Anda di halaman 1dari 8

ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.

2 Agustus 2019 | Page 5246

POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM PENGKADERAN KADER KORPS


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM-WATI (KOHATI) CABANG BANDUNG
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION PATTERNS IN THE REGENERATION OF
ISLAM-WATI STUDENT CORPS (KOHATI) BANDUNG BRANCH
Eling Wening Pangestu, Lucy Pujasari Supratman
Prodi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Telkom University
Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu Bandung, Jawa Barat, 40257, Indonesia
E-mail : elingpangestu@gmail.com, lucysupratman@telkomuniversity.ac.id

Abstrak. Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu
207.176.16 dari jumlah 237.641.326. Data tersebut sebanding dengan perbandingan perempuan dan laki-laki di
Indonesia. Perempuan muslim di Indonesia yang biasa disebut muslimah dituntut untuk meningkatkan kualitas
dirinya salah satunya melalui wadah Korps Himpunan Mahasiswa Islam-Wati (KOHATI) khusunya di Kota
Bandung. Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kasus ini meneliti mengenai pola
komunikasi organisasi Pengkaderan kader dari KOHATI Cabang Bandung. KOHATI Cabang Bandung adalah
salah satu wadah organisasi perempuan muslim di Indonesia yang mempunyai budaya organisasi yang bagus untuk
muslimah di era globalisasi saat ini. Budaya organisasi adalah sesuatu yang dibuat melalui interaksi yang terkait
dengan seluruh jenis komunikasi, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar organisasi formal maupun non-
formal. Penelitian ini memiliki fokus terhadap setiap jenjang pengkaderan KOHATI Cabang Bandung berdasarkan
pola komunikasi organisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu dan melakukan rekonstruksi masa
lalu dengan sumber data, laporan verbal, dokumentasi dan pelaksana kegiatan organisasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga dapat dideskripsikan secara rinci untuk dapat bermanfaat.
KOHATI yang mempunyai pola komunikasi organisasi yang sesuai dengan kebutuhannya dalam menjalankan roda
organsiasi berjalan dengan baik meskipun masih terjadi beberapa kekurangan. Secara organisasi KOHATI
menggunakan pola komunikasi satu arah dan pola komunikasi dua arah. Dimana instruksi-instruksi diteruskan ke
kader dan adanya koordinasi dalam organisasi mengenai kegiatan-kegiatan kepada komisaraiat-komisariat yang
ada di lingkup KOHATI Cabang Bandung.
Kata Kunci : Pola Komunikasi, Perempuan Muslim, Kohati, Pengkaderan
Abstract. The majority of Indonesians are Muslims based on statistical central Agency data (BPS), i.e. 207.176.16
from the amount of 237,641,326. The Data is comparable to the comparison of women and men in Indonesia.
Muslim women in Indonesia who are commonly called muslimah are required to improve the quality of herself one
of them through the container Korps of the Muslim-Wati Student Association (KOHATI) in the Bandung. The study
using qualitative research methods with this study case examined the communication patterns of regeneration
cadre organizations from Bandung Branch. KOHATI Bandung Branch is one of the Muslim women organizations
in Indonesia that has a good organizational culture for muslimah in the era of globalization today. Organizational
culture is something that is created through interactions related to all types of communication, whether in or out of
the organization, formal or non-formal. This research has a focus on each level of the KOHATI Bandung Branch,
based on the communication pattern of the organization based on the events that have passed and the
reconstruction of the past with data sources, reports verbal, documenting and implementing organizational
activities that can be held accountable for its truthfulness so that it can be described in detail to be beneficial.
KOHATI who has an organizational communication pattern that corresponds to his needs in running a wheel of
organization goes well even though there are still some shortcomings. The KOHATI organization uses a one-way
communication pattern and a two-way communication pattern. Where instructions are forwarded to the cadre and
coordination in the organization regarding activities to the commissaiats in the sphere of Bandung branch.
Keywords: Communication Pattern, Muslim women, KOHATI, Regeneration

1
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5247

1. Pendahuluan sejak tahun 1947. KOHATI sendiri berdiri pada


Mayoritas penduduk Indonesia beragama tahun 1966 tepatnya 17 September pada kongres
Islam berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) VIII HMI di Solo setelah sebelumnya merupakan
yaitu 207.176.16 dari jumlah 237.641.326 total bidang keputrian di dalam HMI. Pembentukan
penduduk Indonesia. Dari total tersebut jumlah KOHATI dilandaskan pada kebutuhan
perempuan dan laki-laki yang perbandingannya pengembangan misi HMI secara luas dan kebutuhan
hampir sama memiliki banyak banyak penduduk adanya pembinaan HMI-wati yang lebih intens.
perempuan muslim, yang biasa disebut muslimah. Awal berdirinya KOHATI merumuskan tujuan yaitu
Sebenarnya tantangan global yang paling dihadapi meningkatkan kualitas dan peranan HMI-wati. Oleh
perempuan khususnya muslimah, ialah perang karena itu, kualitas dan peranan HMI-Wati perlu
ideologi dan pergeseran nilai. Gencarnya budaya didorong dan ditingkatkan. Seiring perkembangan
luar yang bermuatan liberal mengancam nilai-nilai zaman, tujuan KOHATI mengalami perubahan yaitu
pancasila dan keislaman yang dianut muslimah. “Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita”
Budaya dan bermuatan liberal tersebut bebas masuk berdasarkan rumusan tujuan tersebut, KOHATI
secara transparan ke Indonesia. Manifestasinya memposisikan dirinya sebagai bagian integral dalam
beragam, bisa berupa penyalahgunaan tren teknologi mencapai tujuan HMI (5 kualitas insan cita), yang
yakni gawai yang membuat pergaulan laki-laki dan berspesialisasi pada pembinaan HMI-wati untuk
perempuan semakin tanpa batas, materi hiburan yang menjadi muslimah berkualitas insan cita.
melenakan atau melemahkan daya kritis dan analitis Secara internal, KOHATI melakukan
atas problema sosial, tren kecantikan yang keluar pembinaan HMI-Wati melalui aktivitas maupun
dari jalur Islam, hingga interaksi langsung dalam pelatihan. Pembinaan tersebut tentunya tidak terlepas
pergaulan laki-laki dan perempuan disetiap lini dari rangkaian aktivitas pengkaderan HMI. Adapun
aktivitas kehidupan universal. Melihat realitas yang bentuk aktivitas dan pelatihan tersebut dijelaskan
ada menyebabkan adanya liberalisasi tenaga kerja. tersendiri dalam pedoman pembinaan KOHATI.
Liberalisasi tenaga kerja berpotensi Secara eksternal, setiap aktivitas dan gerakan
mengesampingkan tenaga kerja lokal. Muslimah KOHATI senantiasa membawa misi HMI dalam
sebagai bagian Sumber Daya Manusia (SDM) merespon persoalan keperempuanan dan anak serta
penting memiliki banyak keterampilan dan terdidik mengawal kebijakan dan agenda yang pro
untuk menghadapi persaingan tersebut. perempuan dan anak.
Sebagai generasi penerus bangsa sudah Komunikasi organsisasi sendiri mempunyai
menjadi komitmen perempuan untuk merespon peran penting dalam pengkaderan KOHATI karena
persoalan-persoalan sosial dan segala ketimpangan merupakan sebuah perilaku pengorganisasian yang
yang ada agar mampu mengangkat martabat bangsa terjadi (di dalam suatu organisasi) dan bagaimana
ini bangkit dari keterpurukan. Faktanya, kualitas mereka yang terlibat dalam proses itu melakukan
perempuan di Indonesia masih tergolong rendah. transaksi dan memberi makna atas apa yang telah
Terutama segi kesehatan, pendidikan, ekonomi. Tak terjadi sehingga enjadi alat penting untuk mencapai
pelak, berbagai permasalahan timbul yang tujuan organisasi yaitu peningkatan kapasitas dan
mengorbankan perempuan sungguh kompleks kapabilitas kader KOHATI. Keberhasilan
pengkaderan KOHATI melalui proses komunikasi
Pada situasi tersebut, perempuan khususnya organisasi yang dikemas sedemikan rupa dalam
muslimah sadar tidak sadar akan dihadapkan pada bentuk pendidikan formal dan non-formal dibuktikan
dua pilihan, menjadi pengangguran atau tenaga kerja dalam setiap jenjang pengkaderan yang dijalani oleh
yang murah. Bagi muslimah berpendidikan formal KOHATI.
tinggipun akan menghadapi hal yang sama bila tidak
siap secara kualitas SDM. Sehingga muslimah KOHATI memiliki sistem pengkaderan
dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya agar yang dipandang sangat penting sebagai solusi media
tidak terjerumus pada pengaruh era globalisasi dakwah dan manifestasi partisipasi aktif bagi
khususnya informasi, komunikasi dan tranformasi kemajuan muslimah, khususnya HMI-Wati, agar
yang dapat merusak citra muslimah. siap menghadapi tantangan global yang
dinamis.Terdapat beberapa jenjang pengkaderan
Dalam konteks ini peneliti membahas yang ada di organisasi mahasiswi muslim ini yang
KOHATI yang hadir di tengah kencangnya kemudian akan dijadikan fokus penelitian penulis
liberalisasi, perang pemikiran hingga persaingan dalam penelitian ini.
dunia kerja, Korps Himpunan Mahasiswa Islam-
Wati (KOHATI) hadir untuk menjadi penggerak Posisi strategis Bandung sebagai Ibu Kota
kesadaran muslimah akan permasalahan- Jawa Barat yang menjadikan KOHATI Cabang
permasalahan tersebut. Organisasi ini adalah Bandung menjadi cabang panutan bagi cabang-
organisasi perempuan di bawah naungan Himpunan cabang lain melihat dari historis kejayaannya seperti
Mahasiswa Islam (HMI) yang merupakan organisasi mengadakan training non-formal KOHATI yaitu
mahasiswa Islam pertama di Indonesia yang berdiri Latihan Kader Sensitif Gender (LKSG) yang

2
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5248

membahas mengenai permaslahan gender, selain itu berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti
para pendahulu KOHATI yang ikut serta dalam yang dinafsui atau merupakan objek seks.
penginisiasi pembangunan rumah sakit Al-Islam
Bandung, melawan gerakan gerakan ideologi LDII Sedangkan gambaran tentang perempuan
merupakan suatu prestasi yang membuktikan bahwa menurut pandangan yang didasarkan pada kajian
penerapan pola komunikasi organisasi dalam medis, psikologis dan sosial, terbagi atas dua faktor,
pengkaderan KOHATI efektif dan berhasil sehingga yaitu faktor fisik dan psikis. Secara biologis dari segi
membuat peneliti menjadikan KOHATI Cabang fisik, perempuan dibedakan atas dasar fisik
Bandung layak untuk menjadi objek penelitian ini. perempuan yang lebih kecil dari laki-laki, suaranya
lebih halus, perkembangan tubuh perempuan terjadi
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki
sistem pengkaderan KOHATI Cabang Bandung dan sebagainya. Menurut Kartono (1989:4),
sekaligus mengelaborasi setiap jenjang yang ada perbedaan fisiologis yang dialami sejak lahir pada
sehingga dapat dideskripsikan secara rinci untuk umumnya kemudian diperkuat oleh struktur
dapat bermanfaat bagi internal KOHATI Cabang kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat,
Bandung pada khususnya dan menjadi bahan acuan sistem hansosial-ekonomi serta pengaruh
untuk KOHATI cabang-cabang lain di Indonesia. pendidikan.
Berdasarkan hal diatas, penulis 2.3. Himpunan Mahasiswa Islam
menggunakan teori budaya organisasi dengan fokus
penelitian pola komunikasi pada sistem pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
kader KOATI Cabang Bandung untuk menjelaskan merupakan organisasi mahasiswa Islam pertama
bagaimana pola komunikasi pengkaderan kader yang didirikan di Yogyakarta pada 5 Februari 1947
KOHATI Cabang Bandung. Karena teori ini tepat pada 15 Rabiulawal 1366 H, oleh Lafran Pane
menggambarkan hasil pengkaderan yang dijalnkan beserta kawan-kawannya mahasiswa Sekolah Tinggu
organisasi ini dengan fokus penelitian Islam (STI) yang sekarang menjadi Universitas
Islam Indonesia (UII) yang mempunyai tujuan
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas
2. Tinjauan Pustaka terwujudnya masyarakat adil, makmur yang diridhoi
2.1. Teori Budaya Organisasi Allah SWT.
Karakteristik atau sifat organisasi yang Tujuan tersebut bermaksud agar HMI dapat
paling menonjol adalah adanya perubahan yang terus mencetak kader yang memiliki kualitas insan cita
menerus pada diri organisasi, di setiap perubahannya yang indikatornya terdapat disetiap kata dari tujuan
sering kali ditandai dengan kegairahan & antusiasme tersebut. Dimana kader HMI memiliki kualitas
dari para anggotanya, namun sering kali perubahan antara lain kualitas insan akademis, kualitas insan
disertai dengan perasaan cemas, ketidakpastian, pencipta, kualitas insan pengabdi, kualitas insan
frustasi dan ketidakpercayaan. (West & Turner: pengabdi, kualitas insan yang bernafaskan Islam dan
2008) Memahami organisasi sebagai suatu unit kualitas insan yang bertanggungjawab atas
individu adalah lebih penting daripada melakukan terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
generalisasi terhadap perilaku/nilai-nilai organisasi Allah SWT.
secara keseluruhan, dan pemikiran ini menjadi latar
belakang teori ini. 2.4. Kader
Richard West dan Lynn H. Turner (2008) Menurut Sitompul (2008), kader adalah
mengemukakan tiga asumsi dasar yang memandu anggota inti dimana merupakan benteng dari
gagasan Pacanowsky dan Trujillo dalam “serangan” luar serta penyelewengan dari dalam.
mengembangkan teori budaya organisasi. Pertama, Kader sendiri memiliki fungsi yaitu sebagai tenaga
anggota mencipta dan memelihara rasa bersama penggerak organisasi, sebagai calon pimpinan.
realitas organisasi. Kedua, penggunaan dan Secara kualitatif, kader mempunyai mutu,
interpretasi simbol berperan penting. Ketida, kesanggupan bekerja dan berkorban lebih besar
berbagai organisasi memiliki budaya yang berbeda. daripada anggota biasa yang memahami sepenuhnya
dasar dan ideologi perjuangan yang mampu
2.2. Perempuan melaksanakan program perjuangan secara konsekuen
Perempuan secara epistimologis berasal disetiap waktu, situasi, dan tempat (Sitompul,
dari kata empu yang berarti “tuan”, yaitu orang yang 2008:9-10).
mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Berdasarkan definisi dan pengertian di atas,
Menurut Zaitunah Subhan (2004:9) kata perempuan setidaknya tiga ciri yang terintegrasi dalam diri
berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih seorang kader. Pertama, seorang kader terbentuk dan
lanjut zaitunah menjelaskan pergeseran makna dari bergerak dalam organisasi. Kedua, seorang kader
perempuan ke wanita, karena wanita dianggap dari mempunyai komitmen yang tinggi secara terus
bahasa sansekerta dengan dasar kata Wan yang menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan
3
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5249

melaksanakan tugas organisasi. Ketiga, seorang keterpautannya unsur-unsur yang dicakup beserta
kader memiliki kemampuan dan kualitas sebagai keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran
tulang punggung organisasi yang mampu secara sistematik dan logis (Effendy, 1989). Pola
menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih komunikasi merupakan model dari proses
besar. komunikasi, sehingga dengan adanya berbagai
macam model komunikasi dan bagian dari proses
2.5. Korps Himpunan Mahasiswa Islam- komunikasi akan dapat ditemukan pola yang cocok
Wati (KOHATI) dan mudah digunakan dalam berkomunikasi.
Korps Himpunan Mahasiswa Islam-Wati Menurut Effendy, pola komunikasi terdiri atas 3
atau yang biasa disebut KOHATI merupakan salah macam (Effendy, 1989:32) yaitu, pola komunikasi
satu badan khusus HMI yang secara struktural satu arah, pola komunikasi dua arah dan pola
pengurus KOHATI ex-officio pimpinan HMI dengan komunikasi multi arah
diwakili oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum, 2.8. Organisasi
Bendahara Umum dan Ketua bidang. Ex-officio
merupakan sistem organisasi yang memungkinkan Menurut Robbins, organisasi adalah
KOHATI dalam naungan HMI merupakan suatu kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
bidang sedangkan ketika di luar organisasi dengan sebuah batasan yang relatif dapat
merupakan organisasi perempuan yang bertugas diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif
untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama
potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika atau sekelompok tujuan (Robbins, 1994:4).
gerakan keperempuanan.
Organisasi sendiri memiliki ciri yang
KOHATI bersifat Semi-Otonom. Dalam membedakan dengan kelompok-kelompok lainnya,
operasionalisasi mekanisme organisasi, sifat semi- menurut Ferland (Handayaningrat, 1985:3) yaitu,
otonom ini mengandung arti bahwa KOHATI adanya suatu kelompok yang dapat dikenal, adanya
memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam kegiatan yang berbeda-beda tetapi tetap satu sama
beraktivitas dan berkreativitas di dalam (intern) lain saling berkaitan yang merupakan kesatuan
HMI, terutama dalam pembinaan potensi HMI di usaha/kegiatan, tiap-tiap anggota memberikan
dalam wacana keperempuanan dalam sumbangan usahanya/tenaganya,adanya
mengembangkan kualitas kader HMI-Wati, baik kewenangan, koordinasi dan pengawasan, adanya
dalam pengembangan wawasan maupun suatu tujuan.
keterampilan yang sesuai dengan konstitusi HMI dan
KOHATI yaitu AD dan ART HMI maupun 3. METODE PENELITIAN
Pedoman Dasar KOHATI serta kebijaksanaan umum Penelitian ini menggunakan paradigma riset
HMI lainnya. Adapun dalam melakukan kegiatan kualitatif konstruktivis dengan pendekatan studi
yang bersifat luar (ekstern) HMI, KOHATI kasus pada organisasi Korps Himpunan Mahasiswa
merupakan perpanjangan tangan HMI di semua Islam-Wati Cabang Bandung. Objek penelitian ini
tingkatan. Dengan kata lain kehadiran KOHATI sesuai dengan studikasiusnya yaitu pengkaderan
pada aktivitas eksternal HMI merupakan pembawa kader KOHATI Cabang Bandung dengan subjek
misi perjuangan HMI. penelitian Ketua Umum KOHATI Cabang Bandung,
2.6. Pengkaderan Neneng Azizah Juariah dan Ketua Bidang Internal.
Pengumpulan data dari sumber data primer
Pengkaderan adalah suatu proses penurunan dilakukan melalui observasi, wawancara dan
dan pemberian nilai-nilai, baik nilai-nilai umum dokumentasi.
maupun khusus oleh institusi bersangkutan. Proses
kaderisasi sering mengandung materi-materi Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
kepemimpinan, manajemen, dan sebagainya, karena observasi partisipan dengan menghadiri training
yang masuk dalam institusi tersebut nantinya akan KOHATI sehingga peneliti dapat melakukan
menjadi penerus tongkat tongkat estafet pengamatan dari dalam dan dari luar organisasi.
kepemimpinan, terlebih lagi pada institusi dan Observasi dilakukan untuk melihat pola komunikasi
organisasi yang dinamis. Selain sebuah proses, organisasi pada pengkaderan kader KOHATI
pengkaderan merupakan sebuah sistem yang berada Cabang Bandung dan wawancara dari pengurus
spada istem yang lebih besar, yaitu organisasi. KOHATI Cabang Bandung dan kader KOHATI
Porses kaderisasi setiap organisasi berbeda-beda, Cabang Bandung sebagai informan pendukung agar
namun pada umumnya alur kaderisasi ialah mengetahui bagaimana pengkaderan dilakukan.
rekrutmen, pembinaan, pengkaryaan, maintenance, Peneliti melakukan wawancara tatap muka dan
dan pemetaan. menggunakan mediun panggilan whatsapp dalam
melakukan penelitian ini.
2.7. Pola Komunikasi
Teknik analisis data yang digunakan adalah
Menurut Effendy, pola komunikasi adalah deskriptif-kualitatif dalam bentuk studi kasus dengan
proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan langkah-langkah analisis data berupa reduksi data,
4
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5250

pengelompokan tematik, penyajian data dan semuanya memiliki tahapan penyaringana atau
penarikan kesimpulan serta verifikasi dengan rekruitasi. Untuk mengukuti jenjang pengkaderan itu
dokumen yang ada. pun memiliki tahapan yang sama yaitu berupa
penyaringan. Penyaringan yang ada berupa
4. HASIL PENELITIAN penyeleksian makalah dan screening.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LK II adalah jenjang training formal kedua
organisasi KOHATI menggunakan pola komunikasi yang bermuatan nilai organisasi yang lebih
pengkaderan KOHATI ini dilakukan secara mendalam demi mencetak kader yang mengemban
sistematis dan terstruktur untuk mencapai tujuannya. amanah organisasi sesuai dengan nilai-nilai
Pada pengkaderannya terdapat beberapa bagian yaitu keislaman dan kosntitusi yang berlaku di HMI.
rekrutmen, berjenjang, memiliki konten yang sesuai Seperti jenjang pengkaderan yang lainnya, LKK dan
dengan tujuan, dan metode penyampaian, penilaian, LK II melalui tahapan yang sama yaitu tahapan
budaya dan efek terhadap kader. screening. Setelah melalui tahapan LKK dan LK II,
Neneng menyampaikan pola komunikasi kader dapat melanjutkan jenjang pengkaderan
yang sistematis dari pengurus besar KOHATI dalam berikutnya yaitu Senior Course (SC) HMI. Kader
penyampaian pesan yang semua serentak ke seluruh lulusan SC ini merupakan kader yang mempunyai
Indonesia. Betuk informasi yang sering kali adalah tingkat intelektualitasnya paling tinggi dibandingkan
instruksi sehingga apa yang dilakukan oleh semua jenjang yang lain, karena merekalah yang nantinya
cabang sama dalam kegiatan yang berupa instruksi, akan menjadi master of training dari semua jenjang
ia juga menerangkan tentang stuktur organisasi pengkaderan. Selain SC, ada jenjang pegkaderan
KOHATI dari nasional hingga komisariat. Selain yang bernama traing for trainer, perbedaannya
struktur organisasi, KOHATI memiliki sistem dengan SC adalah TFT hanya dapat menjadi MOT di
pengkaderan yang juga memiliki struktur yang LKK dan training KOHATI lainnya, naun jika SC
sistematis. Dari perangkat yang ada, organisasi ini dapat menjadi MOT di semua training. Maka dari itu
melakukan pola komunikasi berupa koordinasi masih ada perdebatan yang terjadi dalam training ini.
maupun instruksi dalam pelaksanaan seluruh Tidak hanya training formal, KOHATI memiliki
kegiatannya baik dalam keorganisasiannya maupun sejumlah training non-formal yang berisi muatan-
dalam pengkaderannya. muatan penjunjang yang dibutuhkan kade. Salah satu
jenis training non-formal adalah latihan kader
Pemaparan para informan menyatakan dan sensitif gender, yaitu pendidikan mengenai gender
saling mendukung mengenai pola komunikasi secara spesifik dan mendalam yang membuat kader
organisasi yang terstruktur dari perancangan hingga lulusan training ini siap terjun ke dunia
penerapannya yang telah tersistem dengan baik. permasalahan-permasalahan yang terjadi di
Neneng menyebutkan tujuan HMI yang merupakan perempuan.
organisasi yang menaungi KOHATI, KOHATI
sebagai organisasi juga memiliki tujuan yang Metode yang digunakan dalam
terintegrasi dan tidak berlawanan dengan tujuan penyampaian materi pengkaderan yaitu seperti
HMI. Hal ini dikuatkan pada pasal-pasal yang ada proses pengajaran yang dilakukan dua arah, namun
pada Pedoman Dasar KOHATI yang menerangkan itupun tergantung bagaimana metode yang
tujua,tugas, status dan fungsinya. digunakan pemateri. Selaras dengan pernyataan
tersebut. Namun ada perbedaan pendapat dari salah
Materi pengkaderan KOHATI yang satu informan yaitu Iik, ia menyatakan bahwa
diselaraskan dengan tujuan KOHATI memuat poin- metode penyampaian dalam pengkaderan KOHATI
poin dasar keperempuanan agar dapat menjalankan ini merupakan satu arah dimana tidak dibuka ruang
perannya sebagai aktivis perempuan yang diskusi. Iik mempunyai alasan tersendiri dalam
mempunyai peran dalam mengemban amanah- mengeluarkan statement tersebut. Menurutnya
amanah dalam sosial mengenai permasalahan- diskusi interaktif tidak terjadi karena hanya boleh
permasalahan perempuan. KOHATI meramu materi bertanya ketika pemateri selesai menyampaikan
sedemikian rupa yang diberikan pada setiap jenjang materinya. Dengan metode demikian, ia merasa
pengkaderan. dicekoki wawasan yang mungkin sudah ia tahu atau
tidak ingin diketahui olehnya. Namun demi
Tahapan pertama dalam jenjang mendapatkan nilai agar lulus jenjang pengkaderan, ia
pengkaderan adalah rekrutmen, dimana calon kader terpaksa mengikuti meskipun tidak tertarik.
diajak untuk bergabung dengan HMI yang pada
akhirnya mahasiswi yang masuk ke dalam HMI Dalam semua proses pengkaderan yang
otomatis menjadi kader KOHATI, kemudian setelah berisi materi wajib dilakukan penilaian yang
enam bulan setelah LK I itu menjadi masa inkubasi menentukan kader lulus atau tidaknya dalam jenjang
pemberian materi ditunjang dengan adanya kajian- pengkaderan tersebut. Jika tidak lulus dalam konteks
kajian yang diikuti kader. Setelah mengetahui dan LK I, calon kader harus mengikuti follow up 5
memahami HMI dan KOHATI melalui LK I, materi wajib agar selesai pemahamannya sama
KOHATI mempunyai beberapa jenjang yang seperti kader yang telah lulus berdasarkan penilaian

5
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5251

master of training. Penilaian yang dilakukan oleh sarana untuk mencapai tujuan organisasi hal ini
master of training yaitu berdasarkan kognitif, afektif kemudia diturunkan menjadi sebuat misi yang
dan psikomotorik. Dimana semua perilaku peserta termaktub dalam “Mission HMI”.
mulai dari keaktifan, tanggapan, sikap dan
kedisplinan dinilai selama training tersebut. Menurut Kartono (1989:4) perempuan
memiliki perbedaan fisiologis yang dialami sejak
Budaya yang ada dalam organisasi lahir pada umumnya kemudian diperkuat oleh
KOHATI merupakan budaya kajian, bedah buku, struktur kebudayaan yang ada, khususnya adat
bedah film yang meningkatkan intelektualitas kader istiadat, sistem sosial-ekonomi serta pengaruh
yang biasanya sesuai dengan kebutuhan kader-kader pendidikan. Hal ini menimbulkan banyaknya
tersebut. Budaya tersebut juga rutin dilakukan. permasalahan perempuan Indonesia, dimana buaya
timur yang masih kental mengenai patriarki dan
Kader-kader KOHATI merasakan efek suborniasi perempuan. Permaslahan perempuan dan
setelah menjalani jenjang pengkaderan ini segala ketimpangan yang dialami perempuan dan
menambah banyak koneksi dan dapat memandang kebutuhan khusus kader perempuan menjadi alasan
suatu masalah dari sudut pandang yang luas penting untuk KOHATI diadakan. Dalam hal ini
sehingga bijaksana dan tetap kritis untuk pengkaderan yang ada sudah semestinya melihat
memberikan solusi terhadap suatu konten yang terdapat pada setiap jenjang
permasalahan.Salah satu kader yang hanya pengkaderan selalu membahas permasalahan untuk
mengikuti jenjang pengkaderan LK I merasakan efek memcahkan masalah yang ada. Peningkatan kualitas
yang lumayan signifikan yaitu ia menjadi berani kader menjadi senjata utama demi memerangi
mengeluarkan pendapatnya sendiri yang sebelumnya ketimpangan perempuan yang saat ini masih banyak
tidak pernah berani dalam menyampaikan buah terjadi.
pikirnya pada sebuah forum. Selain itu ia juga
menjadi lebih argumentatif dan berprinsip dalam KOHATI yang merupakan bagian integral
diskusi sehingga tidak menjadi pribadi yang HMI yang berspesialisasi membina dan
mengikuti lingkungannya . meningkatkan kualitas kader HMI-Wati dalam
merespon isu-isu keperempuanan dan kekohatian
Iik mengatakan efek yang dia alami setelah kader yang dibentuk melalui pengkaderan yang
melalui sejumlah jenjang pengkaderan ini menjadi bermuatan kekohatian dan perempuan dalam
lebih terbuka wawasan dan meningkatkan daya perspektif Islam, isu-isu perempuan dan analisis
analisisnya. Namun ia juga menjadi pribadi yang kebijakan berbasis gerakan keperempuanan,
kaku setelah mengikuti hal tersebut. Iik juga keorganisasian, ke HMI-an, kepemimpinan,
merasakan hal yang tidak baik baginya, ia menjadi manajemen organisasi, psikologi perempuan, hingga
merasa labil mengenai dirinya sendiri karena pembinaan keluarga sakinah mawaddah wa rohmah
seringkali ia menyanyakan apa yang seharusnya menjadi muatan dalam training formal KOHATI.
tidak ditanyakan. Menurutnya ia menjadi
mengedepankan logika dan filsafat dibandingkan Jenjang pengkaderan formal yang dimulai
keyakinannya sehingga membingungkan dirinya dari LK I, LK II, LKK, dan LK III yang diadakan
sendiri. Selain itu ia juga sering merasakan ada meningkatkan kapabilitas kader KOHATI yang
beberapa yang bersebrangan dengan keyakinannya memudahkan organisasi ini mencapai tujuannya
karena terlalu mengkaji beberapa hal terlalu dalam karena muatan yang ada di setiap jenjang
dan ilmiah yang menurutnya mungkun karena ia pengkaderan berisikan mengenai keperempuanan
belum mencapai suatu kebenaran (tuhan). sehingga kader KOHATI dapat menjalankan tugas-
tugas organisasi berupa penyelesaian permaslahan
5. PEMBAHASAN keperempuanan.
Jika dikaitkan dengan teori yang peneliti Selain itu pada pengkaderan non-formmal
gunakan yaitu Teori Budaya Organisasi dengan seperti up-grading, latihan pranikah, kewirausahaan
dikaitkan dengan konsep pola komunikasi dan latihan kader sensitif gender yang membahas
organisasi, sistem pengkaderan kader KOHATI mengenai pemahaman pernikahan, manajemen
Cabang Bandung ini merupakan sebuah sistem yang pernikahan, psikologi pernikahan, managerial usaha,
mana, ifroman mendapatkan instruksi dari KOHATI keterampilan berwirausaha, berpikir logis, sejarah
PB mengenai pengkaderan KOHATI diseluruh gerakan perempuan, filsafat manusia, gender serta
cabang, sehingga apa yang mereka lakukan itu sama teori kosmologi gender. Konten pada pengkaderan
disetuap cabang lain lakukan namun tetap memiliki tersebut membuat kader KOHATI siap sebagai
kekhasannya sendiri. individu maupun pemimpin yang baik dalam rangka
Informan kunci sebagai kader yang memerangi ketimpangan dan isu-isu perempuan.
sebelumnya telah menjalani sejumlah jenjang Setelah melalui jenjang pengkaderan
pengkaderan tentunya memiliki keilmuan dan tersebut, terbentuklah suatu budaya yang dijalani
kemampuan yang cukup dalam pengkaderan dan kadernya selama berorganisasi. Budaya yang
memimpin organisasi. Pengkaderan ini merupakan terbentuk adalah budaya kajian keilmuan, diskusi
6
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5252

mengenai suatu masalah. Pneliti dapat menggunakan pola komunikasi satu arah dan pola
menyimpulkan budaya yang terbentuk dari komunikasi dua arah. Dimana instruksi-instruksi
organisasi tersebut adalah budaya intelektual. diteruskan ke kader dan adanya koordinasi dalam
Namun peneliti melihat bahwasanya budaya yang organisasi mengenai kegiatan-kegiatan kepada
ada selain itu adalah budaya yang sedikit dinilai komisaraiat-komisariat yang ada di lingkup
negatif yaitu hanya berkutat pada teori tdak pada KOHATI Cabang Bandung.
aksi nyata karena dua informan pendukung
mengatakan hal tersebut. Budaya yang terbentuk dari pola
komunikasi pengkaderan juga beberapa tertanam ke
Pola komunikasi yang diterapkan pada kadernya meskipun ada juga beberapa kader yang
pengkaderan di KOHATI Cabang Bandung adalah tidak merasakan perubahan budaya dalam organisasi
beragam sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ini. Budaya tersebut adalah budaya intelektual yaitu
ada. Penggunaan Pola komunikasi satu arah ketika berupa kajian, bedah buku, diskusi suatu masalah.
pemateri sedang menyampaikan materi ke peserta Namun selain itu ada juga budaya yang kurang baik,
training. Dimana penyampaian pesan dari pemateri yaitu budaya yang hanya berkutat pada teori dan
ke peserta dilakukan pada sebuah forum yang tidak diskusi tanpa melakukan apa yang sudah
ada umpan baliknya karena peserta hanya didiskusikan. Tentunya dari budaya dan pengkaderan
mendengar. itu menibulkan efek yang dirasakan kader setelah
melalui jenjang pengkaderan ini. Efek yang
Pada sesi berikutnya, setelah penyampaian dirasakan ada yang positif dan tidak sedikit yang
materi dengan komunikasi dua arah dilakukan sesi negatif. Hal yang poitif adalah menambah wawasan
tanya jawab yang mana itu merupakan komunikasi dan membuat kader lebih kritis dan berani dalam
dua arah atau timbal balik yaitu komunikator dan menyampaikan pendapatnya dari berbagai sudut
komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam pandang. Namun hal negatifnya adalah karena
menjalani fungsi mereka (Effendy, 1989:32). Namun terlalu mengedepankan filsafat dan logika, timbullah
pada sesi ini tidak menutup kemungkinan terjadinya keraguan dalam keyakinannya yang menurutnya
pola komunikasi multi arah, karena pada sesi tanya adalah karena belum mencapai kebenaran (tuhan).
jawab ini, peserta lain diperbolehkan menganggapi
pertanyaan dan jawaban dari pemateri sehingga 6.2. Saran
terjadi lebih banyak komunikator dan komunikan 6.2.1. Saran Akademis
akan bertukar pikiran secara dialogis. 1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan
semakin banyak peneliti yang menggunakan
KOHATI Cabang Bandung juga memiliki pengkaderan sebagai objek penelitian dalam
grup dalam keseharaiannya untuk semua kader-kader penelitiannya, mengingat objek pengkaderan
KOHATI Cabang Bandung untuk melakukan ini masih belum banyak peneliti yang
komunikasi antar kader. Proses komunikasi ini menggunakannya.
merupakan proses komunikasi secara sekunder, 2. Diharapkan bagi peneliti yang ingin
dimana proses penyampaian pesan oleh komunikator mengembangkan penelitian mengenai
pada komunikan dengan menggunakan alat atau pengkaderan dapat mengambil metode yang
sarana sebagai media kedua setelah memakai berbeda agar dapat dilihat dari sudut pandang
lambang sebagai media pertama. Grup ini yang berbeda. Penggayaan sudut pandang dapat
memungkinkan komunikan menyampaikan pesan dilakukan dengan banyak membaca penelitian-
menggunakan alat atau sarana sebagai media penelitian terdahulu khususnya penelitian-
penyampaian berupa gawai. penelitian mengenai kaderisasi partai.
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.2.2. Saran Praktis
6.1. Kesimpulan 1. KOHATI sebagai organisasi pengkaderan
mahasiswi sebaiknya lebih memperbaiki metode
Pengkaderan yanng diutamakan dalam penyampaian pengkaderan. Hal ini dilakukan
organisasi KOHATI ini membuat kapabilitas kader- karena metode penyampaian merupakan hal yang
kader KOHATI dapat diakui mengenai pengetahuan penting bagi pengkaderan, mengingat beberapa
tentang keperempuanan. Jenjang pengkaderan yang evaluasi dari infroman yang menyatakan
dirumuskan secara serius menjadikan kadernya keinginan dari metode penyampaian agar tidak
benar-benar siap dan mampu terjun ke dunia membosankan dan lebih interaktif serta terbuka
permasalahan perempuan untuk menjalankan tujuan dalam diskusi. Metode penyampaian yang baik
organisasi yaitu terbinanya muslimah berkualitas akan meningkatkan daya serap kader dalam
insan cita. menerima materi-materi pada setiap jenjang
pengkaderan di KOHATI.
KOHATI yang mempunyai pola 2. Kaderisasi perlu dikembangkan bukan hanya di
komunikasi organisasi yang sesuai dengan organisasi, melainkan ilmunya juga harus
kebutuhannya dalam menjalankan roda organsiasi disebarkan kepada perempuan-perempuan guna
berjalan dengan baik meskipun masih terjadi mencerdaskan perempuan sehingga dapat
beberapa kekurangan. Secara organisasi KOHATI

7
ISSN : 2355-9357 e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 5253

memerangi ketimpangan dan isu-isu perempuan


sehingga tercapailah tujuan KOHATI.

Daftar Pustaka

Arifianto, H. & Sulaiman. (2015). Basic Training:


Panduan untuk Kader Himpunan
Mahasiswa Islam, Tangerang, Bidang PA
HMI Cabang Ciputat 2014-2015.
Bungin, M. Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra
Aditya Bakti.
Handayaningrat, Soewarno (1985). Pengantar Studi
Ilmu Administrasi dan Managemen.
Cetakan Keenam. Jakarta: PT Gunung
Agung.
Hasibuan, Malayu S.P. (2010). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ismail, Ida. (2015). KOHATI Mengakar ke Dalam
untuk Meraih Asa. Jakarta: PB HMI
Publishing.
Kartini kartono. (1989). Psikologi Abnormal dan
Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar
Maju.
Konstitusi HMI
Muttahari, M. (1995). Falsafah Akhlak. Bandung :
Pustaka Hidayah.
Pedoman dasar KOHATI munas ambon.
Richard West, Lynn & H. Turner. (2009). Teori
Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Singarimbun, M & Effendi, S. (1989). Metode
Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Sitompul, Agussalim. (2008), 44 Indikator
Kemunduran HMI. Jakarta: CV Miska
Galiza.
Stephen P. Robbins. (1994). Teori Organisasi
Struktur Design dan Aplikasi. Jakarta.
Arcan.
Subhan, Z. (2004). Kekerasan Terhadap Perempuan.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai