MODUL 3
ASUHAN KEPENATAAN
PRA, INTRA, PASCA ANESTESI
DAFTAR ISI
Hal
Pengantar Mata Kuliah:
A Asuhan Kepnataan Anestesi pada Pra Anestesi : ……..
B. Asuhan Kepenataan Anestesi pada Intra Anestesi : ………
C. Asuhan Kepenataan Anestesi pada Pasca Anestesi : ………
Daftar Pustaka
3
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan kepenataan anestesi merupakan suatu rangkaian kegiatan asuhan
secara komprehensif kepada pasien yang tidak mampu menolong dirinya
sendiri (Self care defisit ) dalam tindakan pelayanan anestesi pada Pre, Intra
intra anestesi yakni bekerja secara independen dan secara teratur dalam
berkolaborasi dengan ahli anestesi, ahli bedah dan tenaga profesioanal nakes
lainnya untuk melayani klien/pasien
Asuhan kepenatan anestesi merupakan suatu rangkaian kegiatan asuhan
secara komprehensif kepada pasien yang tidak mampu menolong dirinya
sendiri (Self care defisit ) dalam tindakan pelayanan anestesi pada Pre, Intra
intra anestesi dengan pendekatan metode asuhan kepenataan anestesi meliputi
pengakajian, analisa dan penetapan masalah, rencana intervensi, implementasi
dan evaluasi
III. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Curah pendapat
4. Simulasi
5. Pemutaran Film
5
MATERI I
ASUHAN KEPENATAAN PRE ANESTESI
2. Tujuan .
a. Mempersiapakan mental dan fisik pasien secara optimal dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan
lain.
b. Pemilihan teknik tindakan dan obat anastesi yang sesuai dengan keadaan
fisik dan kehendak pasien, untuk meminimalkan komplikasi
c. Menentukan klasifikasi pasien menurut ASA sesuai hasil pemeriksaan fisik
untuk mendapatkan gambaran prognosis pasien secara umum.
donor organ
Lambang E ditambahkan pada setiap kasus operasi
E
emergensi
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dialkukan dengan cara head to toe, meliputi:
(1) Breathing
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi,
lidah dan tonsil.
Apakah jalan nafas mudah tersumbat?
Apakah intubasi akan sulit?
Apakah pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau
mempunyai rahang yang kecil yang akan mempersulit
laringoskopi?
Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan
leher?
Apakah ada pembengkakan abnormal pada leher yang
mendorong saluran nafas bagian atas?
- Kaji frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung,
abdominal atau torakal. apakah terdapat nafas dengan
bantuan otot pernapasan (retraksi kosta).
- Kaji keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas
tambahan (stridor).
Blood
15
3) Intervensi / Implementasi
Secara umum intervensi yang dilakukan pada pasien pre anestesi, antara lain
Masalah : Cemas
a) Kunjungan pra operatif pada 1 hari sebelum tindakan operasi
b) Bantu pasien mengekspresikan perasaan untuk mengatasi
kecemasan
c) Berikan obat anti cemas sesuai program terapi kolaboratif dari
dokter spesialis anestesi, contohnya diazepam.
d) Berikan dukungan pada pasien untuk dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan pengertian tentang peran pasien pada post
pembedahan dan anestesi
e) Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis pembedahan
dan prosedur anestesi
f) Jelaskan tentang latihan aktivitas pasca operatif
4) Evaluasi.
Evaluasi tindakan asuhan kepenataan anestesi pre anestesi,
mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif
Masalah Cemas :
- Pasien tampak tenang dan tidak gelisah
- Pasien tampak asertif
- Pasien memahami tentang prosedur pembedahan dan
anestesi
5) Pendokumentasian
Mendokumentasikan dengan baik dan benar
20
URAIAN KOMPETENSI
1. PERSIAPAN ADMINISTRASI
1) Pengertian
Administrasi merupakan suatu bentuk usaha dan kegiatan yang berkaitan
dengan pengaturan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan (rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh asisten penata anestesi untuk mempersiapkan
tindakan pra anestesi).
2) Tujuan
- Membantu memudahkan pelaksanaan tugas pekerjaan
- Memberikan data/informasi
- Mengambil keputusan dalam pelaksanaan tugas selanjutnya
3) Administrasi yang disiapkan
a. Surat ijin pembedahan/anestesi
Surat ijin pembedahan/anestesi adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tujuan :
- Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan medis
dan tanggung jawab untuk keputusan tindakan medis berada pada
pasien
- Memberi perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik dapat
menimbulkan suatu risiko
c. Dokumentasi Surat Ijin Operasi
- Garis besar prosedur tindakan medis yang akan dilaksanakan
- Alternatif metode tindakan medis
- Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan
persetujuan.
- Mencantumkan tanggal, dan ditandatangani oleh pasien/ keluarga
dan seorang saksi dari perawat ruangan
d. Format Laporan
1) Laporan pembedahan/operasi
Suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan
ataupun pertanggungjawaban secara tertulis sesuai dengan
hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility)
melakukan pembedahan
2) Laporan anestesi
Suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan
ataupun pertanggungjawaban secara tertulis sesuai dengan
hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility)
melakukan tindakan anestesi
3) Tujuan Laporan :
21
I. Alat Anestesi
a. Scope
1) Stetoskop untuk mendengar suara paru dan jantung.
2) Laringo-scope. Pilih bilah atau daun yang sesuai dengan usia pasien.
lampu harus cukup terang.
a) Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
b. Tubes
1) LMA : Laryngeal Mask Airway
2) Pipa endotrakheal.
3) Airway device
Sarana aliran udara : Pipa mulut-faring ( Guedel, orotracheal
airway ) atau pipa hidung-faring ( naso-tracheal airway ). Pipa ini untuk
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah
tidak menyumbat jalan napas. Pipa orofaring atau nasofaring, untuk
mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada
pasien yang tidak di intubasi.
4) Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. Plester
untuk memfiksasi pipa endotrakheal setelah tindakan intubasi.
24
5) Introduser
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik ( kabel ) yang mudah
dibengkokan untuk memandu supaya pipa trakheal mudah dimasukan.
Stilet atau forsep intubasi (McGill) untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi
digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa
nasogastrik melalui orofaring.
Stilet
Magill Forceps
6) Conector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
7) Suction
Suction Pump dan Suction Catheter yaitu penyedot lendir, ludah dan
lain-lainya.
25
2. Peralatan monitoring
Alat Monitor merupakan alat yang diperlukan untuk memantau
keselamatan pasien dimulai dari premedikasi berlangsung hingga pulih, untuk
memonitor pasien selama operasi antara lain tingkat kedalaman anestesi,
efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta perubahan
respirasi, yang secara praktis yaitu tekanan darah, nadi, dan respirasi pasien
I. Mesin anestesi
1. Pengertian
Mesin anestesi adalah suatu alat yang digunakan untuk menyalurkan gas
atau campuran gas anastetik yang aman ke rangkaian anestesi yang
kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa gas dari pasien. ( Said.A
Latief, dkk, 2001)
2) Komponen 2
Sirkuit nafas: Aliran gas dari sumber gas berupa campuran
O2 dan gas anestesi akan mengalir melalui vaporizer. Campuran
gas yang lazim disebut aliran gas segar ini selanjutnya akan masuk
ke sirkuit nafas pasien.
3) Komponen 3
Sungkup muka atau pipa endotrakheal terdapat dalam berbagai
ukuran dan dapat terbuat dari bahan plastik maupun karet.
a) Sungkup muka:
Terdapat beberapa rancangan sungkup muka. Sungkup
muka dengan bahan transparan memungkinkan memantau uap
gas ekspirasi dan dapat mengenali terjadinya muntah dengan
segera. Sungkup muka dari bahan karet hitam dapat
menyesuaikan dengan bentuk wajah yang tidak biasa.
b) Pipa endotrakheal:
Digunakan untuk memberikan gas anestesi langsung ke
trakea dan memungkinkan untuk mengontrol ventilasi dan
oksigenasi. Pipa endotrakheal umumnya dibuat dari bahan polivinil
klorida dengan berbagai ukuran dan dapat dilengkapi dengan
balon atau tidak.
28
3) Vaporizer
Periksa bahwa vaporizer tersebut berisi, periksa juga sambungan-
sambungan yang ada dan putarlah tombol pada angka 0
4) SIB
Periksalah sambungan dan posisi magnet pada pompa
5) System pernafasan dan konector
Periksalah semua system pernafasan dan sambungannya
6) Katup pernafasan
Periksalah dengan melihat langsung pada katup, dimana daun katup
harus bergerak selama pernafasan
7) Periksalah kebocoran sirkuit
Kembangkan kantong pompa, sementara itu tutuplah penghubung
yang berhubungan dengan pasien dengan tangan, beri tekanan pada
bag sebesar 20-30 mmH2O, tidak boleh ada udara yang keluar
8) Periksa canester soda lime terisi penuh dan warna indikator tidak
berubah
9) Yakinkan sudah tersedia:
Face mask yang sesuai
Pipa oropharingeal yang sesuai
Laringoskop berfungsi baik dan cadangannya
Pipa endotrakheal yang sudah dicek kebocorannya
Periksa suction
Meja yang dapat diposisikan pada keadaan darurat
Obat-obat yang dibutuhkan
Alat persiapan lainnya
3. PREMEDIKASI
a. Penegertian
Premedikasi adalah pemberian obat - obatan sebelum tindakan anestesi
dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi
yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan
efek samping anestetikum.
b. Tujuan Premedikasi
1) Memberikan rasa nyaman kepada pasien: menghilangkan rasa kwatir,
memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesia dan
mencegah muntah
2) Memudahkan atau memperlancar induksi
3) Mengurangi dosis obat anestesi
4) Menekan refleks yang tidak diharapkan
5) Mengurangi sekresi saluran nafas, saliva
6) Mengurangi risiko aspirasi
7) Menaikan pH cairan lambung
31
b) Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta
merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
Tujuan Premedikasi
Menghilangkan Kegelisahan Diazepam
Memberikan Ketenangan Sedatif
Sebagai Analgetik Narkotika analgetik
Sebagai amnestik Diazepam, Tiosin
Mengurangi sekresi saluran pernafasan Sulfas Atropin, tiosin
Menurunkan pH dan produksi saluran
Antasida, ranitidine
cerna
Mencegah reflek vagal Sulfas atropin
Mencegah reaksi alergi Antihistamin, kortikosteroid
Memudahkan Induksi Pethidin, Morfin
Mengurangi dosis dan hasil ikutan
Narkotik- Hipnotik
anestesi
Metoklopamide,
Mencegah Mual, Muntah
Ondacenteron,dll
MATERI 2
ASUHAN KEPENATAAN INTRA ANESTESI
1. Pengertian
Asuhan kepenataan intra anestesi merupakan suatu rangkaian kegiatan
pemberian asuhan di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang secara
mandat oleh dokter spesialis anestesi selama anestesi yang dimulai sejak
pasien berada diatas meja operasi sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang
pulih sadar.
Asuhan ini meliputi melakukan induksi, melakukan intubasi, pemberian
obat anestesi dan ekstubasi.
2. Konsep Anestesiologi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya
“tidak atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk
merasa". Secara umum anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W.
Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestesi memenuhi tiga kriteria yang disebut dengan trias anestesi, meliputi
analgesi (hilang nyer)i, hipnotik (hilang kesadaran), berikut relaksasi (muscle
relaxant).
Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam bermacam-macam tindakan operasi. Anestesi dibagi menjadi dua
kelompok yaitu anestesia umum dan regional.
a. Jenis Anestesi
1) Anestesi Umum
a) Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran.
b) Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan.
1) Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai
keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi).
35
2) Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara
keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot.
c) Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
1) Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestesi sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat
dilakukan pada stadium ini.
2) Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya
kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi,
pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apneu dan hiperventilasi,
tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah,
midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati
karena dapat menyebabkan kematian.
3) Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan
sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana
yaitu:
Plana 1 :
Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada
dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot
mulai menurun).
Plana 2 :
Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidal menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah,
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang,
dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3 :
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot
semakin menurun).
36
Plana 4 :
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani
dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus
otot sangat menurun).
4) Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini
tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhimya
terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat
diatasi dengan pernapasan buatan.
2) Anestesi Regional
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat
anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid dan ekstradural epidural di
lakukan suntikan kedalam ekstradural, untuk mendapatkan analgesi setinggi
dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka.
a) Jenis Anestesi Regional
1) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. suntikan hanya
diberikan satu kali,
2) Epidural Anestesi
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. suntikan hanya
diberikan satu kali, obat diberikan terus-menerus melalui sebuah selang
kecil selama masih diperlukan.
3) Kombinasi Spinal Epidural
sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi
dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam
darah.
Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang
ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan
dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen
tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen.
Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan
sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak
mengiritasi saluran nafas.
Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal
sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
3) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau
digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip).
4) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml
larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat
digunakan larutan larutan 0,2%.
5) Ketamin
a) Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar dan relatif aman.
b) Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestesi dan kataleptik dengan
kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot
lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
c) Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah
jantung sampai ± 20%.
d) Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal.
e) Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.
f) Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam
hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh.
g) Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB
dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit.
h) Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula.
i) Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
6) Droperidol dan fentanil
a) Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak dipergunakan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik.
b) Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan
secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2
bila sudah timbul kantuk.
c) Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1
mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam.
d) Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada pasien
yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
7) Diazepam
a) Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus
dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak
42
gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas berbanding
terbalik dengan suhu.
Obat-obat lokal anestesi/ regional anestesi berdasarkan barisitas dan
densitas dapat di golongkan menjadi tiga golongan yaitu:
1) Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih
besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi
perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal
benar–benar hiperbarik pada semua pasien maka baritas paling rendah
harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt,
2011).
2) Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih
rendah dari berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan
serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi
normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum
tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain,
dibukain. (Gwinnutt, 2011).
3) Isobarik
Obat anestesi lokal isobarik bila densitasnya sama dengan densitas
cairan serebrospinalis pada suhu 37 0C. Tetapi karena terdapat variasi
densitas cairan serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk
semua pasien jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi
0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5% .
b. Anestesi Intravena
1) Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap
senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.
2) Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga
sangat cepat.
3) Secara umum, mekanisme kerjanya diberikan rumatan dengan anestesi
umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan
air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi
rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
e. Endokrin yaitu hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
1. Pengertian
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot
rangka atau untuk melumpuhkan otot yang dapat digunakan selama intubasi dan
pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas
intubasi.
untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg
IV.
2) Efek samping dan pertimbangan klinis
Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak
dengan miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada
penanganan rutin anak dan remaja.
Efek samping dari suksinilkolin adalah :
- Nyeri otot pasca pemberian
- Peningkatan tekanan intraokular
- Peningkatan tekakana intrakranial
- Peningkatan tekakanan intragastrik
- Peningkatan kadar kalium plasma
- Aritmia jantung
- Salivasi
- Alergi dan anafilaksis
3) Obat pelumpuh otot nondepolarisasi.
a) Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja
pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek
akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus
dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot
0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis
awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2
ml berisi 4 mg pavulon.
b) Atracurium
(1) Struktur fisik
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah
metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati
dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
(2) Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25
mg/kg initial, lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10
mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada
anak dibandingkan dewasa. Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc.
disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila
disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar
suhu ruangan.
(3) Efek samping dan pertimbangan klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
c) Vekuronium
(1) Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang
berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini
51
2) Onset cepat
3) Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat
diantagoniskan dengan obat tertentu
4) Tidak menginduksi pengeluaran histamin
5) Potensi
6) Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak
memiliki aksi farmakologi.
b) Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :
1) Ultra-short acting, contoh : suxamethonium
2) Short duration. Contoh: mivacurium
3) Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium,
cisatracurium
4) Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium,
pipecuronium.
c) Pelumpuh otot yang disarankan :
1) Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila
dikontraindikasikan dapat dipakai rocuronium
2) Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau
penyakit jantung parah)-vecuronium
3) Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium
ataumivacurium
4) Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
5) Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin
d) Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
1) Cegukan (hiccup)
2) Dinding perut kaku
3) Ada tahanan pada inflasi paru.
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada
dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot
mulai menurun).
Plana 2 :
Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah,
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang,
dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3 :
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot
semakin menurun).
Plana 4 :
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani
dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus
otot sangat menurun).
Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4.
Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung
berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada
stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
PK Disfungsi hepar
PK Disfungsi ginjal/perkemihan
PK Ketidakseimbangan elektrolit
PK Disfungsi metabolic
4.Evaluasi
Evaluasi tindakan asuhan kepenataan anestesi intra anestesi,
mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif
Evaluasi terhadap tanda-tanda hemodinamik, stabil atau tidak
5.Pendokumentasian
Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh
tindakan tercatat baik dan benar
3. Intervensi/Implementasi
1) Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan
teknik anestesi
2) Membantu pelaksanaan anestesi sesuai denagnprogram kolaboratif
spesialis anestesi
Rehidrasi : infus cairan elektrolit 1.000 – 1.500 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
Pre oksigenasi
3) Membantu pemasangan alat monitoring non invasif
58
4.Evaluasi
Evaluasi tindakan asuhan kepenataan anestesi intra anestesi,
mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif
Evaluasi terhadap tanda-tanda hemodinamik,stabil atau tidak
5.Pendokumentasian
Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh tindakan
tercatat baik dan benar.
60
INDUKSI ANESTESI
A. Pengertian
Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses tindakan untuk membuat pasien
dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan. Berbagai metode induksi dapat diberikan, antara lain : intravena,
intramuscular, inhalasi dan rectal.
Waktu induksi adalah waktu antara obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh
pasien sampai keadaan tidak ada refleks atau sudah tidak merasakan sakit (stadium
operasi). Waktu minimum periode induksi biasanya 10 menit apabila diberikan
secara intramuskular (IM) dan 20 menit apabila diberikan secara subkutan (SC).
B. Tanda Induksi
1. Gerakan tidak terkoordinasi,
2. Gelisah dan diikuti dengan relaksasi yang cepat serta kehilangan kesadaran.
I: Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
C: Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
2. Tujuan
a. Mengoptimalkan hemodinamik paru,
b. Mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat sehingga metabolisme
intra sellular berjalan lancar.
3. Persiapan alat :
a. Sumber oksigen (tabung) atau sumber oksigen sentral, siap pakai
b. Tabung pelembab (humidifier)
c. Pengukur aliran oksigen (flow meter)
d. Alat pemberi oksigen tergantung metode yang dipakai.
b. Induksi Intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
c. Induksi Inhalasi
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki
sifat-sifat :
1) Tidak berbau menyengat / merangsang
2) Baunya enak
3) Cepat membuat pasien tertidur.
Sifat-sifat obat tersebut dapat ditemukan pada halotan dan sevofluran.
Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak-anak yang belum terpasang
jalur vena atau pada orang dewasa yang takut dengan jarum suntik. Dosis
awal pemberian halotan dimulai dari 0,5 vol% sampai konsentrasi yang
dibutuhkan. Jika pasien batuk, konsentrasi halotan diturunkan untuk
kemudian dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan jika pasien
sudah tenang.
TINDAKAN INTUBASI
A. Pengertian
Intubasi endotrakheal adalah tindakan memasukan pipa endotrakheal kedalam
trakhea untuk menjamin pemberian gas anestesi agar dapat dilakukan
pembedahan/tindakan operasi.
B. Tujuan
1. Menjamin ventilasi, oksigenasi dan pemberian gas anestesi untuk menjamin
pasien yang dilakukan pembedahan.
2. Meminimalisasi komplikasi yang timbul akibat intubasi.
C. Jenis Intubasi
1. Intubasi oral : Endo Trakheal Tube (ETT)
a. Keuntungan : lebih mudah dilakukan, bisa dilakukan dengan cepat pada pasien
dalam keadaan darurat, resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil
b. Kerugian : tergigit, lebih sulit dilakukan oral hyangiene dan tidak nyaman.
2. Intubasi nasal : Nasal Trakheal Tube (NTT)
a. Keuntungan : pasien merasa lebih enak/ nyaman, lebih mudah dilakukan pada
pasien sadar, tidak akan tergigit
b. Kerugian : pipa endotrakheal yang digunakan lebih kecil, pengisapan sekret
lebih sulit, dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan, dan lebih sering
terjadi infeksi (sinusitis)
Kontra Indikasi Intubasi Endotrakheal
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan
adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
64
D. Persiapan Intubasi
1. Persiapan Alat STATICS
T : Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Pada orang dewasa dapat
menggunakan ukuran jari kelingking
Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan usia > 5 tahun
dengan balon (cuffed).
A: Airway : Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) dan pipa
hidung-faring (nasotracheal airway). Pipa ini untuk
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga
supaya lidah tidak menyumbat jalan napas
T : Tape : Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau
tercabut
I: Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea
mudah dimasukkan dan Magil Forceps untuk mengambil
benda asing di dalam rongga mulut.
C: Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
c. Dengan gerakan yang lembut, kantung AMBU Bag ditekan sampai dada
terangkat
d. VTP dilakukan sampai pasien TIDAK HIPOKSIA lagi yang bisa dilihat dari
Saturasi O2 yang baik atau tidak ada tanda sianosis di sentral maupun
perifer
e. Apabila dada tidak terangkat maka dilakukan manuver jalan nafas kembali
untuk membuka nafas
4) Penyulit Intubasi
a. Leher pendek dengan gigi geligi yang lengkap
b. Fraktur servical
c. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara
mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan
depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.
d. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.
e. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
f. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang
sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.
g. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi
kepala pada leher di sendi atlantooccipital.
h. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan
fleksi leher.
i. Ada masa di pharing dan laring
TINDAKAN EKSTUBASI
A. Pengertian
Ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukan
intubasi.
B. Tujuan
Ekstubasi bertujuan untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak
menimbulkan trauma, serta mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan
resiko setelah ekstubasi.
C. Kriteria
Kriteria ekstubasi yang berhasil bila :
1. PaO2 diatas 80 mm Hg
2. Kardiovaskuler dan metabolic stabil
3. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot
4. Reflek jalan napas sudah kembali (batuk, gag) dan pasien sudah sadar penuh.
3. Ekstubasi Dalam
a. Mematikan seluruh gas anestesi, kecuali N2O.
b. Memastikan efek pelumpuh otot sudah hilang, jika perlu berikan reverse
pelumpuh otot.
c. Memastikan pola nafas sudah reguler
d. Memastikan kapsitas otot pernafasan adekuat.
e. Melakukan suction untuk membersihkan secret atau darah di rongga mulut.
f. Mematikan seluruh gas,
g. Mengkempiskan balon (cuff) endotrakheal tube dan melakukan ekstubasi
h. Memberikan oksigen 6 - 10 L / menit. melalui sungkup muka hingga pasien
bangun
i. Setelah pasien bisa melakukan perintah sederhana (buka mata dan angkat
tangan) berikan oksigen kanul 3L / menit.
E. Penyulit Ekstubasi
Hal-hal yang dapat terjadi setelah ekstubasi :
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Edema laring akut karena trauma selam ekstubasi
OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigenasi paska anestesi merupakan pemberian oksigen sebagai suatu
intervensi medis, dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding yang terdapat
dalam udara untuk terapi dan pencegahan terhadap gejala dan menifestasi dari
hipoksia.
B. Tujuan
Untuk mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan asidosis
respiratorik.
C. Manfaat
Memperbaiki hemodinamik paru, kapasitas latihan, kor pulmonal, menurunkan
cardiac output, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki fungsi neuropsikiatrik,
mengurangi hipertensi pulmonal, dan memperbaiki metabolisme otot.
D. Indikasi Terapi Oksigen
Pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen. Gangguan respirasi pada paska anestesi paling sering
ditemukan di PACU, kebanyakan berhubungan dengan sumbatan jalan nafas,
hipoventilasi dan hipoksemia,
E. Sumbatan Jalan Nafas
1. Penyebab :
a. Tersering adalah pada pasien tidak sadar karena lidah jatuh ke belakang ke
pharing posterior.
b. Penyebab lain adalah spasme laring, udema glottis, sekresi, muntahan,
darah di jalan nafas, atau tekanan luar dari trakea (tersering karena
hematoma di leher).
1) Manifestasi klinis :
a) Sumbatan parsial jalan nafas biasanya diketahui dengan adanya
respirasi sonor.
b) Sumbatan total menyebabkan aliran udara terhenti, suara nafas
menghilang, dan ditandai dengan gerakan paradoksal dada (saat
inspirasi dada turun sedang perut naik).
2) Penatalaksanaan :
a) Manuver jaw thrust (mendorong rahang) dan memiringkan kepala akan
menarik lidah ke depan dan membuka jalan nafas.
b) Memasang pipa nasal atau oral
c) Jika manuver diatas gagal dipertimbangkan adanya spasme laring.
Karakteristik dari spasme laring adalah suara tinggi nyaring dan
mungkin juga diam jika glottis tertutup.
d) Suction untuk mengeluarkan sekret atau darah pada jalan nafas
71
F. Hipoventilasi
Hipoventilasi adalah PaCO2 > 45 mmHg, sering terjadi setelah anestesi umum
1. Penyebab
a. Karena efek sisa depresi dari agen anestesi terhadap pusat pernapasan.
kejadian hipoventilasi adalah ringan dan pada beberapa kasus dapat
diabaikan.
b. Nyeri sayatan dan disfungsi diafragma setelah pembedahan perut atas atau
dada, perut yang menggelembung, pakaian yang ketat perutnya.
c. Revers tidak adekuat, overdosis, hipotermi, interaksi farmakologi (misalnya
dengan antibiotik "mycin" atau terapi magnesium), perubahan farmakokinetik
(karena hipotermi, perubahan distribusi volume, disfungsi ginjal atau hati)
atau faktor-faktor metabolic (hipokalemia atau asidosis respiratorik) dapat
berespon terhadap sisa-sisa obat pelumpuh otot.
2. Manifestasi secara klinis
a. Tampak bila PaCO2 > 60 mmHg atau pH darah arteri < 7.25.
b. Tanda-tandanya bervariasi antara lain mengantuk yang berlebihan atau
lama, sumbatan jalan nafas, laju nafas pelan, takipnea dengan nafas
dangkal, atau sulit bernafas. Asidosis ringan sampai sedang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi, jantung iritabel (lewat stimulasi
simpatis), tetapi asidosis yang lebih berat menyebabkan depresi sirkulasi.
Jika curiga hipoventilasi yang bermakna, harus dilakukan analisa gas darah
arteri untuk menilai keparahan dan pemandu tata laksana selanjutnya.
c. Karakteristik depresi nafas karena opioid adalah laju nafas yang lambat,
sering dengan volume tidal yang besar.
d. Gerakan nafas yang tak terkoordinasi dengan volume tidal yang dangkal dan
takipnea biasanya jelas kelihatan.
e. Kenaikan produksi C02 karena menggigil, hipertermi, atau sepsis dapat juga
meningkatkan PaCO2 bahkan pada pasien normal yang pulih dari anestesi
umum. Tanda hipoventilasi dan asidosis respiratorik dapat dilihat jika factor-
72
G. Hipoksemia
Hipoksemia ringan adalah biasa terjadi pada pasien-pasien yang pulih dari
anestesi tanpa diberi oksigen selama pemulihan.
1. Penyebab
a. Peningkatan shunting intra pulmoner dari kanan ke kiri atau kedua-duanya
karena penurunan FRC relatif terhadap closing capacity
b. Penurunan FRC terbesar terjadi pada bedah perut atas atau dada.
c. Penurunan cardiac output atau kenaikan konsumsi oksigen
d. Tanda shunting intrapulmoner kanan ke kiri (Qs/Qt>15%)
e. Pemeriksaan radiografi ditemukan seperti atelektasis paru, infiltrat
parenkimal, atau pneumothorak yang luas.
f. Penyebab : karena hipoventilasi intraoperasi yang lama dengan volume
tidal rendah, intubasi endobronkial tak disengaja ke lobaris karena bronkus
tersumbat oleh sekresi atau darah, aspirasi paru, atau udema paru,
tekanan positif.
2. Penatalaksanaan :
- Terapi oksigen dengan atau tanpa tekanan positif jalan nafas
73
a) Head box
b) Sungkup CPAP (Continous positive airway pressure)
MONITORING PERIANESTESI
I. Pendahuluan
Pemantauan atau monitoring berasal dari bahasa latin “monere” yang
artinya memperingatkan atau memberi peringatan. Dalam tindakan anestesi harus
dilakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi terhadap
pemberian obat anestesi khusus terhadap fungsi pernafasan dan jantung. Hal ini
dapat dilakukan dengan panca indera petugas yaitu dengan meraba, melihat atau
mendengar dan yang lebih penting serta obyektif dengan alat. Morbiditas dan
76
mortalitas pada tindakan anestesi sebagian besar disebabkan oleh kelalaian atau
kurang cermat waktu melakukan pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan baik selain faktor manusia diperlukan juga
alat-alat pantau agar lebih akurat. Alat pantau berfungsi sebagai pengukur,
menayangkan dan mencatat perubahan-perubahan fisiologis pasien. Walaupun
terdapat banyak alat pantau yang canggih tetapi faktor manusia sangat
menentukan sekali karena sampai saat ini belum ada alat pantau yang dapat
menggantikan fungsi manusia untuk memonitor pasien. Alat pantau perlu
dipelihara dengan baik sehingga informasi-informasi yang didapat dari alat pantau
tersebut dapat dipercaya.
Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan
memeriksa pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi
fisikologis pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama
monitoring anestesi adalah diagnosa adanya permasalahan, perkiraan
kemungkinan terjadinya kegawatan, dan evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk
efektivitas dan adanya efek tambahan.
dipantau dengan baik. Bila ada kebocoran pada sirkuit maka alarm
akan berbunyi, sedangkan untuk oksigen jaringan dapat dipantau
dengan alat transkutaneus PO2, pemantauan non invasif dan kontinyu.
Pada bayi korelasi antara PO2 dan PCO2 cukup baik.
- End tidal CO2’
Korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan
paru normal.
Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk
memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien
manula, operasi arteri karotis.
Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, untuk pemantauan
non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk
memantau suara nafas dan bunyi jantung.
4) Suhu
Obat anestesi dapat memdepresi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga
mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Monitoring
suhu jarang dilakukan, kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan
tehnik anestesi dengan hipothermi buatan. Pemantauan suhu tubuh
terutama suhu pusat, dan usaha untuk mengurangi penurunan suhu
dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan bantal pemanas,
menghangatkan cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan
melembabkan gas-gas anestetika.
5) Cairan
Pemantauan terhadap status cairan dan elektrolit selama operasi dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah cairan atau darah yang hilang dan
jumlah cairan atau darah yang diberikan. Pengukuran ini harus benar-
benar cermat terutama pada pasien bayi karena mudah sekali terjadi
proses pelepasan panas melalui evaporasi, konduksi, radiasi.
Kebutuhan cairan selama operasi meliputi kebutuhan standar ditambah
dengan kebutuhan sesuai dengan trauma dan stress akibat operasi.
Kebutuhan standar :
a) Untuk anak
- BB : 0-10 Kg : 1000 ml/KgBB/24 jam
- 10-20 Kg : 1000 ml + 50 ml/KgBB/24 jam tiap Kg diatas 10 Kg.
- >20 Kg : 1500 ml + 20 ml/KgBB/24 jam tiap Kg diatas 20 Kg.
b) Untuk dewasa
- 40-50 ml/KgBB/24 jam
Kebutuhan karena trauma/stress operasi:
Pelepasan cairan intar operasi:
Bedah besar : 6 – 8 ml/kgBB
Bedah sedang : 4 – 6 ml/kgBB
Bedah kecil : 2 – 4 ml/kgBB
80
III. Perhatian.
Perawatan diruang pemulihan tidak kalah penting dibandingkan dengan
pengelolaan anestesi dikamar operasi, karena hampir semua dari penyakit serta
kematian dapat terjadi pasca bedah dan anestesi.
Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain :
1. Posisi penderita disesuaikan dengan jenis operasi, misal : abduksi untuk post
injection Moore prothese, fleksi untuk post supracondiler humeri.
2. Pengawasan bagian yang telah dioperasi, meliputi tekanan gips, balutan,
drainase, sirkulasi dan perdarahan.
3. Observasi adanya perdarahan, dapat diketahui dari perembesan, produksi drain,
hematom,cek Hb bila turun usahakan tranfusi, Laboratorium dan Rontgen foto.
4. Pengobatan luka atau medikasi, bisanya dikerjakan sehari setelah operasi
kecuali ada pesan khusus dari operator, misal pada operasi skin graft.
82
MATERI 3
ASUHAN KEPENATAAN PASCA ANESTESI
2. Tujuan
Mencegah berkembangnya penyulit yang tidak diinginkan yang dapat
mengakibatkan kematian atau perluasan penyakit yang sudah ada.
mencegah regangan jahitan lebih lanjut maka diatur posisi pasien yang
tidak menyumbat drain dan selang drainase.
Dapat terjadi hipotensi arteri ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainnya, maka pasien harus dipindahkan secara perlahan dan
cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat
tidur, gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus
segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi.
Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk
mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan
kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani
dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
2) Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat
sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat
untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
a. PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi,
b. Tersedia alat monitoring digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah
alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi,
peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan
suction.
c. Terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika
dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti :
apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander,
set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena,
torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi
kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
d. Tersedia tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta
memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan
dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk
84
2. Efek Anestesi :
a. Efek anestesi Umum
1) Efek terhadap kardivaskular
obat anestetik inhalasi cenderung meningkatkan tekanan atrium kanan
yang bergantung pada dosis dan sekaligus menggambarkan depresi
fungsi miokardium
Penurunan tekanan arteri
Penurunan curah jantung
Bradikardi mungkin terlihat pada halotan yang mungkin akibat depresi
langsung atas kecepatan atrium.
2) Efek terhadap sistem pernafasan
obat anestesi akan menurunkan fungsi pernafasan, meningkatkan
ambang apnoe (kadar PaCO2 turun dimana apnoe terjadi melalui tidak
adanya rangsangan pernapasan yang digerakkan oleh CO 2) dan
menurunkan respon ventilasi terhadap hipoksia.
Penurunan volume tidal
Peningkatan frekuensi pernafasan. .
3) Efek terhadap otak
Obat anestetik inhalasi menurunkan laju metabolic otot sehingga
meningkatkan aliran darah serebrum karena penurunan tahanan vaskuler
serebrum, yang kemudian akan meningkatkan volume darah otak yang
mengakibatkan meningkatkan tekanan intracranial.
