Anda di halaman 1dari 14

MODUL PERKULIAHAN

KEPEMIMPINAN

Teori-Teori Mutakhir Tentang


Kepemimpinan
Fakultas Program Studi Tatap Muka KodeMK Disusun Oleh

04
Ekonomi & Manajemen P311720005 Deden Kurniawan, SH, MH, ME
Bisnis

Abstract Kompetensi
Teori-teori mutakhir tentang Mahasiswa mampu
kepemimpinan visionary menguraikan teori-teori
leadership, transactional dan mutakhir tentang kepemimpinan
transformational leadership,
spiritual leadership

Tujuan Matakuliah

Kepemimpinan di Indonesia dan Kepemimpinan berbagai suku


0 di Indonesia Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Deden Kurniawan, SH, MH, ME
Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu menguraikan teori-teori mutakhir tentang
kepemimpinan

Materi Bahasan :
Teori-teori mutakhir tentang kepemimpinan visionary leadership,
transactional dan transformational leadership, spiritual leadership

Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


1
1 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
Visionary leadership
Kepemimpinan visioner (visionary leadership) dapat diartikan sebagai
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan,
mensosialisasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial
diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita
organisasi di masa depan yang harus dicapai melalui komitmen semua personil.
Seorang pemimpin yang visioner mampu menciptakan visi dan tujuan yang jelas
berkenaan dengan pemahaman tentang masa depan yang lebih mantap dan
usaha-usaha dalam peningkatan mutu yang lebih terarah.
Seorang pemimpin yang visioner biasanya cenderung berpikir kreatif demi
masa depan organisasi yang ia pimpin. Kemampuan ini tentu saja didapatkan
melalui berbagai proses pembelajaran dan juga pengalaman, baik itu secara
pendidikan formal maupun informal. Kemampuan umum pemimpin yang visioner,
diantaranya:
1. Merumuskan dan menjual visi serta mengelola organisasi secara
profesional.
2. Mendapatkan respek dan kepercayaan dari anggota kelompok untuk
merealisasikan visi yang ditetapkan.
3. Memiliki integritas, kompetensi, konsistensi, loyal dan terbuka.
4. Menstimuli motivasi karyawan untuk menghasilkan karya yang inovatif
dan kreatif.
5. Mengakomodir ego dan kepentingan individu serta kelompok demi
merealisasikan visi organisasi.
6. Memiliki perhatian kepada anggota dalam usaha untuk membimbing,
memberi nasihat dan penilaian kerja yang adil.
7. Memiliki human skill terutama dalam usaha untuk memecahkan konflik
antar anggota serta memiliki kemampuan oral persuasion.

Kemampuan khusus pemimpin visioner, diantaranya:


1. Difficult Learning: kemampuan dalam mengidentifikasi problem yang
belum diketahui dan belum ada pemecahannya.
2. Maximizing Energy: Memaksimalkan energi dalam usaha untuk
mengambil keputusan yang berkualitas melalui mindset yang sifatnya
kompromistis.
3. Resonant Simplicity: Logika sederhana yang menjadi keunggulan dalam
sebuah persaingan.
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
2
2 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
4. Multiple Focus: Memiliki fokus pada kegiatan yang strategis maupun non
strategis.
5. Mastering Inner Sense: Memiliki prediksi tidak hanya berdasarkan logika
dan rasio dari berbagai data tetapi juga memiliki “intuisi” dari inner sense
yang menuntut kepada keputusan yang cepat dalam kondisi tertentu.

Tahapan Penciptaan Visi


Seorang yang visioner mampu menciptakan visi yang jelas dan terarah
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Trend Watching: Memprediksi berbagai kemungkinan yang ada di masa
depan melalui data-data dan juga inner sense yang dimiliki. Melalui
tahap pertama ini, pemimpin dapat mendeteksi arah perubahan di masa
datang dan juga berbagai peluang yang tersembunyi sekaligus
meminimalkan risiko yang ada.
2. Envisioning: Perumusan visi berdasarkan pengamatan trend perubahan
(hasil dari tahap pertama) yang akan terjadi di masa mendatang.
Tahapan ini mampu menggambarkan pikiran yang melampaui realitas
saat ini, menciptakan gambaran yang kondisi yang belum pernah dan
yang akan dicapai di masa mendatang.

Ciri Gaya Kepemimpinan Visioner atau Visionary Leadership


Ciri khas dari kepemimpinan visioner yang memiliki orientasi visi diantaranya
sebagai berikut.
1. Wawasan akan Masa Depan
Para pemimpin yang visioner memiliki pandangan yang jelas akan visi dan
tujuan yang akan dicapai oleh organisasi atau kelompok yang ia pimpin
demi perkembangan dan tujuan yang telah disepakati bersama.
2. Keberanian dalam Melangkah
Kepercayaan diri yang tumbuh melalui kematangan visi ini membuatnya
menjadi sosok yang tidak ragu dalam menghadapi risiko. Perhitungan yang
cermat, teliti dan juga akurat menjadi salah satu kemampuannya yang
tidak dapat diragukan, ditambah lagi dengan inner sense yang tidak semua
orang miliki.
3. Kemampuan Mengakomodir dengan Baik
Human skill yang dimiliki seorang pemimpin yang visioner mampu
menolongnya dalam melancarkan tujuan yang ia inginkan melalui problem
solving akan konflik yang terjadi di antara tubuh kelompok yang ia pimpin.
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
3
3 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
4. Visi yang Jelas dan Mimpi yang Terealisasi
Perumusan visi yang jelas dan komitmen yang kuat akan mengarahkan
dirinya sekaligus “menghipnotis” para anggota untuk tujuan bersama
sehingga mimpi yang dinginkan dapat terwujud.
5. Implementasi Visi kepada Aksi
Visi yang dibuat oleh pemimpin yang visioner bukan hanya sekedar slogan
dalam awang-awang namun mampu diimplementasikan dalam sebuah
aksi nyata yang diserap oleh para anggota kelompok sehingga kerja sama
dan sinergi pun terjalin.
6. Nilai Spiritual yang Kuat
Pemimpin visioner merupakan sosok yang profesional terhadap keyakinan
akan nilai-nilai luhur yang ada di bangsa.
7. Relationship yang Efektif
Mampu menjalin hubungan yang efektif dengan berbagai kalangan, kolega
dan juga bawahan melalui motivasi serta nasihat yang diberikan secara
natural dan spontan. Pemimpin visioner memiliki pendekatan kemitraan
dan menciptakan rasa berbagi visi serta makna dengan orang lain. Mereka
menunjukkan rasa hormat yang lebih besar bagi orang lain dan berhati-hati
dalam mengembangkan semangat tim.
8. Inovatif dan Inisiatif
Pikiran yang kreatif melalui setiap paradigma baru serta inisiatif dalam
melakukan aksi sehingga mampu memberikan suntikan motivasi dan
inspirasi pada anggota untuk mencontoh aksi pemimpin tersebut.
9. Integritas Tinggi
Dampak dari cirinya yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual membuat
pemimpin yang visioner mewujudkan rasa integritas pribadi yang
memancarkan energi positif bagi para anggotanya.
10. Strategis dan Sistematis
Pemimpin yang visioner mampu mengubah paradigma lama, dan
menciptakan strategi yang “di luar kebiasaan”, mengubah pemikiran
konvensional dengan pemikiran yang lebih sistematis.

Transactional and tranformational leadership


Kepemimpinan Transaksional (Leadership Transactional)
Kepemimpinan transaksional, pemimpin yang memotivasi pengikut mereka
dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan
tugas. Kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya kepemimpinan
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
4
4 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
yang intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan bawahan.
Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan
mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja
tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward
bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang
telah dibuat bersama.
Alasan ini mendorong Burns untuk mendefinisikan kepemimpinan
transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas
tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi,
kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang
bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai
dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama.
Menurut Bass (1985), sejumlah langkah dalam proses transaksional yakni
pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan bawahan peroleh jika
hasil kerjanya sesuai dengan transaksi. Pemimpin menjanjikan imbalan bagi
usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila
ia merasa puas dengan kinerjanya.
Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang
masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering
tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga
mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin
perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi perselisihan
industrial.
Kepemimpinan transaksional didasarkan padaotoritas birokrasi
danlegitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya
menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu
dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu,
pemimpin mtransaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-
tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab
mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para
pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan
negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
5
5 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan
sesuatu kepada para pengikutnya.

Transformational Leadership
Gaya kepemimpinan kedua adalah kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional didasarkan pada sikap dan perilaku tertentu yang
mendukung perubahan organisasi. Peran seorang pemimpin dalam teori
“Leadership Transformational ini yang utama adalah sebagai katalis bagi
perubahan yang akan dilaksanakan, artinya pemimpin berperan meningkatkan
sumber daya manusia yang ada dan berusaha memberikan reaksi yang
menimbulkan semangat dan daya kerja yang tinggi bagi anggota, tetapi tidak
bertindak sebagai pengawas perubahan.
Kepemimpinan transformasional berusaha untuk menginspirasi kinerja
yang luar biasa. Ada beberapa cara seorang pemimpin transformasional
memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1. Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
2. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
3. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan
aktualisasi diri;
4. Keahlian komunikasi dari pemimpin.
Bagaimana seorang pimpinan itu mengkomunikasikan bagaimana visi dan
misi perusahaan kepada bawahan. Bass (1985) mengindetifikasikan terdapat 4
aspek penting dari kepemimpinan transformational:
1. Idealized influence (Pengaruh yang Ideal)
Mengacu pada upaya untuk membangun sikap positif antara karyawan.
Terkait dengan karisma, pengaruh yang ideal dari pemimpin menunjukkan
adanya pendirian, berani mengambil risiko, menekankan kebanggan dan
kepercayaan, menempatkan isu-isu yang sulit, menunjukkan nilai yang
paling penting dalam visi dan misi yang kuat, menekankan pentingnya
tujuan, komitmen dan konsekuen etika dari keputusan serta memiliki sence
of mission. Kharisma merupakan daya kekuatan memotivasi pengikut
dalam menjalankan kegiatan organisasi. Pemimpin yang memiliki kharisma
akan lebih mudah mempengaruhi pengikut agar bertindak sesuai dengan
yang diharapkan untuk keberhasilan suatu organisasi. Pemimpin
kharismatik mampu membangkitkan emosi-emosi yang kuat. Pemimpin
diidentifikasi untuk dijadikan panutan oleh pengikut, dipercaya, dihormati,
dan memiliki tujuan yang jelas. Memiliki integritas terhadap kesesuaian
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
6
6 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
antara exposed values dan enacted values. Nilai-nilai yang diungkapkan
lewat kata-kata.
2. Inspirational motivation (motivasi inspirasional)
Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak
dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan. Pemimpin
mempunyai yang jelas dan masa depan yang diinginkan karyawan.
3. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)
Pemimpin yang mendorong bawahan untuk lebih kreatif, mendorong
karyawan mengeluarkan ide-idenya dan dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang
lebih menggunakan intelegasi dan alasan-alasan yang rasional.
4. Perhatian Individual (Individualized consideration)
Perhatian individual dianggap sebagai ciri dari kepemimpinan
transformasional (Bass, 1985). pemimpin memberikan perhatian personal
terhadap bawahannya yang melihat bawahan sebagai individual dan
menawarkan perhatian khusus untuk mengembangkan bawahan demi
kinerja yang bagus.
Kedua tipe kepemimpinan baik transaksional maupun transformasional
selalu berkaitan dengan pencapaian dari tujuan organisasi. Bahkan seorang
pemimpin dapat mengadopsi dua tipe kepemimpinan sekaligus, baik transaksional
maupun transformasional. Namun, kepemimpinan transformasional selalu
berkaitan dengan hasil yang lebih besar terhadap tujuan individual dan organisasi.
Karena kepemimpinan transaksional berbasis pada regulasi, kompetisi dan
pengaturan; dengan demikian karyawan tidak memiliki kesuplean. Karyawan
hanya didorong untuk melihat apa yang mempengaruhi mereka, karena mereka
hanya dihargai untuk kinerja mereka sendiri. Sistem transaksional memberikan
sedikit insentif untuk mengubah manfaat individu secara langsung.
Sebaliknya, kepemimpinan transformasional lebih fokus terhadap
komunikasi. Suasana komunikasi yang harmonis adalah salah satu kewajiban
moral, suasana itu dibangun untuk memberikan rangsangan motivasi. Gaya
kepemimpinan transformasional mengartikulasikan visi masa depan yang
dibagikan, secara intelektual merangsang bawahannya, memberikan dukungan
yang besar kepada individu,mengetahui perbedaan individu, dan menentukan
ekspektasi yang tinggi. Melalui semangat kerjasama team, secara kooperatif dan
partisipatif, di mana setiap individu atau karyawan diberikan keleluasaan untuk
beradaptasi dan bertanggung jawab (Bass, 1998).

Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7
7 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
Lebih lanjut, pada saat ini para peneliti mengalihkan perhatian mereka
kepada pertanyaan berikutnya. Jika kepemimpinan transformasional sangat
bermanfaat, kemungkinan apa yang dapat memprediksi seseorang menggunakan
gaya kepemimpinan ini? Penelitian terbaru telah membangun keterkaitan yang
kuat antara kepemimpinan transformasional dengan konsep yang disebut dengan
intelegensi emosional (emotional intellegence) EQ (Wang & Huang, 2009 dalam
Dainton & Zelley,2005:150).
Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta
menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan,
sehingga kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan
menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan (Goleman, 1995: 39).
Kecerdasaan emosi tidak ada begitu saja, seperti halnya kecerdasan intelegensi.
Kecerdasan emosi dibangun atau dikembangankan melalui proses belajar selama
hidup.
Kecerdasan emosional menjadi sesuatu yang sangat penting, karena pada
tataran ini melalui kecerdasan emosional individu dapat mengenal diri dan orang
lain. Kepemimpinan transformasional yang memiliki kecerdasan emosional dapat
mengetahui atau mengenali emosi para karyawan sehingga dapat memberikan
feedback yang sesuai dengan kebutuhan karyawan.
Kepemimpinan transaksional dan transformasional dikembangkan oleh
Bass (1985) bertolak dari pendapat Maslow tentang tingkatan kebutuhan manusia.
Menurut teori hierarki kebutuhan tersebut, kebutuhan bawahan lebih rendah
seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan pengharapan dapat terpenuhi dengan baik
melalui penerapan kepemimpinan transaksional. Namun, aktualisasi diri, menurut
hanya dimungkinkan terpenuhi melalui penerapan kepemimpinan
transformasional.
Teori Hirarki Kebutuhan menurut Abraham Maslow manusia mempunyai
lima kebutuhan yang membentuk tingkatan- tingkatanatau disebut juga hirarki dari
yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hinggayang
sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hierarki, mulai yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang
paling tinggi. Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan, antara
lain sebagai berikut:
1. The Physiological Needs Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang
paling mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup. Diantaranya
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
8
8 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
adalah kebutuhan udara, air, makanan, tidur, dll. Maslow percaya bahwa
kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah di dalam hierarki
kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi sekunder sampai
kebutuhan ini terpenuhi. Kebutuhan ini dinamakan juga basic needs yang
jika tidak terpenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrim maka manusia
yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena
seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.
2. The Safety and Security Needs Ketika kebutuhan fisiologis telah terpenuhi
maka akan muncul kebutuhan akan keamanan. Diantaranya; physical
security (aman dari kejahatan dan agresi), security of
employment (keselamatan kerja), security of revenues and resources
(keamanan sumber daya), moral and physiological security (keamanan
fisiologis), familial security (keamanan keluarga), security of health
(keamanan kesehatan), dan security of personal property against crime
(keamanan kekayaan pribadi dari kejahatan). Karena adanya kebutuhan
inilah maka dibuat aturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan,
membuat sistem asuransi, pensiun, dan sebagainya. Sama halnya dengan
basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan banyak tidak terpenuhi
maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada
gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah negatif.
3. The Love and Belonging Needs Manusia biasanya membutuhkan rasa
dimiliki dan diterima, apakah datang dari kelompok sosial yang luas
(kelompok, kantor, perkumpulan keagamaan, organisasi profesional, tim
olahraga, geng, dll.) atau koneksi sosial yang kecil (anggota
keluarga, pasangan, mentor, teman kuliah, sahabat karib). Mereka
membutuhkan untuk mencintai dan dicintai oleh yang lainnya. Tidak
terpenuhinya kebutuhan ini maka orang akan menjadi rentan merasa
sendirian, gelisah, dan depresi. Kekurangan rasa cinta dan dimiliki
juga berhubungan dengan penyakit fisik seperti penyakit hati.
4. The Esteem Needs Menurut Maslow, semua manusia membutuhkan
penghargaan, menghargai diri sendiri, dan juga menghargai orang lain.
Orang perlu melibatkan diri untuk mendapatkan pengakuan dan
mempunyai kegiatan atau kontribusi kepada orang lain dan juga nilai
diri, baik di dalam pekerjaan ataupun hobi. Terdapat dua tingkatan
kebutuhan penghargaan/penghormatan. Tingkatan yang lebih rendah
terkait dengan unsur-unsur ketenaran, rasa hormat dan kemuliaan.
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
9
9 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
Tingkatan yang lebih tinggi mengikat pada konsep kepercayaan diri,
kompetensi, dan prestasi. Tingkatan yang lebih rendah umumnya
dianggap miskin. Hal ini tergantung orang lain atau seseorang
membutuhkan diyakinkan karena harga diri yang lebih rendah. Orang
dengan harga diri yang rendah membutuhkan penghargaan dari orang lain.
Namun, keyakinan, kompetensi, dan prestasi hanya membutuhkan satu
orang dan orang lain tidaklah penting untuk kesuksesan sendiri. Semua
empat tingkatan sebelumnya disebut deficit needs, atau D-needs. Yaitu,
jika Anda tidak memiliki cukup sesuatu (defisit) maka akan merasa perlu.
Tetapi jika Anda mendapatkan semua yang dibutuhkan maka tidak akan
merasakan apa-apa. Seperti halnya, “You don’t miss your water till your
well runs dry!”
5. Self Actualization Needs Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah
manusia untuk memanfaatkan kemampuan mereka yang unik dan
berusaha menjadi yang terbaik. Maslow menggambarkan aktualisasi diri
sebagai berikut: Self Actualization is the intrinsic growth of what is already
in the organism, or more accurately, of what the organism is.(Psychological
Review, 1949)Sebagai sebuah kesimpulan, kepemimpinan
transformasional bertolak-belakang dengan kepemimpinan transaksional.
Walaupun keduanya adalah tipe kepemimpinan yang efektif, namun fakta
penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional selalu
berkaitan dengan hasil pencapaian individu dan organisasi yang lebih
tinggi. Kepemimpinan transformasional melibatkan karisma, motivasi,
stimulus, dan kesadaran. Kualitas ini dapat dikembangkan melalui
kecerdasan emosional. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi akan memotivasi orang lain untuk pencapaian karena individu
tersebut mengenal diri sendiri dan orang lain.

Spiritual leadership
Kepemimpinan efektif yang selama ini telah dilakukan banyak CEO dan
Manager seluruh dunia, adalah yang berkaitan dengan motivasi, pengembangan
potensi individu, dan pembentukan team yang solid. Namun itu saja tidak cukup;
kemampuan mengelola krisis, perubahan dan melakukan pertumbuhan-
pertumbuhan, menjadi tuntutan dominan dalam kepemimpinan. Keahlian
kepemimpinan membutuhkan tidak saja ketrampilan namun juga membutuhkan
inspirasi, kearifan dan komitmen.
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
10
10 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
Semua orang saat ini mengidamkan kepemimpinan, membutuhkan figure
kepemimpinan yang dapat diandalkan, dipercaya dan dapat mengaktualisasikan
perubahan-perubahan konstruktif. Kita membutuhkan kepemimpinan yang mampu
mentransformasikan karakter organisasi, memberikan perubahan-perubahan
strategis, sekaligus yang dapat meningkatkan potensi individu-individu yang
dipimpinnya, efektif mengelola resources dan memiliki keinginan untuk aktif
terlibat dalam proses inovasi dan pertumbuhan. Serta yang terpenting, memiliki
semangat meraih pencapaian dan mengejar kesuksesan tanpa terdominasi oleh
materialism belaka.
Teori Kepemimpinan kini telah berkembang dengan mengapresiasikan
nilai-nilai kehidupan (values) dan kemanusiaan. Kepemimpinan tanpa
menyertakan values adalah sebuah kepemimpinan yang digerakkan oleh
ototarianisme belaka. Nilai-nilai inti kehidupan yang telah teruji berlangsung
sepanjang jaman adalah Spiritualitas. Spiritualitas, adalah tentang interaksi jiwa
kita pada dunia disekitar, respon yang mempengaruhi perilaku kita dimanapun dan
dalam kondisi apapun.
Spiritualitas bukanlah segalanya tentang agama, spiritualitas adalah
tentang mengabsorbsi intisari dari hubungan kita secara roh dan jiwa dengan
Yang Suci, Yang Ilahi, Sumber Kebenaran, atau Yang Maha Kuasa yang kita
percayai dan bagaimana kita mengaplikasikannya secara universal kepada semua
orang di sekitar kita.
Spiritualitas, membantu membangun karakter dalam diri kita. Termasuk
dalam pola kepemimpinan yang kita jalankan. Kepemimpinan yang berbasis
spiritualitas, bukan tentang kecerdasan dan ketrampilan dalam memimpin belaka,
namun juga menjunjung nilai-nilai kebenaran, kejujuran, integritas, kredibilitas,
kebijaksanaan, belas kasih, yang membentuk akhlak dan moral diri sendiri dan
orang lain. Spiritual Leadership adalah kepemimpinan yang mengedepankan
moralitas, kepekaan (sensitivitas), keseimbangan jiwa, kekayaan bathin dan etika
dalam berinteraksi dengan orang lain.
Spiritualitas adalah tentang bagaimana melakukan segala sesuatu dengan
usaha terbaik dalam kesempurnaan bathin sesuai dengan nilai-nilai kehidupan
yang kita yakini. Mengaplikasikan spiritualitas, adalah cara kita mencapai otoritas
moral bahkan dalam situasi tersulit sekalipun. Spiritualitas membawa kita kepada
pencarian jati diri lebih mendalam; mencari kebaikan dan potensi terbaik dari
dalam diri, menghargai dan memahami orang lain, menumbuhkan kedewasaan
berpikir, waspada, bijaksana, membangun rasa belas kasih terhadap orang lain,

Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11
11 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
dan membuat kita bersemangat dalam meningkatkan hubungan rohani dengan
Tuhan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang lebih khusuk dan bermakna.
Spiritualitas mengekspresikan cinta sesungguhnya dari Tuhan, yang tak
bersyarat, tidak takut, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Nilai-nilai kehidupan berorientasi pada kejujuran, perilaku bertanggungjawab,
kedamaian bathin, menghindari konflik, dan berakhlak mulia ini berpengaruh
dalam pembentukan karakter individu dalam berinteraksi dengan orang lain,
bahkan dalam melakukan pekerjaan apapun. Seorang pekerja dapat melakukan
pekerjaannya terbaik bahkan ketika tidak ada seorangpun yang
memperhatikannya. Seorang profesional dapat dengan jujur mengakui
kesalahan/keterlambatannya menyelesaikan tugas dengan tidak menyalahkan
orang lain. Seorang eksekutif, dapat menemukan cara lebih baik dalam
mengirimkan barang/jasa yang diproduksinya, tanpa menambahkan biaya kepada
pelanggannya. Seorang Sales, tidak memberikan janji berlebih atau harga lebih
tinggi. Seorang manager, melihat bahwa tugasnya bukan sekedar menjadi bos,
tetapi melayani orang lain.
Kepemimpinan adalah pengaruh, kemampuan seseorang mempengaruhi
orang lain. Seorang pemimpin hanya dapat memimpin orang lain ketika ia memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain mengikuti jejaknya. Seorang
pemimpin spiritual menyadari bahwa fokusnya bukan lagi terletak pada diri sendiri,
tetapi pada orang-orang yang dipimpinnya. Ia adalah seorang pemimpin yang
memperhatikan bagaimana orang lain dapat tumbuh, berkembang dan mencapai
visi yang hendak dicapai bersama dengan nilai-nilai kehidupan yang ia sebarkan
pada mereka. Pemimpin Spiritual memelihara hubungan dengan orang lain adalah
dengan menumbuhkan kepeduliaan yang tulus. Mereka memimpin dengan
empathy, kasih sayang, dan rasa hormat.
1. Peliharakanlah Hubungan Baik
a. Memahami Orang Lain.
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda, dan setiap
individu tidak mungkin dihadapi dengan cara yang sama.
Karenanya, memahami mereka, dan mempelajari bagaimana
membina mereka sesuai dengan kepribadian mereka, dapat
membantu Anda menolong mereka mencapai tujuan-tujuan.
b. Mengasihi Orang Lain.
Anda tidak dapat benar-benar menjadi pemimpin efektif kecuali
Anda mengasihi mereka. Henry Gruland berkata,”Menjadi seorang
pemimpin artinya lebih dari sekedar ingin memimpin. Para
Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
12
12 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id
pemimpin mempunyai rasa pengertian terhadap orang lain dan
kemampuan yang tajam untuk menemukan yang terbaik dari dalam
diri orang lain.. bukan yang terburuk.. dengan benar-benar
mempedulikan orang lain”
c. Menolong Orang Lain
Pusatkan diri Anda pada apa yang Anda dapat tanamkan dalam diri
orang lain, bukan apa yang Anda bisa terima dari mereka.
2. Berikan Hati Anda
Harapan adalah karunia terbesar yang dapat kita berikan kepada orang
lain; karena bahkan jika orang lain gagal melihat arti diri mereka sendiri,
mereka masih mempunyai alasan untuk tetap berusaha dan bekerja keras
untuk mencapai potensi mereka di masa depan. Pemimpin Spiritualitas
adalah pemimpin yang memberikan harapan dan pengertian.
3. Kembangkan Potensi Mereka
Berikan perhatian Anda pada kekuatan orang lain. Pusatkanlah perhatian
pada mempertajam keahlian yang sudah ada. Pujilah kualitas-kualitas
positif. Munculkanlah bakat-bakat terpendam pada mereka. Doronglah
mereka mengembangkan potensi-potensi mereka. Pusatkan perhatian
pada peningkatan kekuatan mereka, Anda sedang mengembangkan
hubungan yang kuat dengan mereka, dan mereka mulai bertumbuh serta
mendapatkan rasa percaya diri. Setelah percaya diri muncul, baru Anda
dapat membicarakan tentang kelemahan-kelemahan mereka dan
menanganinya dengan bijaksana satu per satu.

Daftar Pustaka

Bass, B. M. (1998). Transformational leadership: industrial, military, and


educational impact. Mahwah, N.J., Lawrence Erlbaum Associates.
Dainton, M., Zelley, E. D. (2005). Applying communication theory for professional
life: a practical introduction. Thousand Oaks, Calif, SAGE Publications.
Coleman, D. (1995). Emotional intelligence. New York, Bantam Books.
Yukl G. 2010. Leadership in Organization

Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13
13 Deden Kurniawan, SH, MH, ME http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai