Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“STERILISASI DALAM
PEMBUATAN PRODUK STERIL”

DISUSUN OLEH:

Sandra Agista Putri 199494 (Kelas II A)

DOSEN PENDAMPING:

Hairunnisa, M.Farm.,Apt

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK


JL. PANGLIMA AIM NO. 2 PONTIANAK 78232
TELP. 0561-745486 – 582206, FAX. 0561-582206
Email: akfar.yarsi.pontianak@gmail.com
MODUL V
STERILISASI DALAM PEMBUATAN PRODUK STERIL

A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan metode sterilisasi

B. TEORI
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau
bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam
bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan steril secara umum
adalah: sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas dan bebas dari
mikroorganisme.
Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi,
karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh.
Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni
membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Metodesterilisasi berkaitan erat pada sifat bahan atau alat yang akan disterilkan.
Sterilisasi menggunakan beberapa metode
1. Pemanasan
2. Filtrasi
3. Penyinaran
4. Sterilisasi kimia
C. PROSEDUR PRAKTIKUM
Mahasiswa memilih metode sterilisasi yang tepat untuk menterilisai alat, bahan,
maupun sediaan dan menjelaskan alasan pemilihan metode sterilisasi yang digunakan.
Contoh
Alat, bahan dan
Monografi/ sifat/bahan pembentuk Metode sterilisasi
sediaan
Salbutamol 1. Berbentuk serbuk Oven 160⁰C selama
2. Stabil dalam rentang suhu 55 – 85 120 menit
°C; tahan panas hingga 165 °C (The
Pharmaceutical Codex edisi 12,
1994, hlm. 1042
Injeksi Salbutamol Bentuk sediaan adalah larutan Autoklaf, 121⁰C
Sulfat 0,5% (Farmakope Indonesia V) selama 15 menit
Bahan aktif stabil dalam rentang suhu
55 – 85 °C; tahan panas hingga 165°C
(The Pharmaceutical Codex edisi
3. 12, 1994, hlm. 1042

Pada pembahasan di jelaskan mengapa menggunakan/ memilih metode sterilisasi tertentu


pada setiap alat bahan serta sediaan yang tertera pada tabel
D. DATA PENGAMATAN
No Alat, bahan Monografi/ sifat/bahan Metode sterilisasi Gambar alat dan bahan (jika ada)
dan sediaan pembentuk
1 NaCl (Natrium 1. Bentuk: serbuk hablur putih -Serbuk: NaCl
Clorida) bangun kubus (Farmakope disterilisasi akhir
Indonesia Edisi VI halaman dengan oven 170⁰C
1225) selama 60 menit

2. Stabilitas: Bahan padat stabil -Larutan NaCl:


terhadap panas hingga suhu autoclave 121⁰C
804o C (Handbook of selama 15 menit
Pharmaceutical Excipients atau filtrasi (The
halaman 637) Pharmaceutical
Codex, 1994,
3. Kelarutan: Mudah larut halaman 164)
dalam air; larut dalam
gliserin; sukar larut dalam
etanol (Farmakope Indonesia
Edisi VI halaman 1225)
2 Glukosa 1. Bentuk: serbuk hablur tidak -Serbuk: Oven Glukosa serbuk
berwarna (Farmakope 160⁰C selama 120
Indonesia Edisi III halaman menit
268)
-Larutan glukosa:
2. Stabilitas: Stabil dalam Autoclave 121⁰C
keadaan kering. Temperatur selama 15 menit.
yang tinggi akan (Handbook of
menyebabkan perubahan Pharmaceutical
warna (Handbook of Excipients halaman
Pharmaceutical Excipients 282)
halaman 282)
3. Kelarutan: Mudah larut dalam
air; sangat mudah larut dalam
air mendidih; larut dalam Larutan glukosa
etanol (95%) P mendidih;
sukar larut dalam etanol
(95%) P. (Farmakope
Indonesia Edisi III halaman
268)

3 Dekstrosa 1. Bentuk: serbuk hablur tidak -Serbuk: Oven Dekstrosa


berwarna (Farmakope 160⁰C selama 120
Indonesia Edisi IV halaman menit
300)
-Larutan dekstrosa:
2. Stabilitas: Pemanasan yang Autoclave 115 oC
berlebihan dapat selama 30 menit
menyebabkan penurunan (Handbook of
atau reduksi pH dan Pharmaceutical
karamelisasi larutan. Excipients halaman
(Handbook of 224)
Pharmaceutical Excipients
halaman 224)

3. Kelarutan: Mudah larut dalam


air; sangat mudah larut dalam
air mendidih; larut dalam
etanol mendidih; sukar larut
dalam etanol (Farmakope
Indonesia Edisi IV halaman
300)
4 Fenitoin 1. Bentuk: serbuk putih Filtrasi (Martindale Fenitoin
(Farmakope Indonesia Edisi 28, halaman 1.236)
VI halaman 574)

2. Stabilitas: Melebur pada suhu


lebih kurang 295o. Harus
disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat pada temperatur
ruang tidak lebih dari 30°C
(Farmakope Indonesia Edisi
VI halaman 574). Stabil pada
suhu kamar dan harus
dilindungi dari suhu dingin,
stabil selama tidak ada
pengendapan dan kekeruhan
(Injectable Drugs, 2007
halaman 1341)

3. Kelarutan: Praktis tidak larut


dalam air; larut dalam etanol
panas; sukar larut dalam
etanol dingin, dalam
kloroform dan dalam eter
(Farmakope Indonesia Edisi
VI halaman 574)
5 Fenitoin 1. Bentuk: serbuk putih Filtrasi Fenitoin Natrium
Natrium (Martindale Edisi
2. Stabilitas: Stabil pada suhu 36 halaman 495)
kamar dan harus dilindubgi
dari suhu dingin, stabil
selama tidak ada
pengendapan dan kekeruhan (
Injectable Drugs, 2007 Hal
1341)

3. Kelarutan: mudah larut dalam


air, larutan biasanya agak
keruh karena terhidrolisa
sebagian dan menyerap
karbondioksida; larut dalam
etanol; praktis tidak larut
dalam eter dan dalam
kloroform
(Farmakope Indonesia Edisi VI
Halaman: 578)
6 Gentamisin 1. Bentuk: serbuk Filtrasi (Martindale Gentamisin
Edisi 28)
2. Stabilitas: Stabil pada suhu
25oC selama 7 hari; tahan
terhadap pemanasan, 9 dapat
disterilisasi dengan autoklaf,
tapi warna akan berubah
coklat dan dapat diatasi
dengan penambahan Na
metabisulfit.

3. Kelarutan: larut dalam air;


tidak larut dalam etanol,
aseton, kloroform, eter, dan
benzen
(Farmakope Indonesia Edisi VI
Halaman: 662 )
7 Gentamisin 1. Bentuk: serbuk putih sampai Filtrasi Gentamisin sulfat
sulfat kekuning-kuningan (Martindale Edisi
28 halaman 1166)
2. Stabilitas: Stabil pada suhu
25oC selama 7 hari; tahan
terhadap pemanasan , 9 dapat
disterilisasi dengan autoklaf,
tapi warna akan berubah
coklat dan dapat diatasi
dengan penambahan Na
metabisulfit.

3. Kelarutan: larut dalam air;


tidak larut dalam etanol,
aseton, kloroform, eter, dan
benzen
(Farmakope Indonesia Edisi VI
Halaman: 662)
8 Paracetamol 1. Bentuk: Hablur atau serbuk Oven suhu 160 oC Parasetamol
hablur putih selama 2 jam

2. Stabilitas: terhidrolissi pada


pH minimal 5-7; stabil pada
temperatur 45oC. Dapat
terdegradasi oleh quinominim
dan terbentuk warna pink,
coklat, dan hitam. Relatif
stabil terhadap oksidasi.
Menyerap uap air dalam
jumlah tidak signifikan pada
suhu 25o C dan kelembapan
90%.
3. Kelarutan: larut dalam 70
bagian air, dalam 7 bagian
rtanol (95%), P, dalam 13
bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9
bagian propolenglikol p ;
larut dalam alkali hidroksida
(Farmakope Indonesia Edisi III
Halaman: 37 )
9 Infus glukosa 1. Bentuk: Larutan jernih Metode sterilisasi Infus Glukosa
(Farmakope Indonesia Edisi akhir dengan
3, halaman 270) menggunakan
autoklaf pada suhu
2. Stabilitas: Temperatur yang
tinggi akan menyebabkan 115ᵒC selama 30
perubahan warna menit.

3. Kelarutan: Mudah larut dalam


air (Martindale 28)
10. Cefotaxime 1. Bentuk: Serbuk (ISO, Metode filtrasi Cefotaxime
halaman 117) atau penyaringan.
Karena tidak tahan
2. Stabilitas : stabil selama 12-24 terhadap suhu
jam pada suhu kamar. tinggi.

3. Kelarutan : mudah larut dalam


air dan metanol, sukar larut
dalam etanol, tidak larut
dalam aseton, eter, dan etil
asetat.
11 Injeksi 1. Bentuk: Larutan injeksi (ISO Metode filtrasi Injeksi cefotaxime
cefotaxime halaman 115). atau penyaringan.
Karena tidak tahan
2. Stabilitas: Stabil dalam pH 4,5
terhadap suhu
– 6,5. Tidak stabil dalam suhu
tinggi tinggi.

3. Kelarutan: mudah larut dalam


air dan metanol, sukar larut
dalam etanol, tidak larut
dalam aseton, eter, dan etil
asetat (Farmakope Indonesia
Edisi IV).

12 Tetes mata 1. Bentuk: Larutan steril Metode filtrasi Tetes mata cloramfenicol
cloramfenicol (Farmakope Indonesia Edisi 6, atau sterilisasi
halaman 908) akhir dengan
autoklaf pada suhu
2. Stabilitas : stabilitas yang
sangat baik pada suhu kamar 100ᵒC. Karena sifat
dan kisaran pH 2-7, fisikokimia
stabilitas maksimumnya kloramfenikol
dicapai pada pH 6. tidak stabil
terhadap suhu
3. Kelarutan: Sukar larut dalam tinggi.
air; mudah larut dalam etanol;
dalam propilen glikol; dalam
aseton dan dalam etil asetat.
(Farmakope Indonesia Edisi
IV, 1995)
13 Gelas ukur Bentuk alat: padatan tidak Dalam autoclave Gelas ukur
berpori 121 oC selama 20
Bahan penyusun alat: gelas atau menit dengan cara
kaca, tahan panas mulut gelas ditutup
dengan kertas
perkamen
kemudian diikat
dengan benang
kasur.

14 Pipet tetes Bentuk alat: padatan tidak -Oven 170 oC Piper tetes
berpori selama 1 jam
Bahan penyusun alat: gelas atau -Autoclave 121 oC
kaca, tahan panas selama 15 menit

o
15 Vial Bentuk alat: padatan tidak Oven 170 C Vial
berpori selama 1 jam
Bahan penyusun alat: gelas atau
kaca, tahan panas
16 Ampul Bentuk alat: Padatan tidak -Oven suhu 170oC Ampul
berpori selama 60 menit
Bahan penyusun alat: Gelas - Oven suhu 160oC
Kaca, Tahan Panas selama 2 jam

17 Tutup vial Bentuk alat: Padatan berpori Alkohol 70% Tutup vial
Bahan penyusun alat: Karet, selama 2 jam
tidak tahan panas

18 Batang Bentuk alat: padatan tidak Dalam oven 170ᵒC Batang Pengaduk
pengaduk berpori selama 1 jam.
Bahan penyusun alat: gelas atau (Farmakope
kaca, tahan panas Indonesia Edisi III
halaman 18)
19 Gelas beker Bentuk alat: padatan tidak Autoklaf dengan Gelas Beaker
berpori temperature 121oC
Bahan penyusun alat: gelas atau selama 15 menit.
kaca, tahan panas (Farmakope
Indonesia Edisi III
halaman 18)

20 Erlenmeyer Bentuk alat: Padatan tidak Autoklaf dengan Erlenmeyer


berpori temperature 121oC
Bahan penyusun alat: Gelas selama 15 menit
Kaca, Tahan Panas (Farmakope
Indonesia Edisi III
halaman 18)
E. PEMBAHASAN
Sterilisasi yaitu suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak
(Fardiaz, 1992). Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan semua
bentuk organisme (Purnawijayanti, 2001). Suatu benda yang steril, dipandang dari sudut
mikrobiologi, artinya bebas dari mikroorganisme hidup yang tidak diinginkan. Suatu bendaatau
substansi hanya dapat steril atau tidak sreril tidak akan mungkin setengah steril atau hampir steril
(Pelozar, 1988).
Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metode sterilisasi dengan cara
panas dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi dengan cara panas dibagi menjadi
sterilisasi panas kering (menggunakan oven pada suhu 160-180⁰C selama 30-240 menit), dan
sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C dengan tekanan 15 psi, selama
15 menit). Metode sterilisasi dengan cara dingin dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik removal
atau penghilangan bakteri, dan teknik membunuh bakteri. Teknik removal dapat menggunakan
metode filtrasi dengan membran filter berpori 0,22µm. Teknik membunuh bakteri dapat
menggunakan radiasi (radiasi sinar gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60) dan gas etilen
oksida (dengan dosis 25 KGy).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi (Agoes, 2009):
1. Untuk mencegah transmisi penyakit
2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3. Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan
kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau
untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika).
Dalam Produk farmasi, terdapat lima metode sterilisasi (Ansel, 1989):
1) Sterilisasi uap (lembab panas)
2) Sterilisasi panas kering
3) Sterilisasi dengan penyaringan
4) Sterilisasi gas
5) Sterilisasi dengan radiasi pengionan
Metode sterilisasi dipilih berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif, terutama stabilitas alat
atau bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas kimia,
erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet, dapat dilakukan sterilisasi menggunakan cara panas,
baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya
tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas, dapat disterilkan dengan
menggunakan cara dingin, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida atau disterilkan dengan cara
radiasi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan sterilisasi dengan cara tersebut, maka dilakukan
desinfeksi dengan cara merendam alat tersebut dalam alkohol 70% selama 24 jam.
Untuk sterilisasi bahan, selain memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas, juga perlu
diperhatikan bentuk bahan. Untuk bahan dengan bentuk serbuk, semisolida, liquid berbasis non
air (misalnya cairan berminyak) yang stabil terhadap pemanasan, maka pilihan metode utama
untuk sterilisasi adalah menggunakan panas kering (oven). Bila bentuk bahan yang akan
disterilisasi adalah likuida berbasis air, maka pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan
panas basah (autoklaf).
Terdapat pohon keputusan untuk mempermudah pengambilan keputusan terkait metode
sterilisasi yang sesuai untuk bahan.
1. Bila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air, maka:
a. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu 121⁰C
selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering menggunakan autoklaf
pada suhu 121⁰C selama 15 menit.
b. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap disterilkan dengan
autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0. Untuk memperoleh nilai F0 maka
kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang ada pada sediaan, kemudian resistensi
mikroba yang ada pada bahan. Dengan mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi
menggunakan autoklaf dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan resistensi
bakteri yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi.
c. Apabila metode ke-2 tidak dapat dilakukan, karena bahan tidak stabil terhadap panas,
maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu proses menghilangkan bakteri
dengan cara menyaring menggunakan membran filter berukuran 0,22 µm. Biasanya
sebelum menggunakan filter dengan ukuran tersebut, terlebih dahulu disaring
menggunakan membran filter berukuran 0,45 µm.
d. Apabila cara ke-3 tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan dilakukan dengan
metode aseptik, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.

2. Apabila bahan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka:
a. Apabila bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi terpilih adalah cara
panas kering, menggunakan oven dengan suhu 160⁰C selama 2 jam.
b. Apabila tidak bisa dilakukan cara pertama, maka dilakukan sterilisasi menggunakan oven
dengan waktu yang dikurangi.
c. Bila cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka dipilih metode radiasi, menggunakan senyawa
Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy.
d. Bila tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi, dengan dosis radiasi
diturunkan.
e. Apabila metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi.
f. Apabila metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dipilih cara
aseptik untuk membuat sediaan, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.

Pada praktikum kali ini dilakukan sterilisasi pada alat dan bahan, dengan metode sterilisasi
yang ditentukan berdasarkan kestabilan alat dan bahan terhadap panas.
Adapun bahan dan cara sterilisasinya adalah sebagai berikut:
1. NaCl (Natrium Clorida)
Bentuk Natrium Clorida menurut Farmakope Indonesia Edisi VI halaman 1.225 adalah
berbentuk serbuk hablur putih dengan bangun kubus dengan kelarutannya yaitu mudah larut dalam
air, larut dalam gliserin dan sukar larut dalam etanol. Adapun stabilitas dari Natrium Klorida
menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients halaman 637, untuk bahan padatnya stabil
terhadap panas hingga suhu 804o C. Berdasarkan data tersebut dan informasi dari The
Pharmaceutical Codex, 1994, halaman 164, dan melihat pada pohon keputusan, cara sterilisasi
yang tepat untuk NaCl serbuk adalah dengan menggunakan metode sterilisasi panas kering dengan
alat oven pada temperature 170⁰C selama 60 menit, sementara untuk larutan NaCl dapat
disterilisasi dengan menggunakan metode panas basah dengan alat autoclave pada temperatur
121⁰C selama 15 menit atau dapat juga dilakukan dengan metode filtrasi.
2. Glukosa
Bentuk glukosa menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 268 adalah berbentuk
serbuk hablur tidak berwarna dengan kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P mendidih, dan sukar larut dalam etanol (95%) P.
Adapun stabilitas dari glukosa menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients halaman 282,
untuk bahan padatnya stabil dalam keadaan kering, untuk larutannya dengan temperatur yang
sangat tinggi dapat menyebabkan perubahan warna. Berdasarkan data tersebut dan informasi dari
Handbook of Pharmaceutical Excipients halaman 282, dan melihat pada pohon keputusan, cara
sterilisasi yang tepat untuk glukosa serbuk adalah dengan menggunakan metode sterilisasi panas
kering dengan alat oven pada temperature 160⁰C selama 120 menit, sementara untuk larutan
glukosa dapat disterilisasi dengan menggunakan metode panas basah dengan alat autoclave pada
temperatur 121⁰C selama 15 menit.

3. Dekstrosa
Bentuk dekstrosa menurut Farmakope Indonesia Edisi IV halaman 300 adalah berbentuk
serbuk hablur tidak berwarna dengan kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih, dan sukar larut dalam etanol. Adapun stabilitas dari
dekstrosa menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients halaman 224, untuk bahan padatnya
stabil dalam keadaan kering sementara larutannya apabila mengalami pemanasan yang berlebihan
maka dapat menyebabkan penurunan atau reduksi pH dan karamelisasi larutan. Berdasarkan data
tersebut dan informasi dari Handbook of Pharmaceutical Excipients halaman 224, dan melihat
pada pohon keputusan, cara sterilisasi yang tepat untuk dekstrosa serbuk adalah dengan
menggunakan metode sterilisasi panas kering dengan alat oven pada temperature 160⁰C selama
120 menit, sementara untuk larutan dekstrosa dapat disterilisasi dengan menggunakan metode
panas basah dengan alat autoclave pada temperatur 115⁰C selama 30 menit.

4. Fenitoin
Bentuk sediaan fenitoin menurut Farmakope Indonesia Edisi VI halaman 574 adalah
berbentuk serbuk putih dengan kelarutan praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol panas,
sukar larut dalam etanol dingin, dalam kloroform dan dalam eter. Adapun stabilitas dari fenitoin
menurut Injectable Drugs, 2007 Hal 1341 adalah stabil pada suhu kamar dan harus dilindungi dari
suhu dingin, stabil selama tidak ada pengendapan dan kekeruhan, sementara menurut Farmakope
Indonesia Edisi VI halaman 574 fenitoin dapat melebur pada suhu kurang lebih 295 oC dan
disimpan pada temperature ruang tidak lebih dari 30 °C. Berdasarkan informasi yang diperoleh
dari Martindale Edisi 28 Halaman 1.236 dan melihat pada pohon keputusan, cara sterilisasi yang
tepat untuk fenitoin adalah dengan metode sterilisasi filtrasi karena fenitoin kurang stabil pada
suhu yang terlalu panas.

5. Fenitoin Natrium
Bentuk sediaan fenitoin natrium menurut Farmakope Edisi VI adalah berbentuk serbuk
putih dengan kelarutan mudah larut dalam air, larutan biasanya agak keruh karena terhidrolisa
sebagian dan menyerap karbondioksida; larut dalam etanol; praktis tidak larut dalam eter dan
dalam kloroform. Adapun stabilitas dari Fenitoin Natrium menurut Injectable Drugs, 2007 Hal
1341 adalah Stabil pada suhu kamar dan harus dilindungi dari suhu dingin, stabil selama tidak ada
pengendapan dan kekeruhan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Martindale Edisi 36
Halaman 495 dan melihat pada pohon keputusan, cara sterilisasi yang tepat untuk bahan ini adalah
dengan metode sterilisasi Filtrasi karena Fenitoin Natrium kurang stabil pada suhu yang terlalu
panas. Untuk mencegah perubahan yan signifikan, maka dari itu, metode sterilisasi yang
digunakan pada bahan ini.

6. Gentamisin
Menurut ISO, Gentamisin terdiri dari zat aktif Gentamisin Sulfat yang menurut Farmakope
Indonesia Edisi VI halaman 662 memiliki bentuk serbuk putih sampai kekuning-kuningan, dengan
kelarutannya yaitu, larut dalam air; tidak larut dalam etanol, aseton, kloroform, eter, dan benzen.
Adapun stabilitas gentamisin Stabil pada suhu 25oC selama 7 hari; tahan terhadap pemanasan,
dapat disterilisasi dengan autoklaf, tapi warna akan berubah coklat dan dapat diatasi dengan
penambahan Na metabisulfit. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Martindale Edisi 28
Halaman 1166 dan melihat pada pohon keputusan, cara sterilisasi yang tepat untuk bahan ini
adalah dengan metode sterilisasi Filtrasi karena Gentamisin kurang stabil pada suhu yang terlalu
panas. Untuk mencegah perubahan dan kerusakan bahan yang signifikan, maka dari itu, metode
sterilisasi yang digunakan pada bahan ini.
7. Gentamisin Sulfat
Menurut ISO, Gentamisin terdiri dari zat aktif Gentamisin Sulfat yang menurut Farmakope
Indonesia Edisi VI halaman 662 memiliki bentuk serbuk putih sampai kekuning-kuningan, dengan
kelarutannya yaitu, larut dalam air; tidak larut dalam etanol, aseton, kloroform, eter, dan benzen.
Adapun stabilitas gentamisin Stabil pada suhu 25oC selama 7 hari; tahan terhadap pemanasan,
dapat disterilisasi dengan autoklaf, tapi warna akan berubah coklat dan dapat diatasi dengan
penambahan Na metabisulfit. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Martindale Edisi 28
Halaman 1166 dan melihat pada pohon keputusan, cara sterilisasi yang tepat untuk bahan ini
adalah dengan metode sterilisasi Filtrasi karena Gentamisin kurang stabil pada suhu yang terlalu
panas. Untuk mencegah perubahan dan kerusakan bahan yang signifikan, maka dari itu, metode
sterilisasi yang digunakan pada bahan ini.

8. Parasetamol
Bentuk pasetamol menurut Farmakope Edisi III halaman 37 adalah Hablur atau serbuk
hablur putih dengan stabilitas: terhidrolissi pada pH minimal 5-7; stabil pada temperatur 45oC.
Dapat terdegradasi oleh quinominim dan terbentuk warna pink, coklat, dan hitam. Relatif stabil
terhadap oksidasi, tidak stabildengan radiasi UV. Menyerap uap air dalam jumlah tidak signifikan
pada suhu 25o C dan kelembapan 90%. Dan Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian
etanol (95%), P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propolenglikol p ; larut dalam alkali hidroksida. Berdasarkan informasi yang diperoleh dan phpn
keputusan, cata sterilisasi yang tepat pada parasetamol adalah cara sterilisasi panas kering
menggunakan oven Oven suhu 160oC selama 2 jam karena parasetamol relatif tahan akan panas.

9. Infus glukosa
Infus glukosa sering digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah, pada seseorang yang
mengalami hipoglikemia (gula darah rendah). Berdasarkan buku Farmakope Indonesia Edisi III,
infus glukosa berbentuk larutan jernih, tidak berwarna, atau kuning jerami pucat. Cairan ini stabil
pada pH 3,5-6,5 dan memiliki kelarutan mudah larut dalam air berdasarkan buku Martindale 28.
Sediaan ini menggunakan metode sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 115ᵒC selama 30
menit karena zat aktif yang digunakan tahan terhadap pemanasan.
10. Cefotaxime
Cefotaxime adalah obat antibiotik yang menghentikan pertumbuhan bakteri. Berdasarkan
buku ISO (halaman 117), Cefotaxime berbentuk serbuk injeksi. Stabil selama 12-24 jam pada suhu
kamar dan memiliki kelarutan yang mudah larut dalam air dan metanol, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam aseton, eter, dan etil asetat. Dilakukan sterilisasi dengan metode sterilisasi
penyaringan karena Cetofaxime mudah rusak atau terurai pada suhu tinggi.

11. Injeksi cefotaxime


Injeksi Cefotaxime digunakan untuk mengobati infeksi berat bakteri gram positif pada
saluran nafas bawah, saluran kemih, ginekologi, kulit, tulang dan rawan sendi. Berdasarkan buku
ISO (hal 115), Injeksi Cefotaxime berbentuk larutan steril injeksi. Stabil dalam pH 4,5 – 6,5
dengan kelarutan mudah larut dalam air dan metanol, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
aseton, eter, dan etil asetat (Farmakope Edisi IV). Digunakan metode filtrasi atau penyaringan
pada proses sterilisasi karena merupakan antibiotik cair yang bersifat termolabil (mudah rusak atau
terurai pada suhu tinggi).

12. Tetes mata cloramfenicol


Tetes mata Chloramphenicol merupakan obat antibiotik spektrum luas yang digunakan
untuk berbagai macam infeksi oleh mikroorganisme. Antibiotik chloramphenicol ini bekerja
dengan menghambat sintesis protein bakteri. Chlorampenicol tidak dapat digunakan untuk jenis
infeksi mata lainnya selain infeksi serius pada mata yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan
buku Farmakope Indonesia Edisi 6 (hal 908), Tetes mata Chloramfenicol berbentuk larutan steril.
Stabilitas sediaan ini sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7, stabilitas maksimumnya
dicapai pada pH 6. Berdasarkan buku Farmakope Indonesia Edisi IV, sediaan ini sukar larut dalam
air, mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat. Pada
proses sterilisasi digunakan metode filtrasi atau sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 100ᵒC.
Karena sifat fisikokimia kloramfenikol tidak stabil terhadap suhu tinggi.
Adapun alat-alatnya adalah sebagai berikut:
1. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume larutan dengan skala 10 mL hingga 2 L.
Gelas ukur berbentuk padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca
yang tahan terhadap panas. Karena terbuat dari bahan yang tahan terhadap panas, metode sterilisasi
yang tepat pada gelas ukur adalah metode sterilisasi panas basah, dengan cara mulut gelas ditutup
dengan kertas perkamen dan diikat dengan benang kasur kemudian di sterilisasi di dalam autoclave
pada temperature 121 oC selama 20 menit, karena gelas ukur memiliki skala yang dapat memudar
apabila menggunakan metode sterilisasi kering dengan oven.

2. Pipet tetes
Pipet tetes digunakan untuk mengambil larutan dengan skala kecil. Pipet tetes berbentuk
padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca yang tahan terhadap
panas. Karena terbuat dari bahan yang tahan terhadap panas, metode sterilisasi yang tepat pada
pipet tetes adalah metode sterilisasi panas basah maupun panas kering. Apabila digunakan metode
panas kering maka dilakukan di dalam oven pada temperature 170 oC selama 1 jam. Apabila
digunakan metode panas basah makan dilakukan di dalam autoclave pada temperature 121 oC
selama 15 menit.

3. Vial
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial berbentuk padatan tidak berpori
dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca yang tahan terhadap panas. Karena terbuat dari
bahan yang tahan terhadap panas, metode sterilisasi yang tepat pada vial adalah metode sterilisasi
panas kering. Sterilisasi vial dilakukan dengan cara merendam vial menggunakan alkohol 70%
selama 30 menit, kemudian membilas vial dengan aquadesr dan barulah kemudian sterilisasi
dengan oven pada temperature 170 oC selama 1 jam. Proses sterilisasi dengan oven dilakukan
untuk mengoksidasi molekul sehinggal sel konstituennya hancur dan organisme mati.

4. Ampul
Ampul adalah wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali injeksi.
Ampul merupakan kaca tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya,
dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul berbentuk
padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca yang tahan terhadap
panas. Karena terbuat dari bahan yang tahan terhadap panas, metode sterilisasi yang tepat pada
ampul adalah metode sterilisasi panas kering. Sterilisasi ampul dilakukan dengan cara merendam
ampul menggunakan alkohol 70% selama 30 menit, kemudian membilas ampul dengan aquadesr
dan barulah kemudian disterilisasi dengan oven pada temperature 170 oC selama 1 jam. Proses
sterilisasi dengan oven dilakukan untuk mengoksidasi molekul sehinggal sel konstituennya hancur
dan organisme mati

5. Tutup vial
Tutup vial berbentuk padatan berpori dengan bahan penyusunnya karet yang tidak tahan
terhadap panas sehingga cara sterilisasi yang tepat adalah dengan desinfeksi menggunakan
Alkohol 70% selama 2 jam.

6. Batang pengaduk
Batang pengaduk merupakan sebuah peralatan laboratorium yang digunakan untuk
mencampur bahan kimia dan cairan untuk keperluan laboratorium. Batang pengaduk
berbentuk padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca yang
tahan terhadap panas. Biasanya terbuat dari kaca pejal, dengan dengan ukuran hampir sama
dengan sedotan minum, hanya sedikit lebih panjang dan ujungnya membulat. Berdasarkan
buku Farmakope Indonesia Edisi III halaman 18, alat ini disterilisasi dalam oven 170ᵒC
selama 1 jam karena termasuk ke dalam alat gelas dan tidak memiliki skala.

7. Gelas beaker
Gelas beaker adalah sebuah wadah penampung yang digunakan untuk mengaduk,
mencampur, dan memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium. Gelas beaker
berbentuk padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya berupa gelas atau kaca yang tahan
terhadap panas. Karena terbuat dari bahan yang tahan terhadap panas, metode sterilisasi yang tepat
pada ampul adalah metode sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf dengan temperature
121oC selama 15 menit, karena gelas beaker memiliki skala yang dapat memudar apabila
menggunakan sterilisasi oven (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 18).

8. Erlenmeyer
Erlenmeyer digunakan sebagai alat untuk mengukur, menyimpan, dan mencampur cairan.
Alat laboratorium yang satu ini merupakan salah satu alat paling umum yang digunakan di dalam
laboratorium kimia. Erlenmeyer berbentuk padatan tidak berpori dengan bahan penyusunnya
berupa gelas atau kaca yang tahan terhadap panas. Karena terbuat dari bahan yang tahan terhadap
panas, metode sterilisasi yang tepat pada ampul adalah metode sterilisasi panas basah
menggunakan autoklaf dengan temperature 121oC selama 15 menit, karena erlenmeyer memiliki
skala yang dapat memudar apabila menggunakan sterilisasi oven (Farmakope Indonesia Edisi III
halaman 18).

F. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode sterilisasi panas dapat dilakukan pada alat dan bahan yang stabil terhadap suhu tinggi,
sterilisasi panas terbagi menjadi dua, yaitu sterilisasi panas basah (autoklaf) dan sterilisasi
panas kering (oven)
2. Metode sterililisasi untuk bahan yang tidak stabil terhadap suhu tnggi, dapat dilakukan metode
kimiawi, radiasi, dan filtrasi.
3. Bahan yang disterilisasi menggunakan metode panas kering dengan oven adalah serbuk NaCl,
serbuk glukosa, serbuk dekstrosa, dan parasetamol
4. Bahan yang disterilisasi menggunakan metode panas basah dengan autoklaf adalah larutan
NaCl, larutan glukosa, larutan dekstrosa, infus glukosa dan tetes mata chloramphenicol.
5. Bahan yang disterilisasi dengan metode filtrasi adalah fenitoin, fenitoin natrium, gentamisin,
gentamisin sulfat, cufotaxime, dan injeksi cufotaxime.
6. Alat yang disterilisasi menggunakan metode panas kering dengan oven adalah pipet tetes, vial,
ampul, dan batang pengaduk
7. Alat yang disterilisasi menggunakan metode panas basah dengan autoklaf adalah gelas ukur,
pipet tetes, gelas beaker, dan Erlenmeyer
8. Alat yang disterilisasi menggunakan metode kimiawi dengan alkohol 70% adalah tutup vial
G. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
The Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. The Pharmaceutical Codex, 12thed,
Principles and Practice of Pharmaceutics., 1994. London: The PharmaceuticalPress.
The Department of Health, Social Service and Public Safety. British Pharmacopoeia 2002.
London.

Anda mungkin juga menyukai