Anda di halaman 1dari 71

BAHAN SEMINAR HASIL

KONSORSIUM RIZOBAKTERI DALAM FORMULA CAIR


UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN PADI

Oleh :
Nama : Sri Mulyani
No. BP : 1610252014
Bidang Minat : Bakteriologi
Mata Kuliah Pokok : Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat
Hari/Tanggal : Rabu / 25 November 2020
Waktu/Tempat : 10:00 WIB / Zoom Meeting
Dosen Pembimbing : 1. Ir. Winarto, MS.
2. Dr. Haliatur Rahma, SSi, MP.
Dosen Undangan : 1. Prof. Dr.sc.agr.Ir. Trimurti Habazar (Ketua
Seminar)
2. Dr. Hasmiandy Hamid, S.P, M.Si
3. Dr. Jumsu Trisno, S.P, M.Si
Pembahas Utama : 1. Fadlika Larasati
2. Rahma Syahyuti
3. Yoza Indah Yulfani

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat


Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair
untuk Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae
pv.oryzae) dan Pertumbuhan Tanaman Padi”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Winarto, M.S. dan
Ibu Dr. Haliatur Rahma, S.Si. M.P. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, nasehat dan saran kepada penulis baik dalam studi maupun
dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
orang tua tercinta, saudara serta teman-teman yang telah memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan skripsi ini.

Padang, November 2020

S.M

i
DAFTAR ISI

Halaman

i
ii
iii
iv
v
vii
1
1
4
4
5
5
6
8
10
11
13
13
13
15
22
24
26
26
35
39
39
39
40

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skor keparahan penyakit HDB pada 23


Padi…...................................
2. Populasi rizobakteri dalam formula cair dengan waktu simpan
yang berbeda................................................................................. 27
3. Masa Inkubasi Xoo pada tanaman padi yang diintroduksi
konsorsium rizobakteri dalam formula cair dengan waktu
simpan yang 28
berbeda..................................................................................
4. Persentase kejadian dan keparahan penyakit HDB pada tanaman
padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri dalam formula
cair dengan waktu simpan yang berbeda....................................... 30
5. Daya muncul lapang benih padi yang diintroduksi konsorsium
rizobakteri dalam formula cair dengan waktu simpan yang
berbeda.......................................................................................... 31
.
6. Tinggi tanaman padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri
dalam formula cair dengan waktu simpan yang 32
berbeda………...
7. Jumlah daun padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri
dalam formula cair dengan waktu simpan yang 33
berbeda................
8. Panjang akar padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri
dalam formula cair dengan waktu simpan yang 34
berbeda................

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bakteri yang telah diremajakan dengan metode 15


gores…................
2. Hasil uji Gram pada beberapa isolat 16
bakteri………………….......
3. Hasil uji reaksi hipersensitif pada daun 17
tembakau..........................
4. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada media Wakimoto
Agar ……………………………………………………………... 18
5. Uji reaksi hipersensitif dan patogenesitas Xoo.............................. 19
6. Persemaian padi di rumah kaca..................................................... 20
7. Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan metoda Leaf
Clipping Method............................................................................ 21
8. Hasil pengujian kompatibilitas antar rizobakteri S.pavanii KJKB
5.4, S.malthophilia LMTSA 5.4 dan B.cereus AJ 26
3.4......................
9. Kurva pertumbuhan populasi bakteri masing-masing perlakuan
pada waktu penyimpanan yang berbeda…………………………
27
10. Gejala awal HDB pada daun padi……………………….... 29
……...
11. Perbandingan tampilan keparahan penyakit Xoo pada tanaman
padi………………………………………………………………
30
12. Perbandingan tampilan panjang akar tanaman padi…………….. 35

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………………… 48


2. Plot Peletakan 49
Padi.........................................................................
3. Deskripsi Tanaman Padi Varietas IR 50
64.........................................
4. Dosis Pemupukan.......................................................................... 51
5. Data Sidik Ragam.......................................................................... 52
6. Rekapitulasi Data........................................................................... 53
7. Label benih varietas IR 64 yang telah 55
bersertifikat.........................
8. Koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri dengan metode
Total Plate Count (TPC) pada pengenceran 10- 56
6
............................
9 Perbandingan Tampilan Tanaman Padi Masing-Masing
Perlakuan....................................................................................... 57

v
KONSORSIUM RIZOBAKTERI DALAM FORMULA CAIR
UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN PADI

ABSTRAK
Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) adalah bakteri patogen yang
menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) tanaman padi. Salah satu
alternatif pengendalian penyakit tersebut dengan penggunaan rizobakteri. Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri menguntungkan
bagi tanaman sebagai bio-control dan bio-fertilizer. Konsorsium merupakan
gabungan dua atau lebih jenis bakteri yang bersifat kompatibel. Hubungan yang
sinergis didukung dengan nutrisi pada media pertumbuhan bakteri. Media cair
untuk pertumbuhan bakteri yang digunakan pada penelitian ini berasal dari limbah
air kelapa dan ekstrak daging keong mas. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui
viabilitas bakteri pada formula dan mengetahui konsorsium terbaik yang mampu
menekan perkembangan penyakit HDB dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
padi. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri
dari 2 tahap. Tahap 1 pengujian viabilitas bakteri pada formula. Perlakuan terdiri
dari Konsorsium A (S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4),
Konsorsium B (S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4), Konsorsium C
(S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4), dan Konsorsium D (S.pavanii
KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) dengan waktu simpan
yang berbeda (0,2,4,dan 6 minggu). Tahap 2 pengujian konsorsium rizobakteri
sebagai agens bio-control dan bio-fertilizer pada tanaman padi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsorsium rizobakteri dalam formula cair mampu
menginduksi ketahanan tanaman padi IR64 terhadap Xanthomonas oryzae pv.
oryzae dan mampu meningkatkan pertumbuhan padi. Perlakuan D (penyimpanan
2 minggu) dapat memperpanjang masa inkubasi dan menekan keparahan penyakit
HDB pada tanaman padi dengan efektivitas total 73.44%. Perlakuan B
(penyimpanan 6 minggu) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dengan
efektivitas total mencapai 48.06%. Konsorsium rizobakteri yang mampu menekan
perkembangan penyakit HDB sekaligus meningkatkan pertumbuhan tanaman padi
adalah perlakuan C (penyimpanan 4 minggu) dengan total efektivitas masing-
masing 62.14% dan 46.91%.

Kata Kunci : Formulasi cair, hawar daun bakteri, konsorsium, rizobakteri,


Xanthomonas oryzae pv. oryzae,

vi
vii
BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman pangan utama di Indonesia,
hal ini dikarenakan beras merupakan bahan makanan pokok dan sumber
karbohidrat pertama bagi penduduk Indonesia. Sejalan dengan pertumbuhan
penduduk yang setiap tahunnya meningkat maka kebutuhan akan beras juga selalu
meningkat dari tahun ke tahun (Sa’adah et al., 2013). Menurut Kementrian
Pertanian (2019) produktivitas padi di Indonesia pada tahun 2014-2018 adalah
5,13 ton/ha, 5,34 ton/ha, 5,23 ton/ha, 5,16 ton/ha dan 5,19 ton/ha. Angka tersebut
masih dibawah produktivitas potensial padi yang mampu mencapai 6-9 ton/ha
(Suprihatno et al., 2009).
Kendala yang sering terjadi dalam sistem budidaya tanaman padi tidak
terlepas dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas
diantaranya yaitu alih fungsi lahan, tanah yang tidak subur, sistem irigasi,
pemupukan, kelembaban, suhu dan ketahanan varietas padi yang akan ditanam
serta adanya gangguan Organisme Penggangu Tanaman (OPT) (Semangun,
2004). Organisme Penggangu Tanaman pada padi dapat disebabkan oleh
kelompok hama dan patogen. Patogen utama yang menyerang tanaman padi
diantaranya adalah Pyricularia oryzae (penyebab penyakit blas), Rhizoctonia
solani (penyebab penyakit hawar pelepah), Fusarium fujikuroi (penyebab
penyakit bakanae), Curvularia oryzae (penyebab penyakit bercak daun),
Burkholderia glumae (penyebab penyakit hawar malai padi), Helmintosporium
oryzae (penyebab penyakit bercak daun coklat), dan Xanthomonas oryzae
pv.oryzae (penyebab penyakit hawar daun bakteri).
Bakteri Xanthomonas oryzae pv.oryzae (Xoo) merupakan patogen tular benih
yang dapat menginfeksi tanaman padi mulai dari persemaian sampai panen.
Apabila infeksi terjadi pada fase vegetatif akan menyebabkan kematian,
sedangkan infeksi pada fase generatif akan menyebabkan gabah tidak berisi
dengan sempurna. Dalam keadaan tertentu serangan penyakit ini dapat membuat
kegagalan produksi padi (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2015).
Berdasarkan data dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman
2

(BBPOPT, 2018) luas serangan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada tahun
2018 adalah 17.142 Ha. Di Indonesia kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat
mencapai 30-50% khususnya pada varietas-varietas rentan. Penyakit ini semakin
berkembang jika pertumbuhan tanaman padi tidak optimal karena kondisi lahan
yang kurang subur (Khaeruni et al., 2014). Serangan dapat mengakibatkan
kerugian yang besar secara ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras
nasional dan untuk mencapai swasembada maka produksi beras harus
ditingkatkan dengan cara melakukan pengendalian terhadap penyakit HDB
tersebut.
Pengendalian penyakit HDB saat ini dilakukan dengan menanam varietas
tahan dan penggunaan bakterisida. Penggunaan varietas tahan belum memberikan
hasil yang baik karena Xoo memiliki keragaman patotip dan mutabilitas gen yang
tinggi (Keller et al., 2000) sedangkan penggunaan senyawa kimia dan pestisida
dalam pengendalian penyakit tanaman dapat menyebabkan resistensi,
menimbulkan residu, dan pencemaran lingkungan. Salah satu alternatif
pengendalian yang banyak digunakan saat ini adalah pengendalian dengan agen
hayati dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman
seperti rizobakteri.
Rizobakteri merupakan bakteri yang hidup bersimbiosis dengan akar tanaman
dan merupakan bakteri yang menguntungkan bagi tanaman. Pada penelitian ini
digunakan rizobakteri dari genus Stenotrophomonas dan Bacillus. Bakteri
Bacillus cereus mampu mengendalikan penyakit hawar daun bakteri pada bawang
merah (Resti et al., 2013), layu bakteri pada tanaman kentang (Prihatiningsih et
al., 2015) dan layu bakteri pada tomat (Istiqomah dan Kusumawati, 2018). John
dan Thangavel (2017) melaporkan bahwa Stenotrophomonas maltophilia MB9
dapat meningkatkan pertumbuhan dan menekan perkembangan penyakit yang
disebabkan oleh patogen. Elhalag et al., (2016) melaporkan Stenotrophomonas
maltophilia mampu menekan keparahan penyakit layu kentang. Rahma et al.,
(2019) melaporkan bakteri Bacillus cereus , Stenotrophomonas maltophilia dan
Stenotrophomonas pavanii dapat menghambat pertumbuhan bakteri Xoo
penyebab penyakit HDB. Ketiga isolat tersebut memiliki keunggulan yang
berbeda bila diaplikasikan secara tunggal. Untuk itu perlu dikaji pengaruh
3

konsorsiumnya dalam menghambat pertumbuhan bakteri Xoo dan meningkatkan


pertumbuhan tanaman padi.
Konsorsium adalah mikroba yang dicampur membentuk komunitas sehingga
memiliki hubungan yang kooperatif, komensal, dan mutualistik. Kerja enzim dari
setiap jenis mikroba diharapkan dapat saling melengkapi dan dapat bertahan hidup
dalam sumber nutrient yang tersedia (Siahaan, 2013). Hasil pengujian konsorsium
A7 (B. cereus II.14 + P. aeruginosa C32b + S. marcescens E31) dalam
menghambat pertumbuhan Xoo secara in-vitro menunjukkan indeks
penghambatan yang besar yaitu 40%. Bila dibandingkan dengan pengaplikasian
bakteri Bacillus cereus II.14 dan Serratia marcescens E3 secara tunggal hanya
1,43% (Trianggana, 2013). Pengendalian dengan konsorsium bakteri dapat
menunjukkan hasil yang baik karena mekanisme pengendalian yang dihasilkan
beragam seperti induksi ketahanan dan senyawa antibiotik yang dihasilkan
masing-masing bakteri berbeda. Resti et al., (2018) melaporkan aplikasi
konsorsium bakteri dari genus Bacillus dengan strain yang berbeda mampu
menekan kejadian dan keparahan penyakit HDB yaitu 32,5% dan 61,15%. Dapat
disimpulkan bahwa konsorsium beberapa bakteri yang kompatibel efektif untuk
menekan pertumbuhan bakteri patogen.
Aplikasi rizobakteria pada umumnya dalam bentuk suspensi sel, hal ini dapat
menurunkan kemampuannya dalam mengendalikan patogen tanaman untuk itu
perlu dibuat dalam bentuk formula (Habazar et al., 2015). Formula rizobakteri
dibuat agar dapat meningkatkan umur bakteri, meningkatkan efektifitas,
persistensi dan aktivitas rizobakteri terhadap patogen sasaran di lapangan
(Baiquni, 2014). Formula yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk cair
karena dapat mempermudah aplikasi dalam perbanyakan massal bila
dibandingkan dengan formula padat. Bahan pembawa organik yang digunakan
dalam formula dapat menentukan stabilitas dan efektivitas agens hayati dalam
mengendalikan patogen tanaman. Selain itu bahan organik yang akan digunakan
harus bersifat ekonomis dam mudah diperoleh. Pada penelitian ini bahan
pembawa organik yang digunakan yaitu campuran air kelapa dan ekstrak keong
mas. Air kelapa merupakan limbah yang dengan mudah kita dapatkan sedangkan
keong mas (Pomaceae canaliculata) adalah keong air tawar yang banyak hidup di
4

sawah dan salah satu hama yang merusak pertanaman padi. Oleh karena itu air
kelapa dan keong mas digunakan sebagai bahan dalam formula untuk
memanfaatkan limbah dan hama menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan
rizobakteri. Campuran air kelapa dan penambahan ekstrak keong mas merupakan
perlakuan yang terbaik untuk pertumbuhan populasi bakteri dan perlu dikaji lanjut
pengaruh lama simpan yang efektif.
Pengendalian hayati dengan menggunakan rizobakteri dalam formula cair
dapat dipertimbangkan sebagai pengendalian penyakit HDB yang ramah
lingkungan. Pengujian pengaruh konsorsium dan lama simpan formula tersebut
belum dilakukan, maka dari itu penulis telah melakukan penelitian dengan judul
“Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair untuk Pengendalian
Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan
Pertumbuhan Tanaman Padi”

