Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TB PARU

OLEH

DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI


NIM. P07120320040
NERS / KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KASUS TB PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya. (Depkes RI, 2006).
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil
Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin,
2012).
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai
paruparu yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini
ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan
ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius pernapasan yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

B. Tanda dan Gejala


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

2
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik (Muttaqin, 2012). Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala Respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan
sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah
(hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah. Gejala klinis Haemoptoe : Kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :

1) Batuk darah
a) Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan.
b) Darah berbuih bercampur udara.
c) Darah segar berwarna merah muda.
d) Darah bersifat alkalis.
e) Anemia kadang-kadang terjadi.
f) Benzidin test negative.

3
2) Muntah darah
a) Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
b) Darah bercampur sisa makanan.
c) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
d) Darah bersifat asam.
e) Anemia sering terjadi.
f) Benzidin test positif.
3) Epistaksis
a) Darah menetes dari hidung.
b) Batuk pelan kadang keluar.
c) Darah berwarna merah segar.
d) Darah bersifat alkalis.
e) Anemia jarang terjadi.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila
terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan.
Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-kadang
panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk. Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan semakin
lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek.
b. Gejala sistemik lain

4
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak nafsu makan,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur-
angsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia (naga, S , 2012).

C. Pohon Masalah

Droplet
Microbacterium
infection Masuk lewat jalan nafas
tuberkulosa

Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial bersama
sekret Dibersihkan oleh Menetap dijaringan
makrofag paru

Sembuh tanpa Terjadi proses peradangan


pengobatan
Pengeluaran zat patogen Tumbuh dan berkembang
disitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipothalamus
Sarang primer / afek
primer (fokus ghon)
Mempengaruhi sel point

Hipertermi

Komplek primer Limfangistis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ lain (paru lain, Sembuh dengan bekas


Sembuh sendiri tanpa
saluran pencernaan, tulang melalui fibrosis
pengobatan
media bronchogen percontinuitum,
5
hematogen, limfogen)
Radang tahunan dibronkus Pertahankan primer tidak
adekuat

Berkembang Pembentukan tuberkel Kerusakan


menghancurkan membran aveolar
jaringan ikat sekitar

Pembentukan sputum Menurunnya


Bagian tengah berlebihan permukaan efek paru
nekrosis

Bersihan jalan nafas Alveolus


Membentuk jaringan tidak efektif
keju
Alveolus mengalami
konsolidasi & eksudasi
Sekret keluar saat
batuk Gangguan pertukaran
gas
Tekanan parsial O2 di
Batuk produktif alveoli menurun
(batuk terus menerus)

Terjadi penyempitan
jalan napas
Droplet infection Batuk berat

Peningkatan kerja otot


Terhirup orang Distensi abdomen pernapasan
sehat

Mual, muntah
Keletihan otot
Resiko Infeksi
pernapasan
Intake nutrisi kurang

Pola napas tidak


Defisit nutrisi efektif

6
D. Etiologi
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang
berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-
paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah tersebut
menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008).
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari
tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan
penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli,
maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang kelenjar getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini
dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis
yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer (2007), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien dengan tuberculosis paru, yaitu:
1. Laboratorium darah urine : LED normal / meningkat, limfositosis

7
2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
3. Tes PAP (Perosidase Anti Perosidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
4. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperosidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi
6. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mikrobakterium tuberculosis
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah
8. Pemeriksaan radiology : Rongent thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apikal lobus
bawah
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan millie

F. Penatalaksanaan Medis

8
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan
obat setiap hari dan diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit menjadi tidak
menularkan penyakit dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negative (konversi) pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan (4-7 bulan), pada tahap lanjutan penderita
mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga
dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolode,
dan Amoksisilin + Asan Klavulanat, derivate Rifampisin/INH.
Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket yaitu dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket obat untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB yaitu (Departemen Kesehatan, 2011):

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Adapun beberapa Obat anti Tuberkulosis (OAT) antara lain :
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
a. Rifampisin

9
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak dipakai untuk
menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Rifampisin menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menghambat sistesis protein terutama pada tahap
transkripsi. Efek samping dari rifampisin adalah gangguang saluran cerna,
terjadi gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan
pada urine, dan udem. Dosis 10mg / kg BB, maksimal 600mg 2-3X /
minggu atau BB>60 kg: 600mg, BB 40-60 kg: 450 mg, BB<40 kg: 300
mg. Dosis intermiten 600 mg / kali
b. INH
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk
obat tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis
(dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang tumbuh
pesat. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah, demam,
hiperglikemia, dan neuritis optic. Dosis 5 mg / kg BB, maksimal 300 mg,
10mg / kg BB 3 kali seminggu, 15mg / kg BB 2 kali seminggu atau 300
mg / hari.
c. Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri.
Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis dalam kombinasi dengan obat
lain. Efek samping dari pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual,
muntah, dan gagal hati. Dosis fase intensif 25 mg / kg BB, 35 mg / kg BB 3
kali seminggu, 50 mg/ kg BB 2 kali seminggu atau BB>60 kg: 1500 mg,
BB 40-60 kg: 1000 mg, BB<40 kg: 750 mg.
d. Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah disebut
Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi
seperti tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Saat ini
streptomisin semakin jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek
samping dari streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan
pendengaran, dan kemerahan pada kulit. Dosis 15 mg / kg BB atau BB>60
kg: 1000 mg, BB 40-60 kg: 750 mg, BB<40 kg: sesuai BB.
e. Etambutol

10
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri
tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah tuberculosis
dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping penurunan tajam
penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap kontras sensitivitas warna
serta gangguan lapang pandang. Dosis fase intensif 20 mg / kg BB, fase
lanjutan 15 mg / kg BB, 30 mg / kg BB 3X seminggu, 45 mg / kg BB 2X
seminggu atau BB>60 kg: 1500 mg, BB 40-60 kg: 1000 mg, BB<40 kg:
750 mg, Dosis intermiten 40 mg / kg BB / kali.
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
c. Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis
tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,
sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat
antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan.
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini2)
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain masih dalam penelitian, makrolid, amoksilin + asam klavulanat
d. Devirat rifampisin dan INH

G. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian keperawatan pada kasus Tuberkulosis paru (Abdul, 2013) :
1. Data Pasien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan hampir sama anatar laki-laki dengan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di
daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke

11
dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak dapat terjadi di usia
berapapun, namun usia yang paling umum apada usia dalah antara 1-4 tahun.
Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary)
disbanding TB paru-paru yaitu dengan perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru-
paru adalah tuberculosis berat yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun.
Angka kejadian atau prevalensi TB paru-paru pada usia 5-12 tahun ckup rendah,
kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru menyerupai kasus
pada pasien dewasa.

2. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a. Demam : subfebris, febris (40-41º) biasanya hilang timbul.
b. Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
ini terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang
yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru-paru.
d. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.
e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f. Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelectasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
ke sisi yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak
bayangan hitam dan diafragma menunjol ke atas.
g. Perlu ditanya dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit
ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan namun
merupakan penyakit infeksi menular.
3. Riwayat penyakit sebelumnya :
a. Pernah menderita batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

12
c. Pernah berobat namun tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
4. Riwayat vaksinasi yang tidak tertaur.
5. Riwayat pengobatan sebelumnya :
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum
c. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakit.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
a. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja dan
jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan atau pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan.
7. Factor pendukung
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit TBC, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi dalam 48-72 jam).
c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.

13
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan
paru karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
9. Pola fungsi kesehatan.
a. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota keluarga
banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka sehingga
sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran
udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
b. Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
danhepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
d. Pola aktivitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas,
mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas
(nafas pendek).
e. Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat pada
malam hari.
f. Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan
dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan
pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
g. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya

14
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita
menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
h. Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan.
b. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila
mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
c. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila
mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
d. Palpasi
Badan teraba hangat (demam)

H. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Pola napas tidak efektif
4. Hipertemia
5. Defisit nutrisi
6. Resiko infeksi

15
16
I. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN INTERVENSI


. KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN

1 Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif
Efektif (D.0001) keperawatan selama .... x Observasi
Definisi : .....jam, maka bersihan  Identifikasi kemampuan
Ketidakmampuan jalan napas tidak efektif batuk
membersihkan sekret atau teratasi dengan kriteria  Monitor adanya retensi
obstruksi jalan napas untuk hasil : sputum
mempertahankan jalan napas Bersihan Jalan Napas  Monitor tanda dan gejala
tetap paten (L.01001) infeksi saluran nafas
 Batuk efektif  Monitor input dan output
Penyebab : meningkat (5) cairan (mis. jumlah dan
Fisiologis  Produksi sputum karakteristik)
 Spasme jalan napas menurun (5) Terapeutik
 Hipersekresi jalan napas  Mengi menurun (5)  Atur posisi semi-fowler atau
 Disfungsi neuromuskular  Wheezing menurun fowler
 Benda asing dalam jalan (5)  Pasang perlak dan bengkok
napas  Dispnea menurun (5) letakan di pangkuan pasien
 Adanya jalan nafas  Ortopnea menurun  Buang secret pada tempat
buatan (5) sputum
 Sekresi yang tertahan  Sulit bicara menurun Edukasi
 Hyperplasia dinding jalan (5)  Jelaskan tujuan dan
napas  Sianosis menurun (5) prosedur batuk efektif
 Proses infeksi  Gelisah menurun (5)  Anjurkan tarik nasaf dalam
 Respon alergi  Frekuensi napas melalui hidung selama 4

 Efek agen farmakologis membaik (5) detik, ditahan selam 2

 Pola nafas membaik detik, kemudian keluarkan

(mis. Anastesi) (5) dai mulut dengan bibir

Situasional mencucu (dibulatkan)

 Merokok aktif selam 5 detik


 Anjurkan mengulangi tarik

17
 Merokok pasif nafas dalam hingga 3 kali
 Terpajan polutan  Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
Gejala dan Tanda Minor nafas dalam yang ke-3
Subjektif : - Kolaborasi
Objektif :  Anjurkan batuk dengan kuat
 Batuk tidak efektif langsung setelah tarik nafas
 Tidak mampu batuk dalam yang ke

 Sputum berlebih  Kolaborasi pemberian

 Mengi, wheezing mukolitik atau ekspektoran,

dan/atau ronkhi kering jika perlu.

Gejala dan Tanda Manajemen Jalan Napas

Mayor Observasi

Subjektif :  Monitor pola napas

 Dispnea (frekuensi, kedalaman,


usaha napas).
 Sulit bicara
 Monitor bunyi napas
 Ortopnea
tambahan (mis. gurgling,
Objektif :
mengi, wheezing, ronkhi
 Gelisah
kering)
 Sianosis
 Monitor sputurn (jumlah,
 Bunyi nafas menurun
wama, aroma)
 Frekuensi nafas berubah
Terapeutik
 Pola nafas berubah
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
Kondisi Klinis Terkait :
dan chin-lift (jaw-thrust jika
 Gullian Barre Syndrome
curiga trauma servikal).
 Skelrosis multipel
 Posisikan semi-Fowler atau
 Myasthenia gravis Fower.
 Prosedur diagnostik  Berikan minum hangat
(mis. Bonkoskopi,
 Lakukan fisioterapi dada,
transesophageal,
jika perlu.

18
echocardiography (TEE)  Lakukan penghisapan lendir
 Depresi system saraf kurang dari 15 detik.
pusat  Lakukan hiperoksigenasi
 Cedera kepala sebelum penghisapan
 Stroke endotrakeal.
 Kuadriplegia  Keluarkan sumbatan benda
 Sindrom aspirasi padat dengan forsep McGill
mekonium  Berikan oksigen, jika perlu
 Infeksi saluran nafas
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Pemantaun Respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas
 Monitor pola nafas (seperti
bradipnea. Takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-Stoke,Blot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor adanya sumbatan

19
jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informaskan hasil
pemantauan, jika perlu

2 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan Pemantaun Respirasi


(D.0003) keperawatan selama ....... x Observasi
Definisi : ….. jam, maka pertukaran  Monitor frekuensi, irama,
Kelebihan atau kekurangan gas meningkat dengan kedalaman dan upaya nafas
oksigenasi dan/atau eleminasi kriteria hasil :  Monitor pola nafas (seperti
karbondioksida pada membran  PCO2 membaik (5) bradipnea. Takipnea,
alveolus-kapiler  PO2 membaik (5) hiperventilasi, Kussmaul,
 Takikardia Cheyne-Stoke ,Blot, atasik)
Penyebab : membaik (5)  Monitor kemampuan batuk
 Ketidakseimbangan ventilasi  pH arteri membaik efektif
-perfusi (5)  Monitor adanya produksi
 Perubahan membrane  Dispnea menurun sputum
alveolus-kaplier (5)  Monitor adanya sumbatan

20
 Bunyi napas jalan nafas
tambahan menurun  Palpasi kesimetrisan
Gejala dan Tanda Mayor (5) ekspansi paru
Subjektif  Napas cuping  Auskultasi bunyi nafas
 Dispnea hidung menurun (5)  Monitor saturasi oksigen
 Tingkat kesadaran  Monitor nilai AGD
Objektif
meningkat (5)  Monitor hasil x-ray toraks
 PCO2 meningkat/menurun
 Pusing menurun (5) Terapeutik
 PO2 menurun
 Diaforesis menurun  Atur interval pemantauan
 Takikardia
(5) respirasi sesuai kondisi
 pH arteri
 Gelisah menurun pasien
meningkat/menurun
(5)  Dokumentasikan hasil
 Bunyi napas tambahan
 Sianosis menurun pemantauan
(5) Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor
 Pola napas  Jelaskan tujuan dan
Subjektif :
membaik (5) prosedur pemantauan
 Pusing
 Warna kulit  Informaskan hasil
 Penglihatan kabur
membaik (5) pemantauan, jika perlu
Objektif :
 Sianosis
Terapi Oksigen
 Diaforesis
Observasi
 Gelisah
 Monitor kecepatan aliran
 Napas cuping hidung
oksigen
 Pola napas abnormal (cepat/  Monitor posisi alat terapi
lambat, regular/ireguler, oksigen
dalam /dangkal)
 Monitor aliran oksigen
 Warna kulit abnormal (mis. secara periodik dan pastikan
Pucat, kebiruan) fraksi yang diberikan cukup
 Kesadaran menurun  Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
Kondisi Klinis Terkait : analisa gas darah), jika
 Penyakit paru obstruktif perlu

21
kronis (PPOK)  Monitor kemampuan
 Gagal jantung kongestif melepaskan oksigen saat
 Asma makan
 Pneumonia  Monitor tanda-tanda
 Tuberkulosis paru hipoventilasi

 Penyakit membrane hialin  Monitor tanda dan gejala

 Asfiksia toksikasi oksigen dan


atelektasis
 Persistent pulmonary
hypertension of newborn  Monitor tingkat kecemasan

(PPHN) akibat terapi oksigen

 Prematuritas  Monitor integritas mukosa


hidung akibat pemasangan
 Infeksi saluran napas
oksigen
Terapeutik
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
 Bersihkan sekret pada
mulut, hidung, dan trakea,
jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan
napas
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

22
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas


(D.0005) intervensi selama ... x... Observasi :
Definisi : jam, maka diharapkan pola  Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang napas membaik dengan (frekuensi, kedalaman, usaha
tidak memberikan ventilasi kriteria hasil : napas)
adekuat.  Ventilasi semenit  Monitor bunyi napas
meningkat (5) tambahan (mis. gurgling,
Penyebab :  Kapasitas vital mengi, wheezing, ronkhi
 Depresi pusat pernapasan meningkat (5) kering)
 Hambatan upaya napas (mis.  Diameter thoraks  Monitor sputum (jumlah,
nyeri saat bernapas, anterior-posterior warna, aroma)
kelemahan otot pernapasan) meningkat (5) Terapeutik :
 Deformitas dinding dada  Tekanan ekspirasi (5)  Pertahankan kepatenan jalan
 Deformitas tulang dada  Tekanan inspirasi (5) napas dengan head-tilt dan
 Gangguan neuromuscular  Dispnea menurun (5) chin-lift (jaw-thrust jika

 Gangguan neurologis (mis.  Penggunaan otot bantu curiga trauma cervical)

elektroensefalogram [EEG] napas menurun (5)  Posisikan semi-Fowler atau


positif, cedera kepala,  Pemanjangan fase Fowler
gangguan kejang) ekspirasi menurun (5)  Berikan minum hangat
 Imaturitas neurologis  Ortopnea menurun (5)  Lakukan fisioterapi dada,
 Penurunan energi  Pernapasan pursed-tip jika perlu

23
 Obesitas menurun (5)  Lakukan penghisapan lendir
 Posisi tubuh yang  Pernapasan cuping kurang dari 15 detik
menghambat ekspansi paru hidung menurun (5)  Lakukan hiperoksigenasi
 Sindrom hipoventilasi  Frekuensi napas sebelum penghisapan
 Kerusakan inervasi membaik (5) endotrakeal
diafragma (kerusakan saraf  Kedalaman napas  Keluarkan sumbatan benda
C5 ke atas) membaik (5) padat dengan forsep McGill
 Cedera pada medula spinalis  Ekskursi dada  Berikan oksigen, jika perlu
 Efek agen farmakologis membaik (5) Edukasi :

 Kecemasan  Anjurkan asupan cairan


2000ml/hari, jika tidak

Gejala dan Tanda Mayor kontraindikasi

Subjektif :  Ajarkan teknik batuk efektif

 Dispnea Kolaborasi :

Objektif :  Kolaborasi pemberian

 Dispnea bronkodilator, ekspektoran,

 Penggunaan otot bantu mukolitik, jika perlu

pernapasan
 Fase ekspirasi memanjang Pemantauan Respirasi
Observasi :
 Pola napas abnormal (mis.
 Monitor frekuensi, irama,
takipnea, bradipnea,
kedalaman dan upaya napas
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)  Monitor pola napas (seperti :

Gejala dan Tanda Minor bradipnea, takipnea,

Subjektif : hiperventilasi, kussmaul,


cheyne-stokes, biot, ataksik)
 Ortopnea
Objektif :  Monitor kemampuan batuk
efektif
 Pernapasan pursed-lip
 Monitor adanya produksi
 Pernapasan cuping hidung
sputum
 Diameter thoraks anterior-
 Monitor adanya sumbatan
posterior meningkat
jalan napas

24
 Ventilasi semenit menurun  Paplasi kesimetrisan
 Kapasitas vital menurun ekspansi paru
 Tekanan ekspirasi menurun  Auskultasi bunyi napas
 Tekanan inspirasi menurun  Monitor saturasi oksigen
 Ekskursi dada berubah  Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray thoraks
Kondisi Klinis Terkait :
 Depresi sistem saraf pusat Terapeutik :
 Cedera kepala  Atur interval pemantauan
 Trauma thoraks respirasi sesuai kondisi

 Gullian barre syndrome pasien

 Multiple sclerosis  Dokumentasikan hasil


pemantauan
 Myastenial gravis
Edukasi :
 Stroke
 Jelaskan tujuan dan prosedur
 Kuadriplegia
pemantauan
 Intoksikasi alkohol
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4 Hipertermia Setelah dilakukan Regulasi Temperatur


Definisi intervensi keperawatan Observasi :
Suhu tubuh meningkat di atas selama ....x... jam,  Monitor suhu tubuh
rentang normal tubuh diharapkan Termoregulasi sampai stabil
Penyebab : membaik dengan kriteria  Monitor suhu tubuh anak
 Dehidrasi hasil : tiap dua jam, jika perlu
 Terpapar lingkungan  Menggigil menurun  Monitor tekanan darah,
panas (5) frekuensi pernafasan dan
 Proses penyakit (mis:  Kulit kemerahan nadi
infeksi, kanker) menurun (5)  Monitor warna dan suhu

 Ketidaksesuaian pakaian  Kejang menurun (5) kulit


dengan suhu lingkungan  Pucat menurun (5)  Monitor dan catat tanda

 Peningkatan laju  Takikardi menurun dan gejala hipertermia

25
metabolisme (5) Terapeutik :
 Respon trauma  Takipnea menurun  Pasang alat pemantauan
 Aktivitas berlebihan (5) suhu kontinu, jika perlu

 Penggunaan incubator  Bradikardi menurun  Tingkatkan asupan cairan


Gejala dan Tanda Mayor : (5) dan nutrisi yang adekuat
Subjektif  Suhu tubuh
Kolaborasi :
- membaik (5)
 Kolaborasi pemberian
Objektif  Suhu kulit membaik
antipiretik, jika perlu
 Suhu tubuh diatas nilai (5)
normal  Tekanan darah
Gejalan dan Tanda Minor : membaik (5)
Subjektif
-
Objektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prameturitas
5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
Definisi : keperawatan selama Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk …..x...... jam, diharapkan  Identifikasi nutrisi
memenuhi kebutuhan status nutrisi membaik  Identifikasi alergi dan
metabolisme dengan kriteria hasil: intolerasni makanan
Status Nutrisi  Identifikasi makanan yang

26
Penyebab :  Berat badan disukai
 Ketidakmampuan menelan membaik (5)  Identifikasi kebutuhan
makanan  Indeks Massa kalori dan jenis nutrient
 Ketidakmampuan mncerna Tubuh (IMT)  Identifikasi perlunya
makanan membaik (5) penggunaan selang
 Ketidakmampuan  Nafsu makan nasogastric
mengabsorbsi nutrient membaik (5)  Monitor asupan makanan
 Peningkatan kebutuhan  Bising usus  Monitor berat badan
metabolism membaik (5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Faktor ekonomi (mis.  Membrane mukosa laboratorium
finansial tidak mencukupi) membaik (5) Terapeutik
 Faktor psikologis (mis.  Diare menurun (5)  Lakukan oral hygiene
stress, keengganan untuk  Perasaan cepat sebelum makan, jika perlu
makan) kenyang menurun  Fasilitasi menentukan
(5) pedoman diet
Gejala dan Tanda Mayor  Porsi makanan yang  Sajkan makanan secara
Subjektif dihabiskan menarik dan suhu yang
(Tidak tersedia) meningkat (5) sesuai
 Kekuatan otot  Berikan makanan tinggi
Objektif pengunyah serat untuk mencegah
 Berat badan menurun meningkat (5) konstipasi
minimal 10% di bawah  Kekuatan otot  Berikan makanan tinggi
rentang ideal menelan meningkat kalori dan tinggi protein
(5)  Berikan suplemen
Gejala dan Tanda Minor makanan, jika perlu
Subjektif  Hentikan pemberian makan
 Cepat kenyang setelah melalui selang nasogastric
makan jika asupan oral dapat
 Kram/nyeri abdomen ditoleransi
 Nafsu makan menurun Edukasi
Objektif  Anjurkan posisi duduk,
 Bising usus hiperaktif jika mampu

27
 Otot pengunyah lemah  Ajarkan diet yang
 Otot menelan lemah diprogramkan
 Membrane mukosa pucat Kolaborasi

 Sariawan  Kolaborasi pemberian

 Serum albumin turun medikasi sebelum makan

 Rambut rontok berlebihan (mis. pereda nyeri,


antimetik), jika perlu
 Diare
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
Kondisi Klinis Terkait
kalori dan jenis nutrient
 Stroke
yang dibutuhkan
 Parkinson
 Mobius syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amvotropic lateral sclerosis
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
6 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama … Observasi
peningkatan terserang organisme x...jam diharapkan dapat  Monitor tanda dan gejela
patogenik mengatasi Resiko Infeksi infeksi local dan sitemik
Faktor Resiko : dengan kriteria hasil: Terapeutik
 Penyakit kronis (mis. Tingkat infeksi  Batasi jumlah pengunjung
Diabetes militus)  Kebersihan tangan  Berikan perawatan kulit
 Efek prosedur invasive meningkat (5) pada area edema

28
 Malnutrisi  Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum dan
 Peningkatan paparan meningkat (5) sesudah kontak dengan
organisme pathogen  Nafsu makan pasien dan lingkungan
lingkungan meningkat (5) pasien
 Ketidakadekuatan  Demam menurun (5)  Pertahankan kondisi
pertahanan tubuh primer  Kemerahanmenurun aseptik pada pasien
 Gangguan peristaltic (5) beresiko tinggi

 Kerusakan integritas kulit  Nyeri menurun (5) Edukasi


 Bengkak menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala
 Perubahan sekresi pH
 Vesikel menurun (5) infeksi
 Penurunan kerja silialis
 Cairan berbau busuk  Ajarkan cara mencuci
 Ketuban pecah lama
menurun (5) tangan dengan benar
 Ketuban pecah sebelum
 Sputum berwarna  Ajarkan etika batuk
waktunya
hijau menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa
 Merokok
 Drainase kondisi luka atau luka
 Status cairan tubuh
purulenmenurun (5) oprasi
 Ketidakadekuatan
 Pluria menurun (5)
 Anjurkan meningkatkan
pertahanan tubuh sekunder
 Periode malaise
asupan nutrisi
 Penurunan hemoglobin menurun (5)
 Anjurkan meningkatkan
 Imununosupresi  Periode menggigil
asupan cairan
 Leukopenia menurun (5)
Kolaborasi
 Supresi respon inflamasi  Letargi menurun (5)
Kolaborasi pemberian imunisasi,
 Faksinasi tidak adekuat  Gangguan kognitif jika perlu
Kondisi klinis terkait : menurun (5)
 AIDS  Kadar sel darah putih
 Luka bakar membaik (5)

 Penyakit paru obstruktif  Kultur darah

kronis membaik (5)

 Diabetes militus  Kultur urine membaik


(5)
 Tindakan infasif
 Kultur sputum
 Kondisi penggunaan terapi
membaik (5)
steroid

29
 Penyalahgunaan obat  Kultur area luka
 Ketuban pecah sebelum membaik (5)
waktunya (KPSW)  Kultur feses membaik
 Kanker (5)

 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati

J. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

K. Evaluasi Keperawatan
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, W. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirerasi.


Jakarta: Trans Info Media.
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Departemen Kesehatan, R. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. https://doi.org/614.542 Ind p
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Naga, S. S. (2014). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. (P. E.
Nareswati, 102 Ed.). Jogjakarta: Diva Press.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Somantri, I. (2008). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

31
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar,……………….. 2020
Mengetahui, Mahasiswa

I D.P.G. Putra Yasa,S.Kp,M.Kep,Sp.MB Dewa Ayu Putri Weda


Dewanti
NIP.197108141994021001 NIM.
P07120320040

32

Anda mungkin juga menyukai