Anda di halaman 1dari 9

PAPER

KEPERAWATAN ISLAMI
“Mengajarkan Pasien Untuk Taharah dan Sholat”

Dosen Pembimbing :

Asyha, S,H,I. M,Pd.I

Disususn Oleh :

Hairul Rijal (821181004)

Iva Anggreini Putri (821181006)

Sri Wahyuni (821181011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI
PONTIANAK
TAHUN AJARAN
2020/2021
A. DEFINISI THAHARAH

Thaharah menurut bahasa berarti bersih dari kotoran. Sedangkan menurut


istilah suatu sifat maknawi yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai syarat sahnya
shalat (Santi, Amir & Hamidin , 2013). Thaharah adalah isim masdar dari kata
thaharah-yuthahiru-tathiran-thaharatan, yang berarti suci dan bersih dari kotoran
sedangkan menurut istilah syariat’, thaharah bearti membersihkan hadats dengan
air dan debu sesuai dengan syariat dan menghilangkan najis dan kotoran dan
hukum thaharah adalah wajib (Ismail, 2011). Alat untuk bersuci terdiri dari air,
debu (suci dan kering, seperti debu di tembok, pasir, tanah, batu atau benda padat
seperti daun, kertas, tisu digunakan jika tidak ada air), batu atau benda padat
lainnya. Sedangkan air yang tidak dapat digunakan untuk bersuci yaitu air yang
sudah terkena najis, air suci tetapi tidak dapat mensucikan seperti air kelapa, air
gula dan air susu. Adapun air yang boleh digunakan untuk bersuci adalah mata air,
air sungai, zamzan dan salju, embun, air laut, air mustamal yaitu air yang telah
digunakan untuk wudhu, mandi dan air hujan (Anwar, 2008). Firman Allah dalam
QS. Al-Furqan:48 yang artinya

“Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan), dan kami turunkan dari langit air yang sangat
bersih.”

Tata Cara Bersuci


1. Tata Cara Thaharah

Hadats dibagi menjadi dua yaitu hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil
seperti buang air besar dan kecil, kentut, keluar wadi, madzi serta tidur nyenyak.
Sedangkan hadats besar seperti keluar sperma, haids, nifas, mimpi basah dan
bercampur suami istri. Cara bersuci untuk menghilangkan hadats kecil yaitu
dengan cara berwudhu, apabila tidak terdapat air maka untuk penggantinya dapat

1
bertayamum dan apabila dalam keadaan sakit dan tidak boleh terkena air karena
dapat memperparah penyakit maka bisa diganti dengan bertayamum. Sedangkan
tata cara bersuci untuk menghilangkan hadats besar dengan cara mandi seperti
mandi wajib (Narulita, 2015).

Thaharah Saat Sakit

Thaharah wajib dilakukan sebelum mendirikan shalat termasuk bagi orang


sakit, akan tetapi jika takut menggunakan air karena bisa membuat sakitnya tidak
sembuh atau memperparah penyakitnya maka orang tersebut diwajibkan untuk
bertayamum (Mahmud, 2007). Tata cara tayamum yaitu pertama, menggunakan
tanah yang bersih atau pasir halus, maupun benda padat lainnya kemudian niat
bertayamum dengan hati dan membaca bassmalah, lalu letakkan kedua telapak
tangan dalam keadaan terbuka dengan jari-jari lurus kepermukaan tanah ataupun
benda padat yang ada, lalu dipukulkan kepermukaan, kemudian angkat tangannya
dan tiup debu yang menempel di permukaan telapak tangan serta yang terakhir
dengan kedua telapak tangan itu usapkan ke wajah lalu bagian punggung kedua
telapak tangan sampai pergelangan tangan, sahnya bertayamum dengan
memukulkan telapak tangan kepermukaan tanah dua kali, sekali untuk wajah dan
sekali lagi untuk dua tangan dan apabila di rumah sakit debu apat diperoleh di
dinding maupun di meja sebagaimanapun Imam Madzab RA (Mahmud, 2007).
Islam mengajarkan apabila ada orang yang sakit tidak mampu atau tidak bisa
bersuci sendiri maka bisa diwudhukan atau ditayamumkan, dengan cara
memukulkan tangannya ke tanah lalu mengusapkan kewajah dan kedua telapak
tangan orang yang sakit dan apabila tidak bisa untuk berwudhu bisa diwudhukan.
Jika ada anggota badan yang terluka, maka tetap dibasuh dengan air namun jika
hal tersebut membahayakan maka diusap sekali. Caranya yaitu tangan dibasahi
dengan air lalu diusapkan di atas lukanya, jika mengusapkan luka juga
membahayakan maka bisa bertayamum. Apabila pada tubuhnya terdapat luka yang
digips atau dibalut, maka mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari

2
membasuhnya. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, dari
pakaian dan tempat yang suci, jika tidak mungkin maka dapat shalat apa adanya
dan shalatnya sah tidak perlu mengulangi lagi. Apabila menderita kencing terus
menerus maka diharapkan selalu wudhu setiap akan shalat (Iqbal, 2010).
Cara bersuci selain wudhu dan tayamum adalah dengan cara mandi besar.
Mandi besar merupakan sarana atau cara yang baik untuk membersihkan seluruh
badan dan mensucikannya dari kotoran-kotoran yang melekatinya. Hal-hal yang
mewajibkan mandi adalah keluar mani, bertemunya alat kelamin laki-laki dan
perempuan, mimpi basah, menstruasi, nifas dan jika seseorang masuk islam
(Mahmud, 2007). Islam mengajarkan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari
iman, dalam aspek ilmu kedokteran masalah kebersihan merupakan salah satu
aspek yang penting yang disebut dengan Al-Thaharat. Al-Thaharat merupakan
salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari penyebaran
berbagai jenis kuman dan bakteri (Kansule, 2008). ‘Abd Al-Mun’im Qandil dalam
bukunya Al-Tadawi bi Al-Qur’an, membagi Thaharat menjadi dua yaitu lahiriah
dan rohaniah. Lahiriah meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, jalan
dan segala sesuatu yang digunakan manusia dalam urusan kehidupan, sedangkan
rohaniah meliputi kebersihan hati, jiwa, akidah, akhlak dan pikiran (Kansule,
2008).

2. Tata Cara Wudhu

Niat berwudhu karena Allah, membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai
jari-jemarinya, berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke
hidung kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali (untuk yang sedang
berpuasa tidak diperbolehkan), membasuh wajah tiga kali secara merata sambil
mengucek ujung bagian dalam kedua mata, membasuh tangan kanan sampai siku
kemudian dilanjutkan pada tangan kiri dengan cara yang sama sebanyak tiga kali,
mengusap kepala sekaligus telinga cukup satu kali, membasuh kaki kanan sampai
dua mata kaki sambil menyela-nyela jemari sebanyak tiga kali dan dilanjutkan

3
pada kaki kiri dengan cara yang sama, tertib, dan setelah berwudhu, menghadap
kiblat dan dilanjutkan do’a sesudah wudhu.

Wudhu Saat Sakit

Klien diharapkan dapat lebih menggali informasi mengenai cara beribadah


khususnya salat dari beberapa sumber baik dari buku, televisi, Ustad/ Ustazah
serta sumber-sumber lainnya. Perawat dapat memfasilitasi klien self care, partial
care dan total care dengan menyesuaikan keterbatasan pengetahuan wudhu yang
telah dikaji serta memberikan informasi manfaat wudhu untuk kesehatannya.
Rumah sakit diharapkan meningkatkan fasilitasi seperti air bersih yang selalu
mengalir 24 jam, menyediakan kran air langsung untuk berwudhu sehingga klien
tidak merasa ragu dengan kebersihan/kesucian air yang ada di bak mandi karena
digunakan bersama dengan klien lain. Klien dan keluarga, hendaknya menyadari
bahwa bersuci merupakan hal yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan
tubuhnya dan diharapkan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sekitarnya karena manfaatnya akan dinikmati sendiri (Milkhatun dkk., 2013 hal.
228).

3. Tata Cara Tayamum

Mengucapkan bismillah, sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah


(boleh di dinding) kemudian meniup debu yang menempel di tangan tersebut,
mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali, dan kemudian letakkan
tangan pada tanah lagi setelah itu di tiup dan di usapkan ke tangan kanan lalu kiri
cukup sampai pergelangan telapak tangan, masing-masing satu kali.

Tayamum Saat Sakit

Bersuci dengan tayamum yang biasanya menggunakan debu disekitar seperti


tempat tidur atau dinding, diharapkan sebisa mungkin setiap ruangan menyediakan

4
tempat tayamum khusus yaitu bok segi empat selebar kedua telapak tangan dapat
berupa benda padat atau kain yang bisa menempel debu dari luar rumah sakit yang
diberi tutup dan dapat disimpan di lemari yang bersih, karena kita mengetahui
bahwa debu yang ada di rumah sakit berbeda dengan debu yang ada di luar rumah
sakit, resiko infeksi nasokomial bisa terjadi, penyebab infeksi nasokomial adalah
kuman-kuman rumah sakit yang berbeda dengan kuman-kuman di luar rumah
sakit, kulit adalah benteng pertama pertahanan tubuh, diharapkan hal tersebut bisa
kita minimalkan atau dihindari. Perawat dan keluarga dapat membantu klien
bertayamun bagi klien yang tidak mampu melakukannya sendiri (Milkhatun dkk.,
2013 hal. 228).

B. DEFINISI SHALAT

Shalat dalam bahasa Arab adalah do’a, sedangkan menurut istilah syara’ shalat
merupakan ibadah kepada Allah dalam bentuk beberapa perkataan dan perbuatan
yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dilakukan menurut
syarat-syarat yang telah ditentukan syara’ (Jamaluddin, 2013). Shalat memiliki
posisi tersendiri dalam Islam dan merupakan ibadah pertama yang diwajibkan oleh
Allah SWT seperti sabda Rasulullah sebagai berikut (Mahmud,2007; Mu’athi,
2007 dalam Narulita, 2015). Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

”Yang dihisab pertama kali (dari amal) hamba pada hari kiamat (akhirat) adalah
shalat. Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Dan jika shlatnya
rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.”

Tata Cara Salat


1. Berdiri
Dengan mengetahui tata cara salat yang benar maka apapun keadaannya kita
dapat senantiasa dekat dengan yang Maha Pencipta dan dengan proses
perawatannya klien akan lebih tenang sehingga membuat proses penyembuhan

5
dapat berjalan dengan baik. Mobilisasi fisik dapat dilakukan hanya dengan
melakukan salat wajib dalam 5 waktu dengan cara berdiri. Salat posisi berdiri yang
diuraikan di atas begitu banyak manfaat untuk kesehatan tubuh manusia. Salat
posisi berdiri disaat sakit dapat dilakukan dengan cara berdiri dengan bersandar
atau dengan bantuan tongkat, sisi tempat tidur atau orang lain. setiap ruangan
diharapkan menyediakan alat bantu untuk mobilisasi berdiri seperti walker atau
lainnya, yang aman bagi klien dalam salat posisi berdiri “Salatlah kamu sambil
berdiri” (HR. Bukhari). Posisi salat dengan berdiri yang lainnya yaitu berdiri
dengan membunguk atau mampu berdiri tetapi tidak bisa rukuk dan sujut
(Milkhatun dkk. 2013 hal. 228).

2. Duduk

Klien diharapkan melakukan mobilisasi fisik yang dapat dilakukan dengan


melaksanakan salat duduk. Ada beberapa pilihan tata cara salat dalam keadaan
sakit salah satunya adalah salat duduk. Masih banyak masyarakat khususnya klien
yang belum mengetahui bahwa tata cara salat dengan duduk juga merupakan tata
cara salat yang diperbolehkan dalam keadaan tertentu khususnya apabila klien
tidak dapat mengerakkan beberapa anggota tubuh seperti kaki sebagai salah satu
penopang utama dalam proses gerakan salat. Salat posisi duduk dapat dilakukan
klien di tempat tidur (Milkhatun dkk., 2013 hal. 228).

3. Berbaring

klien yang terbaring lemah di tempat tidur dapat melakukan gerakan mobilisasi
dengan salat posisi berbaring. Gerakan salat posisi berbaring merupakan proses
mobilisasi bertahap klien yang sedemikian rupa dimudahkan oleh Allah SWT.
Masih banyaknya klien (42,1 %) belum mengetahui bahwa tata cara salat dengan
berbaring juga merupakan tata cara salat yang diperbolehkan dalam keadaan
tertentu khususnya apabila pasien tidak dapat mengerakkan beberapa anggota

6
tubuh. Klien dapat melakukan salat posisi berbaring dengan berbagai posisi baring,
yaitu :
1) Salat berbaring dengan wajah menghadap kiblat dan yang utama adalah
berbaring di atas lambung sebelah kanan, rukuk dan sujud dengan isyarat,
sujudnya lebih rendah dari rukuknya,
2) Salat terlentang dengan kedua kaki menghadap ke arah kiblat ,
3) Salat dengan posisi apa saja yang ia mampu,
4) Salat menghadap ke arah mana saja,
5) Salat sesuai posisi yang mampu dilakukan (berubah posisi sesuai kemampuan
saat proses salat berlangsung).

4. Isyarat
Perawat dan keluarga dapat mendengarkan ayat-ayat Al-Quran di telinga klien
tidak sadar tetapi masih dapat mendengar, karena dengan mendengarkan bacaan
ayat-ayat Al-Quran secara kusyuk dan penuh penghayatan dapat merasakan
perubahan fisiologis yang sangat besar. Selain itu, ini juga dapat membuat klien
menjadi merasakan adanya penurunan depresi, menghilangkan kesedihan,
memperoleh ketenangan jiwa dan menangkal berbagai penyakit (Milkhatun dkk.,
2013 hal. 228).

7
DAFTAR PUSTAKA

Santi, P. D., Amir, A., Hamidin. (2013). Nilai-Nilai Religius Dalam Syair Selawat
Dulang Di Kelurahan Koto Pulai Kecamatan Kota Tangah Kota Padang. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1 (2). Maret 2013; Seri F 399 – 476.
Ismail, Perbankan Syariah, 2011,Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Anwar Prabu Mangkunegara, 2008. Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan.
Bandung: Rosda.
Milkhatun dkk. 2013. STUDI DESKRIPTIF PENGETAHUAN KLIEN TENTANG
TATA CARA SALAT SELAMA RAWAT INAP DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN SPIRITUAL. Kaltim : Jurnal Husada Mahakam.

Anda mungkin juga menyukai