(RIGGING)
Rigging
Rigging adalah teknik pemasangan tali baik
vertikal , horizontal maupun lintasan untuk
rescue. Pemasangan lintasan ini harus selalu
memperhatikan beberapa syarat agar bisa
disebut sebagai rigging yang baik:
a. Aman untuk dilewati oleh semua anggota Tim.
b. Tidak merusak peralatan
c. Dapat dilewati oleh semua anggota Tim.
d. Siap digunakan untuk keadaan emergenci.
Anchor.
Anchor.
Anchor adalah point atau obyek yang akan dijadikan tambatan.
Dalam pemilihan anchor perlu adanya perhitungan antara lain :
a). Jenis tambatan
b). Posisi tambatan
c). Kekuatan tambatan.
Berdasarkan jenisnya, anchor
dibagi menjadi :
a. Natural Anchor (tambatan alam)
1. Pohon, sebelum kita memakai jenis ini kita harus
memeriksa jenis pohon, umur pohon (dimensinya),
tempat tumbuh, posisi tumbuh maupun kondisi dari
pohon tersebut.penentuan jenis pohon adalah dari
jenis nilai kekuatan kayu (serabut tunggang).
Penentuan dari jenis akar ini dipengaruhi oleh mediah
tumbuhya (andesit, kapur dl.). Pemakaian dari jenis ini
harus pula memperhatikan posisi tambatan yang kita
pasang pada pohon tersebut.
K3 ASBES
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 03/Men/1985)
Dasar-dasar K3 Asbes
Asbestos menurut Glossary of Geology
(1972) adalah nama komersial untuk
golongan mineral silikat, berbentuk serat
yang tipis, panjang dan kuat, cukup fleksibel
untuk ditenun, mempunyai sifat tahan
terhadap panas, insulasi elektrik,
Berdasarkan rumus kimianya, asbes
dibagi dalam 2 golongan dan 6 jenis
A. Fibrous serpentine
1. chrysotile (white asbestos): Mg3(Si2O6)(OH)
B. Fibrous amphiboles
2. amosite (brown asbestos): (Fe,Mg)(Si8O22)(OH)2
3. tremolite : Ca2Mg5(Si8O22)(OH)2
4. crocidolite (blue asbestos): Na2Fe(2+)3Fe(3+)2(Si8O22)(OH)2
5. actinolite: Ca(Mg,Fe)8(Si8O22)(OH)2
6. anthophyllite (Mg,Fe)(Si8O22)(OH)2
4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997, tentang Nilai
Ambang Batas Faktor-faktor Kimia di Lingkungan Kerja.
SE ini menetapkan bahwa NAB dari Chrysotile adalah 2 serat/ml.
Chrysotile diklasifikasikan sebagai Confirmed human carcinogen (A1).
ACGIH tahun 2001 menetapkan bahwa NAB chrysotile adalah 0.1 serat/ ml, berarti 1/20 dari
NAB yang ditetapkan tahun 1997.
Kewajiban Pengurus
1. Menyediakan alat-alat pelindung diri bagi pekerja
2. Memberikan penerangan kepada pekerja mengenai
a. bahaya yang mungkin terjadi karena pemaparan.
b. cara-cara kerja yang aman,
c. pemakaian alat pelindung diri yang benar.
3. Memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan menjelaskan proses produksi, jenis
asbes yang dipakai atau ditambang, barang jadi dan lokasi kegiatan selambat-
lambatnya dalam waktu 14 hari sebelum proses dimulai.
4. Memasang tanda atau rambu-rambu di tempat-tempat tertentu di lingkungan kerja
sedemikian rupa sehingga mudah dilihat atau dibaca, bahwa setiap orang yang berada
dilokasi tersebut harus menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan tanda atau
rambu-rambu yang ada.
5. Melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang terkandung diudara lingkungan
kerja dengan mengambil sampel pada beberapa tempat yang diperkirakan konsentrasi
debu asbesnya tinggi dalam setiap 3 bulan atau frekwensi tertentu.
6. Memberikan kepada pekerja yang bekerja dalam tambang atau setiap proses yang
memakai asbes sebuah buku petunjuk yang secara terperinci menjelaskan mengenai
bahaya-bahaya yang berhubungan dengan asbes dan cara pencegahannya.
7. Memberikan penerangan atau informasi yang diperlukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.
Kewajiban Tenaga Kerja
selama melakukan tugas pekerjaannya menggunakan
alat pelindung diri yang diperlukan.
Melepas dan menyimpan alat pelindung diri dan pakaian
kerja di tempat yang telah ditentukan.
Melapor pada pengurus bila :
kerusakan alat kerja
kerusakan alat pelindung diri
kerusakan alat ventilasi di ruang kerja atau alat
pengaman lainnya.
Menggunakan respirator khusus dan alat pelindung
khusus lainnya bila berada di tempat-tempat yang kadar
asbesnya melampaui nilai ambang batas yang telah
ditentukan dalam peraturan yang berlaku.
Bentuk Pengendalian K3 Asbes
Ventilasi
Pengendalian debu asbes
Pemerksaan Kesehatan TK
Alat Pelindung Diri
Pengujian asbes di tempat kerja
Pengurus wajib melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang
terkandung diudara lingkungan kerja dengan mengambil sampel pada beberapa
tempat yang diperkirakan konsentrasi debu asbesnya tinggi dalam setiap 3
bulan atau pada frekwensi tertentu.
Analisa debu asbes dilakukan oleh Pusat atau Balai Hiperkes dan KK
Depertemen Tenaga Kerja atau laboratorium lain yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja atau pejabat yang berwenang.
Pengurus atau pekerja yang ditunjuk harus memberikan penerangan atau
informasi yang diminta oleh Pegawai pengawas ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.
Apabila pegawai pengawas ketenagakerjaan menemukan bahwa kadar serat
asbes di tempat kerja melampaui Nilai Ambang Batas yang berlaku, pegawai
pengawas ketenagakerjaan berhak mewajibkan pengusaha melakukan tindakan
pengendalian dengan menggunakan teknologi yang sesuai, menyediakan alat
respirator dan pakaian pelindung khusus lainnya.
Apabila pengusaha setelah diperintahkan tetap/tidak mau melakukan tindakan
kearah itu, pegawai pengawas ketenagakerjaan melalui Menteri menyampaikan
dan meminta kepada instansi yang berwenang untuk menutup perusahaan
tersebut.
Pelaporan
Pengurus wajib membuat laporan dan
menyampaikan kepada Menteri melalui
kantor dinas tenaga kerja setempat.
Lampiran II Kep. 187/1999
K3 PESTISIDA
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 03/Men/1986)
Pendahuluan
Komisi Pestisida beranggotakan wakil dari berbagai instansi
terkait serta perguruan tinggi, yaitu wakil dari Departemen
Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenaga Kerja, Menteri
Negara Lingkungan Hidup, Badan paM, Institut Pertanian Bogor
dan Universitas Gadjah Mada.
Pengawasan :
Pengawas Ketenagakerjaan : Setiap orang atau pengusaha yang
mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida wajib
memberikan kesempatan kepada pengawas K3 yang ditunjuk
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai dengan UU No. 1
Tahun 1970
Pengawas Pestisida : Berasal dari anggota Komisi Pestisida
diberi wewenang oleh Menteri Pertanian berdasarkan PP No. 7
tahun 1973.
DASAR-DASAR K3 PESTISIDA
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk :
Nematisida Nematoda
Moluscisida Siput
Fungisida Cendawan
Bakterisida Bakteri
B. Izin Sementara
Izin Sementara pestisida diberikan dengan maksud agar pemohon pendaftaran dapat melengkapi data dan informasi sesuai
dengan persyaratan teknis dan administrasi yang telah ditetapkan.
Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara dapat diproduksi/diedarkan atau digunakan dalam jumlah yang terbatas dan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
Izin Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 3 (tiga) kali, masing-masing untuk jangka waktu satu
tahun.
C. Izin Tetap
Izin Tetap pestisida diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi seluruh persyaratan baik teknis maupun administrasi.
Pestisida yang telah memperoleh Izin Tetap dapat digunakan/diedarkan secara komersial dengan jumlah yang tidak terbatas
dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
Izin Tetap berlaku salama 5 (lima) tahun.
Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara maupun Izin Tetap namun apabila diketahui menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, maka Menteri Pertanian dapat mencabut status izin pestisida tersebut.
b. Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah di bersihkan. Hal ini mencegah
kemungkinan runtuhan dan tergulingnya kontainer akibat lantai yang tidak stabil
c. Pintu ditutup rapat dan di beri tanda peringatan atau dengan tulisan atau gambar.
e. Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kontaminasi atau pencampuran dengan bahan lain tersebut.
f. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu memenuhi ketentuan yang
berlaku.
g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan yang berlaku. APAR (
Alat pemadam api ringan ) harus tersedia pada jarak 15 meter.
– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth 4level 5.1
4
Pasal 86:
Pekerja / buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pasal 87:
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3
(Risk Assessment)
darurat
Explosio
- Safe Design Control n
- Hazard
Identification
- Engineering
- Human
?
- Emergency
Response Plan
Rehabilitativ
- Administrative
Incident
Fire
Pasal 3 ayat (1).
Undang-undang No 1 Th 1970
Latar belakang
bencana industri ( major accident) telah menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit baik tenaga kerja, moril dan
material.
Guna mengantisipasi terulangnya kembali bencana industri
tersebut dipandang perlu mengambil langkah-langkah
segera dan sistimatis untuk mengendalikan potensi bahaya
industri kimia baik potensi bahaya berskala kecil, sedang
maupun potensi bahaya besar ( major hazard installation ).
SE No. 140 / DPKK/III/2004
Emergency :
Keadaan Gawat / Darurat.
TUJUAN
EMERGENCY RESPONSE
MANAGEMENT
Mengurangi dampak bahaya.
Menyiapkan langkah-langkah penyela-
matan untuk melindungi manusia dan
harta benda.
Tanggap saat menghadapi emergency
dan menyediakan fasilitas yang di-
perlukan.
Menerapkan sistem pemulihan agar
komunitas menjadi normal setelah
terjadi bencana.
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN EMERGENCY RESPONSE
MANAGEMENT
ALAM
Gunung api meletus
Angin Taufan
Banjir / Air Bah
Gempa bumi
Tanah longsor
Dan sejenisnya.
MANUSIA
• Human error
• Penebangan Hutan
• Sabotage, Pemogokan, Peperangan
• Membuang sampah di sungai
• Membakar sampah/ hutan sembarangan
JENIS BENCANA
Banjir ▶
Angin topan ▶
Gempa Bumi ▶
Letusan Gunung Berapi ▶
Kebakaran ▶
Ledakan ▶
Kecelakaan Kendaraan ▶
Kecelakaan Pesawat Terbang ▶
Kecelakaan Kereta Api ▶
Dan sejenisnya ▶
AKIBAT BENCANA
Physik dan Material :
Korban jiwa (mati atau menderita)
Korban harta benda dan sarana /
materiil untuk kehidupan masyarakat
atau sarana produksi bagi kegiatan
industri
Non Materiil :
Terganggunya struktur kegiatan rutin
produksi bagi suatu industri atau kegiatan
sosial bagi masyarakat.
Terganggunya kondisi ekonomi.
ORGANISASI
TUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI
1. Menghimpun seluruh Karyawan untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya bencana di lingkungan kerja yang dapat
membahayakan jiwa maupun asset perusahaan secara
terkoordinir, sehingga kerugian-kerugian yang mungkin timbul
dapat dikurangi/dicegah