Anda di halaman 1dari 63

TEKNIK PEMASANGAN TALI

(RIGGING)
Rigging
 Rigging adalah teknik pemasangan tali baik
vertikal , horizontal maupun lintasan untuk
rescue. Pemasangan lintasan ini harus selalu
memperhatikan beberapa syarat agar bisa
disebut sebagai rigging yang baik:
 a. Aman untuk dilewati oleh semua anggota Tim.
 b. Tidak merusak peralatan
 c. Dapat dilewati oleh semua anggota Tim.
 d. Siap digunakan untuk keadaan emergenci.
Anchor.

 Anchor.
 Anchor adalah point atau obyek yang akan dijadikan tambatan.
Dalam pemilihan anchor perlu adanya perhitungan antara lain :
 a). Jenis tambatan
 b). Posisi tambatan
 c). Kekuatan tambatan.
Berdasarkan jenisnya, anchor
dibagi menjadi :
 a. Natural Anchor (tambatan alam)
 1. Pohon, sebelum kita memakai jenis ini kita harus
memeriksa jenis pohon, umur pohon (dimensinya),
tempat tumbuh, posisi tumbuh maupun kondisi dari
pohon tersebut.penentuan jenis pohon adalah dari
jenis nilai kekuatan kayu (serabut tunggang).
Penentuan dari jenis akar ini dipengaruhi oleh mediah
tumbuhya (andesit, kapur dl.). Pemakaian dari jenis ini
harus pula memperhatikan posisi tambatan yang kita
pasang pada pohon tersebut.
K3 ASBES
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 03/Men/1985)
Dasar-dasar K3 Asbes
 Asbestos menurut Glossary of Geology
(1972) adalah nama komersial untuk
golongan mineral silikat, berbentuk serat
yang tipis, panjang dan kuat, cukup fleksibel
untuk ditenun, mempunyai sifat tahan
terhadap panas, insulasi elektrik,
Berdasarkan rumus kimianya, asbes
dibagi dalam 2 golongan dan 6 jenis
A. Fibrous serpentine
1. chrysotile (white asbestos): Mg3(Si2O6)(OH)
B. Fibrous amphiboles
2. amosite (brown asbestos): (Fe,Mg)(Si8O22)(OH)2
3. tremolite : Ca2Mg5(Si8O22)(OH)2
4. crocidolite (blue asbestos): Na2Fe(2+)3Fe(3+)2(Si8O22)(OH)2
5. actinolite: Ca(Mg,Fe)8(Si8O22)(OH)2
6. anthophyllite (Mg,Fe)(Si8O22)(OH)2

 Semua jenis asbestos ini adalah hydrated silikat,


 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chrysotile asbestos, yang
termasuk golongan fibrous serpentine mempunyai biopersistence yang
lebih rendah, karena itu juga mempunyai toksisitas yang lebih rendah
dari asbestos jenis lainnya (Dunnigan J, 2003, Bernstein. DM, Rogers
R and Smith P, 2004)
 Industri di Indonesia umumnya menggunakan chrysotile asbestos
Dasar hukum
1. PP No. 74 tahun 2001, mengenai Pengelolaan B3
PP ini hanya melarang penggunaan crocidolite (asbes biru), dan mengizinkan penggunaan chrysotile;

2. Kepres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena


Hubungan Kerja.
menetapkan bahwa asbestosis, kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes adalah penyakit
yang timbul karena hubungan kerja (lampiran, butir 1 dan 28).
Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut berhak mendapat Jaminan Kecelakaan Kerja baik
pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (pasal2)

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03 tahun 1985, tentang Syarat-


syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Penggunaan Asbestos .
Peraturan Menteri ini juga melarang penggunaan crocidolite dan melarang penggunaan asbes jenis lainnya
dengan jalan menyemprot.
Isi dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini merujuk kepada ILO Code of Practice on Safety in the Use of
Asbestos, diterbitkan oleh ILO tahun 1984, yang membangun dasar-dasar kebijakan dan aksi pada
tingkat nasional.

4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997, tentang Nilai
Ambang Batas Faktor-faktor Kimia di Lingkungan Kerja.
SE ini menetapkan bahwa NAB dari Chrysotile adalah 2 serat/ml.
Chrysotile diklasifikasikan sebagai Confirmed human carcinogen (A1).
ACGIH tahun 2001 menetapkan bahwa NAB chrysotile adalah 0.1 serat/ ml, berarti 1/20 dari
NAB yang ditetapkan tahun 1997.
Kewajiban Pengurus
1. Menyediakan alat-alat pelindung diri bagi pekerja
2. Memberikan penerangan kepada pekerja mengenai
a. bahaya yang mungkin terjadi karena pemaparan.
b. cara-cara kerja yang aman,
c. pemakaian alat pelindung diri yang benar.
3. Memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan menjelaskan proses produksi, jenis
asbes yang dipakai atau ditambang, barang jadi dan lokasi kegiatan selambat-
lambatnya dalam waktu 14 hari sebelum proses dimulai.
4. Memasang tanda atau rambu-rambu di tempat-tempat tertentu di lingkungan kerja
sedemikian rupa sehingga mudah dilihat atau dibaca, bahwa setiap orang yang berada
dilokasi tersebut harus menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan tanda atau
rambu-rambu yang ada.
5. Melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang terkandung diudara lingkungan
kerja dengan mengambil sampel pada beberapa tempat yang diperkirakan konsentrasi
debu asbesnya tinggi dalam setiap 3 bulan atau frekwensi tertentu.
6. Memberikan kepada pekerja yang bekerja dalam tambang atau setiap proses yang
memakai asbes sebuah buku petunjuk yang secara terperinci menjelaskan mengenai
bahaya-bahaya yang berhubungan dengan asbes dan cara pencegahannya.
7. Memberikan penerangan atau informasi yang diperlukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.
Kewajiban Tenaga Kerja
 selama melakukan tugas pekerjaannya menggunakan
alat pelindung diri yang diperlukan.
 Melepas dan menyimpan alat pelindung diri dan pakaian
kerja di tempat yang telah ditentukan.
 Melapor pada pengurus bila :
 kerusakan alat kerja
 kerusakan alat pelindung diri
 kerusakan alat ventilasi di ruang kerja atau alat
pengaman lainnya.
 Menggunakan respirator khusus dan alat pelindung
khusus lainnya bila berada di tempat-tempat yang kadar
asbesnya melampaui nilai ambang batas yang telah
ditentukan dalam peraturan yang berlaku.
Bentuk Pengendalian K3 Asbes
 Ventilasi
 Pengendalian debu asbes
 Pemerksaan Kesehatan TK
 Alat Pelindung Diri
Pengujian asbes di tempat kerja
 Pengurus wajib melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang
terkandung diudara lingkungan kerja dengan mengambil sampel pada beberapa
tempat yang diperkirakan konsentrasi debu asbesnya tinggi dalam setiap 3
bulan atau pada frekwensi tertentu.
 Analisa debu asbes dilakukan oleh Pusat atau Balai Hiperkes dan KK
Depertemen Tenaga Kerja atau laboratorium lain yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja atau pejabat yang berwenang.
 Pengurus atau pekerja yang ditunjuk harus memberikan penerangan atau
informasi yang diminta oleh Pegawai pengawas ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.
 Apabila pegawai pengawas ketenagakerjaan menemukan bahwa kadar serat
asbes di tempat kerja melampaui Nilai Ambang Batas yang berlaku, pegawai
pengawas ketenagakerjaan berhak mewajibkan pengusaha melakukan tindakan
pengendalian dengan menggunakan teknologi yang sesuai, menyediakan alat
respirator dan pakaian pelindung khusus lainnya.
 Apabila pengusaha setelah diperintahkan tetap/tidak mau melakukan tindakan
kearah itu, pegawai pengawas ketenagakerjaan melalui Menteri menyampaikan
dan meminta kepada instansi yang berwenang untuk menutup perusahaan
tersebut.
Pelaporan
 Pengurus wajib membuat laporan dan
menyampaikan kepada Menteri melalui
kantor dinas tenaga kerja setempat.
 Lampiran II Kep. 187/1999
K3 PESTISIDA
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 03/Men/1986)
Pendahuluan
 Komisi Pestisida beranggotakan wakil dari berbagai instansi
terkait serta perguruan tinggi, yaitu wakil dari Departemen
Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenaga Kerja, Menteri
Negara Lingkungan Hidup, Badan paM, Institut Pertanian Bogor
dan Universitas Gadjah Mada.
 Pengawasan :
 Pengawas Ketenagakerjaan : Setiap orang atau pengusaha yang
mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida wajib
memberikan kesempatan kepada pengawas K3 yang ditunjuk
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai dengan UU No. 1
Tahun 1970
 Pengawas Pestisida : Berasal dari anggota Komisi Pestisida
diberi wewenang oleh Menteri Pertanian berdasarkan PP No. 7
tahun 1973.
DASAR-DASAR K3 PESTISIDA
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk :

 Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang


merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
 Memberantas rerumputan
 Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
 Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-
bagian tanaman tidak termasuk pupuk
 Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak
 Memberantas atau mencegah hama-hama air,
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
Sasaran
 Berdasarkan
sasaran Insektisida Serangga

penggunaan Akarisida Tungau

Nematisida Nematoda

Moluscisida Siput

Herbisida Tanaman pengganggu

Fungisida Cendawan

Bakterisida Bakteri

Rodentisida Binatang pengerat

Antibiotika Kuman-kuman, dsb


Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan jalan masuk
 Kulit
 Mulut, dan
 Paru-paru
 Bentuknya
 Cairan yang dapat diemulsikan (EC)
 Cairan yang larut dalam air (WSC)
 Larutan
 Debu
 Bubuk yang dapat disuspensikan
 Bubuk yang dapat larut dalam air
 Pellet
 Tablet
 Butiran
 Kristal
 Aerosol
 Gas cair
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Struktur kimia
 Organo chlor
 Organo phospat
 Penguat
 Dan lain-lain

 Daya racun (toksisitas) atau Tingkat


toksisitas berdasarkan LD 50 dan LC 50
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan tingkat bahaya
 Berdasarkan sifat fisik dan kimia pestisida dan tingkat bahaya
pestisida, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu:
1. Pestisida yang dapat didaftarkan; dan
2. Pestisida yang dilarang
 Kriteria pestisida yang dilarang sesuai ketentuan internasional
adalah pestisida yang termasuk ke dalam ketegori:
 Formulasi pestisida termasuk kelas la, artinya sangat
berbahaya sekali dan Ib artinya berbahaya sekali menurut
klasifikasi WHO;
 Mempunyai LC50 inhalasi formulasi lebih kecil dari 0,05 mg/l
selama 4 jam periode pemaparan;
 Mempunyai indikasi karsinogenik, onkogenik, teratogenik, dan
mutagenik.
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan cara penggunaan
Berdasarkan cara penggunaannya, pestisida dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Pestisida untuk penggunaan umum; dan
2. Pestisida untuk penggunaan terbatas
Jenis perijinan Pestisida
A. Izin Percobaan
 Izin Percobaan diberikan dengan maksud agar pemohon dapat membuktikan kebenaran atas klaim produk yang akan
didaftarkannya, yaitu klaim yang berkaitan dengan mutu, efikasi dan toksisitas pestisida.
 Izin Percobaan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing untuk jangka
waktu satu tahun.

B. Izin Sementara
 Izin Sementara pestisida diberikan dengan maksud agar pemohon pendaftaran dapat melengkapi data dan informasi sesuai
dengan persyaratan teknis dan administrasi yang telah ditetapkan.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara dapat diproduksi/diedarkan atau digunakan dalam jumlah yang terbatas dan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
 Izin Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 3 (tiga) kali, masing-masing untuk jangka waktu satu
tahun.

C. Izin Tetap
 Izin Tetap pestisida diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi seluruh persyaratan baik teknis maupun administrasi.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Tetap dapat digunakan/diedarkan secara komersial dengan jumlah yang tidak terbatas
dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
 Izin Tetap berlaku salama 5 (lima) tahun.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara maupun Izin Tetap namun apabila diketahui menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, maka Menteri Pertanian dapat mencabut status izin pestisida tersebut.

 Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973,


maka sebelum ijin dari Menteri Pertanian dikeluarkan , harus terlebih
dahulu mendapatkan rekomendasi keselamatan dan kesehatan kerja
dari Menteri Tenaga Kerja.
Syarat-syarat tenaga kerja yang mengelola
Pestisida
a. Berumur lebih dari 18 tahun.
b. Telah menjalani pemeriksaan kesehatan
c. Pemeriksaan kesehatan sesuai dengan Permenakertrans No. 02/Men/1980
meliputi pemeriksaan awal, berkala dan khusus.
d. Telah mendapat penjelasan tentang cara pengelolaan pestisida serta latihan
P3K .
e. Tidak boleh mengalami paparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam seminggu.
f. Memakai alat pelindung diri yang sesuai.
g. Menjaga kebersihan badan, pakaian, alat pelindung diri, perlengkapan kerja,
tempat kerja .
h. Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam bentuk
debu.
i. Tenaga kerja tidak boleh dalam keadaan mabuk atau kekurangan lain baik
fisik maupun mental yang mungkin dapat membahayakan.
j. Tenaga kerja yang luka atau mempunyai penyakit kulit dilarang bekerja ,
kecuali bila dilakukan tindakan perlindungan.
k. Dilarang bekerja bagi wanita hamil atau menyusui.
Syarat – syarat penyimpanan
a. Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak terkena banjir dan lantai
gudang harus miring. Oleh karena itu, drainase di dalam dan diluar gudang harus
baik dan terawat.

b. Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah di bersihkan. Hal ini mencegah
kemungkinan runtuhan dan tergulingnya kontainer akibat lantai yang tidak stabil

c. Pintu ditutup rapat dan di beri tanda peringatan atau dengan tulisan atau gambar.

d. Selalu di kunci apabila tidak ada kegiatan.

e. Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kontaminasi atau pencampuran dengan bahan lain tersebut.

f. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu memenuhi ketentuan yang
berlaku.

g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan yang berlaku. APAR (
Alat pemadam api ringan ) harus tersedia pada jarak 15 meter.

h. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan yang berlaku terhadap


kemungkinan bahaya peledakan. Perhatikan dan patuhi ketentuan yang tertulis
dalam Lembar Data Keselamatan Bahan ( MSDS ).
Syarat-syarat pengangkutan

 Harus dicegah agar tidak terjadi tumpahan


atau percikan dan di awasi seorang petugas
sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
 Dalam Kepmenaker No. 187/Men/1999
menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai potensi bahaya kimia wajib
mempekerjakan petugas K3 Kimia dan Ahli
K3 Kimia dan menyediakan label dan LDKB
Syarat-syarat Pencampuran dan
penggunaan dalam ruang tertutup

 Peralatan untuk mengolah pestisida tidak boleh di gunakan


untuk keperluan lain dan di beri tanda yang jelas.

 Persiapan dan pencampuran harus dilakukan sedemikian


sehingga mencegah terjadinya kontaminasi dengan tenaga
kerja.

 Petugas atau pengawas tidak boleh meninggalkan tempat


selama kegiatan persiapan dan pencampuran.

 Jika pestisida digunakan di ruang tertutup , maka setelah


selesai penyemprotan, ruang harus diberi tanda “ dilarang
masuk tanpa alat pelindung diri” untuk jangka waktu
tertentu.
Tanda-tanda peringatan

 Pada tempat kerja harus di pasang tanda


peringatan, seperti “ AWAS BAHAN
MUDAH MELEDAK “; “AWAS BAHAN
BERACUN “ dsb.
 Pada tempat kerja harus di pasang gambar
alat pelindung diri yang wajib dipakai.
ClickTransport pictograms
to edit Master title style
• Click to edit Master text styles
4

– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth 4level 5.1
4

‹date/time› ‹footer› ‹#›


UNITED NATIONS
Limbah dan Pemusnahan

 Air limbah yang akan di buang harus memenuhi


nilai baku mutu lingkungan
 Dilakukan pengawasan terus menerus untuk
mengetahui mutu air buangan.
 Pemusnahan pestisida atau wadah harus
dengan cara yang tidak membahayakan tenaga
kerja dan lingkungan.
Kewajiban pengurus
 Menyediakan fasilitas perawatan , pencucian
dan penyimpanan untuk pakaian dan alat
pelindung diri.
 Menyediakan air, sabun, handuk dan tempat
mandi
 Menyediakan fasilitas makan dan minum
 Membuat prosedur dan unit penanggulangan
keadaan darurat.
Kebijakan dan landasan
perencanaan tanggap darurat
PENDAHULUAN

 Bahwa kecelakaan yang disebabkan faktor alam, teknis atau


manusia dapat berakibat fatal dan berubah menjadi bencana yang
dapat mengganggu dan menghambat kegiatan pola kehidupan
masyarakat atau jalannya operasi perusahaan dan dapat
mendatangkan kerugian harta benda atau korban manusia.
 Bila bencana terjadi dan keadaan menjadi emergency, maka perlu
ditanggulangi secara terencana, sistematis, cepat, tepat dan
selamat.
 Untuk telaksananya penanggulangan dimaksud perlu dibentuk Tim
Tanggap Darurat yang trampil dan terlatih, dilengkapi sarana dan
prasarana yang baik serta sistem dan prosedur yang jelas.
 Tim tersebut perlu mendapatkan pelatihan baik teori atau praktek
paling sedikit enam bulan sekali.
 Bagusnya kinerja Tim Tanggap Darurat akan sangat menentukan
berhasilnya pelaksanaan Penanggulangan Keadaan Emergency.
 Dan akhirnya tujuan mengurangi kerugian seminimal mungkin baik
harta benda atau korban manusia akibat keadaan emergency akan
dapat dicapai.
PENGERTIAN

 Rencana darurat adalah suatu rencana formal


tertulis, yang berdasarkan pada potensi kec yg
dpt terjadi di instalasi & konsekuensi-
konsekuensinya yg dpt dirasakan di dalam dan
di luar tempat kerja serta bagaimana hrs
ditangani
 Perencanaan darurat harus diperlakukan oleh
para pejabat yg berwenang, pengelola pabrik &
pejabat setempat sbg unsur yg penting dr
sistem pengendalian bahaya besar
 Perencanaan darurat harus mencakup
penanganan keadaan darurat di dalam dan di
luar pabrik
REF. / Dasar Hukum
 UU No 13 Th. 2003
 UU No 1 Th 1970
 Per Menaker 05/1996
 Kep Menaker 186/1999
 Kep Menaker 187/1999
 SE Menakertrans No. 140 /DPKK/2004
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan

Pasal 86:
Pekerja / buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pasal 87:
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3

3.1. Identifikasi Potensi Bahaya(Hazard)


Peraturan Menteri Tenaga Kerja

1. Kondisi dan kejadian berbahaya yang dapat


terjadi
2. Jenis kecelakaan dan penyakit yang dapat
terjadi
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3

3.2. Penilaian Resiko


Peraturan Menteri Tenaga Kerja

(Risk Assessment)

Penilaian resiko semua jenis pekerjaan dan


menentukan prioritas pengendalian kecelakaan
dan penyakit akibat kerja
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3

3.3. Tindakan Pengendalian


Peraturan Menteri Tenaga Kerja

3.3.8. Prosedur menghadapi keadaan darurat atau


bencana

Perusahaan harus memiliki prosedur penanganan


keadaan darurat dan diuji secara kerkala oleh
personel yang memiliki kompetensi dan
dikoordinasikan dengan instansi terkait
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3

3.3.9. Prosedur menghadapi insiden


Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Untuk mengurangi resiko insiden, Perusahaan


harus memuliki prosedur dalam menghadapi
insiden meliputi :
- Penyediaan fasilitas P3K
- Proses perawatan lanjut
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3

3.3.10. Prosedur rencana pemulihan keadaan


Peraturan Menteri Tenaga Kerja

darurat

Perusahaan harus memuliki prosedur rencana


pemulihan secara cepat kembali pada operasi
normal, dan membantu tenaga kerja yang
mengalami trauma
Accident Prevention Program

Explosio
- Safe Design Control n
- Hazard
Identification
- Engineering
- Human
?
- Emergency
Response Plan
Rehabilitativ

- Administrative
Incident

Fire
Pasal 3 ayat (1).
Undang-undang No 1 Th 1970

Dengan peraturan perundangan ditetapkan


syarat syarat keselamatan kerja untuk :
Keselamatan Kerja

• mencegah, mengurangi, dan memadamkan


kebakaran,
tentang

• mencegah, mengurangi peledakan

• memberikan kesempatan jalan


menyelamatkan diri dalam bahaya
kebakaran
• pengendalian penyebaran asap, gas dan
suhu
SE No. 140 / DPKK/III/2004
PEMENUHAN KEWAJIBAN SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI INDUSTRI KIMIA DENGAN POTENSI BAHAYA
BESAR
( MAJOR HAZARD INSTALLATION )

Latar belakang
 bencana industri ( major accident) telah menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit baik tenaga kerja, moril dan
material.
 Guna mengantisipasi terulangnya kembali bencana industri
tersebut dipandang perlu mengambil langkah-langkah
segera dan sistimatis untuk mengendalikan potensi bahaya
industri kimia baik potensi bahaya berskala kecil, sedang
maupun potensi bahaya besar ( major hazard installation ).
SE No. 140 / DPKK/III/2004

1. Melaksanakan secara utuh ketentuan dalam Kepmenaker No.


Kep. 186/Men/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja meliputi :
 Pengendalian setiap bentuk energi;
 Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran
dan sarana evakuasi;
 Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
 Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat
kerja;
 Menyelenggarakan latihan dan gladi penanggulangan
kebakaran secara berkala.;
 Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat
kebakaran;
 Memiliki Ahli K3 Kebakaran, koordinator unit
penanggulangan kebakaran dan petugas peran
kebakaran;
SE No. 140 / DPKK/III/2004

2. Melaksanakan secara utuh ketentuan dalam Kepmenaker No.


Kep. 187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di Tempat Kerja, meliputi :

 Penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan dan label;


 Memiliki Ahli K3 Kimia dan Petugas K3 Kimia;
 Menyampaikan daftar nama dan sifat kimia serta kuantitas bahan
kimia berbahaya (Formulir Lampiran II Kep. 187/Men/1999)
 Membuat Dokumen Pengendalian Instalasi Potensi Bahaya
Besar / Menengah .
 Melakukan riksauji faktor kimia sekurang-kurangnya /6 bln
 Melakukan riksauji instalasi sekurang-kurangnya 2 tahun sekali;
 Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
SE No. 140 / DPKK/III/2004

3. Review sistem tanggap darurat ( emergency


response ) bagi perusahaan yang sudah memiliki
sistem tersebut.

4. Bagi perusahaan yang belum memiliki sistim


tanggap darurat ( emergency response ) untuk
segera membuat sistem tersebut.
EMERGENCY RESPONSE MANAGEMENT

Semua aktivitas, langkah-langkah yang dilakukan


oleh Perusahaan untuk :

 Mengurangi dampak bencana.


 Kesiap siagaan menghadapi bencana
 Tanggap menghadapi bencana
 Dan pemulihan setelah terjadi bencana.
 Agar manusia selamat dan harta benda terlindungi.

Emergency :
Keadaan Gawat / Darurat.
TUJUAN
EMERGENCY RESPONSE
MANAGEMENT
 Mengurangi dampak bahaya.
 Menyiapkan langkah-langkah penyela-
matan untuk melindungi manusia dan
harta benda.
 Tanggap saat menghadapi emergency
dan menyediakan fasilitas yang di-
perlukan.
 Menerapkan sistem pemulihan agar
komunitas menjadi normal setelah
terjadi bencana.
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN EMERGENCY RESPONSE
MANAGEMENT

Mitigation Kajian awal yang dilakukan untuk mengeliminasi atau


menurunkan Derajat Resiko jangka panjang terhadap
Mitigasi Manusia atau harta Benda yang diakibatkan oleh Bencana

Preparedness Kegiatan yang dilakukan lebih lanjut berdasarkan Hasil


Mitigasi, yang mencakup Pengembangan Kemampuan
Kesiapsiagaan Personil, Penyiapan Prasarana, Fasilitas dan Sistem bila
terjadi keadaan Emergency.

Response Kemampuan penanggulangan saat terjadi keadaan


krisis/bencana yang terencana, cepat, tepat dan selamat
Kesigapan (termasuk tanda bahaya, evakuasi, SAR, pemadaman kebakaran.
dll).

Recovery Kegiatan jangka pendek untuk meulihkan kebutuhan pokok


minimum kehidupan masrarakat yang terkena bencana,
Pemulihan dan jangka panjang mengembalikan kehidupan secara
normal.
SUMBER BENCANA

ALAM
 Gunung api meletus
 Angin Taufan
 Banjir / Air Bah
 Gempa bumi
 Tanah longsor
 Dan sejenisnya.

MANUSIA
• Human error
• Penebangan Hutan
• Sabotage, Pemogokan, Peperangan
• Membuang sampah di sungai
• Membakar sampah/ hutan sembarangan
JENIS BENCANA
Banjir ▶
Angin topan ▶
Gempa Bumi ▶
Letusan Gunung Berapi ▶
Kebakaran ▶
Ledakan ▶
Kecelakaan Kendaraan ▶
Kecelakaan Pesawat Terbang ▶
Kecelakaan Kereta Api ▶
Dan sejenisnya ▶
AKIBAT BENCANA
Physik dan Material :
 Korban jiwa (mati atau menderita)
 Korban harta benda dan sarana /
materiil untuk kehidupan masyarakat
atau sarana produksi bagi kegiatan
industri

Non Materiil :
 Terganggunya struktur kegiatan rutin
produksi bagi suatu industri atau kegiatan
sosial bagi masyarakat.
 Terganggunya kondisi ekonomi.
ORGANISASI
TUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI
1. Menghimpun seluruh Karyawan untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya bencana di lingkungan kerja yang dapat
membahayakan jiwa maupun asset perusahaan secara
terkoordinir, sehingga kerugian-kerugian yang mungkin timbul
dapat dikurangi/dicegah

2. Untuk menghindari timbulnya kepanikan dan mencegah


tindakan-tindakan yang salah yang dapat menimbulkan kerugian
yang lebih besar

3. Memberikan petunjuk kepada para petugas, agar operasi


penanggulangan bencana dapat berjalan dengan lancar, efektif
dan efisien
ON SITE EMERGENCY RESPONSE
Setiap instalasi berbahaya besar hrs memiliki sebuah
perencanaan darurat dalam pabrik atau tempat kerja

Rencana darurat hrs disiapkan oleh para pengelola pabrik berkaitan


dgn penaksiran dr kemungkinan besarnya akibat-akibat dari
kecelakaan
Untuk instalasi yg kompleks, rencana daruratnya hrs
mempertimbangkan setiap bahaya besar dgn semua kemungkinan
interaksinya & hrs meliputi unsur-unsur :
- Penilaian terhadap besar & sifat dr kecelakaan yg mungkin terjadi
- Perumusan dr rencana & kerjasama termasuk dgn pelayanan
keadaan darurat
- Prosedur utk membunyikan tanda bahaya & utk mengadakan
komunikasi baik di dalam maupun di luar instalasi
- Penunjukan khusus bagi pengendali kec lapangan & kepala
pengendali utama serta rincian job disc
- Lokasi & org pusat pengendali keadaan darurat
- Tindakan para pekerja dlm pabrik selama keadaan darurat
termasuk prosedur evakuasi
- Tindakan pekerja & orang lain diluar pabrik
ON SITE EMERGENCY RESPONSE
4. Harus diatur segala kemungkinan spt tindakan tambahan,
mengamankan instalasi ataupun mematikan instalasi
5. Tersedianya sumber daya
6. Memperhitungkan sumber daya dari luar jika dibutuhkan & jika
pekerja sakit atau hari libur
OFF SITE EMERGENCY RESPONSE
1. Merupakan tanggung jawab para pengelola pabrik atau pejabat
setempat yg berwenang tergantung peraturan setempat yg berlaku
2. Rencana darurat hrs disusun berdasarkan pd kemungkinan kec yg
dpt berakibat buruk kepada manusia maupun lingkungan di luar
instalasi
3. Aspek-aspek yg tercakup dlm rencana darurat di luar pabrik yi :
- Organisasi
- Komunikasi
- Peralatan darurat yg khusus
- Pengetahuan khusus
- Organisasi sukarelawan
- Informasi bahan-bahan kimia
- Info meteorologis
- Pengaturan-pengaturan yg berhubungan dgn kemanusiaan
- Informasi kepada umum
- penilaian
MEKANISME
PEMERIKSAAN
Persiapan pemeriksaan
 Membuat rencana pemeriksaan
 Menyiapkan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengendalian bahan kimia
berbahaya, asbestos, pestisida dan kesiapan
tanggap darurat ditempat kerja.
 Menyiapkan cheklist pengendalian bahan kimia
berbahaya, asbestos, pestisida dan kesiapan
tanggap darurat ditempat kerja.
 Mereview data hasil pemeriksaan pengendalian
bahan kimia berbahaya, asbestos, pestisida dan
kesiapan tanggap darurat. (pada pemeriksaan
berkala atau ulang)
Pemeriksaan dokumen

 Kelengkapan dokumen administrasi dan teknis sesuai dengan


peraturan perundang-undangan dan standard yang berlaku
 Keabsahan/validitas dokumen diperiksa, meliputi : tanggal
pembuatan, masa berlaku, pejabat yang menandatangani,
instansi yang mengeluarkan
 Hasil pengujian pengendalian bahan kimia berbahaya, asbestos,
pestisida dan kesiapan tanggap darurat di tempat kerja
 Kesesuaian antara dokumen dengan kondisi yang ada
 Sistem pendokumentasian
 Tata letak (lay out) lingkungan kerja
Memeriksa dokumen Kesiapan
Tanggap Darurat

 Dokumen rencana tanggap darurat (RTD) didalam dan diluar


perusahaan
 Dokumen SOP (shut down, komunikasi darurat, tugas dan tim)
 Dokumen rencana pelatihan dan uji coba kesiapan tanggap
darurat
 Dokumen kelayakan peralatan evakuasi dan peringatan bahaya
dini
 Keabsahan/validitas dokumen meliputi :
- tanggal pembuatan
- masa berlaku
- pejabat yang menanda tangani
 Kesesuaian antara dokumen dengan kondisi yang ada
Pemeriksaan Visual

 Kondisi umum diperiksa, denah tempat/lokasi


pengendalian bahan kimia berbahaya, asbestos,
pestisida dan kesiapan tanggap darurat di tempat
kerja.
 Sistem penandaan/tanda peringatan
 Penyimpanan dan penanganan bahan kimia
berbahaya.
 Kesesuaian pengendalian bahan kimia berbahaya,
asbestos, pestisida dan kesiapan tanggap darurat di
Tempat Kerja dengan standard dan peraturan
perundang-undangan
Pembuatan laporan

 Membuat laporan hasil pemeriksaan Pengendalian


bahan kimia berbahaya, asbestos, pestisida dan
kesiapan tanggap darurat di tempat kerja:
 Laporan hasil pemeriksaaan telah dibuat sesuai
dengan bentuk/format yang ditetapkan
 Laporan telah ditandatangani dan disampaikan
kepada instansi terkait yang berwenang

Anda mungkin juga menyukai