Anda di halaman 1dari 28

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI GEL

Oleh :
WENNI ANGGREANI 18340008
NURUL MULIAWATI 18340038

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan penulisan Makalah ini sebagai tugas Mata
kuliah Teknologi Sediaan. Saya telah menyusun Tugas Makalah ini
dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya
sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi dimasa mendatang agar
lebih baik lagi dari sebelumnya.
Tak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dosen Mata
Kuliah Teknologi Farmasi atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang
telah di berikan kepada saya. Sehingga saya dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Dan saya ucapkan pula
kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan
makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran
sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya. Amin

Jakarta, Noember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Teknologi Sediaan Farmasi...................................................................... 3
2.1.1 Sediaan Farmasi.............................................................................. 3
2.2 Gel............................................................................................................ 3
2.3 Penggolongan Gel ................................................................................... 3
2.4 Kegunaan Gel .......................................................................................... 3
2.5 Sifat dan Karakteristik ............................................................................ 4
2.6 Bahan ...................................................................................................... 6
2.7 Evaluasi ................................................................................................... 8
2.8 Cara Produksi Sediaan Gel yang baik ..................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 18
3.1 Teknologi Sediaan Gel menurut CPOB................................................... 18
3.2 Alur Pembuatan Gel ................................................................................ 19
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 22

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak
diminati konsumen maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik
yang optimum dapat meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan
penggunaan. Sifat fisik gel yang optimum dapat diperoleh melalui optimasi
formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis yang berbeda.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1.    Gel sistem dua fase
     Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma
bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2.    Gel sistem fase tunggal
     Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.
Obat yang baik harus dibuat sesuai dengan standar CPOB. CPOB adalah
Cara Pembuatan Obat yang Baik, CPOB merupakan seluruh aspek dalam praktek
yang ditetapkan, yang secara kolektif menghasilkan produk akhir atau layanan
yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang sesuai, serta mengikuti
peraturan nasional dan internasional. Setiap pabrik industry farmasi wajib
memiliki sertifikat CPOB, sertifikat tersebut menandakan produk farmasi baik
obat ataupun kosmetik yang diproduksi oleh suatu industry farmasi telah memiliki
izin edar.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Ruang
lingkup CPOB sendiri meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan
Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi
Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standard mutu

4
dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPOB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri obat baik skala besar maupun kecil untuk
dapat menerapkan CPOB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram.
Penerapan CPOB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.
Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan
CPOB merupakan nilai tambah bagi produk obat Indonesia untuk bersaing dengan
produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Dalam pembuatan obat, pengawasan yang menyeluruh disertai
pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari
bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan
pemeriksaan mutu.

1.2 Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara pembuatan sediaan gel
yang baik sesuai dengan standar CPOB.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana alur pembuatan sediaan
yang baik sesuai dengan standar CPOB.

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses produksi sediaan gel yang baik?
2. Bagaimana alur produksi sediaan gel yang baik?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
2.1 Teknologi Sediaan Farmasi
2.1.1 Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi merupakan obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika(uu no. 36 tahun 2009). Sediaan farmasi terdiri dari sediaan solid,
sediaan semi solid, sediaan cair, dan aerosol. Salah satu dari bentuk sediaan
farmasi adalah Sediaan solid. Bentuk sediaan solid merupakan bentuk sediaan
obat yang memiliki wujud pada, kering, mengandung satu atau lebih zat aktif
yang tercampur homogen.
2.2 Gel
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa  organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat
yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.

2.3 Penggolongan Gel


Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar ,
massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit.
Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2.  Gel sistem fase tunggal
    Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam
suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro
yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul
sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.

2.4  Keuntungan dan Kekurangan Gel


Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :

6
1.    Keuntungan sediaan gel
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan
obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
2.    Kekurangan sediaan gel
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel
tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

2.5  Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin
dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara
intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan
oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

2.6 Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert,
aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2.  Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol,
pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM
besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.

7
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.

Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse


system, vol 2 hal 497):
1.    Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2.    Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3.    Efek suhu
                 Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4.    Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser.
Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion

8
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut. 
5.    Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan
elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel
resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen
pembentuk gel.
6.    Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan
jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.

2.7 Bahan
1. Asam salisilat
Asam salisilat merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak
1874 (Jabarah dkk., 1997). Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam
terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis.
Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan
kulit, melasma, hiperpigmentasi pascainflamasi dan akne (Nakatsui & Lin, 1998).
2. Karbomer (Karbopol)
Karbomer disebut juga karbopol, carboxyvinyl polimer, critamer, acrylic
acid polimer (Ansel dkk., 1999). Karbomer merupakan basis gel yang kuat,
sehingga penggunaanya hanya sekitar 0,5-2,0%. Karbomer berupa serbuk halus,
berwarna putih, bersifat asam dan higroskopis. Karbomer bersifat higroskopis,
pada temperatur yang berlebih dapat mengakibatkan kekentalannya menurun
sehingga mengurangi stabilitas (Barel dkk., 2009).
3. HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose)
HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) disebut juga MHPC, Methocel,
Hypromellosum, Metolose, Pharmacoat, Benecel MHPC, Tylopur, Tylose MO.
Merupakan polimer glukosa yang tersubstitusi dengan hidroksi propil dan metil
pada gugus hidroksinya. HPMC berupa serbuk putih hingga kekuningan, larut
dalam air, tidak berasa dan berbau, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan
eter (Rowe dkk., 2009).
4. Propilen glikol
Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H7O2. Propilen glikol
memilkiwujud berupa cairan kental, tidak berwarna, jernih, rasa khas, tidak

9
memiliki bau, dan menyerap air di udara dengan kelembaban tinggi. Bahan ini
dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform. Propilen glikol larut dalam
eter dan dalam beberapa minyak esensial, namun tidak dapat bercampur dengan
minyak lemak. Bahan ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim,
2014). Propilen glikol pada umumnya digunakan sebagai pelarut sediaan topikal
pada konsentrasi 5-80% (Wade & Waller, 2011).
5. Trietanolamin
Trietanolamin memiliki rumus molekul C6H15NO3, dengan sinonim
yaitu TEA, trolamin, triethylolamine, trihydroxytriethylamine, dan trolaminum.
Bahan ini memiliki berat molekul 149,19 g/mol. Dalam sediaan gel, trietanolamin
digunakan untuk penstabil karbomer (Rowe dkk., 2006). Trietanolamin
merupakan campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan monoetilamina.
Bahan ini berupa cairan kental, berwarna kuning sampai kuning pucat, larut dalam
air, etanol, dan kloroform. Trietanolamin dapat bereaksi dengan asam mineral
menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Zat ini
harus disimpan dalam wadah tertutup rapat karena dapat berubah warna menjadi
coklat akibat dari adanya cahaya dan udara.
6. Etanol
Etanol memiliki rumus kimia C2H5OH. Pemerian dari etanol yaitu berupa
cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, memiliki bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun pada suhu
rendah, dan mudah terbakar. Etanol dapat bercampur dengan air dan praktis
bercampur dengan semua pelarut organik (Anonim, 2014). Dalam sediaan gel
asam salisilat, etanol berfungsi untuk melarutkan asam salisilat. Etanol merupakan
pelarut yang penggunaannya sangat luas dalam pembuatan berbagai macam
sediaan farmasi (Rowe dkk., 2006).
7. NaOH
NaOH berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam dalam
formulasi sediaan gel. NaOH bersifat sangat mudah larut dalam air dan dalam
etanol. NaOH memiliki bentuk berupa butiran, batang, massa hablur, rapuh,
kering, keras, mudah meleleh, basah, korosif, menunjukkan susunan hablur putih,
dan sangat alkalis (Rowe dkk., 2006).
8. Metil Paraben (Nipagin)
Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,
hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti
rasa tebal). Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid methyl ester, methyl
phydroxybenzoate. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan
antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan
digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan
antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba

10
yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang
luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan
aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan
kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan
yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben
ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe dkk., 2006).
9. Propil Paraben (Nipasol)
Propil paraben atau propil p-hikroksi benzoat mengandung tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H12O3 dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan. Pemerian serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna, sangat
sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam
air mendidih. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Berfungsi sebagai
pengawet pada sediaan obat dan kosmetik.

2.8 Evaluasi Sediaan


1.    Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau,
warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden
(dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam
dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di peroleh,
pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
2.    Homogenitas
Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan
yang digunakan
dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Cara
pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada objek glass kemudian
meratakannya untuk melihat adanya partikel-partikel kecil yang tidak terdispersi
sempurna.
3.    Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60
g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
4.    Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri
rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).

