Di susun Oleh:
Ke-NW-An
Tahun Ajaran 2020/2021
UNIVERSITAS HAMZANWADI FAKULTAS TEKNIK
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Perjuangan Maulana Syaikh ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen pada mata kuliah Ke-NW-An Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perjuangan Maulana
Syaikh bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen ( Ahmad Firdaus,
M.Pdi ) yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
(penulis)
I
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar.................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................2
2.1 Kelahiran....................................................................................2
2.2 Silsilah........................................................................................3
2.3 Keluarga.....................................................................................4
II
2.4 Pendidikan.................................................................................5
2.5 Kepemimpinan..........................................................................8
2.6 Wafat........................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................17
3.2 Saran.........................................................................................17
III
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kelahiran
Gambar 1.1
Nama kecil beliau adalah ‘Muhammād Saggāf’, nama ini dilatarbelakangi oleh
suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum
dilahirkan, ayahandanya, TGH. Abdul Madjīd, didatangi dua walīyullāh, masing-
masing dari Hadhramaũt dan Maghrabī. Kedua walīyullāh itu secara kebetulan
mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqāf”. Beliau berdua berpesan kepada
2
TGH. Abdul Madjīd supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqāf”,
yang artinya “Atapnya para Wali pada zamannya”. Kata “Saqqāf” di
Indonesiakan menjadi “Saggāf” dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi “Segep”.
Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan “Gep” oleh ibu beliau, Hajjah
Halīmah al-Sa’dīyyah.
Setelah menunaikan ibadah hajjī, nama kecil beliau tersebut diganti dengan ‘Hajjī
Muhammād Zainuddīn’. Nama inipun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang
diambil dari nama seorang ‘ulamā‘ besar yang mengajar di Masjīd al-Harām.
Akhlāq dan kepribadian ulamā‘ besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama
ulamā’ besar itu adalah Syaīkh Muhammād Zainuddīn Serawak, dari Serawak,
Malaysia.
2.2 Silsilah
Silsilah Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak
bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena
catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumah
beliau mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa
asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sulthān-
sulthān Selaparang, sebuah kerajaan Islām yang pernah berkuasa di Pulau
Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul
Madjīd merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-17.
Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang diajukan oleh
seorang antropolog berkebangsaan Swedia bernama Sven Cederroth, yang
merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād
Zainuddīn Abdul Madjīd ke makam Selaparang pada tahun 1971, sebelum
berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu). Praktik ziarāh semacam ini
memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk
masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping
3
itu pula, Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak pernah
secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-
pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan
genetiknya dengan sulthān-sulthān Kerajaan Selaparang.
2.3 Keluarga
4
hajji. Sedangkan ibundanya Hajjah Halīmah al-Sa’dīyyah ikut bermukim di Tanah
Suci mendampingi dan mengasuhnya sampai ibunda tercintanya itu berpulang ke
rahmātullāh tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Ma’lah, Mekkah
al-Mukarramah.
2.4 Pendidikan
5
2.4.1 Pendidikan Lokal
Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai
mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada
sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar ditempat tersebut bernama Syaīkh
Marzūqī, seorang keturunan ‘Arāb kelahiran Palembang yang sudah lama
mengajar mengaji di Masjīd al-Harām, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Disanalah Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd
diserahkan untuk belajar. Selain itu juga sempat belajar ‘ilmu sastra pada ahli
syair terkenal di Mekah, yakni Syaīkh Muhammād Āmīn al-Quthbī dan pada
saat itu berkenalan dengan Sayyīd Muhsin Al-Palembanī, seorang keturunan
‘Arāb kelahiran Palembang yang kemudian menjadi guru beliau
6
di Madrasah al-Shaulatiyah. Ketika ayah TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul
Madjīd pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaīkh
Marzūqī, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti
dalam menuntut ‘ilmu selama ini, hal itu dikarenakan kehausan beliau akan
ilmu. Namun, sebelum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara
kekuasaan Syarīf Husaīn dengan golongan Wahabi.
7
kelas 2. Prestasi akademiknya sangat istimewa. Beliau berhasil meraih peringkat
pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH.
Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun,
padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4,
kemubeliaun loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemubeliaun pada tahun-
tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9. Sahabat sekelas TGKH. Muhammad
Zainuddin bernama Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan
mengatakan: Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena
kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini.
Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum
pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam
berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Al-
Shaulatiyah Mekah. Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan
istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat
terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari
direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan
pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah al-
Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-
Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat “mumtaz”
(Summa Cumlaude). Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung
pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun sambil
menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal/ TGH.
Muhammad Faisal (TGH. Muhammad Faisal[1] memimpin pertempuran fisik
melawan kompeni Belanda/VOC, beliau ditangkap dalam perundingan dan
dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan, nama beliau
diabadikan menjadi nama jalan di Mataram). Waktu dua tahun itu dimanfaatkan
untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah
al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah
Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti
selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali. Setelah
8
selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad
Zainuddin langsung melakukan safari dakwah ke berbagai lokasi di pulau
Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat. Pada waktu itu
masyarakat menyebutnya ‘Tuan Guru Bajang’. Semula, pada
tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda
Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356
H/22 Agustus 1937 mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
(NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun
ajaran 1940/1941.
2.5 Kepemimpinan
Gambar 2.1
9
mendalam. Demikian juga kharisma beliau sebagai sosok figur ulama demikian
besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat berpengaruh karena kearifan dan
kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinannya senantiasa beliaurahkan
untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada
seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-gurunya
diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
10
dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan
tidak merugikan salah satu pihak.
11
Karena itu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, berjuanglah
kemubeliaun berjuanglah di jalan Nahdlatul Wathan untuk mempertinggi citra
agama dan negara. Niscaya kamu dengan kekuasaan Allah swt. Tergolong
pejuang agama, orang saleh dan mukhlish baik pada waktu sendirian maupun
pada waktu bersama orang lain.
Semoga Allah membukakan pintu rahmat untuk kami dan kamu dan
semoga ia menganugerahi kami dan kamu serta para simpatisan Nahdlatul
Wathan masuk surga dan nikmat tambahan yang tiada taranya, yaitu melihat zat-
Nya dari dalam surga.
12
hubungan antara guru dan murid. Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru
yang membuang murid akan tetapi kebanyakan murid yang membuang guru.
Perjuangan
13
perguruan tinggi, begitu juga lembaga sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul
Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di NTB melainkan juga
diberbagai daerah di Indonesia seperti NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI
Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara
seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya.
14
Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur
Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di
Bandung
Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
15
Pada tahun 1974 mendirikan Ma’had li al-Banat
Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara’ Rumah Sakit Islam Siti
Hajar Mataram (sampai 1997)
Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995 belau beliaunugerahi
Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah.
Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam
gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi
kebahagian di dunia maupun di akhirat.
16
Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi,
membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum
Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi,
meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan
berhizib, mengadakan syafa’at al-kubro, menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib
Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama
(madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan
lain-alin.
Karya
2.6 Wafat
17
tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama
karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke
rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kebeliauman beliau di desa Pancor,
Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu
santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di
seluruh Indonesia dan mancanegara.
Beliau adalah ulama pewaris para nabi. Beliau sangat berjasa dalam
mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas animisme,
dan dinamisme menuju masyarakat NTB yang islami. Buah perjuangan beliau
jugalah yang menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki Pulau Seribu Masjid.
Karena di seluruh kampung di Lombok pasti kita temukan masjid untuk tempat
ibadah dan acara sosial, baik yang berukuran kecil maupun besar.
18
almarhumah Laksamana Malahayati asal Aceh, almarhum Sultan Mahmud Riayat
Syah asal Kepulauan Riau, dan almarhum Prof. Drs. Lafran Pane asal Daerah
Istimewa Yogyakarta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
19
integrasi ilmu agama dan ilmu umum, mentapkan pentingnya memilih criteria
pendidik, menjalankan pendidikan multikulturalisme di NTB.
3.2 Saran
20