Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH NAHDLATUL WATHAN

(NW)
Nahdlatul Wathan disingkat NW adalah organisasi Kemasyarakatan Islam terbesar di
pulau Lombok , Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini didirikan di Pancor , Kabupaten Lombok Timur
oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor serta Abul Masajid
wal Madaris (Bapaknya Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah) pada tanggal 1 Maret 1953
bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah [1] . Organisasi ini mengelola sejumlah Lembaga
Pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

1. Sejarah Organisasi Nahdlatul Wathan

Sejarah Organisasi Nahdlatul Wathan yang selanjutnya disingkat NW, adalah sebuah
organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah
Islamiyah. Onganisasi ini didirikan oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
pada hari Ahad tanggal, 15 Jumadil Akhir 1372 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M
di Pancor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Adapun yang melatar belakangi berdirinya
organisasi ini adalah karena melihat pertumbuhan dan perkembangan cabang- cabang Madrasah
NWDI dan NBDI yang begitu pesat, di samping perkembangan aktivitas sosial lainnya, seperti majlis
dakwah dan majlis ta’lim dan lainnya. Untuk itu diperlukan suatu wadah atau organisasi yang
mewadahi dan mengorganisir segala macam bentuk kebutuhan dan keperluan pengelolaan
lembaga-lembaga tersebut secara profesional.
Kemudian dalam rangka konsolidasi organisasi, Nahdlatul Wathan telah melaksanakan rapat
anggota untuk tingkat ranting, konfrensi untuk tingkat Anak Cabang, Cabang, Daerah, Wilayah dan
Perwakilan. Sedangkan untuk tingkat Pengurus Besar diselenggaran muktamar.
Selanjutnya, setelah mengadakan muktamar I, hingga meninggalnya Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, organisasi Nahdlatul Wathan tercatat telah mengadakan
muktamar sebanyak 10 kali. Adapun tempat, tanggal dan tahun terselenggaranya Muktamar
tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Muktamar I tanggal 22-24 Agustus 1954 di Pancor
2. Muktamar II tanggal 23-26 Maret 1957 di Pancor
3. Muktamar III tanggal 25-27 Januari 1960 di Pancor
4. Muktamar IV tanggal 10-14 Agustus 1963 di Pancor
5. Muktamar V tanggal 29 Juli .- 1 Agustus 1966 di Pancor
6. Muktamar VI tanggal 24-27 September 1969 di Mataram
7. Muktamar VII tanggal 30 Nopember – 3 Desember 1973 di Mataram
8. Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor
9. Muktamar VIII tanggal 24-25 Februari 1986 di Pancor
10. Muktamar IX tanggal 3-6 Juli 1991 di Pancor

2. Legalitas Organisasi

Sebagai sebuah organisasi formal, eksistensi Nahdlatul Wathan mendapatkan legalitas


yuridis formal berdasarkan akte Nomor 48 tahun 1957 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris
Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram. Akte ini bersifat sementara, karena wilyah
yurisdiksinya hanya di Pulau Lombok, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan
organisasi ke luar wilayah yurisdiksi tersebut. Untuk itu, dibuat akte nomor 50, tanggal 25
Juli 1960, di hadapan Notaris Sie Ik Tiong di Jakarta. Kemudian pengakuan dan penetapan juga
diberikan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960,
dan dibuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 90, tanggal 8 November 1960.
Dengan legalitas akte kedua ini, maka organisasi Nahdlatul Wathan mempunyai kekuatan
hukum tetap untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah negara Republik Indonesia
dari Sabang sampai Merauke, sehingga setelah tahun 1960, maka terbentuklah pengurus Nahdlatul
Wathan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta,
Kalimantan, Sulawesi, danlain-lainnya, bahkan sampai ke daerah
Riau dengan status perwakilan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang
keormasan yang antara lain berisi tentang penerapan Asas Tunggal bagi semua organisasi
kemasyarakatan, maka Nahdlatul Wathan dalam Muktamar ke-8 di Pancor, Lombok Timur pada
tanggal 15-16 Jumadil Akhir 1406 H atau tanggal 24-25 Februari 1986 mengadakan peninjauan dan
penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Perubahan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini kemudian dikukuhkan dengan Akte Nomor 3l tanggal 15
Februari 1987 dan Akte Nomor 32, juga tanggal 15 Februari 1987, yang dibuat dan disahkan oleh
waki1 Notaris Sementara Abdurrahim, SH. di Mataram. Dengan demikian, maka jelaslah eksistensi
dan legalitas formal organisasi Nahdlatul Wathan sebagai sebuah organisasi social kemasyarakatan.

Aqidah, Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Organisasi


Organisasi Nahdlatul Wathan menganut faham aqidah Islam Ahlu al-Sunnah wa al- Jama’ah
‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’I dan berasaskan Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8
tahun 1985. Sejak awal berdirinya, organisasi berasaskan Islam dan kekeluargaan. Asasnya berlaku
hingga Muktamar ke-3, dan kemudian diganti dengan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib
al-Iman al-Syafi’i. Perubahan ini terjadi mengingat khittah perjuangan kedua madrasah induk, NWDI
dan NBDI.
Adapun sebagai landasan argumentasi Nahdlatul Wathan menganut aqidah Ahlu al- Sunnah
wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al- Iman al-Syafi’i adalah sebagai berikut :
1. Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwiyatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam al-Bukhari dalam
Tarikh al-Kabir al-Baihaqi dalam Syu‘ab al-Imam , Abu Dawud, Ibn Huzaimah, Ibn Hibban dan lain-
lain yang artinya :
“Hendaklah kamu bersama golongan terbesar [mayoritas] dan pertolongan Allah selalu bersama
golongan mayoritas, maka barang siapa yang memisahkan diri [dari komunitas jama’ah] maka
mereka termasuk
dalam golongan orang-orang ahli neraka.” [HR Tirmidzi] .
“Allah tidak menghimpun ummat ini dalam kesesatan selama-lamanya dan pertolongan Allah selalu
bersama golongan mayoritas .” [HR al-Thabrani].
2. Fakta sejarah menunjukkan bahwa mayoritas umat Islam sedunia dari abad ke abad adalah Ahlu
al-Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhab dengan salah satu madzhab yang empat dari sejak lahir
madzhab itu.
3. Umat Islam Indonesia sejak awal telah menganut aqidah Ahlu al-Sunnah wa al- Jama’ah dan
menganut madzhab Syafi’I sejak madzhab masuk ke Indonesia.
4. Imam-Imam Hufadz al-Hadits yang telah hafal beratus-ratus ribu hadits yang diakui oleh kawan
atau lawan akan keimanan, ketaqwaan dan keahilan mereka, serta karangan mereka telah menjadi
pokok dan dasar pegangan umat Islam sedunia sesudah al-Qur’an al Karim, sepenti Imam Bukhari,
Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Turmudzi, Imam Baihaqi, Imam Nasa’i, Imam Ibnu Majah,
Imam Hakim dan lain- lainnya dan ratusan Imam ahli al-hadits.Semuanya menganut aqidah Ahlu al-
Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhah Syafi’i atau yang lainnya dari madzhah yang empat.
Demikian juga dari Imam-imam dan ulama fiqh, ushul, tasawwul merekapun menganut aqidah Ahlu
al-Sunnah wa al-Jama’ah dan juga bermadzhab.
5. Jumhur ulama ushul menandaskan bahwa orang yang belum sampai tingkatan ilmunya pada
tingkatan mujtahid muthlaq maka wajib bertaqlid kepada salah satu madzhab empat dalam
masalah furu’ syari’ah.
6. Fuqaha ‘Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mengatakan bahwa bermadzhab bukanlah berarti
membuang atau membelakangi al Qur’an dan Hadits seperti tuduhan sementara orang. Namun
sebaliknya bermadzhab adalah benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Hadits karena kitab-kitab itu
adalah syarah dan Al-Qur’an dan Hadits itu sendiri.
7. Imam Sayuti yang hidup pada awal abad 10 H yang terkenal sangat ahli dalam berbagai disiplin
ilmu pengetahuan Islam. Karangan-karangan beliau kurang lebih 600 buah kitab, yang sangat
penting dan bernilai
tinggi dikalangan Islam. Beliau memperoleh gelar “Amir al-Mukminin Fi al-Hadits ” [raja umat Islam
dalam ilmu hadits] karena beliau telah menghafal ratusan ribu hadits. Pernah suatu ketika beliau
menyatakan dirinya telah mencapai tingkat mujtahid dan terlepas dari madzhab yang diantaranya,
yaitu madzhab
Syafi’i. Maka segeralah beliau diserang oleh para Imam ulama’ fiqh, mufassir, muhaddits dan ahli
ushul dengan alasan dan dalil yang sangat jitu dan tepat. Akhirnya beliau dengan jujur dan penuh
kesadaran mencabut pernyataannya dan kembali bertaqlid serta bermadzhab dengan madzhab
Syafi’i.
8. Madzhab Syafi’i dilihat dari segi sumber atau dasarnya, lebih unggul dibandingkan dengan
madzhab-madzhab yang lain. Sedangkan tujuan organisasi ini adalah Li I’laai Kalimatillah wa Izzi al-
Islam wa al-Muslimin dalam rangka mencapai Keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat sesuai dengan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i
Radliyallahu ‘anhu . Tujuan ini merupakan penggabungan dan tujuan organisasi dan asas organisasi
sebelum Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 diberlakukan. Peserta Muktamar ke-8 menghendaki
agar asas organisasi terdahulu tidak dihilangkan dengan adanya ketentuan Asas Tunggal. Kompromi
yang dapat dilakukan adalah memindahkan pernyataan tentang asas Islam tersebut ke dalam
tujuan organisasi, sehingga makna esensial asas
tersebut tidak hilang.

3. Perpecahan di Tubuh NW
Hingga saat ini NW sebagai organisasi massa masih terpecah menjadi dua kubu. Salah satu
kubu disebut dengan NW PANCOR yang menunjukkan lokasi kantor pusatnya yang terletak di
Pancor, Lombok Timur dan kubu berikutnya disebut sebagai NW ANJANI karena lokasi pusat
gerakannya berada di Anjani, Lombok Timur. Sejarah terpecahnya NW semata-mata karena politik
organisasi saja dan tidak terkait dengan hal- hal yang bersifat sakral. Perpecahan terbesar tersebut
terjadi pasca penetapan salah satu putri pendiri NW, yaitu Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul
Madjid sebagai Ketua Umum PBNW di Muktamar X di Praya, Lombok Tengah menggantikan
almarhum suaminya, Drs. H. Lalu Gede Sentane [2] . Hasil Muktamar yang menghasilkan
kepemimpinan perempuan tersebut ditolak oleh pihak NW di Pancor karena dianggap tidak sesuai
dengan asas organisasi NW yang bermazhab syafii yang melarang pemimpin organisasi islam
berasal dari wanita dan di NW sendiri sudah memiliki badan otonom bernama muslimat yang
dikhususkan untuk pergerakan kaum hawa. Jauh sebelumnya, sebelum wafatnya TGKH
Muhammad Zainuddin Abdul Majid , menurut banyak pihak yang terlibat memang sudah tampak
persaingan antara dua putri pendiri NW tersebut yaitu Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul
Madjid dengan Ummi Hj. Sitti Rauhun Zainuddin Abdul Madjid.Sebelum tragedi perpecahan
terbesar tersebut, NW telah berkali-kali mengalami tantangan berupa konflik internal. Menjelang
tahun 1982, misalnya, terjadi pembekuan terhadap kepengurusan PWNW Lombok Tengah hanya
karena Alm. Drs. H. Lalu Gede Sentane yang notabene menjadi menantu pendiri NW sakit hati
karena merasa tidak didukung untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Lombok Tengah kala itu
oleh PWNW Lombok Tengah sendiri. Konflik tersebut menjalar keluar sehingga NW menyatakan
sikap untuk Gerakan Tutup Mulut (GTM) dalam menyikapi pilihan politik mereka yang selama ini
disalurkan melalui Golongan Karya[3] . Sejarah perpecahan tersebut berikut rentetan sejarah
pertikaian internal di tubuh NW saat ini masih bisa menjadi bara yang terpendam walaupun pada
level grass root mayoritas jamaah NW pancor dan NW Anjani saling berhubungan baik sebagai
sesama warga NW tanpa melihat afiliasi kepengurusan organisasi masing-masing. Perpecahan
terbesar antara dua putri TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid juga dirasa telah banyak
menguras energi jamaah NW dari fokus utama yaitu pergerakan dakwah islam, sosial dan ekonomi.

Setelah dipimpin oleh Tuan Guru Bajang KH M Zainul Majdi , PBNW versi Pancor berkali- kali
mengupayakan ishlah antara dua kubu, namun kerap kali gagal. Pasca terpilihnya Tuan Guru Bajang
KH M Zainul Majdi sebagai Gubernur NTB, rekonsiliasi tersebut mulai membuahkan hasil.
Puncaknya pada acara HULTAH NWDI ke 75 tanggal 25 Juli 2010 di Pancor, kedua putri pendiri NW,
Umi Raehanun dan Umi Rauhun dapat duduk bersandingan di hadapan jamaah NW setelah sekian
lama terpisahkan. Banyak kalangan yang berharap momentum tersebut akan menjadi tonggak baru
persatuan organisasi terbesar di NTB tersebut, kalaupun tidak, hal tersebut dapat menjadi langkah
awal dalam menggelorakan semangat fastabiqul khairat, sebagaimana sering diungkapkan Tuan
Guru Bajang KH M Zainul Majdi . Tapi sangat disayangkan islah tersebut tidak berjalan mulus karena
kekalahan Gede Sakti, putri Hj Siti Raehanun sebagai calon bupati Lombok Tengah yang sama-sama
didukung oleh NW Pancor dan Anjani. Itu membuktikan islah yang dilakukan karena kepentingan
politis sesaat untuk memperoleh dukungan politik dari rival bukan keinginan bersama untuk duduk
memecahkan masalah penyatuan NW dan berada dalam 1 induk organisasi.
Daftar Lembaga Pendidikan Nahdlatul Wathan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
Ma'had Daarul Qur'an Wal Hadits IAI Hamzanwadi STKIP Hamzanwadi Pancor STMIK-LPWN
Hamzanwadi Pancor MAK Putra & Putri NW Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Madrasah
Mu'allimin Nahdlatul Wathan Madrasah Mu'allimat Nahdlatul wathan SMA NW Pancor Madrasah
Tsanawiyah NW Pancor] Lembaga Silat Nahdlatul Wathan Dan Lain-Lain.
Selain Lembaga Pendidikan NW juga memiliki beberapa sayap organisasi yang bersifat
otonom diantaranya :
1. Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan (IPNW)
2. Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW)
3. Persatuan Guru Nahdlatul Wathan (PGNW)
4. Ikatan Sarjana Nahdlatul Wathan (ISNW)
5. Satuan Tugas Hamzanwadi (SATGAS)
6. Muslimat Nahdlatul Wathan
7. Pemuda Nahdlatul Wathan

Referensi
1. ^ Arsip . Sejarah NW. Diakses 22 Agustus 2013.
2. ^ Arsipyy . Sejarah Perpindahan Pusat NW. Diakses 22 Agustus 2013.
3. ^ Arsipxx . Etnografi Konflik & Kekuasaan Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok (bagian 2): Kharisma
Maulana Syaikh . Diakses 22 Agustus 2013.Pranala
(Indonesia) Situs resmi, NW Pancor [1]
(Indonesia) Situs resmi, NW Anjani [2]
Terakhir diubah pada 17 Oktober 2015, pukul 01.55 Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai