Anda di halaman 1dari 18

Model , Pendekatan, dan Teknik Teknik

Supervisi Pendidika
Tujuan
“Dibuat untuk Memenuhi Tugas”
Mata Kuliah Pembelajaran Supervisi Pendidikan

Penyusun
Kelompok 3 ( Tiga)

Ketua : Berlian Habibi


Sekertaris : Raihana Jannati
Bendahara : Nikmatur Rada Saufi
Anggota : Indah Liya
: Yulia
Semester : V-A Tarbiyah

Dosen Pengempu: Drs. H. M.Yusuf Abdullah, MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH (STAI.JM)
TANJUNG PURA - LANGKAT
T.A: 2017
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa


atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan
terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak Drs. H. M.Yusuf
Abdullah, MA mata kuliah Supervisi Pendidikan yang telah memberikan tugas
Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa
belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Model,
Pendekatan dan Teknik Teknik Supervisi Pendidikan ” sehingga dengan kami
dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.

Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga
kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin.
Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu
terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang
penuh kebaikan dan telah membantu penulis.

Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha


sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini,  tetapi tetap saja tak luput dari
sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran
penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa
datang.

i
Tanjung Pura, Oktober 2017

Tim Penyusun

Kelompok 3 (Tiga)

DAFTAR IS

ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................1

BAB II......................................................................................................................2

PEMBAHASAN......................................................................................................2

A. Model Supervisi............................................................................................2

B. Pendekatan Supervisi Pendidikan.................................................................7

C. Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan............................................................9

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Model berasal dari Bahasa Inggris Modle, yang bermakna bentuk atau
kerangka sebuah konsep, atau pola. mengartikan model sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu
kegiatan. Dalam pengertian lain "model" juga diartikan sebagai barang atau benda
tiruan dari benda sesungguhnya, misalnya "globe" merupakan bentuk dari bumi.
Dalam uraian selanjutnya istilah "model" digunakan untuk menunjukkan
pengertian pertama sebagai kerangka proses pemikiran. Sedangkan "model dasar"
dipakai untuk menunjukkan model yang "generik" yang berarti umum dan
mendasar yang dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian
lebih rumit dan dalam artian lebih baru. Raulerson mengartikan model diartikan
sebagai "a set of parts united by some form of interaction" (artinya: suatu
perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk
hubungan saling mempengaruhi).

B. Rumusan Masalah

1.      Apa saja model-model supervisi pendidikan?


2.      Apa saja Pendekatan Supervisi pendidikan?
3.      Bagaimana Tekhnik-tekhnik dalam supervisi pendidikan?

C. Tujuan

1.      Mengetahui model-model supervisi pendidikan


2.      Mengetahui bagaimana Pendekatan Supervisi pendidikan
3.      Mengetahui bagaimana Tekhnik-tekhnik dalam supervisi pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Supervisi

1.      Model Konvensional (tradisional)


Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat.
Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feudal, akan berpengaruh pada sikap
pemimpin yang otokrat dan korektif. Pemimpin cenderung mencari-cari
kesalahan. Perilaku supervisi ialah mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan
dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai. Perilaku
seperti ini oleh Olivia P.F. disebut snoopervision (memata-matai). Sering disebut
supervisi korektif. Memang sangat mudah mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi
lebih sulit lagi untuk melihat segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal
yang baik. Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari
kesalahan adalah suatu permulaan yang tidak berhasil (Briggs 1948). Mencari-cari
kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan
supervisi pendidikan. Akibatnya guru-guru merasa tidak puas da nada dua sikap
yang tampak dalam kinerja guru: 1
1)      Acuh tak acuh (masa bodoh)
2)      Menentang (agresif)
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai
saat ini. Para pengawas datang ke sekolah dan menanyakan mana satuan
pelajaran. Ini salah dan seharusnya begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini
adalah cara memberi supervisi yang konvensional. Ini berarti bahwa tidak boleh
menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah bagaimana cara kita
mengkomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa
dia harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan
menerima bahwa ada yang harus diperbaiki. Caranya harus secara taktis
pedagogis atau dengan kata lain, memakai bahasa penerimaan bukan bahasa
penolakan (Thomas Gordon, 1988).
2.      Model Ilmiah
1
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Bandung Rosdakarya
2003) hlm, 56

2
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Dilaksanakan secara berencana dan kontinu.
2)      Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
3)      Menggunakan instrumen pengumpulan data.
4)      Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.
Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau check list lalu para
siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di
kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap
penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Dan ini tidak
berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat
perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil
perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan
supervisi yang lebih manusiawi. 2
3.      Model Klinis
Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan,
pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar
yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. (R.
Willem dalam Archeson dan Gall, 1980:1/terjemahan S.L.L. Sulo, 1985). K.A.
Archeson dan M.D. Gall (1980:25) terjemahan S.L.L. Sulo, 1985:5,
mengemukakan supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil
kesenjangan anatara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku
mengajar yang ideal. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang
bertujuan membantu pengembangan professional guru dalam pengenalan
mengajar melalui observasi dan analisis data secara objektif, teliti sebagai dasar
untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Ungkapan supervisi klinis
(clinical supervision) sebenarnya digunakan oleh Morries Cogan, Robber
Galghammer dan rekan-rekannya di Havard School of Education. Tekanan dalam
pendekatan yang diterapkan bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru

2
Ibid, hlm, 57

3
pengajar. Inti bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar
guru .
Ada berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya supervise klinis
bagi guru: 3
1.      Dalam kenyataannya yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan evaluasi
guru-guru semata. Di akhir satu semester guru-guru mengisi skala penilaian
yang diisi peserta didik mengenai cara menajar guru. Hasil penilaian
diberikan kepada guru-guru, tapi tidak dianalisis mengapa sampai guru-guru
dalam mengajar hanya mencapai tingkat penampilan seperti itu. Cara ini
menyebabkan ketidakpuasan guru secara tersembunyi.
2.      Pusat pelaksanaan supervisi adalah supervisor, bukan berpusat pada apa yang
dibutuhkan guru, baik kebutuhan professional sehingga guru-guru merasa
memperoleh sesuatu yang berguna bagi pertumbuhan profesinya.
3.      Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru), maka
aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk mendeskripsikan
tingkah laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan, karena
diagnosisnya tidak mendalam, tapi sangat bersifat umum dan abstrak.
4.      Umpan balik yang diperoleh dari hasil pendekatan, sifatnya memberi arahan,
petunjuk, instruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang
dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat di permukaan.
5.      Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga guru-guru
melihat konsep dirinya.
6.      Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia
sadar akan kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan timbul
motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri.
Praktek-praktek supervisi yang tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan
dalam pemberian supervisi kepada guru-guru. Itulah sebabnya perlu supervisi
klinis.
Ciri-ciri supervisi klinis:
a.       Dalam supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan besifat instruksi atau
memerintah. Tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru

3
Ibid, hlm, 58

4
memiliki rasa aman. Dengan timbulnya rasa aman diharapkan adanya
kesediaan untuk menerima perbaikan.
b.      Apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari guru
sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu.
c.       Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang
terintegrasi. Harus dianalisis sehingga terlihat kemampuan apa, keterampilan
apa yang spesifik yang harus diperbaiki.
d.      Suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh kehangtan,
kedekatan, dan keterbukaan.
e.       Supervisi yang diberikan tidak hanya pada keterampilan mengajar tapi ia
juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap
gairah mengajar.
f.       Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan
antara supervisor dan guru.
g.      Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan sifatnya objektif.
h.      Dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru lebih dulu,
bukan dari supervisor.

Prinsip-prinsip supervisi klinis: 4


1.      Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru
lebih dulu. Perilaku supervisor harus sedemikian taktis sehingga guru-guru
terdorong untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor.
2.      Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan.
3.      Ciptakan suasana bebas di mana setiap orang bebas mengemukakan apa yang
dialaminya. Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru.
4.      Objek kajian adalah kebutuhan professional guru yang riil yang mereka
sungguh alami.
5.      Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat
untuk diperbaiki.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis:


4
Dadang Suhardan, Supervisi Bantuan Profesional, (Bandung: Mutiara Ilmu, 2007) hlm,
45

5
a.       Pertemuan awal.
b.      Observasi.
c.       Pertemuan akhir.
4.      Model Artistik
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the
others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui
orang lain (working through the others). Dalam hubungan kerja dengan orang lain
maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan manusia
dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.
Hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling percaya, saling
mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling menerima seseorang
sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan bahasa, yaitu
supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan ketimbang bahasa
penolakan (Thomas Gordon, 1985). Supervisor yang mengembangkan model
artistic akan menampak dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing
sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman
dan dorongan positif untuk berusaha maju. Sikap seperti mau belajar
mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problema-
problema yang dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana adanya, sehingga
orang dapat menjadi dirinya sendiri. Itulah supervisi artistik. Dalam bukunya
Supervision of Teaching, Sergiovanni Th.J, menayamakan beberapa ciri yang khas
tentang model supervisi yang artistik, antara lain: 5
1)      Supervisi yang artistik memerlukan perhatian agar lebih banyak
mendengarkan daripada banyak berbiacara.
2)      Supervisi yang artistik memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup/
keahlian khusus, untuk memahami apa yang dibutuhkan seseorang yang
sesuai dengan harapannya.
3)      Supervisi yang artistik sangat mengutamakan sumbangan yang unik dari
guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
4)      Model artistik terhadap supervisi, menuntut untuk memberi perhatian lebih
banyak terhadap proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi sepanjang

