimination
Renal
Obat tambahan
Bisa berujung ke efek yang diinginkan atau menjadi racun
Obat Antagonis
Bisa berujung ke efek yang merugikan
Efek tidak langsung
Obat saling mempengaruhi satu sama yang lain
Sinergistik
Antagonistic
Indifferent
MONITORING
RESISTENSI
MORBUS HANSEN
Leprosy akibat M.leprae, ada dua tipe dari leprosy :
1. Lepromatous Leprosy
a. Infeksi berat dan progress rapid
b. Terdapat ulcerasi jelas
c. Kerusakan jaringan dan saraf
d. Manajemen terapi = berlangsung 2thn dengan Dapsone + Rimfapicin + Clofazimine
2. Tuberculoid Leprosy
a. Infeksi ringan dan progress lambat
b. Penurunan sensoris
c. Managemen therapy = berlansgung 6bln dengan Dapsone + Rimfapicin
DAPSONE / SULFONE
1. Dapsone = diamino-diphenyl sulfone DDS
2. Primary drug = efektif, toxic rendah dan tidak mahal
a. MOA = menghambat sintesis folat
b. PK = oral , diserap dengan baik, didistribusi dengan baik
i. Melewati enterohepatic recycling
ii. Ekskresi sebagai metabolit secara renal
3. Efek samping
a. Rash, gangguan GI
b. Adanya nodul eritema
CLOFAZIMINE = bakterisidal mingguan
1. Kemungkinan MOA:
a. Gangguan membrane
b. Inhibisi mikobakterial phospholipase A2
c. Inhibisi mikrobakterial K+ transport
d. Pembentukan hydrogen peroksida
e. Menggaunggu tranpor electron bakteri
2. Ada efek ani-inflamasi via inhhibisi makrofag, sel T, neutrophil dan komplemen
a. Digunakan bersamaan atau sebagai alternative terhadap Dapsone pada leprosy yang
resisten atau intoleran dengan sulfone
b. 100 mg/d oral
3. Efek samping
a. Merah kecoklatan hampir hitam pada kulit dan konjungtiva
b. Intoleransi GI (terkadang)
RIMFAMISIN
1. MOA = berikatan dengan subunit β dari DNA-dependent RNA polymerase (rpoB)
2. Farmakokinetik
a. Diserap baik, ditribusi baik, exkresi utama melalui hepar
3. Efek samping
a. Hepatitis
b. Hipersensitivitas
c. Demam, wajah merah, pruritus
d. Thrombositopenia
e. Nefritis interstisial
f. Warna orange pada urin, saliva, tears, sweat dan lensa mata
Centers for Disease Control Atlanta mendefinisikan infeksi ini sebagai infeksi local atau yang tersebar
luas ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh reaksi merugikan terhadap mikroorganisme atau toksin
infeksius yang tidak ada pada saat masuk ke RS.
Infeksi yang didapat di rumah sakit oleh pasien yang dirawat karena alasan selain infeksi
tersebut.
Infeksi yang terjadi pada pasien di rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan lain yang tidak
ada infeksi atau inkubasinya pada saat masuk rumah sakit.
Menurutku: intinya infeksi nosocomial itu infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit. Seseorang
dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat ketika berada atau menjalani perawatan
di rumah sakit. Infeksi nosokomial bisa terjadi pada pasien, perawat, dokter, serta pekerja atau
pengunjung di rumah sakit
Lanjut : Infeksi dianggap nosokomial jika muncul pertama kali 48 jam atau lebih setelah masuk rumah
sakit. Infeksi nosokomial yang paling umum adalah pada saluran kemih, dan berbagai pneumonia.
Host
Manusia itu sebagai reservoir atau sumber mikroorganisme, pemancar mikroorganisme dan
reseptor mikroorganisme.
Infeksi yang berasal dari orang lain di rumah sakit (cross-infection), dari benda mati yang baru-
baru ini terkontaminasi oleh sumber manusia (environmental infection) atau mungkin
disebabkan oleh flora pasien itu sendiri (infeksi endogen).
Sumber
Sumber dari manusia dapat berupa pasien, pekerja, pengunjung, orang dengan penyakit akut, orang
dalam masa inkubasi penyakit, orang yang didiami oleh agen infeksi tetapi tidak memiliki penyakit yang
jelas, atau orang yang merupakan pembawa kronis agen infeksi.
Rumah sakit menampung banyak orang yang sakit dan yang sistem kekebalannya sering kali
dalam keadaan lemah.
Staf medis berpindah dari satu pasien ke pasien lain, memberikan jalan bagi patogen untuk
menyebar.
Banyak prosedur medis melewati barrier pelindung alami tubuh.
Penggunaan rutin agen anti-mikroba di rumah sakit menciptakan munculnya strain resisten.
Etiologi
Penyebab mikrobiologis yang paling umum dari infeksi nosokomial adalah bakteri. Bakteri gram negatif,
E. coli, Proteus mirabilis dan anggota famili Enterobacteriacaea lainnya adalah yang utama. Bakteri ini
adalah penghuni saluran usus, menyebar melalui kontaminasi tinja orangatau permukaan lain. Gram-
negatif lainnya: Pseudomonas dan Acinetobacter.
Bakteri
Bakteri komensal yang ditemukan dalam flora normal manusia sehat, memiliki peran perlindungan yang
signifikan dengan mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme patogen. Beberapa bakteri komensal dapat
menyebabkan infeksi jika natural host terganggu. Misalnya, Staphylococcus epidermidis menyebabkan
infeksi jalur IV, Escherichia coli (E. coli) adalah penyebab paling umum dari infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen memiliki virulensi yang lebih besar, dan menyebabkan infeksi terlepas dari status
hostnya. Contoh:
Virus:
Predisposisi infeksi
Orang-orang di rumah sakit yang biasanya dalam keadaan kesehatan yang buruk, mengganggu
pertahanan mereka terhadap bakteri.
Penyakit akut dapat sangat meningkatkan risiko infeksi - luka bakar dan trauma menyebabkan
hilangnya kulit, penghalang penting untuk melawan infeksi.
Perangkat invasif, seperti tabung intubasi, kateter, saluran pembedahan, dan tabung
trakeostomi melewati garis pertahanan alami tubuh terhadap patogen.
Imunosupresi dan pengobatan antasida merusak pertahanan tubuh, sedangkan terapi
antimikroba (menghilangkan competitive flora dan hanya menyisakan organisme resisten)
Transfusi darah berulang, nutrisi parenteral semuanya telah diidentifikasi sebagai faktor risiko.
Transmisi
Kontak langsung antara host yang rentan dan orang yang terinfeksi, seperti yang terjadi ketika
seseorang membalikkan pasien, memandikan pasien, atau melakukan aktivitas perawatan
pasien lainnya yang memerlukan kontak pribadi langsung.
Kontak tidak langsung, melibatkan kontak host yang rentan dengan benda perantara yang
terkontaminasi, biasanya benda mati, seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum, atau
tangan terkontaminasi yang tidak dicuci dan sarung tangan yang tidak diganti antar pasien.
Droplet Transmission
Merupakan salah satu bentuk transmisi kontak. Droplet dihasilkan dari orang yang menjadi
sumbernya terutama selama batuk, bersin, dan berbicara, serta prosedur seperti penyedotan
dan bronkoskopi.
Penularan terjadi ketika droplet yang mengandung mikroorganisme yang dihasilkan dari orang
yang terinfeksi bergerak dalam jarak dekat melalui udara dan disimpan di konjungtiva, mukosa
hidung, atau mulut host.
Airborne Transmission
Terjadi melalui penyebaran droplet nuclei melalui udara (residu partikel kecil 5 µm atau lebih
kecil) dari droplet yang menguap yang mengandung mikroorganisme yang tersuspensi di udara
untuk jangka waktu yang lama, atau oleh partikel debu yang mengandung agen penular.
Mikroorganisme yang dibawa dengan cara ini dapat tersebar luas oleh udara dan dapat terhirup
oleh host yang rentan dalam ruangan yang sama atau dalam jarak yang lebih jauh dari sumber
pasien.
Mikroorganisme yang ditularkan melalui transmisi udara termasuk M. tuberculosis, rubeola dan
virus varicella.
Other Transmission
Transmisi Kendaraan Umum berlaku untuk mikroorganisme yang ditularkan melalui item yang
terkontaminasi seperti makanan, air, obat-obatan, perangkat, dan peralatan.
Penularan Vectorborne terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus, dan hama lainnya
menularkan mikroorganisme.
Virology
Menyerang gol.
Mononuclear/ limfosit &
monosit
Punya kemampuan u/
menyisip di sel host di
nucleus/ kromosom sel
host sehingga tidak
terdeteksi
Disebut retroviridae
punya enveloped
mengandung GP120 &
GP 41
Mentranskripsi RNA menjadi DNA
Dua untai virus RNAdikelilingi protein
Ada enveloped mengandung glikoprotein & reseptor
Struktur seperti knob u/ berikatan dengan sel target
Reverse
transcriptase :
RNA -> DNA
Integrase :
menyisip
Protease :
memotong”
protein
Yang di serang
adalah sel yg
dipermukaannya terdapat CD 4
Partikel virus diikat oleh sel dendritik (DC) sebagai APC melalui reseptor lektin tipe C (CLR) DC-
SIGN
Virus atau sel yang terinfeksi virus kemudian mencapai kelenjar getah bening yang
mengeringkan, dimana CD4 + CCR5 + T diaktifkan
Patogenesis
Imunosupresi mendalam yang terlihat pada AIDS disebabkan oleh menipisnya
limfosit pembantu T4.
Segera setelah pajanan, HIV hadir dalam tingkat tinggi di dalam darah (seperti
yang dideteksi oleh tes Antigen HIV dan HIV-RNA).
Selama masa inkubasi, terjadi pergantian besar-besaran sel CD4, di mana sel
CD4 yang dibunuh oleh HIV diganti secara efisien.
Akhirnya, sistem kekebalan menyerah dan AIDS berkembang ketika sel CD4 yang
mati tidak dapat lagi diganti (disaksikan oleh tingginya HIV-RNA, antigen HIV,
dan jumlah CD4 yang rendah).
P
e
riode Latensi Klinis
HIV continues to reproduce, CD4 count gradually declines from its normal value of 500-1200.
Once CD4 count drops below 500, HIV infected person at risk for opportunistic infections.
The following diseases are predictive of the progression to AIDS:
persistent herpes-zoster infection (shingles)
-oral candidiasis (thrush)
-oral hairy leukoplakia
-Kaposi’s sarcoma (KS)
Sarkoma
Kaposi
Varicella – dr Pramita
Varicella ( chicken pox) : infeksi karena Varicella zoster virus (VZV)
- Rash
- Spot seperti blister seluruh tubuh
- Biasa pada anak2
Herpers zoster (shingles) : reaktivasi VZV pada orang dewasa atau anak imunocompromised
Epidemiologi :
- Semua umur
- Di indonesia imunisasi varicela pada usia diatas 4 tahun
Tansmisi :
- Kontak
- Droplet
- Udara
Etiologi :
- VZV menginfkesi melalu konjungtiva atau saluran respirasi dan replikasi di nasofaring dan
saluran nafas atas
- Menyebar melalui viremia primer setelah itu menginfeksi lymphnode regional, liver, spleen, dan
organ RES ( retikuloendotelial sistem )
- Viremia sekunder menghasilkan infeksi kulit dengan tipikal rash vesikular
- Dari masuknya virus hingga menimbulkan rash sekitar 10 hari
- Setelah penyembuhan dari chicken pox, virus tidak akan hilang tetapi menetap menjadi infkesi
laten di sel ganglia dorsalis ( sehingga jika aktivasi lagi akan nyeri banget, dan mengikuti
dermatom)
- Masa penularan berkisar dari 2 hari sebelum hingga 7 hari setelah timbulnya ruam, saat semua
lesi membentuk krusta.
Penjelasan :
- Masuk ke mukosa
- Kemudian inkubasi 10-21 hari
- Kemudian demam selama 2 hari
- Setelah itu muncul rash ( makula ke vesikel ke pustul ke krusta)
- Kemudian tidur di dorsal ganglia
- Dan jika ada imunocompromised maka akan teraktivasi lagi
- Muncul nyari dan gejala flu
- Kemerahan tapi unilateral mengikuti dermatom berisi vesikel dan blister
• Stadium:
1. Stadium Prodromal :
- fever, malaise, sakit kepala, dan anoreksia bisa mendahului ruam 1-2 hari.
- Pada anak2 yg sudah di imunisasi stadium prodormal biasanya ke skip atau ringan
kemudian langsung ke stadium rash
- Fungsi imunisasi : agar ketika terkena patogen sesunggguhnya gejalanya tidak parah
2. Stadium erupsi
- Ruam yang khas awal: papula merah kecil kemudian jadi vesikula oval seperti "tetesan air
mata"/teardrop dengan dasar eritematosa.
- Muncul selama 3 sampai 4 hari, biasanya dimulai di batang tubuh ( perut , dada) diikuti oleh
kepala, wajah, dan, yang lebih jarang, ekstremitas (sentrifugal)
- Dan khasnya : umur dari vesikel tidak sama ( contoh : di pipi kanan vesikel sudah pecah tapi di
tempat yg sama juga ada yg baru tumbuh)
- Limfadenopati dapat general → infeksi sekunder → sakit tenggorokan, batuk
- Tingkat keparahan ruam bervariasi, begitu juga dengan tanda sistemik dan demam, yang
biasanya mereda setelah 3 sampai 4 hari.
Diagnosis :
Terapi varicella :
1. Terapi simtomatik - antipiretik, mandi air dingin ( mandi air dingin pada anak demam dapat
menurunkan 1 derajat, bertujuan untuk termoregulasi yaitu melepaskan panas pada tubuh anak
yg demam), dan kebersihan hati.
2. Pemberian asiklovir oral rutin tidak perlu pada anak yg sehat, tapi perlu pada anak yg
imunocompromised seperti kena HIV.
3. Keputusan untuk menggunakan obat antivirus, rute, dan durasi pengobatan tergantung pada
faktor host dan risiko infeksi atau komplikasi yang parah ( antivirus perlu diberikan jika ada
tanda2 komplikasi seperti encephalitis)
4. Terapi dini dengan antivirus (terutama dalam 24 jam setelah timbulnya ruam) pada orang
dengan gangguan sistem imun efektif dalam mencegah komplikasi yang parah, termasuk
pneumonia, ensefalitis, dan kematian akibat varicella.
5. Asiklovir atau valasiklovir dapat dipertimbangkan pada mereka yang berisiko terhadap varisela
berat, seperti orang yang tidak divaksinasi yang berusia lebih dari 12 tahun; mereka yang
menderita penyakit kulit atau paru kronis; menerima kortikosteroid shortcourse, intermiten,
atau aerosol; atau menerima terapi salisilat jangka panjang.
6. Dosis asiklovir yang dipakai untuk infeksi VZV jauh lebih tinggi daripada untuk HSV
Jadi intinya :
- Paling sering : infeksi sekunder pada kulit akibat streptococus dan staphylococci ( jadi diberikan
salep, rajin mandi tapi saat handukan hanya di tap tap saja gar gak pecah dan terinfeksi
- Pneumonia jarang terjadi pada anak-anak yang sehat tetapi terjadi pada 15% hingga 20% orang
dewasa yang sehat dan orang dengan gangguan kekebalan.
- Miokarditis, perikarditis, orkitis, hepatitis, gastritis ulseratif, glomerulonefritis, dan artritis dapat
menjadi komplikasi varisela.
- Komplikasi neurologis sering termasuk ensefalitis pascainfeksi, ataksia serebelar ( encephalitis
pasca infeksi varicella, biasanya 2 minggu setelah terinfeksi, maka dari itu imunisasi sangat
penting).
- Komplikasi neurologis yang lebih jarang termasuk menigitis, sindrom Guillain-Barre, mielitis
transversa, kelumpuhan saraf kranial, neuritis optik, dan sindrom hipotalamus.
- Janin (trimester pertama) terpapar virus → kelainan kongenital
- Jika ibu terkena varicela saat trimester ke 3 dan terjadi 5 hari sebelum melahirkan hingga 2 hari
setelah melahirkan maka bayi dapat terkena → varisela neonatal berat ( seluruh tubuh bayi
terdapat vesikel, kemungkinan survive kecil, tapi kalau survive langsung memiliki kekebalan
terhadap VZV)
- Bayi-bayi ini harus dirawat secepat mungkin dengan imunoglobulin varicellazoster (VZIG) atau
imunoglobulin intravena jika VZIG tidak tersedia, untuk mencoba mencegah atau memperbaiki
infeksi.
Prognosis :
- Varicella primer dapat menjadi penyakit yang fatal pada orang dengan gangguan kekebalan
akibat penyebaran viseral, ensefalitis, hepatitis, dan pneumonitis.
- Angka kematian mendekati 15% pada anak-anak dengan leukemia yang tidak menerima
profilaksis atau terapi untuk varicella.
- Varisela primer biasanya sembuh secara spontan.
Jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun :
Preventif :
- Vaksin varicella hidup dilemahkan - dua dosis untuk semua anak -disarankan.
- Vaksin varisela 85% efektif mencegah penyakit dan 97% efektif mencegah penyakit sedang dan
berat.
- Penularan virus vaksin dari individu sehat yang divaksinasi jarang terjadi tetapi mungkin.
- Kekebalan pasif dapat disediakan oleh VZIG, yang diindikasikan dalam 96 jam setelah terpapar
untuk individu yang rentan dengan peningkatan risiko penyakit parah.
- Pemberian VZIG tidak menghilangkan kemungkinan penyakit pada penerima dan
memperpanjang masa inkubasi hingga 28 hari
- Anak2 dengan varisela tidak boleh sekolah sampai semuanya sudah menjadi krusta
sangat menular
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
dapat menyerang orang-orang dari segala usia, mematikanuntuk bayi berusia kurang dari satu
tahun.
preventif dengan mendapatkan vaksinasi
menyebabkan kejang klasik (paroxyms) dari batuk tak terkendali, yaitu batuk yang keras dan
terus menerus diikuti dengan pemasukan udara yang tajam dan bernada tinggi yang
menimbulkan ciri khas bunyi “WHOOP”.
Anak-anak yang biasanya kesakitan untuk mengambil napas dalam-dalam di antara batuk
mengakibatkan suara whooping.
Etiologi :
Bordetella Pertussis
o gram negative
o aerobic
o patogenic
o punya capsul
o cocobacillus
o genus bordetella
Epidemiologi :
- Ini terutama penyakit sebelum sekolah (3-5 tahun) & dapat terjadi pada bayi, bayi baru lahir,
wanita hamil.
Patogenesis :
- Menyebabkan perubahan patolgis pada saluran pernafasan ( dari nasofaring sampai bronkiolus),
terjadi ciliary stasis ( cilia tidak dapat bergerak)
- Sehingga terjadi inflamasi pada mukosa dan sekresi mukus berlebihan sehingga menghasilkan
kerusakan epitel dan munculah gejala
Gejala klinis
Meliputi :
• congestion , Rhinorrhoea
• Bersin
Meliputi :
• Wajah-Merah-Biru
- Gejala membaik
- Whooping hilang
• Apnea
• Terengah-engah &ektremitas menghentak
• Muka merah
• Woop jarang
Diagnosis :
- Pemeriksaan klinis
DD :
• bronkiolitis
• pneumonia bakterial • sistik fibrosis
• tuberkulosis
• Foreign body
Komplikasi :
• - Otitis media
• - Reactivation tuberculosis
2. Akibat batuk terus menerus ( jadi akibat batuk akhirnya tekanan darah dan tekanan intraabdomen
meningkat timbulah perdarahan dan hernia)
• - Epistaxis ( mimisan) , sub-conjunctival hemorrhage
• - Intracranial Bleeding
• - Rectal prolapse, umbilical hernias
• - Dehydration, Malnutrition
• - Tetany
3.CNS
• - Convulsions.....Hypoxemia,Hemorrhage
• - Encephalopathy
Terapi: dibagi 2
1. General Treatment
• pasien yg anak2 segera masuk RS
• Oxygen
• Gentle suction
• sirup batuk ( tp belum jelas)
• Isolation ( agar tidak menular)
2. Specific
Preventif
- Imunisasi aktif
1. Bulan : 2, 3, 4, 18
2. Tahun : 5, 10
dr Pramita – Imunisasi
- Imunisasi merupakan pencegahan penyakit infeksi pada anak dengan cara pembentukan kekebalan
tubuh baik dengan imunisasi aktif maupun pasif (pemberian antibodi).
Antigen mempengaruhi sistem imun humoral dan seluler sehingga menyebabkan kekebalan dalam
tubuh, kekebalan dibagi jadi 2 yaitu
Pasif (karena suntikan imunoglobulin bila sedang sakit/mendapatkan antibody dari ibu)
kekebalan sebentar
- Komponen vaksin
Zat tambahan (perlu diperhatikan karena anak bisa alergi kandungan-kandungan dalam vaksin)
o Ajuvant Aluminium
Balita 1-4 tahun imunisasi ulangan (catch up : imunisasi dilakukan pada anak-anak yang
belum dapat imunisasi dasar, lebih baik dikejar imunisasinya daripada terlambat)
Remaja 13-18 tahun catch up (untuk persiapan masa dewasa dan kehamilan)
1-4 taun DPT, Polio, MMR, Tifus, HepA, Varisela, Influenza, Hib, Pneumokokus
5-12 tahun DPT, Polio, campak, MMR, tifoid, hepA, varisela, influenza, pneumokokus
12-18 tahun TT, HepB, (MM)R, tifoid, HepA, varisela, influenza, pneumokokus, HPV
- Organ limfoid mayor dan jaringan : waldayer’s ring, bronchus-associated lymphoid tissue, lymphoid
nodules, payer patch, urogenital lymphoid tissue.
Menjadi aktif setelah dirangsang oleh patogen dalam tubuh, biasanya terjadi setelah
infeksi/vaksinasi.
- Prinsip vaksinasi
“Bila vaksinasi, akan menimbulkan pembentukan sel memory pada tubuh dan membutuhkan waktu.
Tetapi jika sudah tercapai, maka proteksinya lebih daripada imunisasi yang pasif jika diberi
imunoglobulin atau terpapar dari ibu kekebalannya berlangsung cepat/sebentar”.
- Vaksin vs Antibodi
Antibodi/imunisasi pasif : imunisasi pasif, pertahanan didapat dari luar, untuk terapi, onsetcepat,
efeknya sebentar(minggu).
- Vaksinasi
Non-PPI : Hib, pneumokokus, MMR, influenza, hepatitis A, tifoid, varisela, HPV, rotavirus
- Sasaran imunisasi : semua bayi mendapatkan imunisasi dasar, anak sekolah mendapatkan imunisasi
lanjutan (campak, DT, TT), dan kelompok beresiko tinggi.
1. Hepatitis B
- Kelompok resiko tinggi adalah secara vertikal bayi dari ibu pengidap, secara horisontal
pecandu narkotika, tenaga medis, pekerja lab.
- Untuk memutus rantai penularan secara vertikal, diberikan untuk bayi baru lahir (0-7hari)
uniject HB.
2. TBC
- Imunisasi BCG.
- Selain mencegah TBC, berfungsi untuk mengurangi komplikasi berat.
- Jadi kalau sudah imunisasi tapi masihterkena tbc, komplikasinya nantitidak berat.
3. Difteri
- Gejala ringan – berat (pseudomembran menutupi jalur nafas/obstruksi dan toksinnya dapat
lepas menuju jantung terjadi myocarditis).
- Imunisasi DPT, transmisi melalui droplet.
- 50% meninggal dengan gagal jantung.
- Pseudomembrane warna kotor tidak putih bersih (berbeda dengan tonsilitis bakterial) dan
berdarah kalau dikorek
- Ada bullneck
4. Pertussis
- Whooping cough (batuk kering 100 hari)
- Imunisasi DPT
- Bisa terjadi konjungtival bleeding karena batuk terus
5. Tetanus
- Clostridium tetani, spora tetani masuk ke dalam luka pada neonatus kuman masuk melalui
tali pusat.
- Remaja/perempuan harus punya sertifikat imunisasi TT sebelum menikah.
- Kejang perifer (kejang tetapi tetap sadar, jadi bukan kejang karena CNS tapi karena otot).
6. Polio
- Diawali ISPA, demam, lalu paralisis ekstremitas bawah.
- Transmisi droplet.
- Pencegahan imunisasi polio.
7. Campak
- Measles/rubeola virus, transmisi melalui droplet
- Demam, coryzae, konjungtivitis, batuk,ruam dari kepala dulu lalu ke badan lalu terjadi
deskuamasi, koplik spots(+)
8. Pneumococcus (PCV)
- Imunisasi PCV.
- Bisa di saluran nafas atas atau bisa juga meningitis.
9. Rotavirus
- Diare karena rotavirus, resiko tinggi pada anak<5tahun.
- Menimbulkan komplikasi dehidrasi berat yang bisa menyebabkan kematian.
12. Hepatitis A
- Transmisi fecal oral, pada sanitasi kurang bersih.
- Vaksin diberikan 2x, suntikan booster 6-18bulan setelah dosis pertama.
- Komplikasi gagal hati akut meninggal.
13. HPV
- Ca mulut rahim untuk usia remaja persiapan menikah dan kehamilan, diberikan sejak usia 9
tahun -usia produktif.
- Prosedur Vaksin
- VAKSIN
NOTE : Jika sudah dibuka campak dan BCG tidak boleh dipake > 3 jam.
Vaksin DPT-Hepatitis B
Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
Infanrix-Hib : kombinasi DpaT+Hib
- Penyimpanan vaksin
Pada cool box suhu 2 – 8 derajat celcius, atau -15 - (-25) derajat celcius.
Jarak lemari es tidak boleh mepet dinding belakang 15 cm, tidak boleh terkena sinar matahari
langsung.
Susunan vaksinnya jugatidak boleh mepet, harus berjarak.
Plastik penetes (dropper) jangan diletakkan di lemari es karena bisa robek.
Jangan dimasukkan makanan/minuman.
- Kontraindikasi
Reaksi anafilaksis, sedang sakit berat.
DTP/DTPa bisa ensefalopati dalam 7 hari pasca vaksinasi.
- Vaksin layak atau tidak : VVM, shake test, alat suntik sudah ready.
Note : apabila vaksin pernah beku, maka dikocok menggumpal
- Ukuran Jarum
Intramuscular di paha mid-anterolateral
Neonatus
Kurang bulan / BBLR : 5/8 inch (15,8mm)
Cukup bulan : 7/8 inch (22,2 mm)
1-24 bulan : 7/8 – 1 inch (22,2-25,4 mm)
Intramuskular di deltoid
Epidemiologi
Etiologi
1. Mitis
2. Gravis
3. Intermedius
4. Belfanti
Patogenesis
A. Lokal
Exotoxin yang keluar akan membuat nekrosis jaringan -> menjadi media favorabel tumbuhnya c.
diphteria -> produksi toksin meningkat -> terbentuk pseudomembran, terdiri dari:
1. Eksudat
2. Materi nekrotik jaringan
3. Sel eritrosit
4. Sel leukosit
5. Fibrin
6. Bakteri
B. Sistemik
Toksin ikut dengan sirkulasi darah -> ke seluruh tubuh, dampak negatif pada:
1. Jantung (myocarditis)
2. Otot skeletal (kelumpuhan)
3. Ginjal (gagal ginjal)
4. Saraf perifer
Klasifikasi
Isolasi strain toksigenik C. Diphteriae dari lokasi tipikal (hidung, tenggorok, ulkus kulit,
luka, konjungtiva, telinga, vagina)
Atau ≥4x kenaikan serum antitoksin, tapi kedua sampel serum diambil sebelum
pemberian toksoid atau antitoksin difteri
2. Klasifikasi Klinis berdasar lokasi anatomis dan membran difteri :
Konjungtiva, telinga, vagina, anal
Tonsil faring, laring, hidung, kulit
Komplikasi
1. Komplikasi myocarditis
Berkaitan dengan diphteria tonsil-pharyng (berat), pseudomembran luas, bullneck, diagnosis
dibuat >hari ke 6.
Early myocarditis = minggu ke 2 sakit
Late myocarditis = minggu ke 4-6 sakit
2. Komplikasi polyneuritis
Berkaitan dengan diphteria tonsil-pharyng. Bersifat sementara dan reversibel.
Parese/ paralise palatum mole (pada hari ke 10-14 sakit) = gangguan proses menelan,
perubahan suara, sengau
Parese/ paralise otot akomodasi mata
Parese/ paralise oto penggerak bola mata
Parese/ paralise diaphragma
Diagnosis
Gejala Klinis
Penemuan kuman : isolasi C.diptheriae, dari swab tenggorok dan hidung dengan media Loffler
(dulu), amies & stewart (kini) -> dilanjutkan tes toksigenisitas in vivo (marmut) dan in vitro (tes
elek).
Di Jawa timur, kita melapor ke dinas kesehatan, dan petugasnya yang mendatangi RS tempat
perawatan, mengambil sampel dari hidung untuk kultur.
Deteksi adanya bactriophage tox+
PCR
Dilakukan kultur swab tenggorok = K dan hidung = N (K/N) pada hari rawat 3,4,5 dan 7,8,9
Curiga difteri jika : pseudomembran putih abu-abu, kotor kecoklatan, jika dilepas dari dasarnya akan
berdarah, lokasi biasanya menyatu (terutama tonsil-faring), ditungjang status imunisasi yang kurang
baik.
Bukan difteri jika : pseudomembran putih bersih, lokasi tersebar, ukuran kecil-kecil, dilepas tidak
berdarah, di tonsil tapi cuma 1 tonsil
Dosis ADS
strict isolation
ruangan tersendiri
petugas memakai gaun, topi, masker saat masuk ruangan perawatan
MANIFESTASI KLINIS
Pem. Fisik
DIAGNOSIS DBD/DSS
Kritteria klinis : demam tinggi mendadak, tanpa sebab yg jelas, 2-7 hari
Petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
Pembesaran hati
Syok : nadi cepat dan lemak, penurunan tekanan nadi (<= 20 mmHg), hipotensi, kaki tangan
dingin, kulit lembap, pasien gelisah
Lab : Trombositopenia (<=100.000/microliter)
Peningkatan hematokrit 20%
Ditegakkan berdasarkan,
Demam Dengue perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptic, trombositopenia, trauma
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Antigen NS-1 hari ke 1 setelah demam dan akan meurun tidak terdeteksi setelah hari sakit
ke 5-6 (tidak dapat membdakan DD/DBD)
Uji serologi IgM/IgG anti dengue
IgM dapat dideteksi pada hari ke 5 sakit, puncak hari ke 10-14 dan akan menghilang/turun pada
akhir minggu keempat sakit
IgG pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke 14 & menghilang setelah 6 bulan- 4
tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke 2
TATALAKSANA
Bisa oral / IV
Monitor
Keadaan klinis
Tanda vital min tiap 1-2 jam
Hematokrit min 4-6 jam
Produksi urine min tiap 8 jam (0.5-1ML/kgbb/jam)
ATASI FEBRIS
Parasetamol
Hindari asetosal & ibuprofen
Makan sebisanya
Minum sesuai kebutuhan
Obat2 supportive
Muntah – domperidone
Kejang - antikonvulsan
Perdarahan GI – H2 blocker
PENATALAKSANAAN INFEKSI VIRUS DENGUE PERIODE AFEBRIS
Kebocoran plasma
Syok tidak teratasi dalam 60 menit (maks. 90 menit dihitung sejak awal syok, sebelum dirawat)
Dosis 10-30 ml/kgbb/jam
Melalui jalur infus berbeda dengan cairan rumatan
25% kasus DBD syok memerlukan koloid
Perhatikan pemilihan jenis cairan koloid
INDIKASI MEMULANGKAN
CATATAN PENTING
Monitor gejala klinik & lab secara teratur selama masa gawat darurat (2x24 jam) untuk
mentnukan adanya kegawtaan & jumlah Ciairan yg arus diberikan
Edukasi (grafik awal)
Pemeriksaan Laboratorium HIV dr. Bambang
Alur diagnosisnya menggunakan rapid test untuk identifikasi infeksi setelah itu diterapi ARV
dan dimonitor viral load & CD4 setelah itu harus hati-hati dengan infeksi opertunistik dan
malignansi.
Definisi
o HIV = human immunodeficiency virus
o AIDS = acquired immunodeficiency syndrome
o ODHA = orang dengan HIV-AIDS
o OHIDHA = orang yang hidup dengan ODHA
Etiologi
o Karena vitus RNA family Retroviridae, subfamily Lentivinae, genus Lentivirus
o Dibagi menjadi 2:
HIV 1: penyebab utama 90% kasus dan lebih infeksius daripada HIV 2
HIV 2: kemampuan transmisi termasuk rendah dengan prevalensi rendah juga.
Hanya di Afrika Barat dan Portugal
Struktur virus
o Inti virusnya ada protein kapsid utama p24, protein nukleokapsid p18, dua genom RNA
dan tiga enzim (protease, reverse transcriptase, integrase)
o Tersusun dari envelope dan inti
Siklus hidup
1. Binding dan fusion yaitu virus mengikat CD4 dan reseptor kemokin lalu berfusi dengan
membrane sel masuk ke sitoplasma
2. Reverse transcription yaitu sintesis RNA proviral
3. Integration yaitu penggabungan provirus ke genom sel
4. Transcription yaitu aktivasi sitokin sel dan transkrip genom HIV lalu mentransport RNA ke
sitoplasma
5. Assembly yaitu sintesis protein HIV dan pengumpulan struktur inti virus
6. Budding yaitu ekspresi gp120/gp41 (protein envelope) ke permukaan sel dan budding virus
sehingga dapat keluar
Kerja obat ARV sesuai siklus hidup
1. Pada saat transkripsi genom RNA, ARV mengeluarkan reverse transcriptase inhibitors
2. Pada waktu integrasi genom virus, ARV mengeluarkan integrase inhibitor
3. Untuk membalikkan efek koreseptor kemokin maka ada mekanisme antagonist reseptor
kemokin
4. Saat perakitan virus dan budding dilepaskan protease inhibitor untuk menonaktifkan enzim
dalam inti virus
Transmisi
o Perilaku seksual (anal/vaginal)
o Jarum suntik terkontaminasi
o Transfuse darah
o Cairan tubuh (semen, rektal, vaginal, ASI)
o Ibu-bayi (vertical)
o Lewat darah dan luka
Patogenesis
1. Infeksi primer sel di darah dan mukosa tubuh
2. Mulai infeksi di jaringan limfoid atau nodus limfatik
3. Sindrom HIV akut, sudah menyebar ke seluruh tubuh
4. Terjadi respon imun dari antibody anti HIV dan HIV-spesific CTLs
5. Terjadi latensi klinis yaitu infeksi jadi kronis, virusnya terperangkap di limfe oleh sel dendrit
folikular, dan virus memproduksi terus-menerus. Jika terjadi infeksi mikroba maka tubuh akan
memproduksi sitokin sehingga meningkatkan replikasi virus dan dapat berkembang menjadi
AIDS (terjadi destruksi jaringan limfatik, CD4 dan sel T)
CD4-T-lympocyte count
o Gunanaya untuk menentukan prognosis, pengukur sebelum melakukan terapi, untuk
menilai kegunaan ARV dan untuk monitor terapi
o Metode bisa manual bisa otomatis
o Pada orang AIDS jumlah CD4 200/mm3 dan biasanya sudah ada infkesi opertunistik,
normalnya 7500/mm3
o Tmasalahnya perlu skill dan pemeliharaan yang cukup sulit
Viral load
o Menghitung jumlah RNA virus HIV/ml dalam darah dengan RT-PCR (misal 100.000
copies/ml maka setara dengan 100.000 virus/ 1 ml
o Viral load meningkat saat progress penyakit meningkat, terapi gagal, ada infeksi aktif
lain seperti TB atau infeksi opertunistik
o Gunanya untuk menentukan stadium penyakit, strategi pengobatan dan monitor terapi
o Masalahnya mahal dan perlu fasilitas
BSL-1
• Peralatan dan/atau desain fasilitas Special Containment tidak diperlukan.
• Personel/ Staf Laboratorium harus sudah memiliki pelatihan spesifik mengenai prosedur kerja di
laboratorium dan bekerja di bawah supervisi ilmuwan mikrobiologi atau bidang ilmu terkait.
Prosedure kerja di lab BSL-1
- Transgenic plants
- plasmids
- Fungi
- Mold
- Yeast
BSL-2
- Agen yang pengerjaannya di lab BSL-2 memiliki risiko sedang (moderate) terhadap personil lab dan
lingkungan. Terkait dengan penyakit pada manusia.
- Personel/ Staf Laboratorium disupervisi oleh Ilmuwan yang kompeten dalam menghandle agen
infeksius dan prosedur terkait.
- Akses terhadap laboratorium terbatas saat sedang aktif digunakan/ mengerjakan prosedur di lab
tersebut.
- Semua prosedur yang berpotensi menimbulkan aerosol atau percikan infeksius dikerjakan di
BioSafety /Laminar flow Cabinet (BSC) atau dengan perlengkapan kontainmen fisik terkait.
- Diperlukan manual/ petunjuk biosafety yang mengatur tentang dekontaminasi limbah atau kebijakan
surveilans/pengawasan medis.
- rabies, hepatitis A B C, cryptococcus neoformans, most parasitic agents, human/primate cells, herpes
simplex virus, replikasi virus human immunodeficiency yang tidak kompeten, spesimen pasien
BSL-3
- Sars termasuk juga nCov-2019/SarSCoV-2, rift valley fever, human immunodeficiency virus, yellow
fever virus, VEE virus, hanta virus, prions, M.tuberculosis, m.bovis, Coxiella burnetii, franciella
tulerensis, b.abortus, bacillus anthracis, Pasteurella multocida, yersinia pestis, coccidiodes immitis,
plasmodium, trypanosoma, no parasitic agents.
- Primary barrier (perlengkapan keselamatan) : biological safety cabinet dan peralatan pelindung diri
yang dibutuhkan serupa dengan BSL-2 & peralatan pernafasan jika resiko infeksi melalui penghirupan
- Secondary barrier (fasilitas) : Akses melalui pintu ganda yang menutup sendiri, koridor terpisah dari
akses langsung ke lab, aliran udara arah negative single-pass, system penanganan udara untuk
memastikan aliran udara negative (aliran udara ke lab), & udara yang dipompa ke lab tidak disirkulasi
ulang di dalam gedung
BSL-4
• Diperlukan bagi agen eksotik dan berbahaya yang memiliki risiko tinggi bagi individu atau dapat
menimbulkan penyakit yang mengancam jiwa, transmisi aerosol, atau agen terkait dengan
potensi risiko transmisi yang belum jelas diketahui.
• Agen dengan karakteristik antigenik menyerupai/ mirip dengan agen yang pengerjaannya di lab
BSL-4 HARUS DIKERJAKAN di Lab BSL-4 sampai data yang dibutuhkan memberi informasi
memadai apakah pengerjaannya tetap di lab BSL-4 atau dapat diturunkan levelnya.
• BELUM ADA TERAPI TERSEDIA
• Transmisi aerosol/pajanan membran mukosa/accidental prick
• Personil laboratorium harus sudah sangat terlatih dalam upaya menghandle agen yang infeksius
dan berpotensi fatal.
• Personil laboratorium harus memahami upaya containment primer, sekunder, peralatan
containment, dan karakteristik desain laboratorium
• Semua staf personil dan supervisor harus kompeten dalam menghandle agen dan prosedur
yang memerlukan upaya containment BSL-4
• Akses ke laboratorium dikontrol oleh Supervisor dengan mengacu pada kebijakan institusi
setempat.
Prosedur kerja di lab BSL-4
- Ebola hemmorrhagic fever virus, Marburg virus, lassa fever virus, machupo virus, Crimean congo
haemorrhagic viruses, bolivian and argentine haemorrhagic fever viruses, some encephalitis viruses,
herpesvirus simiae, no bacterial agents, no fungal agents, & no parasitic agents
- RG-4 agents : berhubungan dengan risiko tinggi dari penyakit mengancam nyawa pada manusia/hewan
- Primary barrier : biological safety cabinet, udara seluruh tubuh dipasok, tekanan positif pada personel
suit.
- secondary barrier (fasilitas)-BSL-3 plus : udara dan pembuangan uadara khusus, prosedur
dekontaminasi untuk keluar, Gedung terpisah, & tidak adanya jendela yang disarankan (atau disegel
dan tahan terhadap keusakan)
P2PM DBD & MALARIA DI FASYANKES PRIMER,FOKUS PUSKESMAS – dr ronald
PENYEBARAN KASUS
TRIAD EPIDEMIOLOGI
1) Surveilans Kasus
5) Promotif, melalui KIE (konseling informasi edukasi) tentang Bahaya terjangkit DBD dan
upaya pencegahannya berupa penyuluhan, pemasangan media informasi berupa x-banner,
spanduk, dsb.
SURVEILANS KASUS
1. DEMAM DENGUE
Khas: Suhu tinggi mendadak, dengan 2 atau lebih gejala berikut:
Menggigil
Nyeri kepala
Nyeri tulang belakang
Nyeri belakang bola mata
Myalgia
Anoreksia
Konstipasi
Nyeri tenggorokan
Dapat disertai perdarahan:
Petechiae
Epistaksis (mimisan)
Menorrhagia
Trombositopenia
2. DBD
KRITERIA DIAGNOSIS (WHO, 1997):
Demam mendadak tinggi
Perdarahan (petechiae, epistaksis, hematemesis)
Hepatomegali
Syok: tekanan nadi <20 , hipotensi, gelisah dan akral dingin
Laboratorium: Trombositopenia <100.000 dan hemokonsentrasi (Hematokrit >20% dari
normal)
BERAT PENYAKIT
DD VS DBD
puskesmas
rumah sakit
praktek mandiri
laporan masyarakat
SURVEILANS JENTIK
Surveilans Jentik, atau disebut juga sebagai PJB (Pemantauan Jentik Berkala) adalah kegiatan
pemantauan di pemukiman atau tempat-tempat umum/industri (TTU/I) di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamukAedes di 100
rumah/bangunan yang dipilih secara acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali).
Apa tujuan pelaksanaan PJB? Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) melalui 3M.
A. PERSIAPAN :
- Siapkan surat pemberitahuan kepada Camat, Kepala Desa/Lurah tentang jadwal pelaksanaan
PJB.
- Siapkan perlengkapan bagi tenaga pelaksana Puskesmas (form pemeriksaan jentik dan senter).
B. PELAKSANAAN :
- Sebelum melaksanakan pemeriksaan, petugas melapor pada Kepala Desa/Lurah dan RW/RT
setempat dengan membawa surat tugas, dan minta tenaga pendamping.
Kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka infeksi dengue lainnya dan pemeriksaan jentik
nyamuk di tempat tinggal penderita dan rumah/ bangunan sekitar dengan radius sekurang kurangnya
100 meter,
Petugas puskesmas perkenalan diri dan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui ada atau
tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari puskesmas/ RS dan penderita demam
selama 1 minggu sebelumnya.
Jika ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas dilakukan pemeriksaan petechiae dan
uji tourniquet
Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan tempat yang mungkin untuk
menjadi perkembangbiakan nyamuk
Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi penderita.
SKEMA PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
RENCANA TINDAK LANJUT APA YANG AKAN DILAKUKAN SETELAH PENYELIDIKAN EPIDEIMOLOGI?
d. Setiap bulan dalam formulir K-DBD yang digunakan dalam pelaporan bulanan kasus DBD
(Lampiran 9)
Mekanik : 3M (menguras, menutup, mendaur ulang) tempat tempat yang menampung air (bak
mandi, kolam, drum)
Kimia : Fogging. Hanya membunuh nyamuk dewasa nya aja. Dilakukan pd saat jam aktif
nyamuk, tidak ada angin kuat. Obat nyamuk bakar, semprot.
Biologis : Ikan pemakan jentik (ikan mujair, ikan cupang), tanaman pengusir nyamuk
Bersihkan lingkungan (vas bunga, wadah minum burung)
MALARIA
Kematian akibat malaria di seluruh dunia : 1,5 – 2,7juta /tahun
Laporan WHO : 500 juta penderita malaria /tahun, terutama di Afrika dan Asia, dengan kematian
1,1 juta /tahun
Di Indonesia, KLB malaria pernah terjadi di Sukabumi (Jabar) pada Januari –Juni 2004 :
993/32.664, dengan kematian 10 orang dan di Karimun (Riau) 144 penderita, dengan kematian 3
orang
Peningkatan tinggiterjadi diNTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, & NAD
Di Jawa-Bali, tahun 2003 : 0,22/1000( laporan Dirjen PPM-PL)
=>Menyebabkan kerugian negara (pertumbuhan ekonomi menurun) karena orang yang
menderita menjadi tidak produktif
EPIDEMIOLOGI MALARIA
AGEN PENYEBAB MALARIA
Terdiri dari4 spesies(Plasmodium vivax,Plasmodium falciparum,Plasmodium
malariae,Plasmodium ovale)
Pada kera ditemukan : Plasmodium cynolmogi (mirip Plasmodium vivax), Plasmodium
Knowlesi(mirip Plasmodium Falciparum&Plasmodium malariae)
Plasmodium rodhaini pada simpanse Afrika &Plasmodium brasilianum pada kera Amerika
Selatan (mirip Plasmodium Malariae)
Manusia dapat diinfeksi parasit malaria kera secara alami & eksperimental, &
sebaliknya !!!
TRANSMISI MALARIA
Masa tunas ekstrinsik : waktu antara nyamuk menghisap darah yg mengandung gametosit
sampai dengan mengandung sporozoit (bentuk infektif) dalam kelenjar liurnya
CARA INFEKSI
Alami : melalui vektor (sporozoit masuk ke tubuh manusia melalui tusukan nyamuk)
Induksi (stadium aseksual dalam eritrosit tidak sengaja masuk ke tubuh manusia
melaluidarah, misal :melaluitranfusi, suntikan, kongenital)
Manusia yg mengandung stadium gametosit dapat membantu stadium infektif (sporozoit)
dalam nyamuk (vektor) !!!
MANIFESTASI KLINIS
Intensifikasi adalah upaya peningkatan output dengan memaksimalkan sumberdaya yang telah
ada.
Integrasi adalah keberadaan dua atau lebih sistem yang ada bersama-sama dalam suatu waktu
dan tempat.
KOMPONEN POKOK P2 MALARIA DI FASYANKES PRIMER (PUSKESMAS)
Upaya Penemuan Kasus
Upaya Pengendalian Vektor (dan Survey Entomologi)
Upaya Pengobatan yang Efektif
Tujuan:
Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat dan dirujuk ke
fasilitas kesehatan terdekat
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria
Sekitar 45% dari desa endemis, malaria merupakan daerah terpencil (transportasi dan komunikasi
sulit, akses pelayanan kesehatan yang rendah, sosial ekonomi masyarakat rendah, pengobatan
tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas
TUGAS KADER MALARIA
KELOMPOK BERESIKO:
2. Vulnerability
Dekat dengan daerah malaria atau kemungkinan masuknya penderita malaria dan atau vektor
yang telah terinfeksi
INDIKATOR PROGRAM MALARIA
Terdiri dari indikator outcome dan indikator deteksi kasus/ prevalensi.
INDIKATOR OUTCOME
1. API (Annual Parasit Incidence)
Jumlah penderita positif malaria X 1.000
Jumlah penduduk
X 100%
Jumlah malaria positif
Jumlah malaria klinis yang diperiksa sampel darah nya
UPAYA PENGENDALIAN
SURVEI ENTOMOLOGI
MACAM-MACAM SURVEI
KEGIATAN:
TUJUAN:
Catatan: Harus diketahui spesies serangga vektor, sehingga pengendalian nya maksimal
BEBERAPA HAL PENTING DALAM USAHA PEMBERANTASAN VEKTOR MALARIA
1. Umur populasi vektor
Pengetahuan tentang umur nyamuk sangat penting untuk mengetahui masa penularan
2. Distribusi musiman
Memberikan gambaran atau menjelaskan musim penularan penyakit yang tepat
3. Perilaku mencari darah
Waktu, tempat, sumber, frekuensi menggigit
4. Perilaku istirahat (sementara atau sebenarnya)
5. Pengaruh lingkungan
Fisik : Angin
Kimia: Kadar garam
Biologis: Lumut ganggang predator
KEBIJAKAN ELIMINASI MALARIA
1. Eliminasi malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah bersama mitra kerj
pembangunan yaitu LSM, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan
masyarkat.
2. Eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/ kota, provinsi, dan dari satu pulau ke
beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada
situasi malaria dan kondisi sumber daya yang ada.
SASARAN ELIMINASI MALARIA
STRATEGI PROGRAM
KEMITRAAN ELIMINASI MALARIA
KESIMPULAN
DBD dan Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang merupakan
daerah endemis dan cukup sering terjadi KLB.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian DBD dan Malaria tidak hanya mengandalkan Dinas
Kesehatan, Rumah Sakit maupun Puskesmas, namun perlu melibatkan peran serta aktif
masyarakat dan lintas sektoral.
Upaya Surveilans Kasus, Peneylidikan Epidemiologi dan Tatalaksana Kasus secara Dini dan Efektif
menjadi hal penting dalam keberhasilan P2 DBD dan Malaria.
TROPICAL MEDICINE
KUSTA/Leprosy
(Sesi pertama)
Halaman 1
Pak Agus, pria 40 tahun, datang ke Puskesmas untuk memeriksa masalah kulitnya yang terjadi sejak
lebih dari empat bulan yang lalu.
----------------------------------------------------------------
Halaman 2 (Riwayat Penyakit Sekarang)
Dari riwayat pasien, ia memiliki beberapa bercak warna merah pada kulitnya dengan diameter 3-15 mm
pada badan dan ekstremitasnya sejak lebih dari empat bulan yang lalu, pasien dapat dengan tepat
menyebutkan kapan pertama kali munculnya.
Wajahnya memiliki banyak benjolan kecil. Pasien tidak merasa gatal atau nyeri untuk masalah kulitnya
tersebut. Pasien merasa mati rasa pada lesi kulit pada wajah dan tubuh. Kelopak mata kanannya tidak
bisa menutup dengan benar daripada kelopak mata sebelah kirinya. Untuk anggota tubuhnya masih
belum ada keluhan.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Halaman 3 (Riwayat
penyakit sebelumnya)
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Halaman 4 (Riwayat
Obat)
Pasien telah menggunakan berbagai lotion atau krim dari toko obat selama tiga bulan tanpa adanya
perbaikan.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Halaman 5 (Riwayat
Keluarga)
Ia memiliki istri dengan dua orang anak. Istrinya juga memiliki bercak warna merah di kulitnya juga sama
sepertinya
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Halaman 6 (Riwayat
Sosial)
Ia merupaakan Orang Madura, tinggal di Bangkalan, Pulau Madura sebagai “tukang becak”.
Tujuan:
Di akhir sesi pertama, siswa harus mampu:
Jelaskan anatomi nervus aurikuler besar, nervus median, nervus ulnaris, nervus radial, nervus peroneus
komunis, dan nervus tibialis posterior
Laki-laki, 40 tahun
Bercak warna merah di kulitnya dengan diameter 3-15 mm pada badan dan ekstremitasnya sejak empat
bulan lalu
Kusta/Leprosy: salah satu great imitator illness, merupakan infeksi jangka panjang oleh bakteri
Mycobacterium leprae, dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf, kulit, mata, otot, dll.
Tinea corporis: dermatomikosis superfisial yang disebabkan oleh dermatofita. Tandanya ada eritematosa
atau hiperpigmentasi, makula bersisik terisi tajam dan aktif, terdiri dari papula, pustula, dan vesikula.
Ada central clearence (khas fungal) di bagian dalam lesi.
Psoriasis vulgaris: penyakit inflamasi kronis dan berulang pada kulit yang ditandai dengan plak berbatas
tegas, eritematosa, kering, bersisik dengan berbagai ukuran. Lesi biasanya ditutupi oleh sisik pipih putih
keabu-abuan atau keperakan.
Pityriasis rosea: Inflamasi eksantema ringan yang ditandai dengan lesi pertama yang disebut mother-
plaque/Herald patch, diikuti oleh beberapa makula dan papula eritematosa yang lebih kecil. Ini tersusun
sedemikian rupa sehingga sumbu panjang makula sejajar dengan garis belahan kulit.
Discoid lupus erythematous: adalah jenis lupus eritematosus kulit kronis (CCLE) yang paling umum,
suatu kondisi kulit autoimun pada spektrum penyakit lupus eritematosus. Muncul dengan bercak merah,
meradang, kulit berbentuk koin dengan tampilan bersisik dan berkerak, paling sering di kulit kepala, pipi,
dan telinga. Rambut rontok dapat terjadi jika lesi tersebut kemudian membentuk jaringan parut yang
parah, dan area tengah mungkin tampak berwarna lebih terang dengan pinggiran yang lebih gelap dari
kulit normal.
Pemeriksaan umum
Kepala dan leher: terjadi pembesaran sebelah kiri dan kanan dari N. Auricularis magnus, banyak papula
dan nodul pada wajah (Leonine facies), sebagian bulu alis hilang dan tidak simetris (madarosis dini),
lagophtalmos pada mata kanan.
Pemeriksaan Mata: Anemia (-), ikterus (-), konjungtiva kemerahan (-), anestesi kornea kanan (+)
Jantung:
Inspeksi: IC Tak Terlihat
Inspeksi: simetris
Palpasi: VF N / N
Abdomen
Palpasi: liver: tidak teraba; limpa: tidak teraba, traube ruang timpani
Perkusi: Timpani.
Bisakah Anda menjelaskan terminologi (morfologi) dalam penyakit kulit?
Plak: plateau-like elevation di atas permukaan kulit yang menempati area permukaan yang relatif luas
dibandingkan dengan ketinggian di atas kulit.
Nodul: lesi teraba, padat, bulat, atau ellipsoidal yang lebih besar dari papula, dan mungkin mengenai
epidermis, dermis, atau jaringan subkutan.
Wheal: papul atau plak merah pucat bulat atau datar yang biasanya menghilang dalam waktu 24-48 jam.
Vesicle-Bulla: vesikel (<1 cm) atau bulla / blister (> 1 cm) adalah rongga superfisial yang memiliki batas,
elevasi, dan berisi cairan.
Pustula: rongga superfisial berbatas pada kulit yang berisi eksudat purulen.
Kerak/krusta: berkembang ketika serum, darah, atau eksudat purulen mengering di permukaan kulit.
Ulcer: defect kulit yang meluas ke dermis atau lebih dalam ke subkutis dan selalu terjadi dalam jaringan
yang berubah secara patologis.
Scar: penggantian jaringan fibrosa dari jaringan yang rusak akibat ulkus atau luka sebelumnya.
Kista: rongga yang berisi bahan cair atau padat atau setengah padat dan mungkin dangkal atau dalam.
Patch: area datar kulit atau membran mukus dengan warna yang berbeda dari sekitarnya, namun patch
lebih besar dari 0,5 cm, dan mungkin bersisik halus sangat tipis.
Edema: istilah medis untuk pembengkakan/swelling. Bagian tubuh membengkak karena cedera atau
peradangan.
Hangat saat palpasi: sensasi hangat dibandingkan bagian kulit normal lainnya saat palpasi.
Rasa nyeri: sensasi tidak menyenangkan yang dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan dan
terlokalisasi hingga menyiksa. Ini dimediasi oleh serabut saraf spesifik yang membawa impuls nyeri ke
otak di mana apresiasi kesadaran mereka dapat dimodifikasi oleh banyak faktor.
Iya. Kusta/Leprosy
Kusta (disebut juga penyakit Hansen) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae yang mempengaruhi secara primer di sistem saraf perifer, sekunder pada kulit, dan organ
tertentu lainnya (kecuali sistem saraf pusat). Manifestasi klinis, riwayat alamiah, dan prognosis kusta
berhubungan dengan respons host, dan berbagai jenis kusta mewakili spektrum respons imunologis
host (imunitas yang dimediasi sel).
WHO menyebut jumlah kasus baru secara bertahap menurun dalam 10 tahun terakhir.
Bahkan, pemodelan matematis menunjukkan bahwa di tahun 2020 kita mungkin memiliki 4 juta kasus
kusta yang tidak terdiagnosis di seluruh dunia.
Meskipun India memiliki jumlah kasus kusta tertinggi di dunia, Brasil memiliki angka penemuan kasus
baru tertinggi di antara semua negara.
Maluku Utara pada tahun 2018 memiliki kasus kusta tertinggi. Provinsi Jawa Timur memiliki kasus kusta
tertinggi di Pulau Jawa dan Madura pada tahun 2018.
Kembar monozigot memiliki penyakit konkordan pada 60% hingga 85% kasus, dan kembar dizygotik 15%
hingga 25%, menunjukkan kerentanan genetik terhadap perkembangan penyakit klinis. Gen yang
berbeda telah diidentifikasi dalam populasi yang berbeda, menunjukkan mungkin ada beberapa
penyebab genetik yang rentan terhadap infeksi. M. leprae.
Walaupun penyakit kusta terjadi pada semua umur, kebanyakan kasus muncul atau didapat di daerah
endemis hadir sebelum usia 35. Pada orang dewasa, kasus pada pria melebihi jumlah pada wanita 1.5: 1.
Periode laten antara pajanan/exposure dan tanda-tanda penyakit biasanya 5 tahun untuk kasus
paucibacillary, tetapi bisa sampai 20 tahun pada kasus multibacillary.
Cara transmisi masih kontroversial. Kecuali untuk kasus yang terkait dengan paparan armadillo, kasus
kusta lainnya dianggap sebagai satu-satunya sumber penularan. Kasus multibasiler jauh lebih menular
daripada kasus paucibacillary, jadi sifat sumber kasus adalah faktor terpenting dalam penularan.
Droplet infeksi dari kasus sekresi hidung multibasiler aktif dengan erosi hidung awalnya dirasakan
sebagai satu-satunya sumber penyebaran penyakit melalui jalur pernapasan.
Di daerah endemis tidak semua penularan bisa langsung dari kasus multibasiler aktif. Jelas, kontak jarak
dekat berkaitan dengan menularnya infeksi.
TROPICAL MEDICINE
"KUSTA/Leprosy"
(Sesi kedua)
Pemeriksaan KOH dari kulit: hifa tidak ditemukan Ziehl-Nielsen smears diambil dari lesi dan cuping
telinga: Indeks Bakteri: 4+; Indeks Morfologi: 3,5%
Infiltrat limfositik padat terbatas pada ruang yang ditempati oleh makrofag. Makrofag terisi dengan M.
leprae, memiliki banyak sitoplasma berbusa atau bervakuola. Ditemukan basil tahan asam.
Tujuan:
Di akhir sesi kedua, siswa harus mampu:
Menjelaskan tentang indeks bakteriologis dan indeks morfologi (WHO- Mikrobiologi M. leprae)
(Mikrobiologi)
Guiding Questions
Khas basil tahan asam-singly, dalam bundel paralel, atau dalam massa globular —Ditemukan secara
teratur pada kerokan dari kulit atau membran mukus (terutama septum hidung) pada pasien dengan
kusta lepromatosa. Seringkali basil ditemukan di dalam sel endotel pembuluh darah atau di sel
mononuklear. Ketika basil dari kusta manusia (ground tissue nasal scrapings) diinokulasi ke dalam
bantalan kaki tikus, lesi granulomatosa lokal berkembang dengan perbanyakan basil terbatas. Armadillo
yang diinokulasi mengembangkan kusta lepromatosa yang luas, dan armadillo yang secara alami
terinfeksi kusta telah ditemukan di Texas dan Meksiko. M leprae dari armadillo atau jaringan manusia
mengandung keunikan o-difenoloksidase, mungkin merupakan karakteristik enzim dari basil lepra.
Suhu optimal untuk pertumbuhan (30 ° C) lebih rendah dari suhu tubuh; karena itu, M. leprae tumbuh
secara khas di kulit dan saraf superfisial. Tumbuh sangat lambat, dengan penggandaan waktu 14 hari. Ini
menjadikannya patogen bakteri manusia yang tumbuh paling lambat. Salah satu akibatnya adalah terapi
antibiotik harus dilanjutkan dalam waktu yang lama, biasanya beberapa tahun
Kusta dapat muncul dengan spektrum penyakit klinis yang luas, tergantung pada respon imun pasien.
Klasifikasi atau modifikasi Ridley dan Jopling telah mengklasifikasikan kasus berdasarkan gambaran
klinis, bakteri, imunologi, dan histopatologi. Pada banyak pasien yang terpajan, infeksi tampaknya hilang
secara spontan dan tidak ada lesi klinis yang berkembang.
Pasien yang mengembangkan penyakit klinis secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok:
Respon imun individu yang dimediasi sel terhadap organisme menentukan bentuk kusta yang akan
terjadi pada individu. Jika respon CMI terhadap M. leprae kuat maka jumlah organisme akan sedikit
(paucibacillary), sebaliknya jika respon tidak mencukupi maka jumlah organim akan banyak
(multibacillary).
Biasanya awal kusta berbahaya. Gejala prodromal umumnya sangat ringan sehingga penyakit ini tidak
dikenali sampai munculnya erupsi kulit.
Manifestasi klinis pertama pada 90% pasien adalah mati rasa, dan bertahun-tahun mungkin berlalu
sebelum lesi kulit atau tanda lain diidentifikasi. Perubahan sensorik paling awal adalah hilangnya indra
sentuhan dingin dan ringan, paling
sering di kaki atau tangan.
Lesi pertama yang dicatat adalah makula soliter, tidak jelas, dan terhipopigmentasi yang menyatu
dengan kulit normal di sekitarnya. Lesi paling mungkin terjadi di pipi, lengan atas, paha, dan bokong.
Pemeriksaan fungsi sensorik menunjukkan perubahan normal atau minimal.
Kusta Tuberkuloid
Lesi tuberkuloid adalah soliter atau sedikit jumlahnya dan menyebar secara asimetris.
Lesi mungkin hipopigmentasi atau eritematosa, dan biasanya kering, bersisik, dan tidak berbulu.
Lesi tipikal adalah plak eritematosa yang besar dengan batas tajam dan meninggi yang miring ke bawah
menuju pusat atrofi yang rata.
Lesinya anestesi / hipestetik dan anhidrotik, dan saraf perifer superfisial atau proksimal lesi membesar,
tender atau keduanya. Keterlibatan saraf merupakan awal dan prominent yang menyebabkan
perubahan karakteristik pada kelompok otot yang disuplai
Mungkin disana ada atrofi otot interoseus tangan, dengan penurunan fungsi tenar dan hipotenar,
kontraktur jari, kelumpuhan otot wajah, dan foot drop.
Lesi mirip dengan lesi tuberkuloid, hanya saja lesi tersebut lebih kecil dan lebih banyak.
Lesi satelit di sekitar makula besar atau plak merupakan ciri khas.
Borderline Kusta
Lesi sangat banyak dan terdiri dari plak merah berbentuk tidak teratur. Lesi satelit kecil mungkin
mengelilingi plak besar
Saraf mungkin menebal dan tender tetapi anestesi hanya moderat pada lesi.
Lesi simetris, banyak, bisa berupa makula, papula, plak, dan nodul.
Keterlibatan saraf muncul kemudian, saraf membesar, tender, atau keduanya; dan simetris.
Pasien biasanya tidak menunjukkan ciri-ciri penyakit kusta yang parah, seperti madarosis, keratitis,
ulserasi hidung, dan fasies leonin.
Lepromatous Leprosy
Lesi kulit terutama terdiri dari makula lepromatosa pucat atau infiltrasi lepromatosa, dengan banyak
basil di lesi.
Lesi kusta makula merata dan simetris didistribusikan ke seluruh tubuh, ill defined. Tidak ada perubahan
tekstur kulit. Ada sedikit atau tidak ada hilangnya sensasi pada lesi, tidak ada penebalan saraf, tidak ada
perubahan pada keringat.
Infiltrasi lepromatosa dapat dibagi menjadi tipe difus, plak atau nodular.
Jenis difus ditandai dengan perkembangan infiltrasi wajah yang menyebar, terutama dahi, kehilangan
alis (madarosis), dan waxy appearence pada kulit.
Keterlibatan saraf selalu terjadi, tetapi berkembang sangat lambat, simetris bilateral, biasanya pada pola
stocking-glove.
3. Dapatkah anda menjelaskan klasifikasi kusta menurut WHO?
Mereka dengan resistensi tinggi mengembangkan tipe tuberkuloid paucibacillary dan mereka dengan
resistansi rendah mengembangkan tipe lepromatous multibasiler.
Kusta Paucibacillary (PB) meliputi: TT, tidak tentu, mayoritas BT dengan basil tahan asam negatif
Kusta multibasiler (MB) meliputi: LL, BL, BB, beberapa BT, dan semua kasus dengan basil tahan asam
positif
\\
Keterlibatan Saraf
Keterlibatan saraf mempengaruhi terutama dan paling mudah diamati pada nervus trunk dan tungkai
yang lebih superfusial, seperti:
Nervus ulnaris → anestesi dan paresis / melumpuhkan otot jari tangan keempat & kelima
Nervus medianus → pertama terjadi anestesi dan paresis / lumpuh hingga otot jari tangan ketiga.
Kerusakan nervus ulnaris dan medius mengarah ke claw toes and claw hand
Nervus tibialis posterior → anestesi kulit kaki dan paresis / melumpuhkan otot-otot kaki
Gangguan saraf tepi bisa saraf tunggal atau multipel. Ini bertanggung jawab atas temuan klinis anestesi
di dalam lesi, dan Neuropati perifer “stocking-glove” progresif. Pembesaran saraf lebih awal dan lebih
jelas pada tuberkuloid
dibandingkan tipe lepromatosa.
Tanda-tanda neuralnya adalah dysesthesia, pembesaran saraf, kelemahan dan pengecilan otot, dan
perubahan tropik. Akibat kerusakan saraf, area anestesi, kelumpuhan, dan gangguan trofik di bagian
perifer ekstremitas secara bertahap berkembang.
Kelumpuhan otot dan atrofi umumnya mempengaruhi
otot-otot kecil tangan dan kaki. Jari mengembangkan kontraktur, dengan formasi claw hand, dan
sebagai hasil dari resorpsi tulang ruas jari, jari tangan dan kaki menjadi lebih pendek.
Setelah terjadinya kerusakan saraf, ulserasi, alopecia, anhidrosis, dan malumperforans pedis (perforasi
ulcer pada ball of the foot atau tumit kaki) bisa berkembang.
Keterlibatan mata
Erosi kornea, keratitis eksposur, dan ulserasi dapat terjadi sebagai akibat dari keterlibatan saraf ketujuh.
Pasien multibasiler akan berpotensi terjadinya proses kebutaan.
Selaput lendir juga bisa terpengaruh, terutama di hidung, mulut, dan laring. Perforasi septum hidung
dapat terjadi pada kasus lanjut, dengan collapsnya nasal bridge (saddle-nose deformities).
Keterlibatan visceral
Kelenjar getah bening, sumsum tulang, limpa, hati, dan testis paling banyak terinfeksi. Atrofi testis akan
berkembang menjadi ginekomastia.
Dapatkkah anda mendeskripsikan jalur untuk deteksi awal kasus kusta? (IKM)
Apa kriteria diagnosis penyakit kusta?
Penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi saraf. Ini mungkin fungsi sensorik, motorik, atau otonom.
Satu dari tiga tanda ini harus ada untuk diagnosis kusta.
Pada kusta lepromatosa, basil mudah ditunjukkan dengan melakukan pewarnaan tahan asam pada lesi
kulit atau kerokan hidung. Lipid-laden makrofag yang disebut "sel busa" yang mengandung banyak basil
tahan asam terlihat di kulit. Dalam bentuk tuberkuloid, sangat sedikit organisme yang terlihat, dan
penampilan granuloma
yang khas sudah cukup untuk diagnosis.
Gambar mikroskopis Mycobacterium leprae pada noda Ziehl Nielseen (AFB = noda basil tahan asam).
Tes serologi untuk IgM terhadap fenolik glikolipid-1 berguna dalam diagnosis kusta lepromatous tetapi
tidak berguna dalam diagnosis kusta tuberkuloid. Diagnosis kusta lepromatosa dapat dipastikan dengan
menggunakan uji polymerase chain reaction (PCR) pada sampel kulit.
Cara membuat indeks bakteriologis dan indeks morfologi (WHO- Mikrobiologi dari M. leprae)
Ini adalah ekspresi dari tingkat muatan bakteri. Dihitung dengan menghitung enam sampai delapan
perwanaan smear di bawah lensa oil immersion 100 x dalam smear yang dibuat dengan merobek kulit
dengan pisau bedah tajam dan mengikisnya; cairan dan jaringan yang diperoleh dioleskan cukup tebal
pada kaca objek dan diwarnai dengan metode Ziehl-Neelsen dan decolorisasi (tetapi tidak seluruhnya)
dengan alkohol asam 1%. Hasilnya dinyatakan dalam skala logaritmik.
Indeks bakteriologis sangat berharga karena sederhana dan mewakili banyak lesi tetapi dipengaruhi oleh
kedalaman sayatan kulit, ketelitian goresan dan ketebalan lapisan.
Indeks yang lebih akurat dan dapat diandalkan dari kandungan basil pada lesi diberikan oleh indeks
logaritmik biopsi (LIB. Indeks ini membantu menilai keadaan pasien pada awal pengobatan dan menilai
progressnya).
-----------------------------------------------------------
TROPICAL MEDICINE
"KUSTA/Leprosy"
(Sesi ketiga)
Dokter memberikan Multi Drug Therapy (MDT) dan neurotropik untuk kusta kepada Tn. Agus. Dokter
pun menyarankan agar ia membawa istri dan kedua anaknya ke Puskesmas untuk pemeriksaan kusta.
Tn. Agus rutin minum obat tapi pada bulan ke-9, dia mengeluh demam, mialgia, dan beberapa nodul
subkutan dan dermal eritematosa yang tersebar luas di tubuhnya. Dokter memberikan beberapa obat
dan merekomendasikan untuk melanjutkan MDT.
Tujuan:
Di akhir sesi ketiga, siswa harus mampu:
Meskipun mode transmisi yang tepat tidak ditetapkan dengan jelas, rumah tangga dan kontak dekat
yang lama tampaknya penting. Jutaan basil dibebaskan setiap hari dalam nasal discharge pasien
lepromatous yang tidak diobati, dan basil telah terbukti tetap dapat hidup setidaknya selama 7 hari
dalam sekresi nasal kering. Ulkus kulit pada pasien lepromatosa juga dapat mengeluarkan basil dalam
jumlah besar. Organisme mungkin masuk melalui saluran pernapasan bagian atas dan mungkin melalui
kulit yang rusak. Dalam kasus pada anak di bawah usia 1 tahun, penularan dianggap transplasental.
Bukti klinis dan laboratorium menunjukkan bahwa penularan hilang dalam banyak kasus dalam 3 bulan
pengobatan berkelanjutan dan teratur dengan dapson (DDS) atau clofazimine, atau dalam 3 hari
pengobatan dengan rifampisin.
Ketersediaan obat yang efektif dalam pengobatan dan dalam rapid eliminasi infeksi, seperti rifampisin,
telah mengubah tatalaksana penderita kusta, isolasi masyarakat dengan keputusasaan petugas menjadi
salah satu pengobatan rawat jalan. Rawat inap hanya untuk menangani reaksi, koreksi bedah kelainan
bentuk dan pengobatan ulkus akibat anestesi pada ekstremitas.
A.Tindakan pencegahan:
1. Pendidikan kesehatan harus menekankan ketersediaan terapi multidrug yang efektif, tidak adanya
infektivitas pasien dalam perawatan berkelanjutan dan pencegahan disabilitas fisik dan sosial.
2. Deteksi kasus, terutama kasus multibasiler menular, sejak dini dan diberikan terapi multidrug secara
rawat jalan secara teratur bila memungkinkan.
3. Dalam uji coba lapangan di Uganda, India, Malawi, Myanmar dan Papua Nugini,
propilaksis Bacillus Calmette Guerin ( BCG) tampaknya mempengaruhi penurunan yang cukup besar
dalam kejadian kusta tuberkuloid di antara kontak. Sebuah penelitian di India menunjukkan
perlindungan yang signifikan terhadap kusta tetapi tidak terhadap tuberkulosis; studi di Myanmar dan
India menunjukkan perlindungan yang lebih rendah dibandingkan Uganda. Studi kemoprofilaksis
menyarankan bahwa sekitar 50% perlindungan terhadap penyakit dapat dicapai dengan dapson atau
acedapson, tetapi ini tidak disarankan kecuali diawasi dengan ketat. Penambahan korban meinggal
akibat M. Leprae tampaknya tidak meningkatkan perlindungan yang dicapai oleh imunisasi BCG.
2. Isolasi: Tidak ada untuk kasus kusta tuberkuloid; isolasi kontak untuk kasus
kusta lepromatosa sampai terapi multidrug dilakukan. Rawat inap sering diindikasikan selama
pengobatan reaksi. Tidak ada prosedur khusus yang diperlukan saat kasus dirawat di rumah sakit, tetapi
di rumah sakit umum, ruang terpisah mungkin diperlukan untuk alasan estetika atau sosial. Tidak ada
batasan dalam pekerjaan atau kehadiran di sekolah yang diindikasikan untuk pasien yang penyakitnya
dianggap tidak menular.
3. Desinfeksi serentak: dari sekret hidung pasien infeksi. Terminal cleaning.
4. Karantina: tidak ada.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi: pemeriksaan awal lebih produktif, tetapi pemeriksaan berkala
terhadap rumah tangga dan kontak dekat lainnya dianjurkan dengan interval 12 bulan setidaknya
selama 5 tahun setelah kontak terakhir dengan kasus infeksi.
7. Pengobatan spesifik: dengan prevalensi resisten dapson yang meluas dan munculnya resisten
terhadap rifampisin, regimen kemoterapi kombinasi sangat penting. Regimen minimal yang
direkomendasikan WHO untuk kusta multibasiler adalah rifampisin, 600 mg sekali sebulan; dapson
(DDS), 100 mg / hari; dan clofazimine, 300 mg sekali sebulan dan 50 mg / hari. Rifampisin dan
clofazimine bulanan diberikan di bawah pengawasan. Komite ahli kusta WHO telah menetapkan bahwa
durasi minimum terapi untuk multibasiler dapat dipersingkat menjadi 12 bulan dari yang
direkomendasikan sebelumnya 24 bulan. Perawatan harus dilanjutkan lebih lama, jika perlu, sampai
smear kulit negatif. Untuk kusta paucibacillary (tuberculoid) awal, atau pasien dengan lesi kulit tunggal,
terapi multidrug dosis tunggal (600 mg rifampisin, 400 mg ofloxacin dan 100 mg minocyclone) sudah
cukup. Pada penderita kusta paucibacillary dengan lebih dari satu lesi kulit, regimen yang dianjurkan
(600 mg rifampisin sebulan sekali (diawasi) dan 100 mg dapson setiap hari) harus diberikan selama 6
bulan. Pasien dalam pengobatan harus dipantau untuk efek samping obat, untuk reaksi kusta dan
perkembangan ulkus tropik. Beberapa komplikasi mungkin perlu dirawat di pusat rujukan.
D. Implikasi bencana: gangguan apapun dari jadwal perawatan adalah serius. Selama terjadinya
penyakit, diagnosis dan pengobatan penderita kusta seringkali diabaikan.
Berapa banyak obat yang dapat Anda berikan dalam kasus ini? (Farmakologi)
Kita memberikan 3 obat untuk kasus ini:
Dapson (diaminodiphenylsulfone)
Rifampisin
Clofazimine
Farmakokinetik: Terserap dengan baik dari usus dan didistribusikan secara luas ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Waktu paruhnya adalah 1-2 hari dan obat-obatan cenderung disimpan di kulit, hati dan
ginjal. Kulit yang terinfeksi berat M. leprae mungkin mengandung obat beberapa kali lebih banyak dari
kulit normal. Diekskresikan ke empedu dan diserap kembali di usus. Ekskresi ke dalam urin bervariasi,
dan sebagian besar obat yang diekskresikan adalah diasetilasi.
Adverse drug reactions: Dapson biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Beberapa pasien mengalami
hemolisis, terutama jika mereka mengalami defisiensi G6PD. Terjadi intoleransi GI, demam, pruritus, dan
berbagai ruam. Eritema nodosum sering berkembang selama terapi dapson kusta lepromatosa dan
dapat ditekan dengan kortikosteroid atau thalidomide.
Farmakokinetik: Terserap dengan baik setelah pemberian oral dan diekskresikan terutama melalui hati
kedalam empedu. Ia kemudian mengalami resirkulasi enterohepatik, dengan sebagian besar
diekskresikan sebagai deacylated. Metabolit dalam feses dan sejumlah kecil di urine. Rifampisin
didistribusikan secara luas dalam cairan dan jaringan tubuh. Di liver, rifampisin bekerja sebagai
penginduksi enzim.
Farmakokinetik: Absorbsi klofazimin dari usus bervariasi dan sebagian besar obat diekskresikan dalam
feses. Clofazimine disimpan secara luas di jaringan dan kulit retikuloendotelial, dan kristal dapat dilihat
di dalam sel retikuloendotelial fagositik. Ini perlahan dilepaskan dari deposit ini, sehingga waktu paruh
serum mungkin dua bulan. Adverse drug reactions: Efek tidak diinginkan yang paling menonjol adalah
perubahan warna kulit mulai dari merah kecokelatan hingga hampir hitam. Intoleransi GI kadang-kadang
terjadi.
Reaksi adalah karakteristik dan aspek klinis penting dari Kusta. Lima puluh persen pasien akan
mengalami reaksi setelah menjalani terapi multidrug. Selain terapi antibiotik, infeksi yang menyertai,
vaksinasi, kehamilan, vitamin A, iodida, dan bromida dapat memicu reaksi. Reaksi dapat menjadi parah
dan merupakan penyebab
penting kerusakan saraf permanen pada pasien yang berada di ambang batas.
Mewakili sebuah meningkatkan respon imun yang dimediasi sel terhadap M. Leprae. Terjadi pada
borderline disease. Lesi kulit menjadi meradang akut, berhubungan dengan edema dan nyeri; bisa
menjadi ulcer; edema paling parah di wajah, tangan, dan kaki.
Reaksi Lepra Tipe 2 (Erythema Nodosum Leprosum / ENL): Terjadi di dekat LL. 90% kasus terjadi setelah
memulai terapi. ENL adalah penyakit yang dimediasi kompleks imun yang bersirkulasi.
Management → untuk mencegah kerusakan saraf
Meskipun reaksi dapat muncul setelah pengobatan dilakukan, tidak disarankan untuk menghentikan
atau mengurangi pengobatan anti kusta karena hal ini.
Pada reaksi ringan - yang tanpa komplikasi neurologis atau gejala maupun temuan sistemik yang parah -
pengobatan mungkin mendukung. Bed rest dan pemberian aspirin atau agen anti inflamasi nonsteroid
dapat digunakan.
Reaksi tipe I biasanya dikelola dengan kortikosteroid sistemik. Prednison diberikan secara oral, mulai
dengan dosis 40 sampai 60 mg / hari. Neuritis dan lesi mata merupakan indikasi terapi kortikosteroid
sistemik. Dosis kortikosteroid dan durasi ditentukan oleh perjalanan klinis dari reaksi.
Kortikosteroid sistemik juga efektif untuk reaksi tipe II. Clofazimine dalam dosis yang lebih tinggi efektif
dalam ENL, dan dapat digunakan sendiri atau untuk mengurangi dosis kortikosteroid.
Tulis resep untuk kasus ini
Dapson (100 mg / hari) plus clofazimine (50 mg / hari, tidak diawasi); dan rifampisin (600 mg) plus
clofazimine (300 mg) bulanan (diawasi)
PUSKESMAS KOKOP
-----------------------------------------------------------------------------
S imm
-//-
R/ Clofazimine 50 mg No. VI
S imm
-//-
S 1 dd tb I
-//-
S 1 dd tb I
-//-
Umur : 40 tahun
Nona Deti, seorang wanita berusia 18 tahun, pergi ke dokter umum dengan keluhan utama demam
secara tiba-tiba. Demam dimulai tiga hari lalu.
Halaman 2 sesi 1
Demam disertai dengan menggigil dan gejala konstitusional seperti sakit kepala, nyeri epigastrium,
anoreksia, dan mual. Dokter memberi Miss Deti tiga jenis obat yang diresepkan.
Halaman 3 sesi 1
Suatu hari kemudian, kondisi Miss Deti tidak kunjung membaik, dan ia mengeluh muntah- muntah dan
lesu. Jadi, Miss Deti dibawa ke unit gawat darurat RS Angkatan Laut Dr. Ramelan.
Halaman 4 sesi 1
Miss Deti tidak mengalami batuk, tidak ada kesulitan bernapas, tidak ada kulit atau konjungtiva
kekuningan, tidak ada pusing, tidak ada kejang, tidak ada nyeri saat makan atau minum, dan tidak ada
sakit gigi. Dia tidak memiliki riwayat alergi dan tidak memiliki riwayat bepergian ke daerah endemis
malaria. Ia dapat buang air kecil secara teratur dengan warna normal dan memiliki kebiasaan buang air
besar yang normal.
Tanda vital: Tekanan Darah = 120/80 mmHg, Pulse = 112 bpm, reguler
Suhu = 38,2 ° C (rektal) RR = 24 / menit
- Jantung
Ispeksi : ictus cordis normal, pulsasi interkostal (-), pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : ictus cordid tidak melebar, pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-), sternal lift (-), thrill
(-)
Auskultasi : cor pulsation 112 bpm, reguler, gallop (-), murmur (-)
- Pulmo:
Inspeksi: Simetris, statis, dinamis Palpasi : Strem fremitus kanan = kiri, Perkusi : sonor
Permeriksaan fisik dan lab finding apa yang bisa menyingkirkan DD?
Demam tifoid: widal (+), Leucopenia (-), kultur positif (darah, urine, feses, sumsum tulang),
Tes Widal pada pasien ini menunjukkan H (1/80). Bisakah Anda menjelaskan tentang positif palsu dan
negatif dari tes Widal?
Positif palsu:
Negatif palsu:
Pengobatan Antibiotik
Jelaskan tentang Rumple leed Test
Diagnosis klinis dengue cukup menantang karena gejalanya tidak spesifik dan umum terjadi pada
banyak infeksi lain, terutama malaria dan infeksi arboviral lainnya. Untuk membantu diagnosis,
khususnya selama fase awal, akut, demam yang dapat berlangsung 2-7 hari setelah timbulnya demam,
WHO merekomendasikan penggunaan Tes Tourniquet (TT, juga dikenal sebagai tes Rumpel-Leede atau
Hess) untuk mendukung pengambilan keputusan diagnostik.
Sebagai prosedur yang murah, cepat dan mudah dilakukan, penggunaan TT telah tersebar luas dalam
praktik klinis secara global. TT adalah penanda kerapuhan kapiler/fragilitas kapiler dan dapat dilakukan
dengan menggembungkan manset tekanan darah di sekitar lengan atas ke titik tengah antara tekanan
darah sistolik dan diastolik individu dan membiarkannya menggembung selama 5 menit. Manset
kemudian dilepaskan dan setelah dua menit jumlah petekie di bawah fossa antekubiti dihitung. Tesnya
positif jika lebih dari 10 petechiae hadir dalam satu inci persegi kulit lengan.
Di daerah endemis dengue, tes tourniquet positif dan leukopenia (WBC ≤ 55000 sel/mm3) membantu
dalam membuat diagnosis dini infeksi dengue dengan nilai prediksi positif 70% - 80%.
WBC total biasanya normal pada permulaan demam; kemudian leukopenia berkembang
dengan penurunan neutrofil dan berlangsung selama periode demam.
Jumlah trombosit biasanya normal, seperti juga komponen lain dari mekanisme pembekuan
darah. Trombositopenia ringan (100.000 hingga 150.000 sel/mm) sering terjadi dan sekitar
setengah dari semua pasien DF memiliki jumlah trombosit di bawah 100.000 sel/mm3; tetapi
trombositopenia berat (<50.000 sel/mm3) jarang terjadi.
Peningkatan hematokrit ringan (≈10%) dapat ditemukan sebagai konsekuensi dehidrasi yang
berhubungan dengan demam tinggi, muntah, anoreksia, dan asupan oral yang buruk.
Biokimia serum biasanya normal tetapi kadar enzim hati dan aspartat amino transferase (AST)
mungkin meningkat.
Hasil tes laboratorium apa yang dapat digunakan untuk mendiagnosis DHF?
Dengue viraemia pada pasien pendek, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum timbulnya demam dan
berlangsung selama empat sampai tujuh hari sejak sakit. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat
dan antigen virus yang bersirkulasi dapat dideteksi. Respon antibodi terhadap infeksi terdiri dari
munculnya berbagai jenis imunoglobulin; dan imunoglobulin isotipe IgM dan IgG memiliki nilai
diagnostik pada dengue. Antibodi IgM dapat dideteksi dalam 3-5 hari setelah timbulnya penyakit,
meningkat dengan cepat sekitar dua minggu dan menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi setelah 2-3
bulan. Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat rendah pada akhir minggu pertama, meningkat kemudian
dan bertahan untuk periode yang lebih lama (selama bertahun-tahun). Karena antibodi IgM terlambat
muncul, yaitu setelah lima hari timbulnya demam, tes serologis berdasarkan antibodi ini yang dilakukan
selama lima hari pertama penyakit klinis biasanya negatif. Selama infeksi dengue sekunder (ketika host
sebelumnya telah terinfeksi virus dengue), titer antibodi meningkat dengan cepat. Antibodi IgG dapat
dideteksi pada tingkat tinggi, bahkan pada fase awal, dan bertahan dari beberapa bulan hingga seumur
hidup. Tingkat antibodi IgM secara signifikan lebih rendah pada kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu,
rasio IgM / IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder.
Trombositopenia biasanya diamati antara hari ketiga dan kedelapan penyakit diikuti oleh perubahan
hematokrit lainnya.
Produk gen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus dan penting untuk replikasi
dan kelangsungan hidup virus. Protein disekresikan oleh sel mamalia tetapi tidak oleh sel serangga.
Antigen NS1 muncul sedini hari ke-1 setelah timbulnya demam dan menurun ke tingkat yang tidak
terdeteksi dalam 5-6 hari. Oleh karena itu, tes berdasarkan antigen ini dapat digunakan untuk diagnosis
dini. Tes ELISA dan dot blot yang diarahkan ke antigen envelop/membrane (EM) dan nonstruktural
protein 1 (NS1) menunjukkan bahwa antigen ini
terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam serum pasien yang terinfeksi virus dengue selama fase klinis
awal penyakit dan dapat dideteksi pada pasien dengan infeksi dengue primer dan sekunder hingga
enam hari setelah timbulnya penyakit. Kit komersial untuk mendeteksi antigen NS1 sekarang tersedia;
akan tetapi, kit ini tidak membedakan antara serotipe. Selain memberikan penanda diagnostik awal
untuk manajemen klinis, ini juga dapat memfasilitasi perbaikan survei epidemiologi infeksi dengue.
Lima tes serologis dasar digunakan untuk diagnosis infeksi dengue, yaitu: haemagglutination inhibition
(HI), komplemen fiksasi (CF), neutralization test (NF), IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay
(MAC-ELISA), dan indirect IgG ELISA. Untuk tes yang dapat mendeteksi IgM, konfirmasi serologis yang
memberikan dukungan pada peningkatan yang signifikan (empat kali lipat atau lebih) dalam spesifik
antibodi antara sampel serum fase akut dan fase pemulihan. Baterai antigen untuk sebagian besar tes
serologi ini harus mencakup keempat serotipe dengue, flavivirus lain, seperti Japan ensefalitis, non-
flavivirus seperti chikungunya, dan jaringan yang tidak terinfeksi sebagai antigen kontrol, jika
mendukung.
Ya ada. Hemokonsentrasi hematokrit lebih dari 20% lebih tinggi dari yang diperkirakan dan merupakan
tanda kebocoran pembuluh darah
Dapatkah anda menjelaskan tentang klasifikasi karakteristik klinis (syndrome) dari zoonotic virus?
Demam dan mialgia : Virus dengue, virus vesikuler stomatitis, sandfly fever
Keluarga Flaviviridae terdiri dari sekitar 70 virus berdiameter 40-60 nm yang memiliki genom RNA
sense positif beruntai tunggal. Awalnya, flavivirus termasuk dalam keluarga togavirus sebagai
"arbovirus grup B" tetapi dipindahkan ke keluarga terpisah karena perbedaan dalam organisasi genom
virus. Envelope virus mengandung dua glikoprotein. Beberapa flavivirus ditularkan di antara
vertebrata oleh nyamuk dan kutu, tetapi yang lain ditularkan di antara hewan pengerat atau kelelawar
tanpa vektor serangga yang diketahui. Banyak distribusi di seluruh dunia. Semua flavivirus
berhubungan secara antigen.
Genom RNA flavivirus juga memiliki untaii positif. Protein prekursor yang besar diproduksi dari mRNA
dengan panjang genom selama replikasi virus; itu dibelah oleh protease virus dan host untuk
menghasilkan semua protein virus, baik struktural maupun nonstruktural.
Siklus hidup arbovirus didasarkan pada kemampuan virus ini untuk berkembang biak pada vertebrata
host dan vektor penghisap darah. Agar penularan efektif terjadi, virus harus ada dalam aliran darah
host vertebrata (viremia) dalam titer yang cukup tinggi untuk diambil dalam volume kecil darah yang
tertelan selama gigitan serangga.
Setelah tertelan, virus bereplikasi di usus arthropoda dan kemudian menyebar ke organ lain,
termasuk kelenjar saliva. Hanya yang betina dari spesies yang berperan sebagai vektor virus,
karena hanya betina yang membutuhkan makanan darah untuk menghasilkan keturunan.
Jangka waktu wajib, yang disebut masa inkubasi ekstrinsik, harus berlalu sebelum virus
bereplikasi secara memadai agar air liur vektor mengandung cukup virus untuk menularkan
dosis infeksius. Untuk sebagian besar virus, masa inkubasi ekstrinsik berkisar antara 7 hingga
14 hari.
Manusia terlibat dalam siklus penularan arbovirus dengan dua cara berbeda. Biasanya,
manusia adalah dead-end host, karena konsentrasi virus dalam darah manusia terlalu rendah
dan durasi viremia terlalu singkat untuk gigitan berikutnya untuk menularkan virus.
Dapatkah anda menjelaskan patogenesis dari infeksi flavivirus?
Pada vertebrata host yang rentan, multifkasi virus primer terjadi baik pada sel mieloid dan
limfoid atau pada endotel vaskular. Multifikasi dalam sistem saraf pusat tergantung pada
kemampuan virus untuk melewati blood-brain-barrier dan menginfeksi sel-sel saraf. Pada
infeksi alami burung dan mamalia, infeksi tak terlihat biasa terjadi. Selama beberapa hari
terjadi viremia, dan vektor arthropoda memperoleh virus dengan menghisap darah selama
periode ini --- langkah pertama dalam penyebarannya ke host lain.
Penyakit pada hewan percobaan memberikan wawasan tentang penyakit manusia. Tikus telah
digunakan untuk mempelajari patogenesis ensefalitis. Setelah inokulasi subkutan, replikasi
virus terjadi di jaringan lokal dan kelenjar getah bening regional.
Virus kemudian memasuki aliran darah dan menyebar. Tergantung pada agen spesifiknya, jaringan
yang berbeda mendukung replikasi virus lebih lanjut, termasuk makrofag monosit, sel endotel, paru,
hati, dan otot. Virus melintasi blood-brain-barrier melalui mekanisme yang tidak diketahui, mungkin
melibatkan neuron olfaktori atau sel pembuluh darah otak, dan menyebar. Degenerasi saraf yang
meluas terjadi pada semua ensefalitis yang diinduksi arbovirus.
Pada sebagian besar infeksi, virus dikendalikan sebelum neuroinvasi terjadi. Invasi bergantung
pada banyak faktor, termasuk tingkat viremia, latar belakang genetik host, respons imun
bawaan dan adaptif host, dan virulensi strain virus. Manusia menunjukkan kerentanan yang
bergantung pada usia terhadap infeksi sistem saraf pusat, dengan bayi dan orang dewasa
lanjut usia yang paling rentan.
Dapatkah anda menjelaskan patogenesis dengue shock syndrome ketika infeksi sekunder dari virus
dengue?
Sindrom syok hemoragik disebabkan oleh produksi antibodi reaksi silang dalam jumlah besar pada saat
infeksi dengue kedua. Patogenesisnya adalah sebagai berikut: Pasien sembuh dari demam berdarah
klasik yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe, dan antibodi yang melawan serotipe
tersebut diproduksi. Ketika pasien terinfeksi dengan serotipe lain dari virus dengue, respon anamnestik
heterotipik terjadi, dan sejumlah besar antibodi reaksi silang serotipe pertama diproduksi. Ada dua
hipotesis tentang apa yang terjadi selanjutnya. Salah satunya adalah pembentukan kompleks imun
yang terdiri dari virus dan antibodi yang mengaktifkan komplemen, menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan trombositopenia. Yang lain adalah bahwa antibodi meningkatkan masuknya
virus ke dalam monosit dan makrofag, dengan konsekuensi pembebasan sejumlah besar sitokin.
Kemudian menyebabkan syok dan perdarahan.
Miss Deti pergi ke rumah sakit Angkatan Laut Dr Ramelan untuk pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan
fisik: Tanda vital → T = 110/80 mmHg, HR = 84 bpm, RR = 20 / menit Suhu = 36.8 C
Dengue Hemorrhagic Fever adalah infeksi yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
utamanya.
Demam Hemorragik virus (HF) adalah konstelasi temuan berdasarkan ketidakstabilan vaskular
dan penurunan integritas vaskular
Semua sindrom demam hemoragik dimulai dengan demam dan mialgia biasanya timbul
mendadak
Gejala lain: sakit kepala berat, pusing, fotofobia, hiperestesi, anoreksia, mual atau muntah,
nyeri perut atau dada, dan gangguan saluran cerna lainnya.
Tanda: ruam makulopapular mulai di batang tubuh dan menyebar ke ekstremitas dan wajah,
petechiae kadang-kadang terlihat, dan epistaksis.
Tanda lainnya : Sufusi konjungtiva. Nyeri saat palpasi otot atau perut, borderline (postural)
hypotension = pra syok, takikardia
Gejala Parah: syok, perdarahan multifokal (perdarahan abdomen), keterlibatan SSP
(enchepalopathy, koma, kejang).
Afrika
Penularan demam berdarah di air yang disimpan dalam wadah. Nyamuk (A. Aegypti)
berkembang biak di dekat pemukiman manusia, menggunakan air yang relatif segar dari
sumber seperti water jars, vas, wadah bekas, sabut kelapa, dan ban bekas.
Patogenesis Demam Berdarah kurang dipahami dan bervariasi di antara virus yang secara
teratur terlibat dalam sindrom ini. Hipotesis: Infeksi heterolog sekunder
Apa komplikasi dari DHF?
Meningitis
Encephalitis
DIC
TROPICAL INFECTION BLOCK DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
Nyamuk Ae. aegypti lebih suka tinggal di dekat orang dan menggigit orang. Nyamuk Ae.aegypti hidup di
dalam dan di luar ruangan. Studi menunjukkan bahwa kebanyakan nyamuk betina.
Apa spesies nyamuk Aedes aegypti? Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penular virus
penyebab DHF. Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes betina yang infektif, yang
terutama tertular virus saat memakan darah orang yang terinfeksi.
Nyamuk menjadi terinfeksi ketika menggigit orang yang terinfeksi virus. Nyamuk yang terinfeksi
kemudian dapat menyebarkan virus ke orang lain melalui gigitan. Di dalam tubuh nyamuk, virus
menginfeksi bagian tengah usus nyamuk dan kemudian menyebar ke kelenjar saliva selama 8-12 hari.
Setelah masa inkubasi ini, virus dapat ditularkan ke manusia selama probing atau makan berikutnya
Ae. aegypti mungkin menghabiskan masa hidupnya di dalam atau di sekitar rumah tempat mereka
muncul sebagai dewasa dan mereka biasanya terbang dengan jarak rata-rata 400 meter. Ini berarti
bahwa manusia, daripada nyamuk, dengan cepat memindahkan virus di dalam dan
di antara komunitas serta tempat. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan
meningkatkan umur nyamuk.
Ae. Aegypti berkembang biak di dalam ruangan dan mampu menggigit siapa pun sepanjang hari.
DHF diklasifikasikan menjadi empat tingkat keparahan, di mana tingkat III dan IV dianggap
sebagai DSS (Dengue Shock Syndrome). Adanya trombositopenia dengan hemokonsentrasi
bersamaan membedakan DHF derajat I dan II dari DF.
GRADE 4 : Syok Berat dengan tekanan darah atau denyut nadi tidak terdeteksi Berapa derajat
DHF untuk kasus ini? Pada kasus ini Grade 1
DHF ini merupakan self Limited, tetapi prognosisnya Dipengaruhi umur dan keparahan (Stage)
Ras: Kaukasia
Status nutrisi
Urutan infeksi serotipe 1 diikuti serotipe 2 lebih berbahaya daripada serotipe 4 diikuti serotipe
2
Vaksin untuk mencegah dengue memiliki izin dan tersedia di beberapa negara untuk usia 9- 45
tahun. WHO merekomendasikan agar vaksin hanya diberikan kepada orang dengan infeksi
virus dengue sebelumnya yang telah dikonfirmasi.
Modifikasi lingkungan: Ini termasuk transformasi fisik tanah, air dan vegetasi jangka panjang
yang bertujuan untuk mengurangi habitat vektor tanpa menyebabkan efek yang merugikan
secara berlebihan pada kualitas lingkungan manusia.
Manipulasi lingkungan: Ini termasuk kegiatan berulang yang direncanakan yang bertujuan
untuk menghasilkan perubahan sementara pada habitat vektor yang melibatkan pengelolaan
wadah, dan pengelolaan atau pemindahan lokasi perkembangbiakan alami.
Perubahan pada tempat tinggal atau perilaku manusia: Ini menampilkan upaya yang dilakukan
untuk mengurangi kontak manusia-vektor-virus.
Pengendalian kimiawi dapat mencakup larvasida kimiawi (mis. Temephos 1% butiran pasir), pengatur tumbuh
serangga (mis. Pyriproxyfen), semprotan ruang (mis. Insektisida organofosfat seperti malathion).
Dokter .......................
SIP ...........................
Alamat .................................
Surabaya, .................
S imm
R/ Infus set No I
S imm
R/ IV cath 18 No I
S imm
S imm
R/ Alcohol swab No V
S. imm
Pro : Nn. Deti Umur : 18 th Alamat : Sidosermo
Measles/Campak
Definisi Hipotesis
Rubella : adalah penyakit infeksius yang dikarakteristikan dengan gejala prodromal yang minimal atau bisa absen, rash
selama 3 hari, dan pembesaran limfe nodi menyeluruh, sebagaian pada postauricular, suboccipital, dan limfe nodi
cervical.
Varicella (Chicken Pox) : adalah penyakit menular yang sering, biasa ditemui pada anak-anak dan merupakan akibat
infeksi primer Varicella-Zoster Virus (VZV), dikarakteristikan dengan periode prodromal yang pendek atau bisa absen,
dan dengan rash pruritis berisi potongan papul, vesikel, pustule, dan crusta.
Hand Mouth Foot Disease : adalah penyakit virus menular yang ringan, dan banyak dijumpai pada anak-anak,
dikarakteristikan dengan koreng pada mulut dan rash pada tangan dan kaki. Paling sering disebabkan oleh
coxsackievirus.
Dermatitis Atopik : penyakit kulit yang kronis, relapse, dan penyakit inflamasi kulit yang banyak mengenai anak-anak.
Kawasaki Syndrome : atau limfenodi mucocutaneous syndrome adalah vaskulitis akut pada anak-anak akibat dari
aneurisma formasi arteri coroner ada 20% pasien yang tidak diobati; kematian mendadak bisa terjadi akibat infark
myocardial, myocarditis, dan ruptur aneurisma. DHF (Dengue High Fever) : DHF didefinisikan mengikuti 4 kriteria
dari WHO yaitu; riwayat demam atau demam yang bertahan 2-7 hari, manifestasi hemoragik, trombositopenia (platelet
count <100.000/mm3), kejadian peningkatan permeabilitas vaskuler.
URTI (Upper Respiratory Tract Infection) : didefinisikan sebaga iritasi self-limited dan pembengkakan dari saluran nafas
bagian atas yang berhubungan dengan batuk tanpa tanda pneumonia, tanpa riwayat COPD / emfisema / bronchitis
kronis.
Pneumonia : infeksi yang menyebabkan inflamasi pada saccus udara di satu atau kedua paru, menyebabkan batuk
dengan phlegm atau pus, demam, menggigil, dan sesak nafas.
Definisi Campak
Campak adalah penyakit virus yang sangat menular yang dikarakteristikan dengan demam, coryza, konjungtivitis, batuk,
dan enanthem spesifik (koplik spot) diikuti oleh erupsi makulopapular menyeluruh, yang biasanya muncul pada hari
keempat perkembangan penyakit.
Etiologi
Virus campak/measles adalah virus RNA single-stranded yang diselimuti lipid dalam famili Paramyxoviridae dan genus
Morbillivirus. Anggota lain dari genus Morbillivirus menyerang berbagai mamalia, seperti virus rinderpest pada sapi dan
virus distemper pada anjing, tetapi manusia adalah satu-satunya inang virus campak.
Dari 6 protein struktural utama virus measles, 2 yang terpenting dalam hal induksi imunitas adalah protein
hemagglutinin (H) dan protein fusi (F). Antibodi penetral diarahkan melawan protein H, dan antibodi terhadap protein F
membatasi proliferasi virus selama infeksi.
Variasi kecil dalam komposisi genetik juga telah diidentifikasi, yang tidak berdampak pada kekebalan pelindung, tetapi
memberikan penanda molekuler yang dapat membedakan antara jenis virus. Penanda ini berguna dalam evaluasi
penyebaran endemik campak.
Karakteristik
Measles virions berbentuk spherical, pleomorfik, lipid-enveloped particles, diameter berkisar antara 100-250 nm,
dengan nucleocapsid berbentuk spiral. Secara morfologi identik dengan paramyxoviruses lainnya. Memiliki 2
glikoprotein transmembran, yaitu hemaglutinin (H) dan fusion (F) yang terdapat di permukaan selubung virus, lapisan
ganda lipid yang berasal dari membran plasma sel yang terinfeksi. Protein matrix (M) merupakan lapisan dalam
membran. Nukleokapsid spiral didalam selubung contains nucleoprotein (N) yang berikatan dengan genom RNA,
bersama dengan phosphoprotein (P) dan large polymerase protein (L). Genomnya linear, single stranded, negative
polarity, nonsegmented, dan memiliki kira kira
16.000 nucleotids.
Measles virus sensitif akan temperatur tinggi dan juga inaktif oleh sinar UV, ether, trypsin, dan β-propiolactone.
Genom RNA dan nukleokapsid dari virus measles identic dengan paramyxovirus lainnya. Virionnya memiliki 2 spikes
protein di selubungnya, protein H dengan aktivitas hemaglutinin dan protein F yang membantu fusi sel dan aktivitas
hemolitik (tabel 39-4). Memiliki serotype tunggal, RNA genom dan nukleokapsid virus campak adalah jenis
paramyxovirus yang khas. Virion memiliki dua jenis envelope spikes, satu dengan aktivitas hemagglutinin dan yang
lainnya dengan aktivitas peleburan sel dan hemolitik. Memiliki serotype single, dan hemaglutinin adalah antigen yang
menyerang antibodi manusia yang merupakan natural host nya.
Replikasi Virus
Setelah virus adsorpsi ke permukaan sel melalui hemaglutinin, virus akan penetrasi kemudian uncoating dan
melepaskan virion RNA nya. Virion RNA-polymerase akan transcribe the negative-strand genome into mRNA. Multiple
mRNA terbentuk, masing-masing akan di terjemahkan menjadi spesifik viral protein. Nukleokapsid spiral akan terbentuk,
the matrix protein memisahkan dengan selubung, dan virus siap di keluarkan dari sel melalui proses budding dari
membrane sel.
Epidemiologi
Vaksin campak telah mengubah epidemiologi campak secara dramatis. Setelah penyebarannya di seluruh dunia,
penularan endemik campak telah dihentikan di banyak negara di mana terdapat cakupan vaksin yang luas. Secara
historis, campak menyebabkan infeksi universal pada masa kanak-kanak di Amerika Serikat, dengan 90% anak tertular
infeksi sebelum usia 15 tahun. Morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan campak menurun sebelum pengenalan
vaksin sebagai hasil dari perbaikan dalam perawatan kesehatan dan nutrisi. Namun, kejadiannya menurun drastis
setelah diperkenalkannya vaksin campak pada tahun 1963. Tingkat serangan turun dari 313 kasus per 100.000 penduduk
pada tahun 1956–1960 menjadi 1,3 kasus per 100.000 pada tahun 1982–1988. Wabah campak nasional secara nasional
terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1989-1991, mengakibatkan lebih dari
55.000 kasus, 11.000 rawat inap, dan 123 kematian, yang menunjukkan bahwa infeksi belum terkontrol. Kebangkitan ini
dikaitkan dengan kegagalan vaksin pada sejumlah kecil anak usia sekolah, rendahnya cakupan anak usia prasekolah, dan
penurunan antibodi ibu yang lebih cepat pada bayi yang lahir dari ibu yang belum pernah mengalami infeksi campak tipe
liar. Penerapan kebijakan vaksin 2 dosis dan strategi imunisasi yang lebih intensif mengakibatkan terhentinya penularan
endemik dan pada 2.000 campak dinyatakan diberantas dari Amerika Serikat. Tingkat saat ini adalah 90% kekebalan
melalui vaksinasi diperlukan untuk mencegah terjadinya wabah yang meluas (lihat Gambar 273.1). Pada tahun 2014,
Amerika Serikat mengalami rekor jumlah kasus sejak eliminasi pada tahun 2000, dengan 667 kasus campak dilaporkan
ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS. Ada 23 wabah yang dilaporkan dibandingkan dengan median
4 wabah yang dilaporkan setiap tahun selama 2001- 2010. Mayoritas kasus terkait dengan impor dari negara lain
(wisatawan yang kembali, adopsi, pengungsi), terutama dari Filipina, dengan epidemi tahun sebelumnya yang terkait
dengan epidemi di Wilayah Eropa Organisasi Kesehatan Dunia. Kasus campak sebagian besar terbatas pada individu
yang tidak divaksinasi. Sejak 2014, kasus terus terjadi akibat impor yang menyebabkan wabah multistate, namun karena
peningkatan kesadaran dan upaya vaksinasi, kasus tetap 90% cakupan 1 dosis pada 12-15 bulan dan> 95% cakupan 2
dosis pada anak usia sekolah). Meskipun cakupan campak-gondok-rubella tetap tinggi (90–91,5% pada
anak-anak 19-35 bulan selama 2000–2015), tingkat cakupan yang lebih rendah ada karena keengganan orang tua untuk
memvaksinasi anak-anak mereka. Variabilitas vaksinasi ini telah berkontribusi pada wabah di antara anak-anak usia
sekolah dalam beberapa tahun terakhir.
Patogenesis
Lesi utama ditemukan di kulit, konjungtiva, dan membran mukosa nasofaring, bronki, dan saluran pencernaan
Eksudat serous disertai proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear di sekitar kapiler
Umumnya terjadi hiperplasia jaringan limfoid terutama di appendix, di mana dapat ditemukan multinucleated giant cells
dengan diameter mencapai 100μm (Warthin-Finkeldey reticuloendothelial giant cells)
Koplik spot terdiri dari eksudat serous dan proliferasi sel endotel yang mirip seperti pada lesi kulit
Reaksi inflamasi umum pada buccal dan mukosa faring dapat menyebar ke jaringan limfoid dan membran mukosa
trakeobronkial
Pneumonitis interstisial terjadi karena virus measles membentuk Hecht giant cell pneumonia
Pada kasus parah encephalomyelitis dapat terjadi demyelinasi perivaskuler pada area-area otak dan medulla spinalis
Pada subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) mungkin dapat terjadi degenerasi korteks dan substansia alba otak
disertai badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik
Transmisi
Measles sangat menular, diperkirakan 90% orang rentan yang kontak erat (satu rumah) bisa tertular.
Penularan secara maksimal terjadi dengan droplet selama periode prodromal (Catarhal stage).
Penularan pada orang rentan sering terjadi sebelum didiagnosis kasus index.
Bayi memperoleh kekebalan transplasenta dari ibu yang pernah mendapat imunisasi campak atau mengalami campak.
Kekebalan ini biasanya lengkap selama 4-6 bulan pertama kehidupan dan berkurang dengan kecepatan yang bervariasi.
Meskipun kadar antibodi matemal umumnya tidak terdeteksi pada bayi setelah usia 9 bulan dengan tes antibodi yang
biasa dilakukan, beberapa perlindungan tetap ada yang dapat mengganggu imunisasi yang diberikan sebelum usia 12
bulan.
Sebagian besar wanita usia subur di Amerika Serikat sekarang memiliki kekebalan campak melalui imunisasi daripada
pernah mengalami campak, dan penelitian menunjukkan bahwa bayi dari ibu dengan imunitas yang disebabkan oleh
vaksin campak kehilangan antibodi pasif pada usia yang lebih muda daripada bayi dari ibu yang mengalami infeksi
campak. Bayi dari ibu yang rentan terhadap campak mengalami campak.
Sign and Symptoms
Measles adalah infeksi serius yang ditandai dengan demam tinggi, enanthem, batuk, coryza, konjungtivitis, dan
eksantema yang menonjol (Gbr. 273.2). Setelah masa inkubasi 8-
12 hari, fase prodromal dimulai dengan demam ringan diikuti dengan timbulnya konjungtivitis disertai fotofobia, coryza,
batuk yang menonjol, dan demam yang meningkat. Bintik koplik mewakili enanthem dan merupakan tanda
patognomonik measles, muncul 1-4 hari sebelum timbulnya ruam (Gbr. 273.3). Mereka pertama kali muncul sebagai lesi
merah diskrit dengan bintik-bintik putih kebiruan di tengah pada bagian dalam pipi setinggi gigi premolar. Mereka
mungkin menyebar ke bibir, langit-langit keras, dan gingiva. Mereka juga dapat terjadi pada lipatan konjungtiva dan
pada mukosa vagina. Bercak koplik telah dilaporkan pada 50-70% kasus measles tetapi mungkin
terjadi.
Gejala meningkat intensitasnya selama 2-4 hari sampai hari pertama timbulnya ruam. Ruam dimulai di dahi (sekitar garis
rambut), di belakang telinga, dan di leher atas sebagai erupsi makulopapular merah. Kemudian menyebar ke bawah ke
batang tubuh dan ekstremitas, mencapai telapak tangan dan telapak kaki hingga 50% kasus. Eksantema sering menjadi
pertemuan di wajah dan batang atas (Gbr. 273.4).
Dengan timbulnya ruam, gejala mulai mereda. Ruam menghilang dalam sekitar 7 hari, dengan urutan yg sama dengan
munculnya, seringkali meninggalkan deskuamasi halus pada kulit setelahnya. Dari gejala utama measles, batuk
berlangsung paling lama, seringkali hingga
10 hari. Dalam kasus yang lebih parah, limfadenopati umum dapat ditemukan, dengan kelenjar getah bening serviks dan
oksipital sangat menonjol
Secara singkat, seluruh tanda & gejala yang muncul pada penyakit Rubeola adalah:
Demam
Batuk
Koplik’s Spots
Ruam
Anorexia
Malaise
Gastroenteritis: pada pasien anak-anak malnutrisi, seringkali disertai stomatitis (inflamasi bibir dan mulut)
Lymphadenopathy
Pembesaran kelenjar getah bening postaurikuler, cervix, axilla, inguinal, dan occipital 12.Laryngotracheitis
Demam
Demam pada penyakit ini mengalami peningkatan bertahap hingga hari ke-5 atau 6 onset penyakit pada puncak
erupsinya.
Kurva peningkatan suhu tubuh bisa bermacam-macam:
Pada suatu kasus, suhu tubuh meningkat pada 24-48 jam pertama onset penyakit, kemudian suhu tubuh menjadi stabil
selama 1 hari. Kemudian, ketika ruam semakin luas, suhu tubuh mengalami peningkatan drastis.
Kasus lain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh yang drastis pada akhir hari 1 onset penyakit,
dan suhu tubuh akan konstan pada 39,4 o-40,6oC (103o- 105oF)
Pada kasus rubeola tanpa komplikasi, suhu tubuh akan turun dengan cepat pada 2-3 hari setelah onset exanthema
(ruam yang disertai demam).
Coryza
Coryza pada measles sulit dibedakan dengan flu biasa yang parah. Pada awalnya, terjadi bersin-bersin, disertai kongesti
hidung, dan discharge mukopurulen yang semakin banyak pada puncak erupsi measles. Gejala hilang dengan cepat
ketika pasien sudah tidak demam.
Pada periode awal infeksi, terdapat injeksi pada konjungtiva berupa garis marginal melintang di sepanjang
palpebra.
Pada fase lebih lanjut, garis tersebut dapat terselubungi oleh inflamasi konjungtiva yang luas, disertai dengan edema
palpebra dan caruncle. Lakrimasi ↑, photophobia (+).
Koplik’s spots (+) pada caruncle (kasus yang parah). Gejala berkurang ketika demam hilang.
Pada anak-anak penderita malnutrisi disertai defisiensi vitamin A, dapat mengalami konjungtivitis yang parah, disertai
keratitis dan ulserasi pada kornea, yang dapat menyebabkan kebutaan permanen.
Batuk
Gejala batuk mengalami peningkatan intensitas & frekuensi seiring berjalannya penyakit, dan mencapai klimaksnya pada
puncak erupsi.
Gejala ini tetap ada dalam jangka waktu yang lebih lama, dan akan berkurang secara bertahap dalam hitungan minggu.
Koplik’s spots
Koplik’s Spots: bercak-bercak kecil khas, tidak beraturan berwarna merah cerah, dengan bintik-bintik berwarna putih-
kebiruan. Muncul kira-kira 2 hari sebelum munculnya ruam.
Terkadang, bintik-bintik ini akan memperlihat kekhasannya jika disorot senter atau sinar matahari.
Bintik-bintik ini dapat meluas dalam satu hari saja, melibatkan mukosa bibir dan buccal. Bercak merah cerah tersebut
menyatu, membentuk latar belakang eritematosa yang luas, yang diatasnya banyak elevasi berwarna biru-putih. Pada
tahap ini, bintik Koplik menyerupai butiran garam yang ditaburkan pada latar belakang berwarna merah cerah. Pada
akhir hari kedua sejak onset ruam, bintik-bintik tersebut mulai mengelupas, dan pada hari ketiga sejak onset ruam,
membrane mukosa akan terlihat normal kembali.
Ruam (exanthema)
Muncul pada hari 3 atau 4 sejak munculnya gejala gejala yang lain, dengan fase prodromal 1- 7 hari.
Diawali dengan erupsi makulopapular disertai eritema, muncul di rambut, melibatkan dahi, daerah belakang daun
telinga, dan bagian atas leher. Selanjutnya, menyebar ke bawah, yaitu muka, leher, tubuh, ekstremitas atas, hingga
ekstremitas bawah.
Lesi paling banyak ditemukan pada tempat awal mula munculnya ruam.
Lesi pada leher dan muka cenderung untuk menyatu, sedangkan lesi pada tempat lain cenderung terpisah.
Ruam mulai menghilang setelah hari ke 3, sesuai urutan munculnya. Walaupun ruam pada wajah dan tubuh bagian
atas mulai menghilang pada hari ke-4, mungkin masih dapat ditemukan erupsi pada ekstremitas bawah.
Setelah hari ke 3-4, ruam akan berubah warna menjadi coklat (mungkin karena terjadinya pendarahan pada kapiler)
yang tidak hilang jika ditekan.
Dengan hilangnya ruam, branny desquamation dapat terlihat di tempat-tempat yang terlibat paling parah. Berbeda
dengan pengelupasan luas yang terlihat pada demam berdarah, kulit tangan dan kaki tidak mengelupas.
Fase penyembuhan
Dalam 24-36 jam berikutnya, suhu tubuh turun drastis, coryza dan konjungtivitis hilang, dan batuk berkurang. Dalam
beberapa hari, anak merasa normal. Demam yang menetap melebihi hari ketiga sejak onset ruam biasanya disebabkan
oleh komplikasi. Masa penyembuhan measles berlangsung singkat, meskipun gejala batuk seringkali dapat berlangsung
selama berminggu-minggu.
Diagnosis secara klinisnya dapat berkembang dari adanya erupsi makulopapular secara menyeluruh, yang sebelumnya
didahului dengan periode 3 sampai 4 hari dengan demam, batuk, coryza, konjungtivitis disertai koplik’s spot yang
merupakan tanda patognomonik dari measles(campak).
Selama era pre-vaksin / sebelum dilakukannya vaksin, konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium biasanya tidak
diperlukan, dan biasanya orang tua dan tenaga kesehatan dapat membuat diagnosis campak ini dengan mudah.
Diagnosis Laboratorium
Campak tipikal didiagnosis atas dasar klinis; diagnosis laboratorium mungkin diperlukan dalam kasus campak yang
modifikasi atau atipikal
Antigen campak dapat dideteksi secara langsung di sel epitel dari sekret pernafasan, nasofaring, konjungtiva, dan urin.
Antibodi terhadap nukleoprotein berguna karena itulah protein virus yang paling melimpah di sel yang terinfeksi.
Deteksi RNA virus dengan RT-PCR (Reverse transcription polymerase chain reaction) adalah metode sensitif yang dapat
diterapkan pada berbagai sampel klinis untuk diagnosis measles.
Swab Nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekresi pernapasan, dan urin yang dikumpulkan dari pasien selama
periode demam merupakan sumber yang tepat untuk isolasi virus. Monyet atau sel ginjal manusia atau limfoblastoid
cell line (B95-a) optimal untuk upaya isolasi. Virus measles tumbuh lambat; efek sitopatik tipikal (sel raksasa/giant cell
berinti banyak yang mengandung badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasma) membutuhkan waktu 7-10 hari untuk
berkembang. Tes kultur cangkang dapat diselesaikan dalam 2-3 hari menggunakan pewarnaan antibodi fluoresen untuk
mendeteksi antigen campak dalam kultur yang diinokulasi. Namun, isolasi virus secara teknis sulit.
GAMBAR 1 Virus Measles di organ ginjal 40x
GAMBAR 2 Multinecleated giant cell (panah vertical) dan inklusi sitoplasma (panah horizontal
Serologi
Konfirmasi serologis dari infeksi measles tergantung pada peningkatan empat kali lipat titer antibodi antara fase akut
dan fase pemulihan atau pada demonstrasi antibodi IgM spesifik tertentu dalam spesimen serum tunggal yang diambil
antara 1 dan 2 minggu setelah onset ruam. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), HI (Haemagglutination
inhibition), dan tes netralisasi semuanya dapat digunakan untuk mengukur antibodi measles, meskipun ELISA adalah
metode yang paling praktis.
Swab darah dan cairan oral yang kering tampaknya menjadi alternatif yang berguna untuk serum untuk mendeteksi
antibodi measles di area di mana sampel serum sulit untuk dikumpulkan dan dikerjakan.
Bagian utama dari respon imun ditujukan untuk melawan nukleoprotein virus. Pasien dengan SSPE (Subacute Sclerosing
Panencephalitis) menunjukkan respons antibodi yang berlebihan, dengan titer 10 hingga 100 kali lipat lebih tinggi
daripada yang terlihat pada serum.
Measles stadium lanjut, termodifikasi, dan infeksi atipikal sering dibingungkan dengan penyakit exantem yang dimediasi
oleh imun seperti rubella, adenovirus infection, enterovirus infection, and Epstein-Barr virus infection
Exanthema subitum (pada infant), erytema infeksiosum (pada anak lebih dewasa), Mycoplasma pneumoniae, dan
streptococcus grup A juga bisa menghasilkan ruam yang sama seperti measles
Sindrom Kawasaki memiliki temuan klinis yang hampir sama seperti measles akan tetapi tanda koplik spot dan gejala
batuk parah prodromal tidak ditemukan pada Kawasaki
Sindrom Kawasaki memiliki peningkatan neutrofil dan reaktan fase akut + trombositosis
Manajemen
Campak adalah self-limited disease. Tidak ada agen antiviral yang spesifik, dan pemberian antibiotik tidak memberi
dampak pada infeksi yang tidak kompleks. Terapi bersifat suportif. Studi di Afrika oleh Barclay dkk pada 1987 dan oleh
Hussey dan Klein pada 1990 menunjukkan manfaat yang sangat menguntungkan dari pemberian vitamin A pada anak
dengan gizi buruk yang menderita campak parah. Pada randomized, double blind trial yang dilakukan pada anak-anak
yang dirawat di rumah sakit dengan usia median 10 bulan, ditemukan bahwa mereka yang diberikan 400 ribu IU vitamin
A 5 hari sejak munculnya ruam memiliki lebih sedikit croup,diare dan pneumonianya sembuh lebih cepat, waktu rawat
inapnya lebih singkat, dan angka kematiannya lebih rendah dari pada mereka yang hanya diberi placebo. Angka
kematian pasien yang diberi vitamin A adalah 2 dari 92 pasien, sedangkan angka kematian pasien yang diberi placebo
adalah 10 dari 97. WHO merekomendasikan pemberian suplemen vitamin A kepada semua anak di daerah yang di
dapati adanya defisiensi vitamin A dan angka kematian akibat campak ≥ 1%. Pemberian vitamin A juga disarankan pada
periode 9 bulan kunjungan kesehatan saat pemberian vaksin campak pada EPI (Extended Programme on Immunization).
Terapi Supportif
Bed rest disarankan pada waktu demam, dan makanannya disarankan untuk mengonsumsi makanan cair atau makanan
yang dilembutkan selembut mungkin. Aktivitas dan diet normal dapat dilanjutkan setelah demamnya hilang dan nafsu
makannya kembali normal.
Batuk campak sulit dikendalikan, namun pemberian suppressants dapat membantu. Coryza tidak terpengaruh dengan
treatment, dan memiliki jalur self-limitednya sendiri. Kulit disekitar hidung dapat dilindungi dengan pemberian
petrolatum.
Konjungtivitis biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelopak mata harus dibersihkan dengan air hangat untuk
membersihkan sekresi dan kerak. Kornea harus diperiksakan karena mungkin terjadi ulcerasi. Bila ada komplikasi pada
kornea, harus di tangani dokter spesialis mata. Jika ada photophobia, hindarkan dari sinar yang terlalu terang.
Bayi dengan panas tinggi atau anak-anak dengan sakit kepala diberikan antyperitic dengan dosis optimal.
Komplikasi
Virus campak bertanggung jawab atas reaksi peradangan yang meluas dari nasofaring ke saluran pernapasan hingga
bronkus. Oleh karena itu, nasofaringitis dan trakeobronkitis dengan batuk merupakan manifestasi dari penyakit alami.
Komplikasi yang lebih umum biasanya disebabkan oleh (1) perluasan peradangan yang disebabkan oleh virus, (2) invasi
bakteri ke jaringan yang rusak, atau (3) kombinasi keduanya. Situs keterlibatan komplikasi campak termasuk telinga
tengah, saluran pernapasan, saluran pencernaan, SSP, mata, dan kulit.
Otitis Media
Infeksi telinga tengah adalah salah satu komplikasi campak yang paling umum. Pada awal perjalanan penyakit, membran
timpani mungkin 359 Gambar 20-4 Respon antibodi dan persistensi hemagglutination-inhibition (HI) campak. Lima belas
tahun tindak lanjut. (Dari Krugman S: J Pediatr 1977; 90: 1.) Pada pemeriksaan mengungkapkan kemerahan,
menggembung, dan lenyapnya refleks cahaya dan landmark. Khususnya pada bayi, tanda pertama otitis media mungkin
berupa keluarnya cairan bernanah dari membran timpani yang berlubang. Otitis media yang rumit biasanya
menyebabkan demam yang menetap di luar perjalanan normal. Kejadian otitis media sebagai komplikasi campak
dipengaruhi oleh faktor- faktor yang berhubungan dengan penyakit, inang, dan lingkungan. Campak parah lebih
mungkin menjadi rumit daripada bentuk ringan. Kerentanan meningkat pada bayi dibandingkan dengan anak yang lebih
tua dan pada pasien dari segala usia dengan riwayat infeksi telinga sebelumnya. Pada wabah A.S. 1990, hampir 7% dari
kasus campak yang dilaporkan dipersulit oleh otitis media (Pusat Pengendalian Penyakit, 1991).
Mastoiditis
Mastoiditis sebelumnya adalah gejala sisa umum dari otitis media. Terapi antibakteri yang tepat hampir dapat
menghilangkan komplikasi ini.
Pneumonia
Komplikasi paru sama seringnya dengan otitis media tetapi lebih parah. Pneumonia dapat terjadi akibat (1) perluasan
infeksi virus, (2) infeksi bakteri yang ditumpangkan, atau (3) kombinasi keduanya. Secara klinis termanifestasi sebagai
bronkiolitis (pada bayi), bronkopneumonia, atau pneumonia lobar. Adanya komplikasi pneumonia harus dicurigai jika
setiap anak dengan campak mengalami gangguan pernapasan yang berhubungan dengan demam yang menetap atau
muncul kembali. Pemeriksaan dada dapat mengungkapkan kusam pada perkusi, penekanan bunyi napas, pernapasan
bronkial, dan rongga lokal atau umum. Rontgen dada harus mengklarifikasi diagnosis. Pada beberapa orang dewasa dan
terutama pada individu dengan immunocompromised dari segala usia yang tidak memiliki fungsi kekebalan seluler
normal, pneumonia sel raksasa yang menetap dapat terjadi sebagai akibat dari replikasi kronis virus campak di bronkus
dan paru-paru. Ini biasanya merupakan komplikasi yang fatal, terkadang terjadi tanpa ruam campak (Enders et al.,
1959).
Laringitis ringan sementara dan trakeitis adalah bagian dari perjalanan normal campak. Kadang-kadang, bagaimanapun,
proses inflamasi berkembang dan menyebabkan obstruksi jalan napas. Suara serak yang meningkat, batuk
menggonggong, dan stridor inspirasi yang terkait dengan retraksi suprasternal menunjukkan perkembangan komplikasi
ini. Gejala ini biasanya mereda saat ruam mulai memudar. Peningkatan kegelisahan, dispnea, dan takikardia
menunjukkan peningkatan obstruksi, yang mungkin memerlukan intubasi dan pemeliharaan dukungan jalan napas
sampai radang akut mereda.
Gastroenteritis
Virus campak berkembang biak di saluran pencernaan dan sering menyebabkan diare yang mungkin parah. Dengan
glositis yang menyakitkan, terlihat paling sering di antara anak-anak malnutrisi dengan campak 360, kombinasi dari
asupan oral yang berkurang dan peningkatan kehilangan cairan usus menyebabkan dehidrasi. Gastroenteritis adalah
penyebab kematian kedua setelah pneumonia yang berhubungan dengan komplikasi campak.
Cervical Adenitis
Limfadenopati umum dikaitkan dengan sebagian besar kasus campak dan mewakili hiperplasia limfoid yang disebabkan
oleh virus. Adenitis serviks akibat bakteri dapat terjadi sebagai perpanjangan faringitis akibat flora saluran pernapasan
atas.
Ensefalomielitis Akut
Ensefalomielitis akut adalah komplikasi serius, berpotensi melumpuhkan atau fatal yang terjadi pada sekitar 0,1% kasus
campak. Ini dimulai paling sering antara hari kedua dan keenam setelah timbulnya ruam. Namun, jarang berkembang
selama periode preeruptif. Demam, sakit kepala, muntah, mengantuk, kejang, koma, atau perubahan kepribadian dapat
menyebabkan komplikasi ini. Seringkali, terdapat tanda-tanda iritasi meningeal, seperti leher kaku dan tanda Brudzinski
dan Kernig. Cairan serebrospinal (CSF) menunjukkan pleositosis sedang dengan dominasi limfosit. Tingkat protein
umumnya meningkat; kadar glukosa normal atau meningkat. Dalam kasus yang jarang terjadi, CSF mungkin normal.
Perjalanan ensefalomielitis cukup bervariasi. Ini mungkin sangat ringan, hilang sepenuhnya dalam beberapa hari, atau
mungkin berkembang pesat dan marah, berakhir fatal dalam waktu 24 jam. Di antara kedua ekstrem ini ada banyak
variasi. Secara umum, sekitar 60% pasien sembuh total; 15% meninggal; dan 25% kemudian menunjukkan manifestasi
kerusakan otak seperti keterbelakangan mental, kejang berulang, gangguan perilaku parah, tuli saraf, hemiplegia, dan
paraplegia. Kursus tidak dapat diprediksi. Tidak jarang seorang anak mengalami koma selama beberapa minggu dan
kemudian sembuh total tanpa gejala sisa. Komplikasi CNS lain dari campak termasuk ataksia serebelar, neuritis
retrobulbar, dan hemiplegia yang disebabkan oleh infark pada distribusi arteri utama (Tyler, 1957). Meskipun
patogenesis ensefalomielitis campak masih belum pasti, tampaknya tidak melibatkan replikasi virus di SSP; sebaliknya,
ini lebih mirip dengan temuan neuropatologi dari ensefalomielitis alergi eksperimental, menunjukkan proses yang
dimediasi autoimun.
Merupakan komplikasi lanjut dari campak, dengan onset 5 sampai 10 tahun kemudian dan dengan kejadian sekitar 1 per
100.000 kasus,”slow virus infection”, 50% pada usia <2thn , 75% sblm 4 thn, pria 2:1 wanita.
SME terjadi terutama pada pasien yang mengalami imunodefisiensi, paling sering pada anak- anak yang menjalani
pengobatan untuk leukemia akut, tetapi juga, baru-baru ini, pasien HIV. SME biasanya terjadi pada pasien terkena
campak selama 6 bulan, (nelson: 1-10 bulan setelah measles pada imunokompromi). Angka kematian adalah 85%,
dengan kematian terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah onset.
Ulserasi kornea
Appendicitis dapat berkembang sebagai akibat dari hyperplasia limfoid pada appendix
Myocarditis
Prevensi
Imunisasi campak pertama, biasanya vaksin measles-mumps-rubella (MMR), direkomendasikan pada usia 12-15 bulan
namun bisa juga diberikan sebagai profilaksis post- exposure dan outbreak campak paling dini usia 6 bulan. Imunisasi
kedua, juga MMR, direkomendasikan secara rutin pada usia 4-6 tahun namun dapat diadministrasikan kapanpun pada
masa kanak-kanak setidaknya 4 minggu setelah pemberian dosis pertama. Anak-anak yang belum mendapatkan dosis
kedua harus diimunisasi pada usia 11-12 tahun. Remaja yang memasuki universitas atau tempat kerja juga harus
mendapatkan imunisasi campak kedua.
Respon terhadap vaksin campak hidup dapat dibatalkan (tidak efektif) jika immunoglobulin juga baru saja
diadministrasikan. Anergy terhadap tes kulit tuberkulin dapat berkembang dan menetap selama lebih dari 1 bulan
setelah vaksinasi campak. Anak-anak dengan infeksi tuberkulosis aktif harus mendapatkan perawatan antituberkulosis
ketika vaksin campak diadministrasikan. Tes tuberkulin yang dilakukan sebelumnya atau bersamaan dengan imunisasi
aktif virus campak bisa dilakukan selama tuberkulosis dalam pertimbangan (perawatan).
Vaksin campak tidak direkomendasikan pada wanita hamil; anak-anak dengan immunodefisiensi primer, tuberkulosis
yang tidak dirawat, kanker, atau transplantasi organ; anak-anak yang mendapatkan terapi immunosupresif jangka
panjang; atau anak-anak terinfeksi HIV dengan immunocompromised berat. Anak-anak terinfeksi HIV tanpa
immunosupresi berat dan tanpa tanda-tanda imunitas campak dapat menerima vaksin campak.
Vaksinasi
Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan
pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis vaksin MR mengandung:
Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat
pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan
Status vaksinasi MR pada wanita usia subur/ yang hendak merencanakan kehamilan penting untuk diperiksa.
Pemberian Vaksin MR
Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang
disediakan dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam
setelah dilarutkan.
Pada tutup vial vaksin terdapat indikator paparan suhu panas berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang boleh
digunakan hanyalah vaksin dengan kondisi VVM A atau B.
Kontraindikasi
Wanita hamil
Decompression cordis
Vitamin A
Jakarta - Bulan Februari dan Agustus adalah bulan vitamin A. Pada kedua bulan ini dilakukan pembagian suplementasi
vitamin A Kapsul biru (dosis 100.000 IU) untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul merah (dosis 200.000 IU) untuk anak
umur 12-59 bulan. Vitamin A kapsul merah juga diberikan kepada ibu yang dalam masa nifas.
Vitamin A/retinol terlibat dalam pembentukan, produksi, dan pertumbuhan sel darah merah, sel limfosit, antibodi juga
integritas sel epitel pelapis tubuh.
Adapun vitamin A juga bisa mencegah rabun senja, xeroftalmia, kerusakan kornea dan kebutaan serta mencegah anemia
pada ibu nifas. Sedangkan apabila anak kekurangan vitamin A maka anak bisa menjadi rentan terserang penyakit infeksi
seperti infeksi saluran pernafasan atas, campak, dan diare.
Kapsul vitamin A ini bisa didapatkan di fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Poskesdes/Polindes,
Balai Pengobatan, Praktek Dokter, Bidan Praktek Swasta atau Posyandu dengan GRATIS.
Peraturan Pemerintah Terkait Vit A
Vitamin A merupakan mikronutrien penting yang diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh spesifik
maupun non spesifik. Defisiensi vitamin A dilaporkan dapat menyebabkan gangguan kekebalan
humoral serta selular. Efek antioksidan dari karotenoid ini secara tidak langsung dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dengan jalan menurunkan konsentrasi partikel bebas beserta produknya yang
bersifat imunosupresif. Mencegah oksidasi leukosit sehingga dapat menurunkan kadar prostaglandin
yang bersifat imunosupresif
Vitamin A dapat menghambat infeksi baik virus tipe ganas atau virus vaksin yang dilemahkan. Pada
anak yang mendapat vitamin A lebih sedikit timbul gejala ruam stelah imunisasi. Hal ini menunjukkan
bahwa vitamin A dapat menghambat replikasi virus vaksin
Vitamin A dapat menghambat replikasi virus vaksin campak dengan peningkatan respons imun.
Ternyata suplementasi vitamin A dosis tinggi juga bermanfaat pada pasien campak
Pengobatan dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas dan dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A pada semua pasien campak baik
pada anak dengan gizi baik maupun malnutrisi.
Vitamin A dapat menghambat replikasi virus vaksin campak maka pada pasien campak sangat
dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A dosis tinggi yaitu sampai
400.000 IU pada saat terjadi ruam dalam 2 hari berturut-turut dan pada anak di bawah usia 1 tahun
dapat diberikan dosis sampai 100.000 IU tanpa efek samping yang berarti seperti yang telah dilaporkan
pada hasil penelitian di atas. Selain pemberian suplementasi vitamin A terapi penunjang lain yang
memadai tetap diberikan
Prognosis
Infeksi tuberculosis yang sudah ada sebelumnya dapat diperburuk. Mayoritas kematian terjadi akibat
bronkopneumonia atau ensefalitis yang parah. Pada tahun 1989 dan 1990 dalam wabah di Amerika
Serikat tingkat kematian kasus yang dilaporkan adalah dari 3 menjadi 4 per 1.000 (Pusat Pengendalian
Penyakit, 1991). Campak yang dimodifikasi yang sangat jarang terjadi komplikasi memiliki prognosis
yang sangat baik. Prognosis untuk pasien dengan campak meningkat secara signifikan dalam 3 dekade
terakhir. Banyak komplikasi bakteri serius yang berhasil diobati dengan terapi antrimikrobial. Secara
umum, prognosis lebih baik pada anak yang lebih tua dibandingkan pada bayi.
Imunitas
Kekebalan seumur hidup terjadi pada individu yang pernah menderita penyakit tersebut. Meskipun
antibodi IgG mungkin berperan dalam menetralkan virus selama tahap viremik, imunitas yang
diperantarai sel lebih penting.
Pentingnya imunitas yang diperantarai sel diilustrasikan oleh fakta bahwa anak-anak
agammaglobulinemia memiliki perjalanan penyakit normal, kemudian kebal, dan dilindungi oleh
imunisasi. Antibodi ibu melewati plasenta, dan bayi terlindungi selama 6 bulan pertama kehidupan.
Infeksi virus campak untuk sementara dapat menekan imunitas yang dimediasi sel terhadap
mikroorganisme intraseluler lainnya, seperti Mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan
hilangnya reaktivitas tes kulit purified protein derivative (PPD), reaktivasi organisme yang tidak aktif,
dan penyakit klinis. Mekanisme yang diusulkan untuk temuan yang tidak biasa ini adalah bahwa ketika
virus campak berikatan dengan reseptornya (disebut CD46) di permukaan makrofag manusia, produksi
interleukin-12 (IL12), yang diperlukan untuk terjadinya imunitas yang dimediasi sel,
ditekan.