Anda di halaman 1dari 1

Dalam struktur efficiency model, elit yang berkuasa di pusat cenderung ke desentralisasi

yang berpotensi membahayakan stabilitas dan integrasi bangsa di negara berkembang. Penerapan
model yang didasari pendekatan manajemen cenderung memprioritaskan tujuan desentralisasi
pada aspek efisiensi dan mengabaikan kemajemukan lokal. Hubungan antara kabupaten/kota
dengan provinsi yang semula 'dependent' dan 'subordinate', bentuk hubungannya menjadi
'independent' dan 'coordinate'. Pola hubungan tersebut tercipta sebagai konsekuensi perubahan
dari dianutnya 'integrated prefectoral system' yang utuh dan 'integrated prefectural system' yang
parsial hanya pada tataran provinsi. Sebaliknya, model local democracy yang dilandasi oleh
pendekatan politik memberikan penekanan pada demokrasi lokal dan kemandirian (Halligan dan
Aulich: 1998)
Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, digunakan model efisiensi structural (structural
efficiency model). Pada masa ini kepala daerah yang karena jabatannya adalah juga kepala
wilayah sehingga memegang peran dominan dibandingkan institusi lainnya. Pada masa UU
Nomor 32 Tahun 2004, digunakan model eklektik, yakni: perpaduan antara structural efficiency
model dengan local democracy model. Melalui model ini, Kepala Daerah dipilih oleh rakyat,
dengan konsekuensi bertanggung jawab kepada rakyat. DPRD bukan lagi lembaga yang terpisah
sebagai badan legislative daerah, melainkan berada dalam satu kotak dengan Kepala Daerah
sebagai unsur penyelenggara negara.

Anda mungkin juga menyukai