Pusing
86
Kesadaran menurun
4) Efek terhadap ginjal
Obat anestetik menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus dan aliran
plasma ginjal, serta meningkatkan fraksi filtrasi. Semua obat anestetik
cenderung meningkatkan tahanan vascular ginjal. Penurunan aliran darah
ginjal selama anestesi umum akan mengganggu autoregulasi aliran darah
ginjal.
Dapat terjadi penurunan produksi urine
5) Efek terhadap hati
Obat anestetik inhalasi akan menurunkan aliran darah ke hati dan pada
umumnya berkisar antara 15 sampai 45 persen dari aliran darah sebelum
anestesi dilakukan.
6) Efek terhadap otot polos uterus
Obat Nitrogen oksida mempunyai efek yang kecil terhadap otot polos
uterus. Akan tetapi isofluran, enfluran, dan halotan relaksan otot uterus
yang kuat. Efek farmakologi ini akan menguntungkan bila diperlukan
relaksasi otot uterus yang kuat untuk memanipulasi janin intrauterine
selama persalinan. Sebaliknya, selama dilatasi dan kuretase pada abortus
teurapetik, obat anestetik tersebut mungkin dapat meningkatkan
pedarahan.
7) Efek terhadap gastrointestinal
Obat anestesi menyebeabkan penurunan motilitas usus sehingga dapat
rjadi mual dan muntah
8) Perdarahan
Inspeksi luka bedah terhadap perdarahan. Manifestasi klinis meliputi
gelisah, bergerak aktif, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi
meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti
pada posisi pasien syok.
9) Kenaikan Suhu
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 0 C yang diakibatkan
oleh:
a) Puasa terlalu lama
b) Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
c) Penutup kain operasi yang terlalu tebal
d) Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
e) Infeksi
f) Kelainan herediter (kelainan ini biasanya menjurus pada komplikasi
hipertermia maligna)
10) Hipertermia maligna
Hipertermi maligna sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi
akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama
87
4. Pengkajian Fisik
Pada saat melakukan pengkajian di ruang pulih, agar lebih sistematis
dan lebih mudah dapat dilakukan monitoring B6 yaitu :
a. Breath (nafas) : sistem respirasi
Pasien yang belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola nafas, tanda-
tanda obstruksi, pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas, pergerakan
rongga dada : apakah simetris atau tidak, suara nafas tambahan :
88
apakah tidak ada obstruksi total, udara nafas yang keluar dari hidung,
sianosis pada ekstremitas, auskultasi : adanya wheezing atau ronki, saat
pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan, jika tidak ada
keluhan : cukup diberikan O2, jika terdapat tanda-tanda obstruksi : diberikan
terapi sesuai kondisi (aminofilin, kortikosteroid, tindakan triple manuver
airway).
b. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer,
status hidrasi (hipotermi ± syok) dan kadar Hb.
c. Brain (otak) : sistem SSP
Penilaian kesadaran pasien dengan aldrete score pada orang dewasa dan
steward score pada anak
d. Bladder (kandung kemih) : sistem urogenitalis
Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan
urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada
kerusakan ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
e. Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis
Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-
tanda cairan bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung pasca-
operasi, obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya :
hepar, lien, pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien operasi mayor
sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena pasien
bernafas dengan diafragma.
f. Bone (tulang) : sistem musculo skeletal
Pada sistem musculoskletal dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna
kuku, perdarahan post-operasi, gangguan neurologis : gerakan
ekstremitas.
3. Rencana Intervensi/Implementasi
1. Mempertahankan jalan nafas
Mengatur posisi, suctioning dan pemasangan mayo/gudel
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan bantuan nafas melalui
ventilator mekanik atau nasal kanul, tensi, nadi, dan respirasi diukur secara
89
rutin setiap 5 menit selama 15 menit atau sampai stabil dan setelah itu setiap
15 menit, Pasang oksimetri nadi sampai sadar penuh
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Pemantauan akan balance cairan, pemantauan tekanan darah dan denyut
nadi, pemberian cairan plasma ekspander, tensi, nadi, dan respirasi diukur
secara rutin setiap 5 menit selama 15 menit atau sampai stabil dan setelah
itu setiap 15 menit
4) Pantau Jumlah perdarahan
Amati kondisi luka dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal, Amati jumlah perdarahan yang terjadi akan
menentukan transfusi yang diberikan.
5) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobsevasi untuk mengetahui keadaan
pasien
6) Mempertahankan kestabilan termoregulasi
Pantau suhu, suhu lingkungan yang stabil, tubuh dikompres es atau
alkohol, dan berikan selimut ekstra
7) Mempertahankan toleransi nyeri
Kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya
8) Mencegah resiko jatuh
Pasien post anastesi mengalami disorientasi dan beresiko besar untuk
jatuh, maka tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang
side rail.
4. Evaluasi
Mengevaluasi akan masalah yang telah diatasi antara lain :
Patensi jalan nafas tidak efektif
Ventilasi spontan
Tidak terjadi aspirasi
Sirkulasi spontan
Termoregulasi efektif
Hidrasi cairan terpenuhi
Tidak terjadi perdarahan
Nyeri ditoleransi
Tidak terjadi alergi
Tidak terjadinya bahaya jatuh
5. Pendokumentasian
1) Skoring
2) Sistem respirasi
3) Sistem kardiovaskuler/sirkulasi
4) Keseimbangann cairan
5) Termopregulasi
90
6) Sistem gastrointestinal
7) Sistem perkemihan
8) Nyeri
9) Pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan yang dipakai.
91
URAIAN KOMPETENSI
VENTILASI MEKANIK
1) Pengertian .
Ventilasi mekanik adalah ventilasi yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan
dengan bantuan mekanis.
2) Tujuan
a. Memperbaiki pertukaran gas (Mengatasi hipoksemia, Menurunkan
hiperkarbia, Memperbaiki asidosis respiratorik akut)
b. Mengatasi distress nafas (Menurunkan konsumsi oksigen, Menurunkan
beban kerja otot nafas)
c. Memperbaiki ketidakseimbangan (Membuka atelektase, Memperbaiki
compliance, Mencegah cedera paru lebih lanjut)
d. Kontrol eliminasi CO2 (Penderita dengan TIK meningkat)
e. Menurunkan kerja jantung (Gagal jantung)
f. Profilaksis (Pasca operasi bedah besar)
4. Klasifikasi
a. Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung
ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan
positif.
1) Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi
volumenya.
Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang
berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi
muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Saat ini sudah
jarang di pergunakan lagi karena tidak bias melawan resistensi dan
conplience paru, disamping itu ventlator tekanan negative ini digunakan pada
awal – awal penggunaan ventilator.
2) Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong
alveoli untuk mengembang selama inspirasi.
Ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu
bersiklus dan volume bersiklus.
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot
tidak begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui
nafas spontan biasanya tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada
pernafasan spontan tapi tidal volume dan/atau frekuensi nafas kurang
adekuat.
d. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan
pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-
otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
7. Setting ventilator
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm
RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar
10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah
8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari
compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal
mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK
cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan
dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien
menggunakan time cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan
oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada
awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi
kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan
ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan
AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan
volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
95
8. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada paru
1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara
vaskuler.
2) Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
3) Infeksi paru
96
4) Keracunan oksigen
5) Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
6) Aspirasi cairan lambung
7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
8) Kerusakan jalan nafas bagian atas
b. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena
akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik
dengan tekanan tinggi.
c. Pada sistem saraf pusat
1) Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal
akibat dari hiperventilasi.
2) Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
3) Peningkatan tekanan intra kranial
4) Gangguan kesadaran
5) Gangguan tidur.
d. Pada sistem gastrointestinal
1) Distensi lambung, illeus
2) Perdarahan lambung
e. Gangguan lainnya
1) Obstruksi jalan nafas
2) Hipertensi
3) Tension pneumotoraks
4) Atelektase
5) Infeksi pulmonal
6) Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan
7) Gastrointestinal.
8) Kelainan fungsi ginjal
9) Kelainan fungsi susunan saraf pusat
SUCTIONING
A. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri.
Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan
bantuan ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana
97
B. Tujuan
Untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang
batuk, mencegah terjadinya infeksi paru..
C. Indikasi
1) Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
- Pasien tidak mampu batuk efektif
- Di duga ada aspirasi.
2) Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :
- Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas
tambahan.
- Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas.
- Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.
3) Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
4) Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.
5) Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.
4. Kontra Indikasi
- Pasien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring
terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea
- Gangguan perdarahan
- Edema laring
- Varises esophagus
- Perdarahan gaster
- Infark miokard
E. Perispan Alat
1. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
2. Kateter penghisap steril dengan ukuran untuk dewasa, anak, bayi, neonatus
3. Pinset steril atau sarung tangan steril.
4. Cuff inflator atau spuit 10 cc.
5. Arteri klem.
6. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
7. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter.
8. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah
dipakai.
98
F. Prosedur.
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi :
a. Memutar tombol oksigen menjadi 100 %
b. Menggunakan air viva dengan memompa 4–5 kali dengan kosentrasi
oksigen 15 liter.
c. Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT.
3. Menghidupkan mesin penghisap sekresi.
4. Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan- lahan
dimasukakan ke dalam selang pernafasan melalui ETT.
5. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter
dimasukkan ke ETT.
6. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk
untuk mencegah trauma pada carina
7. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisap kemudian suction kateter
ditarik dengan gerakan memutar.
8. Mengobservasi hemodinamik pasien.
9. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara baging.
10. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.
11. Masukkan Nacl 0,9 % sebanyak 3-5 cc untuk mengencerkan sekresi.
12. Melakukan baging.
13. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terahir saat kateter berada
dalam ETT, sehingga sekresi yang lengket disekitar cufft dapat terhisap.
14. Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff infaltor setelah
ventilator dipasang kembali.
15. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan
desinfektan dalam tempat yang sudah disediakan.
16. Mengobservasi dan mencatat
a. Tensi, nadi, dan pernafasan.
b. Hipoksia.
c. Tanda perdarahan, warna, bau, konsentrasi.
d. Disritmia.
G. Komplikasi
1. Hipoksia / Hipoksemia
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
3. Cardiac arest
4. Arithmia
5. Atelektasis
99
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme
7. Infeksi nosokomial (pasien / petugas)
8. Pendarahan dari paru
9. Peningkatan tekanan intra kranial
10. Hipotensi
11. Hipertensi
H. Evaluasi :
1. Meningkatnya suara napas
2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran
pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal
volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang
bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ayem E, Bewes PC, Bion JF et al. Primary Anesthesia. Oxford: Oxford University
Press, 1986.
American Association of Nurse Anesthetists (AANA) .2016. Standards for Nurse
Anesthesia Practice
Dobson M.B, Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Jakarta. 1994
Daphne Stannard, Dina Krensichek. 2012. Perianestesi Nursing care : A Bedside
for Safety Recavery. St. Louis, Missouri
Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyaatuti, editor. Farmakologi
dan terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Iniversitas
Indonesia, 1995.
International Federation of Nurse Anesthetists (IFNA) . 2016 Standards for Nurse
Anesthesia Practice
Ikatan Penata Anestesi Indonesia ( IPAI ) 2016. Standar Praktik Penata Anestesi.
Jan Odom – Forren. 2009. Drain”s Perianestesi Nursing. Ed 6th . St. Louis,
Missouri
John J. Nagelhout, Karen L. Plaus. 2014. Nurse Anesthesia. Ed 5th . St. Louis,
Missouri
Latif, S. A, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua. Jakarta. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007
Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. Ed 5th Stamford:Appleton dan
Lange, 2013.
Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakuktas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1989
Permenpan RB No 11 Tahun 2017 tentang Jabatan Fungsional Penata Anestesi
Permenkes No 519 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Anestesi dan
Terapi Intensif di Rumah Sakit
Permenkes No 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
Permenkes No 18 Tahun 2016 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Penata
Anestesi