Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDEKATAN DAN MODEL SUPERVISI

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Dasar-dasar Supervisi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Sulistiyana, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Ana Masitoh 2320111320041


Ita Rahmiyani 2320111320010
Melda Hasna 2320111320024
Noviani 2320111320018
Rifa’atul Mahmudah 2320111320044
Surya Ramadhani 2320111310068

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh


Puji syukur Ke-Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendekatan dan Model Supervisi” tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi dan penjelasan terkait pendekatan dan
model supervisi dalam dasar-dasar supervisi pendidikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyelesaian makalah ini. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banjarmasin, 02 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Permasalahan.....................................................................................................
C. Metode Penulisan..............................................................................................
D. Tujuan Penulisan...............................................................................................
E. Manfaat Penulisan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Perilaku Supervisor Directive...........................................................................
B. Perilaku Supervisor Non Directive...................................................................
C. Perilaku Supervisor Colaboratif.......................................................................
D. Development Model Supervisi Konvesional....................................................
E. Development Model Supervisi Arsistic.............................................................
F. Development Model Supervisi Klinis................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu supervision yang terdiri
dari dua kata super dan vision, yang mengandung pengertian melihat dengan
sangat teliti pekerjaan secara keselurahan. Istilah supervisi adalah sebuah kegiatan
yang mengacu kepada sebuah perbaikan dalam sebuah institusi. Orang yang
melakukan supervisi disebut supervisor. Disamping tujuan, supervisi pendidikan
juga diarahkan pada dua sasaran pokok, yaitu supervisi kegiatan yang bersifat
teknis edukatif dan teknis administratif. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah
organisasi pendidikan, supervisi merupaka bagian dari proses administrasi dan
manajemen.
Kegiaan supervisi melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di
sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam
mencapai tujuan. Supervisi, akan memberikan inspirasi untuk bersama-sama
menyelesaikan pekerjaan dengan jumlah lebih banyak, waktu lebih cepat, cara
lebih mudah, dan hasil yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri. Supervisi
mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program.
Supervisi bersangkut paut dengan semua upaya penelitian yang tertuju pada
semua aspek yang merupakan faktor penentu keberhasilan.
Seorang supervisor membina peningkatan mutu akademik yang
berhubungan dengan usaha-usaha menciptakan kondisi belajar yang lebih baik
berupa aspek akademis, bukan masalah fisik material semata. Hal ini bertujuan
untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam mengembangkan
mutu kelembagaan pendidikandan memfasilitasi kepala sekolah agar dapat
melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien.
Tujuan supervisi pendidikan adalah mengembangkan situasi belajar
mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar.

1
Tujuan umum supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada
guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya,
dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar. Dengan
demikian, supervisi pendidikan bermaksud meningkatkan kemampuan profesional
dan teknis bagi guru, kepala sekolah dan personel sekolah lainnya, agar proses
pendidikan di sekolah lebih berkualitas.

B. Permasalahan
1. Apa saja argumentasi perilaku supervisor directive, non directive, dan
colaboratif?
2. Bagaimana proses supervisi konvensional, artistic, dan klinis pada supervisi
pendidikan?

C. Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini bersifat studi pustaka. Informasi yang
didapatkan dari berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari
informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain
dan sesuai topik yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan
adalah buku pelaksanaan dan dasar-dasar supervisi pendidikan, jurnal ilmiah edisi
cetak maupun edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Data
yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.

D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami argumentasi perilaku supervisor directive,
non directive, dan colaboratif?
2. Untuk mengetahui proses supervisi konvensional, artistic, dan klinis pada
supervisi pendidikan?

E. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuaan

2
kompetensi penulis tentang pendekatan dan model supervisi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perilaku Supervisor Directive


Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat
langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh
perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan
pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa
segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respon terhadap rangsangan/stimulus.
Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan
agar dapat bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement)
atau hukuman (punishment).
Pendekatan ini baik diimplementasikan pada guru yang memiliki abstraksi
dan komitmen yang rendah. Ada beberapa ciri guru yang dapat diidentifikasi
melalui pendekatan ini, diantaranya :
a) Dalam menjalankan tugas hanya berusaha sampai batas minimal.
b) Memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya.
c) Guru tidak dapat memikirkan perbaikan yang harus dilakukan.
d) Merasa puas dengan melakukan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap hari.
Berdasarkan ciri tersebut, supervisor dapat membantu guru dengan
mengarahkan, menjadi model, menetapkan indikator perilaku mengajar,
mengevaluasi. Supervisor diharapkan secara intensif baik sosial maupun material
dalam membina guru sesuai kebutuhannya. Supervisor memiki tanggung jawab
yang tinggi untuk membina guru tersebut sesuai dengan ciri pendekatan ini.
Adapun langkah-langkah pendekatan direktif yaitu menjelaskan,
menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur, dan
menguatkan. Dapat disimpulkan bahwa istilah prilaku supervisi yaitu:
demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standizing

3
(mempersiapkan), dan reinforcing (memperkuat).
Pendekatan direktif (langsung) ini memiliki keunggulan, yakni lebih guru
relatif lebih cepat dalam memperoleh solusi pemecahan masalah. Namun
demikian, pendekatan direktif ini juga memiliki kelemahan diantaranya:
a) Guru cenderung pasif.
b) Aspek kreativitas guru kurang mendapat perkembangan.
c) Inisiatif bimbingan lebih banyak berasal dari supervisor.
d) Potensi guru kurang dapattereksplorasi secara optimal.

B. Perilaku Supervisor Non Directive


Pendekatan supervisi non direktif adalah cara pendekatan terhadap
masalah yang sifatnya tidak langsung. Pendekatan tidak langsung (non direktif)
adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung,
sehingga perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan,
tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru.
Secara etimologi pendekatan memiliki arti usaha mendekati, sedangkan supervisi
pendidikan secara terminologi didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk
membantu personel sekolah dalam meningkatkan kemampuannya, sehingga lebih
mampu mempertahankan dan melakukan perubahan penyelenggaraan sekolah
dalam rangka meningkatkan pencapaian tujuan sekolah. Sedangkan kata non
direktif bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya tidak langsung.
Adapun secara teknis perilaku supervisor dalam pendekatan non direktif
ini adalah: (1) Mendengarkan, dalam artian supervisor mendengarkan terlebih
dahulu laporan-laporan guru baik berupa keberhasilan maupun permasalahan yang
mereka hadapi, (2) Memberi penguatan, setelah mengetahui berbagai keluhan
yang dialami guru maka perilaku supervisor selanjutnya adalah memberi
penguatan. Penguatan ini bisa berupa pujian, atau motivasi. Meskipun supervisi
non direktif ini diberlakukan kepada guru yang professional, supervisor harus
tetap memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pemahaman guru, (3)
Menyajikan, bisa dimaknai dengan supervisor menyajikan solusi baik berupa
petunjuk praktis atau teori, (4) Memecahkan masalah, perilaku berikutnya adalah

4
supervisor membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru. Pemecahan
masalah ini dalam rangka mengubah kondisi-kondisi yang tidak tepat menjadi
tepat. Karena karakteristik supervisi non direktif ini bersifat dialog, maka dalam
proses pemecahan masalah ini supervisor hendaknya dialog atau bermusyawarah
dengan guru untuk mencari solusi bersama.
Adapun prinsip psikologi yang melandasi pendekatan supervisi non
direktif adalah psikologis humanistik, dimana psikologi ini sangat menghargai
orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihargai,
maka supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru.
Oleh karena bersifat tidak langsung, maka supervisor tidak langsung
menunjukkan permasalahan, tetapi memberikan ruang dan kesempatan yang luas
bagi guru untuk menceritakan keberhasilan, keluhan dan masalah yang mereka
alami. Baru kemudian memberikan stimulus untuk kebaikan ke depannya,
sehingga guru menjadi subjek yang dominan.

C. Perilaku Supervisor Colaboratif


1. Pengertian Supervisi Colaboratif
Supervisi colaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif yang artinya langsung dan non-direktif yang berarti tidak
langsung menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik
supervisor maupun guru, bersama-sama dan bersepakat untuk menetapkan
struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan tentang
masalah yang dihadapi guru. Supervisi pendekatan colaboratif sebaiknya
digunakan untuk memberikan supervisi kepada guru yang menengah, yaitu secara
pengalaman dan penguasaan kompetensi keguruan sudah mempunyainya, namun
masih ada kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki dengan pembinaan
Perilaku supervisor adalah menyajikan, menjelaskan, mendengarkan,
memecahkan masalah dan negoisasi. Praktiknya adalah supervisor mendengarkan
dahulu guru mengemukakan masalah-masalahnya dalam hal pengajaran yang
dihadapinya, kemudian barulah supervisor mengemukakan pendapatnya mengenai
masalah itu. Langkah selanjutnya antara supervisor dengan guru menetapkan

5
kesepakatan untuk unjuk kerja pada kegiatan mengajar berikutnya.
Supervisi pendekatan colaboratif yang diterapkan terasa tenang dan tidak
mengandung ketegangan. Bahkan sebaliknya yang muncul adalah suasana akrab
dan saling memahami antar satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena
supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan
sebagai arspektor yang mencari kesalahan dari guru. Disamping itu supervisi
kolaboratif memberikan ruang terbuka bagi guru sehingga guru mendapat
kesempatan yang luas guna menyampaikan ide ataupun masalah-masalah yang
muncul dalam proses pembelajaran. Maka dapat disimpulkan bahwa supervisi
kolaboratif merupakan pendekatan yang mencangkup perilaku-perilaku pokok,
diantaranya menjelaskan, mendengarkan, pemecahan masalah yang dihadapi
guru, dan negoisasi. Pendekatan colaboratif merupakan cara yang dipakai oleh
seorang supervisor untuk mendekati orang yang disupervisi agar terjadi hubungan
yang baik antara keduanya, sehingga dimungkinkan data yang diperoleh objektif
serta mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul secara tepat.
2. Karakteristik Pendekatan Colaboratif
Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kegiatan ini diarahkan
untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai
target yang diinginkan. Salah satu pendekatan dalam melaksanakan supevisi
adalah pendekatan colaboratif. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai
berikut. Pertama, supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja. Kedua belah
pihak berbagi kepakaran dan pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan
inkuiri yakni, mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang diamati.
Ketiga diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau
fleksibel dan tujuannya jelas yaitu membantu guru dan berkembang menjadi
tenaga-tenaga professional.
3. Langkah - langkah Supervisi Pendekatan Colaboratif
Pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas perilaku supervisor adalah menyajikan,

6
menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negoisasi. Sikap utama
supervisor dengan perilaku kolaboratif meliputi mendengarkan, menawarkan,
memecahkan masalah, dan merundingkan.
Ada enam langkah yang sebaiknya ditempuh dalam melakukan supervisi
pendidikan kepada berbagai macam daya kemampuan guru tersebut, yaitu:
1) Analisis kebutuhan supervisi analisis kemampuan guru.
2) Analisis karakteristik daya abstraksi dan komitmen guru.
3) Indentifikasi teknik dan media supervisi yang akan digunakan.
4) Pelaksanaan supervisi pelaksanaan.
5) Pelaksanaan supervisi.
6) Evaluasi hasil supervisi
Supervisi ini digunakan oleh supervisor untuk menafsirkan apa yang ada
di dalam kelas, mengidentifikasi hal-hal yang terjadi serta untuk memperbaiki
dan menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, para guru selalu siap untuk
disupervisi. Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk pengaplikasian supervisi
colaboratif, supervisor dan guru sama-sama bersepakat menetapkan struktur,
proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan tentang masalah-
masalah yang dihadapi guru.
Menurut glickman, gordon dan jovita, proses yang dilakukan dalam pendekatan
cupervisi kolaboratif ini mencakup 10 langkah, yaitu clarifying, listening,
reflecting, presenting, clarifying, problem solving, encouraging, negotiating,
standardizing dan reflecting, yang akan dijelaskan dalam bahasan berikut ini.
Clarifying, mengidentifikasi masalah seperti yang terlihat oleh guru. Pertama,
tanyakan guru tentang masalah langsung atau kekhawatiran: “tolong katakan
padaku apa yang mengganggu Anda”. Jelaskan kepada saya apa yang anda lihat
sebagai perhatian terbesar.
Listening, Mendengarkan: memahami persepsi guru. Anda (supervisor) ingin
memiliki sebanyak mungkin informasi tentang masalah mungkin sebelum berpikir
tentang tindakan. Oleh karena itu, ketika guru menceritakan persepsinya, berbagai
perilaku non direktif harus digunakan (kontak mata, parafrase, mengajukan
pertanyaan menyelidik, dan bersedia untuk memungkinkan guru untuk terus

7
berbicara): “Ceritakan lebih banyak. Uh huh, aku mengikuti Anda. maksudmu?
Reflecting, Merefleksikan: memverifikasi persepsi guru. Ketika guru telah
menyelesaikan deskripsi masalahnya, memeriksa akurasi dengan meringkas
pernyataan guru dan menanyakan apakah ringkasannya Saya memahami bahwa
Anda melihat masalah sebagai …… apakah ini akurat?
Presenting, Menyajikan: menyediakan sudut pandang Sampai saat ini kita telah
melihat konferensi non direktif disingkat. Alih-alih meminta guru untuk mulai
memikirkan tindakan sendiri, namun Anda tahu bergerak dan menjadi bagian dari
proses pengambilan keputusan. Berikan poin Anda sendiri pandang tentang
kesulitan saat ini dan isi informasi tentang situasi dengan cara ini. Masalah seperti
yang saya lihat adalah … (untuk meminimalkan mempengaruhi posisi theacher
itu, lebih baik bagi Anda untuk memberikan persepsi Anda hanya setelah guru
telah memberikan nya atau miliknya.
Clarifying, Klarifikasi: mencari pemahaman guru tentang persepsi supervisor
terhadap Dengan cara yang sama, Anda diparafrasekan pernyataan guru masalah
dan meminta verifikasi, Anda sekarang meminta guru untuk melakukan hal yang
sama: Anda bisa mengulangi apa yang Anda pikir saya sedang mencoba untuk
mengatakan setelah Anda merasa yakin bahwa guru memahami pandangan Anda?
pemecahan masalah dapat dimulai
Problem Solving, Pemecahan Masalah: Bertukar saran opsi. Jika Anda dan guru
akrab satu sama lain dan telah bekerja bersama-sama sebelumnya, Anda hanya
dapat meminta daftar saran: mari kita berdua berpikir tentang apa yang mungkin
dilakukan untuk memperbaiki situasi ini. Kemudian mendengarkan ide masing-
masing. Jika guru tidak akrab dengan Anda atau dengan proses kolaboratif,
namun, ia mungkin merasa khawatir tentang menyarankan ide yang berbeda dari
atasan. Mungkin lebih baik untuk menghentikan konferensi selama beberapa
menit dan kedua pengawas dan guru menuliskan tindakan yang mungkin sebelum
berbicara. Sehingga kita tidak saling mempengaruhi satu sama lain pada solusi
yang mungkin, mari kita mengambil beberapa menit berikutnya dan menuliskan
apa tindakan yang mungkin diambil dan kemudian membaca daftar masing-
masing. Jelas, sekali tindakan yang secara tertulis, mereka tidak akan berubah

8
sesuai dengan apa yang orang lain telah menulis. Anda pengawas, oleh karena itu,
telah dipromosikan spektrum ide-ide pribadi yang siap untuk dibagikan dan
didiskusikan.
Encouraging, menguatkan/ Mendorong: Menerima konflik. Untuk menjaga
konferensi dari berubah menjadi perjuangan kompetitif, Anda perlu meyakinkan
guru bahwa ketidaksepakatan diterima dan bahwa tidak akan ada pemenang atau
pecundang. Tampaknya kita memiliki beberapa ide yang berbeda tentang
bagaimana untuk menangani situasi ini. Dengan tidak setuju kita akan
menemukan solusi terbaik sebelum akan berlangsung. Anda harus benar-benar
percaya bahwa konflik antara dua profesional yang peduli sangat produktif untuk
mencari solusi terbaik

Negotiating, Negosiasi: Menemukan solusi yang dapat diterima. Setelah berbagi


dan mendiskusikan Tanyakan apakah ada saran umum untuk keduanya. Di mana
kita setuju? Dan jika ada saran yang sangat berbeda. Di mana kita berbeda? Jika
Anda menemukan kesepakatan, maka konferensi berlangsung. Tapi jika ada
perbedaan besar dalam saran, maka Anda dapat mengambil tindakan untuk
berurutan. Pertama cek untuk melihat apakah perbedaan yang luas muncul
dengan memiliki diri sendiri dan guru menjelaskan secara menyeluruh apa yang
dimaksud dengan saran Anda masing-masing. Kedua jika ketidaksepakatan masih
nyata, kemudian mencari tahu seberapa yakin Anda masing-masing adalah bahwa
saran Anda dipilih: bagaimana importants itu kepada Anda bahwa kami
melakukannya dengan cara Anda? jika pentingnya saran satu orang jauh lebih
besar dari saran orang lain, maka pertanyaannya menjadi apakah seseorang bisa
menyerah atau ide nya dan hidup dengan lain. Ketiga, jika alasan untuk
kesepakatan tidak tercapai, Anda dapat mempertimbangkan kompromi:
bagaimana jika saya menyerah ini bagian dari saran saya dan jika Anda
memberikan up..or melihat apakah ide yang sama sekali baru dapat ditemukan:
karena kita tidak bisa setuju, mari kita turun Pilihan utama kami untuk solusi dan
melihat apakah kita dapat menemukan satu sama lain. Keempat, jika masih belum

9
ada gerakan dan jalan buntu yang benar tetap, maka Anda dapat panggilan untuk
jangka waktu bagi kedua belah pihak untuk merenungkan masalah sebelum
bertemu lagi. Dengar, kita tidak mendapatkan di mana saja. Mari kita duduk di
masalah ini dan bertemu lagi besok atau meminta orang ketiga untuk memainkan
peran seorang mediator atau arbitrator. Kita tidak bisa setuju: bagaimana kalau
kita menelepon seseorang bahwa kami berdua hormat untuk membantu kami
mengatasi hal ini? Karena kita tidak bisa setuju, bagaimana menelepon seseorang
kami berdua memiliki keyakinan dalam menyelesaikan ini bagi kita? Seorang
mediator atau arbitrator adalah pilihan ekstrem bagi kebanyakan konferensi antara
pengawas dan guru dan harus tetap menjadi pilihan terakhir. Namun, guru harus
tahu bahwa prosedur kolaborasi memastikan bahwa dia tidak harus pergi bersama
dengan rencana yang ia tidak setuju dengan. Ada pilihan lain yang tersedia.
Standardizing, Standarisasi: Menyepakati rincian rencana. Setelah kesepakatan
tindakan yang dapat diterima telah tercapai, pengawas perlu menghadiri rincian
waktu dan tempat. Kapan rencana akan dilaksanakan? Dimana hal itu akan
berlangsung? Siapa yang akan membantu? Sumber daya apa yang dibutuhkan?
Rincian ini perlu dibahas dan disepakati sehingga akan ada kejelasan dan
ketepatan dengan rencana akhir.
Reflecting, Refleksi: Meringkas rencana akhir. Supervisor menyimpulkan
konferensi dengan memeriksa kedua belah pihak setuju dengan tindakan dan
rincian. Supervisor mungkin melakukan hal ini secara lisan. Bisakah Anda
mengulangi apa yang Anda memahami rencana untuk menjadi dan kemudian saya
akan mengulangi pemahaman saya. Atau tertulis. Mari kita menuliskan ini
bersama-sama sehingga kita jelas tentang apa yang telah kami sepakat untuk
melakukan.

Waktu dan sasaran pendekatan supervisi kolaboratif


Dalam bukunya the basic guide supervision …, Glickman menjabarkan adanya
tiga tahapan perkembangan profesional, yaitu: perkembangan profesional tingkat
rendah (tahap 1), perkembanagn profesional tingkat moderat (tahap II),
perkembangan profesional tingkat tinggi (tahap III), tahapan itu digunakannya

10
untuk menetapkan pilihan pendekatan supervisi terhadap guru. Dengan demikian
guru yang diduga berada dalam tahap I, supervisi yang digunakan adalah
directive. Sedangkan yang telah berada pada tahap II menggunakan pendekatan
kolaboratif. Untuk guru yang telah memasuki tahap III, pendekatan supervisinya
adalah non-direktif.
Ungkapan Glickman diatas memberikan gambaran bahwa supervisi dengan
pendekatan kolaboratif tepat digunakan kepada guru yang berada pada tingkat
profesional tahap II (moderat). Katagorisasi Glickman terhadap guru
diklasifikasikannya atas tiga katagori kepedulian diri sendiri, siswa dan
profesionalisasi. Dan untuk abstraksi, dipakainya istilah kekompakan , paduan
tingkat kekompakan dan tingkat kepedulian, yang masing-masing berkategori:
rendah, sedang dan tinggi itu, selanjutnya digunakan untuk menetapkan pilihan
pendekatan supervisi pengajaran.
Ada situasi di mana seorang supervisor pasti harus menggunakan perilaku
kolaboratif, yaitu:
Ketika guru berfungsi pada tingkat defelopmental sedang atau campuran.
Ketika guru dan pengawas memiliki tingkat keahlian yang sama dalam masalah
ini. Jika supervisor tahu bagian dari masalah dan guru mengetahui bagian rangka,
pendekatan kolaboratif harus digunakan.
Ketika guru dan pengawas keduanya akan terlibat dalam melaksanakan
keputusan. Guru dan pengawas akan bertanggung jawab atas menunjukkan hasil
kepada orang lain (misalnya, orang tua atau pengawas), maka pendekatan
kolaboratif harus digunakan.
Ketika guru dan pengawas keduanya berkomitmen untuk memecahkan masalah.
Jika guru ingin terlibat dan jika meninggalkan mereka akan menyebabkan moral
yang rendah dan tidak percaya, maka pendekatan kolaboratif harus digunakan.

D. Development Model Supervisi Konvensional


Model ini merupakan model mula-mula dilakukan dalam pelaksanaan
supervisi pendidikan karena dilatar belakangi oleh kondisi masyarakat dalam

11
suasana kekuasaan yang otariter dan feodalistik. Supervisi konvensional
merupakan jenis supervisi yang beranggapan bahwa supervisor sebagai seseorang
yang memiliki kekuatan untuk menentukan nasib kepala sekolah dan guru. Model
jenis ini biasanya selalu mencari kesalahan orang yang disupervisi sehingga dalam
menjalankan tugasnya cenderung sewenang wenang. Bahkan ada juga yang tidak
menerima masukan dari orang yang disupervisi meskipun usulan yang
disampaikan itu baik. Hal ini menimbulkan perilaku guru yang acuh tak acuh
untuk mencari solusi dan inovasi kemajuan pendidikan atau malah melawan
supervisornya. Supervisor merasa dirinya “Super atau Ahli”. Supervisi
konvesional bersifat korektif yaitu meroreksi kesalahan guru dalam pelaksanaan
tugas misalnya kesalahan penyusunan RPP, penyampaian materi, penggunaan alat
peraga, media pembelajaran dsb.

E. Development Model Supervisi Artistic


1. Pengertian dan ciri Model Supervisi Artistic
Supervisi artistic merupakan model supervisi yang menggunakan
kepekaan, persepsi dan pengetahuan supervisor dalam mengamati proses
pembelajaran dikelas. Supervisi artistic menuntut seorang supervisor dalam
melaksanakan tugasnya harus berpengetahuan, berketerampilan dan memiliki
sikap arif. Model ini memiliki ciri khas, antara lain: 1) memerlukan perhatian agar
lebih banyak mendengar dari pada berbicara, 2) memerlukan tingkat pengetahuan
yang cukup, 3) menghargai kontribusi yang dilakukan guru untuk
mengembangkan siswanya, 4) memerlukan perhatian, memerlukan waktu yang
lama dalam melihat secara teliti, dan menyeluruh terhadap semua pembelajaran
yang dilakukan oleh guru, 5) laporan hasil supervisi dikomunikasikan dengan
guru untuk menentukan secara bersama hasil dari pelaksanaan supervisi, 6)
memerlukan kemampuan untuk menggunakan bahasa yang ekspresif agar mampu
berkomunkasi dan menjelaskan hasil pengamatanya/apa yang telah dilihatnya
dengan jelas, 7) memerlukan kemampuan mentafsirkan setiap peristiwa yang
diamatti oleh supervisor di dalam kelas, 8) supervisor menghargai sekecil apapun
kelebihan yang dimiliki guru ketika melakukan observasi di kelas dengan

12
melibatkan sensitivitas dan pengalaman supervisor.
2. Kelebihan dan Kekurangan Supervisi Artistic
Kelebihan model supervisi artistic terlihat dalam melihat penomena
pengajaran dalam hal ini supervisor melihat secara teliti, halus, dikaitkan dengan
gejala yang lain. Peristiwa yang sama mungkin memiliki penyebab yang berbeda,
sehingga pembinaan yang di lakukan supervisor bisa berbeda pula sesuai dengan
persepsi supervisor dan kelemahan dari pendekatan supervisi artistik ini adalah
tidak semua supervisor mampu mengapresiasikan fenomena secara tepat, mungkin
dari segi waktu juga agak lama.

