Anda di halaman 1dari 9

NAMA : IQBAR ARIMANSYAH

NIM : 1818142

KELAS : 3A

TANGGAL : 16 NOVEMBER 2020

LAPORAN PRAKTIKUM PETROKIMIA

ANALISIS ZAT WARNA SINTETIK PADA SAMPEL MAKANAN

I. Tujuan
 Menganalisis kandungan zat warna sintetik pada sampel makanan.
 Menganalisis kadar zat warna sintetik pada sampel makanan.

II. Prinsip
Pada percobaan ini zat warna sintetik pada sampel makanan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan menguji benang wol yang telah
dicelupkan kedalam larutan sampel yang diasamkan dengan pereaksi HCl pekat,
H2SO4 pekat, NH4OH 12%, dan NaOH 10% kemudian diamati perubahan warna
yang terjadi serta dibandingkan dengan standar. Hasil uji dikatakan positif apabila
terjadi perubahan warna dari sampel dan perubahan warna sampel tersebut sama
dengan perubahan warna standar
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menimbang bobot dari benang wol yang
telah dicuci dengan heksana dan dikeringkan. Bobot sampel akan dibandingkan
dengan bobot zat warna untuk memperoleh kadarnya.

III. Dasar Teori


Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai indikator kesegaran
atau kematangan suatu produk. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk
menikmati aroma makanan. Warna dalam makanan dapat meningkatkan
penerimaan konsumen tentang sebuah produk. Namun, penggunaan pewarna
sintetis harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku karena dapat
merugikan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring pewarna sintetis
berbagai produk makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan
diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset Yellow
secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam pengobatan dan
kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah dicampurkan
untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan
dengan pewarna alami.
Pada tahun 2012 menurut Permenkes Nomor 033 Tahun 2012, ada 15 zat
pewarna alami dan 11 zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk digunakan di
dalam makanan (Permenkes RI No. 033 Tahun 2012). Pada tahun 2013
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2013 tentang batas maksimum penggunaan Bahan Tambah Pangan (BTP)
pewarna yang penggunaannya telah dibuktikan dengan sertifikat analisis
kuantitatif. Batas maksimum penggunaan BTP pewarna yang hanya diizinkan oleh
Permenkes Nomor 033 tahun 2012 (Peraturan Kepala BPOM No. 37 Tahun
2013).
Klasifikasi pewarna berdasarkan sumbernya :
1. Pewarna alami (natural)
2. Pewarna sintetik (dari penyulingan residu/minyak bumi)
Pewarna Alami (Natural dye) merupakan bahan pewarna yang diambil dari
tumbuh-tumbuhan atau batu-batuan secara langsung. Contoh zat warna alami :
cabai merah, daun suji, buah kakao, kunyit, dll.
Pewarna sintetis (Synthetic dye) merupakan pewarna buatan yang biasanya
dibuat di pabrik-pabrik dan berasal dari suatu zat kimia. Pewarna ini digolongkan
sebagai zat yang berbahaya jika dicampurkan kedalam makanan. Contoh zat
pewarna sintetis : indigoten, allura red, fast green, tartrazin.
Pewarna sintetis digunakan untuk berbagai keperluan, tidak hanya untuk
pewarnaan tekstil, barang kerajinan, per-alatan rumah tangga, kendaraan, dan
interior/eksterior bangunan; tetapi juga untuk makanan, minuman, dan lainnya.
Pemakaian zat warna makanan sintetis dalam makanan juga dapat
menimbulkan hal – hla yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak
negative terhadap keshatan manusia. Hal tersebut dapat terjadi apabila :
1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun
berulang.
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
3. Daya tahan lemah.
4. Penggunaan pewarna sintetis secara berlebihan.
5. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat.

IV. Alat dan Bahan


A. Alat

 Gelas piala 250 mL  Oven

 Pipet tetes  Desikator

 Cawan porselen  Hot plate

 Labu semprot  Gunting

 Aluminium  Neraca analitik


foil/Lempeng tetes
 Pengering rambut

B. Bahan

 Benang wol  NaOH 10%


 n-Heksana  Air suling
 KHSO4  Wantex merah
 HCl (pekat dan 10%)  Wantex kuning
 H2SO4 pekat  Tartrazine
 NH4OH 12%  Ponceau
V. Cara Kerja
1. Analisis Kualitatif

Benang wol sepanjang


25 mL sampel Larutan diasamkan
10 cm dimasukkan ke
dilarutkan dalam air dengan HCl 10%
dalam larutan

Setiap potongan
benang ditetesi Seluruhnya
Benang wol dikeringkan
masing-masing dengan dididihkan selama 30
dan dipotong menjadi
HCl pekat, H2SO4 menit lalu dicuci
empat bagian
pekat, NH4OH 12%, dengan air
dan NaOH 10%

2. Analisis Kuantitatif

Sampel ditimbang
Benang wol sepanjang Benang dikeringkan dan sebanyak 25 gram
20 cm dicuci dengan ditimbang sebagai bobot kemudian dilarutkan
heksana awal dengan H2SO4 sebanyak
50 mL

Benang wol dikeringkan Benang wol dicuci Benang direndam dan


dan ditimbang sebagai dengan menggunakan dididihkan selama 30
bobot akhir air panas menit dalam larutan
VI. Data Pengamatan

 Data Pengamatan Analisis Kualitatif

Warna Pengamatan
Pereaksi Tartrazin Saus A Saus B Ponceau
Putih
Kuning -> Kuning -> Abu-
HCl(p) Merah-> Hitam Kemerahan->
Hitam abu
Biru kehitaman
Putih
H2SO4(p) Kuning -> Putih Merah -> ungu Kuning -> ungu Kemerahan->
Putih
Kuning -> Putih
NH4OH 12% Kuning -> Abu-
Merah -> Merah Kuning Kemerahan->
abu
kehitaman Putih
Putih
Kuning -> Kemerahan->
NaOH 10% Kuning -> Putih Merah -> Merah
Kuning pudar Putih
Kemerahan

 Data Pengamatan Analisis Kuantitatif

Uraian Tartrazin Saus A Saus B Ponceau


Bobot sebelum
23.1530 30.8481 23.3365 27.3539
perlakuan (W0) (g)
Bobot sesudah
23.1530 30.9887 23.3370 27.3545
perlakuan (W1) (g)
Bobot contoh 25.0290 25.0596 25.0464 25.0174
VII. Perhitungan

VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu analisis zat warna sintetik pada sampel makanan,
dalam percobaan kali ini sampel yang diuji adalah Saus A dan Saus B. Dilakukan
pengujian kualitatif dan kuantitatif pada sampel dan standar. Standar zat warna
sintetik yang digunakan adalah tartrazin dan ponceau.
Pada analisis kualitatif dilakukan agar dapat mengetahui adanya kandungan
zat warna pada sampel saus A dan saus B. Analisis kualitatif dilakukan dengan
menguji benang wol yang telah dicelupkan kedalam larutan sampel yang
diasamkan dengan pereaksi HCl pekat, H2SO4 pekat, NH4OH 12%, dan NaOH
10% kemudian diamati perubahan warna yang terjadi serta dibandingkan dengan
standar. Hasil uji dikatakan positif apabila terjadi perubahan warna dari sampel
dan perubahan warna sampel tersebut sama dengan perubahan warna standar.
Sampel saus A berwarna merah, dapat kita asumsikan terlebih dahulu
bahwasannya sampel saus A menggunakan pewarna ponceau yang sama sama
memiliki warna merah. Analisis pertama menggunakan HCl pekat sebagai
pereaksi dan pada standar ponceau dan saus A perubahan warna yang terjadi
keduanya sama-sama menjadi gelap meskipun terdapat sedikit perbedaan. standar
ponceau menjadi warna biru kehitaman dan saus A menjadi warna hitam.
Perubahan warna ini sedikit berbeda, disebabkan karena standar ponceau murni
hanya memiliki kandungan ponceau sedangkan sampel saus A tidak murni hanya
ponceau saja bisa saja ada pengotor atau zat warna lain. Sedangkan pada pereaksi
asam sulfat pekat dan NaOH 10% perubahan warna yang terjadi sangat berbeda
antara ponceau dan saus A dan jika dibandingkan dengan standar tartrazin
perubahan warna yang terjadi pun sangat berbeda jika menggunakan pereaksi
asam sulfat dan NaOH 10%. Pada pereaksi Ammonium hidroksida 12% pada saus
A dan standar ponceau sama sama tidak terjadi perubahan warna.
Saus B memiliki warna kuning yang sama dengan zat warna tartrazin. Ketika
saus B dan standar tartrazin di reaksikan dengan pereaksi HCl pekat menghasilkan
perubahan warna yang sama-sama menggelapkan warna meskipun terdapat sedikit
perbedaan. Pada saus B meghasilkan warna abu-abu, dan tartrazin menghasilkan
warna hitam, perbedaan warna tersebut dapat disebabkan karena kadar zat
pewarna saus B yang lebih sedikit dari standar tartrazin dan sampel saus B
terdapat pengotor lain, sedangkan standar tartrazin murni hanya tartrazin.
Sedangkan pada asam sulfat pekat perubahan warna dari saus B dan standar
tartrazin berbeda. Pereaksi NaOH 10% dengan saus B dan tartazin, keduanya
memiliki persamaan perubahan warna menjadi lebih gelap, mesikpun ada sedikit
perbedaan warna yang disebabkan kadar yang dikandung saus B tidak hanya zat
pewarna saja. Pereaksi terakhir menggunakan ammonium hidroksida 12% , antara
saus B dan standar tartazin sama sama mengalami pemudaran warna.
Pada analisis kuantitatif dilakukan agar dapat mengetahui kadar zat warna
pada sampel saus A dan saus B serta standar tartrazin dan ponceau. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan menimbang bobot dari benang wol yang telah dicuci
dengan heksana dan dikeringkan. Bobot sampel akan dibandingkan dengan bobot
zat warna untuk memperoleh kadarnya. Dari hasil percobaan yang dilakukan pada
sampel saus A dan saus B, dan juga standar tartrazin dan ponceau. Kadar pewarna
sintetis yang didapatkan pada sampel saus A mengandung zat warna sintetis
sebesar 0,56%, sampel saus B mengandung zat warna sintetis sebesar 0,002%,
standar tartrazin sebesar 0,07%, dan standar ponceau sebesar 0,002%. Hasil
tersebut diketahui bahwa sampel saus A lebih banyak mengandung zat warna
sintetis dibandingkan dengan sampel saus B.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pada percobaan kali ini dapat didapati hasil yaitu sebagai
berikut :
 Sampel Saus A mengandung zat pewarna sintetik ponceau, sedangkan
sampel Saus B mengandung zat pewarna sintetik Tartrazin.
 Didapati kandungan zat warna pada sampel saus A sebesar 0.56% ; saus B
0.002% ; standar tartrazin 0.07% dan standar Ponceau 0.002%. Hasil
tersebut diketahui bahwa sampel saus A lebih banyak mengandung zat
warna sintetis dibandingkan dengan sampel saus B.

X. DaftarPustaka
 Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,
Kedua. Jakarta : Bumi Aksara.
 Permenkes Nomor 033 tahun 2012 (Peraturan Kepala BPOM No. 37 Tahun
2013).
 Peraturam BPOM No 11 Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan.
 Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka.
TUGA
S
RESU
ME
SILVE
R
EXPER
T
PETR
OKIMI
A

Anda mungkin juga menyukai