Anda di halaman 1dari 10

TUGAS HUKUM INTERNASIONAL

Analisis Modul Kuliah 7B


Cara Perolehan Kedaulatan Wilayah Darat

Dosen Pengampu : 
Prof. H. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D 
 Chloryne Trie Isana Dewi, S.H., LL.M.

Kelas E / Kelompok 12
Bonita Chika Angelica             110110190332
Ervanda Fairuz 110110190333
Nizda Azzima Fauzianti           110110190334
Muhammad Aldi Aqila 110110190335
Robby Fajar Imani N 110110190336

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
Problem Task

Pulau Rodina secara geografis terletak di perbatasan antara negara Phalida, Marinda, Buras
dan Indana. Penduduk pulau ini memiliki ciri fisik yang sama dengan penduduk negara-negara
tersebut, namun menggunakan bahasa yang cenderung mirip bahasa nasional negara Phalida
(penduduk di bagian Utara), Indana (penduduk di bagian selatan) dan Buras (penduduk di bagian
Barat). Masyarakat di pulau ini menjalankan kehidupan secara tradisional, termasuk dalam
pemerintahan dan pengelolaan sumber daya alam, ekonomi dan sosial. 

Dalam pemutakhiran peta negara-negara di PBB pada tahun 2020, Indana memasukan
Pulau Rodina sebagai wilayahnya atas dasar penarikan garis pangkal kepulauan berdasarkan
Konvensi Hukum Laut 1982 untuk menentukan wilayah kedaulatan negara dan klaim bahwa tahun
1890 pulau ini ditaklukan oleh kerajaan Mejamanis (yang merupakan bagian dari negara Indana) dari
penguasaan bangsa Spanyol.

Pelaporan letak pulau Rodina di wilayah Indana ini ditentang oleh Phalida yang mengklaim
bahwa pulau Rodina lebih dekat dengan Phalida dan merupakan pulau yang terbentuk akibat letusan
gunung api di wilayah laut teritorial Phalida. Selain itu, sebagian besar  penduduk Rodina
menggunakan bahasa dan mata uang Phalida. Sejak tahun 1930, Phalida melakukan pendataan
penduduk di wilayah utara Rodina dan memberlakukan hukum nasionalnya dalam urusan
pembukaan usaha perdagangan di wilayah tersebut. Marinda memberikan argumen bahwa Pulau
Rodina secara sejarah merupakan bagian dari Marinda yang dulunya merupakan wilayah jajahan
Perancis dimana pulau tersebut diserahkan oleh Spanyol kepada Perancis melalui perjanjian. Negara
Buras mengklaim bahwa Pulau Rodina adalah wilayahnya atas dasar wilayah lautnya sejak turun
temurun dijadikan sebagai wilayah tangkapan ikan dan sumber daya alam. Buras juga mengklaim
bahwa para pulau Rodina merupakan tempat persinggahan para nelayannya, sehingga Buras
mendirikan beberapa fasilitas umum seperti puskesmas, rumah ibadah dan penjualan bahan bakar
serta logistic (makanan dsb) bahkan pembudidayaan lobster. Selama melaksanakan kegiatan-
kegiatan tersebut, tidak ada satu negara pun yang menyatakan keberatan atas Tindakan Buras di
pulau Rodina yang telah berlangsung sejak tahun 1915 dan Buras pun tidak melakukan klaim
ataupun membuat pengumuman bahwa pulau Rodina adalah wilayahnya.