F. Development Model Supervisi Klinis


Supervisi klinis adalah proses, cara, dan kebiasaan yang terjadi dengan
guru dalam evaluasi pengajaran dan kegiatan di kelas. Sebagian berpendapat
supervisi klinis sebagai teknik yang menetapkan serangkaian langkah-langkah
dimana pengawas dan guru dalam melakukan kegiatan. Purwanto menjelaskan
bahwa Richard Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai
berikut. “Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar
sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”. Pada
pendekatan klinis hubungan antara supervisor dan guru diibaratkan seperti dokter
dengan pasien. Supervisor menanyakan segala apa saja yang berkaitan dalam
pembelajaran tanpa mendikte dan memberikan penekanan, sehingga guru secara
akrab akan terbuka menjelaskan segala yang berkaitan dalam pembelajaran.
Hubungan yang terjalin antara supervisor dan guru bersifat kolegial.
Sering kita jumpai kenyataan di lapangan bahwa antara supervisor dan
guru masih ada kesenjangan. Kesenjangan yang ada antara lain berupa:
1) Pengetahuan tentang materi pembelajaran (bidang studi yang berbeda antara
supervisor dan guru).
2) Keterampilan dalam menggunakan metode pembelajaran.
3) Keterampilan dalam penggunaan media pembelajaran.

13
4) Pemahaman tentang konsep kurikulum dan pengembangan kurikulum.
Tujuan supervisi klinis adalah mengembangkan situasi belajar dan
mengajar yang lebih baik. Usaha perbaikan mengajar ditujukan kepada
pencapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara
maksimal. Situasi belajar mengajar di sekolah yang ada sekarang ini
menggambarkan suatu keadaan yang sangat kompleks. Kompleksnya keadaan
yang ada ini adalah akibat faktor-faktor obyektif yang saling mempengaruhi
sehingga mengakibatkan penurunan hasil belajar. Oleh karena itu perlu adanya
penyelesaian yang dilakukan untuk mengembalikan semangat dan situasi belajar
mengajar yang lebih baik. Secara umum tujuan konkrit dari supervisi klinis yaitu:
1) Membantu guru dengan jelas dalam mencapai tujuan pendidikan.
2) Membantu guru dalam menggunakan alat pelajaran modern, metode dan
sumber pengalaman belajar.
3) Membantu guru dalam menilai kemajuan peserta didik dan hasil pekerjaan
guru itu sendiri.
4) Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan
tugas yang diperolehnya.
5) Membantu guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam
membina sekolah Kesenjangan tersebut dapat diatasi dengan pendekatan
klinis, yaitu antara supervisor dan guru membuat kesepakatan atau kontrak
yang berhubungan dengan pembelajaran.
Dalam pendekatan klinis tahapan-tahapan yang terjadi yaitu: tahap
pertemuan awal, tahap observasi kelas, dan tahap pertemuan balikan. Masing-
masing tahap dalam pendekatan klinis dapat diintegrasikan dengan pendekatan
ilmiah dan pendekatan artistik. Misalnya pada tahap pertemuan awal (pra
conference) supervisor dan guru menggunakan metode-metode yang telah
dihasilkan oleh peneliti diintegrasikan dengan kondisi yang ada di sekolah.
Kelebihan dan Kekurangan Supervisi Klinis
Kelebihan supervisi klinis sebagai berikut.
1) Dapat dipakai memperbaiki guru-guru yang sangat lemah kinerjanya.
2) Perbaikan yang dilakukan sangat intensif, sebab masing-masing kelemahan

14
ditangani satu persatu sampai semua kelemahan menjadi berkurang atau
hilang.
3) Proses memperbaiki kelemahan dilakukan mendalam.
Kekurangan supervisi klinis sebagai berikut.
1) Biaya yang cukup mahal untuk menunjang sarana supervisi klinis.
2) Membutuhkan waktu yang cukup lama karena kelemahan diperbaiki satu
persatu sehingga menyita waktu dan tenaga sebab dilakukan secara intensif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Supervisor pendidikan (Kepala Sekolah dan pengawas) harus memiliki
kemampuan profesional yang handal dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran
(instructional supervision), kemampuan profesional pengawas diperlukan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran guru disekolah. Kualitas kinerja supervisor
sekolah perlu dilandasi dengan peningkatan kemampuan supervisi para pengawas
dan kepala sekolah dalam melaksanakan kewajibanya secara bertanggung jawab.
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat
langsung. Pendekatan supervisi non direktif adalah cara pendekatan terhadap
masalah yang sifatnya tidak langsung. Pendekatan colaboratif adalah cara
pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi
pendekatan baru. Pendekatan colaboratif ini diaplikasikan pada guru yang
termasuk kategori guru energik dan guru konseptor dalam proses supervisi.
Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari
atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pendekatan

