Anda di halaman 1dari 5

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Pendahuluan

Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi
parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang menstruasi,
dan diindikasikan juga untuk demam.

Obat ini menjadi pilihan analgesik yang relatif aman bila dikonsumsi dengan benar sesuai
petunjuk penggunaan. Parasetamol boleh dikonsumsi tidak lebih dari 5 hari untuk anak-
anak, dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis seperti dibawah ini:

Umur Dosis Parasetamol


3 bulan – 1 tahun 60 – 120 mg
1 – 5 tahun 120 – 250 mg
6 – 12 tahun 250 – 500 mg
Dewasa 500 mg – 1 g

Dosis ini boleh diulang tiap 4 – 6 jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam
24 jam)

Perlu diingat bahwa penggunaan parasetamol adalah antara lain untuk mengatasi rasa
sakit, sementara rasa sakit itu sendiri adalah manifestasi dari suatu penyakit, artinya obat
ini hanya menghilangkan gejala yang timbul tanpa mengobati penyebab penyakit.

Banyak kesalahan dalam mengkonsumsi obat ini, karena obat digunakan secara terus
menerus untuk menghilangkan gejala rasa sakit yang timbul. Misalnya seorang yang
sering merasakan sakit kepala, untuk mengatasi sakit kepalanya selalu minum
parasetamol. Bila gejala yang dirasakan tidak hilang setelah efek obat habis, yang
bersangkutan seharusnya segera konsultasi ke dokter untuk dicari penyebab penyakitnya
sehingga dapat diobati penyebabnya dengan benar.

Karena parasetamol merupakan obat bebas yang digunakan secara luas oleh masyarakat,
maka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penggunaan yang dapat menyebabkan
keracunan parasetamol cukup besar, sehingga dirasa perlu untuk memberikan informasi
mengenai cara untuk mengatasi keracunan parasetamol sebagai edukasi untuk
mencegah terjadinya keracunan obat tersebut.

Farmakokinetik

Parasetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum
puncak dalam waktu 30 – 120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit
memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat.

Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Lebih kurang
25% parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma.

Waktu paruh parasetamol adalah antara 1,25 – 3 jam. Penderita kerusakan hati dan
konsumsi parasetamol dengan dosis toksik dapat memperpanjang waktu paruh zat ini.
Parasetamol diekskresikan melalui urine sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen
glukoronid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk yang tidak berubah.

Mekanisme Keracunan

Sebagaimana juga obat-obat lain, bila penggunaan parasetamol tidak benar, maka
berisiko menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Parasetamol dalam jumlah 10 – 15g
(20-30 tablet) dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati dan ginjal. Kerusakan
fungsi hati juga bisa terjadi pada peminum alkohol kronik yang mengkonsumsi
parasetamol dengan dosis 2g/hari atau bahkan kurang dari itu.

Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya yaitu
N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena overdosis, pada pasien
malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik.

Keracunan parasetamol biasanya terbagi dalam 4 fase, yaitu:


Fase 1 :
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh
yang tak nyaman (malaise) dan banyak mengeluarkan keringat.
Fase 2 :
Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik,
waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama
dan kadang-kadang terjadi penurunan volume urin.
Fase 3 :
Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala awal) serta
terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena terjadinya penumpukan
pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera (jaundice), hipoglikemia, kelainan
pembekuan darah, dan penyakit degeneratif pada otak (encephalopathy). Pada fase ini
juga mungkin terjadi gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung
(cardiomyopathy)

Fase 4 : Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal.

Gambar : Nomogram untuk memperkirakan hepatotoksisitas setelah overdosis akut


parasetamol.
Penegakan Diagnosa

Penegakan diagnosa keracunan parasetamol dilakukan setelah mendapatkan


riwayat/anamnesa yang jelas dari korban maupun saksi (keluarga atau penolong). Saat
melakukan anamnesa, tenaga medis harus menanyakan apakah korban sedang menjalani
terapi menggunakan obat-obatan yang bersifat menginduksi enzim CYP2E1 (seperti
isoniazid), atau obat-obatan yang meningkatkan metabolisme enzim CYP450 (seperti
fenobarbital dan rifampisin). Selain itu harus diketahui juga apakah pasien mempunyai
riwayat mengkonsumsi alkohol secara kronik serta periksa kondisi pasien, apakah pasien
tersebut mengalami malnutrisi. Pemberian antidot (N-asetilsistein) dilakukan setelah
mendapatkan hasil konsentrasi parasetamol dalam plasma pada pasien maksimal 4 jam
setelah parasetamol ditelan.

Penatalaksanaan

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama saat menemukan
korban yang dicurigai keracunan parasetamol adalah sebagai berikut:
• Rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau
peristiwa tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui)
• Berikan arang aktif dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang dewasa dan
larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak.

Bila kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka N-asetilsistein
dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB secara oral, lalu dosis berikutnya
40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam. Larutkan asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan
soda.

Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan melalui sonde
lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid pada pasien untuk mengatasi
kondisi muntah tersebut.

Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8-10 jam pasca penelanan
parasetamol.
N-asetilsistein harus diberikan secara hati-hati dengan memperhatikan kontraindikasi dan
riwayat alergi pada korban, terutama riwayat asthma bronkiale.
Penutup

Keracunan parasetamol perlu ditatalaksana secara serius dan tepat meskipun korban
tidak menampakkan gejala keracunan. Dengan tatalaksana yang tepat kerusakan akibat
keracunan yang mungkin timbul dapat diminimalisir, bahkan sebelum gejala keracunan
tersebut terdeteksi.

Apabila dicurigai telah terjadi keracunan parasetamol, segera hubungi Sentra Informasi
Keracunan atau dokter setempat untuk mendapatkan informasi dan petunjuk seputar
penanganan keracunan.

Pustaka:
1. Olson, K. R., Poisoning and Drug Overdose 5th ed, McGraw-Hill Inc., 2007, p. 68-71.
2. Tierney, L.M., Current Medical Diagnosis and Treatment 43rd ed, McGraw-Hill Inc,
2004, p. 1555-1556.
3. AHFS 2010
4. IONI 2008
5. http://emedicine.medscape.com/article/820200-overview (di unduh Mei 2010)
6. http://poisons.co.nz/fact.php?f=33&c=21 (di unduh Mei 2010)

Anda mungkin juga menyukai