Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH SEJARAH INDONESIA ZAMAN PENGARUH ISLAM

KERAJAAN ACEH DAN MALAKA

DI SUSUN OLEH :

Devi Nur Prawesti (19020022)


Sharah Khalliilaa (19020029)
Wahyudi Rusdianda (19020031)

DOSEN: Meldawati M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI SUMATERA
BARAT
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAh SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Penulis ucapkan Puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kerajaan Malaka dan Aceh “ .
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing, Orangtua, dan
teman-teman yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
yang berjudul “Kerajaan Malaka dan Aceh. “ ini dapat bermanfaat maupun menjadi
inspirasi bagi pembaca.

Padang, 20 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
Kerajaan Malaka
2.1 Latar belakang berdirinya Kerajaan Malaka
2.2 Perkembangan dan masa kejayaan Kerajaan Malaka
2.3 Kemunduran Kerajaan Malaka
Kerajaan Aceh
2.4 Latar belakang berdirinya Kerajaan Aceh
2.5 Perkembangan dan masa kejayaan Kerajaan Aceh
2.6 Kemunduran Kerajaan Aceh
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayaran jaman prasejarah dapat dengan mudah dilakukan dengan enam bulan sekali
yang erat hubungannya dengan jalannya arus. Para pedagang indonesia yang  membawa rempah-
rempah dari Maluku untuk dipasarkan ke tempat lain. Para pedagang itu akan bertolak dari
Maluku pada bulan Oktober menuju ke bandar-bandar Ujung  pandang, Gresik, Demak, Banten,
dan Malaka. Dan pada bulan Maret para pedagang akan kembali ke Maluku.

Dari malaka mereka akan berangkat menuju utara yaitu menuju bandar-bandar Ayuthia,
Campa dan Cina pada bulan Juni. Dan bulan September kapal-kapal pedegang akan kembali ke
bandar Malaka. Letak selat Malaka demikian mendatangkan keuntungan bagi masyarakat
sekitarnya sebab mengalami perkembangan perdagangan dan lalu lintas laut yang tidak pernah
sunyi.
Pada awalnya Malaka hanyalah satu bandar tepi pantai yang kemudian sekitar tahun 1400
berkembang menjadi bandar penting dan pusat kerajaan Malaka. Hal itu terjadi disebabkan
karena adanya komunikasi perdagangan antara Cina dengan dunia luar terutama dengan India
dan Laut Tengah.

  Aceh yang terkenal dengan sebutan, “Kota Serambi Mekkah” merupakan


tempat di mana berkembangnya agama Islam pertama di Indonesia. Diperlihatkan dari letak
geografisnya, dimana Aceh sendiri terletak di ujung barat Pulau Sumatera dan dekat dengan
Selat Malaka yang saat itu menjadi pintu pusat lalu lalangnya kapal-kapal saudagar antara
belahan bumi Barat dan Timur dapat diperhitungkan sejak awal abad ke 1.  Namun dengan
sendirinya meningkat lalulintas perdagangan dan kemampuan hidup masyarakat sekaligus
memungkinkan terbangunnya suatu  pemerintahan atau kerajaan-kerajaan terutama di Aceh
seperti Kerajaan Jeumpa, Lamuri, Samudra Pasai dan lain-lain yang menganut agama Islam.
Pada saat itu Sumatera sudah kaya akan hasil Bumi dan Alamnya jadi tidak salah pada masa itu
bangsa India menyebutnya dengan sebutan Swarnadwipa (Pulau Emas). Selain berdagang, para
saudagar-saudagar tersebut juga pelan-pelan menyebarkan agama yang mereka pahami dan
dibawa dari bangsa mereka, salah satunya yaitu agama Islam. Sebelum masuknya agama Islam
ke Aceh, terlebih dahulu sudah ada agama serta kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
budha di Aceh.

1.2 Rumusan Masalah


KERAJAAN MALAKA
a. Bagaimana latar belakang berdirinya kerajaan Malaka?
b. Bagaimana perkembangan dan masa keemasan kerajaan Malaka?
c. Bagaimana kemunduran kerajaan Malaka?

KERAJAAN ACEH

a. Bagaimana latar belakang berdirinya kerajaan Aceh?


b. Bagaimana perkembangan dan masa keemasan kerajaan Aceh?
c. Bagaimana kemunduran kerajaan Aceh?

1.3 Tujuan
KERAJAAN MALAKA
a. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang Kerajaan Malaka.
b. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan kejayaan Kerajaan Malaka.
c. Untuk mengetahui bagaimana kemunduran Kerajaan Malaka.

KERAJAAN ACEH

a. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang Kerajaan Aceh.


b. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan kejayaan Kerajaan Aceh.
c. Untuk mengetahui bagaimana kemunduran Kerajaan Aceh.
BAB II

PEMBAHASAN

KERAJAAN MALAKA

2.1 Latar belakang berdirinya kerajaan Malaka

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara


berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama
Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang
Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup
sebagai nelayan.Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga.Raja dan pengikutnya
adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena
itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut,
rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan
kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli
menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan
rempah-rempah.

Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan.Dalam


perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan
Sumatera.Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah
beras.Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena
persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka.Hal ini kemungkinan
disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka
lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.

Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut
Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara
melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke
Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok
dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening
Ujong hingga kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir
pantai.Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara
menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia melihat
salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan
keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka,
kawasan tersebut kemudian ia namakan Malaka.

2.2 Perkembangan dan masa keemasan kerajaan Malaka

Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh
para pedagang Islam.Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam
perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun
1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama
resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.

Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia


Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—
1477).Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam.Negeri-negeri
yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat
proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.

Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa.Selama tinggal di
Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak
langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam
kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina
Selatan).

Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:

1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).

2. Daerah Kepulauan Riau.

3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.

4. Brunai dan Serawak.

5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).

Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.

1. Indragiri.

2. Palembang.

3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.

Kehidupan Politik

Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan


menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang
dijalankan secara efektif.Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan
diplomatik dan ikatan perkawinan.Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan
eksternal Malaka.Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan
Majapahit.Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar
ini.Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan
salah seorang putri Majapahit.Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad
Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut.

Raja – raja yang memerintah Kerajaan Malaka antara lain :


1. Iskandar Syah (1396-1414 M)
Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang paregreg yang mengakibatkan Paramisora
(Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah Blambangan ke Tumasik
(Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke Semenanjung Malaya dan
mendirikan Kp. Malaka Secara geografis, posisi Kp. Malaka sangat strategis, yaitu di Selat
Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para
pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Kp. Malaka berkembang pesat.

Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora menganut agama


Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Kp. Malaka menjadi
Kerajaan Islam.

Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar
China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).

2. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M)


Merupakan putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan
Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya.

Untuk menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan
di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya
lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan, maka dipilih melalui jalur politik
perkawinan dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat
tercapai.

3. Mudzafat Syah (1424-1458 M)


Setelah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik tahta dengan
gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang pertama bergelar Sultan).
Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam (serangan dari darat dan
laut), namun dapat digagalkan.Mengadakan perluasan wilayah ke daerah-daerah yang berada di
sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri dan Kampar.

4. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)


Merupakan putra dari Sultan Mudzafat Syah.Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia
Tenggara.

Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan
memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah Sumatera
Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam tewas dalam pertempuran , tetapi putra
mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat menjadi
raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka.

Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati
Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai kerajaan
merdeka.

Kejayaan Kerajaan Malaka tidak lepas dari jasa Laksamana Hang Tuah yang kebesarannya
disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Mahapahit.Cerita Hang Tuah
ditulis dalam sebuah Hikayat, Hikayat Hang Tuah.

5. Sultan Alaudin Syah (1477-188 M)


Merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
mulai mengalami kemunduran, satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka mulai
melepaskan diri.Hal ini disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja
yang cakap.

6. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)


Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah Pada masa pemerintahannya, Kerajaan
Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian kecil
Semenanjung Malaya, hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.

Pada tahun 1511 M, terjadi serangan dari bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso
d’Alberquerque dan berhasil Merebut Kerajaan Malaka.Akhirnya Malaka pun jatuh ke tangan
Portugis.

Kehidupan Sosial – Budaya


Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami perkembangan
yang pesat seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh
kepahlawanan dari Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan
Hikayat Hang Jebat.

Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan
alam dan lingkungan wilayahnya.Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan
sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat
individualisme.Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan
majikan.

Kehidupan Ekonomi
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang masuk dan keluar,
yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu, raja maupun pejabat-pejabat
penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang dapat menjadikan mereka
sangat kaya.

Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang
berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan.Untuk mempermudah
terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai
bahasa perantara.

2.3 Kemunduran kerajaan Malaka

Pengganti Sultan Alauddin Riayat Syah adalah Sultan Mahmud Syah.Sultan ini memerintah
pada tahun 1488-1511. Dampak dari stabilitas tersebut adalah kerajaan malaka menjadi buruk
karena pada waktu itu yang memimpin adalah seorang  Sultan Mahmud Syah yang masih kecil
dalam memerintah kerajaan Malaka, Sultan Mahmud Syah adalah Sultan Malaka yang terakhir
sebelum Malaka jatuh ke tangan portugis.

Sultan yang kecil itu dibantu oleh bendahara, Laksamana, dan para pembesar kesultanan.
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah, Malaka mulai memperlihatkan kemundurannya,
karena sultan mahmud Syah belum mampu memerintah sebagaimana sultan-sultan sebelumnya.
Kemunduran malaka juga disebabkan oleh meninggalnya Tuan Perak sebagai bendahara
Kesultanan Malaka yang berpengaruh.

Tuan Perak meninggal pada tahun 1489dan jabatannya sebagai bendahara digantikan oleh
Tuan Putih.Lain halnya denganTuan Perak, Tuan putih tidak memiliki karekter seperti Tuan
Perak.Tuan Putih adalah seorang bendahara yang lemah, angkuh, dan gemar mengumpulkan
kekayaan.Kondisi malaka yang sedang mengalami krisis kepemimpinan diperparah dengan
datangnyaserbuan portugis.

Pada tahun1511, Portugis di bawah pimpinan Alfonso d”Albuquerque datang dari Goa,
India dan menyerang Kesultanan Malaka dan akhirnya Malaka sebagai pusat niaga dan pusat
penyiaran Islam terbesar di Asia Tenggara berhasil ditaklukkan oleh portugis. Dalam perang
melawan portugis, Sultan Mahmud Syah berhasil menyelamatkan diri ke pahang, kemudian ke
johordan kemudian ke bintan.Akhirnya, Pada tahun 1529, Sultan Mahmud Syah meninggal
dalam pelarian di kampar, Riau.

KERAJAAN ACEH
2.4 Latar belakang berdirinya Kerajaan Aceh

Awal mula berdirinya Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam yaitu  pada tahun 1496  yang


berdiri di wilayah Kerajaan Lamuri yang lebih dulu ada sebelum kesultanan aceh, kemudian
Kerajaan Aceh malukan perluasan wilayah dengan menundukan beberapa wilayah di sekitar
kerajaan seperti wilayah  Kerajaan Daya, Kerajaan Pedir, Kerajaan Lidie, dan Kerajaan Nakur.
Pada tahun 1524 wilayah Pasai menjadi bagian dari Kesultanan Aceh, disusul dengan
bergabungnya wilayah Aru.

Pada kerajaan Aceh pemimpin kerajaan tertinggi berada di penguasaan Sultan, namun
saat itu pemerintahan kerajaan aceh lebih banyak dikendalikan oleh orang kaya atau disebut
hulubalang. Dalam Hikayat Aceh Disebutkan bahwa terdapat Sultan yang diturunkan dari
jabatan penguasa salah satunya yaitu Sultan Sri Alam pada tahun 1579 karena perilakunya yang
tidak wajar dalam membagi-bagikan harta milik  kerajaan pada para pengikutnya. Selanjutya
kepemimpinan di gantikan oleh Sultan Zainal Abidin akan tetapi sultan Zainal terbunuh beberapa
bulan setelah penobatan hal ini disebabkan karena sifatnya yang kejam dan memiliki kecanduan
dalam hal  berburu dan adu binatang.

Setelah peristiwa terbunuhnya Sultan Zainal para Raja dan Hulubalang saat itu 
menawarkan tahta kepenguasaan kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti
Darul Kamal pada 1589. Peristiwa penganugerahan tahta ini telah mengakhiri kekacauan yang
telah disebabkan oleh penguasa terdahulu , selain itu Pada kepemimpinan Alaiddin Riayat Ia
melakukan penumpasan terhadap orangkaya yang berlawanan dengan sistem kepemimpinannya.
Disamping itu Ia juga melakukan uasaha untuk menguatkan posisi sebagai penguasa tunggal
Kerajaan Aceh.

2.5 Perkembangan dan masa kejayaan Kerajaan Aceh

Kerajaan aceh darussalam adalah sebuah kerajaan islam yang berlokasi tak jauh dari kerajaan
islam samudera pasai. awalnya kerajaan ini berpusat di Lamuri namun kemudian berpindah ke
bandar aceh. kerajaan ini didirikan oleh Sultan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah (916-936 H/1511-
1530 M--sedang di wikipedia disebutkan berkuasa mulai 1496?)

perkembangan kerajaan aceh darussalam sangat dipengaruhi oleh kejatuhan malaka, dan
kerajaan ini berfungsi sebagai pengganti kesultanan islam di seberang pulau. Indikasi kuat
ditambah tatkala pusat pemerintah dipindah menjauh dari Malaka Maka setelah itu, kerajaan ini
memperluasa wilayah kekuasaannya. wilayah bekas kekuasaan pasai pun ditaklukan juga perlak
dan mencakup wilayah yang kini disebut provinsi Aceh.

Masa kejayaan Kesultanan Aceh terjadi pada kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada
1607-1636. Aceh berhasil menaklukan Wilayah Pahang, karena wilayah tersebut merupakan
sumber utama timah. Selanjutnya pada 1629, Kesultanan Aceh melakukan perlawanan, dengan
menyerang Portugis di wilayah Malaka. Upaya ini dilakukan untuk melakukan perluasan
dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu, namun ekspedisi ini gagal.

2.6 Kemunduran Kerajaan Aceh

Kemunduran Aceh ini semakin terlihat setelah Sultan Iskandar Tsani wafat yang kemudian
digantikan istrinya yaitu Sultanah Tajul Alam Syafituddin Syah, yang memerintah pada tahun
1641-1675. Dalam pemerintahan yang cukup lama selama kurang lebih 34 tahun kekuasaan
Aceh menjadi sangat lemah dimata daerah bawahannya. Wilayah Aceh yang meliputi daerah-
daerah tidak dapat lagi dikuasai oleh Sultanah sehingga Nampak seolah-olah tidak ada lagi
kekuatan untuk mempertahankannya. Hingga pada akhirnya banyak daerah bawahan yang
melepaskan diri dari kekuasaan Aceh.  Masalah yang lain pun mulai bermunculan. Seperti
halnya dalam masalah ekonomi yang semakin terpuruk akibat ulah pedagang-pedagang asing
yang semakin berkuasa dan sudah mulai menerapkan politik adu dombanya. Sementara situasi
dalam negeri sudah nampak tidak sehat karena para kapitalis semakin meraja lela dalam
penguasaan di bidang materi tanpa ambil peduli suasana perekonomian kerajaan yang sedang
dilanda resesi berat. 

Terpaksa Sultanah mengambil tindakan menjalin kerja sama dengan Belanda. Langkah ini
dilakukan semata-mata untuk mempertahankan Aceh dari gilasan dan serbuan kaum Kolonialis
Portugis sebagaimana yang terjadi di Malaka. Tanpa diperhitungkan terlebih dahulu bahwa niat
untuk memonopoli sudah bersarang di hati Belanda semenjak mereka menginjakkan kakinya
dibumi Nusantara ini, maka sikap Sultanah tersebut dijadikan suatu momentum untuk lebih
menancapkan cengkeraman kuku imperialisme Belanda yang dimulai di Aceh. hal ini terbukti
dengan berbagai fasilitas dan kesempatan yang diberikan secara leluasa kepada mereka. maka
akhirnya Belanda mendirikan kantor dagang mereka di Padang dan Salida. 

Walaupun tindakan Belanda itu akhirnya diperingatkan oleh Sultanah, namun rupanya mereka
sudah tidak menghiraukan peringatan tersebut. Sultanah Tajul Alam Syaflatuddin Syah wafat
tahun 1675 dan digantikan oleh sultan wanita Nurul Alam Nakiatuddin (tak jelas asal usulnya)
yang memerintah mulai tahun 1675-1678. Kehadirannya Sultanah belum bisa mengentaskan
kerajaan Aceh dari berbagai kemelut dan permasalahan internal maupun eksternal yang ada.
Begitu pula ketika digantikan oleh puterinya Raja Sertia, Aceh tetap dirundung kemelut yang
berkepanjangan. Baru setelah ulama-ulama dan tokoh masyarakat Aceh melancarkan perlawanan
terhadap kompeni pada tahun 1873-1904, seperti Habib Abdurrahman, Teuku Umar dan istrinya,
Cik Di Tiro. Panglima Polim dan lain-lain, kerajaan Aceh mulai naik lagi kharismanya. 

Dari permasalahan yang terjadi setelah kematian dari Sultan Iskandar Muda dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor penting yang mengakibatkan kemunduran kerajaan Aceh
Darussalam: kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal,
yang pertama diakibatkan oleh lemahnya sultan-sultan pengganti Sultan Iskandar Muda dalam
mengendalikan jalannya pemerintahan, yang berimbas lepasnya daerah-daerah yang berada di
bawah pengaruh Aceh dan berusaha berdiri sendiri sehingga lebih memudahkan pihak luar untuk
memecah belah persatuan. Kedua, banyaknya kaum kapitalis dalam negeri yang tidak pedulikan
lagi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh kerajaan terutama di bidang ekonomi akibat dan
sistem perekonomian yang diterapkan kaum kolonial. Kenyataan ini kemudian menyeret Aceh
mengambil sikap kompromi dengan Kompeni. 

Faktor eksternal, adanya campur tangan dari pihak Asing, baik secara langsung atau tidak
langsung. hal ini berawal dari kegagalan kerajaan Aceh menyerang Portugis yang berkedudukan
di Malaka pada masa akhir pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sebagai akibatnya para penerus
Sultan Iskandar Muda terpaksa memberi kelonggaran kepada Belanda untuk berdagang di
wilayah Aceh karena telah membantunya dalam penerangan Malaka. Campur tangan ini
akhirnya berlanjut terus menerus tanpa bisa ditolaknya oleh pewaris-pewaris tahta berikutnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesultanan Malaka (1402-1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh


Parameswara, seorang putra Melayu berketurunan Sriwijaya. Parameswara merupakan turunan
ketiga dari Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana (Sang Nila Utama),
seorang penerus raja Sriwijaya. Sang Nila Utama mendirikan Singapura lama dan berkuasa
selama 48 tahun. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya Paduka Sri Pekerma Wira Diraja
(1372-1386) yang kemudian diteruskan oleh cucunya, paduka Seri Rana Wira Kerma (1386-
1399).
Pada tahun 1401, Parameswara putra dari Seri Rana Wira Kerma, mengungsi dari
Tumasik setelah mendapat penyerangan dari Majapahit. Ibi kota kerajaan ini terdapat di melaka,
pada yang terletak pada selat Malaka. Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot
dan menjadi pelabuhan terpenting   di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Malaka
runtuh setelah ibu kotanya direbut oleh Portugis pada tahun 1511.

Daerah Selat Malaka sampai kapanpun tetap menjadi pusat perhatian bangsa-bangsa dan
negara  baik secara regional maupun Internasinal.
Bagi Indonesia sendiri Selat Malaka merupakan pintu gerbang yang mempunyai nilai-nilai
stratiges yang tinggi.

Dan dengan masuknya bangsa-bangsa Barat pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16,
Selat Malaka memiliki kedudukan sebagai  selat Internasional.

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

https://pendidikanmu.com/2020/08/kerajaan-malaka.html

http://widiyatmiko.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/51872/Kerajaan+Malaka.docx+1.
pdf

Anda mungkin juga menyukai