Anda di halaman 1dari 10

Nama : Andri Vincent Sinaga

: Doly Sait L. Simanjuntak


: Nofrida Sitompul
Kelas : IIIC/Teologi
Mata Kuliah : Management dan Hukum Gereja
Dosen Pengampu : Sherly Masnidar Pelawi, M.Th (Kelompok 6)

YESUS SEBAGAI TUHAN DAN KEPALA GEREJA (BAB II)


DAN
PEMERINTAHAN KRISTUS MELALUI FIRMAN DAN ROH KUDUS (BAB III)
OLEH: P. COERTZEN

I. PENGANTAR UMUM
Gereja hadir di dalam dunia ini bukan hadir dengan secara dirinya sendiri. Gereja
hadir atau ada oleh karena karya Allah di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus.
Adanya peran penting Allah Tritunggal di dalam hidup bergera ini. Yesus adalah kepala
gereja sekaligus sebagai pemerintah (memerintah) melalui Firman-Nya dan Roh Kudus.
Tatanan gereja ada berdasarkan firman-Nya melalui pekerjaan Roh Kudus. Kitab Suci
sebagai pedoman utama dalam kepenuhan Roh Kudus dalam menjalankan tugas panggilan
gereja, melalui hukum atau aturan gereja yang ada, yang sedemikian rupa disusun
berdasarkan pegumulan jemaat dan interpretasi Alkitab. Yesus adalah kepala dari tubuh-
Nya dan anggota tubuh-Nya adalah jemaat. Oleh karena Yesus adalah kepala gereja, maka
Dia jugalah yang memerintah melalui pelayan-pelayan gereja.

II. GAGASAN PENULIS


II.1. PERNYATAAN TESIS
Dalam hal ini, penulis yakni P. Coerzten membuat sebuah gagasan tentang apa
dan bagaimana itu Yesus sebagai Tuhan dan kepala Gereja berdasarkan persfektif
reform, kemudian juga penulis membuat gagasan tentang Pemerintahan Kristus firman
dan Roh Kudus, yang di mana Yesus Kristus adalah kepala (pemimpin, pokok anggur
yang benar) dan Yesus Kristus itu juga memerintah melalui Firman dan Roh Kudus di
dalam keberadaan gereja dan ruang lingkupnya.
II.2. RANGKUMAN GAGASAN UTAMA
II.2.1. Yesus Sebagai Tuhan dan Kepala Gereja
II.2.1.1. Fakta Kedaulatan Kristus
Coertzen menyatakan secara tegas bahwa Yesus Kristus adalah satu-
satunya Tuhan dan Kepala gereja yang adalah kebenaran telah diajarkan di
banyak tempat berdasarkan Kitab Suci seperti yang tertulis di dalam Efesus 1 :
20-23. Nats lainnya yang menyatakan tentang fakta kedaulatan Yesus Kristus
yakni dalam Wahyu 17:14, dikatakan di sana bahwa Dia adalah Tuhan segala
segala sesuatu dan Raja segala raja, sedangkan Kol 1:17 dan 18 menyatakan
dengan cukup eksplisit bahwa Tuhan Yesus adalah Kepala gereja. Hal ini terkait
dengan kedaulatan Tuhan atas seluruh ciptaan-Nya. Coertzen menghubungkan
antara Yesus dengan adam yang ke dua. Fakta bahwa Alkitab berbicara tentang
Kristus sebagai Kepala tubuh-Nya juga berarti bahwa, sebagai Adam kedua. Dia
menggabungkan gereja di dalam dirinya sendiri dan Dia lah yang berdaulat di
sana. Yesus yang adalah kepala gereja, Yasus yang adalah berdaulat juga
menunjuk pada kepemimpinan dan pemerintahan-Nya atas gereja.
Kristus adalah Tuhan yang benar dan sah atas segala sesuatu dan terutama
gereja, tubuh-Nya, Dia adalah penguasa gereja, yang memberi bimbingan dan
arahan, dan yang mengatur melalui Firman dan Roh. Oleh karena itu, seluruh
kehidupan dan kelangsungan hidup gereja bergantung pada hubungannya yang
berkelanjutan dengan Kristus, Tuhan dan Kepala gereja. Coertzen mengaitkan
gelar Yesus yang adalah Tuhan atau Kurios. Arti Kata Kurios adalah Dia yang
"memiliki kekuasaan, memiliki kekuatan hukum, berwibawa, kompeten,
berdaya, penting, tegas, prinsipal.” Dan semua itu ada di dalam Kristus.
II.2.1.2. Sifat Kedaulatan Kristus
Sifat kedaulatan pertama itu adalah bahwa kedaulatan yang dimaksud
di sini tidak hanya di dalam nama Kristus, namun juga erat kaitannya dengan
kedatangan-Nya kali kedua nantinya. Kedaulatan Kristus atas gereja adalah
kenyataan dan jika ada selain Tuhan Yesus yang menjadi kepala gereja itu
sebenarnya berarti bahwa gereja sedang tidak memiliki “kepala” atau
“pemimpin.” Oleh karena Kristus berdaulatatas gereja-Nya dan juga segala
sesuatu, maka memberi dampak bahwa semua kuasa lain tunduk kepada-Nya.
Kedaulatan Kristus atas gereja adalah kenyataan bahwa kedaulatan ini secara
langsung terkait dalam Ef 5:23, antara lain, dengan fakta bahwa Kristus adalah
Penebus tubuh-Nya. Namun itu adalah kedaulatan tertentu. Inilah yang disebut
Herman Ridderbos sebagai "... aanvangsrelatie, die voor heel het voortbestaan
bepalend" yang artinya “hubungan awal yang menentukan sisa keberadaannya.”
Sifat kedaulatan Kristus berbeda dengan sifat kedaulatan Kristus di
gereja dengan di dunia ini. Dia adalah penguasa alam semesta sekaligus Dia
adalah kepala gereja dalam kedaulatan-Nya. Yesus adalah kepala gereja
menunjukkan kepada keharidan-Nya yang sejati, sehingga tidak boleh ada orang
lain yang menggantikan-Nya. Coertzen menjelaskan berdasarkan Alkitab terkait
dengan hubungan Kristus dengan jemaat. Dia adalah pokok anggur, mereka
(kita) adalah ranting-ranting-Nya (Yoh 15: 5); Dia adalah Gembala yang Baik,
mereka adalah domba (Yohanes 10: 11-16); Gereja adalah tubuh-Nya (Rom 12:
5; 1 Kor 6:15; 12:12, 27; Ef 1: 22f .; 4:12, 16; 5:30; Kol 1:24 ; 3:15) dan Dia
adalah Kepala gereja (Ef 1:23 dan Kol 1: 18).
Fakta bahwa gereja disebut sebagai "kepenuhan dari Dia yang
memenuhi segalanya" dalam Efesus 1:23 juga mengedepankan fitur khusus dari
kedaulatan Kristus atas gereja dan karena itu juga berfungsi sebagai motivasi
khusus dan pedoman untuk hukum gereja dan pemerintahan gereja. Gereja
adalah tubuh Tuhan Yesus dan sebagai kepenuhan Kristus itu berarti bahwa
gereja adalah "wilayah atau ranah di mana ketaatan penuh kepada Kristus
"didemonstrasikan.” Pada akhirnya, Coerzten mengatakan bahwa melalui
kepenuhan kedaulatan Kristus atas gereja, kedaulatan-Nya atas setiap orang dan
segala sesuatu harus menjadi kekuatan dinamis utama dalam dan melalui
kehidupan umat manusia yang telah ditebus.
II.2.1.3. Bentuk yang Berbeda dari pemerintahan gereja atas Kedaulatan Kristus
Coerzten menyatakan bahwa mengenai kekepalaan Yesus Kristus
sudah banyak ditafsir secara berbeda dan dari sudut pandang yang berbeda. Bagi
Gereja Katolik Roma Kristus sebagai (adalah) kepala gereja yang berarti bahwa
Dia mengelola gereja melalui wakil-Nya di bumi, Uskup yang ada di dalam
gereja Roma. Demikian hal nya dengan Martin Luther juga memandang
pemerintahan Kristus dalam istilah yang sangat konkret. Baginya Kristus juga
adalah Kepala gereja-Nya yang eksklusif dan sangat pribadi tetapi secara rohani,
sehingga hanya gereja yang tidak kelihatan sebagai tubuh Kristus yang hidup
sepenuhnya melalui Roh-Nya yang memberi hidup. Dalam pandangan Luther
dan pengikutnya juga bahwa Kristus adalah Kepala dari gereja yang tidak
kelihatan, sedangkan pemerintahan dari gereja itu adalah yang kelihatan.
Menurut mereka, gereja berada di tangan para anggotanya. Gereja adalah sebuah
komunitas yang di dalamnya terdapat komisi-komisi atau pelayan yang bertugas
mengurus gereja demi tatanan luar.
II.2.1.4. Pandangan Teolog yang berbeda-beda tentang Kedaulatan Kristus
Coerzten mengemukakan gagasannya ini dengan mengkaitkannya
terhadap Calvin. Patut diperhatikan dan diungkapkan bahwa ketika Calvin mulai
membahas organisasi gereja dalam institusinya, dia berbicara mengenai tata
tertib yang melaluinya Tuhan menghendaki agar gereja-Nya dikelola. Kristus
adalah yang harus memerintah di dalam dirinya sendiri, dan di dalam dirinya
juga harus bertanggung jawab dan memiliki otoritas tertinggi, dan kekuasaan ini
harus diatur oleh firman-Nya sendiri. Sekalipun Yesus tidak berbicara secara
langsung kepada jemaat, maka Dia menggunakan pelayan untuk menyampaikan
firman-Nya.
Di sini Calvin ingin mempertahankan kedaulatan Kristus itu nyata di
dalam praktik-praktik gereja. Kristus memerintah gerejanya melalui kuasa dan
wewenang-Nya. Perlu dipahami dan diakui bahwa tubuh gereja akan menjadi
cacat dan tanpa kepala, jika jemaat tidak mengakui bahwa Allahlah yang
memerintah gereja-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, dengan mengangkat para
pelayan atas gereja-Nya, dan mengatur ekspansi dan ketertiban gereja. Coerzten
mengutip tulisan Calvin yang berkata “jadi untuk mengatakan pekerjaan
pengganti…., Bukan untuk menggantikan hak dan kehormatan-Nya bagi
mereka, melainkan untuk mengisi pekerjaan-Nya sendiri melalui mereka, sama
seperti seorang tukang menggunakan sebuah alat untuk melakukan pekerjaan-
nya”.
Coerzten juga mengemukakan pendapat dari teolog lainnnya, yakni Karl Barth.
Ketika Karl Barth berbicara tentang ordo gereja, dia memulai dengan
menunjukkan bahwa pertumbuhan dalam jumlah yang paling adil terjadi tanpa
suatu ketertiban atau setidaknya suatu bentuk tertentu. Perintah ini bukan hanya
protes terhadap kekacauan, tetapi juga penegasan tentang apa yang benar bagi
gereja. Titik dasar keberangkatan untuk tata tertib yang di dalamnya
pertumbuhan dari yang paling adil harus terjadi adalah bahwa harus ada
hubungan yang benar diantara landasan utama ajaran Kristen dan sekunder
dalam masyarakat yang setia. Ini berarti bahwa Yesus Kristus sebagai kepala
dari tubuhnya harus menjadi subjek aktif utama dibandingkan dengan
masyarakat sekunder yakni umat manusia yang setia. Gereja adalah suatu tempat
“yang di dalamnya Yesus Kristus adalah: Tuhan atas persekutuan orang-orang
suci, kepala dari tubuh-Nya ini, yang merupakan bentuk dari keberadaan-Nya
sendiri.” Sebagai bukti keberadaan gereja itu, hendaknya menanyakan diri
sendiri apakah sudah dibenarkan yang pada dasarnya dirinya disebut sebagai
gereja. Hal ini tentu tidak lepas dari hukum atau dasar gereja yang menata itu
secara baik.
Coerzten kembali menegaskan bahwa di sini Dia adalah kepala, Tuhan, subjek
utama yang bertindak. Dia adalah tentang iman jemaat, pemberi hidup jemaat,
pengakuan iman jemaay, pemberita kepada jemaat, Dia juga berada dan
berdaulat pada ketertiban dan hukum gereja. Teolog terakhir yang berbicara
mengenai kedaulatan Kristus ini, dikutip oleh Coerzten adalah Van Ruler. Dia
memiliki istilah “praesentia realis ipsius Chisti” yang apabila diartikan sebagai
“kehadiran sebenarnya diri Kristus sendiri.” Yesus Kristus adalah seorang
teladan, maka dari itu juga harus ada tindaknyata dari orang Kristen untuk
melaksanakan tugas panggilannya seperti dalam hal pemerintahan gereja. Van
Ruler membedakan antara pelayanan gereja dengan pelayanan Kristus, sebab
ada bahaya dalam hal mengidentifikasinya secara berbeda. Sesungguhnya
kehadiran Kristus dalam gereja-Nya dibuktikan setelah kenaikan-Nya ke surga,
jauh daripada kodrat manusia biasa. Kehadiran kristus ini menyiratkan lebih dari
sekadar kehadiran tubuh dan darah-nya dalam sakramen. Dalam pengertian
kehadiran kristus sendiri, bertindak secara pribadi dalam seluruh keberadaan
gereja. Gereja akan memiliki makna dan signifikansi hanya jika Kristus hadir di
dalamnya dan jika ada orang yang bertindak di dalamnya. Dalam pandangan
gereja reformed dan pemerintahannya, melandaskan kepada pengaruh Kristus
dan kekepalaan pribadi dari gereja-Nya menunjukkan dalam hukum gerejawi.
II.2.2. Pemerintahan Kristus Melalui Firman dan Roh Kudus
II.2.2.1. Firman
Coertzen memulai pembahasan ini dengan mengemukakan pernyataan
bahwa Kristus sangat dan satu-satunya peran utama dan penting di dalam gereja.
Kristus menggunakan Firman-Nya untuk mengatur Gereja-Nya, dan jika sesekali
gereja meninggalkan firman itu atau tidak lagi berlandaskan dengan firman
Tuhan, maka gereja tidak lagi memiliki dasar yang teguh dalam keberadaannya.
Tentunya gereja itu memiliki otoritas “di dalam” dunia ini. Otoritas gereja yang
bertindak juga terkait erat dengan suatu realitas atau fakta bahwa Kristuslah
yang mengatur gereja melalui Firman. Kristuslah yang mengatur dan
memerintah gereja melalui firman-Nya, sekalipun gereja berada di dalam dunia.
Ditambah lagi fakta bahwa gereja sebagai tubuh Yesus Kristus bukan hanya
sebuah asosiasi atau komunitas jemaat yang aturannya berupa tatanan yang
dibuat sendiri. Asal mula terdalam gereja terletak pada Allah Bapa yang bekerja
di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus. Maksudnya adalah Yesus Kristus
bekerja melalui roh Kudus di dalam suatu gereja. Di dalam gereja, adanya ikatan
perjanjian antara jemaat dengan Tuhan. Dia lah yang menetapkan sepenuhnya
dan seluruhnya aspek dan kelembagaan gereja itu, dan bukan jemaat sendiri.
Gereja ada oleh karena Tuhan, maka dari itu itu pemerintahan Gereja juga harus
dilakukan dengan ketaatan penuh kepada Firman Tuhan.
Coertzen menjelaskan bahwa jika jemaat serius tentang fakta bahwa
Kristus adalah Kepala Gereja, maka gereja harusnya sepenuhnya berkomitmen
untuk mewujudkan atau tugas panggilannya sepenuhnya dalam keberadaannya
sebenarnya. Pemerintahan Kristus melalui Firman juga bukan hanya kebenaran
teologis yang digunakan untuk memperdebatkan atau mengesankan antara satu
pihak dengan yang lain. Tidak boleh hanya menjadi profesi di atas kertas atau
soal kata-kata. Itu harus diungkapkan dalam urutan yang dirumuskan di gereja
serta dalam cara di mana gereja memecahkan masalah dan benar-benar
memenuhi panggilannya. Coertzen mengutip pernyataan Kuyper yang
mengatakan bahwa sangat diperlukannya Firman sebagai esensi gereja dengan
menunjukkan bahwa Tuhan menggunakan Firman untuk mengumpulkan umat
pilihan-Nya.
Ketika jemaat sedang berkumpul dalam ibadah dan berada di bawah
pemerintahan langsung Kristus, Firman itu harus didengar dengar sungguh-
sungguh melalui pelayan firman (Pendeta, penetua, dll). Misalkan saja
sakramen. Ketika sakramen dilakukan dan diberikan kepada jemaat, ini
sebenarnya tidak lain adalah Firman dalam “bentuk yang terlihat”, itulah
sebabnya banyak orang berpikir bahwa hanya seorang pelayan Firman yang
dapat mengatur sakramen melalui otoritas Kristus. Tidak ada jabatan gereja yang
memiliki otoritasnya “sendiri”. Inilah sebabnya mengapa jabatan penatua atau
diaken adalah bentuk-bentuk khusus pelayanan Sabda yang melaluinya
kedaulatan Kristus harus diwujudkan.
Tatanan yang dirancang gereja untuk dirinya sendiri juga harus dalam
pelayanan Firman, sama seperti pemerintahan Kristus melalui Firman harus
sepenuhnya dipelihara dalam aturan praktis tatanan gereja. Pemerintahan Kristus
melalui Firman harus diwujudkan di mulai dari hal terkecil dalam kehidupan
gereja. Misalkan saja, di dalam setiap pertemuan gereja, haruslah gereja itu
menempatkan diri di bawah Firman dan harus siap mengikuti jalan Firman.
Itulah mengapa juga tidak/bukan masalah untuk memanggil Nama Tuhan dalam
artian memuji, bernyanyi untuk Dia (menyembah Dia) di awal dan akhir
pertemuan. Faktanya ini berarti bahwa mereka yang hadir menyatakan
ketundukan mereka kepada pemerintahan Kristus melalui Firman-Nya.
Coertzen membicarakan juga bahwa di dalam penetapan hukum atau
aturan gereja dalam keterkaitannya dengan firman-Nya, maka haruslah
berdasarkan Kitab Suci, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung; pelayanan di dalam Ibadah, pekerjaan missionaris, disiplin gereja, dan
sebagainya. Secara tidak langsung; pengembanan jabatan, prosedur atau sifat
persidangan di dalam gereja dan sebagainya. Ketika terjadi reformasi di suatu
gereja, pastilah dan haruslah kembali kepada Alkitab/Firman. Coertzen dengan
tegas mengatakan bahwa setiap jemaat atau gereja yang benar-benar ingin
melayani Tuhan Yesus harus terikat pada Firman-Nya dan tidak memiliki
kebebasan untuk membimbing, mendirikan atau mereformasi gereja mana pun
menurut kebijaksanaan atau wawasan spiritual mereka sendiri (all back to bible
or His Word).
Di sini, Coertzen menghubungkan tatanan gereja dengan Kristus yang
memerintah melalui firman-Nya. Misalkan saja firman di dalam 1 Kor 14:33 dan
40 adalah penting karena menyangkut sifat tatanan gereja: Allah bukanlah
pembuat kebingungan tetapi perdamaian dan ketertiban (ayat 33). Itulah
sebabnya segala sesuatu harus dilakukan dengan sopan dan tertib dalam jemaat
(ayat 40). Sifat khusus dari tatanan gereja muncul dari fakta bahwa ayat 33
menghubungkan ketertiban dan perdamaian. Dari damai sejahtera yang dialami
Kristus dengan Tuhan mengalir suatu tatanan yang harus dipelihara oleh jemaat
sebagai perwujudan damai sejahtera dengan Tuhan dan sesama. Oleh karena itu
juga firman yang di ayat 40 yang menunjukkan bahwa seluruh kehidupan gereja
harus sesuai dengan tepat dan sesuai dengan perintah Tuhan.
Ada beberapa ayat firman Tuhan terkait dalam pemerintahan Kristus
terhadap gereja, misalkan: bagaimana sebenarnya sikap atau perilaku (cara
berpakaian) di dalam gereja (1 Kor 11), tentang perjamuan Kudus (komuni) di
dalam jemaat (Gal 5: 6; 1 Kor 9:14; juga Rom 15:27), tentang menjadi waspada
terhadap doktrin yang dapat menyebabkan perselisihan dan cara untuk bertindak
terhadap mereka yang menyebarkan doktrin tersebut (Roma 16: 17-18), dan dan
pada tugas jemaat untuk tunduk pada bimbingan mereka yang bertindak dalam
pelayan jemaat (1 Kor 16:15) dan adanya resolusi atau acuan kepada para
penetua di dalam gereja, dan sebagainya. Dari beberapa ayat tersebut, dapat kita
lihat bahwa melalui firman-Nya tatanan gereja sudah diatur sedemikian rupa.
Coertzen juga menyatakan bahwa antara hukum Tuhan itu melalui firman-Nya
sangat berhubungan dengan gereja.
Kitab Suci (frman-Nya) yang berkaitan berhubungan antara jemaat
lokal. Sampin adanya relasi tersebut hal ini juga akan menjadi kesaksian yang
kuat atas kesatuan gereja sebagai tubuh Kristus di seluruh dunia. Misalkan
bahwa Jemaat juga dipanggil untuk memperhatikan apa yang terjadi di jemaat
lain (2 Kor 9: 2f; Kol 4:16). Dalam artian sebagai bukti kesatuan anggota tubuh
Kristus itu. Jemaat diberikan tugas panggilan melalui oleh Yesus Kristus, maka
jemaat juga harus tunduk terhadap otoritas Yesus dalam menjalankan tugas
panggilan mereka.
Coertzen menyatakan bahwa ada satu sifat khas atau sesuatu yang khas
di dalam gereja, yakni berdasarkan Matius 18:15-20, di mana Tuhan Yesus
Sendiri memberikan pedoman kepada Gereja-Nya tentang cara bertindak
terhadap saudara yang berdosa. Dilanjutkan pada ayat yang ke 21-35 yang
membicarakan tentang bagaimana sikap gereja terkait hal itu. Adanya sikap
membimbing, memperhatikan, memberikan saran atau tatanan terhadap sesama
yang pada akhirnya menyesali dosa-dosanya. Gereja memiliki otoritas yang
berasal dari Kristus sendiri apalagi dalam hal menetapkan aturan dan juga
tindakan terhadap saudara yang jatuh di dalam dosa. Dan tentu gereja
mempercayai bahwa selama hal itu berlangsung, Yesus selalu menyertai.
Kristuslah yang memberikan karunia-karunia ini kepada jemaat-Nya
dan menempatkannya di dalam jemaat. Yang menjadi konlusi atau kesimpulan
tentang Kristus yang memerintah Gereja melalui firman-Nya adalah dimulai
dengan pertanyaan: “mengapa tatanan atau hukum untuk dan di dalam gereja?”
Jawabannya sangat sederhana yakni bahwa karena gereja adalah ciptaan Tuhan
yang unik, ia memiliki tatanan / hukum yang unik. Gereja adalah komunitas
yang Tuhan ingin pertahankan dengan cara tertentu. Pada akhirnya, itu hanyalah
refleksi manusia pada hukum Tuhan untuk gereja-Nya. Yesus Kristus
sebenarnya adalah Tuhan dan Kepala gereja setiap hari dalam kehidupan gereja.
II.2.2.2. Roh Kudus
Bertalian dengan firman, maka Coertzen menyatakan bahwa hanya
melalui Roh Kudus, maka Kristus dapat ditemukan dalam keagungan dan
kuasanya dalam Kitab Suci/Firman Tuhan. Pemerintahan gereja melalui jemaat
yang taat hanya pada firman itu harus dilakukan oleh jemaat yang berkomitmen
pada firman melalui Roh Kudus dan bagi mereka yang dikuasai oleh Roh Kudus
di dalam firman-Nya dalam ketaatannya kepada otoritas Kristus. Pemerintahan
gereja adalah pemerintahan spiritual tepatnya karena pemerintahannya berada di
bawah bimbingan dan dinaungi oleh Roh Kudus.
Secara fisik Kristus naik ke surga di mana dia duduk di sebelah kanan
Allah Bapa dan semua itu hanya dalam dan melalui Roh Kudus (Why 2:7; 11;
17, 29; 3: 6, 13, 22). Kristus Berbicara dan mengajar gerejanya melalui Firman
dan Roh Kudus (Yoh 14:26; 16:15, Kis 1: 2). Inilah alasan mengapa tidak ada
pembicaraan tentang pemerintahan gereja yang sejati di luar roh kudus dan tanpa
ketaatan pada firman. Hanya melalui Roh Kudus seseorang boleh dan oleh
karena itu juga gereja dapat tunduk di hadapan kekuatan dan keagungan Tuhan
Yesus Kristus (1 Kor 12:13).
Bagi gereja yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, haruslah
membaca Firman dan dipenuhi dengan Roh Kudus untuk mengerti dan
memahami Firman Tuhan itu. Yesus memerintah melalui Roh Kudus yang
adalah Allah yang berdaulat di dalam keberadaan-Nya. Melalui Roh Kudus
gereja diajar dan melalui Roh Kudus kedaulatan kuasa Yesus dinampakkan atau
nyata dalam realita kehidupan jemaat/gereja. Adanya relasi yang amat erat
diantara kedua-Nya. Karena itu, gereja dalam segala aspeknya harus senantiasa
sadar akan ketergantungannya pada pekerjaan Roh Kudus yang penuh belas
kasihan. Coertzen mengutip pernyataan seorang teolog Belanda A van de Beek,
bahwa Roh Kuduslah yang mempersatukan orang-orang sebagai Gereja Kristus.
Tata cara (aturan) dan institut gereja adalah sebagai hasil dari pekerjaan
Roh Kudus dan sebagai saksi, berdiamnya Roh Kudus dan juga bahwa dalam
pelaksanaan tata atau aturan gereja itu, tidak terlepas dari peran bimbingan Roh
Kudus. Diperlukan doa yang tidak jemu-jemu supaya Roh Kudus berdiam di
dalam gereja dan dapat membimbing melalui otoritas Yesus Kristus di dalam
firman-Nya. Dan pada akhirnya, Yesus yang memerintah melalui Roh Kudus.
Sebagaimana dicatat di dalam Efesus 1:22-23 “Dan segala sesuatu telah
diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada
jemaat sebagai kepala dari segala yang ada. Jemaat adalah tubuh-Nya, yaitu
kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.”

III. EVALUASI DAN REFLEKSI KRITIS


Berdasarkan pemaparan di atas, adapun yang menjadi evaluasi dan refleksi kritis
terkait dengan pembahasan ini adalah bahwa Gereja hadir sebagaimana Yesus pernah
hadir (nyata) di dunia ini. Gereja berdiri oleh karena kuasa Roh Kudus di dalam
kedaulatan Kristus. Kristuslah yang bedaulat di dalam gereja melalui firman dan Roh
Kudus. Yesuslah yang menjadi kepala dan pemerintahan-Nya nampak di dalam
pelayanan gereja melalui pekerjaan para pejabat atau pelayan gereja. Yesus Kristuslah
yang memiliki otoritas yang pada akhirnya diberikan kepada gereja-Nya. Tidak dapat
dipungkiri juga bahwa titik tolak pandangan gereja reformed terkait hal ini adalah bahwa
Yesus Kristus hadir di dalam gereja, walaupun secara tidak langsung, melainkan melalui
pelayanan pelayan di dalam gereja.
Antara hubungan Firman dan Roh itu tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan misi
Allah, perintah Allah bahkan tugas panggilan gereja. Yesus adalah kepala dan pokok
anggur yang benar dan jemaat adalah tubuh dan ranting-Nya. Jemaat tentu harus tunduk
kepada otoritas Kristus yang berdaulat di dalam pemerintahan-Nya kepada gereja-Nya.
Yesus yang menjadi teladan di dalam pekerjaan gereja-Nya dan melalui diri-Nya lah
gereja dapat semakin maju lebih berkembang. Gereja hidup di dalam Kristus melalui
pelayanan yang di tata di dalam hukum atau aturan gereja yang disusun sedemikian rupa.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Coertzen, P., Church and Order: A Reformed Perspective. Leuven (Belgium):
Bondgenotenlaan, 1998.

Anda mungkin juga menyukai