Laporan Kasus Fasciitis Plantaris Shalin
Laporan Kasus Fasciitis Plantaris Shalin
FASCIITIS PLANTARIS
Oleh:
Shalini Nadarajah, S.Ked 04084821921159
Pembimbing:
Dr. Ernie, Sp.KFR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
FASCIITIS PLANTARIS
Oleh:
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Fasciitis Plantaris”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Rehabilitasi Medik di RSMH Palembang. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ernie,
Sp.KFR atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
berkontraksi / tegang dan memendek sehingga dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi pada jaringan disekitar tumit5.
Oleh karena itu penulis akan membahas laporan kasus mengenai Fasciitis
plantaris dan kaitannya dengan berbagai terapi yang ada dalam lingkup
rehabilitasi medik. Dengan segala keterbatasan diharapkan tulisan ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai Fasciitis Plantaris.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. ET
b. Umur : 56 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Guru
e. Alamat : Palembang
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Kunjungan : Selasa, 3 Desember 2019
i. No. medrek : 0001084716
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pada tumit kaki kanan ketika berdiri terlalu lama dan berjalan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 3 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluh nyeri pada tumit
kaki kanan ketika berdiri terlalu lama dan berjalan. Nyeri terutama
dirasakan saat memulai aktivitas seperti beberapa langkah pertama setelah
bangun tidur. Nyeri terasa seperti ditusuk benda tajam dan tidak menjalar.
Nyeri makin terasa saat aktivitas sehari-hari misalkan menaiki tangga,
berdiri lama, dan setelah duduk lama kemudian berdiri. Nyeri berkurang
saat istirahat. Nyeri tidak disertai dengan rasa kebas, kelemahan anggota
gerak dan bengkak. Riwayat trauma pada kaki disangkal. Pasien merasa
aktivitas sehari-harinya terganggu sehingga pasien datang ke poliklinik
rehabilitasi medik RSMH.
3
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat hipertensi disangkal
2. Riwayat diabetes disangkal
3. Riwayat trauma pada kaki disangkal
4. Riwayat alergi disangkal
5. Riwayat operasi disangkal
6. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Pekerjaan:
Pasien bekerja sebagai guru SMP dan aktivitas sehari-hari juga
sebagai ibu rumah tangga.
4
Suhu : 36,7 oC
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 25,39 kg/m2
Cara Berjalan : Antalgik gait (+) pada kaki kanan
Hemiparese gait (-)
Steppage gait (-)
Parkinson gait (-)
Tredelenberg gait (-)
Waddle gait (-)
Bahasa / bicara : Komunikasi verbal normal
Komunikasi non verbal normal
5
Tes Provokasi : Tidak dilakukan
Thorax
Pulmo
Inspeksi : statis; kanan dan kiri simetris
Dinamis; pergerakan dinding dada kanan = kiri.
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Cor
Inspeksi : ictus cordis terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : HR: 76x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, scar (-), spider nevi (-).
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Trunkus
Inspeksi : Simetris, Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal
Tes Provokasi : Tidak Dilakukan
6
Ekstremitas
Ekstremitas superior
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-), nodus
herbenden (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Sensorik
Protopatik Normal
7
Proprioseptik Normal
8
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Ekstremitas Inferior
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi : Nyeri tekan (+) tumit, diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi:
Motorik Dextra Sinistra
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
9
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
V. EVALUASI
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
10
1 Struktur dan fungsi Nyeri telapak kaki, Mengurangi rasa nyeri
tubuh khususnya tumit kaki pada telapak kaki kanan
kanan
VI. RESUME
Ny. ET, perempuan berusia 56 tahun datang ke poli rehabilitasi medik
RSMH dengan keluhan nyeri pada tumit kaki kanan ketika berdiri terlalu
lama dan berjalan yang dirasakan sejak ± 3 bulan yang lalu. Nyeri terutama
dirasakan saat memulai aktivitas seperti beberapa langkah pertama setelah
bangun tidur. Nyeri terasa seperti ditusuk benda tajam dan tidak menjalar.
Nyeri makin terasa saat aktivitas sehari-hari misalkan menaiki tangga, berdiri
lama, dan setelah duduk lama kemudian berdiri. Nyeri berkurang saat
istirahat. Nyeri tidak disertai dengan rasa kebas, kelemahan anggota gerak
dan bengkak. Riwayat trauma pada kaki disangkal. Pasien merasa aktivitas
sehari-harinya terganggu sehingga pasien datang ke poliklinik rehabilitasi
medik RSMH.
11
thorax, abdomen, thrunkus, ekstremitas superior dan ekstremiatas inferior
dalam batas normal. Hanya saja pada saat berjalan terlihat pasien berjalan
agak mempercepat jalannya agar tumit tidak telalu menapak. Pada pasien ini
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
Ortotik prostetik
Ortotic : heel cups and pads
Prostetic : Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada
Sosial medik : Memberikan motivasi agar pasien datang terapi dan latihan
secara rutin.
Edukasi :
- Hindari kegiatan yang mengharuskan berjalan dan berdiri dalam
waktu lama
- Hindari melakukan aktivitas fisik berlebihan yang
membebankan penumpuan tubuh.
12
X. PROGNOSIS
- Medik : Bonam (Bila pasien secara rutin dan teratur melakukan terapi)
- Fungsional : Bonam (Dengan terapi teratur, aktivitas sehari-hari dapat
dilakukan)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
3.1 Anatomi Pergelangan Kaki dan Kaki
3.1.1 Tulang dan persendian
Tumit merupakan salah satu bagian dari sistem pertulangan tubuh kita yang
terletak di kaki. Tulang ini terletak bagian belakang telapak kaki. Tulang tumit
mempunyai tugas untuk menyangga berat badan, terutama ketika sedang berjalan
atau berlari.
Sendi pergelangan kaki membentuk, sendi engsel. Sendi ini dibentuk oleh 3
tulang yaitu: tulang tibia, tulang fibula dan tulang talus. Pada ujung-ujung di
persendian pergelangan kaki lindungi cartilago articularis. Terdapat tiga ligamen
yang terletak di sebelah lateral dan satu ligamentum yang terletak di sebelah
medial. Ligamentum yang terletak di sebelah lateral di antaranya talofibular
anterior ligament, calcaneofibular ligament (CFL) dan posterior ligament
talofibular (PTFL), sedangkan ligamentum yang terletak di sebelah medial adalah
ligamen Deltoid. Pada penderita plantar fasciitis, pada saat berjalan tidak terdapat
fase heel strike dan fase mid stance. Hal ini di karenakan adanya nyeri sehingga
berjalan jinjit (langsung fase toe off).
Pada sendi pergelangan kaki terdapat banyak otot di antaranya : (1) otot
gastrocnemius dan soleus yang menpunyai tendon yang lebar yang dikenal dengan
tendon Achilles yang berfungsi untuk fleksi plantar, (2) Otot peroneus longus
yang berorigo di caput fibula dan insersio di tulang tuberositas ossis metatarsal I
dan berfungsi untuk fleksi plantar, (3) Otot peroneus brevis yg berorigo di
setengah distal fasies lateralis dan insersio di tuberositas osis metatarsal V yang
berfungsi untuk fleksi plantar, (4) Otot tibialis anterior yang berfungsi untuk fleksi
dorsal dan inverse pergelangan kaki, (5) Otot tibialis posterior yang berfungsi
untuk fleksi plantar dan inverse pergelangan kaki.
Persarafan pada sendi ankle terdiri dari : (1) nerves ischiadicus yang
mensarafi otot tungkai bawah dan kaki yang terletak di segmen vertebra Fibula
Tibia Rearfoot Midfoot Forefoot Calcaneus Talus Navicula r Cuboid Cuneiforms
15 setingkat L4 – S3,2, (2) nerves fibularis dari percabangan segmen vertebra L4-
S2 yang mensarafi otot peroneus longus dan peroneus brevis, (3) nerves fibularis
14
profundus dari di segmen L4-S1 yang mensarafi otot tibialis anterior dan
ekstensor jari kaki, (4) nerves tibialis yang mensarafi gastrocnemius, soleus,
tibialis posterior dan fleksor jari kaki.
Facia Plantar
15
Fascia plantar adalah struktur jaringan konektif padat berserat yang berasal dari
tuberositas medial kalkaneus. Terdiri dari tiga bagiannya - medial, lateral, dan
pusat band, yang terbesar adalah bagian tengah. Bagian tengah fasia berasal dari
process medial dari superfisial tuberositas calcaneal ke fleksor digitorum brevis,
quadratus plantae, dan otot abduktor hallucis. Fasia meluas melalui lengkungan
membujur medial ke dalam bundel individual dan menyisipkan ke setiap phalang
proksimal.
16
Gambar 3. Fascia plantar memanjang dari tubeculus calcaneus dan menempel di sendi
MTP dan dasar tumit. Fascia terbagi menjadi tiga berdasarkan fungsinya, yaitu medial, central dan
lateral. Fascia menutupi jaringan otot dan susunan saraf plantar pedis. A, perpanjangan fascia dari
sendi MTP ke tuberculus calcaneus. B, bagian medial, central dan lateral dari fascia plantar.
Gambar 4. Situs jebakan saraf tibialis posterior dan cabang-cabangnya. Saraf ke abductor
digiti minimi, yang pada kesempatan langka dapat terperangkap yang menghasilkan nyeri tumit
inferior, nyeri neurogenic.
17
3.2 Fascitis Plantaris
3.2.1 Definisi
Fascitis plantaris terjadi karena penguluran yang berlebihan pada plantar
fascian yang dapat mengakibatkan suatu inflamsi pada fascia plantar yang
khususnya mengenai bagian medial calcaneus. Fascitis plantaris diawali karena
adanya lesi pada soft tissue disisi tempat perlekatan plantar apporoneosis yang
letaknya dibawah dari tuberositas calcaneus.
3.2.2 Etiologi
Plantar fascitis sering ditemui pada olahraga yang melibatkan berlari, dan
berjalan jarak jauh, penari, pemain tenis, pemain basket, atau selain atlet yang
pekerjaannya berhubungan dengan menahan berat dalam jangka waktu yang lama.
Trauma berulang secara langsung dengan tumit ke ligamentum dan struktur saraf
juga termasuk salah satu penyebab, terutama pada usia lanjut, berat badan
berlebih, individu yang berdiri pada bidang yang keras, serta pelari jarak jauh.
Bantalan lemak tumit adalah septa fibroelastic dengan pola sarang lebah yang
melingkupi gumpalan lemak. Tumit menyerap 110% dari berat tubuh, dan
meningkat menjadi 200% saat berlari. Pada usia diatas 40, lemak mulai atrofi,
dengan berkurangknya cairan kolagen dan serat elastis menyebabkan hilangnya
daya daya serap pada tumit. Hal ini merupakan salah satu potensi penyebab nyeri
tumit inferior.
Scher et al (2009), dalam studi menyatakan personil militer, jenis kelamin
perempuan, ras Amerika Afrika, dan bertambahnya usia, pemakaian sepatu yang
salah dan gerakan dorsoflexi kaki yang terbatas sebagai faktor risiko plantar
fasciitis. Dalam studi case-control, Riddle et al. (2003) menyatakan bahwa
gerakan dorsoflexi kaki yang berkurang lebih bermakna dibandingkan obesitas
dan pekerjaan yang berhubungan dengan menahan beban berat. Dalam studi
selanjutnya kecacatan akibat plantar fasciitis pada 50 pasien, indeks massa tubuh
merupakan satu-satunya variable yang berhubungan signifikan terhadap
kecacatan. Sedangkan intensitas nyeri, dorsofleksi kaki, usia, jenis kelamin, lama
penyakit dan menahan beban tidak berhubungan dengan kecacatan. Dalam sebuah
18
literatur, Irving et al. (2006) menemukan hubungan yang kuat antara indeks massa
tubuh 20 – 30 kg/m2 dengan spur calcaneus pada populasi non atlet, dan hubungan
yang lemah antara perkembangan plantar fasciitis dengan bertambah usia,
dorsofleksi kaki menurun dan berdiri berkepanjangan.
Spur tulang mungkin berhubungan dengan plantar fasciitis, namun bukan
penyebabnya. Banyak studi menunjukan tidak terdapat hubungan yang jelas
antara spur dan plantar fasciitis. Studi tentang pasien dengan plantar fasciitis
melaporkan bahwa 10%-70% mengindap spur calcaneus ipsilateral, namun
beberapa juga memiliki spur pada kaki yang normal. Secara anatomis, spur
terdapat pada asal flexor pendek, bukan dari plantar fascia, hal ini semakin
memperkuat tidak adanya hubungan spur dengan nyeri tumit.
3.2.3 Patofisiologis
Mekanisme nyeri fasciitis plantaris diawali dengan adanya lesi pada
jaringan lunak disisi tempat perlengketan plantar aponeurosis yang letaknya
dibawah tuberositas calcaneus atau pada fascia plantar bagian medial calcaneus
akibat dari penekanan dan penguluran yang berlebihan. Hal tersebut menimbulkan
nyeri pada fascia plantarnya dan terjadilah fasciitis plantaris.
Mekanisme terjadinya plantar faciitis adalah adanya pembebanan yang
berlebihan menyebabkan fascia plantaris yang mengalami degenerasi terjadi
penarikan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan microinjury. Adanya
gaya regangan yang konstan dan berulang menyebabkan fascia yang merupakan
lapisan luar arcus plantaris mengalami penekanan pada origonya atau kerobekan
pada tempat perlekatannya. Kerobekan tersebut menyebabkan tipe saraf A delta
yang bermielin tipis menjadi aktif sehingga timbul rasa nyeri, kemudian impuls
tersebut merangsang pelepasan “P” substance ke struktur fascia sehingga memacu
reaksi radang di lokasi tersebut. Adanya peradangan tersebut akan mempengaruhi
beberapa jaringan spesifik yang terlibat.
Pada otot-otot akan terjadi spasme sebagai kompensasi dari nyeri yang
terjadi. Selain itu kelemahan pada otot tertentu juga akan menyebabkan terjadinya
instabilitas sehingga terjadi strain. Fascia plantaris yang mengalami inflamasi
19
pada proses penyembuhan akan mengalami fase proliferasi. Pada fase ini bila
terjadi aktifitas fibroblast yang berlebihan dan tidak terkontrol maka akan terjadi
abnormal crosslink yang dapat menyebabkan elastisitas fascia menurun.
Penurunan elastisitas fascia ini menyebabkan nyeri regang bila fascia terulur. Bila
hal ini terjadi terus menerus maka terjadi trauma berulang yang akan
menimbulkan inflamasi kronik yang akan semakin memperlambat proses
penyembuhan jaringan. Proses radang juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi
yang akan menurunkan suplai gizi pada jaringan yang mengalami cedera sehingga
berlangsung kronik. Penurunan mikrosirkulasi ini juga menyebabkan penumpukan
sisa-sisa metabolisme yang dapat mengiritasi jaringan sehingga menimbulkan
nyeri. Iritasi kimiawi dari proses radang juga akan mempengaruhi konduktifitas
saraf. Akibat terjadi hipersensitifitas yang dapat menurunkan nilai ambang
rangsang.
20
4. Nyeri tumit yang timbul setelah berolahraga, tetapi tidak timbul saat sedang
berolahraga.
5. Pembengkakan ringan di tumit.
3.2.5 Diagnosis
Diagnosis plantar fasciitis dibuat dengan tingkat yang wajar yang berbasis
penilaian klinis itu sendiri. Riwayat dari tipikal pasien melaporkan keluhan
sebagai berikut:
1. Nyeri di regio plantar heel, memberat pada pagi hari, dengan beberapa langkah
awal setelah berjalan atau setelah periode tidak beraktivitas.
2. Nyeri dengan onset insidious pada plantar surface of the heel saat mengangkat
beban, setelah periode tidak mengangkat beban.
3. Beberapa pasien dengan antalgic gait/limb.
4. Nyeri inferior heel akan berkurang dengan meningkatnya level aktivitas
(seperti berjalan) tetapi memburuk pada akhir hari.
5. Riwayat sering menunjukkan peningkatan aktivitas terdahulu untuk memulai
gejala plantar fasciitis.
3.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada plantar fasciitis yaitu dapat
menyebabkan keadaan yang menahun yang mengganggu aktivitas rutin sehari
hari, selain itu juga dapat mengakibatkan masalah-masalah di kaki, lutut, paha
atau punggung oleh karena plantar fasciitis dapat mengubah cara berjalan.
21
untuk menahan beban (atau hanya kesulitan saja).
Paling sering diikuti dengan kelemahan iatrogenic dari
fascia setelah penyuntikan kortison.
Calcaneal stress Lebih sering terjadi pada atlet dan pelari dengan
fracture riwayat olah raga high impact yang berlebih atau pada
wanita usia lanjut dengan osteoporosis dan sering
berlebihan dalam berjalan ataupun berolahraga
(contoh berjalan 4mil/hari, 7 hari dalam seminggu).
Nyeri biasanya lebih tumpul dari pada nyeri pada
plantar fasciitis, dengan squeeze test positif.
Pada bone scan lebih terlihat adanya fraktur linear,
daripada kenaikan tracer uptake pada origo dari
plantar fascia (pada plantar fasciitis). Kecuali jika
dicurigai terjadi calcaneal stress fracture bone scan
tidak rutin dikerjakan.
Sever’s disease Gejala hampir sama persis dengan plantar fasciitis.
(calcaneal Terjadi hanya pada pasien yang memiliki skeletal yang
apophysitis) imatur dan terdapat inflamasi atau apophysitis pada
physis.
Pengobatan sama dengan pasien dengan plantar
fasciitis, kecuali adanya pengguanaan orthotic UCBL.
3.2.8 Penatalaksanaan
1. Istirahat dan Obat analgetik
Untuk meredakan nyeri akibat plantar fasciitis pasien dianjurkan untuk
beristirahat, melakukan modifikasi aktivitas, penggunaan es dan obat-obatan
seperti asetaminofen atau NSAID bisa diberikan. Injeksi kortikosteroid sering
juga digunakan untuk pengobatan pada fase akut dan kronik.
2. Streching dan modalitas fisik terapi
Peregangan pada fascia plantar dan/atau tendon Archilles merupakan
pengobatan primer untuk fasciitis plantar. Latihan peregangan fascia plantar
spesifik bertujuan untuk menghasilkan tekanan jaringan maksimal melalui
pengaturan regang fascia plantar dengan menghasilkan mekanisme windlass.
Latihan calf raises adalah latihan penguatan otot di bagian bawah ankle yang
menggunakan beban tubuh sendiri. Latihan ini dapat memaksimalkan
kekuatan otot dan mempengaruhi peningkatan tonus otot. Selain itu latihan
22
calf raises juga mengaktivasi propioceptif. Latihan calf raises dapat
mengembalikan gerakan pasien setelah pasien mengalami cedera. Dan latihan
calf raises dapat meminimalisasi cedera ulang kembali terhadap pasien
tersebut.
3. Arch Support, Heel Cups dan Night Splints
Penggunaan alat bantu sangat dianjurkan pada penderita fasciitis plantaris.
Banyak alat ortotik yang bisa digunakan seperti viscoelastic heel cups,
prefabricated longitudinal arch supports, dan custom-made fulllength shoe
insoles.
Gambar 5. Contoh Alat bantu untuk pasien fasciitis Plantaris (heel counter cups)
Night splints dapat mencegah kontaktur fascia dengan proses menahan kaki
dan ankle pada posisi 90 derajat, dan mencegah terjadi plantar fleksi selama
tidur.
23
Penggunaan walking cast pada waktu singkat telah dianjurkan untuk
meringankan tumit dan imobilisasi fascia plantar untuk meminimalisir cidera
ringan; pengaruh casting telah didukung hanya pada studi retrospektif,
dengan tanpa uji coba prospektif dan kontrol.
4. ESWT
Extracorporeal shock wave therapy (ESWT) telah terbukti efektif pada 60%
hingga 80% pasien. ESWT berbasis pada teknologi lithotrispy dimana
gelombang syok (implus akustik) ditargetkan ke asal fascia plantar. Saat ini,
alat-alat baik yang berenergi tinggi (electrohydraulic) dan berenergi rendah
(elektromagnetik) telah diperbolehkan oleh Administrasi Makanan dan Obat
Amerika Serikat (FDA) untuk digunakan sebagai terapi nyeri tumit kronik.
Satu kali aplikasi dari alat yang berenergi tinggi dan beberapa aplikasi dari
24
alat berenergi rendah telah terbukti efektif pada beberapa uji percobaan
prospektik terandomisasi (Rompe et al. 2007, Ogden et al. 2001, Theodore et
al. 2004, Kudo et al. 2006, Wang et al. 2006). Indikasi untuk ESWT saat inu
adalah nyeri fascitis plantar yang terjadi selama 6 bulan atau lebih dan tidak
respon minimal 3 bulan pengobatan non-operatif. Kontraindikasi untuk
ESWT adalah hemofilia, koagulopati, malignansi, dan lempeng epifisis yang
terbuka.
5. Terapi Operatif Fascitis Plantar
Pada umumnya terapi operatif fascitis plantar hanya untuk pasien yang
mengalami nyeri berat yang menggangu kerja atau rekreasi dan tidak respon
terhadap terapi non-operatif yang lama (12 bulan atau lebih). Baik fasciotomi
plantar parsial atau komplit telah dilaporkan pada literatur; beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa kurang dari 50% pasien merasa puas
dengan hasil pengobatan mereka dan masih banyak pasien yang tetap
mengeluhkan nyeri dan keterbatasan fungsional. Karena peneliatian
biokemikal telah menunjukkan bahwa lebih dari 40% dari pembebasan fascia
plantar menimbulkan efek pengerusakan pada ligamen lain dan struktur
tulang pada kaki (Cheung et al. 2006), pembebasan fascia plantar secara
operatif harus dikurangi hingga kurang dari 40% dari fascia.
25
BAB IV
ANALISIS MASALAH
26
Tanda inflamasi juga disangkal seperti bengkak dan kemerahan, artritis
seperti gout dan lupus dapat disingkirkan. Riwayat trauma disangkal ini
menandakan bahwa tidak ada kecurigaan yang mengarah ke fraktur ataupun
inflamasi yang dicetuskan oleh trauma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit ringan, tanda vital
dalam batas normal, dan skala nyeri 3/10. Pada pemeriksaan regional thorax,
abdomen, thrunkus, ekstremitas superior dan ekstremiatas inferior dalam batas
normal. Hanya saja pada saat berjalan terlihat pasien berjalan agak mempercepat
jalannya agar tumit tidak telalu menapak. Pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Beberapa tanda dan gejala yang ada pada pasien yang menunjang tegaknya
diagnosis fasciitis plantaris yaitu adanya nyeri pada tumit sebelah kanan, tidak
menjalar, nyeri terasa saat bangun tidur dan begerak dari tempat tidur, nyeri
bertambah parah saat melakukan aktifitas dalam waktu lama seperti berdiri,
berjalan, dan menaiki tangga, dan juga nyeri yang berkurang saat istirahat.
Terapi rehabilitatif yang dapat diberikan adalah terapi panas superficial
yaitu paraffin dan ultrasound 2x seminggu. Di rumah dapat dilakukan terapi
stretching excercise (peregangan) dan calf raise (gerakan menginjit) secara rutin.
Selain itu edukasi untuk perbanyakan istirahat dan kurangi berjalan dan berdiri
dalam waktu yang lama. Bantuan alat yang di berikan pada pasien ini paling
penting yaitu heel cups and pads yang dipasang pada sepatu maupun alas kaki
untuk membantu mengurangi nyeri saat berjalan. Serta diberikan terapi
medikamentosa ibuprofen
2 x 400 mg peroral.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
9. Sari,N.A. & Irfan, M. 2009. Efek Penamahan Taping Pada Intervensi Microwave
Dhiathermy dan Streching Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Kondisi Plantar
Fasciitis. Jakarta: Jurnal Fisioterapi vol. 9, No. 2, Oktober 2009.
10. Saputra, B.R. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Fasciitis Plantaris Bilateral
di RST. Dr. Soedjono Magelang. Publikasi Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
11. Sari, N.L. 2015. Fasciitis Plantaris. Skripsi. Universitas Udayana.
29