15
kolaboratif ini diaplikasikan pada guru yang termasuk kategori guru energik dan
guru konseptor dalam proses supervisi. Dengan demikian pendekatan dalam
supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Perilaku supervisor adalah sebagai berikut; (1) Mengklarifikasi/ mencari tahu
persoalan guru, (2) Mendengarkan, (3) Merefleksi, (4)Menyajikan, (5)
Mengklarifikasi pemahaman guru, (6) Pemecahan masalah, (7) Menguatkan (8)
Negosiasi, (9) Menstandarisasi dan (10) Merefleksi dengan meringkas rencana
akhir.
Supervisor mengajak guru ini agar tidak berhenti di tengah jalan
melainkan memberi dorongan dan bantuan agar proyek-proyeknya dapat ia
selesaikan. Bagi guru konseptor kerja supervisor memberi dorongan dan fasilitas
agar guru ini bersedia menjadi ketua pelaksana ide yang ia ciptakan agar buah ide
itu dapat dinikmati oleh warga sekolah, terutama para siswa.
Pembinaan guru dengan pendekatan kolaboratif memberikan keleluasaan bagi
guru untuk mengungkapkan segala permasalahan yang dihadapinya. Pendekatan
ini memandang seorang guru sebagai seorang mitra bukan sebagai orang bawahan
yang senantiasa dicari-cari kesalahannya.
Supervisi artistic merupakan model supervisi yang menggunakan
kepekaan, persepsi dan pengetahuan supervisor dalam mengamati proses
pembelajaran dikelas. Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada
perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar
sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional.

B. Saran
Supervisi haruslah ada pada setiap sekolah dan diberlakukan secara benar
dan baik serta tegas agar sekolah dapat berkembang dengan baik dan tujuan
sekolah dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

16
Akbar, Rofiq Faudy. “Model Supervisi Artistik-Religious Humanistic Kepala
MTs Al-Kautsar Sidang Iso Mukti Kec. Rawajitu Utara, Kab.Mesuji.”
Quality 3, no.1 (2015), Diakses 03 September 2023.
Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-dasar Supervisi, Jakarta: Rineka Cipta.
Darsono, 2 0 1 6 . Implementasi pendekatan direktif, Non direktif, dan
Kolaboratif dalam Supervisi Pendidikan Islam, Studi Kasus di MAN
Trenggalek, vol. 04.
Farid Mashudi, Supervisi dan Bimbingan Konseling, Diva Press, Jogjakarta,
2013, hlm. 169.
https://fatkhan.web.id/model-model-dalam-supervisi-pendidikan/ Dr. Muhammad
Kristiawan, M.Pd. dkk. 2018. Supervisi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Kurniati. 2020. Pendekatan Supervisi Pendidikan, 4(1), 54-55. Diakses 3
September 2023 dari https://journal.uin
alauddin.ac.id/index.php/idaarah/article/view/7894/pdf
Makawimbang, Jerry H. 2011. Supervisi dan Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta. Muslim, Sri Banun. 2010. Supervisi Pendidikan
Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru. Jakarta: CV Alfabeta,
IKAPI.
Muslim, Sri Banun. 2010. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas
Profesionalisme Guru. Jakarta: CV Alfabeta, IKAPI.
Raharjo, Arif Budi. 2023. Fungsi Kepemimpinan Pembelajaran dan Penjaminan
Mutu. Yogyakarta: Samudra biru.
Sulistyorini. dkk. 2021. Supervisi Pendidikan. Riau: DOTPLUS Publisher.
Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-dasar Supervisi, Jakarta: Rineka
Cipta

Glickman, Stephen, Jovita. 2009. The Basic Guide to Supervision


and Instructional Leadership, USA: Pearson

Maunah, Binti. “Hand Out Supervisi Pendidikan Islam,”


dalam http://blog.iain-tulungagung.ac.id/uunbinti/2013/11/09/32/ diaks
es pada Jumat, 22 April 2016 pukul 20.20 WIB

17
Nazri, Ziria. “Pendekatan supervisi kolaboratif,”
dalam http://zirya.mywap blog.com/pendekatan -supervisi-
kolaboratif.xhtml diakses pada Jumat, 22 April 2016 pukul 20.30
WIB

Noname. Pendekatan Supervisi Kolaboratif,


dalam http://makalahmanajemen pendidikan.blogspot.co.id/2013/11/
pendekatan-supervisi-kolaboratif.html diakses pada Jumat, 22
April 2016 pukul 21.21 WIB

18

Anda mungkin juga menyukai