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui viabilitas bakteri dalam


formula cair selama masa penyimpanan serta mengetahui konsorsium rizobakteri
terbaik dalam mengendalikan penyakit HDB dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman padi.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikannformasi
mengenai konsorsium rizobakteri dalam formula cair yang efektif dalam
mengendalikan penyakit HDB yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae serta diharapkan hasil penelitian ini dapat implementasikan dan bermanfaat
untuk kedepannya.
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman penghasil beras yang bernilai
ekonomis tinggi karena sebagai bahan pangan utama bagi masyarakat di
Indonesia. Beras adalah salah satu kebutuhan pokok dan memegang peranan
penting dalam ekonomi bagi masyarakat Indonesia. Nilai-nilai gizi yang
terkandung dalam beras antara lain : Karbohidrat 74,9-77,8%; protein 7,1- 8,3 %;
lemak 0,5-0,9 %; vitamin, mineral dan hidrat arang 75%. Masing-masing
komponen nutrisi tersebut dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan budidaya
(Kusmiadi, 2004).
Padi termasuk kedalam Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas:
Monokotil, Ordo: Poales, Famili: Poaceae, Genus: Oryza dan Spesies: Oryza
sativa. Padi memiliki ciri-ciri yaitu berakar serabut, batang pendek, daun
berbentuk lanset, warna daun hijau muda hingga hijau tua, tipe malai bercabang,
tipe buah kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk
hampir bulat hingga lonjong dengan ukuran 3mm-15mm tertutup oleh palea dan
lemma atau yang dikenal dengan sekam. Tanaman padi dapat tumbuh pada
berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum untuk pertumbuhan padi dapat
berkisar antara 5,5-7,5 dan permeabilitas pada sub horizon < 0,5cm/jam. Suhu
optimum untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24-29 0C (Badan
Ketahanan Pangan, 2009)
Berdasarkan data lima tahun terakhir produktivitas padi pada tahun 2014
yaitu 5,13 ton/ha dan pada tahun 2015 mencapai angka 5,34ton/ha. Terjadi
penurunan produktivitas pada tahun sebelumnya, pada tahun 2016, 2017 dan 2018
produktivitas padi hanya mencapai 5,23ton/ha, 5,16ton/ha dan 5,19 ton/ha. Di
Sumatera Barat sendiri produktivitas padi pada tahun 2017 adalah 5,24 ton/ha dan
terjadi penurunan produktivitas sebanyak 1,72% pada tahun 2018 yang hanya
mencapai angka 5,15 ton/ha (Kementrian Pertanian, 2019).
Produktivitas padi di Indonesia mengalami penurunan, salah satu penyebab
turunnya produktivitas adalah Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yaitu
6

bakteri Xoo. Hal tersebut harus segera dicegah untuk memenuhi kebutuhan akan
beras nasional dan untuk mencapai swasembada maka produksi beras harus
ditingkatkan.Selain penambahan luas tanam, strategi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan varietas unggul,
menerapkan sistem tanam yang sesuai dan penggunaan agen biokontrol
(Tridesianti, 2017).

B. Penyakit Hawar Daun Bakteri


Penyakit Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh patogen
Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan salah satu penyakit utama pada padi
sawah di Indonesia (Semangun, 2004). Bakteri ini digolongkan kedalam bakteri
Gram negatif , berbentuk batang pendek dengan ukuran 1-2 x 0.8-1 μm dengan
flagel yang monotrik berukuran 6-8 μm x 30 nm, bersifat motil,diselubungi oleh
kapsul lendir. Koloni berbentuk sirkuler, cembung, berwarna kuning dengan
permukaan yang halus (Gnanamanickam, 2009). Bakteri ini dapat berkembang
pada suhu optimal 25-300C, serta menghasilkan pigmen xantomonadin dan
polisakarida ekstraseluler (EPS) (Jonit et al., 2016). Merupakan kelompok bakteri
aerob obligat, tidak membentuk spora, katalase positif (Nino-liu et al., 2006) serta
memproduksi polisakarida ekstraseluler (EPS) (Ou, 1985).
Bakteri Xoo merupakan patogen tular benih, dengan kemampuan bertahan
hidup dalam benih mencapai 11 bulan. Berbagai survei menunjukkan bahwa
intensitas infeksi benih oleh patogen ini berkisar antara 5-100%, bergantung pada
saat kejadian HDB muncul di lapangan, keparahan penyakit, dan varietas padi.
Rata-rata, infeksi patogen ini pada biji di lapangan berkisar 11-21%. Ilyas et al.,
(2007) melaporkan bahwa bakteri patogen ini dapat diisolasi dari benih.
Bakteri Xoo masuk dan menginfeksi tanaman padi melalui lubang-lubang
alami seperti hidatoda dan luka pada daun. Kebiaasaan petani memotong pucuk
daun bibit padi yang akan ditanam memungkinkan patogen Xoo masuk kedalam
luka tersebut. Kemudian Xoo masuk ke dalam ruang antar sel selanjutnya ke
jaringan epitem dan berkas pembuluh dan menyebar secara sistemik.
Pertumbuhan Xoo selama 48 jam setelah infeksi dapat mencapai 10 3 hingga 108
CFU/ml. Butiran air berwarna kuning yang keluar dari hidatoda pada pagi hari
7

merupakan eksudat bakteri (bakteriooze) yang dapat menjadi sumber inokulum


penyebaran penyakit hawar daun bakteri (Mew et al., 1993).
Gejala serangan Xoo di daerah tropik dapat dibedakan atas tiga tipe, yaitu
gejala kresek, gejala hawar daun dan gejala kuning muda. Kresek dan hawar daun
adalah gejala utama dari infeksi Xoo, sedangkan gejala kuning sebagai gejala
sekunder. Infeksi yang terjadi pada fase pembibitan menyebabkan bibit menjadi
kering. Infeksi Xoo pada fase pembibitan akan menimbulkan gejala seperti daun
berwarna kelabu dan pada keadaan yang parah keseluruhan daun akan
menggulung layu dan tanaman akan mengalami kematian. Selanjutnya pada fase
anakan hingga perbungaan menunjukkan gejala yang ditandai dengan adanya
garis kekuningan mulai dari ujung daun dan pada stadia lanjut berubah menjadi
warna keabu-abuan atau mencokelat (Mew et al., 1993). Iklim merupakan faktor
pemicu serangan Xoo seperti peralihan musim kemarau ke musim penghujan dan
sebaliknya. Struktur tanah yang lembab membuat bakteri mudah untuk
berkembang (Manik, 2011).
Xoo memiliki inang alternatif dari jenis padi liar seperti Oryza sativa, Oryza
rufipogon, Oryza australiensis dan gulma sebagai inang alternatif seperti Leersia
oryzoides dan Zizania latifolia, Echinocloa colonum, Leptochloa spp. dan
Cyperus spp. (Ou, 1985 dan Nino-Liu et al., 2006). Bakteri ini bahkan dapat
hidup untuk sementara waktu pada tanaman non-inang seperti rerumputan dan
jagung (Huang dan De Cleene, 1989). Bakteri ini dapat bertahan hidup hingga
musim tanam berikutnya dalam bentuk koloni bakteri kering maupun basah pada
jerami, serasah tanaman, dan singgang/turiang padi (Ou, 1985).
Untuk meningkatkan produktivitas padi maka berbagai upaya harus dilakukan
untuk mengendalikan penyakit hawar daun bakteri ini. Pengendalian dengan
penggunaan varietas tahan memiliki kelemahan yaitu kemampuan patogen dalam
membentuk ras baru yang lebih virulen sehingga sifat ketahanan varietas mudah
dipatahkan. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan bakterisida dapat
menyebabkan resistensi, residu dan berdampak buruk bagi lingkungan. Kenyataan
menunjukkan bahwa upaya pengendalian secara kimiawi bukan merupakan
alternatif yang terbaik (Ismail et al., 2011). Agens pengendali hayati merupakan
solusi alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pengendali kimia.
8

Bakteri antagonis terhadap Xoo memperoleh perhatian penting sebagai kandidat


agens pengendali hayati karena secara umum cepat tumbuh, penanganan yang
relatif mudah serta efektif dalam mengkolonisasi rizosfer (Gnanamanickam,
2009).

C. Rizobakteri
Rizosfer merupakan daerah pada perakaran tanaman yang sangat baik untuk
habitat bagi keberlangsungan hidup mikrooragnisme salah satumya yaitu
rizobakteri. Rizobakteri merupakan bakteri menguntungkan bagi tanaman, bakteri
ini dapat berkolonisasi dengan akar tanaman dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman dengan mekanisme yang bervariasi. Mekanisme bakteri dalam
memberikan manfaat bagi tanaman dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Mekanisme langsung dengan cara menghasilkan senyawa antimikroba
(Wang et al., 2010), siderofor dan enzim litik (Lugtenberg dan Kamilova, 2009),
berkompetisi dalam memperoleh zat besi, nutrisi dan ruang, serta parasitisme.
Secara tidak langsung melalui mekanisme induksi ketahanan sistemik pada
tanaman inang. Induksi ketahanan sistemik (Induced Systemic Resistance = ISR)
adalah interaksi bakteri tertentu dengan akar yang memungkinkan tanaman
tersebut mengembangkan ketahanan terhadap patogen potensial (Van Loon,
2007). Potensi ini berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai pestisida hayati
(bio-pesticide) dan juga sebagai pupuk hayati (bio-fertilizer) (Fitriani, 2016).
Rizobakteri banyak digunakan sebagai biopestisida dan biofertilizer karena
mudah dibiakkan secara massal. Beberapa kelompok bakteri yang banyak
dikembangkan sebagai pestisida hayati adalah Acinetobacter, Agrobacterium,
Alcaligenes Azospirillum, Acetobacer, Bacillus, Burkholderia, Enterobacter,
Erwinia, Flavobacterium, Herbaspirillum,Rhizobium, Streptomyces, Serratia,
Pseudomonas, dan Stenotrophomonas juga terbukti menjadi agen biokontrol yang
efektif (Berg et al., 2005; Botelho et al., 2006; Rahma et al., 2019).
Resti et al., (2013) melaporkan B.cereus menunjukkan keberhasilannya
dalam menekan penyakit hawar daun bakteri karena serangan Xanthomonas
axonopodispv.alii pada bawang merah. Penyakit layu bakteri pada tanaman
kentang (Prihatiningsih et al., 2015) dan layu bakteri pada tomat (Istiqomah dan
Kusumawati, 2018). Bakteri dari kelompok Bacillus spp. dapat menghasilkan
9

asam formiat, asam asetat, asam laktat yang dapat melarutkan bentuk-bentuk
fosfat yang sukar larut sehingga menjadi bentuk yang mudah diserap oleh
tanaman (Rao, 2007). Bacillus merupakan bakteri Gram positif penghasil
endospora sehingga tahan pada kondisi kering dan panas. Bacillus cocok untuk
aplikasi di lapangan sebagai pengendali hayati tanaman (Mubarik et al., 2010).
Bakteri Bacillus sp. dapat memproduksi antibiotik metabolit sekunder seperti
enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al., 2000).
Senyawa antibiotik zwittermicin A yang dihasilkan oleh B. cereus dilaporkan oleh
Weller (1988) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora
medicaginic. Bakteri B. cereus dapat menghasilkan senyawa siderofor yang
mampu membuat bakteri ini berkompetisi dengan bakteri patogen dalam
menggunakan Fe3+. B. cereus galur UW85 mampu menghasilkan zwittermicin dan
kanosamine. Kemampuan menghasilkan beberapa antibiotik mampu menekan
beragam patogen tanaman (Pal dan Gardener, 2006).
Messiha et al., (2007) melaporkan bakteri Stenotrophomonas maltophilia
biasa ditemukan pada rizosfer tanaman jagung dan bit, cukup dominan di rizosfer
tanaman sereal, bahkan dapat berkoloni dan bertahan di dalam jaringan tanaman
kentang (Garbeva et al., 2001). John dan Thangavel (2017) melaporkan bahwa
Stenotrophomonas maltophilia MB9 memiliki kemampuan yang tinggi dalam
meningkatkan pertumbuhan dan menekan perkembangan penyakit yang
disebabkan oleh patogen. Bakteri tersebut dipilih untuk uji biokontrol terhadap
jamur fitopatogen dan karakterisasi lebih lanjut ternyata menunjukkan aktivitas
anti jamur yang baik. Stenotrophomonas maltophilia menunjukkan aktivitas
tertinggi dalam semua sifat meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan
dengan 19 isolat yang digunakannya. Diantaranya adalah kemampuan dalam
melarutkan fosfat, memproduksi auksin dan asam organik, fiksasi nitrogen,
pelarutan seng, produksi ACC Deaminase dan hidrogen sianida, produksi
siderofor, serta pelarutan kalium.
Dalam Ramos et al., (2011) mengatakan bahwa Stenotrophomonas pavanii
merupakan bakteri gram negatif, non motil, tidak membentuk spora, dan
merupakan bakteri pengikat nitrogen. Adanya sifat-sifat utama tersebut maka
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, berpotensi sebagai pupuk hayati serta
10

efisiensi biokontrol terhadap berbagai fitopatogen jamur. Menurut John dan


Thangavel (2017) uji antagonis Stenotrophomonas maltophilia terhadap beberapa
jamur fitopatogenik diantaranya R.solani, F.oxysporum, Colleotrichum sp,
Diplodia sp, A.niger dan Curvularia sp menunjukkan persentase daya hambat
sebesar 54,7-80%. Enzim-enzim yang dapat diproduksi oleh Stenotrophomonas
maltophilia diantaranya adalah enzim protoase, lipase, gelatinase, kitinase dan
DNAase. Elhalag et al., (2016) melaporkan aplikasi dari Stenotrophomonas
maltophilia sendiri mampu menekan keparahan penyakit layu kentang dan
penurunan populasi R. solanacearum. Strain Stenotrophomonas maltophilia W81,
diisolasi dari rhizosfer gula bit menghasilkan enzim ekstraseluler kitinase dan
protease dapat menghambat pertumbuhan jamur fitopatogenik Pythium ultimum
secara invitro (Dunne et al., 1997).
Hasil penelitian dari Laila (2016) menunjukkan Isolat LMTSA 5.4 dan KJKB
5.4 memiliki kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri patogen Pantoea
stewartii subsp stewartii dan meningkatkan pertumbuhan bibit jagung. Menurut
Nofrianti (2018) bakteri LMTSA 5.4 dan KJKB 5.4 dapat berperan sebagai agen
antagonis terhadap jamur Diplodia maydis penyebab penyakit busuk tongkol pada
jagung serta berpengaruh baik terhadap daya kecambah, panjang plumula dan
radikula. Menurut Akbar (2019) Isolat LMTSA 5.4 merupakan isolat yang
menunjukkan kemampuan daya hambat F. verticillioides paling baik
dibandingkan yang lain. Rahma et al., (2019) melaporkan bakteri B.cereus AJ 34 ,
S. maltophilia LMTSA54 dan S. pavanii KJKB54 dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Xoo dengan zona hambat mulai dari 12.25 mm, 15.50 mm,
dan 16.50 mm. Ketiga isolat tersebut mampu melarutkan fosfat, menghasilkan
hormon pertumbuhan asam indol asetat (IAA) serta meningkatkan pertumbuhan
bibit padi.

D. Konsorsium Rizobakteri sebagai Pengendalian Hayati


Konsorsium adalah kumpulan beberapa bakteri berbeda yang dapat
membentuk komunitas sehingga memiliki hubungan yang kooperatif, komensal,
dan mutualistik. Secara ilmiah bakteri dapat hidup bersama-sama dalam satu
lingkungan dengan ketentuan bakteri tersebut memiliki hubungan sinergis satu
sama lain. Kerja enzim dari setiap jenis mikroba diharapkan dapat saling
11

melengkapi dan dapat bertahan hidup dalam sumber nutrient yang tersedia
sehingga aplikasi dengan konsorsium memiliki potensi lebih besar dibandingkan
aplikasi tunggal. Konsorsium rizobakteri yang kompatibel dalam keadaan substrat
yang cukup akan saling bersinergi untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.
Adanya kompatibelitas antar bakteri merupakan faktor yang sangat penting agar
bakteri tersebut dapat bekerjasama dengan baik (Siahaan, 2013). Kompatibelisme
atau sinergisme antar bakteri dalam konsorsium disebabkan karena salah satu
bakteri mampu menyediakan nutrisi tertentu yang tidak dapat diproduksi oleh
kelompok bakteri lainnya seperti kemampuan mendegradasi bahan organik.
Konsorsium bakteri sangat diminati dalam pengendalian hayati karena
memiliki lebih dari satu pengaruh yang dapat menguntungkan tanaman.
Konsorsium lebih efektif mengendalikan berbagai jenis patogen tanaman. Selain
itu penggunaan konsorsium tidak menimbulkan efek negatif karena tidak
meninggalkan residu yang dapat merusak lingkungan dan tidak menjadi masalah
dengan penggunaan proteksi silang. Teknik pengaplikasian yang sederhana dan
cocok bila dikombinasikan dengan teknik pengendalian lainnya (Kumar dan
Jagadeesh, 2016).
Keberhasilan penggunaan konsorsium telah banyak dilaporkan. Hasil
pengujian konsorsium A7 (B. cereus II.14 + P. aeruginosa C32b + S. marcescens
E31) dalam menghambat pertumbuhan Xoo secara in-vitro menunjukkan indeks
penghambatan yang besar yaitu 40%. Bila dibandingkan dengan pengaplikasian
bakteri Bacillus cereus II.14 dan Serratia marcescens E3 secara tunggal hanya
1,43% (Trianggana, 2013). Pengendalian dengan konsorsium bakteri dapat
menunjukkan hasil yang baik karena mekanisme pengendalian yang dihasilkan
beragam seperti induksi ketahanan dan senyawa antibiotik yang dihasilkan
masing-masing bakteri berbeda. Resti et al., (2018) melaporkan aplikasi
konsorsium bakteri dari genus Bacillus dengan strain yang berbeda mampu
menekan kejadian dan keparahan penyakit HDB yaitu 32,5% dan 61,15%. Dapat
disimpulkan bahwa konsorsium beberapa bakteri yang kompatibel efektif untuk
menekan pertumbuhan bakteri patogen.
12

E. Formula Rizobakteri
Aplikasi rizobakteri pada umumnya dalam bentuk suspensi sel, hal ini dapat
menurunkan kemampuannya dalam mengendalikan patogen tanaman untuk itu
perlu dibuat dalam bentuk formula (Habazar et al., 2015). Formula merupakan
substansi yang terdiri dari campuran bahan pembawa yang dimanfaatkan sebagai
nutrisi untuk perkembangbiakan mikroorganisme (Soesanto, 2014). Formula
rizobakteri dibuat agar dapat meningkatkan umur bakteri, meningkatkan
efektifitas, persistensi dan aktivitas rizobakteri terhadap patogen sasaran di
lapangan (Baiquni, 2014). Formula agens hayati haruslah memiliki ketentuan-
ketentuan seperti dapat meningkatkan umur penyimpanan, tidak bersifat racun
bagi tanaman, mampu larut dalam air, harganya ekonomis dan tersedia saat
dibutuhkan (Nakkeeran et al., 2015). Terdapat dua jenis formula yaitu formula
padat dan cair. Formula cair banyak diaplikasikan dengan cara perlakuan benih,
perendaman akar, dicampur dengan tanah dan disemprotkan dengan alat
penyemprot seperti knapsack (Soesanto 2014). Bahan pembawa organik yang
digunakan dalam formula harus memiliki kandungan nutrisi yang sesuai untuk
perkembangbiakan bakteri. Salah satu bahan pembawa yang telah banyak
digunakan dalam formula cair adalah air kelapa. Air kelapa merupakan limbah
yang dengan mudah kita dapatkan. Selain itu juga dapat menjadi pendukung
pertumbuhan dan bertahan hidup bakteri. Air kelapa dapat menjadi pendukung
pertumbuhan dan bertahan hidup bakteri. Viabilitas sel bakteri tersebut
dipengaruhi oleh bahan pembawa yang digunakan. Air kelapa memiliki komposisi
mineral dan gizi yang baik serta memiliki hormon pertumbuhan giberalin
(Radley,1958). Air kelapa mengandung air 91%, protein 0,14%, lemak 1,5%,
karbohidrat 4,6% dan berbagai nutrisi seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa serta
vitamin B kompleks (Demse, 2008). Kandungan yang terdapat dalam air kelapa
tersebut merupakan nutrisi yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh dan
berkembang. Habazar et al., (2015) melaporkan kemampuan hidup bakteri endofit
isolat ST1E1.1 pada formulasi cair dengan bahan pembawa air kelapa menunjukkan
viabilitas yang stabil setelah penyimpanan selama 7 minggu. Selain air kelapa
keong mas juga dapat dicampurkan kedalam formula karena kandungan mineral
dalam daging keong mas (mg/100g) yaitu kalsium 7593,81; natrium 620,84;
13

kalium 824,84; fosfor 1454,32 dan magnesium 238,05. Keong mas cukup
potensial sebagai sumber protein hewani, selain itu keong mas juga memiliki
kandungan kalori, karbohidrat, vitamin dan mineral (Pambudi, 2011).
Rahma et al., (2019) membuktikan bahwa penambahan 5% ekstrak keong
pada air kelapa mempengaruhi pertumbuhan populasi bakteri. Populasi isolat
KJKB5.4 dengan penambahan ekstrak keong mas dapat mencapai 264.00 x 10 8
CFU/ml sedangkan yang tidak diberi penambahan ekstrak keong mas hanya
sebanyak 175.00 x 108 CFU/m. Populasi bakteri tersebut juga hampir mendekati
dengan populasi pada media LB.
BAB. III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2020. Penelitian dilakukan di


Laboratorium Pengendalian Hayati dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas, Padang. Jadwal Pelaksanaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, gelas
ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, micropipet, microtip, vortex, lampu
bunsen, jarum ose, timbangan digital, botol schot, botol kultur, hand sprayer,
kompor listrik, laminar air flow cabinet, autoclave, oven, rotary shaker, colony
counter, spatula, gunting, cutter, batang pengaduk, jarum suntik 1 ml, pinset, pot
plastik, alat dokumentasi dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Stenotrophomonas
pavanii KJKB 5.4, Stenotrophomonas malthophilia LMTSA 5.4, Bacillus cereus
AJ3.4, bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae, media Nutrient Agar (NA),
Nutrient Broth (NB), media Wakimoto Agar (WA), daging keong mas, air kelapa,
sukrosa, akuades, alkohol 70%, spritus, wrapper plastic, aluminium foil, tisu,
label, tanaman tembakau (Nicotiana tabacum), media tanam, pupuk dan benih
padi varietas IR 64 (rentan penyakit HDB).

C. Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bersifat eksperimen dengan rancangan acak
lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama adalah uji
kompatibilitas dan viabilitas konsorsium rizobakteri dalam formula cair dengan
waktu penyimpanan yang berbeda. Tahap kedua yaitu pengujian konsorsium
rizobakteri dalam mengendalikan penyakit HDB secara In-planta dan pemacu
pertumbuhan tanaman padi.
14

1. Kompatibilitas dan Viabilitas Konsorsium Rizobakteri dalam Formula


Cair dengan Waktu Penyimpanan yang Berbeda
Penelitian ini bersifat eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan ini merupakan kombinasi dari
3 jenis rizobakteri (Stenotrophomonas pavanii KJKB 5.4, Stenotrophomonas
malthophilia LMTSA 5.4 dan Bacillus cereus AJ3.4) yang sebelumnya telah
dilakukan uji kompatibilitas dengan metoda goresan silang (cross streak method).
Rizobakteri yang berbeda digoreskan pada media NA secara vertikal dan
horizontal kemudian diinkubasi selama 48 jam dan diamati apakah terjadi lisis atau
perpotongan pada goresan bakteri (James and Mathew, 2017). Apabila terjadi
perpotongan/lisis pada persilangan goresan maka rizobakteri tidak dapat
dikonsorsiumkan begitupun sebaliknya. Dari hasil yang telah dilakukan
sebelumnya didapatkan konsorsium sebagai berikut :
1. A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
2. B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
3. C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
4. D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

Hasil uji kompatibilitas konsorsium rizobakteri kemudian dibuat dalam bentuk


formula cair dan disimpan dengan waktu penyimpanan yang berbeda. Konsorsium
rizobakteri dalam formula cair disimpan selama (tanpa penyimpanan, 2, 4, dan 6
minggu) kemudian dihitung populasi bakteri setelah masa penyimpanan tersebut di
laboratorium. Tujuannya untuk memperoleh informasi mengenai populasi bakteri
dalam formula cair setelah masa simpan.

2. Pengujian Konsorsium Rizobakteri untuk Pengendalian Penyakit HDB


Secara In-Planta dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi.
Pengujian pada tahap kedua ini menggunakan perlakuan yang sama dari tahap
sebelumnya dan ditambah 3 perlakuan dengan 3 ulangan yaitu : Perlakuan
bakterisida menggunakan antibiotik berbahan aktif Streptomisin sulfat konsentrasi
0,2 %. Kontrol positif tidak diberi perlakuan rizobakteri dan tidak diinokulasi
Xoo. Kemudian kontrol negatif tidak diberi perlakuan rizobakteri dan diinokulasi
Xoo. Pada tahap ini penelitian dilakukan di Rumah Kaca. Pada tahap ini diperoleh
15

informasi mengenai efektifitas konsorsium rizobakteri dalam formula cair yang


disimpan pada waktu yang berbeda untuk pengendalian penyakit HDB dan
pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi.

D. Pelaksanaan Penelitian
Tahap 1. Viabilitas Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair dengan
Waktu Penyimpanan yang Berbeda
1.1. Persiapan Rizobakteri

Rizobakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stenotrophomonas


pavanii KJKB 5.4, Stenotrophomonas malthophilia LMTSA 5.4, Bacillus cereus
AJ3.4 yang diperoleh dari koleksi Dr. Haliatur Rahma, S.Si., MP. di Laboratorium
Pengendalian Hayati, Jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas. Bakteri diremajakan dengan metode gores pada medium NA
(Gambar 1) kemudian diinkubasi selama 2x24 jam.

Gambar 1. Bakteri yang telah diremajakan dengan metode gores (a) Bakteri
Stenotrophomonas pavanii KJKB 5.4, (b) Bakteri Stenotrophomonas
malthophilia LMTSA 5.4, dan (c) Bakteri Bacillus cereus AJ3.4.

Untuk mengetahui apakah bakteri yang akan digunakan masih sama dengan
koleksi maka perlu dilakukan konfirmasi. Konfirmasi isolat dilakukan dengan 2
cara yaitu :
a) Uji Gram
16

Uji Gram bertujuan untuk mengetahui bakteri bersifat Gram positif atau
negatif. Diatas kaca objek teteskan larutan KOH 3% dan tambahkan dengan 1
koloni tunggal biakan bakteri yang telah berumur 2 x 24 jam. Kemudian aduk
dengan menggunakan jarum ose apabila terasa lengket dan ketika jarum ose
diangkat terbentuk seperti benang halus maka bakteri tersebut bersifat Gram
negatif, sebaliknya apabila tidak lengket dan ketika jarum ose diangkat tidak
terbentuk seperti benang halus maka bakteri bersifat Gram positif (Gambar 2)
(Schaad et al., 2001).

Gambar 2. Hasil uji Gram pada beberapa isolat bakteri (a) Gram negatif
(Stenotrophomonas pavanii KJKB 5.4), (b) Gram negatif
(Stenotrophomonas malthophilia LMTSA 5.4) dan (c) Gram positif
(Bacillus cereus AJ3.4).

b) Reaksi Hipersensitif

Reaksi hipersensitif bertujuan untuk mengetahui sifat bakteri yang tergolong


patogen terhadap tanaman. Reaksi hipersensitif dilakukan dengan mengikuti
metode yang digunakan oleh Wahyudi et al., (2011) yaitu menggunakan tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum) sehat. Isolat bakteri endofit disuspensikan
menggunakan akuades steril dengan kerapatan 108 cfu/ml, kepadatan populasi
17

ditentukan dengan membandingkan larutan McFarland skala 8 kemudian


dihomogenkan menggunakan vortex. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri diinfiltrasi
menggunakan syringe steril berukuran 1 ml tanpa jarum pada bagian belakang
helaian daun tembakau yang sehat. Proses dilakuakan tanpa menembus lapisan
daun bagian atas dan daun tembakau kemudian diberi label sesuai isolat yang
diinfiltrasikan. Pengamatan dilakukan setelah 2 x 24 jam, jika terjadi gejala
nekrotik pada bagian daun yang disuntikkan maka berarti reaksi positif (tergolong
patogen), sedangkan jika tidak terjadi gejala nekrotik pada daun maka berarti
reaksi negatif (tidak patogen) (Gambar 3).

Gambar 3. Hasil uji reaksi hipersensitif pada daun tembakau : Tidak terdapat
nekrotik pada daun yang diinfiltrasikan bakteri (Reaksi Negatif)
18

1.2. Pembuatan dan Penyimpanan Konsorsium Rizobakteri dalam


Formula Cair

Konsorsium rizobakteri dibuat dengan mengkombinasikan semua bakteri yang


kompatibel kemudian dilakukan perbanyakan pada media cair. Koloni bakteri
pada media NA yang berumur 48 jam diambil dengan menggunakan jarum ose
dan dimasukkan ke dalam 25 ml medium NB dalam botol kultur volume 50 ml
dan diinkubasi selama 24 jam pada rotary shaker dengan kecepatan 150 rpm.
Konsorsium disiapkan dengan kepadatan populasi 108 cfu/ml (Resti, 2018)
kepadatan populasi ditentukan dengan membandingkan larutan McFarland skala
8.

Pembuatan ekstrak keong mas dilakukan dengan merebus 10 gr daging keong


mas dengan 100 ml aquadest selama lebih kurang 10 menit. Kemudian didalam
gelas piala volume 500 ml masukkan 5% ekstrak keong mas + 85% air kelapa +
10% sukrosa dan dimasak diatas hotplate (Rahma,2019). Sebanyak 50 ml formula
dibagi kedalam botol kaca volume 100 ml sesuai dengan banyak perlakuan dan
disterilisasi menggunakan autoclave. Hasil perbanyakan konsorsium pada media
NB diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam masing-masing botol kaca yang berisi
50 ml formula cair yang sudah disterilkan kemudian diinkubasi selama 2x24 jam
pada rotary shaker dengan kecepatan 150 rpm. Kepadatan populasi ditentukan
dengan membandingkan larutan McFarland skala 8.

Pembuatan formula dilakukan sekali dua minggu. Minggu pertama pembuatan


formula untuk disimpan selama 6 minggu. Minggu ketiga pembuatan formula
untuk disimpan selama 4 minggu. Minggu kelima pembuatan formula untuk
disimpan selama 2 minggu. Minggu ketujuh pembuatan formula tanpa
penyimpanan. Kemudian masing-masing formula konsorsium tersebut disimpan
dalam lemari pendingin.
19

1.3. Uji Viabilitas Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair setelah


Disimpan dengan Waktu yang Berbeda

Perhitungan populasi bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count


(TPC) Pengujian dilakukan dengan cara mencampurkan 1 ml kultur bakteri dari
pengenceran 10-6 dengan media NA yang masih cair kemudian homogenkan
menggunakan vortex dan tuang pada cawan petri. Penuangan dilakukan secara
aseptis untuk menghindari kontaminasi. Kemudian inkubasi selama 2 x 24 jam
dan hitung populasi bakteri yang tumbuh dengan bantuan alat colony counter
(Nufus, 2016). Pengujian ini dilakukan untuk melihat total populasi bakteri dalam
formula setelah masa penyimpanan.

1.4. Persiapan Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae


a. Peremajaan dan Perbanyakan Xoo

Isolat Xoo yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Dr. Haliatur
Rahma, S.Si., MP. di Laboratorium Pengendalian Hayati, Jurusan Hama Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Isolat Xoo diremajakan
dengan metode gores kuadran pada media Wakimoto Agar (Gambar 4) dan
diinkubasi selama 2 x 24 jam kemudian dilakukan perbanyakan Xoo denggan
metode yang sama.
20

Gambar 4. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada media Wakimoto Agar
b. Reaksi Hipersensitif dan Uji Patogenisitas Xoo

Reaksi hipersensitif diuji pada tanaman tembakau sehat dengan metoda yang
sama dengan uji HR pada rizobakteri sebelumnya. Uji patogenisitas bertujuan
untuk mengindentifikasi isolat Xoo sebagai penyebab penyakit hawar daun bakteri
pada padi. Benih padi yang telah disterilkan permukaannya dengan direndam
dalam akuades steril selama 1 menit, direndam dalam NaOCl 2% 1 menit,
kemudian dibilas menggunakan akuades steril 1 menit dan ditumbuhkan di bak
kecambah hingga berusia 2 minggu. Daun padi selanjutnya dilukai dengan
gunting dan dicelupkan ke dalam suspensi Xoo dengan kepadatan populasi 107
cfu/ml selama ±10 detik. Pengamatan gejala penyakit dilakukan setiap hari sampai
14 hari setelah inokulasi.
21

Gambar 5. Uji reaksi hipersensitif dan patogenesitas Xoo (a) Reaksi hipersensitif
bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae bersifat positif (patogen). (b)
Gejala HDB pada pengujian patogenisitas (muncul gejala hawar)
(tanda panah).

Tahap 2. Pengujian Konsorsium Rizobakteri untuk Pengendalian Penyakit


HDB Secara In-Planta dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi.

Pada tahap ini konsorsium rizobakteri dalam formula cair hasil dari tahap
sebelumnya digunakan dan diuji secara In-planta pada tanaman padi.

b.1. Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah yang dicampur dengan pupuk
kandang dengan perbandingan 2:1. Tanah dimasukkan ke dalam plastik berukuran
5 kg dan disterilisasi dengan cara dimasukkan ke dalam autoclave selama 1 jam
pada suhu 100o C (Resti, 2018). Selanjutnya tanah didinginkan dengan cara
didiamkan selama 1 hari kemudian tanah dimasukkan ke dalam bak kecambah dan
ember plastik ukuran diameter atas 8 cm, diameter bawah 6 cm dan tinggi 12 cm.

b.2. Introduksi Konsorsium Rizobakteri


Benih padi disterilisasi permukaan dengan direndam dalam akuades steril
selama 1 menit, direndam dalam NaOCl 2% 1 menit, kemudian dibilas
menggunakan akuades steril 1 menit. Selanjutnya, benih padi direndam pada
setiap perlakuan selama 15 menit dan dikeringanginkan selama 5 menit. Untuk
kontrol, benih padi direndam dalam akuades steril dengan waktu yang sama
(Nurkatika et al., 2007) dan sebanyak 100 benih di semai dengan metode uji
kertas gulung yang digunakan untuk uji daya kecambah (Kamil, 1979). Setelah
dilakukan perendaman benih padi disemai dalam bak kecambah berukuran (25 x
20 x 5) cm yang telah berisi media tanah dan pupuk kandang (2:1) steril.
Penyemaian dilakukan selama 20 hari (Gambar 6a). Pemeliharaan meliputi
penyiraman bibit padi pada pagi dan sore hari (disesuaikan dengan kondisi
tanaman).
22

Setelah bibit padi berumur 20 hari, bibit dicabut dan dibersihkan perakarannya
dari sisa tanah yang melekat lalu direndam dalam setiap perlakuan selama 30
menit (Gambar 6b) (Khaeruni et al., 2014). Sementara itu, untuk kontrol bibit
direndam dalam akuades steril dengan waktu yang sama. Setelah perendaman,
bibit padi ditanam pada ember plastik yang telah berisi tanah dan pupuk kandang
(2:1) steril sebanyak 3 bibit per ember dengan jarak antar ember 20 cm x 20 cm.

a b

Gambar 6. Persemaian padi di rumah kaca. a) Persemaian padi 20 HSS, b)


Introduksi Rhizobakteri pada akar padi

b.3. Inokulasi Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Inokulasi Xoo dilakukan pada daun padi pada saat berumur 35 hari setelah
semai (HSS) (Khaeruni et al., 2014). Inokulasi dilakukan dengan metoda Leaf
Clipping Method (Gambar 6). Gunting yang sudah steril dicelupkan dalam
suspensi Xoo yang berumur 48 jam dengan kerapatan 107 cfu/ml selama ±10 detik
kemudian ujung daun digunting dengan gunting tersebut sepanjang 5 cm. Jumlah
daun yang diinokulasikan yaitu 5 daun per tanaman uji. Inokulasi dilakukan pada
sore hari untuk menghindari cekaman suhu yang terlalu tinggi bagi Xoo.
23

Gambar 7. Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan metoda Leaf


Clipping Method

b.4. Pemeliharaan dan Pemupukan Tanaman Padi

Pemeliharaan dilakukan dengan cara mengatur pengairan, mengendalikan


gulma dan hama, serta melakukan pemupukan rutin. Tanaman padi disiram setiap
sore sampai tanah dalam ember tergenang oleh air. Gulma yang tumbuh
dikendalikan secara mekanik dengan melakukan pencabutan untuk menurunkan
kompetisi unsur hara dalam ember. Cara yang sama juga dilakukan untuk
pengendalian hama, yaitu secara mekanik. Pemupukan dilakukan sesuai dengan
rekomendasi Badan Litbang Pertanian (2006). Pupuk yang digunakan adalah Urea
dengan dosis 0.2 gram/ember, pupuk SP-36 0,15 gram/ember, dan pupuk KCL
0,15 gram/ember (setara dengan Urea 200 kg/ha, pupuk SP-36 100 kg/ha dan
pupuk KCL 100 kg/ha) (dapat dilihat pada lampiran 4). Pemberian pupuk
dilakukan dengan cara menebarkan di sekeliling tepi ember.

E. Pengamatan

1. Populasi Bakteri dalam Formula dengan Waktu Simpan yang Berbeda

Pengamatan populasi bakteri pada masing-masing perlakuan dilakukan dengan


metode Total Plate Count (TPC). Koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri
24

kemudian dihitung, dan total kepadatan populasi dihitung menggunakan rumus


sebagai berikut (Nufus, 2016) :

1
Total Bakteri=Jlh Koloni × ....................(Rumus 1)
Pengenceran

2. Perkembangan Penyakit

a. Masa Inkubasi Xoo

Masa inkubasi Xoo diamati setiap hari setelah inokulasi pada daun tanaman
padi sampai tanaman menunjukan gejala pertama pada setiap unit percobaan.
Gejala awal ditandai dengan adanya warna kekuningan pada daun.

b. Kejadian dan Keparahan Penyakit


Kejadian penyakit merupakan proporsi tanaman yang terserang patogen
dalam suatu populasi tanaman. Kejadian penyakit diamati pada hari ke-7 setelah
inokulasi dengan interval 1 minggu sampai 30 hari. Untuk mengetahui kejadian
penyakit akibat Xoo pada tanaman padi dilakukan dengan mengamati gejala yang
muncul, dan dihitung dengan menggunakan rumus :
n
I= ×100 % ....................(Rumus 2)
N
Keterangan: I : kejadian penyakit
n : jumlah daun terinfeksi

N : total jumlah daun yang diamati

Keparahan penyakit diamati dengan mengukur panjang hawar daun.


Pengamatan dimulai setelah gejala muncul sampai 30 hari setelah inokulasi
dengan interval 3 hari. Pengukuran dilakukan dari ujung daun yang digunting
hingga titik terjauh munculnya gejala. Data panjang hawar kemudian dikonversi
25

ke dalam persentase berat serangan dengan membandingkan panjang hawar


dengan panjang daun.
Keparahan penyakit dengan menggunakan rumus Towsend dan Hueberger
(1943) dalam Sholikhin (2014) :

KP=
∑ ¿ × vi ×100 % ....................(Rumus 3)
Z× N

Keterangan: KP : Keparahan penyakit


Ni : Jumlah daun terinfeksi pada setiap kategori
Vi : Skor pada setiap kategori serangan
N : Jumlah daun yang diamati
Z : Skor untuk kategori serangan terberat

Nilai keparahan penyakit dihitung dengan skor keparahan penyakit HDB


berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (SES) (IRRI, 1996).

Tabel 1. Skor Keparahan Penyakit HDB pada Padi


Skala Luasan Gejala pada Area Daun (%)
0 Tidak ada serangan
1 Serangan 1-5
3 Serangan 6-12
5 Serangan 13-25
7 Serangan 26-50
9 Serangan 51-100

3. Pertumbuhan Tanaman Padi


a. Daya Perkecambahan Benih Padi
Daya perkecambahan benih dilakukan untuk benih yang diuji pada metode
kertas gulung. Daya berkecambah benih dihitung saat berusia 7 hari setelah semai
(HSS) dengan menggunakan rumus Kamil (1979):

DB=
∑ kecambah normal × 100 % ...................(Rumus 4)
∑ benih yang ditanam
Keterangan: DB : Daya berkecambah
26

b. Daya Muncul Lapang

Daya muncul lapang ditentukan dengan mengamati bibit yang muncul


pada permukaan tanah. Pengamatan dilakukan mulai dari benih ditanam sampai
tidak ada lagi bibit yang muncul pada permukaan tanah. Persentase daya muncul
lapang dihitung dengan rumus Kamil (1979):
b
P= ×100 % ...................(Rumus 5)
B
Keterangan: P : Persentase bibit muncul
b : Jumlah bibit yang muncul

B : Jumlah benih yang disemai

c. Tinggi Tanaman
Bibit yang ditanam pada ember plastik kemudian diamati tingginya pada hari
ke 7 dengan interval seminggu sampai 30 hari. Pengukuran dimulai dari pangkal
batang sampai titik tumbuh tertinggi bibit.

d. Jumlah Daun

Bibit yang ditanam pada pot plastik kemudian diamati jumlah daun pada hari
ke 7 dengan interval seminggu sampai 30 hari.

e. Panjang Akar

Pada pengamatan terakhir tanaman dikeluarkan dari ember plastik dan


dibersihkan dari media tanam. Tanaman padi diamati untuk masing-masing
perlakuan. Pengukuran dilakukan dari pangkal akar sampai titik tumbuh akar
terpanjang..

F. Analisis Data
1. Analisis Statistik
27

Data dianalisa menggunakan Statistix 8 dengan analisis ANOVA (Analysis of


Variance) dengan uji F pada taraf nyata 5%. Apabila data berbeda nyata
dilanjutkan dengan uji Least Significance Difference (LSD).

2. Analisis Efektivitas Penekanan Penyakit HDB


a. Masa Inkubasi

Efektivitas penekanan masa inkubasi Xoo dihitung dengan menggunakan


rumus Sivan dan Chet (1986) :

P−Kn
E= X 100 % ....................(Rumus 6)
Kn

Keterangan: E : Efektivitas

P : Perlakuan

Kn : Kontrol negatif

b. Kejadian dan Keparahan Penyakit

Efektivitas penekanan kejadian dan keparahan penyakit HDB dihitung dengan


menggunakan rumus :

Kn−P
E= X 100 % ....................(Rumus 7)
P
Keterangan: E : Efektivitas
28

P : Perlakuan

Kn : Kontrol negatif

3. Analisis Efektivitas Pertumbuhan Tanaman Padi

Efektivitas konsorsium rizobakteri dalam formula cair terhadap daya muncul


lapang, tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar tanaman padi dihitung
dengan menggunakan rumus :

P−Kp
E= X 100 % ....................(Rumus 8)
Kp
Keterangan: E : Efektivitas

P : Perlakuan

Kp : Kontrol positif
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Kompatibilitas antar Rizobakteri


Pengujian kompatibilitas antar isolat rizobakteri dilakukan sebelum membuat
konsorsium.. Hasil dari pengujian ketiga bakteri ini S.pavanii KJKB 5.4,
S.malthophilia LMTSA 5.4 dan B.cereus AJ 3.4 menunjukkan adanya
kompatibilitas antar bakteri (Gambar 8). Bakteri yang kompatibel tidak
menunjukkan perpotongan/lisis pada persilangan goresan.

Gambar 8. Hasil pengujian kompatibilitas antar rizobakteri S.pavanii KJKB 5.4,


S.malthophilia LMTSA 5.4 dan B.cereus AJ 3.4

Berdasarkan hasil pengujian tersebut didapatkan konsorsium sebagai berikut :


A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

2. Viabilitas Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair dengan Waktu


Simpan yang Berbeda

Kepadatan populasi rizobakteri dalam formula cair air kelapa + ekstrak keong
mas dengan waktu simpan yang berbeda menunjukkan populasi yang relatif stabil
yaitu pada kisaran 107 sel/ml. Populasi bakteri tertinggi yaitu 36,5 x 107 sel/ml
pada perlakuan D tanpa penyimpanan dan populasi bakteri terendah yaitu 6,5 x
27

107 sel/ml pada perlakuan A tanpa penyimpanan. Populasi bakteri pada masing-
masing perlakuan dengan tanpa penyimpanan, 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu
penyimpanan ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Populasi rizobakteri dalam formula cair dengan waktu simpan yang
berbeda
Populasi Bakteri / Minggu ke-
(CFU/ml)
Perlakuan
Tanpa
2 4 6
Penyimpanan
A 6,5 x 107 12,7 x 107 23,8 x 107 10,8 x 107
B 18,8 x 107 35,5 x 107 28,5 x 107 11,0 x 107
C 7,7 x 107 12,9 x 107 13,4 x 107 33,6 x 107
D 36,5 x 107 35,2 x 107 28,8 x 107 12,1 x 107
Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

Pada perlakuan
Populasi Bakteri
40 A (S.pavanii KJKB
Populasi Bakteri

30 A 5.4 + S.malthophilia
20 B LMTSA 5.4 )
C
10 D terjadi penurunan
0 populasi pada
0 1 2 3 4 5 6 7
minggu ke 6.
Waktu Penyimpanan (Minggu)
Perlakuan B
(S.pavanii KJKB 5.4
+ B.cereus AJ 3.4) penurunan populasi terjadi pada minggu ke 4 dan 6. Pada
perlakuan C (S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4 ) terjadi peningkatan
populasi bakteri hingga minggu keenam dan pada perlakuan D (S.pavanii KJKB 5.4
+ S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) penurunan populasi terjadi pada
minggu ke 2 (Gambar 9).
28

Gambar 9. Kurva pertumbuhan populasi bakteri masing-masing perlakuan pada


waktu penyimpanan yang berbeda

3. Pengaruh Perlakuan Konsorsium Rizobakteri terhadap Perkembangan


Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
a. Masa Inkubasi Xoo

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap masa inkubasi Xoo.
Masa inkubasi Xoo pada tanaman padi yang diberi perlakuan konsorsium
rizobakteri berkisar antara 3.00 – 3.85 hari (Tabel 3). Perlakuan dengan
bakterisida menunjukkan gejala lebih lama yaitu 3.85 hsi dengan efektivitas
28.44% diikuti oleh perlakuan D (penyimpanan 2 minggu) yaitu 3.74 hsi dengan
efektivitas 24.67%. Perlakuan A (penyimpanan 6 minggu) dan perlakuan C (tanpa
penyimpanan dan penyimpanan 2 minggu) menunjukkan gejala yang lebih cepat
yaitu 3.00 hari dan berbeda tidak nyata dengan kontrol.

Tabel 3. Masa Inkubasi Xoo pada tanaman padi yang diintroduksi konsorsium
rizobakteri dalam formula cair dengan waktu simpan yang berbeda

Perlakuan
Masa Inkubasi Efektivitas
Konsorsium Lama penyimpanan
(Hari) (%)
bakteri (Minggu)
Bakterisida 3.85 a 28.44
D 2 3.74 ab 24.67
B 6 3.56 ab 18.56
B 4 3.52 ab 17.33
C 4 3.52 ab 17.22
D 0 3.52 ab 17.22
A 2 3.37 ab 12.33
C 6 3.33 ab 11.11
B 0 3.30 ab 9.89
29

B 3.22 ab 7.33
2
D 3.22 ab 7.33
4
A 3.15 ab 4.89
4
A 3.08 ab 2.44
0
D 3.08 ab 2.44
6
A 3.00 b 0.00
6
C 3.00 b 0.00
0
C 3.00 b 0.00
2
Kontrol – 3.00 b 0.00
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut uji LSD pada taraf 5%
Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
Masa Inkubasi Xoo dihitung setelah munculnya gejala awal pada daun
yang diinokulasikan. Gejala tersebut ditandai dengan adanya warna hijau kelabu
selanjutnya menguning yang berada berdekatan dengan ujung daun yang
dipotong. (Gambar 10).

Gambar 10. Gejala awal HDB pada daun padi yang ditandai dengan warna hijau
kelabu ( 3 hsi).

b. Kejadian dan Keparahan Penyakit HDB


Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas tidak menunjukkan pengaruh terhadap kejadian penyakit HDB. Kejadian
penyakit HDB pada tanaman padi menunjukkan nilai persentase yang sama yaitu
100% (Tabel 4) hal ini dikarenakan semua daun yang diinokulasikan dengan Xoo
menunjukkan gejala hawar.
30

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap keparahan penyakit. Nilai
keparahan penyakit HDB pada tanaman padi berkisar antara 41.15 – 85.70%.
Perlakuan Konsorsium A (penyimpanan 6 minggu) dan D (Penyimpanan 2
minggu) menunjukkan keparahan penyakit yang rendah yaitu 43.15% dan 43.93%
dengan efektivitas 52.04% dan 48.77%. Perlakuan kontrol negatif menunjukkan
keparahan penyakit yang tinggi yaitu 85.70%. Perlakuan konsorsium A (tanpa
penyimpanan) menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata dengan kontrol negatif.
Sedangkan semua perlakuan lainnya menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
dengan kontrol negatif.

Tabel 4. Persentase kejadian dan keparahan penyakit HDB pada tanaman padi
yang diintroduksi konsorsium rizobakteri dalam formula cair dengan
waktu simpan yang berbeda

Perlakuan
Efektivitas
Lama Kejadian Keparahan
Konsorsium Keparahan
penyimpanan Penyakit Penyakit
bakteri Penyakit
(Minggu) (%) (%)
(%)
Kontrol - 100.00 85.70 a 0.00
A 0 100.00 69.66 ab 18.67
A 2 100.00 62.63 bc 26.95
C 2 100.00 60.16 bcd 29.75
A 4 100.00 57.27 bcd 33.14
B 0 100.00 56.73 bcd 33.84
C 6 100.00 56.66 bcd 33.84
B 6 100.00 54.50 bcd 36.41
B 2 100.00 53.68 bcd 37.34
D 6 100.00 51.39 bcd 40.02
D 4 100.00 49.74 cd 42.01
B 4 100.00 48.63 cd 43.29
D 0 100.00 48.17 cd 43.76
C 0 100.00 47.41 cd 44.69
Bakterisida 100.00 47.37 cd 44.69
C 4 100.00 47.16 cd 44.92
D 2 100.00 43.93 cd 48.77
A 6 100.00 41.15 d 52.04
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
31

nyata menurut uji LSD pada taraf 5%


Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

Gambar 11. Perbandingan tampilan keparahan penyakit Xoo pada tanaman padi.
(a) Konsorsium A (penyimpanan 6 minggu), (b) Konsorsium D
(penyimpanan 2 minggu), dan (c) Kontrol negatif.
4. Pengaruh Konsorsium Rizobakteri dalam Formula Cair untuk
Pertumbuhan Tanaman Padi

a. Daya Perkecambahan Benih


Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas IR 64 yang telah
bersertifikat dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pengujian daya
kecambah benih yang dilakukan di laboratorium dengan metode kertas gulung
menunjukkan hasil daya kecambah 95%. Hasil tersebut menunjukkan angka yang
sama dengan yang tertera pada label (Lampiran 7).

b. Daya Muncul Lapang

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap daya muncul lapang (Tabel
5).

Tabel 5. Daya muncul lapang benih padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri
dalam formula cair dengan waktu simpan yang berbeda

Perlakuan Daya Muncul Lapang Efektivitas


Konsorsium Lama (%) (%)
bakteri penyimpanan
32

(Minggu)
D 0 99.66 a 5.28
A 4 98.66 b 4.23
A 6 98.66 b 4.23
B 0 98.66 b 4.23
B 2 98.66 b 4.23
B 4 98.66 b 4.23
B 6 98.66 b 4.23
C 4 98.66 b 4.23
D 4 98.66 b 4.23
D 6 98.66 b 4.23
A 0 97.66 c 3.17
A 2 97.66 c 3.17
C 2 97.66 c 3.17
C 6 97.66 c 3.17
D 2 97.66 c 3.17
C 0 94.66 d 0.00
Kontrol + 94.66 d 0.00
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut uji LSD pada taraf 5%
Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
Daya muncul lapang pada semua perlakuan berkisar antara 94,66 - 99.66%.
Semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol
kecuali perlakuan C (tanpa penyimpanan) menunjukkan pengaruh berbeda tidak
nyata terhadap kontrol. Persentase daya muncul lapang tertinggi ditunjukkan oleh
perlakuan D (tanpa penyimpanan) yaitu 99.67% dengan efektivitas 5.28%.

c. Tinggi Tanaman

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kontrol positif. Tinggi
tanaman padi berkisar dari 77.15 - 66.11 cm. (Tabel 6).

Tabel 6. Tinggi tanaman padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri dalam


formula cair dengan waktu simpan yang berbeda

Perlakuan Tinggi Batang Efektivitas


Konsorsium Lama (cm) (%)
bakteri penyimpanan
33

(Minggu)
B 6 77.15 a 3.65
C 4 76.77 ab 3.14
C 2 76.72 ab 3.06
C 6 75.03 abc 0.79
Kontrol + 74.44 abcd 0.00
D 6 73.55 abcde -1.19
A 6 71.99 abcdef -3.30
B 2 71.88 abcdef -3.43
B 4 71.61 bcdef -3.80
C 0 70.99 cdefg -4.63
A 4 70.83 cdefg -4.85
A 0 70.77 cdefg -4.92
D 0 69.66 defg -6.42
A 2 68.27 efg -8.29
B 0 67.07 fg -9.89
D 4 66.77 fg -10.30
D 2 66.11 g -11.19

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut uji LSD pada taraf 5%

Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

Perlakuan konsorsium B (penyimpanan 6 minggu) dan C (penyimpanan 4,2,6)


memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol positif.
Sedangkan konsorsium D (penyimpanan 2 minggu) memiliki nilai paling rendah
bila dibandingkan dengan semua perlakuan yaitu 66.11 cm dan efektifitas
-11.19%. Nilai efektivitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan B (penyimpanan 6
minggu) yaitu 3.65%.

d. Jumlah Daun

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun padi.
Jumlah daun padi berkisar dari 8.45-16.56 helai daun (Tabel 7).
34

Tabel 7. Jumlah daun padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri dalam


formula cair dengan waktu simpan yang berbeda
Perlakuan
Lama Jumlah Daun Efektivitas
Konsorsium
penyimpanan (Helai) (%)
bakteri
(Minggu)
C 4 16.55 a 19.22
B 6 15.89 ab 14.40
C 6 15.33 abc 10.37
C 2 15.11 abc 8.78
D 0 14.44 abcd 4.03
C 0 14.44 abcd 3.96
B 2 14.33 abcd 3.17
B 4 14.11 abcd 1.58
Kontrol + 13.89 abcd 0.00
A 6 13.67 abcd -1.58
A 2 13.33 bcd -4.03
A 0 12.44 cde -10.44
A 4 12.00 def -13.61
D 6 9.78 efg -29.59
B 0 9.11 fg -34.41
D 4 9.00 g -35.21
D 2 8.44 g -39.19

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut uji LSD pada taraf 5%

Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

Jumlah daun terbanyak yaitu pada perlakuan C (penyimpanan 4 minggu)


sebanyak 16.56 helai dengan efektivitas 19.22%. Semua tanaman padi yang
diintroduksikan dengan perlakuan konsorsium C (tanpa penyimpanan, 2,4,6
minggu) memiliki jumlah daun lebih banyak bila dibandingkan dengan kontrol
positif. Jumlah daun padi yang diintroduksikan dengan konsorsium C (tanpa
penyimpanan, 2,4,6 minggu) berturut-turut yaitu 14.44, 15.11,16.56, dan 15.33
helai.
35

e. Panjang Akar

Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap panjang akar, kecuali
perlakuan D penyimpanan 6 minggu menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
dengan kontrol (Tabel 8).

Tabel 8. Panjang akar tanaman padi yang diintroduksi konsorsium rizobakteri


dalam formula cair dengan waktu simpan yang berbeda
Perlakuan
Panjang Akar Efektivitas
Konsorsium Lama penyimpanan
(cm) (%)
bakteri (Minggu)
D 6 30.16 a 41.41
B 6 26.83 ab 25.78
D 0 26.50 ab 24.22
A 0 26.33 ab 23.44
A 4 26.33 ab 23.44
C 2 26.00 ab 21.88
C 4 25.66 ab 20.32
B 4 25.00 ab 17.19
C 0 23.83 b 11.72
D 2 23.33 b 9.38
C 6 23.00 b 7.81
A 6 22.83 b 7.03
D 4 22.50 b 5.47
B 2 22.16 b 3.91
B 0 21.83 b 2.34
A 2 21.33 b 0.00
Kontrol + 21.33 b 0.00
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut uji LSD pada taraf 5%
Keterangan :
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
Akar terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan D penyimpanan 6 minggu
yaitu 30.16 cm dan efektivitas 41.41% (Gambar 12). Perlakuan konsorsium A
penyimpanan 2 minggu menunjukkan pengaruh paling rendah yaitu 21.33 cm dan
efektivitas 0.00%

a b
36

Gambar 12. Perbandingan tampilan panjang akar tanaman padi (a) Perlakuan
konsorsium D (penyimpanan 6 minggu) dan (b) Kontrol Positif

B. Pembahasan
Aplikasi agens hayati dalam skala besar dapat dilakukan dengan
memanfaatkan medium yang murah dan berlimpah di alam. Sebagai contoh
adalah limbah air kelapa dan keong mas yang selama ini dianggap hama dapat
dijadikan sebagai media pertumbuhan bakteri. Populasi rizobakteri pada perlakuan
A (S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 ), B (S.pavanii KJKB 5.4 +
B.cereus AJ 3.4), C (S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) dan D (S.pavanii
KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) selama 6 minggu
penyimpanan dalam formula cair menunjukkan viabilitas yang stabil yaitu pada
kisaran 107 sel/ml. Hal tersebut berkaitan dengan nutrisi pada formula. Nutrisi
untuk pertumbuhan bakteri pada formula terdiri dari air kelapa dan ekstrak keong
mas. Campuran kedua bahan pembawa tersebut mengandung unsur makro dan
mikro essensial untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian
Rahma (2019) bahwa media limbah air kelapa + 5% ekstrak daging keong mas
mengandung komposisi C-Organik 17.10%, N-Total 1.96%, P-Total 0.878%,
bahan organik 29.48% dan hampir menyerupai dengan media LB (Luria Bertani)
sebagai pembanding dengan komposisi C-Organik 12.75%, N-Total 3.64 %, P-
Total 3.29%, dan bahan organik 21.98%.). Menurut Setiawan (2017) daging
keong mas memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga apabila dicampur
dengan bahan organik lain akan menjadi media pertumbuhan yang baik untuk
bakteri (konsorsium). Kandungan protein pada daging keong mas mencapai
12,2% (Wardana, 2008). Protein dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan
pepton sehingga menjadi sumber nutrisi utama dalam pertumbuhan bakteri.
Bakteri yang berada pada formula tersebut dapat bertahan hidup hingga 6 minggu
37

penyimpanan dengan memanfaatkan sumber nutrisi yang berasal dari campuran


air kelapa dan ekstrak daging keong mas.
Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas memberikan pengaruh terhadap perkembangan penyakit hawar daun bakteri
yang disebabkan oleh Xoo pada tanaman padi. Berdasarkan rekapitulasi data
(Lampiran 6a) perlakuan terbaik dalam menekan perkembangan penyakit HDB
adalah konsorsium D (S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ
3.4) lama simpan 2 minggu dengan total efektivitas 73.44%. Perlakuan tersebut
efektif dalam menekan perkembangan penyakit diduga karena adanya aktivitas
senyawa antimikrob rizobakteri yang mampu menghambat atau mematikan Xoo.
Perlakuan kontrol negatif diindikasikan bahwa tanaman tersebut tidak mampu
menekan perkembangan penyakit dan akan menyebabkan kerusakan lebih parah.
Perlakuan dengan konsorsium rizobakteri mampu menekan perkembangan
penyakit dengan cara memperlambat periode munculnya gejala dan menekan
keparahan penyakit. Formula rizobakteri yang digunakan dalam penelitian ini
telah banyak mengandung senyawa/metabolit sekunder yang disekresikan oleh
bakteri. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa bakteri Stenotrophomonas
sp. telah digunakan sebagai agens bio-control karena mengandung metabolit
sekunder yang bersifat antimikrob. Hal ini didukung dengan hasil penelitian John
(2017) dan Rahma (2019) bahwa Stenotrophomonas malthophilia mampu
menghasilkan metabolit sekunder seperti HCN dan siderofor. HCN merupakan
senyawa metabolit sekunder yang bersifat anitimikroba. Siderofor adalah senyawa
organik yang dapat mengikat unsur Fe sehingga tidak tersedia bagi patogen.
Kemampuan rizobakteri dalam menghasilkan siderofor dan HCN diasumsikan
menjadi penyebab penekanan perkembangan Xoo pada tanaman padi. Selain
mampu menghambat perkembangan Xoo, Akbar (2019) melaporkan bahwa isolat
LMTSA 5.4 merupakan isolat terbaik dalam menghambat perkembangan jamur F.
verticillioides pada tanaman jagung dan isolat KJKB5.4 mampu menekan
keparahan penyakit busuk tongkol jagung. Selain bakteri Stenotrophomonas sp.,
Bacillus sp. juga telah banyak dilaporkan sebagai agen bio-control. Bakteri
tersebut dapat dijadikan sebagai agen pengendali hayati karena mampu
menghasilkan antibiotik metabolit sekunder seperti enzim kitinase, mycobacilin,
38

basitrasin, dan juga penghasil senyawa siderofor. Menurut Pal dan gardener
(2006) B.cereus galur UW85 mampu menghasilkan beberapa antibiotik seperti
zwittermicin dan kanosamine yang mampu menekan beragam patogen tanaman.
Menurut Rabbee et al., (2019) rizobakteri dari genus Bacillus dapat menghasilkan
siderofor, bakteriosin, dan senyawa volatil lainnya, dan mampu memacu
pertumbuhan tanaman.
Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan
rekapitulasi data (Lampiran 6b) perlakuan terbaik dalam menekan perkembangan
penyakit HDB adalah konsorsium B (S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4) lama
simpan 6 minggu dengan total efektivitas 48.06%. Hal tersebut terjadi karena
rizobakteri dari kelompok Stenotrophomonas dan Bacillus mamiliki kemampuan
dalam menghasilkan senyawa yang mampu memacu pertumbuhan tanaman
seperti menghasilkan hormon pertumbuhan IAA, pelarutan fosfat, dan pengikat
nirtogen. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ramos et al. (2011)
mengatakan bahwa Stenotrophomonas pavanii merupakan bakteri pengikat
nitrogen. Bakteri dari kelompok Bacillus dapat menghasilkan asam formiat, asam
asetat, dan asam laktat yang mampu melarutkan bentuk fosfat sehingga mudah
diserap oleh tanaman (Rao, 2007).
Perlakuan konsorsium rizobakteri dalam media cair air kelapa + ekstrak keong
mas memberikan pengaruh terbaik dalam menekan perkembangan penyakit HDB
dan pemacu pertumbuhan tanaman padi adalah perlakuan C (S.malthophilia
LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) lama simpan 4 minggu dengan total efektivitas
masing-masing 62.14% dan 46.91%. (Lampiran 6c). Perlakuan C merupakan
konsorsium dari bakteri S.malthophilia dan B.cereus dimana kedua bakteri
tersebut telah banyak dilaporkan mampu menghasilkan beberapa antibiotik
sehingga mampu menekan patogen dan memacu pertumbuhan tanaman. Menurut
John dan Thangavel (2017) bahwa bakteri Stenotrophomonas malthophilia
mampu melarutkan fosfat 4.6 ± 0.57, menghasilkan IAA 5.341 mgL -1,
memproduksi auksin, asam organik, fiksasi nitrogen, peralutan seng, produksi
ACC Deaminase, hidrogen sianida, produksi siderofor, serta palarutan kalium.
Selain pengaruh rizobakteri, bahan organik yang digunakan untuk pembuatan
39

formula diduga menjadi faktor pemacu pertumbuhan tanaman padi. Air kelapa
merupakan salah satu bahan organik yang digunakan dalam pembuatan formula
cair rizobakteri. Air kelapa memiliki komposisi mineral dan hormon pertumbuhan
giberalin (Radley, 1958) sehingga menjadi pendukung pertumbuhan tanaman.
Hasil penelitian Novri (2014) menyebutkan media air kelapa merupakan formula
yang tepat untuk memproduksi bio-fertilizer cair daripada formula limbah air tahu
dan formula pikovskaya. Hal ini dikarenakan pada media air kelapa viabilitas
bakteri lebih tinggi hingga penyimpanan 60 hari. Tingginya populasi pertumbuhan
bakteri dikarenakan pada air kelapa banyak sumber karbon yang dapat dimanfaat
oleh bakteri untuk perkembangbiakannya sehingga bakteri dapat bertahan hidup
dalam jangka waktu yang lama. Pada penelitian ini konsorsium rizobakteri yang
disimpan selama 6 minggu juga menunjukkan efektivitas tertinggi dalam memacu
pertumbuhan tanaman padi. Populasi bakteri pada formula selama 6 minggu
penyimpanan berkisar pada 107. Menurut Permentan No.70 Tahun 2011 populasi
bakteri 107 memenuhi syarat viabilatas suatu bakteri sebagai pupuk hayati ini
artinya formula tersebut masih layak digunakan hingga lama penyimpanan
mencapai 6 minggu.
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Konsorsium rizobakteri terbaik dalam menekan perkembangan penyakit HDB
yaitu perlakuan D (S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ
3.4) pada penyimpanan 2 minggu dengan total efektivitas yaitu 73.44%.
2. Konsorsium rizobakteri terbaik dalam memacu pertumbuhan tanaman padi
yaitu perlakuan B (S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4) pada penyimpanan 6
minggu dengan total efektivitas yaitu 48.06%.
3. Konsorsium rizobakteri terbaik dalam menekan perkembangan penyakit HDB
dan terbaik dalam memacu pertumbuhan tanaman padi adalah perlakuan C
(S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4) pada penyimpanan 4 minggu
dengan total efektivitas masing-masing yaitu 62.14% dan 46.91%

B. Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melihat pengaruh konsorsium dalam
formula cair terhadap hasil produksi padi.
DAFTAR PUSTAKA

[BBPOPT] Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan. 2018.


http://sakip.pertanian.go.id/admin/data2/Lakin%20bbpopt%202018.pdf.
(Diakses 27 September 2019)

[BBPTP] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.


2015.http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/ (Diakses27 September 2019)

Akbar, F. 2019. Introduksi Isolat Rizobakteria Untuk Pengendalian Jamur


Fusariumverticillioides Sacc Nirenberg Penyebab Penyakit Busuk
Tongkol Pada Tanaman Jagung (Zea mays). [Skripsi]. Padang. Fakultas
Pertanian. Universitas Andalas

Badan Litbang Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian tentang


Pemupukan N,P, K Padi Sawah. http://new.litbang.pertanian.go.id/.
Diakses pada 27 November 2019.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian NAD. 2009. Budidaya Tanaman Padi. Aceh : 20
Hal

Baiquni, Auzan. 2014. Keefektifan Formulasi Cair Dan Pasta Ralstonia Pickettii
Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Pelepah Pada Padi. [Skripsi].
Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Berg, G., Eberl, L., and Hartman, A. 2005. The rhizosphere as a reservoir for
opportunistic human pathogenic bacteria.Environmental Microbiology
7 : 1673–1685.

Botelho, G.R., and Hagler, L.C.M. 2006. Fluorescent Pseudomonas Associated


With The Rhizosphere Of Crops An Overview. Brazilian Journal of
Microbiology. 37 : 401-416.

Demse, P. 2008. Pembuatan Material Selulosa Bakteri Dalam Medium Kelapa


Melalui Penambahan Sukrosa Kitosan Dan Gliserol Menggunakan
Acetobacter xylinum [Tesis]. Medan. Sekolah Pasca Sarjana.
Universitas Sumatera Utara. 53 hal.

Dunne, C., Crowley, J.J., Loccoz, Y.M., Dowling, Bruijn, F.J And Fergal. 1997.
Biological control of Pythium ultimum by Stenotrophomonas
maltophilia W81 is mediated by an extracellular proteolyticactivity.
Microbiology 143 : 3921-3931

Elhalag, K.M., Messiha, N.A.S., Emara, H.M and Abdallah, S.A. 2016.
Evaluation of antibacterial activity of Stenotrophomonas maltophilia
41

against Ralstonia solanacearum under different application conditions.


Journal of Applied Microbiology 120 : 1629-1645

Fitriani, R. 2016. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Penghasil


Eksopolisakarida Sebagai Inokulan Area Pertanian Lahan Kering.
BioTrends 7 (1) : 35-41

Garbeva, P., Overbeek, L.S., Vuurde, J.W.L. and Elsas, J.D. 2001 Analysis of
Endophytic Bacterial Communities of Potato by Plating and Denaturing
Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) Of 16S RDNA Based PCR
Fragments. Microb Ecol 41 : 369–383

Gnanamanickam, S.S. 2009. Biological Control of Rice Disease. Springer


Science. DOI 10.1007/978-90-481-2465-75. Hal 67-68

Habazar, T., Z. Resti., Y. Yanti., Sutoyo., dan Imelda. 2015. Formulasi Bakteri
Endofit Akar Kedelai untuk Pengendalian Pustul Bakteri. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 11(2) : 51-58

Hadianto, W., Lukman , H., Bakhtiar. 2015. Ketahanan Beberapa Genotipe Padi
Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv.
oryzae). J. HPT Tropika Vol. 15, No. 2: 152 – 163.

Huang, J.S., Cleene M. 1989. How Rice Plants Are Infected By Xanthomonas
campestris pv. oryzae. In Bacterial blight of rice. International Rice
Research Institute. Manila.pp.31–42.

Ilyas, S., Kadir, T.S., Yuktil, A.M., Fianal, Y., Fadhilah, S., Nugraha, U.S., dan
Sudarsono. 2007. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Teknik
peningkatan kesehatan dan mutu benih padi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor-Balai Besar Penelitian TanamanPadi.

IRRI. 1996. Standard Evaluation System (SES) for Rice 4th edition.
Diterjemahkan oleh Silitonga, T. S, I.H. Somantri, A.A. Daradjat dan
H. Kurniawan. Jakarta: Departemen Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah.

Ismail N., Taulu, L.A., dan Bahtiar. 2011. Potensi Corynebacterium Sebagai
Pengendali Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Tanaman Padi. Seminar
Nasional Serealia. Hal 459- 465

Istiqomah dan Kurniawati, D.E. 2018. Pemanfaatan Bacillus subtilis dan


Pseudomonas fluorescens dalam Pengendalian Hayati Ralstonia
solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Jurnal
Agro. 5(1). 12 Hal

James D, Girija D, Mathew SK, Nazeem PA, Babu TD, Varma AS. 2017.
Detection of Ralstonia solanacearum race 3 causing bacterial wilt of
solanaceousvegetables in Kerala, using random amplified
polymorphic DNA (RAPD) analysis. J. of Trop. Agr. 41:33-37.
42

John, N., and Thangavel, M. 2017. Stenotrophomonas Maltophilia: A Novel Plant


Growth Promoter And Biocontrol Agent From Marine Environment.
International Journal Advanced Research 5 (4) : 2320-5407

Jonit, Q.N., Low, C.Y., and Tan, H.G. 2016. Xanthomonas oyzae pv. oryzae,
biochemical tests, rice (Oryza sativa), bacterial leaf blight (BLB)
disease, sekinchan. J Appl & Environ. Microbiol. 4(3): 63-69.

Kamil. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa raya. 227 hal.

Keller, B., Feuillet, C., and Messmer, M. 2000. Genetics of disease resistance:
Basic concepst and application in resistance breeding. In : Slusarenko
AJ, Fraser RSS, & Van Loon LC (Eds.). Mechanisms of Resistance to
Plant Diseases.pp:101–160. Kluwer Academic Publisher. London.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Pertanian


Nomor 70/Permentan/SR 140/10/2011 Tentang Pupuk organik, pupuk
hayati dan pembenah tanah.

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2019. Data Lima Tahun Terakhir


Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi di
Indonesia.https://www.pertanian.go.id/home/?
show=page&act=view&id=61 (Diakses 27 September 2019)

Khaeruni, A., A. Rahim., Syair., dan Adriani. 2014. Induksi Ketahanan terhadap
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi di Lapangan
Menggunakan Rizobakteri Indigenos. Jurnal HPT Tropika 14 (1): 57-
63.

Kumar, KH and Jagadeesh, KS. 2016. Microbia consortia-mediated plant


defense againt phytophatogens and growth benefits. South Indian
Journal of Biological Sciences; 2 (4); 395-403.

Kusmiadi. 2004. Hubungan antara Varietas Beras dengan Komposisi Kimiawi Zat
Penyusunnya. http://www.ubb.ac.id/ Diakses 27 September 2019

Laila, J. 2016. Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Dari


Perakaran Tanaman Jagung Untuk Menekan Pertumbuhan Pantoea
stewartii subsp. Stewartii. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian.
Universitas Andalas

Lugtenberg, B. and Kamilova, F. 2009. Plant-growth-promotin. Rhizobacteria.


Annu Rev Microbiol. 63:541–56.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., and Parker, J. 2000. Brock Biology of


Microorganisms. New Jersey: Prentice-Hall. International Edition. hlm
255-260.
43

Manik CA. 2011. Uji Efektivitas Corynebacterium dan Dosis Pupuk K terhadap
Serangan Penyakit Kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae) Pada
Padi Sawah (Oriza sativa L) di Lapangan.
http://www.repository.usu.ac.id/ Diakses 27 September 2019

Messiha, N.A.S., Diepeningen, A.D., Farag, N.S., Abdallah, S.A., and Janse, J.D.
2007. Stenotrophomonas maltophilia: a new potential biocontrol agent
of Ralstonia solanacearum, causal agent of potato brown rot. Eur J
Plant Pathol 118 : 211–225

Mew, T.W., Alvarez, A.M., Leach, J.E., and Swings, J. 1993. Focus on bacterial
blight of rice. Plant Dis. 77 : 5–12.

Mubarik, N.R., Mahagiani, I., Putri, A.A., Santoso, S., and Rusmana, I. 2010.
Chitinolytic bacteria isolated from chili rhizosphere: chitinase
characterization and application as biocontrol for whitefly (Bemisia
tabaci Genn.). Am J Agric Biol Sci 5 : 430-535.

Nakkeeran, S., Fernando, W.G.G., and Zaki, A.S. 2015. Plant growth promoting
rhizobacteria formulation and its scope in commercialization for the
management of pest and diseases. Editor ZA siddiqui. PGPR:
Biocontrol and biofertilization, Netherlands: Springer, p.257-296.

Nino-Liu, D.O., Ronald, P.C., and Bogdanove, A.J. 2006. Xanthomonas oryzae
pathovars: model pathogens of a model crop. Molecular Plant
Pathology, 7(5): 303– 324.

Nofrianti, S. 2018. Uji Antagonis Rizobakteri Indigenos Terhadap Jamur diplodia


maydis (Berkeley) Saccardo Penyebab Penyakit Busuk Tongkol Pada
Jagung (zea mays ) Secara In Vitro. [Skripsi]. Padang. Fakultas
Pertanian. Universitas Andalas.

Novri, S,Y,.,Yelti., D. Zul, B.L. Fibriarti. 2014. Formulasi Biofertilizer Cair


Menggunakan Bakteri Pelarut Fosfat Indigenus Asal Tanah Gambut
Riau. JOM FMIPA Volume 1 No. 2.

Nufus, B,N.,, Galuh, T., dan Faturrahman. 2016. Populasi Bakteri Normal dan
Bakteri Kitinolitik Pada Saluran Pencernaan Lobster Pasir (Panulirus
homarus L.) yang diberi Kitosan. Jurnal Biologi Tropis,Volume 16
(1):15-23.

Nurkatika, R., Ilyas, S., dan Machmud, M. 2017. Aplikasi Agens Hayati untuk
Mengendalikan Hawar Daun Bakteri pada Produksi Benih Padi. J.
Agron 45 (3) : 235-242

Ou, S.H. 1985. Rice diseases. Commonwealth Mycological Institute. Second


Edition. Great Britain: The Cambrian News Ltd. 380pp.

Pal, K.K and Gardener, B.M. 2006. Biological control of plant pathogens. APSnet
J The Plant Health Instructor 02:1-25
44

Pambudi, N.D. 2011. Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral


Keong Mas (Pomacea cannaliculata) dari Perairan Situ Gede. [Skripsi].
Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Prihatiningsih, N., Arwiyanto, T., Hadisutrisno, B., dan Widada, J. 2015.


Mekanisme Antibiosis Bacillus subtilis B315 untuk Pengendalian
Penyakit Layu Bakteri Kentang. Jurnal HPT Tropika. 15(1) : 64-71

Rabbee MF, Ali MDS, Choi J, Hwang BS, Jeong SC, and Baek KH. 2019.
Bacillus velezensis: A Valuable Member of Bioactive Molecules within
Plant Microbiomes. Molecules 2019, 24, 1046;
doi:10.3390/molecules24061046.

Radley, M and L. Dear. 1958. Occurence of gibberellin-like substance in the


coconut. Nature 182:1098.

Rahma, H., Nurbailis., Kristina, N. 2019. Characterization and potential of plant


growth-promoting rhizobacteria on rice seedling growth and the effect
on Xanthomonas oryzaepv. oryzae. Biodiversitas 20 (12): 3654-3661

Rahma, H., Nurbailis., Kristina, N. 2019. Potensi Formulasi Rizobakteri Pada


Limbah OrganikUntuk Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Padi.
Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas.

Ramos, P., Stefanie, V.R., Fabiano, L.T., Rafael, C.S.R., Heloiza, R.B., Paul,
D.V., Carlos, A.M. 2011. Screening For Endophytic Nitrogen-Fixing
Bacteria In Brazilian Sugar Cane Varieties Used In Organic Farming
And Description OfStenotrophomonas pavanii sp. nov.International
Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology, 61 : 926–931

Rao, N.S.S. 2007. Mikroorganisme dan PertumbuhanTanaman. Jakarta: UI Press

Resti, Z., Trimurti, H., Deddi, P., dan Nasrun. 2013. Skrining dan Identifikasi
Isolat Bakteri Endofit untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun
Bakteri pada Bawang Merah. J. Hpt Tropika. Vol.13. No.2

Resti, Z., Yenny, L., Martinius. 2018. Konsorsium Bakteri Endofit Sebagai
Pengendali Hayati Patogen Dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi
(Oryza sativa. L). Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Pertanian.
Universitas Andalas

Sa’adah, I. R., Supriyanta., dan Subejo. 2013 . Keragaman Warna Gabah dan
Warna Beras Varietas Lokal Padi Beras Hitam (Oryza sativa. L) yang
dibudidayakan oleh Petani Kabupaten Sleman, Bantul dan Magelang.
Vegetalika 2 (3) : 13-20.

Schaad, N.W., J.B. Jones., and W. Chun. 2001. Laboratory Guide for
Identification of Plant Pathogenic Bacteria. St Paul: The American
Phytopatology Society.
45

Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia (3rded.).


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Setiawan, Agus. 2017. Aplikasi Pupuk Organik Cair (Biofertlizer) Berbasis Keong
Mas (Pamoacea canliculata) diperkaya Konsorsium Bakteri pada
Pembungaan Padi Ciherang. . [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

Sholikhin, I. 2014. Keefektifan Bakteri Endofit sebagai Agens Hayati


terhadapPenyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv.
oryza) pada Padi. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Hal 37.

Siahaan,S. M. Hutapea, dan R. Hasibuan. 2013. “Penentuan kondisi optimum


suhu dan waktu karbonasi pada pembuatan arang dari sekam padi.”,
Jurnal Teknik Kimia USU Vol. 2 No. 1.

Sivan, A., dan I. Chet. 1986. Biological Control of Fusarium spp. in


Cotton, Wheat and Muskmelon by Trichoderma harzianum. J.
Phytopathology 116: 39-47.

Soesanto, L., Endang, M. dan Rahayuniati, R. F. 2014. Aplikasi Formula Cair


Pseudomonas fluorescens P60 untuk Menekan Penyakit Virus Cabai
Merah. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 9(6): 179-185.

Supangat, A. 2007. Statistika. Jakarta : Prenada Media Group. Hal 334-350.

Suprihatno, B., A.A. Daradjat., Satoto., Baehaki., I.N. Widiarta., A. Setyono.,


S.D. Indrasari., dan O.S. Lesmana. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang. 105 hal.

Susanto, D., Sudrajat dan Ruga, R. 2012. Studi Kandungan Bahan Aktif
tumbuhan Meranti Merah (Shorealeprosula Miq) Sebagai Sumber
Senyawa Antibakteri. 11(2):1-5.

Trianggana,D. 2013. Pengujian Formulasi Konsorsium Bakteri Secara In Vitro


Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri. [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.

Tridesianti, S. 2017 Formulasi Bakteri Filosfer Penghasil Senyawa Bioaktif dan


Aplikasinya dalam PengendalianPenyakit Hawar Daun Bakteri Pada
Padi. [Tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
38 hal.

Van Loon, L.C. 2007. Plant Response To Plant Growth Promoting Rhizobacteria.
Eur. J. Plant Pathol119:243-254.

Wahyudi, A.T., S. Meniah., dan A.A. Nawangsih. 2011. Xanthomonas oryzaepv.


oryzae Bakteri Penyebab Hawar Daun pada Padi: Isolasi, Karakterisasi,
46

dan Telaah Mutagenesis dengan Transposon. Makara Sains 15:221-


224.

Wang, Y., Zeng, Q., Zhang, Z. 2010. Antagonistic bioactivity of an


endophytic bacterium H-6. African Journal of Biotechnology,
9(37):6140-6145.

Warbung, Y.Y., Vonny, N. S. W., dan Jimmy. 2014. Daya Hambat Ekstrak Spons
Laut. Pada Sapi Perah. Repository. Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Malang

Wardana. 2008. Hidrolisis Protein Keong mas (Pamoacea canliculata Lamarck)


Menggunakan Papain untuk Menghasilkan Pepton. [Tesis]. Bogor.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Weller, D.M. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the


rhizosphere with bacteria. Ann Rev Phyto 26:379-407

Y. Deng, dan S. Y. Wang, “Synergistic Growth In Bacteria Depends On Substrate


Complexity”, J Microbiol. (2016) 54(1): 23-3
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian


Februari – Mei 2020

Februari Maret April Mei


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan
Rizobakteri dan
Xoo

Pembuatan
formula
Rizobakteri dan
konsorsium

Pengujian
Formula
Rizobakteri dan
konsorsium
secara In-planta

Pengamatan

Analisis data
49

Lampiran 2. Plot Peletakan Padi

Keterangan :
A, B, C, D = Perlakuan Konsorsium
A = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4
B = S.pavanii KJKB 5.4 + B.cereus AJ 3.4
C = S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4
D = S.pavanii KJKB 5.4 + S.malthophilia LMTSA 5.4 + B.cereus AJ 3.4

0, 2, 4, 6 = Lama Penyimpanan (1),(2),(3) = Ulangan


0 = Tanpa penyimpanan (1) = Ulangan 1
2 = Penyimpanan 2 minggu (2) = Ulangan 2
4 = Penyimpanan 4 minggu (3) = Ulangan
6 = Penyimpanan 6 minggu
50

Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Padi Varietas IR 64

Nomor seleksi : IR18348-36-3-3


Asal persilangan : IR5657/IR2061
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 - 120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 115 – 126 cm
Anakan produktif : 20 - 35 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping, panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Tahan
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23%
Indeks Glikemik : 70
Bobot 1000 butir : 24,1 g
Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit : - Tahan wereng coklat biotipe 1, 2
- agak tahan wereng coklat biotipe 3
- Agak tahan hawar daun bakteri strain IV
- Tahan virus kerdil rumput
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah
sampai sedang
Pemulia : Introduksi dari IRRI
Dilepas tahun : 1986
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009
51

Lampiran 4. Dosis Pemupukan

Massa tanah 1 ha = 2000.000 kg/ha


Bobot tanah/ember = 3 kg

1. Pupuk Urea
Rekomendasi pupuk urea = 200 kg/ha
Dosis pupuk/ember

Kebutuhan pupuk Dosis anjuran


=
Bobot tanah /ember Massatanah /ha

Kebutuhan pupuk 200 kg/ha


=
2 kg /ember 2000000 kg/ha

Kebutuhan pupuk = 0,0002 kg/ember = 0,2 gram/ember

2. Pupuk SP-36
Rekomendasi pupuk SP-36 = 100 kg/ha
Dosis pupuk/ember

Kebutuhan pupuk Dosis anjuran


=
Bobot tanah /ember Massatanah /ha

Kebutuhan pupuk 100 kg/ha


=
3 kg /ember 2000000 kg/ha

Kebutuhan pupuk = 0,00015 kg/ember = 0,15 gram/ember

3. Pupuk KCL
Rekomendasi pupuk KCL = 100 kg/ha
Dosis pupuk/ember

Kebutuhan pupuk Dosis anjuran


=
Bobot tanah /ember Massatanah /ha

Kebutuhan pupuk 100 kg/ha


=
3 kg /ember 2000000 kg/ha

Kebutuhan pupuk = 0,00015 kg/ember = 0,15 gram/ember


52

Lampiran 5. Data Sidik Ragam

1. Masa Inkubasi
Source DF SS MS F P
Perlakuan 18 34.6276 1.92376 8.63 0.0000
Error 38 8.4726 0.22296
Total 56 43.1002
KK = 15.09

2. Keparahan Penyakit
Source DF SS MS F P
Perlakuan 17 5612.7 330.160 2.35 0.0153
Error 36 5053.8 140.383
Total 53 10666.5
KK = 21.72

3. Daya Muncul Lapang


Source DF SS MS F P
Perlakuan 16 88.5882 5.53676 16.6 0.0000
Error 34 11.3333 0.33333
Total 50 99.9216
KK = 0.59

4. Tinggi Tanaman
Source DF SS MS F P
Perlakuan 16 593.34 37.0843 3.61 0.0000
Error 34 349.48 10.2788
Total 50 942.829
KK = 4.47

5. Jumlah Daun
Source DF SS MS F P
Perlakuan 16 308.792 19.2995 6.21 0.0000
Error 34 105.628 3.1067
Total 50 414.420
KK = 13.50

6. Panjang Akar
Source DF SS MS F P
Perlakuan 16 286.353 17.8971 1.62 0.1169
53

Error 34 376.000 11.0588


Total 50 662.353
KK = 13.62

Lampiran 6. Rekapitulasi Data


a. Rekapitulasi Data Menekan Penyakit HDB

Lama Efektivitas Penekanan Penyakit Hawar Daun


Simpan Bakteri pada Tanaman Padi (%)
Perlakuan
(Minggu Masa Keparahan
) Total Urutan
Inkubasi Penyakit
D 2 24.67 48.77 73.44 1
Bakterisida 28.44 44.69 73.13 2
C 4 17.22 44.92 62.14 3
D 0 17.22 43.76 60.98 4
B 4 17.33 43.29 60.62 5
B 6 18.56 36.41 54.97 6
A 6 0.00 52.04 52.04 7
D 4 7.33 42.01 49.34 8
C 6 11.11 33.84 44.95 9
C 0 0.00 44.69 44.69 10
B 2 7.33 37.34 44.67
B 0 9.89 33.84 43.73
D 6 2.44 40.02 42.46
A 2 12.33 26.95 39.28
A 4 4.89 33.14 38.03
C 2 0.00 29.75 29.75
A 0 2.44 18.67 21.11
Kontrol - 0.00 0.00 0.00
54

b. Rekapitulasi Data Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi

Efektivitas Pertumbuhan Tanaman Padi (%)


Lama
Daya
Simpan
Perlakuan Muncu Tinggi Jumla
(Minggu Panjan Uruta
l Tanama h Total
) g Akar n
Lapan n Daun
g
B 6 4.23 3.65 14.4 25.78 48.06 1
C 4 4.23 3.14 19.22 20.32 46.91 2
C 2 3.17 3.06 8.78 21.88 36.89 3
D 0 5.28 -6.42 4.03 24.22 27.11 4
C 6 3.17 0.79 10.37 7.81 22.14 5
B 4 4.23 -3.8 1.58 17.19 19.2 6
D 6 4.23 -1.19 -29.59 41.41 14.86 7
A 0 3.17 -4.92 -10.44 23.44 11.25 8
C 0 0.00 -4.63 3.96 11.72 11.05 9
A 4 4.23 -4.85 -13.61 23.44 9.21 10
B 2 4.23 -3.43 3.17 3.91 7.88
A 6 4.23 -3.3 -1.58 7.03 6.38
Kontrol + 0.00 0.00 0.00 0.00 0
A 2 3.17 -8.29 -4.03 0.00 -9.15
D 4 4.23 -10.3 -35.21 5.47 -35.81
B 0 4.23 -9.89 -34.41 2.34 -37.73
D 2 3.17 -11.19 -39.19 9.38 -37.83
55

c. Rekapitulasi Data Konsorsium Rizobakteri terhadap Penekanan


Penyakit HDB dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi

Lama Efektivitas
Efektivitas
Simpan Pemacu
Perlakuan Penekanan Total Urutan
(Minggu Pertumbuhan
Penyakit HDB
) Tanaman Padi
Bakterisida 73.13 53.92 127.05 1
C 4 62.14 46.91 109.05 2
B 6 54.97 48.06 103.03 3
D 0 60.98 27.11 88.09
B 4 60.62 19.20 79.82
C 6 44.95 22.14 67.09
C 2 29.75 36.89 66.64
A 6 52.04 6.38 58.42
D 6 42.46 14.86 57.32
C 0 44.69 11.05 55.74
B 2 44.67 7.88 52.55
A 4 38.03 9.21 47.24
D 2 73.44 -37.83 35.61
A 0 21.11 11.25 32.36
A 2 39.28 -9.15 30.13
D 4 49.34 -35.81 13.53
B 0 43.73 -37.73 6.00
Kontrol 0.00 0.00 0.00
56

Lampiran 7. Label benih varietas IR 64 yang telah bersertifikat


57

Lampiran 8. Koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri dengan metode
Total Plate Count (TPC) pada pengenceran 10-6

A0 A2 A4 A6

B0 B2 B4 B6

C0 C2 C4 C6

D0 D2 D4 D6
58

Lampiran 9. Perbandingan Tampilan Tanaman Padi Masing-Masing


Perlakuan
59

Anda mungkin juga menyukai