Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

WAWASAN AL QUR’AN DAN HADITS TENTANG SIKAP


BERSAHABAT/KOMUNIKATIF DAN GEMAR MEMBACA

Makalah ini untuk memenuhi tugas matakuliah


“KAJIAN AL QUR’AN DAN HADITS TENTANG KARAKTER”

DISUSUN OLEH:
YAFRI JUNED, S.Pd
NIM : 211019030

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. WISNARNI, M.Ag.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI


PROGRAM PASCASARJANA

Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi....................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ………………........................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Konsep berkomunikasi dalam Al-Qur’an baik yang menyangkut cara


ataupun etika …………………………………………………………. 3
2.2. Komunikasi politik ………………………………………………….. 7
2.3. Gemar membaca dalam perspektif Al Qur’an dan Hadist …………… 9

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan ………………………........................................................ 18
3.2. Saran ………………………………………………………………. 18
Daftar Pustaka ………………………....................................................... 19

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konsep tentang komunikasi tidak hanya berkaitan dengan masalah cara
berbicara efektif saja melainkan juga etika bicara. Semenjak memasuki era reformasi,
masyarakat Indonesia berada dalam suasana euforia, bebas bicara tentang apasaja,
terhadap siapapun, dengan cara bagaimanapun. Al-Qur’an menyebut komunikasi
sebagai salah satu fitrah manusia. Untuk mengetahui bagaimana manusia seharusya
berkomunikasi, Al-Qur’an memberikan kata kunci (keyconcept) yang berhubungan
dengan hal itu. Al-Syaukani, misalnya mengartikan kata kunci al-bayan sebagai
kemampuan berkomunikasi. Selain itu, kata kunci yang dipergunakan Al-Qur’an untuk
komunikasi ialah al-qaul. Demokrasi yang melegitimasi terdapatnya keragaman
(pluralitas) tentu harus dipraktikkan ke ranah politik dan kekuasaan. Untuk itu
dibutuhkan alat untuk mengantarkan terjadinya proses tawar dan konsensus di antara
komponen sosialpolitik yang ada. Instrumen tersebut adalah komunikasi politik. Etika
politik diperlukan secara kontinu dalam proses komunikasi politik di tengah
transisidemokrasi saat ini di mana etika politik mengarahkan ke hidup baik bersama
danuntuk orang lain dalam kerangka memperluas lingkup kebebasan dan menciptakan
institusi-institusi yang lebih adil. Barangkali bisa dipahami dengan
komunikasipolitikyang beretika maka nilai-nilai demokrasi tetap dikedepankan serta
merekaakan menjaga komitmen untuk mengutamakan kepentingan publik. Perintah
berkata dalam Al-Qur’an dan hadis menjadi sebuah indikasi wajibnya bagi muslim
mengaplikasikan sifat kejujuran dan perkataan benar yang dalam konsep Al-Qur’an
dikenal dengan istilahqaulan sadidan.

Menurut bentuknya, komunikasi dibedakan menjadi dua, verbal dan non


verbal. Dengankemampuan komunikasi, seseorang mampu memukau pendengar
selama berjam-jam, tanpabergeming. Dengan kemampuan berkomunikasi ecara
efektif, ternyata kebenaran pemikiranmanusia yang sedemikian relatif dapat
mempengaruhi jalan pikiran berjutaanak bangsa. Islam sebagai dien yang sempurna
tentu akan akan dapat disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada para pemeluknya
untuk lebih dihayati dan diamalkan secara murni dan konsekuen, jika disampaikan oleh

1
muballig yang mampu melakukan komunikasi secara efektif. Kalau saja para mubalig
menguasai metode berkomunikasi dengan efektif, akan dapat menginternalisasikan
ajaran Islam dalam benak dan dada semua audiens sehingga dapat bersikap dan
berprilaku sebagai muslim sejati. Di samping itu, kalau saja para muballig menguasai
cara berkomunikasi dengan audiens, maka masjid akan selalu penuh dengan orang-
orang yang melakukan shalat berjamaah. Indonesia akan sepi dari koruptor atau pelaku
kejahatan lainnya. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna seharusnya
memiliki konsep tentang bagaimana berkomunikasi. Demikian pula halnya dengan Al-
Qur’an sebagai kitab suci yang mengcover berbagai persoalan yang dihadapi manusia,
tidak terkecuali tentang konsep komunikasi. Al-Qur’an memerintahkan untuk
berbicara efektif (Qaulan Baligha). Semua perintah jatuhnya wajib, selama tidak ada
keterangan lain yang memperingan. Begitu bunyi kaidah yang dirumuskan Ushul Fiqh.
Konsep tentang komunikasi tidak hanya berkaitan dengan masalah cara berbicara
efektif saja melainkan juga etika bicara. Semenjak memasuki era reformasi, masyarakat
Indonesia berada dalam suasana euforia, bebas bicara tentang apa saja, terhadap
siapapun, dengan cara bagaimanapun. Hal initerjadi, setelah mengalami kehilangan
kebebasan bicara selama 32 tahun di masa Orde Baru. Memasuki era reformasi orang
menemukan suasana kebebasan komunikasi sehingga tidak jarang cara maupun muatan
pembicaraan bersebarangan dengan etika ketimuran, bahkan etika Islam, sebagai
agama yang dianut mayoritas pendudukIndonesia. Fakta di atas mendorong penulis
untuk memaparkan beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits yang membicarakan masalah
konsep komunikasi yang baik.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan suatu masalah sebagai


berikut :

1. Bagaimana sesungguhnya konsep berkomunikasi dalam Al-Qur’an baik yang


menyangkut cara ataupun etika
2. Bagaimanakah komunikasi politik itu?
3. Bagaiamankah gemar membaca dalam perspektif Al Qur’an dan Hadist ?