5
Ibid, hlm, 49

6
waktu tertentu, sehingga diperoleh peristiwa-peristiwa yang signifikan yang
dapat ditempatkan dalam konteks waktu tertentu.
5)      Model artistik terhadap supervisi memerlukan laporan yang menunjukkan
bahwa dialog antara supervisor yang supervisi dilaksanakan atas dasar
kepemimpinan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
6)      Model artistik terhadap supervisi memerlukan suatu kemampuan berbahasa
dalam cara mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap orang lain yang dapat
membuat orang lain dapat menangkap dengan jelas ciri ekspresi yang
diungkapkan itu.
7)      Model artistik terhadap supervisi memerlukan kemampuan untuk menafsir
makna dari peristiwa yang diungkapkan, sehingga orang lain memperoleh
pengalaman dan membuat mereka mengappreciate yang dipelajarinya.
8)      Model artistik terhadap supervisi menunjukkan fakta bahwa supervisi yang
bersifat individual, dengan kekhasannya, sensitivitas dan pengalaman
merupakan instrumen yang utama yang digunakan di mana situasi pendidikan
itu diterima dan bermakna bagi orang yang disupervisi.

B. Pendekatan Supervisi Pendidikan

1.      Pendekatan Langsung (Direktif)

Yang dimaksudkan dengan pendekatan direktif adalah cara


pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan
arahan langsung. Sudah tentu perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan
direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme.
6
Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu
respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru menglami
kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa beraksi. Supervisor
dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment).
Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti
berikut ini:

6
Depdiknas , pedoman Supervisi Pengajaran, (Jakarta dikdasmen, 2003)hlm, 110

7
1)      Menjelaskan
2)      Menyajikan
3)      Mengarahkan
4)      Memberi contoh
5)      Menetapkan tolak ukur
6)      Menguatkan
2.      Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)

Yang dimaksu dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif)


adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung.
Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia
terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia
memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan
permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini bedasarkan
pemahaman psikologi humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai
orang yang akan dibantu. Oleh karena pribdai guru yang dibina begitu
dihormati, maka ia lebih banyak mndengarkan permasalahan yang dihadapi
guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba
mendengarkan, memahami apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor
dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut: 7

1)      Mendengarkan
2)      Memberi penguatan
3)      Menjelaskan
4)      Menyajikan
5)      Memecahkan masalah
3.      Pendekan Kolaboratif

Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara


pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif
menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun
7
Ibid, hlm, 111

8
guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan
kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi guru. Pendekatan berdasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi
kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan
individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam
pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam
supervisi berhubungan pda dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke
atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:

1)      Menyajikan
2)      Menjelaskan
3)      Mendengarkan
4)      Memecahkan masalah
5)      Negosiasi

C. Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan

Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi


sumber daya guru dapat dilaksanakan dengan berbagai alat (device) dan teknik
supervisi. 8

Umumnya alat dan teknik supervisi dapat dibedakan dalam dua macam
alat/atau teknik. (John Minor Gwyn, 1963: 326-327). Teknik yang bersifat
individual, yaitu teknik yang dilaksanakan untuk seorang guru secara individual
dan teknik yang bersifat kelompok, yaitu teknik yang dilakukan untuk melayani
lebih dari satu orang.

1.      Teknik yang bersifat individual


a.       Perkunjungan kelas

8
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas Kurikulum Berbasis
Kompetensi Kebijakan Umum Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta : Depdiknas, 2001)
Jakarta)hlm, 276

9
Yaitu kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk melihat cara
guru mengajar di kelas. Yang bertujuan untuk memperoleh data mengenai
keadaan sebenarnya selama guru mengajar. Ada tiga macam perkunjungan
kelas:
1)      Perkunjungan tanpa diberitahu (unannounced visitation)
2)      Perkunjungan dengan cara memberi tahu lebih dulu (announced
visitation)
3)      Perkunjungan atas undangan guru (visit upon invitation)
b.      Observasi kelas
Melalui perkunjungan kelas, supervisor dapat mengobservasi situasi
belajar-mengajar yang sebenarnya. Ada dua macam observasi kelas:
1)      Obeservasi langsung (direct observation)
2)      Observasi tidak langsung (indirect observation)
c.       Percakapan pribadi (Individual Conference)
Individual-conference atau percakapan pribadi antara seorang supervisor
dengan seorang guru. Dalam percakapan itu keduanya berusaha berjumpa
dalam pengertian tentang mengajar yang baik. Yang dipercayakan adalah
usaha-usaha untuk memecahkan masalah problema yang dihadapi oleh guru.
Menurut George Kyte, ada dua jenis percakapan melalui perkunjungan kelas:
9

1)      Percakapan pribadi setelah kunjungan kelas (formal)


2)      Percakapan pribadi melalui percakapan biasa sehari-hari (informal)
d.      Saling Mengunjungi Kelas (Inter-visitasi )
Yang dimaksud dengan intervisitation ialah saling mengunjungi antara
guru yang satu kepada guru yang lain yang sedang mengajar. Jenis-jenis
intervisitation:
1)      Adakalanya seorang guru mengalami kesulitan dalam hal ini, supervisor
mengarahkan dan menyarankan kepada guru tersebut untuk melihat
rekan-rekan guru yang lain mengajar. Sudah tentu guru yang ditunjuk
adalah seorang yang memiliki keahlian dan keterampilan yang cukup
dalam menggunakan teknik-teknik mengajar.

9
Ibid, hlm, 277

10
2)      Jenis yang lain adalah pada kebanyakan sekolah, kepala sekolah
menganjurkan agar guru-guru saling mengunjungi rekan-rekan di kelas
atau di sekolah lain. Untuk cara yang kedua ini diperlukan perencanaan
dan musyawarah lebih dulu.
e.       Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar
f.       Menilai diri sendiri (Self Evaluation Check List)
Salah satu tugas yang tersukar bagi guru-guru ialah melihat kemampuan
diri sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran. Untuk mengukur kemampuan
mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga penilaian terhadap
diri sendiri merupakan teknik yang dapat membantu guru dalam
pertumbuhannya.
Tipe dari alat ini yang dapat dipergunakan anatara lain berupa:
1)      Suatu daftar pandangan/pendapat yang disampaikan kepada murid-murid
untuk menilai pekerjaan atau suatu aktifitas. Biasanya disusun dalam
bentuk bertanya baik secara tertutup maupun secara terbuka dan tidak
perlu memakai nama.
2)      Menganalisis tes-tes terhadap unit-unit kerja.
3)      Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan baik mereka bekerja
secara perorangan maupun secara kelompok.
2.      Teknik yang bersifat kelompok
Yang dimaksud dengan teknik-teknik yang bersifat kelompok ialah,
teknik-teknik yang igunakan itu dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor
dengan sejumlah guru dalam satu kelompok. Jenis-jenis taknik yang bersifat
kelompok antara lain: 10
1)      Pertemuan orientasi bagi guu baru (orientation meeting for new teacher)
2)      Panitia penyelenggara
3)      Rapat guru
4)      Studi kelompok antar guru
5)      Diskusi sebagai proses kelompok
6)      Tukar menukar pengalaman (sharing of experience)
7)      Lokakarya (Workshop)

10
Ibid, hlm, 278

11
8)      Diskusi panel
9)      Seminar
10)  Symposium
11)  Demonstrasi mengajar (demonstration teaching)
12)  Perpustakaan jabatan
13)  Buletin supervisi
14)  Membaca langsung (directed reading)
15)  Mengikuti kursus
16)  Organisasi jabatan (professional organizations)
17)  Laboratorium kurikulum (curriculum laboratory)
18)  Perjalanan sekolah untuk anggota staf (field trips)

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Model supervisi menjadi tiga bentuk: a) model konvensional (tradisional),


b) model ilmiah, dan (c) model klinis dan d) model artistik.

Pendekatan supervisi terdiri atas dua, yaitu: pendekatan langsung (direct


contact) dan pendekatan tidak langsung (indirect contact). Pendekatan pertama
dapat disebut dengan pendekatan tatap muka dan kedua pendekatan menggunakan
perantara,

Teknik Supervisi adalah atat yang digunakan oleh supervisor untuk


mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhir dapat melakukan perbaikan
pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi.

Teknik supervisi dapat dibadi atas dua sifat,(a) Indivdual dan (b)
Kelompok. Teknik Individual adalah teknik yang dilaksanaan oleh seorang guru
oleh dirinya sendiri, sedangkan kelompok adalah dilakukan oleh beberapa orang
atau bersama.

13
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung :


Rosdakarya

Depdiknas .2003. pedoman Supervisi Pengajaran, Jakarta: Dikdasmen.

Suhardan, Dadang ,2007.Supervisi Bantuan Profesional, Bandung: Mutiara Ilmu

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas 2001.


Kurikulum Berbasis Kompetensi Kebijakan Umum Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta : Depdiknas.

14

Anda mungkin juga menyukai