1. Apakah pulau Rodina dapat dikategorikan sebagai wilayah terra nullius?

Istilah terra nullius ini antara lain terdapat dalam putusan Mahkamah Agung Amerika
Serikat (“US Supreme Court”), dalam kasus State of New Jersey vs State of New York. Dalam putusan
ini, US Supreme Court menyebutkan: “Even as to terra nullius, like a volcanic island or territory
abandoned by its former sovereign, a claimant by right as against all others has more to do than
planting a flag or rearing a monument. Since the 19th century the most generous settled view has
been that discovery accompanied by symbolic acts give no more than "an inchoate title, an option,
as against other states, to consolidate the first steps by proceeding to effective occupation within a
reasonable time”

Sementara itu, dalam hukum internasional, terra nullius didefinisikan sebagai wilayah
tanpa kepemilikan atau wilayah yang tidak pernah menjadi milik negara berdaulat, atau tidak ada
negara berdaulat yang dapat mengklaim kedaulatan atas wilayah tersebut. Oleh karena itu,
kemungkinan besar terjadi konflik antar negara di wilayah daratan yang tidak sah.Konflik di wilayah
daratan yang tidak sah terutama terletak di perbatasan antara pulau terluar suatu negara dengan
negara tetangga. Konflik yang terjadi biasanya tumpang tindih di wilayah daratan yang tidak sah.
Atau muncul dalam bentuk saling klaim.Wilayah yang didiami oleh suku-suku atau rakyat-rakyat
yang memiliki organisasi sosial dan politik tidak dapat dikatakan sebagai terra nullius. Apabila suatu
wilayah daratan didiami oleh suku-suku atau rakyat yang terorganisir, maka kedaulatan wilayah
harus diperoleh dengan membuat perjanjian-perjanjian lokal dengan penguasa-penguasa atau wakil-
wakil suku atau rakyat tersebut.

Berdasarkan tugas di atas maka kawasan Rodina merupakan wilayah terra nullius daratan
karena tidak pernah dinyatakan sebagai bagian dari negara manapun, dan tidak pernah dinyatakan
merdeka. Wilayah Rodina memiliki populasi yang besar tetapi tidak ada organisasi sosial dan politik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa Rodina merupakan bagian dari
wilayah terra nulius, yang bukan merupakan tanah manusia dan bukan milik negara manapun.. Terra
nullius mungkin didiami oleh sekelompok penduduk, akan tetapi penduduk tersebut tidak memiliki
organisasi sosial dan politik.

2. Apakah Tindakan kerajaan Mejamanis terhadap Pulau Rodina pada tahun 1890 dapat
dibenarkan menurut hukum internasional sehingga dapat melegitimasi klaim Indana?

Berdasarkan hukum internasional, wilayah atau teritory sangatlah erat kaitannya dengan
kedaulatan (sovereignty) sebagaimana yang sudah dikemukakan oleh oppenheim yang mengatakan
bahwa “Sovereignty is founded upon the fact of territory. Without territory a legal person cannot be
a state”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penting sekali bagi suatu wilayah memiliki
kedaulatan karena kedaulatan berdasarkan hukum internasional mencerminkan kemerdekaan dari
suatu negara. Salah satu hal yang menjadi esensial atau mempengaruhi suatu negara bagi hukum
internasional adalah mengenai prinsip dan cara perolehan suatu wilayah. Dimana pada dasarnya
prinsip ini terbagi ke dalam 2 prinsip utama, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip uti possidetis. 1
Selain prinsip pendudukan wilayah secara efektif. hukum internasional mengenal beberapa cara
tradisional lainnya yang secara umum diakui dalam rangka memperoleh kedaulatan wilayah. Cara-
cara tersebut secara langsung memihki analogi dengan metode-metode yang terdapat pada hukum
perdata mengenai cara perolehan pemilikan pribadi. 2 Berdasarkan problem task yang sudah
dijabarkan diatas, maka tindakan Kerajaan Mejamanis terhadap Pulau Rodina pada tahun 1890
termasuk kedalam “annexation / aneksasi / penaklukan” karena dijelaskan bahwa Kerajaan
Mejamanis (yang merupakan bagian dari negara Indana) ini menaklukan Pulau Rodina dibawah
penguasaan Spanyol. Dimana penaklukan merupakan tindakan yang kejam (savage) dan agresif.
Namun kenyataannya banyak praktik-praktik agresi militer pada akhirnya diterima oleh sebagian
besar komunitas Internasional melalui pengakuan (recognition). Sejarahnya, pada abad ke 19 tidak
ada satupun kebiasaan internasional yang membatasi hak Negara untuk berperang, dengan begitu
penaklukan dan penggunaan kekerasan merupakan sesuatu yang pasti (inevitably) diperbolehkan
oleh hukum internasional kontemporer. 3 Penaklukan suatu Negara kemudian menguasai semua
wilayah dari Negara itu, tidak secara langsung melahirkan hak atas wilayah tersebut. Dalam kasus
tertentu yang dapat diberikan hak kemenangan atas suatu penaklukan hanya dapat dianugerahkan
kepada kaum pemberontak, namun hak atas wilayahnya masi tetap milik Negara yang ditaklukkan.
Penggunaan kekerasan dilarang dalam semua sistem hukum, sebagai contoh dalam UN Charter
padal 2 ayat (4), namun penggunaan kekerasan diperbolehkan dalam hal perlindungan diri (self
defence). Terlepas dari hal di atas, dalam ilmu hukum internasional klasik, penggunaan kekerasan
dan penaklukan diperbolehkan. Penaklukan pada akhirnya berhasil diakui sebagai suatu proses
pendudukan wilayah secara sah terjadi apabila perang telah usai dan pemenang perang telah
ditentukan, ini merupakan implikasi dari teori bahwa penguasaan suatu wilayah tertentu yang
dianeksasi mulai efektif ketika tidak ada satu kesempatan pun dari Negara yang ditaklukkan untuk
dapat kembali meraih wilayahnya.4
1
Achmad Gusman Catur Siswandi,Teori Kedaulatan-Kedaulatan Negara dan Hak Berdaulat, Indonesian Center for International Law
UNPAD, 2020, diakses melalui laman https://www.youtube.com/watch?v=xAPsYzmZ7vU pada 11/11/2020.
2
 J.G. Starke: Introduction  Internaltional Law. London: Butterworth & Co (Puhlishers). 1989.
3
Malcolm Shaw, International Law 6th Edition, hal 500.
4
Ibid
Namun demikian, pada zaman sekarang model penaklukan sudah sangatlah dilarang
(strictly prohibited), hal ini ditekankan dalam resolusi 242 Dewan Keamanan PBB tentang
ketidaksahan penguasaan wilayah dengan peperangan, yang menyatakan: “The territory of a state
shall not be the object of acquisition by another state resulting from the threat or use of force. No
territorial acquisition resulting from the threat or use of force shall be recognized as legal”.
Walaupun demikian, proses pendudukan wilayah masih saja dapat dilakukan dengan cara
penaklukan ataupun penggunaan kekerasan, namun perlu tindakan lanjutan yang sifatnya khusus
oleh hukum internasional, entah itu dengan perjanjian cessie, ataupun dengan pengakuan secara
internasional.5 Hal ini merupakan efek dari banyak Negara-negara yang tidak sepenuhnya mematuhi
aturan-aturan Internasional. 

Dengan demikian atas seluruh teori serta kebijakan yang sudah dijelaskan pada pernyataan
diatas, dapat disimpulkan bahwa Tindakan kerajaan Mejamanis terhadap Pulau Rodina pada tahun
1890 dapat dibenarkan menurut hukum internasional sehingga dapat melegitimasi klaim Indana
karena tindakan tersebut terjadi pada abad ke 19 yang dimana pada abad itu tidak ada satupun
kebiasaan internasional yang membatasi hak Negara untuk berperang, dengan begitu penaklukan
dan penggunaan kekerasan merupakan sesuatu yang pasti (inevitably) diperbolehkan oleh hukum
internasional kontemporer. Namum, apabila kasus serupa terjadi pada masa kini maka tentunya hal
itu akan menjadi terlarang dan melanggar ketentuan dari hukum internasional dikarenakan sudah
adanya resolusi 242 Dewan Keamanan PBB tentang ketidaksahan penguasaan wilayah dengan
peperangan.

3. Bagaimanakah penerapan prinsip uti possidetis dalam kasus di atas?

Uti Possidetis juris merupakan suatu prinsip dalam hukum Internasional yang menyatakan
bahwa teritori dan properti lainnya tetap berada di tangan pemiliknya pada akhir konflik, kecuali jika
hal yang berbeda diatur oleh suatu perjanjian. Apabila perjanjian tersebut tidak termasuk kondisi
tentang kepemilikan properti dan wilayah diambil selama perang, maka prinsip uti possidetis akan
berlaku.6 Asas ini mengakar dari hukum Romawi dan berasal dari frase Latin "ita possideatis”, yang
berarti "Anda dapat tetap memiliki apa yang Anda miliki". Prinsip ini memungkinkan pihak yang
berperang untuk mengklaim wilayah yang telah direbut selama perang. Pada prinsipnya batas-batas
wilayah suatu negara baru akan mengikuti batas-batas wilayah dari negara yang menduduki nya hal
ini antara lain juga ditegaskan di dalam “Komisi Arbitrase Yugoslavia” yang menetapkan bahwa tidak
ada perubahan wilayah pada saat adanya kemerdekaan negara-negara baru kecuali jika misalkan
negara yang bersangkutan mengadakan persetujuan dan sebaliknya dan juga hal ini diungkap dalam
“The Land, Island and Maritime Frantier Dispute Case” yang menyatakan bahwa perubahan
perbatasan wilayah dapat terjadi karena adanya putusan pengadilan atau perjanjian perbatasan. 7
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan prinsip uti possidetis dalam kasus diatas
dapat ditemukan di dalam pernyataan Negara Buras yang mengklaim bahwa Pulau Rodina adalah
wilayahnya atas dasar wilayah lautnya sejak turun temurun dijadikan sebagai wilayah tangkapan
ikan dan sumber daya alam. Buras juga mengklaim bahwa para pulau Rodina merupakan tempat
persinggahan para nelayannya, sehingga Buras mendirikan beberapa fasilitas umum seperti
puskesmas, rumah ibadah dan penjualan bahan bakar serta logistic (makanan dsb) bahkan
pembudidayaan lobster. Namun sebenarnya sebelum adanya pertentagan tentang masalah
kedaulatan ini Negara Buras dinyatakan belum melakukan peng klaim-an terhadap Pulau Rodina,

5
Ibid, hal. 502.
6 Uti possidetis Law & Legal Definition". USLegal, Inc. (uslegal.com). Diakses pada tanggal 11 November 2020 pada pukul 00.17

7
Achmad Gusman Catur Siswandi,Teori Kedaulatan-Kedaulatan Negara dan Hak Berdaulat, Indonesian Center for International Law
UNPAD, 2020, diakses melalui laman https://www.youtube.com/watch?v=xAPsYzmZ7vU pada 11/11/2020.
sehingga unsur adanya niatan untuk mendaulatkan wilayah tersebut tidak dapat terpenuhi.
Selanjutnya dapat ditemukan juga didalam kasus posisi yang diceritakan mengenai Spanyol yang
menduduki wilayah Pulau Rodina yang kemudian ditaklukan oleh Kerajaan Mejamanis dan
memberikan wilayah kekuasaanya (cessi) kepada Perancis. Maka, dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah sebelumnya atas wilayah tersebut ialah Negara Spanyol.
Sehingga, dalam penerapan prinsip uti possidetis sebagai kebiasaan Hukum Internasional kekuasaan
selanjuutnya adalah dengan cara mengikuti batas-batas peninggalan Spanyol atas wilayah tersebut.

4. Bagaimanakah penerapan prinsip effective occupation dalam kasus di atas?

Prinsip effective occupation dalam kasus diatas adalah ketika menyebutkan bahwa “Dalam
pemutahiran peta negara-negara di PBB pada tahun 2020, Indana memasukan Pulau Rodina sebagai
wilayahnya atas dasar penarikan garis pangkal kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982
untuk menentukan wilayah kedaulatan negara”. Karena,effective occupation memiliki pengertian
bahwa tindakan atau doktrin hukum internasional ini adalah sebagai tindakan administratif
penguasaan satu wilayah dan bukan merupakan tindakan penduduk secara fisik. Dan dikalimat
tersebut,terlihat jelas diatas dara penarikan garis pangkal kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum
Laut 1982 yang merupakan tindakan administratif penguasaan suatu wilayah.

5. Jelaskan jenis cara-cara perolehan wilayah yang dilakukan oleh masing-masing negara
disertai pembuktian unsur-unsurnya berdasarkan informasi fakta di atas!

Indana melakukan klaim menggunakan prinsip Occupation. Ditinjau dari kalimat “Dalam
pemutahiran peta negara-negara di PBB pada tahun 2020, Indana memasukan Pulau Rodina sebagai
wilayahnya atas dasar penarikan garis pangkal kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982
untuk menentukan wilayah kedaulatan negara” dan juga menggunakan cara Conquest karna prinsip
dari conquest sendiri adalah Penaklukan suatu Negara kemudian menguasai semua wilayah dari
Negara itu, tidak secara langsung melahirkan hak atas wilayah tersebut. Ditinjau dari kalimat “Klaim
bahwa tahun 1890 pulau ini ditaklukan oleh kerajaan Mejamanis (yang merupakan bagian dari
negara Indana) dari penguasaan bangsa Spanyol.”

“Phalida yang mengklaim bahwa pulau Rodina lebih dekat dengan Phalida dan merupakan
pulau yang terbentuk akibat letusan gunung api di wilayah laut territorial Phalida.”dikalimat ini
menjelaskan cara peroleh an wilayah dengan cara Accretion. Pengertian accretion sendiri adalah
Akresi merupakan penambahan wilayah secara alamiah (geographical process) yang terbentuk dan
bersatu dengan wilayah yang telah ada. Cara ini menunjukkan bahwa tidak ada pemilik sebelumnya
dari penambahan wilayah tersebut, yang artinya wilayah yang muncul tersebut adalah sesuatu yang
baru.Marinda melakukan klaim dengan cara Cessie. Cara ini merupakan pemberian hak atas suatu
wilayah kedaulatan antara satu Negara dengan Negara lain yang dilakukan dengan sebuah perjanjian
damai hasil sebuah peperangan antara keduanya. Dilihat dari kalimat “Marinda yang dulunya
merupakan wilayah jajahan Prancis dimana pulau tersebut diserahkan oleh Spanyol kepada Perancis
melalui perjanjian.”

Negara Buras mengklaim dengan cara atau prinsip Prescription. Ditinjau dari
pengertiannya, preskripsi adalah tindakan dimana Negara pengakuisi melakukan suatu kegiatan yang
secara terus menerus atas suatu wilayah milik Negara lain, namun Negara secara tidak langsung
menyetujui tindakan tersebut dan tidak menentang (presumed acquiescence) tindakan yang
dilakukan Negara pengakuisisi. Ditinjau dari kalimat “bahwa Pulau Rodina adalah wilayahnya atas
dasar wilayah lautnya sejak turun temurun dijadikan sebagai wilayah tangkapan ikan dan sumber
daya alam.” Secara tidak langsung disebutkan bahwa Buras telah melakukan kegiatan secara terus
menerus walaupun wilayah tersebut dirasa sudah diklaim oleh negara lain. Menurut Malanzcuk,
efective control harus dibarengin dengan acquiescence atau pengakuan secara diam-diam, yang
mana biasanya dilakukan dengan tindakan tidak memprotes.Bukti dari penggunaan prinsip ini adalah
kalimat “Selama melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, tidak ada satu negara pun yang
menyatakan keberatan atas tindakan Buras di pulau Rodina yang telah berlangsung sejak tahun 1915
dan Buras pun tidak melakukan klaim ataupun membuat pengumuman bahwa pulau Rodina adalah
wilayahnya.” Dimana tidak ada satu negara pun yang protes dengan kegiatan yang dilakukan oleh
Buras.