2
BAB II. PEMBAHASAN

1.1 Konsep Komunikasi dalam Al Qur’an

Al-Qur’an menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Untuk


mengetahuibagaimana manusia seharusya berkomunikasi. Al-Qur’an memberikan kata
kunci(keyconcept) yag berhubungan dengan hal itu. Al-Syaukani, misalnya
mengartikan kata kuncial-bayansebagai kemampuan berkomunikasi. Selain itu, kata
kunci yang dipergunakanAl-Qur’an untuk komunikasi ialahal-qaul. Darial-qaulini,
Jalaluddin Rakhmat menguraikan prinsip, qaulan sadidan yakni kemampuan berkata
benar atau berkomunikasi dengan baik. Dengan komunikasi, manusia
mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi sosial, dan mengembangkan
kepribadiannya. Para pakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa
kegagalan komunikasi berakibat fatal baik secara individual maupun sosial. Secara
individual, kegagalan komunikasi menimbulkan frustasi; demoralisasi, alienasi, dan
penyakit-penyakit jiwa lainnya. Secara sosial, kegagalan komunikasi menghambat
salingpengertian, menghambat kerja sama, menghambat toleransi, dan merintangi
pelaksanaannorma-norma sosial Al-Qur’an menyebut komunikasi sebagai salah satu
fitrah manusia. Dalam QS. Al-Rahman (55) / 1–4:

Artinya: “(tuhan) yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”.

Al-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadir mengartikan al-bayan sebagai


kemampuan berkomunikasi. Untuk mengetahui bagaimana orang-orang seharusnya
berkomunikasi secara benar (qaulansadidan), harus dilacak kata kunci (key-concept)
yang dipergunakanAl-Qur’anuntuk komunikasi. Selainal-bayan, kata kunci untuk
komunikasi yang banyak disebut dalamAl-Qur’an adalah “al-qaul” dalam konteks
perintah (amr), dapat disimpulkan bahwa ada enam prinsip komunikasi dalam Al-
Qur’an yakni qaulan sadidan (QS. 4: 9: 33: 70), qaulan balighan (QS. 4:63), qaulan

3
mansyuran (QS. 17:28), qaulan layyinan (QS. 20:44), qaulan kariman (QS. 17:23), dan
qaulan marufan (QS. 4:5). Kata qaulan sadidan disebut dua kali dalamAl-Qur’an,
yakni: Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikanqaulan sadidan (perkataan
benar) dalam urusan anak yatim dan keturunan, yakni QS. 4: 9 sebagai berikut:

Artinya :

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan


dibelakangmereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirterhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.

Kedua, Allah memerintahkan qaulan sesudah takwa, sebagaimana firman Allah dalam
QS. 33/70:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah danKatakanlah


Perkataanyang benar”.

Jadi, Allah swt., memerintahkan manusia untuk senantiasa bertakwa yag


dibarengidengan perkataan yang benar. Nanti Allah akan membalikkan amal-amal
kamu, mengampunidosa kamu. Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya
ia akan mencapaikeberuntungan yang besar. Perkataan yang benar merupakan prinsip
komunikasi yang terkandung dalamAl-Qur'an dan mengandung beberapa makna dari
pengertian benar. Diantaranya kata benar yang sesuai dengan kriteria kebenaran.
Ucapan yang benar tentuucapan yang sesuai denganAl-Qur'an, Al sunnah, dan ilmu.

4
Al-Qur’an menyindir dengan keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk pada
Al Kitab, petunjuk, dan ilmu. Sebagaimana Firman Allah QS. 21/20:

Artinya:

“Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”.

Al-Qur’an menyatakan bahwa berbicara yang benar, menyampaikan pesan


yang benar-benar adalah prasyarat untuk kebesaran, kebaikan, kemaslahatan dan amal.
Apabila ingin sukses dalam karir, ingin memperbaiki masyarakat, maka kita harus
menyebarkan pesan yang benar. Dengan perkataan lain, masyarakat menjadi rusak
apabila isi pesan komunikasi tidak benar, apabila isi pesan komunikasi tidak benar,
apabila orang menyembunyikan kebenaran karena takut menghadapi establishmen atau
rezim yang menegakkan sistemnya di atas penipuan atau penutupan kebenaran menurut
Al-Qur’an tidak akan bertahan lama (Muh.Syawir Dahlan, 2014).

Dalam makalah Muh.Syawir Dahlan (2014) menyatakan bahwa ada beberapa


cara menutupi kebenaran dengan komunikasi, yakni (a) menutupi kebenaran dengan
menggunakan kata-kata yang abstrak, ambigu atau menimbulkan penafsiran yang
sangat berlainan apabila anda tidak setuju dengan pandangan kawan anda, kemudian
anda segera menyebut dia “tidak pancasilais”. Anda sebetulnya tidak tahan dikritik,
tetapi tidak enak menyebutkannya lalu anda akan berkata, “saya sangat menghargai
kritik, tetapi kritik itu harus disampaikan secara bebas dan bertanggung jawab”. Kata
“bebas” dan “bertanggung jawab” adalah kata abstrak untuk menghindari kritikan.
Ketika seorang mubaligmenemukan pendapat Muballig lain dan pendapatnya tidak
logis, iya akan berkata, “akal harus tunduk dengan agama”. Dia sebetulnya mau
mengatakan bahwa logika orang lain itu harus tunduk dengan pemahamannya tentang
agama. Akal dan agama adalah dua kata abstrak. Oleh karena itu, menasehatkan agar
kita berhati-hati menggunakan abstrak. (b) orang menutupi kebenaran dengan
menciptakan istilah yang diberi makna orang lain. Istilah itu berupa eufimismea tau

5
pemutar balikan makna sama sekali. Pejabat melaporkan kelaparan didaerahnya
dengan mengatakan “kasus kekurangan gizi atau “rawan pangan”. Ia tidakdikatakan
“ditangkap”, tetapi “diamankan”. Harga tidak dinaikkan, tetapi “disesuaikan”. Qaulan
sadidan adalah ucapan yang jujur, tidak bohong. Nabi Muhammad saw., bersabda
sebagaimana diriwayatkan Bukhari-Muslim sebagai berikut

Artinya: Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi saw., bersabda “sesungguhnya
kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa surga. Seseorang
akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa
ke neraka. Seseorang selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
(HR. Bukhari-Muslim).

Al-Qur’an menyuruh kita untuk selalu berkata benar. Kejujuran melahirkan


kekuatan, sementara kebohongan mendatangkan kelemahan. Biasa berkata benar
mencerminkan keberanian. Bohong sering lahir karena rendah diri, pengecut, dan
ketakutan.Sesuai dengan ayat Al Qur’an surat An-Nahl 105 Alloh SWT berfirman:

Artinya:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang


yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang
pendusta”. ( QS. An-Nahl 105).

Nabi Muhammad SAW dengan mengutip Al-Qur'an menjelaskan orang


beriman tidak akanberdusta. Dalam perkembangan sejarah, umat Islam sudah sering
dirugikan karena berita-berita dusta. Yang paling parah terjadi, ketika bohong
memasuki teks-teks suci yang menjadirujukan. Kebohongan tidak berhasil memasuki
Al-Qur’an karena keaslian Al-Qur’an dijaminoleh Allah (juga karena kaum muslimin
hanya memiliki satu mushaf Al-Qur’an). Tetapi, kebohongan telah menyusup ke dalam
penafsiranAl-Qur’an. Makna Al-Qur’an pernahdisimpangkan untuk kepentingan

6
pribadi atau golongan. Kebohongan juga memasuki hadis-hadis Nabi saw, walaupun
berdusta atas nama nabidiancam dengan neraka. Sepanjang sejarah ada saja orang yang
berwawancara imajiner dengan Nabi. Belakangan ada orang melakukan wawancara
imajiner dengan para sahabatyang mulia. Mereka menisbahkan kepada Nabi dan
sahabat-sahabatnya prasangka, fanatis medan kejahilan mereka. Para ahli hadis
menyebut berita imajiner ini sebagai hadis mawdhu’. Para penulisnya atau
pengarangnya disebut alwadhdhaataual-kadzab (pendusta).

Pada zaman Nabi, mereka disebutal-fasiq. Pada zaman sahabat, ada murid-
murid sahabat yang terkenal pendusta. Di antaranyaIkrimah dan Muqatil bin Sulaiman.
Ikrimah misalnya, banyak menisbahkan pendapatnya padaIbnu Abbas. Ka’ab al-Ahbar
banyak memasukkan mitos-mitos Yahudi dan Nasrani dalam tafsir, sehingga para
ulama menyebutnya sebagai tafsir Isra’iliyat. Berita-berita dusta tentang Nabi sangat
berbahaya, karena umat Islam merujuk pada Nabi dalam perilaku mereka. Sunah Nabi
menjadidasar hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Memalsukan hadis Nabi berartti
memalsukan ajaran Islam. Menyebarnya hadis mawdhu’ telah banyak mengubah
ajaran Islam. Imam syafi’i bercerita tentang Wahab bin Kasy’an. Iaberkata: Aku
melihatAbdullah bin Al-Zubair memulai sholat (jum’at) sebelum khotbah. Semua
sunah Rasulullah saw sudah diubah, bahkan sholatpun dirubah. Oleh karena itu, ilmu-
ilmu hadis sangat berharga untuk memelihara kemurnian Islam.Studi kritis terhadap
sejarah Rasulullahakan disambut oleh setiap muslim yang mencintaikebenaran dan
sekaligus dibenci oleh orang-orang yang mau mencemari Islam. Perintah berkata benar
dalam Al-Qur’an dan hadis menjadi sebuah indikasi wajibnya bagi muslim
mengaplikasikan sifat kejujuran dan perkataan benar yang dalam konsep Al-Qur’an
dikenal dengan istilah qaulan sadidan (Muh.Syawir Dahlan, 2014).

2.2. Komunikasi Politik

Demokrasi yang melegitimasi terdapatnya keragaman (pluralitas) tentu


harusdipraktikkan ke ranah politik dan kekuasaan. Untuk itu dibutuhkan alat untuk
mengantarkan terjadinya proses tawar dan konsensus di antara komponen sosial politik
yang ada. Instrumen tersebut adalah komunikasi politik, yang menurut Dan Nimmo

7
adalah “aktivitas komunikasi yang bermuatan politik untuk tujuan kebajikan dengan
berbagai konsekuensi yang mengaturtingkah laku manusia dalam keadaan konflik.

Dengan komunikasi berbagai nilai demokrasi tersebut dapat dikemas ke dalam


pesan politik yang akan memiliki implikasi positif bagi upaya mewujudkan citacita
bersama sebagaiwarga bangsa yang telah mempercayakan proses kenegaraan dan
pemerintahan kepada parpol. Menjamurnya partai politik menjelang pemilu beberapa
waktu lalu menunjukkan masyarakat amat sadar mekanisme demokrasi sebagai cara
terbaik untuk mewujudkan cita-cita bersama. Namun yang terjadi adalah fenomena
membiasnya fungsi dan peran parpol dalam komunikasi dan sosialisasi politik, dimana
rakyat sering tidak mengetahui atau amat terlambat dalam mengikuti dinamika
kebangsaan dan kebijakan pemerintah yang berimplikasi luas padakehidupan rakyat
dengan contoh; MOU RI-GAM dan kenaikan harga BBM dan bahkankebijakan impor
beras yang bakal menyengsarakan masa depan kaum tani. Komunikasi menjadikan
setiap individu memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
kemasyarakatan ditingkat lokal dengan karakteristik terbuka dan rasional. Sebagai
pendapat Jurgen Habermas seperti dikutip Piliang, bahwa komunikasi adalah upaya
untukmencapai konsensus bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dan tujuan
bersamalewat cara argumentasiyang rasional.

Dalam ranah demokrasi kehidupan politik tentu konsensus itu dicapai melalui
komunikasi (politik) yang sarat dengan niat demokrasi serta visimisi elit politik sering
tidak diikuti dialektika dengan kalangan akar rumput agar terdapatkesepahaman serta
hilangnya kesenjangan yang mengakibatkan krisis kepercayaan terhadapmekanisme
demokrasi.Oleh karenanya, etika politik diperlukan secara kontinu dalam proses
komunikasi politikdi tengah transisi demokrasi saat ini di mana etika politik
mengarahkan ke hidup baik bersamadan untuk orang lain dalam kerangka memperluas
lingkup kebebasan dan menciptakaninstitusi-institusi yang lebih adil. Barangkali bisa
dipahami dengan komunikasi politik yangberetika maka nilai-nilai demokrasi tetap
dikedepankanserta mereka akan menjaga komitmenuntuk mengutamakan kepentingan
publik.Bukan sebaliknya, komunikasi politik di era keterbukaan dan kebebasan saat ini
hanyadijadikan alat merealisasikan kepentingan individu maupun kelompok dengan

8
terus mengatasnamakan demokrasi, namun sebenarnya telah melakukan distorsi
komunikasi yang pada akhirnya hanya memperpanjang penderitaan dan kesulitan
hidup rakyat kecil. Hasilnya dalam suasana keterbukaan maka komunikasi harus
berjalan seiring dengan hadirnya publicsphere sehingga proses politik dan
pemerintahan hasil pilihan langsung rakyat bisa diikuti serta dikontrol langsung. Hal
ini guna melengkapi fungsi legislasi parpol yang sering jauh dari realita masyarakat.
Terkait hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa debat di dalam ruang publik harus
dilakukan dalam sebuah kondisi yang ideal, yakni komunikasi yang di dalamnya tidak
ada satu pihak pun yang diperbolehkan melakukan cara pemaksaan, penekanan dan
dominansi. Pertanyaan akhir adalah sudahkah kondisi ideal di atas terwujud dalam
proses komunikasi dan demokratisasi yang berlangsung saat ini. Sejarahlah yang akan
mendeskripsikan pada generasi anak bangsa ini ke depan.

2.4. Gemar membaca dalam perspektif Al Qur’an dan Hadist

Secara sederhana membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan


mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi: orang harus
menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan mengingat-ingat. Kita tidak
dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa menggunakan pikiran kita.
Sedangkan pemahaman dan kecepatan membaca menjadi amat tergantung pada
kecakapan dalam menjalankan setiap organ tubuh yang diperlukan untuk itu.

Al-Qur’an Surat Al Alaq ayat 1-5 telah memerintahkan kita membaca, dan
merupakan suatu yang indah bila kita gemar membaca. Membaca yang dilakukan
berulang-ulang akan ditemukan permasalahan yang berbeda dengan sebelumnya. Kata
Iqro’ terulang 2 kali, iqro’ pertama menyimpulkan apa yang kit abaca mulai dari
bismirobbika dengan nama Alloh SWT. Iqro’ kedua objek manfaatnya. Arti dari Al
Qur’an ayat 3-5 artinya “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang
mengajar manusia dengan perantara kalam, yang mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya”. Jadi manfaat membaca agar kita paham apa yang tidak kita
ketahui.

Dalam Kompasiana (2011) dinyatakan bahwa Bulan Ramadhan sangat


istimewa bagi umat Islam yang beriman dan bertqwa kepada Allah serta taat kepada

9
Rasul-Nya,karena di bulan Ramadhan terdapat beberapa keistimewaaannya yang tidak
di jumpai pada bulan-bulannya yang lain.Diantara salah satu keistimewaannya,adalah
pada bulan Ramadhan diturunkan permulaan ayat-ayat Al-Qur'an,yakni surat Al-Alaq
ayat 1-5 itu. Ayat Al-Qur'an yang pertama turun berisi perintah membaca, bukan
perintah yang lainnya. Karena dengan tanpa bisa membaca seseorang individu tidak
akan bisa memahami apa-apapun yang sedang dan akan dikerjakannya. Oleh sebab itu
Islam sejak dini sudah mendeklarasikan perang terhadap buta huruf, yang ditegaskan
pula dalam Al-Qur'an bahwa janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tidak engakau
ketahuinya terlebih dahulu, seperti halnya engkau dilarang mengatakan apa-apa yang
engkau tidak memahaminya apalagi mengikutinya. Jadi sekiranya kebanyak orang
Islam malas membaca tentu saja berdosa, karena membaca merupakan intruksi Allah
yang pertama sekali sebelum yang lainnya sebagai bukti betapa pentinganya membaca
tersebut. Semua orang Islam mengetahuinya, bahwa seseorang yang shalat tidak
memahami apa bacaaan dalam shalatnya itu boleh jadi shalatnya kurang kuwalitasnya.
Dalam konteks ini pula, bagi umat Islam dianjurkan supaya mencari ilmu pengetahuan
sejak dari ayunan sampai liang lahat. Ataupun suatu anjuran yang sangat dikenal oleh
orang muslim, “bahwa sekiranya engkau ingin bahagia di dunia maka carilah ilmu, dan
jika engkau ingin sejahtera di akhirat juga dengan mencari ilmu, dan jika ingin bahagia
dunia akhirat maka carilah ilmu”. Kewajiban mencari ilmu pengetahuan bagi umat
Islam itu terjadi silang pendapat para ilmuwan muslim, ada yang mengatakan silang
pendapat para ilmuwan muslim, ada yang mengatakan kewajiban mencari ilmu
pengetahuan bagi muslim itu wajib bagi setiap muslim (fardhu a'in) dan ada pula yang
menyebutkan kewajiban itu cukup dilakukan oleh salah seorang saja (fardhu kifayah).
Namun dalam konteks mencari ilmu pengetahuan tersebut tidak ada para ilmuwan
muslim yang menyebutkan sebaliknya, yang membuktikan bahwa membaca sangat
penting dan strategis bagi kemajuan muslim. Sebagai ilutrasi tentang pentingnya bagi
umat Islam untuk mencari ilmu pengetahuan itu, Al-Qur'an menegaskan dalam salah
satu ayatnya sebagai berikut: Dan janganlah kamu semuanya ikut ke medan tempur
untuk maju mempertahankan diri dari invasi musuh, tetapi hendaklah diantara kamu
terdapat salah seorang yang mencari ilmu pengetahuan agar kedepan ia bisa memberi
pembelajaran bagi masyarakatnya. Selanjutnya Rasulullah SAW dalam berbagai

10
peperangan untuk mempertahankan diri dari invasi musuh, senantiasa beliau bebaskan
tawanan perang dengan imbalan tawanan tersebut bisa membaca dan mengajarkan ilmu
pengetahuannya kepada seluruh perajurit-perajurit muslim, sehingga ehingga mereka
yang sebelumnya tidak bisa membaca menjadi seorang perajurit yang pintar membaca
sebagai modal utama untuk mencari ilmu pengetahuan. Dalam konteks in sekiranya
sekarang umat Islam dianggap identik dengan kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan, maka sesungguhnya hal itu karena kesalahan mereka sendiri yang
malas belajar dan mencari ilmu pengetahuan. Islam sejak dini sudah
mengintruksikansupaya selalu membaca serta mencari ilmu ilmu pengetahuan
meskipun dalam kondisonal darurat perang sekalipun. Bagaimana bisa memiliki anak
yang shaleh yang selalu mendoakan kepada orang tuanya, sekiranya tidak bisa
membaca? Juga bagaimana bisa menjadi orang yang mat berguna bagi masyarakat jika
tidak berilmu pengetahuan. Karena sebaik-baik manusia menurut Al -Qur'an adalah
yang paling berguna bagi manusia lainnya. Rasulullah menghendaki umatnya itu kuat
dalam berbagai aspek sosialnya, aspek politik, ekonomi, sosial budaya supaya tidak
tergilas oleh pihak-pihak lain yang tidak menghendaki kebebasan yang terukur sesuai
ukuran redha Allah. Jika tidak berilmu pengetahuan, maka apa yang disinyalir oleh
Nabi Muhammad SAW 15 abad lalu, bahwa umat islam itu laksana buih di ombang
ambing oleh ombak laut yang bergelora, ataupun seperti hidangan makanan didepan
orang-orang lapar dan rakus. Sekarang kelihatannya hal yang disinyalir Rasul
sudah terjadi, meskipun umat Islam sekarang banyak namun tidak berdaya karena
tidak menguasai ilmu pengetahuan.

Kajian dan kandungan al-Qur’an meliputi berbagai aspek mulai dari kisah,
sejarah masa lalu umat manusia, kejadian alam, kejadian manusia, fenomena alam,
janji dan ancaman, hukum, akidah, muamalah hingga kesudahan alam raya dan nasib
umat manusia di kemudian hari dan lain sebagainya. Semuanya itu merupakan ‘ibrah
(pelajaran) bagi manusia agar pandai membaca situasi dan kondisi. Untuk memahami
berbagai macam kadungan al-Qur’an, maka langkah awal yang harus dilakukan oleh
seseorang adalah dengan membaca. Menurut Muhammad Abduh membaca merupakan
suatu ilmu yang tersimpan dalam jiwa yang aktif, sedangkan pengetahuan masuk ke
dalam pikiranmu. Dalam hal ini Muhammad al-Bakri menegaskan bahwa untuk

11
mendapatkan ilmu sudah semestinya diawali dengan membaca. Sedangkan menurut
Listiyanto Ahmad membaca merupakan aktivitas yang kompleks dengan
menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Adapun yang dimaksud
dengan aktivitas yang kompleks dalam membaca adalah meliputi pengertian, khayalan
dan mengamati serta mengingat-ingat. Kompleksitas dalam membaca meliputi
intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi dan tujuan membaca, sedangkan faktor
eksternal meliputi sarana membaca, teks bacaan, faktor lingkungan, kebiasaan dan
tradisi membaca (Kompasiana, 2011).

Berpijak dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca


merupakan aktivitas untuk memahami ide atau gagasan yang tersurat maupun tersirat
di dalam suatu bacaan. Di dalam al-Qur’an terdapat tiga kata yang secara langsung
menunjuk pada arti ‘membaca’, yakni qara’a, tilawah dan tartil. Adapun kata qara’a
(‫ )قرأ‬dalamberbagai bentuknya, terulang sebanyak 87 kali dan tersebar ke dalam 41
surah al-Qur’an. Sedangkan kata tilawah (‫ )تالوة‬dalam berbagai bentuknya terulang
sebanyak 64 kali, sementara kata tartIl (‫ )ترتيل‬hanya diulang dua kali dalam al- 4
Qur’an. Namun, dari ketiga istilah tersebut sering kali diterjemahkan dengan
‘membaca’ dalam Bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-‘Alaq
ayat 1 (iqra’ bismi Rabbika), QS. Al-Jumu’ah ayat 2 (yatlu ‘alaihim ayatihi) dan QS.
Al-Muzammil ayat 4 (wa rattilil Qur’ana tartila). Dari ketiga ayat tersebut baik yang
menggunakan kata qara’a, tilawah dan tartil semuanya diterjemahkan dengan
‘membaca’. Padahal, menurut Abi Hilal al-‘Askari jika ada dua kata yang berbeda
tetapi berarti satu makna, maka maknanya harus berbeda. Hal ini didasarkan dengan
adanya perbedaan dari segi ta’wil, sifat, asal kata, derivasi kata dan perbedaan dari segi
harakat dari dua kata berbeda yang berdekatan arti tersebut. Dengan berlandaskan pada
pendapat al-‘Askari tersebut, maka pemaknaan kata qara’a, tilawah dan tartil dalam al-
Qur’an tentu bukan hanya bertumpu pada makna ‘membaca’ semata, melainkan ada
makna-makna yang lebih dalam dari masing-masing kata tersebut. Atas dasar inilah,
penulis merasa tertarik untuk mengkaji masalah ini lebih dalam guna untuk
mendapatkan pengetahuan yang komprehensif tentang membaca dalam perspektif al-
Qur’an, dengan cara menganalisa dan menafsirkan ayat-ayat.

12
Sebagaimana uraian di atas dalam al-Qur’an terdapat tiga istilah yang
menunjukkan pada pengertian membaca, yakni al-Qira’ah, tilawah dan tartil, dari
ketiga istilah tersebut dalam beberapa ayat al-Qur’an seperti QS. Al-‘Alaq ayat
pertama, QS. Al-Jumu’ah ayat kedua dan QS. Al-Muzammil ayat keempat
diterjemahkan dengan ‘membaca’. Padahal secara etimologi ketiga istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda-beda. Dengan demikian, pengertian membaca di dalam
al-Qur’an bukanlah terbatas pada makna secara leksikal, melainkan ia juga memiliki
makna yang luas. Singkat kata bahwa membaca yang ditunjuk dengan kata al-Qira’ah
adalah membaca segala sesuatu yang ada, baik tulisan itu berupa wahyu Allah maupun
bacaan biasa yang bukan berasal dari Tuhan. Sedangkan membaca yang ditunjuk oleh
kata tilawah adalah membaca yang disertai dengan pengamalan dari apa yang
dibacanya. Sementara membaca yang ditunjuk oleh kata tartil adalah membaca dengan
perlahan-lahan, tidak tergesa-gesa, memperhatikan makhraj dan tajwidnya serta
mentadabburi maknanya.

Di samping itu, ketiga istilah yang disebut sebagai membaca di dalam al-
Qur’an terdiri dari dua katagori, yakni membaca dalam pengertian hakiki (membaca
al-Qur’an) dan membaca dalam pengertian majazi (membaca catatan amal dan waktu
shalat Subuh). Adapun membaca dalam pengertian hakiki ditunjuk oleh beberapa ayat
al-Qur’an seperti: QS. Al-‘Ankabut: 45, QS. Al-Isra’: 106, QS. Al-Muzammil: 4 dan
20. Sedangkan membaca dalam pengertian majazi meliputi QS. Al-Isra’: 14 dan 78.
Selain itu dalam al-Qur’an juga disebutkan tentang fungsi membaca, yakni agar selalu
ingat (QS. Al-Isra’:41), agar tidak lupa (QS. Al-A’la: 6), memberi penjelasan (QS. Al-
Hijr: 1) dan mengambil pelajaran (QS. Al-Qamar: 17). Sementara orientasi membaca
meliputi membaca kisah para nabi, membaca kitab Taurat dan Injil serta membaca
dalam pengertian yang lebih luas, yakni membaca objek tertulis baik berupa buku atau
kitab (al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis baik mencakup alam raya, keadaan,
masyarakat dan diri sendiri.

Islam menuntut kita untuk menjadi seorang yang berguna bagi orang lain.
Mampu menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk membantu orang lain karena
sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

13
Sebagaimana sabda Rasul: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini
dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’no:3289)

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Rasulullah pernah bersabda :”Janganlah ingin
seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah
kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi
Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada
orang lain (HR Bukhari)

Salah satu cara menjadi orang yang berguna bagi orang lain adalah dengan
banyak membaca buku. Buku adalah jendela dunia yang berisikan segala ilmu
pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak manfaat
membaca buku menurut Islam, diantaranya adalah:

1. Menambah ilmu

Dengan membaca buku, kita akan menambah ilmu pengetahuan yang kita
punya. Menuntut ilmu melalui membaca buku sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW,
sebagaimana sabda Rasul:

“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam” (Riwayat Ibnu
Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

2. Meningkatkan keimanan

Membaca buku akan meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT. Kita
jadi lebih berpikiran terbuka dan rasional dalam menghadapi sesuatu sehingga
keimanan kita kepada Allah pun semakin kuat. Sebagaimana sabda Rasul:

“Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia,


wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia)
di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan

14
kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR. Bukhari dan
Muslim)

3. Menjadi amal jariyah

Membaca buku merupakan suatu amalan karena dengan bertambahnya ilmu


pengetahuan kita, lalu kita sampaikan apa yang kita pelajari pada orang lain, maka
selama ilmu itu terus mengalir dan dipergunakan untuk kepentingan yang baik, akan
mengalir terus pahala kita walau kita telah wafat. Sebagaimana sabda Rasul:

“Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya


kecuali tiga amalan : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang
mendoakan dia.” (HR. Muslim)

4. Kemudahan menuju surga

Membaca buku terutama buku tentang Islam akan menambah ilmu


pengetahuan tentang agama Islam. Berbagai ilmu tasawuf modern, ilmu tauhid Islam,
dan ilmu lainnya akan memudahkan jalan kita menuju surga karena ilmu yang
bermanfaat. Sebagaimana sabda Räsulullah SAW:

“Siapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan
perjalankan (mudahkan) ia jalan menuju Surga. Sungguh para malaikat mengepakkan
sayap-sayap mereka karena ridha dengan penuntut ilmu. Sungguh orang alim benar-
benar dimintakan ampun oleh makhluk di langit dan di bumi hingga ikan di laut.

Keutamaan ahli ilmu dibanding ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan atas
seluruh bintang. Para ahli ilmu adalah perawis para Nabi. Para Nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham tetapi mewariskan ilmu.

Siapa yang mengambilnya berarti telah mengambil keuntungan yang besar.”


(HR. At-Tirmidzi no. 2682, Abu Dawud no. 3641, dan Ibnu Majah no. 223.
Dishahihkan Syaikh Al-Albani)

15
5. Mengasah konsentrasi

Membaca buku akan mengaktifkan sel-sel saraf pada otak yang akan membuat
otak menjadi lebih mudah berkonsentrasi. Orang yang sering membaca akan mudah
berkonsentrasi pada satu hal yang ia fokuskan. Bahkan Allah pernah mengajarkan doa
untuk konsentrasi kepada Nabi Muhammad dalam surah Al Mu’minun ayat 97-98 yang
artinya:

“ Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari


gangguan setan. Aku juga berlindung kepada-Mu dari kepungan mereka’.”

6. Menjelajah dunia tanpa meninggalkan rumah

Keunikan dari membaca buku adalah kita bisa menjelajahi dunia tanpa
meninggalkan tempat tinggal kita. Tanpa beranjak dari dalam rumah atau kursi yang
nyaman, kita bisa merasakan sensasi berada di belahan dunia lain.

7. Terhindar dari pikun

Seorang peneliti dari Henry Ford Health System, Dr. C. Edward Coffey,
membuktikan bahwa hanya dengan membaca buku seseorang akan terhindar dari
penyakit “Demensia”. Demensia adalah penyakit saraf yan gmenyebabkan seseorang
menjadi sangat pikun.

Membaca dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi


dan mengganti perubahan sel-sel otak dengan menumbuhkan dendrit, salah satu
komponen sel saraf otak atau neuron.

8. Menambah empati

Membaca buku terutama buku yang berisikan tentang perjalanan hidup


seseorang atau buku sastra akan menambah empati pembacanya dan merupakan cara
meningkatkan akhlak. Seseorang akan menjadi lebih peka terhadap orang lain karena
wawasan yang lebih luas.

16
Menurut penelitian di University of Toronto dikatakan bahwa rajin membaca
buku fiksi akan menambah nilai empati yang ada di dalam diri seseorang. Membaca
buku dapat menstimulasi otak untuk menciptakan dunia sosial dalam pikiran.

9. Mengurangi stress

Membaca buku, terutama buku fiksi, dapat mengurangi stress. Sebuah studi
yang dilakukan oleh beberapa ahli di Sussex University, Amerika Serikat,
membuktikan bahwa membaca buku sebelum tidur dapat mengurangi kadar stres
hingga 68%. Membaca dapat menarik pikiran seseorang dalam dunia yang terbentuk
berdasarkan cerita di dalam buku sehingga pembaca merasa memiliki jiwa tenang
dalam Islam. membaca juga merupakan obat hati dalam Islam.

10. Meningkatkan kreativitas

Membaca dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas seseorang.


Dengan membaca, sel-sel otak akan lebih aktif, terutama sel otak kanan yang bekerja
dalam menciptkana berbagai ide baru. Sebut saja Thomas Alva Edison yang sangat
gemar membaca sehingga ia mampu menciptakan berbagai ide-ide baru setiap hari.

Itulah beberapa manfaat membaca buku menurut Islam. Membaca buku


adalah suatu tuntutan dalam kegiatan menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasul:

“Tidak boleh hasad (ghibthah, mengharapkan memiliki nikmat orang lain


tanpa mengharapkan nikmat itu hilang darinya) kecuali kepada dua orang, yaitu
[pertama] seseorang yang Allah ajari al-Qur`an lalu dia membacanya di malam dan
siang hari lalu tetangganya mendengar hal itu lalu berkata, ‘Andai saja aku diberi
seperti apa yang diberikan kepada fulan pasti aku akan melakukan seperti yang
dilakukan fulan itu.’

[Kedua] seseorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan di dalam
kebenaran lalu seseorang berkata, ‘Andai saja aku diberi seperti apa yang diberikan
kepada fulan pasti aku akan melakukan seperti yang dilakukan fulan itu.’” (HR. Al-
Bukhari no. 5026).

17
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bertolak dari pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa


kesimpulan: Al-Qur’an menyatakan bahwa berbicara yang benar menyampaikan pesan
yang benar-benaradalah prasyarat untuk kebesaran, kebaikan, kemaslahatan dan amal.
Apabila ingin suksesdalam karir, ingin memperbaiki masyarakat, maka kita harus
menyebarkan pesan yang benar.

Dengan perkatan lain, masyarakat menjadi rusak apabila isi pesan komunikasi
tidak benar,apabila orang menyembunyikan kebenaran karena takut
menghadapiestablishmenatau rezimyang menegakkan sistemnya di atas penipuan atau
penutupan kebenaran menurut Al-Quran tidak akan bertahan lama. Perintah berkata
dalam Al-Qur’an dan hadis menjadi sebuah indikasi wajibnya bagi muslim

18
mengaplikasikan sifat kejujuran dan perkataan benar yang dalam konsep Al-Qur’an
dikenal dengan istilah qaulan sadidan. Debat di dalam ruang publik harus dilakukan
dalam sebuah kondisi yang ideal; yakni komunikasi yang di dalamnya tidak ada satu
pihakpun yang diperbolehkan melakukan cara pemaksaan, penekanan dan dominansi.

Salah satu cara menjadi orang yang berguna bagi orang lain adalah dengan
banyak membaca buku. Buku adalah jendela dunia yang berisikan segala ilmu
pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak manfaat
membaca buku menurut Islam.

3.2. Saran

Makalah ini dalam penulisannya dan penyajiannya memang sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan sekali sebuah kritikan atau
saran yang sekiranya membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Deni. Dasar-Dasar Public Relation. Bandung: Alumni, 1999.


Al-Imam al-Nawawi, Muhyiddin Yahya bin Syarf.Riyadh al-Shalihin. Jilid I
(diterjemhakan oleh Achmad Sunarto). Jakarta: Pustaka Amani, 1999.
Al-Imam Asy-Syafi’i,Muhammad bin Idris.Al-Umm Jilid I. Beirut: Dar al-Jawad t.th
Departemen Agama RI.,Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang; Toha Putra,
2001.
Imam al-Syaukani,Tafsir Fath al-Qadir Jilid 5. Beirut: Dar al-Fikr, t.thRahmat,
Jalaluddin. Efektivitas Berkomunikasi dalam Islam. Cet I; Bandung: Mizan,
1999.
Muh. Syawir Dahlan, Etika Komunikasi dalam Al Qur’an dan Hadis
https://media.neliti.com/media/publications/76696-ID-etika-komunikasi-dalam-al-
quran-dan-hadi.pdf

19
20

Anda mungkin juga menyukai