Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Perjuangan Maulana Syaikh

Di susun Oleh:

1. Wahidin Surya Negara


2. Rabiatul Adawiyah
3. M. Arya Susilo
4. Windi Yahya
5. M.pahrurrozi HS

Ke-NW-An
Tahun Ajaran 2020/2021
UNIVERSITAS HAMZANWADI FAKULTAS TEKNIK
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Perjuangan Maulana Syaikh ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen pada mata kuliah Ke-NW-An Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perjuangan Maulana
Syaikh bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada  Dosen ( Ahmad Firdaus,
M.Pdi ) yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Selong, 9 April 2021

(penulis)

I
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar.................................................................................i

Daftar isi...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................2

2.1 Kelahiran....................................................................................2

2.2 Silsilah........................................................................................3

2.3 Keluarga.....................................................................................4

II
2.4 Pendidikan.................................................................................5

2.4.1 Pendidikan Lokal.......................................................... 5

2.4.2 Pendidikan Makkah.......................................................5

2.4.3 Belajar Di Masjid Al-Haram.........................................6

2.4.4 Belajar Di Masjid Al-Saulatiyah...................................6

2.5 Kepemimpinan..........................................................................8

2.6 Wafat........................................................................................15

BAB III PENUTUP.......................................................................17

3.1 Kesimpulan..............................................................................17

3.2 Saran.........................................................................................17

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jasa-jasa beliau masih dapat kita lihat sampai saat ini, bahkan
pemikirannyapun telah mendunia. Kharakteristik pemikiran Kyai hamzanwadi
tidak lain ditunjukkan untuk kepentingan dan perdaban manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas maka permasalah yang timbul adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana metode dakyah Kyai Hamzanwadi ?
2. Bagaimana pemikiran Kyai Hamzanwadi dalam dunia pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan adanya penulisan makalah ini saya harapkan kita semua terutama
saya pada umumnya bisa mengetahui dan meamahami perjuangan serta
pemikiran dari Maulana Syaikh dalam dunia pendidikan dan metode
dakwahnya, semoga ini bisa menjadi acuan untuk kedepannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelahiran

Gambar 1.1

Al-Mukarram Mawlānāsysyāikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammād


Zainuddīn Abdul Madjīd’ dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1316 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898 Masehi dari perkawinan Tuan Guru
Hajjī Abdul Madjīd (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Mu’minah
atau Guru Minah) dengan seorang wanita shālihah bernama Hajjah Halīmah al-
Sa’dīyyah. ‘

Nama kecil beliau adalah ‘Muhammād Saggāf’, nama ini dilatarbelakangi oleh
suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum
dilahirkan, ayahandanya, TGH. Abdul Madjīd, didatangi dua walīyullāh, masing-
masing dari Hadhramaũt dan Maghrabī. Kedua walīyullāh itu secara kebetulan
mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqāf”. Beliau berdua berpesan kepada

2
TGH. Abdul Madjīd supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqāf”,
yang artinya “Atapnya para Wali pada zamannya”. Kata “Saqqāf” di
Indonesiakan menjadi “Saggāf” dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi “Segep”.
Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan “Gep” oleh ibu beliau, Hajjah
Halīmah al-Sa’dīyyah.

Setelah menunaikan ibadah hajjī, nama kecil beliau tersebut diganti dengan ‘Hajjī
Muhammād Zainuddīn’. Nama inipun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang
diambil dari nama seorang ‘ulamā‘ besar yang mengajar di Masjīd al-Harām.
Akhlāq dan kepribadian ulamā‘ besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama
ulamā’ besar itu adalah Syaīkh Muhammād Zainuddīn Serawak, dari Serawak,
Malaysia.

2.2 Silsilah

Silsilah Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak
bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena
catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumah
beliau mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa
asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sulthān-
sulthān Selaparang, sebuah kerajaan Islām yang pernah berkuasa di Pulau
Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul
Madjīd merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-17.

Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang diajukan oleh
seorang antropolog berkebangsaan Swedia bernama Sven Cederroth, yang
merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād
Zainuddīn Abdul Madjīd ke makam Selaparang pada tahun 1971, sebelum
berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu).  Praktik ziarāh semacam ini
memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk
masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping

3
itu pula, Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak pernah
secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-
pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan
genetiknya dengan sulthān-sulthān Kerajaan Selaparang.

2.3 Keluarga

Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd


adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandungnya lima orang,
yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammād Shabūr
dan Hajjah Masyitah. Ayahandanya TGH. Abdul Madjīd yang terkenal dengan
penggilan “Guru Mu’minah”, semasa mudanya bernama Luqmānul Hakīm
merupakan seorang muballigh dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin
pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibu Maulānāsysyāikh, Hajjah
Halīmah al-Sa’dīyyah terkenal sangat shãlihah. Luqmānul Hakīm membawa
Maulānāsysyāikh ke Mekkah untuk menimba ilmu agama ketika beliau berusia 9
tahun.

Sejak kecil al-Mukarram Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn


Abdul Madjīd terkenal sangat jujur dan cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan
bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih
sayang yang begitu besar kepada beliau. Ketika melawat ke Tanah
Suci Mekah untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut mengantar ke Tanah
Suci. Ayahandanyalah yang mencarikan guru tempat belajar pertama kali di
Masjīd al-Harām dan sempat menemaninya di Tanah Suci sampai dua kali musim

4
hajji. Sedangkan ibundanya Hajjah Halīmah al-Sa’dīyyah ikut bermukim di Tanah
Suci mendampingi dan mengasuhnya sampai ibunda tercintanya itu berpulang ke
rahmātullāh tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Ma’lah, Mekkah
al-Mukarramah.

Dengan demikian, tampak jelaslah betapa besar perhatian ayah-bundanya


terhadap pendidikannya. Hal ini juga tercermin dari sikap ibundanya bahwa setiap
kali beliau berangkat untuk menuntut ilmu, ibundanya selalu mendo’ākan dengan
ucapan “Mudah mudahan engkau mendapat ‘ilmu yang barakah” sambil berjabat
tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh
pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada ibundanya. Beliau
sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan
kemudian memanggil beliau untuk kembali, Gep, gep, gep (nama panggilan masa
kecil beliau), koq lupa bersalaman?, ucap ibundanya dengan suara yang cukup
keras. Akhirnya, beliaupun kembali menemui ibundanya sembari meminta ma’af
dan bersalamān. Kemudian, ibundanya berdo’ā’, “Mudah-mudahan anakku
mendapatkan ‘ilmu yang barokah”. Setelah itu, barulah beliau berangkat ke
sekolah. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran
ibundanya akan penting dan mustajabnya do’ā ibu untuk sang anak sebagaimana
ditegaskan dalam Hadīts Rasūlullāh SAW, bahwa do’ā’ ibu menduduki peringkat
kedua setelah do’ā’ Rasūl.

2.4 Pendidikan

Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd menuntut


ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar
mengaji (membaca Al-Qur’ān) dan berbagai ‘ilmu agama lainnya, yang diajarkan
langsung oleh ayahandanya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun.

5
2.4.1 Pendidikan Lokal

Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut


Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M. Setelah menamatkan
pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk
menuntut ‘ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru lokal, antara
lain TGH. Syarafuddīn dan TGH. Muhammād Sa’īd dari Pancor serta Tuan
Guru ‘Abdullāh bin Amaq Dulajī dari desa Kelayu, Lombok Timur. Ketiga
guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem halaqah, yaitu para
santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca Kitāb yang
sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca.

2.4.2 Pendidikan di Mekah

Untuk lebih memperdalam ‘ilmu agama, Muhammād Zainuddīn remaja


kembali berangkat menuntut ‘ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga
orang kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH.
Syarafuddīn. Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji
tahun 1341 H/1923 M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.

2.4.3 Belajar di Masjid al-Haram

Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai
mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada
sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar ditempat tersebut bernama Syaīkh
Marzūqī, seorang keturunan ‘Arāb kelahiran Palembang yang sudah lama
mengajar mengaji di Masjīd al-Harām, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Disanalah Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd
diserahkan untuk belajar. Selain itu juga sempat belajar ‘ilmu sastra pada ahli
syair terkenal di Mekah, yakni Syaīkh Muhammād Āmīn al-Quthbī dan pada
saat itu berkenalan dengan Sayyīd Muhsin Al-Palembanī, seorang keturunan
‘Arāb kelahiran Palembang yang kemudian menjadi guru beliau

6
di Madrasah al-Shaulatiyah. Ketika ayah TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul
Madjīd pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaīkh
Marzūqī, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti
dalam menuntut ‘ilmu selama ini, hal itu dikarenakan kehausan beliau akan
ilmu. Namun, sebelum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara
kekuasaan Syarīf Husaīn dengan golongan Wahabi.

2.4.4 Belajar di Madrasah al-Shaulatiyah

 Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, TGKH. Muhammād


Zainuddīn Abdul Madjīd muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Hajji
Mawardī dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia diajak untuk belajar di madrasah
al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaīkh Salīm Rahmatullāh. Pada hari
pertama masuknya ia bertemu dengan Syaīkh Hasan Muhammād al-
Masysyāth. Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai
permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi. Madrasah ini sangat
legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan telah menghasilkan
banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin masuk
Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927 M) yang waktu dipimpin
(Mudir/Direktur), Syaikh Salim Rahmatullah yang merupakan cucu pendiri
Madrasah al-Shaulatiyah. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang
masuk di Madrasah Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk
menentukan kelas yang cocok bagi thullab. Demikian pula dengan TGKH.
Muhammad Zainuddin, juga ditest terlebih dahulu. Secara kebetulan diuji
langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah sendiri, Syaikh Salim
Rahmatullah dan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath. Hasil test
menentukan di kelas 3. mendengar keputusan itu, TGKH. Muhammad
Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan ingin mendalami
mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf. Semula Syaikh Hasan bersikeras agar
TGKH. Muhammad Zainuddin masuk kelas 3, tetapi pada akhirnya melunak dan
mengabulkan permohonan untuk masuk kelas 2 dan sejak itu TGKH.
Muhammad Zainuddin secara resmi masuk Madrasah al-Shaulatiyah mulai dari

7
kelas 2. Prestasi akademiknya sangat istimewa. Beliau berhasil meraih peringkat
pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH.
Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun,
padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4,
kemubeliaun loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemubeliaun pada tahun-
tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9. Sahabat sekelas TGKH. Muhammad
Zainuddin bernama Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan
mengatakan: Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena
kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini.
Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum
pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam
berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Al-
Shaulatiyah Mekah. Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan
istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat
terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari
direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan
pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah al-
Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-
Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat “mumtaz”
(Summa Cumlaude). Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung
pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun sambil
menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal/ TGH.
Muhammad Faisal (TGH. Muhammad Faisal[1] memimpin pertempuran fisik
melawan kompeni Belanda/VOC, beliau ditangkap dalam perundingan dan
dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan, nama beliau
diabadikan menjadi nama jalan di Mataram). Waktu dua tahun itu dimanfaatkan
untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah
al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah
Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti
selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali. Setelah

8
selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad
Zainuddin langsung melakukan safari dakwah ke berbagai lokasi di pulau
Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat. Pada waktu itu
masyarakat menyebutnya ‘Tuan Guru Bajang’. Semula, pada
tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda
Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356
H/22 Agustus 1937 mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
(NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun
ajaran 1940/1941.

2.5 Kepemimpinan

Gambar 2.1

Adalah Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak


ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan
perjuangannya.Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang saling
mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang
dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang
arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan.

Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal


sebagai ulama’ besar di Indonesia karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan

9
mendalam. Demikian juga kharisma beliau sebagai sosok figur ulama demikian
besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat berpengaruh karena kearifan dan
kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinannya senantiasa beliaurahkan
untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada
seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-gurunya
diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.

Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa penghargaaannya kepada mahaguru


yang paling dicintai dan disayangi. Maulana Syaikh Hasan Muhammad al-
Masysyath diwujudkan dalam bentuk pondok pesantren Hasaniyah NW
di Jenggik, Lombok Timur. Penghargaan kepada mahagurunya Maulana Syaikh
Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi diwujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren
Aminiyah NW di Bonjeruk Lombok Tengah, dan penghargaan kepada
Mahagurunya Maulana al-Syaikh Salim Rahmatullah dilakukan dengan
mendirikan sebuah Pondok Pesantren di Lombok Timur. Pola kepemimpinan
yang beliau contohkan di atas hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki wawasan ilmu yang dalam serta pemimpin yang memiliki kearifan dan
kebijaksanaan.

Demikian pula tentang pendekatan yang beliau lakukan selalu bernilai


paedagogik dalam arti mengandung nilai-nilai pendidikan. Beliau tidak mau
bahkan tidak pernah bersikap sebagai pembesar yang disegani. Belaiu selalu
bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-tengah jama’ah dan senantiasa
menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan mereka. Demikian
juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya selalu disesuaikan dengan
kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santerinya.

Pembawaan dan sikap hidupnya selalu menunjukkan kesederhanaan.


Inilah yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan murid-
muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan kharisma yang beliau miliki.
Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, didengar, dan

10
dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan
tidak merugikan salah satu pihak.

Untuk melanjutkan dan mengembangkan perjuangan Nahdlatul Wathan di


masa datang, beliau sangat mendambakan munculnya kader-kader yang memiliki
potensi dan militansi, serta loyalitas yang tinggi, baik dari segi semangat,
wawasan, maupun bobot keilmuan. Dalam banyak kesempatan beliau sering
menyampaikan keinginannya agar murid dan santrinya memiliki ilmu
pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih tinggi daripada ilmu
pengetahuan yang beliau miliki. Demikian motivasi yang selalu beliau
kumandangkan supaya murid dan santrinya lebih tekun dan berpacu dalam
menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Dalam menerima dan menghadapi para murid dan santri serta


warga Nahdlatul Wathan, beliau tidak pernah membedakan antara yang satu
dengan yang lain. Semua murid dan santeri serta warga Nahdlatul
Wathan diberikan perhatian dan kasih saying yang sama besarnya, bagaikan cinta
dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya.

Yang membedakan murid dan santri dihadapannya adalah kadar


keikhlasan dan sumbangsihnya kepada Nahdlatul Wathan. Dan, untuk membina
dan memonitor kualitas kader Nahdlatul Wathan, beliau mengeluarakan wasiat
dalam bahasa Arab, yang artinya:

Dengan menyebut nama Allah dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap


tercurah padamu, demikian pula rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-
Nya.

Anak-anak yang setia dan murid-muridku yang berakal. Sesungguhnya semulia-


mulia kamu disisiku ialah yang paling banyak bermanfaat untuk
perjuangan Nahdlatul Wathan dan sejahat-jahat kamu disisiku ialah yang paling
banyak merugikan perjuangan Nahdlatul Wathan.

11
Karena itu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, berjuanglah
kemubeliaun berjuanglah di jalan Nahdlatul Wathan untuk mempertinggi citra
agama dan negara. Niscaya kamu dengan kekuasaan Allah swt. Tergolong
pejuang agama, orang saleh dan mukhlish baik pada waktu sendirian maupun
pada waktu bersama orang lain.

Semoga Allah membukakan pintu rahmat untuk kami dan kamu dan
semoga ia menganugerahi kami dan kamu serta para simpatisan Nahdlatul
Wathan masuk surga dan nikmat tambahan yang tiada taranya, yaitu melihat zat-
Nya dari dalam surga.

Demikianlah, wasiat ini dikeluarkan setelah terlihat beberapa kader dari


kalangan alumni Madrasah NWDI, dan mereka yang sudah beliau biayai untuk
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi keluar dari garis perjuangan organisasi.
Tidak taat pada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi. Memang
dalam rangka kaderisasi beliau banyak memberikan bantuan kepada alumni
NWDI dan orang-orang lain untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi
dengan nawaitu khusus dan perjanjian khusus pula, yaitu untuk setia membela dan
memperjuangkan cita-cita NWDI, NBDI dan NW. Alhamdulillah banyaklah
beliauntara mereka yang benar-benar menepati janjinya dengan tulus. Sebaliknya
ada juga yang khianat pada janjinya, tidak malu merobek-robek nawaitu
pengiriman. Eksistensi dan aplikasi dari wasiat ini menjadi tolok ukur kualitas dan
kader ketaatan serta keihklasan kader-kader Nahdlatul Wathan.

Di samping itu, untuk mempertegas Wasiat Renungan Masa I dan II


berbahasa Indonesia dalam bentuk puisi. Wasiat Renungan Masa ini berisikan
nasihat, fatwa dan pedoman bagi warga Nahdlatul Wathan dalam berjuang.

Lahirnya wasitat-wasiat tersebut merupakan konsekuensi logis dari pola


kepemimpinan beliau yang selalu menekankan hubungan guru dan murid. Beliau
adalah figur pemimpin yang selalu menekankan agar tetap terjalin dan terpelihara

12
hubungan antara guru dan murid. Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru
yang membuang murid akan tetapi kebanyakan murid yang membuang guru.

Perjuangan

TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci


Mekah selama 13 tahun kemubeliaun kembali ke Indonesia atas perintah dari guru
yang paling beliau kagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath, pada
tahun 1934. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah
Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin
pada tahun 1934 M. kemubeliaun pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22
Agustus 1937 M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah
Islamiyah (NWDI). Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria.
Kemubeliaun pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April 1943 M. beliau
mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk
kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau
Lombok yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah
yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama
madrasah tersebut beliaubadikan menjadi nama pondok pesantren ‘Dar al-
Nahdlatain Nahdlatul Wathan’. Istilah ‘Nahdlatain’ beliaumbil dari kedua
madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok dan
mengajar.

Pada tahun 1952, madrasah-madrasah cabang NWDI-NBDI yang didirikan


oleh para alumni di berbagai daerah telah berjumlah 66 buah. Maka untuk
mengkoordinir, membina dan mengembangkan madrasah-madrasah cabang
tersebut beserta seluruh amal usahanya, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan
yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah pada
tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M. sampai dengan tahun 1997 ini
lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh Organisasi Nahdlatul Wathan
telah berjumlah 747 buah dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan

13
perguruan tinggi, begitu juga lembaga sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul
Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di NTB melainkan juga
diberbagai daerah di Indonesia seperti NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI
Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara
seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya.

Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH.


Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan
NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-
patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah. Bahkan
secara khusus al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu
gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”. Gerakan al-Mujahidin ini
bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok untuk
bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa
Indonesia. Dan pada tanggal 7 Juli 1946, TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid
adik kandung Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
memimpin penyerbuan tanksi militer NICA di Selong. Namun, dalam penyerbuan
ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul Madjid bersama dua orang santri
NWDI sebagai Syuhada’ sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam
Pahlawan Rinjani Selong, Lombok Timur.

Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul


Madjid sebagai ulama’ pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan
berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa
pengabbeliaun, di antaranya:

 Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin

 Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI

 Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI

14
 Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok

 Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur

 Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur

 Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur


ke Arab Saudi

 Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil

 Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok

 Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan

 Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama

 Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok

 Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang Lombok

 Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)

 Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW

 Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di
Bandung

 Pada Tahun 1965 mendirikan Ma’had Dar al-Qu’an wa al-Hadits al-


Majidiyah Asy-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan

 Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III

 Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat Majlis Ulama’ Indonesia


(MUI)Pusat

15
 Pada tahun 1974 mendirikan Ma’had li al-Banat

 Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara’ Rumah Sakit Islam Siti
Hajar Mataram (sampai 1997)

 Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi

 Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi

 Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi

 Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi

 Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Hamzanwadi

 Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi

 Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

 Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi

 Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi

 Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri

 Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi

Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995 belau beliaunugerahi
Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah.
Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam
gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi
kebahagian di dunia maupun di akhirat.

16
Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi,
membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum
Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi,
meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan
berhizib, mengadakan syafa’at al-kubro, menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib
Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama
(madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan
lain-alin.

Sebagai seorang Ulama’ mujahid beliau telah memberikan keteladanan


yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan perjuangan
memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan.
Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi kehidupan beliau
yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan murid beliau.

Karya

Al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul


Madjid selaku ulama’ pewaris para Nabi, di samping menyampaikn dakwah bi al-
hal wa bi al-lisan, juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif. Bakat
dan kemampuan beliau sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak
beliau masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya
dan padatnya kegiatan keagamaan dan keasyarakatan yang harus diisi maka
peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas.
Kendatipun demikian di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, beliau masih
sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu perjuangan
dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.

2.6 Wafat

Tarikh akhir 1997 menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa


tidak, hari Selasa, 21 Oktober 1997 M / 18 Jumadil Akhir 1418 H dalam usia 99

17
tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama
karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke
rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kebeliauman beliau di desa Pancor,
Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu
santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di
seluruh Indonesia dan mancanegara.

Beliau adalah ulama pewaris para nabi. Beliau sangat berjasa dalam
mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas animisme,
dan dinamisme menuju masyarakat NTB yang islami. Buah perjuangan beliau
jugalah yang menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki Pulau Seribu Masjid.
Karena di seluruh kampung di Lombok pasti kita temukan masjid untuk tempat
ibadah dan acara sosial, baik yang berukuran kecil maupun besar.

Perjuangan beliau dalam menegakkan syiar Islam dan pendidikan di bumi


Indonesia tidak boleh terhenti begitu saja, namun harus terus dilanjutkan oleh
siapa saja, baik umat muslim Indonesia secara keseluruhan dan
masyarakat Sasak pada umumnya, maupun oleh kader-kader Nahdlatul Wathan
yang telah dididik melalui lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan serta
seluruh warga Nahdlatul Wathan (abituren, pencinta dan simpatisan) pada
khususnya.

Akhirnya, memperhatikan seluruh riwayat kelahiran, pendidikan, dan


perjuangan Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid baik untuk masyarakatnya
dan negaranya, sehingga tokoh-tokoh daerah setempat setuju dan berusaha
memperjuangkan Beliau [5] agar beliau bisa diangkat sebagai Pahlawan Nasional
dalam bidang Pendidikan dan Gerakan Kepemudaan. Pada hari Kamis, 9
November 2017 bertempat di Istana Negara, beliau dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 115/TK/Tahun 2017
tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Empat tokoh yang dianugerahi
Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo yakni almarhum Tuan Guru Kiai
Haji (TKGH) Muhammad Zainuddin Madjid asal Lombok Nusa Tenggara Barat,

18
almarhumah Laksamana Malahayati asal Aceh, almarhum Sultan Mahmud Riayat
Syah asal Kepulauan Riau, dan almarhum Prof. Drs. Lafran Pane asal Daerah
Istimewa Yogyakarta.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Konsep dakwah Kyai Hamzanwadi melalui system madrasi, dakwah


secara lisan, dan tulisan. Adapun pemikirannya tentang pendidikan terdiri dari 6
ide yaitu; penggagas pendidikan islam dengan system madras, membuka lembaga
pendidikan khusus bagi kaum wanita, membuka sekolah umum di ntb, melakukan

19
integrasi ilmu agama dan ilmu umum, mentapkan pentingnya memilih criteria
pendidik, menjalankan pendidikan multikulturalisme di NTB.

3.2 Saran

Manfaatkanlah apa yang ada dengan baik. Rajinlah-rajinlah belajar dan


patuhilah nasihat orang tua.

20

Anda mungkin juga menyukai