Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“TRIGGER CASE PERAN DAN FUNGSI PERAWAT TERKAIT
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT”

Disusun Oleh :
Kelompok 8 / Kelas 6a
Robi Is Maulana 1130017007
Tiya Listiyowati 1130017030
Lilis Ayu Solehati 1130017039
Novi Widiyanti 1130017040
Rismawati 1130017161

Fasilitator :
Arif Helmi S, S.Kep., Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2020
DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................................................................i
Daftar Iai...........................................................................................................................................ii
Kata Pengantar................................................................................................................................iii
A. Pendahuluan.......................................................................................................................2
B. Triager Case.......................................................................................................................3
C. Pembahasan........................................................................................................................4
Daftar Pustaka..................................................................................................................................11

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-
Nya dan kemurahan-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas Trigger Case ini
dengan baik. Tujuan kami membuat tugas ini untuk menyelesaikan tugas
Keperawatan. Jurnal ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagi pihak sehingga dapat memperlancara pembuatan resume ini.
Dalam peembuatan resum ini juga kami mengucapkan kepada Arif Helmi S,
S.Kep., Ns, M.Kep sebagai dosen keperawatan Gawat Darurat, yang telah
memberikan tugas ini kepad kami. Semoga resume ini dapat bermanfaat bagi semua
teman-teman yang membacanya. Mohon maaf apabila ada kata atau pun kalimat yang
salah digunakan dalam resume ini, kami manusia tidak luput dari kesalahan. Maka
dari itu kami berharap kepada pembaca atau teman-teman yang membaca resume ini
dapat memberi kritik dan saran bagi kami.

Surabaya, 08 April 2020

Kelompok 8

iii
A. PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkian kegiatan atau tindakan
yang di berikan oleh perawat yang berkompeten terhadap klien yang mengalami
kasus kegawatdaruratan yang di alami oleh kasus bayi Debora baik actual maupun
resiko tinggi yang timbul secara bertahap maupun mendadak. Mutu asuhan
keperawatn gawat darurat sangat bergantung pada kemampuan perawat dalam dalam
menganalisis, bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan mulai dari penetapan
keputusan, melaksanakan tindakan, melakukan hubungan interpersonal, dan
memberikan asuhan dalam segalah kondisi kegawatdaruratan.
Keluarga bayi Debora menilai sikap perawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga
terkesan arogan. Hal itu terlihat ketika ibunda melihat mereka menangani bayi
malang itu. Orang tua bayi Debora berharap semestinya ada komunikasi yang baik
dari pihak Rumah Sakit.
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas IGD, peran perawat sangatlah
penting. Perawat IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagai situasi
dan kondisi yang meliputi tindakan penyelamatan pasien secara professional
khususnya penanganan pada pasien gawat darurat. Sebagai pelaku atau pemberi
asuhan keperawatan perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara
langsung atau tidak langsung pada pasien yang mengalami kondisi yang sangat kritis.
(Barbara, 2010)
Triage merupakan salah satu keterampilan keperawatan yang harus dimiliki
oleh perawat unit gawat darurat dan hal ini membedakan antara perawat unui gawat
darurat dengan perawat unit khusus lainnya. Karena harus dilakukan dengan cepat
dan akurat maka diperlukan perawat yang berpengalaman dan kompeten dalam
melekukan. Perawat sebaiknya mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang
memadai karena harus terampil dalam pengkajian serta harus mampu mengatasi
situasi yang komplek dan penuh tekanan sehingga memerlukan kematangan
professional untuk mentoleransi stress yang terjadi dalam pengambilan keputusan
terkait kondisi akut pasien dan menghadapi keluarga pasien. (Elliott et al, 2007)

2
Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang / tahun datang dalam kondisi apapun ke
rumasakit tepat ruang IGD. Mengakibatkan terjadinya penumpukan pasien atau
overcrowded yang menjadi masaah serius yang terjadi di IGD, dimana hal ini
menyebabkan waktu tunggu yang lama dan ketidakpuasan pasien dan keluarga
terhadap pelayanan di IGD. Waktu diaggap sebagai alat yang penting untuk
mengukur kualitas dari pelayanan di IGD. Masalah waktu tunggu yang panjnag dan
lama menunjukkan IGD yang buruk dengan sumber daya yang kurang berhasil dan
tidak terkoordinasi dengan baik (bukhari et al, 2014)

B. TRIGGER CASE
Kasus bayi Debora merupakan kasus dimana Rumah Sakit tidak melakukan
kewajiban sebagai sarana fasilitas kesehatan bagi pasien yang membutuhkan
pertolongan sesegera mungkin yang disebabkan oleh masalah finansial yang tidak
dapat terselesaikan oleh pihak keluarga.
Bayi Debora berusia 4 bulan dengan berat badan 3,2 kg mendatangi IGD
Rumah Sakit Mitra Keluarga pada dini hari tanggal 3 September 2017 pada pada
pukul 03.40 dalam keadaan bayi tidak sadar dan kondisi tubuh membiru dan berbagai
gejala yang ditemukan oleh orang tua bayi Debora.
Ibunda bayi Debora menilai sikap perawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga
terkesan arogan. Hal itu terlihat ketika ibunda melihat mereka menangani bayi
malang itu. Orang tua bayi Debora berharap semestinya ada komunikasi yang baik
dari pihak Rumah Sakit.

3
C. PEMBAHASAN
Paran perawat Rumah Sakit diminta untuk mengedepankan pelayanan dengan
hati. Perawat harus menanamkan rasa empati (caring) kepada pasien seolah-olah ada
di posisi pasien. Adapun regulasi terkait penolakan RS untuk merawat bayi Debora
kedalam PICU menurut kelompok adalah tindakan yang menyalahi aturan. Sesuai
dengan peraturan Pemerintah Tentang RS,Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa:
1. UU No.40 Th 2009 Pasal 29 Tentang Rumah Sakit Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban (Indonesia, 2009) :
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat.
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya.
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa,
atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
2. UU No.36 Th 2014 Pasal 59 Tentang Tenaga Kerja
a. Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas kesehatan wajib
memberikan pertolongan pertama kepada penerima pelayanan kesehatan
dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
3. Perpres No.12 Th 2013 Pasal 33 tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Presiden RI, 2014) :

4
a. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan di setiap Fasilitas Kesehatan.
b. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, harus segera dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.
Dari paparan peraturan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit
belum memiliki regulasi tata kelola sesuai peraturan undang-undang yang berlaku.
Sanksi yang diterima RS untuk mencegah terulangnya kasus bayi Debora maka
Rumah sakit harus :
1. Erestrukturisasi manajemen dalam hal ini termasuk unsur pimpinan sesuai
standar kompetensi paling lama dalam waktu satu bulan setelah ditetapkan
surat keputusan.
2. Rs mitra keluarga kalideres juga harus lulus akreditasi rumah sakit paling
lambat enam bulan setelah surat keputusan keluar. Setiap rumah sakit harus
melakukan akreditasi setiap dua tahun.
3. Pabila Rs mitra keluarga kalideres tidak melaksanakan poin satu dan dua
maka dinas kesehatan akan menghentikan operasional rumah sakit.
4. RS mitra keluarga kalideres juga harus melakukan laporan tertulis secara rutin
kepada dinas kesehatan hingga rumah sakit terakreditasi.

Adapun peran perawat yang berhasil dikaji kelompok dalam kasus ini adalah :
1. Perawat yang bekerja di departemen darurat dihadapkan dengan konflik setiap
hari. Konflik adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan ketika seseorang
bekerja di lingkungan yang serba cepat dan penuh tuntutan. Banyak konflik yang
terjadi di lingkungan UGD dimana orang-orang yang rentan terhadap perubahan
emosional, komunikasi yang buruk, beban kerja yang menuntut, maupun insiden
kritis yang tidak terduga seperti kematian pasien yang tiba – tiba. Perawat
emergency dituntut untuk memberikan pelayanan yang halus, holistik dan cepat.

5
Konflik interpersonal atau konflik antara individu anggota tim perawatan
kesehatan adalah sumber yang paling umum yang menimbulkan konflik dalam
UGD. Mengelola konflik adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi perawat
darurat, dan itu adalah demi kepentingan perawat tidak untuk menghindari konflik
di gawat darurat tapi untuk lebih produktif dalam mengelola perbedaan pendapat
dengan komunikasi yang terampil.
2. Penggunaan kepuasan pasien sebagai alat digunakan untuk mengukur dan
mengevaluasi bagaimana harapan rumah sakit dan tujuan akan terpenuhi tekanan
ditempatkan pada hubungan antara perawat dan pasien, perawat dan dokter,
perawat dan biaya perawat, dan perawat dan manajemen. Para perawat darurat
dalam penelitian ini dilaporkan merasa frustrasi dan berdaya karena manajemen
tidak mendengarkan untuk masalah-masalah mereka keprihatinan mengenai
harapan yang tidak realistis dari keseluruhan waktu tunggu dan ketika pasien akan
menjadi dilihat oleh dokter.
3. Perawat Darurat harus proaktif untuk memastikan bahwa kontribusi mereka untuk
perawatan pasien. Untuk mencapai upaya ini, perawat dan pemimpin ED harus
terlebih dahulu menyepakati definisi operasional kepuasan pasien dan kualitas
perawatan. pengumpulan data instrumen harus mencakup indikator-indikator
perawat-sensitif yang mengukur konsep baik kepuasan pasien dan Indikator
Kualitas Perawatan. Contoh indikator potensial yang sesuai untuk ED ini termasuk
kualitas triase (penilaian dan durasi) dan aktivitas perawat (penilaian langsung
yang sedang berlangsung dan intervensi). Indikator kualitas yang dianggap penting
oleh ED perawat perlu dikembangkan dan diuji. Menunjukkan kepedulian dan
memberikan alasan untuk keputusan yang mempengaruhi perawat staf pergi jauh
untuk menyoroti pentingnya hubungan konstruktif yang dapat mendengarkan,
mengembangkan struktur untuk memfasilitasi kolaborasi, proses penyelesaian
identifikasi masalah, dan memberikan alasan untuk keputusan yang sesuai.
4. Perubahan dalam penyediaan layanan kesehatan, diperlukan darurat departemen
untuk mengevaluasi kembali bagaimana mereka memberikan kepedulian pada
pasien. Administrator perawatan kesehatan telah mengakui bahwa fiskal

6
kelangsungan hidup terkait dengan kepuasan pasien. Upaya mereka untuk melihat
pasien sebagai pelanggan telah mengubah cara perawat memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas dan telah menciptakan kondisi konflik yang
menguntungkan. Sebagai perawat harus terus mencoba untuk mencapai tujuan
kepuasan pasien yang lebih spesifik, seperti mengurangi waktu tunggu, sambil
memberikan perawatan yang berkualitas. Temuan dari kelompok fokus ini
menunjukkan bahwa persepsi perawat darurat, dari pentingnya kepuasan pasien
dan kualitas pelayanan berbeda dengan pasien dan dengan rumah sakit.
kesenjangan ini mempengaruhi persepsi para pemimpin dalam pendekatan mereka
untuk memecahkan masalah staf. Langkah penting pertama untuk
mengembangkan indikator kualitas perawat mendefinisikan apa kepuasan pasien
dan kualitas perawatan cukup berarti untuk perawat Emergency Departement.
Kepemimpinan ED perlu mengakui bahwa konflik prioritas bukan hanya masalah
staf tetapi organisasi juga, karena komunikasi yang buruk juga memberikan
lingkungan pekerjaan yang dapat menimbulkan konflik dan stres.

7
Bayi Debora dan Kisah Pilu Layanan Kesehatan

Jakarta, CNN Indonesia -- Debora Simanjorang, bayi berusia empat bulan


meninggal dunia karena diduga lambannya pelayanan kesehatan lantaran keterbatasan
dana orang tuanya. Debora kembali ke pangkuan sang pencipta, Minggu (3/9) pekan
lalu setelah berjuang sekitar enam jam di ruang gawat darurat Rumah Sakit Mitra
Keluarga Kalideres, Jakarta Barat.
Kejadian pilu ini diceritakan pemilik akun Facebook Birgaldo Sinaga dalam
statusnya. Birgaldo, menuturkan bahwa Debora sesak nafas dini hari. Kedua orang
tuanya Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang ke Rumah Sakit Mitra Keluarga
Kalideres, Jakarta Barat.
Birgaldo mengaku mendapat cerita langsung dari Henny setelah sebelumnya
menghubunginya lewat pesan Facebook. Dari penuturan Henny kepada Birgaldo,

8
sebelum sesak nafas malam itu, Debora batuk berdahak. RS Mitra Keluarga dipilih
karena paling dekat dengan tempat tinggal Debora.
Sekitar pukul 03.40 WIB, Debora tiba di instalasi gawat darurat rumah sakit
tersebut. Ia langsung ditangani dokter jaga IGD. Dokter saat itu memberi Debora obat
pengencer dahak.
Sekitar 30 menit kemudian, dokter memanggil kedua Rudianto dan Henny.
“Hasil diagnosa, dokter mengatakan si bayi Debora harus segera dibawa ke ruang
PICU (Pediatric Intensive Care Unit), kondisinya memburuk,” tulis Birgaldo.
Debora harus segera dimasukan ke ruang khusus perawatan intensif untuk
bayi itu guna mendapat pertolongan maksimal. Demi keselamatan si buah hati,
Rudianto dan Henny setuju. Namun untuk bisa masuk ke ruang tersebut, kata
Birgaldo, uang muka Rp19,8 juta harus disediakan.
Kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki tak bisa digunakan karena rumah sakit
swasta itu tak punya kerja sama. Orang tua Debora bingung lantaran saat itu mereka
sama sekali tak membawa uang. Rudianto segera ke ATM untuk mengais sisa-sisa
tabungannya. Uang Rp5 juta ia kantongi. Namun rumah sakit tetap tak mengizinkan
Debora dibawa ke ruang khusus PICU karena uang ayahnya masih jauh dari kata
cukup.
Orang tua Debora kemudian berusaha mencari rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS agar anaknya bisa dirawat ke ruang PICU. Namun ruangan yang dinilai
bisa menyelematkan nyawa anaknya itu tak kunjung didapatkan. Sekitar 6 jam di
IGD, Debora tak bisa diselamatnya. Ia dinyatakan meninggal sekitar pukul 10.00
WIB.
Terkait dugaan lambannya pelayanan kesehatan karena biaya ini, RS Mitra
Keluarga Kalideres sudah angkat suara. Dalam keterangan laman resmi, rumah sakit
menyatakan, Debora masuk ke rumah sakit dalam kondisi tak sadar dan tubuh
membiru. “Pasien dengan riwayat lahir prematur, riwayat penyakit jantung bawaan
dan keadaan gizi kurang baik”.

9
Penanganan segera dilakukan diantaranya dengan penyedotan lendir,
pemompaan oksigen, infus, suntikan dan pengencer dahak. Seteah ditangani, kondisi
Debora saat itu membaik meski masih sangat kritis.
Rumah sakit kemudian menganjurkan agar Debora dibawa ke ruang khusus
berikut biaya yang harus dikeluarkan. “Ibu pasien mengurus ke bagian administrasi,
dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap dan ruang khusus ICU, tetapi ibu
pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan," demikian tertulis di
keterangan resmi rumah sakit.
Rumah sakit kemudian membantu mencari rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS agar Debora bisa dipindahkan dan dirawat ke ruang khusus. Sekitar
pukul 09.15 WIB, rumah sakit mendapat konfirmasi bawah ada rumah sakit bekerja
sama dengan BPJS dan punya ruang khusus untuk perawatan intensif anak.
Koordinasi antardokter segera dilakukan untuk mengetahui kondisi bayi Debora.
Namun saat koordinasi dilakukan, perawat memberitahukan bahwa kondisi Debora
memburuk.
Dokter segera bertindak. “Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama
20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien".

10
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, et al. 2010. Buku ajar Fundamintal keperawatan konsep, proses dan praktik
volume 2. Jakarta : EGC
Bukhari et al. 2014. Analysis of Waiting Time In Emergency Dapartment of Al-noor
Specialitist Hospital, Makkah, Saudi Arabia. Jornal of Emergency Medicine
(2) 67-73
Elliot, 2007. ACCN’s Critical Care Nursing. Australia: Elsevier.
Indonesia, D. K. R. (2009). Undang-Undang-tahun-2009-44-09. Rumah Sakit, 1–28.
Ika, 2017. JawaPos.com.
Available at: https://www.jawapos.com/features/humaniora/17/09/2017/berkaca-dari-
kasus-debora-perawat-diminta-tak-arogan/?amp
[Accessed 6 April 2020].

Presiden RI. (2014). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan. Presiden Republik Indonesia, pp. 1–78. Retrieved from
http://www.pdpersi.co.id/diknakes/data/regulasi/undang_undang/uu362014.pdf
Sur, 2017. CNN Indonesia.
Available at: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170910140502-20-
240731/bayi-debora-dan-kisah-pilu-layanan-kesehatan?
[Accessed 6 April 2020].

11

Anda mungkin juga menyukai