11
2.9 Cara Produksi Sediaan Gel yang Baik

Dalam produksi sediaan gel yang baik berpedoman pada Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan
obat, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan
pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.

1. Sistem Manajemen Mutu


 Dalam penerapan sistem manajemen mutu hendaklah dijabarkan struktur
organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, instruksi
instruksi kerja, proses dan sumber daya.
 Sistem mutu hendaklah dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan
perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaklah diperhatikan
aspek penting yang ditetapkan dalam pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik ini.
 Pelaksanaan sistem mutu hendaklah menjamin bahwa apabila diperlukan
dapat dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk
menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan
kenyataan-kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

2. Personalia, Organisasi, Kualifikasi Dan Tanggung Jawab


 Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan
dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia
dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan
mampu menangani tugasnya.
 Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan
mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada
keterkaitan tanggung jawab satu sama lain.
 Kepala bagian produksi hendaklah memperoleh pelatihan yang memadai
dan berpengalaman dalam pembuatan obat. Mereka hendaklah
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen
produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia
produksi, area produksi dan pencatatan.
 Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah memperoleh pelatihan yang
memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Mereka
hendaklah diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua
tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan
semua prosedur pengawasan mutu. Mereka mempunyai kewenangan

12
menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila
tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan
kondisi yang telah ditetapkan.
 Hendaklah dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil
lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPOB dengan baik.
 Hendaklah tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai,
untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit
pemeriksaan mutu.

3. Pelatihan
 Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan
hendaklah dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-
prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik.
 Pelatihan CPOB hendaklah dilakukan secara berkelanjutan.
 Catatan hasil pelatihan hendaklah dipelihara, dan keefektifannya
hendaklah dievaluasi secara periodik.

4. Bangunan
 Bangunan industri obat hendaklah menjamin aktifitas industri dapat
berlangsung dengan aman.
 Bangunan industri obat hendaklah berada di lokasi yang terhindar dari
pencemaran, dan tidak mencemari lingkungan.
 Bangunan industri obat hendaklah memenuhi persyaratan higiene dan
sanitasi.
 Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan, ukuran
dan konstruksi yang memadai agar tahan terhadap pengaruh cuaca, serta
dapat mencegah masuknya rembesan dan masuk bersarangnya serangga,
binatang pengerat, burung atau binatang lainnya, memudahkan dalam
pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan.
 Bangunan industri obat hendaklah memiliki ruangan-ruangan pembuatan
yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan
jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan,
jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan, seperti: a. Ruangan
atau tempat administrasi;
 Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari
pemasok,tempat sortasi, tempat pencucian, ruangan, tempat atau alat
pengeringan, ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk
bahan baku lainnya yang telah diluluskan, tempat penimbangan, ruangan
pengolahan, ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan

13
produk ruahan, ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas,
ruangan atau tempat pengemasan, ruangan atau tempat penyimpanan
produk jadi termasuk karantina produk jadi, laboratorium atau tempat
pengujian mutu, jamban / toilet, ruangan atau tempat lain yang dianggap
perlu.

5. Peralatan

 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki


rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap
produk terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk
memudahkan pembersihan dan perawatannya.
 Peralatan yang digunakan tidak menimbulkan serpihan dan atau akibat
yang merugikan terhadap produk.
 Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditera
menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
 Penyaring yang mengandung asbes tidak boleh digunakan.
 Bilamana ada ban mekanis terbuka atau kerekan/katrol hendaklah
dilengkapi dengan pengaman.
 Bahan-bahan yang diperlukan untuk tujuan khusus, seperti bahan pelumas,
bahan penyerap kelembaban, air kondensor dan sejenisnya tidak boleh
bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.
 Peralatan yang digunakan untuk proses pengemasan hendaklah sesuai
dengan sediaan yang dibuat.
 Peralatan pengolahan bentuk sediaan cair, seperti :
a. Alat ekstraksi atau alat pengolah bahan atau campuran bahan menjadi
sediaan cair;
b. Alat atau mesin pengaduk campuran bahan menjadi sediaan cair yang
homogen;
c. Alat atau mesin penyaring untuk mendapatkan cairan tanpa partikel
atau endapan;
d. Alat atau mesin pengisi cairan untuk menghasilkan volume sediaan
cair yang seragam tiap kemasan yang dikehendaki. Perbedaan atau
selisih volume cairan tiap wadah terhadap volume rata-rata 10 isi
wadah tidak lebih dari 5%;

14
e. Alat pembuatan sediaan cairan obat dalam hendaklah terpisah dengan
alat pembuatan sediaan cairan obat luar.

6. Sanitasi dan higiene


Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan
dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk. Sanitasi higiene
ini meliputi seluruh aspek yakni personalia, bangunan dan peralatan.

7. Penyiapan Bahan Baku


Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi
persyaratan yang berlaku.

 Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah


dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
 Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat
memberi informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal
penerimaan, dan pemasok.
 Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat
dalam kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan
atau pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
 Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
 Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan
air bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh
simplisia yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir
serta pencemar lainnya.
 Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan
cara yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar
air yang dipersyaratkan.
 Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan
simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung
digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang
menunjukkan status simplisia dan bahan baku tersebut.
 Label hanya boleh dipasang oleh petugas yang ditunjuk pimpinan bagian
pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda dengan label yang
digunakan.
 Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang
ditunjuk dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal

15
(First In, First Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal
(First Expired, First Out).
 Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai
dengan jelas, disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.

8. Pengolahan dan Pengemasan


Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.

9. Verifikasi
 Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan
hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan bahwa
prosedur bersangkutan cocok untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin,
dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan
peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
 Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan
pembuktian ulang secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan
peralatan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
yang berlaku

10. Pencemaran
 Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang
dapat merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak
boleh terjadi.
 Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap
produk meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada
kesehatan hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan
batas yang berlaku.

11. Sistem Penomoran Kode Produksi


Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal
usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya. Suatu
sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci diperlukan

16
untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan dan produk jadi suatu bets
dapat dikenali dengan nomor kode produksi tertentu. Sistem penomoran kode
produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor kode produksi yang sama tidak
digunakan secara berulang. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera
dicatat dalam suatu buku catatan harian.
Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk
dan besarnya bets yang bersangkutan. . Penimbangan dan Penyerahan. Sebelum
dilakukan penimbangan atau pengukuran hendaklah dipastikan ketepatan
timbangan dan ukuran serta kebenaran bahan yang akan ditimbang. Penimbangan,
perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan hendaklah dicatat. Untuk setiap penimbangan atau pengukuran
hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan
yang ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang berbeda.

12. Penimbangan dan Penyerahan


 Sebelum dilakukan penimbangan atau pengukuran hendaklah
dipastikan ketepatan timbangan dan ukuran serta kebenaran bahan yang
akan ditimbang.
 Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah dicatat.
 Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan
pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang
ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang berbeda.

13. Pengolahan
 Sebelum melaksanakan pengolahan hendaklah dilakukan pengecekan
kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang
diperlukan dalam proses pengolahan.
 Air yang digunakan dalam proses pengolahan sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan air minum.
 Karyawan termasuk pakaian yang digunakan harus bersih dan hendaklah
mengenakan alat pelindung yang sesuai (masker, sarung tangan, alas kaki,
penutup kepala).
 Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk
produk antara dan produk ruahan, harus bersih, dengan sifat dan jenis yang
tepat untuk melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran atau
kerusakan.
 Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan hendaklah
diberi label secara tepat yang menyatakan nama dan atau kode, jumlah,

17
tahap pengolahannya dan nomor kode produksi serta status bahan yang
ada di dalamnya.
 Pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama dalam satu ruangan
hendaklah dihindari untuk mencegah terjadinya pencemaran silang antar
produk.
 Terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu,
hendaklah dilakukan pengawasan yang seksama, misalnya
pengaturansuhu, pengaturan tekanan uap, pengaturan waktu dan atau
pengaturan kelembaban. 8.5.8. Pengawasan dalam proses hendaklah
dilakukan untuk mencegah hal-hal yang menyebabkan kerugian terhadap
produk jadi. 8.5.9. Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari
produk antara dan produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan
terhadap persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti
hendaklah diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut
dilanjutkan.
 penyarian (ekstraksi) hendaklah menggunakan metoda yang tercantum
dalam buku-buku resmi dan atau buku-buku standar lainnya;
 Penyarian dengan pemanasan hendaklah dilakukan pada suhu yang
sesuai;
 Sari (ekstrak) yang dihasilkan hendaklah diuji untuk memastikan
bahwa sari tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan.
 Pengolahan bentuk cairan, krim dan salep, Pengolahan sediaan cairan,
krim dan salep hendaklah dibuat sedemikian rupa agar terlindung
dari pencemaran jasad renik dan pencemaran lain yang tidak melebihi
batas yang ditetapkan. Jaringan pipa yang digunakan untuk
mengalirkan bahan baku atau produk ruahan hendaklah dirancang dan
dipasang dengan tepat sehingga mudah dibongkar dan dibersihkan.

14. Pengemasan
Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat dipastikan kebenaran
identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan pengemas. Proses
pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk menjaga
identitas dan kualitas produk jadi. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk kegiatan
pengemasan. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
instruksi yang diberikan dan menggunakan pengemas yang tercantum pada
prosedur pengemasan tersebut. Setiap penyerahan produk ruahan dan pengemas
hendaklah diperiksa dan diteliti kesesuaian satu sama lain. Wadah yang akan
digunakan diserahkan ke bagian pengemasan hendaklah dalam keadaan bersih.
Untuk memperkecil terjadinya kesalahan dalam pengemasan, label
dan barang cetak lain hendaklah dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki

18
perbedaan yang jelas antara satu produk dengan produk yang lainnya. Produk
yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak boleh dikemas pada
jalur berdampingan, kecuali ada pemisahan fisik. Wadah dan pembungkus
produk ruahan hendaklah diberi label atau penandaan yang menunjukkan
identitas, jumlah, nomor kode produksi dan status produk tersebut. Pengemas
atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang ditemukan pada waktu
pembersihan hendaklah diserahkan pada pimpinan bagian pengemasan untuk
dilakukan tindakan lebih lanjut. Produk yang dikemas hendaklah diperiksa
dengan teliti untuk memastikan bahwa produk jadi tersebut sesuai dengan
persyaratan dalam prosedur pengemasan. Produk yang telah selesai dikemas
dikarantina, sambil menunggu persetujuan dari bagian pengawasan mutu
untuk tindakan lebih lanjut.

15. Penyimpanan
Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi, hendaklah disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko tercampur
dan atau terjadinya saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan
pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya. Bahan yang disimpan hendaklah
diberi label atau penandaan yang menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan
cara penyimpanannya. Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan
dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (first in, first out)
atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).

16. Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua
rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang bermutu
mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan tersebut bagian
pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri.

17. Inspeksi Diri


Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah
seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi
CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini
hendaklah dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan
hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk
tim inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB.
Hendaklah dibuat prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri.

19
18. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang
harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

2.11 Alur Produksi Sediaan Farmasi Gel

BAB III
PEMBAHASAN

20
3.1 Teknologi Pembuatan Gel yang Baik Sesuai CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik)

Formulasi

Bahan 1. Cyclopentacyloxane
2. Dimethicone
3. vinyl dimethicone
4. ascorbyl tetraisopalmitate
Alat 1. Tagki penampung
2. Mixer
3. Homogenizer
4. Filling equipment
5. Sweep paddle
Metode 1. Mencampuran
2. Pengembangan
3. Pengadukan
4. Homogenitas produk
Evaluasi 1. Organoleptis
2. Viskositas
3. pH
4. Homogenitas
5. Uji daya sebar

3.2 Alur Pembuatan Gel

21
Penyiapan alat
dan bahan dimasukan massa 2 Dilakukan
ke dalam massa 1 pengadukan

Dilakukan penyetaraan
timbangan dan Massa 2: Dimasukkan
penimbangan masing dilarutkan penambahan
masing bahan piroksikam oleh
tween 80 aquadest
pengembangan
carbopol 940 dalam Massa 1:
aquadest panas Masukan TEA tetes Dikemas
selama 15 menit di pertetes hingga
dalam tangki massa
Pada proses produksi sediaan gel, alur proses produksi diawali dengan
menentukan formula yang tepat dalam proses produksi sediaan gel. Hal ini
meliputi dalam penentuan bahan sediaan yang digunakan dalam pembuatan
sediaan gel, sehingga sediaan gel yang diproduksi dapat digunakan secara aman
dan efektif. Kemudian untuk bahan baku pada proses pembuatannya yang dibeli
dari supplayer, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya
dipimpin oleh apoteker) dengan mengambil bahan di gudang penyimpanan,
pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi pemeriksaan mutu dan
pemerikasaan dilakukan secara laboratoris dari sediaan tersebut yang sesuai
dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan CPOB, serta terbebas nya dari
bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai.
Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku
tersebut memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
atau tidak. Setiap bahan yang akan digunakan harus dipilih bahan yang aman dan
tidak berbahaya.. Proses produksi harus melakukan pengecekan kondisi ruangan,
peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses
produksi.

22
Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh apoteker.
Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan. Setelah
bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dapat dicampur
dan diolah menjadi produk antara. Kemudian proses produksi dilanjutkan di ruang
pencampuran. Pada ruang ini, air dan alkohol kedalam tangki pencampuran
stainless steel. Setelah itu tambahkan kristal mentol pada campuran alkohol-air,
campur selama 5 menit hingga semua terlarut.
Langkah selanjutnya tambahkan zat aktif kedalam tangki pencampuran,
campur selama 10 menit hingga semua terlarut semua. Saat pencampuran
taburkan karbomer (gelling agent). Lanjutkan pencampuran sampai karbomer
mengembang sempurna dalam larutan hidroalkohol, yang terakhir tambahkan
trolamin dan sampai membentuk gel. Kemudian setelah selesai masukan kedalam
tube aluminium yang cocok. Setelah semua proses selesai barulah dilakukan
proses pengemasan dan penyortiran produk yang gagal. Proses produksi dilakukan
di gedung dan ruangan yang bersih, terpelihara dengan baik dan memenuhi
standar CPOB, dengan menggunakan peralatan yang digunakan yang tidak
bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan.
Secara garis besar peralatan yang digunakan memenuhi persyaratan CPOB.
Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara
pembuatan sediaan gel yang baik, dilakukan tahapan proses labeling yakni
penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal
usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya yang
dilakukan oleh QC(apoteker). Kemudian hasil dari proses tersebut di
dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Produk sediaan gel siap untuk diedarkan.

BAB IV

23
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Proses produksi gel yang baik dimulai dari pemilihan bahan baku yang
dibeli dari supplayer, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim
QC dipimpin oleh Apoteker.. Kemudian mengambil bahan di gudang,
penimbangan bahan sesuai dengan SOP,setelah penimbangan selesai
dilanjut pada proses mixing ata penacampuran dilakukann diruanagan
mixing pada proses mixing dilakukan pengawasan pada proses
pencampuran oleh karyawan bagian QC dibawah tanggung jawab manager
QC. Pengawasan pada saat proses mixing dilakukan agar dapat
meminimalkan kejadian yang tidak diinginkan seperti kontaminasi silang
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada produk. Selanjutnya proses
yang dilakukan pengembangan basis, pengadukan bahan bahan sampai
mendapat homogenitas produk yang baik. Seluruh rangkaian tersebut ,
dilakukan pengawasan oleh bagian QC dibawah tanggung jawab manager
QC. Proses selanjutnya penyimpanan, pemeriksaan bahan yang dilakukan
oleh tim proses control QC meliputi pemeriksaan mutu dan pemerikasaan
dilakukan secara laboratoris dari sediaan tersebut yang sesuai dengan
kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan CPOB, serta terbebas nya dari
bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai merupakan tanggung
jawab Manager QC.Semua tahapan dari mulai pencampuran produk
hingga pengemasan, harus sesuai dengan standar pengemasan. Sebelum
dipasarkan produk jadi di cek kembali oleh bagian QA untuk memastikan
mutu produk sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Manager
QA. Semua tahapan proses produksi dilakukan berdararkan cara produksi
yang baik yang menjadi acuan dalam produksi suatu produk.
2. Alur produksi pembuatan sediaan gel yang baik, yaitu dimulai dari
formula bahan, pengambilan bahan, penimbangan, pencampuran (alkohol-
air, lalu penambahan kristal mentol,zat aktif, karbomer, dan
trolamin),yang semua tahaan tersebut menjadi tanggung jawab dari
manajemen produksi dan Manager QC. Selanjutnya dilakukan evaluasi

24
(Uji Organoleptis, Uji Homogenitas, Uji PH, Uji Stabilitas, Uji daya
sebar)yang diawasi oleh personel QC, sampai dengan pengemasan,
pelabelan, desain menjadi tanggung jawab manajemen produksi dalam hal
ini Manajer QC

25
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : UI Press.
Barel, A.O., Paye, M. & Maibach, H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science and
Technology, Third Ed., 233, 261-262, Informa Healthcare USA, Inc., New
York
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Jabarah, A., Gilead, L.T. & Zlotogorski, Z., 1997, Salicylate Intoxication from
Topically Applied Salicylic Acid, Journal of Europe Academy
Dermatology Venereal, 8, 41-42.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Nakatsui, T. & Lin, A.N., 1998, Salicylic Acid Revisited, International Journal of
Dermatology, 37, 335-342.
Rowe, R.C., Sheskey, P. J. & Quinn., M. E., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Sixth Ed., 326-329, 441-444, 592-594, 596-598,
Pharmaceutical Press, USA.

Rowe, R.C., Shesky, P.J. & Owe, S.J., 2006, Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 5 th Ed., 108-116, 120-124, 460-469, 624-626, 683, 792-797,
802-806, Pharmaceuticals Press. Inc., London.
Wade, A. & Waller, P.J., 2011, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2th Ed.,
201-220, The Pharmaceutical Press, London.

26
DISKUSI

Putri Diah Anggarini 18340009 Kelompok 13

1. Apa yang membedakan produk steril non steril pada gel, apakah bangunan dan
personelnya pun ada perbedaan?
Jawab :
Pada ruangan steril, ruangan yang bertekanan tinggi di dalam daripada
diluar ruangan. Pada ruangan steril diberi penyedot atau penghisap debu,
pegawai memakai pakaian khusus seperti baju tertutup yang bebas dari
mikroba dan bakteri. Dan pada sediaan non steril mesin di simpan sedemikian
rupa agar mencegah kontaminasi silang.

Rahmat Munthaha 18340023 Kelompok 9

2. Apakah sediaan gel harus selalu bening? Penambahan bahan apa yang
membuat gel menjadi bening?
Jawab :
Ya, dilihat dari pengertiannya menurut FI 4 bahwa gel merpakan sediaan
semisolid yang memiliki warna bening yang terdispersi pada fasenya. Maka
dapat dikatakan setiap sediaan gel memilki wrna bening.Dilihat dari sifat
pembawanya dimana pada gel adanya komposisi yang bersifat hidofil yang
larut dalam air.

Linda Kristianingsih 18340017 Kelompok 3

3. Apa perbedaan syarat gel dua fase dan fase tunggal?


Jawab :
Perbedaanya yaitu ada gel dua fase digunakan untuk zat aktif yang
memiliki ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar sedangkan pada

27
system fase tunggal terdiri dari makromolekul organic sehingga tidak terlihat
danya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam cairan.

Sri Wahyuni 18340002 Kelompok 5

4. Apa tujuan evaluasi viskositas, dan bagaimana pengujian viskositas yang


tepat?
Jawab:
Untuk menentukan kekentalan pada gel atau untuk melihat kemampuan
daya sebar dari gel. Apabila gel yang memiliki viskositas rendah maka gel
akan mengalir lebih cepat dan sebaliknya apabila gel memiliki viskositas
tinggi (kental) akan mengalir lebih lama. Sehingga pengaplikasin pada kulit
dan penyerapan zat aktif akan optimal. Maka sediaan gel harus memiliki
viskositas yang tinggi.
Alat ukur untuk menentukan viskositas yaitu viscometer. Pengujian yang
dapat dilakukan dalam menentukan viskotas pertama dengan mentukan
pengukuran berdasarkan laju aliran fluida pada pipa kapiler vertical saat
menempuh jarak tertentu.

Ayu Siskha Suhaimi 18340010 Kelompok 8

5. Jika pada industri farmasi sudah memiliki HVAC namun inlet dan outlet tidak
sesuai dengan CPOB, apakah industri itu harus melakukan renovasi HVAC?
Jawab:
Apabila system HVAC tidak dapat memenuhi persyaratan parameter
kualifikasi (perbedaan tekanan udara, frekuensi pertukaran udara, pola aliran
udara, bila perlu waktu recovery, uji integritas filter HEPA), industri harus
mempertimbangkan perubahan pada desain.

28

Anda mungkin juga menyukai