PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri di ulu hati adalah tanda khas dari penyakit ini dan gejala ini pasti sering
didengar. Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima
makanan/minuman, menggiling, mencampur dan megosongkan makanan ke dalam
duodenum. Karena sering berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-
obatan maka lambung akan mengalami iritasi kronis dan menjadi tukak/ulkus. Secara
definisi ulkus peptikum adalah rusaknya atau hilangnya jaringan mukosa sampai lamina
propria (meluas ke bawah) pada berbagai saluran pencernaan makanan yang terpajan
cairan asam lambung, yaitu oesophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi juga jejunum. Namun, penyakit ini timbul terutama pada duodenum
dan lambung.
Lambung sebagai reservoir makanan berfungsi menerima
makanan/minuman, menggiling,mencampur, dan mengosongkan makanan ke dalam
duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman
dan obat-obatan akan mengalami iritasikronik. Lambung sebenarnya terlindungi oleh
lapisan mucus, tetapi oleh karena beberapafactor iritan seperti makanan, minuman, dan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid (NSAID),alcohol dan empedu, yang dapat
menimbulkan defek lapisan mukosa dan terjadi difusi balik ion H+.
Sehingga timbul gastritis akut/kronik atau ulkus gaster. Dengan ditemukannya
kuman H. pylori pada kelainan saluran cerna, saat ini dianggap H. Pylori merupakan
penyebab utamaulkus gaster, di samping NSAID, alcohol dan sindrom Zollinger Ellison
yang menyebabkanterjadinya peningkatan produksi dari hormon gastrin sehingga
produksi sehingga produksi HCL pun turut meningkat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi lambung ?
2. Apa pengertian dari Ulkus peptikum ?
3. Apa etiologi dari Ulkus peptikum ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ulkus peptikum ?
5. Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami Ulkus peptikum ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada Ulkus peptikum ?
7. Bagaiman pemeriksaan penunjang pada Ulkus peptikum ?
8. Bagaimana komplikasi pada Ulkus peptikum?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan padaa pasien yang mengalami Ulkus peptikum ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan tentang apa itu hidrosefalus dan bagaimana asuhan keperawatan yang
harus dilakukannya.
2. Tujuan kusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi lambung
b. Menjelaskan tentang ulkus peptikum
c. Menjelaskan etiologi dari ulkus peptikum
d. Menjelaskan patofisiologi dari ulkus peptikum
e. Menjelaskan manifestasi klinis pada pasien yang mengalami ulkus peptikum
f. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahan pada pasien ulkus peptikum
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada pasien ulkus peptikum
h. Menjelaskan komplikasi pada pasien ulkus peptikum
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien ulkus peptikum
D. Manfaat
Mengetahui dan menjelaskan apa itu ulkus peptikum, cara menanganinya dan bagaimana
asuhan keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti
bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur
pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke
lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam.
Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika
tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan
membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang,
pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun.
Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka.
Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi,
makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut
dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.
fungsi lambung : sebagai tempat penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan cairan lambung
( kimus/ makanan yg bercampur dg sekret lambung ) ke duodenum.
B. Definisi
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding
mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart,
2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, submukosa dan
kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus gastrointestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah
ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum
bagian atas (first portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum,
yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak ditemukan,
terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus
halus, tepat dibawah lambung. Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi
di sepanjang lengkung atas lambung.
Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus marginalis, pada daerah
dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke usus.
Ulkus peptikum adalah suatu penyakit dengan adanya lubang yang terbentuk pada
dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esophagus.
C. Etiologi
Bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui
bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam
hidrochlorida dan pepsin. Faktor predisposisinya menurut beberapa pendapat mengatakan
stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak
terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi,
masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor predisposisi
signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan
darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor
predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan
kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi
bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia.
Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh
tumor(gastrinomas- sindrom zolinger-ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi
pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress. (Bruner and Suddart, 2001)
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara selresi cairan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif Mutaqqin,2011)
Penyebab khususnya diantaranya :
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikim
menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa
duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat
berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan
antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik
dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan melepaskan
enzim – enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat
pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium
dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya. Keadaai ini
menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum,
jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat
dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh
infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan
sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah
kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan
sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi
atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibuprofen,
asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel
lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga
memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah
merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga
berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan
ulkus (Kee, 1995).
4. Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila kondisi stress
fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum
menjadi lebh parah.
5. Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang berlimpah
dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
D.PATWAYS
Peningkatan Peningkatan
Peningkatan asam
pepsinogen menjadi histamin
pepsin
Nyeri
Perangsangan kolinergik
Tindakan tdk
Penghancuran kapiler dan vena kecil Kerusakan adekuat
jaringan
Tukak
Luka,laserasi
Cemas
Kurang pengetahuan
Perdarahan
E.Patofisiologi
Getah lambung murni mampu mencernakan semua jaringan hidup. Dua faktor yang
melindungi lambung dari autodigesti adalah mukus lambung dan sawar epitel.
Menurut teori dua-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus lambung yang
tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti. Lapisan tersebut
memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia. Obat antiradang (NSAID), termasuk
aspirin, menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi
mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus gastrik dan
berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung.
Sebenarnya sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun agaknya melibatkan peran lapisan
mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan pada apeks dari sel-sel ini. Dalam keadaan
normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik H+ dari lumen kedalam darah, walaupun
terdapat selisih konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1 vesus pH darah 7,4).
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah
permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan
jaringan, khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin
lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan
sejumlah besar plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragia
interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau
atropin, tetapi difusi balik dipengaruhi oleh gastrin.
Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih peka difusi balik dari fundus sehingga tukak
lambung sering terjadi pada daerah ini. Diduga kadar asam yang rendah pada analisis lambung pada
penderita tukak lambung adalah akibat meningkatnya difusi balik, bukan karena berkurangnya
produksi.
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap tukak peptik diduga merupakan fungsi kelenjar
Brunner (terletak pada dinding usus). Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid yang sangat alkali (pH
8) dan kental, untuk menetralkan kimus yang asam. Penderita tukak duodenum sering mengalami
sekresi asam berlebihan. Mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor
penurunan daya tahan jaringan juga diimplikasikan baik pada tukak duodenum, walaupun lebih
penting pada tukak lambung. Selain sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga bergantung
pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel-sel epitel. Kegagalan mekanisme ini juga
memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik.
Diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indometasin, fenilbutazon, dan
kortikosteroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan menimbulkan tukak yang
diakibatkan rusaknya salah satu sawar pelindung lambung. Obat-obatan lain, seperti kafein, akan
meningkatkan pembentukan asam.
Teori psikosomatis mengemukakan bahwa konflik jiwa dan kecemasan yang lama dapat
meningkatkan sekresi lambung atau merusak mekanisme homeostasis mukosa sebagai akibat
perangsangan vagus.
Terdapat bukti yang cukup besar bahwa sanak keluarga pasien ulkus lambung mempunyai
peningkatan prevalensi tiga kali lipat untuk ulkus lambung tetapi tidak untuk ulkus lambung.
Demikian pula sanak keluarga pasien ulkus duodenum mempunyai peningkatan tiga kali lipat untuk
timbulnya ulkus duodenum tetapi tidak untuk ulkus lambung.
Individu dengan golongan darah O, 35% lebih peka terhadap tukak duodenum. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor genetik ikut memegang peranan. Ulkus lambung secara bermakna lebih
sering pada orang-orang dengan golongan darah A.
Ada beberapa penyakit disertai dengan pembentukan tukak peptik, yaitu sirosis hati akibat
alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronik, hiperparatiroidisme, dan sindrom Zollinger-
Ellison.
Fungsi sfingter yang abnormal mengakibatkan refluks empedu dan dianggap merupakan
mekanisme patogenetik timbulnya tukak lambung. Empedu mengganggu sawar mukosa lambung,
menyebabkan gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap pembentukan tukak. Mukosa yang
rusak akhirnya mengalami erosi dan dicernakan oleh asam dan pepsin.
Belakangan ini bukti-bukti menunjukkan bahwa bakteri Helicobacter pylori (dahulu disebut
Campylobacter pylori), merupakan agen penyebab dari tukak peptik. Kolonisasi bakteri ini
ditemukan pada sejumlah besar penderita yang mengalami tukak duodenum atau lambung, serta
gastritis akut maupun kronik. Organisme ini melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan
mukosa pelindung dan meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak, (McGuigan, 1991; Rathbone,
1986).
Kebanyakan tukak peptik terjadi menghilir dari sumber sekresi asam. Lebih dari 90% tukak
duodenum terletak pada dinding anterior atau posterior bagian pertama duodenum, 2 cm dari
cincin pilorus. Walaupun tukak lambung dapat terjadi disembarang tempat, namun 90% terletak
sepanjang kurvatura minor dan daerah kelenjar pilorus.
Tukak stres dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kemungkinan mekanismenya. Tukak
cushing dihubungkan dengan cedera otak yang berat ditandai oleh hiperasiditas yang nyata, yang
mungkin diperantarai oleh perangsangan vagus (cedera otak → stimulasi vagus → hiperasiditas →
tukak peptik akut). Sebaliknya tukak stres yang dihubungkan dengan stres syok, sepsis, luka bakar,
dan obat-obatan tidak ditandai oleh hipersekresi lambung. Penelitian Silen dan Skillman (1974)
mengarah pada gangguan fungsi sawar mukosa lambung, khususnya dengan adanya iskemia akibat
perfusi vaskular yang jelek.
Walaupun tukak duodenum hampir tidak pernah ganas, sekitar 7% tukak lambung dapat berubah
menjadi karsinoma lambung. Umumnya tukak ganas mempunyai dasar tukak nekrotik dan tidak
beraturan, sedangkan tukak jinak mempunyai dasar yang halus, bersih dengan batas-batas yang
jelas.
D.manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan
dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.
Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang
tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila
kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung
saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang
mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila
lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang
tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di
sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa
umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus
akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal
sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan,
tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
(Bruner and Suddart, 2001)
Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman lambung. Beberapa
metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-
obatan, dan intervensi pembedahan.
Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang
penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur dapat
memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam
lingkungan yang rileks. Selain itu dalam upaya mengurangi stres, pasien juga mendapat
keuntungan dari periode istirahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
Penghentian Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi
bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman duodenum lebih tinggi bila
seseorang merokok. Penelitian menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghabat
secara bermakna perbaikan ulkus. Oleh karena itu, pasien sangat dianjurkan untuk berhenti
merokok.
Modifikasi Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi
asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat diminimalkan dengan
menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu,
upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
Obat-obatan. Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus
mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂), yang menurunkan sekresi asam
lambung; inhibitor pompa proton, yang juga menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang
melindungi sel mukosa dari asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau
kombinasi antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
Intervensi Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang tidak
sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis), hemoragi yang
mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur pembedahan mencakup vagotomi,
vagotomi dengan piloroplasti, atau Biilroth I atau II.
Pencegahan :
1. Primer
Pola hidup sehat dan istirahat yang cukup, menghindari stres berlebihan
2. Sekunder
- Obat-obatan antagonis reseptor histamin untuk menurunkan sekresi asam dalam lambung;
inhibitor pompa proton, agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID;
antasida; antikolinergis, yang menghambat sekresi asam; kombinasi antibiotikdengan garam
bismut yang menekan bakteri H. Pylori.
3. Tersier
G.Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa pemeriksaan
untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut
dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh
jaringan untuk keperluan biopsy.
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan dinding
belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen.
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa
menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan
adanya Helicobacter pylori.
H. Komplikasi
a. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga terjadi perforasi
usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi rongga abdomen. Nyeri pada
perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan atau antasida.
b. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera, peradangan dan pembentukan
jaringan perut yang berulang-ulang. Obstruksi paling sering terjadi di saluran sempit antara
lambung dan usus halus ada di pylorus (Sfingter di lokasi ini).
c. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri atau vena di usus. Hal
ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah) atau melena (keluarnya darah saluran GI
atas melalui tinja). Apabila perdarahannya hebat dan mendadak, maka dapat timbul gejala-gejala
syok. Apabila perdarahannya lambat dan samar maka dapat terjadi anemia hipokronik
mikrosisik.
BAB 3
Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
a. Adanya nyeri perut (lambung) setelah makan atau sebelum makan
a. Kepala
b. Wajah
c. Mata
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosasclera.
d. Hidung
e. Mulut
f. Leher
g. Dada
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeritekan.
i. Abdomen
j. Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin, benjolan
k. Integumen
1.Nyeri akut berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan asam gastrik, iritasi mukosa
dan spasme otot.
2.Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pemajanan pada iritan kimia (asam gaster dan
pepsis)
3.Ansietas berhubungan dengan koping penyakit akut, perdarahan, penatalaksanaan jangka
panjang.
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri yang berkaitan
dengan makan.
5.Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan
dengan minimnya informasi yang pernah didapat.
INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan asam gastrik, iritasi mukosa
dan spasme otot.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam nyeri pasien dapat berkurang.
Kriteria hasil:
Selama tinggal di rumah sakit, pasien memenuhi rekomendasi medis untuk mengatasi ulkus
peptikum dalam 24 jam sebelum pulang dari rumah sakit, pasien mengungkapkan
pengetahuan perlunya perubahan gaya hidup.
Jaringan mukosa gastrik dan duodenal sembuh dan tetap utuh, dibuktikan dengan tidak
adanya atau penurunan nyeri dan tidak ada perdarahan.
Intervensi:
a. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang mungkin menyebabkan nyeri atau
meningkatkan sekresi asam.
b. Instruksikan pasien untuk menghindari makanan dan obat berkenaan dengan peningkatan
sekresi asam dan erosi gastrointestinal : kopi kafein, alkohol, aspirin, ibuprofen, dan NSAID
lain.
c. Bila dapat diterapkan, rekomendasikan strategi untuk membantu pasien berhenti merokok.
d. Tekankan pentingnya menggunakan obat pada interval yang diprogramkan, tidak hanya
untuk menghilangkan nyeri simptomatik.
e. Bila dapat diterapkan, rujuk pasien pada sumber komunitas dan kelompok pendukung untuk
membantu pasien berhenti merokok dan minum.
Kriteria hasil:
Klien dapat mengekspresikan rasa takut dan masalah
Klien dapat memahami rasional untuk berbagai pengobatan dan pembatasan
Klien dapat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.
Klien dapat menggunakan strategi penatalaksanaan stress dengan tepat
Intervensi:
a. .Kaji apa yang ingin pasien ketahui tentang penyakit dan evaluasi tingkat
ansietas; berikan dorongan untuk mengekspresikanperasaan secara terbuka
b. Jelaskan pemeriksaan diagnostik; berikan obat tepat jadwal
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri yang berkaitan
dengan makan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.mendapatkan tingkat nutrisi optimal.
Kriteria hasil:
Kriteria hasil:
Intervensi:
Bantu pasien dalam mengerti tentang kondisi dan faktor-faktor yang dapat atau yang memperburuk
situasi
1. Obat-obatan
a. Ajarkan pasien obat apa yang harus diminum dirumah, termasuk nama, dosis, frekuensi,
dan kemungkinan efek samping
b. b.Ajarkan pasien obat-obat apa yang harus dihindari
2. Diet
a. Ajarkan pasien untuk mewaspadai makanan tertentu yang dapat mengganggu
pencernaan
b. Ajarkan untuk menghindari kopi, alcohol, yang mempunyai kekuatan pembentuk asam
c. Berikan dorongan makan teratur dalam suasana rileks dan untuk menghindari terlalu
banyak makan
3. Merokok
a. Ajarkan pasien bahwa merokok dapat mengganggu penyembuhan ulkus
b. Buat pasien sadar terhadap program untuk membantu penghentian merokok
Kesimpulan
A. Kesimpulan
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal
lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung,
duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Penyebab ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat
diyakini sebagai factor penyebab. Penyebab lain adalah genetik, stres, obat-obatan, alkohol,
merokok.
Penatalaksanaaan :
1. Nom-Farmako
b. Penghentian Merokok
c. Modifikasi Diet
d. Intervensi Bedah
2. Farmako
a. Obat-obatan
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Ed. 8.Vol. 3. Jakarta : EGC
http://ners-asfibuton.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-ulkus-peptikum.html diakses
pada 17-11-2013 pukul 19:00
http://www.news-medical.net/health/Peptic-Ulcer-Symptoms-%28Indonesian%29.aspx diakses
pada 17-11-2013 pukul 20:30