6. Berdasarkan cara-cara perolehan wilayah dan prinsip-prinsip yang berlaku, siapakah yang
paling berhak mengklaim pulau Rodina sebagai wilayah kedaulatannya?

Dalam suatu sengketa terkait klaim suatu wilayah, terdapat beberapa pertimbangan untuk
menentukan negara manakah yang berhak atas wilayah yang menjadi sengketa. Prinsip perolehan
wilayah dalam hukum internasional pada umumnya didasarkan atas dua hal, yaitu argumen atas
dasar perjanjian internasional yang sudah ada sebelumnya dan juga argumen atas dasar praktek-
praktek negara.8

Dalam sengketa Pulau Sigitan dan Sipadan, Malaysia memenangkan kasus ini atas dasar
prinsip effective occupation telah dilakukan oleh malaysia yang diwujudkan dengan adanya the 1917
Turtle Preservation Ordinance. Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Phalida. Sejak tahun
1930, Phalida telah menerapkan hukum nasionalnya dalam urusan pembukaan usaha perdagangan
di wilayah tersebut. Selain itu, terdapat pula pendataan pendudukan wilayah Rodina yang dilakukan
secara terus menerus oleh Phalida. Dengan ini, maka dapat dikatakan bahwa berdasarkan prinsip
doktrin effective occupation, Phalida adalah negara yang paling berhak atas klaim dari wilayah Pulau
Rodina yang menjadi sengketa.

7. Bagaimanakah solusi yang dapat anda berikan terkait kasus di atas berdasarkan hukum
internasional?

Berdasarkan hasil pemaparan diatas diketahui bahwa Status Pulau Rodina menurut hukum
internasional adalah menjadi sengketa, karena negara Phalida, Marinda, Buras dan Indana sama-
sama mengklaim Pulau Rodina sebagai wilayah mereka. Dalam kasus tersebut menjelaskan bahwa
Pulau Rodina yang terletak di perbatasan negara Phalida, Marinda, Buras, dan Indana. Keempat
negara tersebut ingin mengklaim Pulau Rodina dengan argumennya masing-masing yaitu:
a) Indana

-  Mengklaim bahwa Rodina diklaim wilayahnya berdasarkan penarikan garis


pangkal kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982.

-  Tahun 1980, pulau Rodina ditaklukan kerajaan Mejamanis (bagian negara


Indana) dari penguasaan Spanyol.

b)    Phalida

-  Phalida mengklaim bahwa Rodina lebih dekat dengan Phalida dan


merupakan pulau yang terbentuk karena letusan gunung api di wilayah laut territorial
Phalida.

-  Tahun 1930, Phalida mendata penduduk di wilayah Utara Rodina dan


memberlakukan hukum nasionalnya dalam membuka usaha perdagangan di wilayah
tersebut.
8
Yusuf, Adijaya, 2003, Penerapan Prinsip Pendudukan Efektif dalam Perolehan Wilayah : Prespektif Hukum Internasional, Jurnal Hukum
dan Pembangunan No. 1 Tahun XXXIII
c)     Marinda

-  Berdasarkan sejarah, merupakan bagian dari Marinda, karena dulu


merupakan wilayah jajahan Prancis dimaa pulau tersebut diserahkan oleh Spanyol
kepada Perancis melalui perjanjian.

d)    Buras

-  Diklaim oleh Buras karena pulau Rodina sejak turun temurun digunakan
sebagai wilayah tangkapan ikan dan SDA.

-  Tempat persinggahan nelayan, sehingga Buras mendirikan beberapa fasilitas


sejak tahun 1915.

-  Tidak ada yang menyatakan keberatan atas tindakan Buras di Pulau Rodina.

Secara umum ada beberapa cara untuk menyelesaikan sengketa internasional:


1.  Arbitrase

Arbitrase adalah sebuah salah satu cara alternatif penyelesaian sengketa yang telah
dikenal lama dalam hukum internasional. Dalam penyelesaian suatu kasus sengketa internasional,
sengketa diajukan kepara para arbitrator yang dipilih secara bebas oleh pihakpihak yang
bersengketa. Konvensi Den Haag Pasal 37 Tahun 1907 memberikan definisi arbitrasi internasional
bertujuan untuk menyelesai sengketa-sengketa internasional oleh hakim-hakim pilihan mereka dan
atas dasar ketentuan-ketentuan hukum internasional. Dengan penyelesaian melalui jalur arbitrasi ini
negara-negara harus melaksanakan keputusan dengan itikad baik. Hakikatnya arbitrasi ialah
prosedur penyelesaian sengketa konsensual dalam arti bahwa penyelesaian sengketa melalui
arbitrasi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan negara-negara bersengketa yang bersangkutan.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrasi dapat dilakukan dengan perbuatan suatu compromise,
yaitu penyerahan kepada arbitrasi suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu
klausul arbitrasi dalam suatu perjanjian sebelum sengketa lahir (clause compromissoire).

2.  Negosiasi

Negosiasi atau perundingan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk dapat mempelajari
dan merujuki mengenai sikap yang dipersengketakan agar dapat mencapai suatu hasil yang dapat
diterima oleh para pihak yang bersengketa. Apa pun bentuk hasil yang dicapai, walaupun
sebenarnya lebih banyak diterima oleh satu pihak dibandingkan dengan pihak yang lainnya.
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu Teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional
dan paling sederhana. Dala Teknik penyelesaian sengketa tidak melibatkan pihak ketiga dan hanya
berfokus pada pertukaran-pertukaran pendapat atau usul-usul antar pihak yang bersengketa untuk
mencari kemungkinan tercapainya penyelesaian sengketa secara damai, sedangkan pokok
perundingan biasanya merupakan apa yang menjadi pokok dari sengketa internasional

3. Mediasi

Mediasi sebenarnya merupakan bentuk lain dari negosiasi sedangkan yang


membedakannya adalah terdapat keterlibatan pihak ketiga. Dalam hal pihak ketiga yang hanya
bertindak sebagai pelaku mediasi atau mediator komunikasi bagi pihak ketiga untuk mencarikan
negosiasi-negosiasi, maka peran dari pihak ketiga disebut sebagai good office. Seorang mediator
merupakan pihak ketiga yang memiliki peran yang aktif untuk mencari solusi yang tepat untuk
melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak pihak yang bertikai dan untuk menciptakan
adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para pihak. Tujuannya adalah untuk
menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para pihak. Mediator bisa
negara, individu, dan organisasi internasional. Para mediator ini dapat juga bertindak baik atas
inisiatifnya sendiri, menawarkan jasanya sebagai mediator, atau menerima tawaran untuk
menjalankan fungsi-fungsinya atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang
bersengketa. Di dalam menjalankan fungsinya, mediator tidak tunduk pada suatu aturan-aturan
hukum acara tertentu. Mediator juga bebas menentukan bagaimana proses penyelesaian
sengketanya berlangsung. Peranannya disini tidak semata-mata hanya mempertemukan para pihak
saja agar bersedia berunding, akan tetapi mediator juga terlibat dalam perundingan dengan para
pihak dan bisa pula memberikan saran-saran atau usulan-usulan. Di dalam melakukan negosiasi atau
perundingan, mediator dapat mengajukan beberapa opsi atau penawaran mengenai penyelesaian
masalah sengketa.

4.  Konsiliasi

Istilah konsiliasi mempunyai suatu arti yang luas dan sempit. Dalam pengertian luas,
konsiliasi mencakup berbagai ragam metode dimana suatu sengketa diselesaikan secara damai
dengan bantuan negara-negara lain atau badan badan penyelidik dan komite-komite penasihat yang
tidak berpihak. Dalam pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada
sebuah komisi atau komite untuk membuat laporan serta usulan-usulan kepada para pihak bagi
penyelesaian sengketa tersebut, usulan itu tidak memiliki sifat mengikat. Konsiliasi adalah
merupakan suatu proses-proses penyusunan dari usulan-usulan penyelesaian setelah diadakan
suatu penyelidikan mengenai fakta-fakta dan suatu upaya-upaya untuk mencari titik temu dari
pendirian-pendirian yang saling bertentangan, para pihak dalam sengketa itu tetap bebas untuk
menerima atau dapat menolak proposal-proposal yang dirumuskan tersebut. Penyelesaian sengketa
melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak ketiga atau konsiliator yang tidak berpihak atau netral
dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak. Unsur ketidakberpihakan dan kenetralan
merupakan kata kunci untuk keberhasilan fungsi konsiliasi, hanya dengan terpenuhinya dua unsur
ini, objektivitas dari konsiliasi dapat terjamin

5. Penyelesaian Yudisial (Judicial Settlement)

Penyelesaian yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu pengadilan
yudisial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya dengan memperlakukan dari suatu
kaidah-kaidah hukum. Peradilan Internasional penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan
hukum yang dibentuk secara teratur. Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu
pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan internasional
permanen contohnya adalah Mahkamah Internasional (ICJ). Berdasarkan pemaparan dan penjelasan
di atas, dapat diberikan kesimpulan bahwa begitu banyak metode penyelesaian sengketa
internasional yang tersedia yang dapat digunakan oleh setiap negara atau masing-masing negara
yang tengah dilanda sengketa atau konflik dengan negara lain. Masing-masing negara yang
bersengketa berhak untuk menentukan penyelesaian pada sengketa internasional yang mana yang
akan digunakan, kesemua ini tergantung dan kesepakatan masing-masing negara dan yang paling
penting adalah negara ketiga atau negara lain yang tidak ikut terlibat di dalam sengketa tersebut
dilarang untuk ikut campur untuk menangani sengketa yang sedang dihadapi oleh suatu negara, lain
halnya jika negara yang sedang bersengketa meminta bantuan kepada negara lain untuk membantu
menyelesaikan sengketa tersebut. Begitu juga sengketa yang telah melanda Pulau Rodina yang
terletak di perbatasan negara Phalida, Marinda, Buras, dan Indana berhak untuk menentukan pilihan
penyelesaian sengketa yang digunakan untuk mencari solusi demi terciptanya kedamaian di para
pihak. Pada  umumnya  sengketa  antar  negara  kebanyakan  diselesaikan  dengan  cara negosiasi
karena   para   pihak   sendiri   yang   memiliki   kebebasan   untuk   mencapai kesepakatan.9 Namun 
negosiasi  bukan  merupakan  satu-satunya  penyelesaian  sengketa terbaik terutama apabila negara

9
Huala Adolf, 2012,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Cet.IV, Rajawali Pers, Jakarta, hal.27.
yang bersengketa tidak memiliki hubungan diplomatik. 10 Hal ini biasanya diatasi dengan keterlibatan
negara ketiga, yaitu melalui good office dan mediasi, namun kendalanya adalah sulit untuk mencari
negara yang tidak memihak pada salah satu pihak yang bersengketa. 11 Dalam Pasal 1 Piagam PBB
dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah mengadakan tindakan bersama yang tepat untuk
mencegah dan melenyapkan ancaman bagi perdamaian, dan karenanya setiap sengketa hendaknya
diselesaikan dengan jalan damai sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum internasional agar tidak
menganggu perdamaian. Cara penyelesaian berdasarkan Piagam PBB dijelaskan dalam pasal 33 ayat
(1) yaitu negosiasi, penyelidikan mediasi, konsiliasi, arbitrase, serta penyelesaian menurut hukum
melalui badan atau pengaturan regional, atau cara damai lainnya yang dipilih sendiri.

10
Ibid.
11
Ida Bagus Wyasa Putra, 2013,Bahan Kuliah Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional FH Unud, hal.38.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai