PENDAHULUAN
Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam Ilmu Kedokteran Forensik.
Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka merupakan
kerusakan atau hilangnya hubungan antara jaringan (discontinuous tissue) seperti
jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf
dan tulang. Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam.
(Traumatologi, Program Studi Pendidikan DokterFakultas Kedokteran dan Ilmu
KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian
atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh
atau Misdrijven Tegen Het Lijf”. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua
yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang
dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan
sengaja diatur dalam BAB XX, pasal-pasal 351-358. Jenis kejahatan yang disebabkan
karena kelalaian diatur dalam pasal 359,360 dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal
tersebut dijumpai kata-kata, “mati, menjadi sakit sementara atau tidak dapat
menjalankan pekerjaan sementara”.
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan
bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah
Visum et Repertum, dimana didalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban,
baik korban luka, keracunan, ataupun mati. Seorang dokter perlu menguasai
pengetahuan tentang mendeskripsikan luka. Visum et Repertum harus dibuat
sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat
dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang
kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam.
Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital
seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan
bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perdangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya
piamater. Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau gangguan
pada jaringan otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan memiliki
karakteristik adanya kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik perdarahan
kapiler dan edema jaringan otak. Terutama melibatkan puncak-puncak gyrus karena
bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan tulang saat terjadi
benturan.7,8
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu.
Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian
superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya
pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan
adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran
kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak
dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan
kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan
adanya fokus epilepsi.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur
organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit
kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat
seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi,
kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak.
Gambar 9. Kontusio pada dasar lobus temporal dan frontal, disebut juga
’burst lobe’ (Dikutip dari kepustakaan No.7)
Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat
kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya
dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini
kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang
ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang
terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini
disebut kontusio contrecoup.
Gambar 10. Lesi coup dan countrecoup sehubungan dengan mekanisme
Cedera kepala (Dikutip dari kepustakaan No.7)
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto
dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai
dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang
terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala
yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai
benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan,
yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai
daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil
atau besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan
bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang
disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk
ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang
cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta
adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang
menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya
adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan
malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak
mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai
trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah “ foam cone” busa
berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui
pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului
dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma
kepala.
Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang
paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi
laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda
dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda
dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari
cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian,
epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar
tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur
lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari,
dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan
ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa
adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan
kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk
ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada
saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan
disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang
memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi
sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari
suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam
jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat (Idries,
2008).
Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman luka akibat benda tajam yang dapat
dijumpai terdapat dalam dua bentuk, yaitu luka iris dan luka tusuk, dan di dalam
dunia kriminal luka-luka tersebut biasanya disebabkan oleh pisau. Bentuk luka yang
disebabkan oleh pisau yang mengenai tubuh korban, dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut:
1) Sifat-sifat dari pisau: bentuk, ketajaman dari ujung dan ketajaman dari kedua
tepinya, bermata satu atau bermata dua
2) Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk ke dalam tubuh. Jarang pisau
masuk ke dalam tubuh dan keluar lagi dengan sudut serta arah yang sama,
dengan demikian setiap luka tusuk merupakan perpaduan antara tusukan
dengan irisan. Oleh karena itu, ukuran luka dimana pisau itu masuk ke dalam
tubuh akan lebih besar dari ukuran lebar dari pisau itu sendiri.
3) Tempat luka. Kulit memiliki elastisitas yang besar dan besarnya ketegangan
kulit tidak sama pada seluruh tubuh. Pada daerah dimana serat-serat elastiknya
sejajar, yaitu pada lipatan-lipatan kulit, maka tusukan yang sejajar dengan
lipatan tersebut akan mengakibatkan luka yang tertutup, sempit dan berbentuk
celah. Akan tetapi bila tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan
kulit, maka luka yang terjadi akibat tusukan pisau tersebut akan terbuka lebar.
Tabel 2.Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan,
bunuh diri, atau kecelakaan
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban
yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka
salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau
bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.
Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai
dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis
lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut,
maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan
garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.
Menikam atau menusuk biasanya dengan pisau, sering terjadi pada kasus
pembunuhan dan pembantaian.6,7 Karakteristik dari alat tusuk:
1) Dimensi senjata
2) Tipe senjata
3) Kelancipan senjata
4) Gerakan pisau pada luka
5) Kedalaman luka
6) Arah luka
7) Banyaknya tenaga yang digunakan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah
satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan
pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat
ditemukan :
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan
mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata
paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu
kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga
dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.
Petunjuk dari luka tusuk sering dianggap sebagai suatu masalah pembunuhan
terutama sebagai persidangan, yang mengarah pada saat rekontruksi kejadian.
Kejadian-kejadian penusukan sering bergerak dan dinamis sehingga korban jarang
dalam keadaan statis. Penjelasan mengenai petunjuk berdasarkan gambaran luka dan
jejak benda. Saat pisau dengan mata pisau kurang cukup besar, maka luka sering
tampak terpotong bagian bawahnya mengenai jaringan subkutan. Pada otopsi,
menjelaskan seperti pada luka tusuk didada, kadang saat di otopsi luka terletak
dibawah puting. Pembedahan dari jaringan dan otot bisa mengungkapkan bahwa
kerusakan dinding dada terletak di ICS berapa. Informasi ini menjadi petunjuk luka,
mengambarkan jejak luka.2,3,6
Luka yang mematikan biasanya pada daerah leher, dada, dan pada daerah
perut yang merupakan letak organ-organ vital. Luka tusuk pada dada bisa melibatkan
jantung yang menyebabkan trauma pada miokardium, arteri koroner, struktur katup
atau pembuluh darah besar, yang bisa mendatangkan ancaman nyawa bagi
korbannya.8 Pada kasus pembunuhan dengan cara menggorok leher korban, akan
terdapat luka yang mendatar, tidak ada luka-luka percobaan dan didapatkan luka-luka
tangkis. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan
umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung
lengan bawah dan tungkai. Pembunuhan dengan senjata tajam yang bentuknya
runcing dan langsing misalnya pisau saku dan ganco (alat yang terbuat dari batang
besi bulat dengan ujung runcing yang melengkung dan biasa dipergunakan untuk
mengungkit beras dalam karung dan es balok), dapat dilakukan dengan cara
menghantamkan benda tajam tersebut ke kepala korban, menembus tulang, dan
masuk ke dalam otak.7Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan
korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan,
punggung lengan bawah dan tungkai. Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena
pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat
letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi biru berlin
dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain, dan pemeriksaan bercak
darah.
Luka-luka pada tubuh korban dalam kasus bunuh diri dapat ditemukan pada
daerah leher, daerah dada (letak jantung) dan daerah perut (letak lambung), dan
biasanya luka yang didapatkan adalah luka tusuk. Selain luka tusuk tersebut, akan
ditemukan pula luka-luka percobaan. Pada kasus bunuh diri, tidak akan dijumpai
luka-luka yang menunjukkan adanya tanda-tanda perlawanan.7Pada tangan korban
tidak jarang ditemukan pisau yang tergenggam dengan sangat kuat, ini disebabkan
oleh kekakuan yang seketika (cadaveric spasm) pada otot-otot tangan korban yang
menggenggam pisau. Kekakuan yang seketika ini, mencerminkan adanya faktor stress
emosional dan intravitalitas. Dengan pisau yang ditemukan pada genggaman erat
tangan korban dapat hampir dipastikan bahwa korban telah melakukan bunuh diri.7
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh
karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan
sepanjang kulit sehingga syok traumatic tidak terjadi kecuali ditimbulkan oleh
faktor–faktor yang lain seperti perdarahan. Komplikasi fatal dari luka iris yang
paling sering terjadi adalah perdarahan sepsis.
Luka iris pada kasus bunuh diri paling sering terjadi di kerongkongan dan
pergelangan tangan dan lengan bawah sisi fleksor. Seseorang biasanya memegang
senjata dengan tangan kanannya dan memulai irisan dari sisi kiri ke sisi kanan,
atau mungkin dia mengiris dari sisi kanan leher ke depan dan ke bawah. Seseorang
yang kidal akan mengiris dirinya dengan cara yang sama, pada umumnya memulai
irisan dari sisi kanan leher.
Ciri luka sayat :
a) Pinggir luka rata
b) Sudut luka tajam
c) Rambut ikut terpotong
d) Jembatan jaringan ( - )
e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang
c. Luka bacok (chop wound)
Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam
atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup
besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
1. Luka ringan
Pasal 352 KUHP: MAKS 3 BULAN
2. Luka sedang
a. PS 351 (2) KUHP: MAKS 2 TAHUN 8 BULAN
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
b. PS 353 (1) KUHP: MAKS 4 TAHUN
Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
3. Luka berat
a. PS 351 (3) KUHP: MAKS 5 TAHUN
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
b. PS 353 (2) KUHP: MAKS 7 TAHUN
Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
c. PS 354 (1) KUHP: MAKS 8 TAHUN
Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
d. PS 355 (1) KUHP: MAKS 12 TAHUN
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting.
Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat
kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul,
akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah,
akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia
korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi
antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur
luka. Walaupun belum ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan
tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor
yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit
defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum
untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan
352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman
yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita
buat. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai
dokter di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang
menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa
mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
3.2 Saran
1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka sehingga
mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi
juga mengetahui hukum kesehatan.